10
I. PENDAHULUAN Indonesia adalah negara agraris di mana sebagian besar penduduknya hidup dari hasil bercocok tanam atau bertani, sehingga pertanian merupakan sektor yang memegang peranan penting dalam kesejahteraan kehidupan penduduk Indonesia. Beberapa sistem pertanian yang diterapkan di Indonesia antara lain adalah sistem pertanian organik dan sistem pertanian intensif (Notarianto, 2011). Salah satu desa yang menggunakan sistem pertanian organik dan intensif yaitu Desa Melung. Desa Melung terletak di lereng Gunung Slamet bagian selatan, Kecamatan Kedung Banteng, Kabupaten Banyumas. Desa Melung memiliki topografi berbukit dengan ketinggian rata-rata 600 mdpl dan curah hujan antara 2500 – 4000 mm per tahun. Tekstur tanah di Desa Melung yaitu liat berpasir, subur, gembur, dengan tata air dan udara yang baik. Lahan pertanian ditanami tanaman hortikultura, antara lain caisim, sawi, kangkung, cabe, buncis, bawang daun dan bayam (Majnun, 2012). Sistem pertanian organik adalah sistem manajemen produksi terpadu yang menghindari penggunaan pupuk buatan, pestisida dan hasil rekayasa genetik, menekan pencemaran tanah, dan air. Lebih lanjut, pertanian organik meningkatkan kesehatan dan produktivitas di antara flora, fauna, dan manusia (Notarianto, 2011). Selain menggunakan sistem pertanian organik, sistem pertanian intensif juga dapat digunakan untuk mendorong pertumbuhan di sektor pertanian. Menurut Sofia (2011), sarana-sarana yang mendukung untuk meningkatkan hasil pertanian dalam sistem pertanian intensif berupa peningkatan penggunaan alat-alat pertanian, penerapan berbagai teknologi seperti penggunaan pupuk, herbisida, insektisida, fungisida, varietas unggul, perbaikan pengairan, pola tanam serta usaha pembukaan lahan baru yang akan membawa perubahan pada ekosistem dan keanekaragaman hayati yang ada. Salah satu kelemahan sistem pertanian intensif ini adalah senyawa beracun
11 (sida) yang tersisa di lahan pertanian. Selain itu, senyawa sida sering tidak selektif dalam membunuh hama target. Berbagai mahluk hidup yang bukan target termasuk berbagai serangga tanah turut serta terkena dampak dari senyawa sida tersebut. Banyak jenis serangga tanah yang sebagian atau seluruh hidup mereka berada di dalam tanah, salah satunya serangga Dermaptera. Serangga Dermaptera merupakan salah satu ordo dari kelas Insekta yang bersifat omnivora dan sebagian besar hidupnya ada di dalam tanah (Famukti, 2013). Tanah memberikan serangga Dermaptera suatu habitat atau sarang pertahanan dan seringkali makanan. Tanah tersebut digali oleh serangga Dermaptera sehingga menjadi lebih mengandung udara. Tanah juga dapat diperkaya oleh hasil ekskresi dan tubuh-tubuh serangga yang telah mati. Serangga Dermaptera memperbaiki sifat-sifat fisik tanah dan menambahkan kandungan bahan organik tanah (Borror et al., 1997). Serangga Dermaptera mempunyai ciri-ciri tubuh memanjang, ramping, dan relatif pipih, mempunyai sayap depan yang keras yang dipakai untuk menutupi atau melindungi tubuhnya. Ciri-ciri yang sangat mencolok pada serangga Dermaptera adalah terdapat capit berbentuk tang pada ujung abdomen. Sayap depan yang keras hanya menutupi sebagian ruas abdomen, sedangkan sayap yang dipergunakan untuk terbang adalah sayap belakang yang dilipat di bawah sayap depan. Serangga Dermaptera lebih mengandalkan kekuatan tungkai kaki untuk berjalan dan berlari daripada sayap untuk terbang, walaupun beberapa jenis serangga Dermaptera menggunakan sayapnya untuk terbang (Borror et al., 1997). Serangga Dermaptera mempunyai perilaku yang unik dalam melindungi keturunannya dengan meletakkan telur-telur di dalam lubang-lubang yang digali di dalam tanah atau di dalam reruntuhan, dan di jaga oleh betina sampai telur-telur tersebut menetas. Serangga Dermaptera adalah serangga yang aktif pada malam hari
12 dan bersembunyi pada waktu siang hari di celah-celah di antara bebatuan, di bawah kulit kayu dan di reruntuhan. Serangga Dermaptera memakan zat-zat sayuran yang mati dan membusuk, tetapi beberapa spesies serangga Dermaptera memakan tumbuh-tumbuhan yang hidup, dan beberapa spesies lain berperan sebagai pemangsa (Borror et al., 1997). Klasifikasi serangga Dermaptera menurut Borror et al., (1997): Phylum
: Arthropoda
Classis
: Insekta
Subclassis
: Pterygota
Ordo
: Dermaptera
