1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang berperan dalam perkembangan perekonomian di Indonesia. Sektor pertanian meliputi subsektor tanaman pangan, subsektor hortikultura, subsektor perikanan, subsektor peternakan, dan subsektor kehutanan. Pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat dominan dalam pendapatan masyarakat di Indonesia karena mayoritas penduduk bekerja sebagai petani. Pentingnya pertanian dalam perekonomian