Gambar 1.1. Serangga Dermaptera Berbagai penelitian telah dilakukan sebelumnya mengenai keragaman serangga Dermaptera. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Matzke (2005) diketahui bahwa serangga Dermaptera yang berasal dari Sulawesi sangat beragam kurang lebih sekitar 52 spesies yang telah diketahui. Serangga Dermaptera yang berasal dari Sulawesi terdiri dari banyak taksa seperti Diplatyidae, Pygidicranidae dan banyak spesies dari Labiduridae. Keragaman serangga Dermaptera yang tinggi di Sulawesi berhubungan erat dengan ragam topografi dan jumlah pegunungan tinggi yang banyak di daerah tersebut. Dalam penelitian lain,
13 Kocarek (2011) menyebutkan bahwa spesies dari serangga Dermaptera yang terdapat di Iran terdiri atas Labiduridae, Anisolabididae, Forficulidae, dan Spongiphoridae, yang merupakan familia yang khas pada daerah yang lebih hangat dari Palaerctic, dan terdapat pula beberapa Dermaptera yang berasal dari daerah tropis seperti Pygidicranidae, Diplatyidae, Karschiellidae, Apachyidae, Chelisochidae. Serangga Dermaptera merupakan salah satu predator yang penting di permukaan tanah pada suatu ekosistem salah satunya Euborellia annulata yang merupakan spesies dari Familia Carcinophoridae. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Yasin et al. (1999), diketahui bahwa Euborellia annulata memiliki kemampuan yang cukup tinggi untuk memangsa larva Ostrinia furnacalis. Lebih lanjut Javier and Morallo (1991) menyatakan bahwa E. annulata merupakan predator yang efektif karena dapat memangsa telur, larva dan pupa penggerek batang jagung O. furnacalis. E. annulata juga dilaporkan banyak memangsa Bactrocera dorsalis pada tanaman cabai (Annie et al., dalam Labiran, 2006). Selanjutnya Nurindah dan Bindra (1988) dalam Adnan (2008), melaporkan bahwa E. annulata juga dapat memangsa telur dan larva Helicoverva armigera Hubner pada pertanaman kapas. Menurut Maher dan Logan (2007) dalam Tezcan (2009) bahwa serangga Dermaptera sangat sensitif terhadap insektisida spektrum luas dan residu diazinon serta dapat membunuh Dermaptera dalam 17 hari setelah penyemprotan. Milus dan Parsons (1994) menyatakan bahwa pemakaian senyawa sida telah mengganggu keseimbangan dan komposisi biota tanah seperti serangga tanah Dermaptera yang memegang peranan penting dalam melakukan berbagai daur nutrien dan energi di dalam tanah.
14 Salah satu upaya meminimalisasi pengaruh negatif intensifikasi pertanian terhadap serangga tanah termasuk serangga Dermaptera yaitu dengan melakukan manajemen habitat pada lahan pertanian. Diversifikasi habitat melalui sistem polikultur dan pertanian yang ramah lingkungan dapat memfasilitasi keberadaan musuh alami pada suatu lahan pertanian sehingga populasi hama dapat terkontrol (Alteri, 1998 ; Setiani et. al., 2010). Penyediaan atau pengelolaan habitat alami disekitar lahan pertanian seperti hutan, juga dapat menjaga keanekaragaman serangga termasuk musuh alami dan serangga berguna lain bagi pertanian (Rizal et al., 2002 ; Setiani et al., 2010). Mengingat begitu besar peran serangga Dermaptera dalam ekosistem tanah secara umum dan lebih khusus dalam menyuburkan lahan pertanian, maka eksistensi serangga Dermaptera pada lahan pertanian organik dan intensif perlu dikaji. Namun sejauh yang peneliti ketahui, selama ini belum ada informasi terkait dengan hal tersebut khususnya tentang kelimpahan dan keragaman serangga Dermaptera pada lahan pertanian organik dan pertanian intensif terutama di Desa Melung, Kecamatan Kedung Banteng, Kabupaten Banyumas. Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan masalah bagaimana: 1. Keragaman serangga Dermaptera pada lahan pertanian organik dan lahan pertanian intensif. 2. Kelimpahan serangga Dermaptera pada lahan pertanian organik dan lahan pertanian intensif. Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini mengetahui: 1. Keragaman serangga Dermaptera pada lahan pertanian organik dan lahan pertanian intensif.
15 2. Kelimpahan serangga Dermaptera pada lahan pertanian organik dan lahan pertanian intensif. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai keragaman dan kelimpahan serangga Dermaptera pada lahan pertanian organik dan lahan pertanian intensif, sehingga nantinya dapat digunakan sebagai acuan dalam upaya pengendalian hayati bagi hama tanaman dalam bidang pertanian, terkait peranan .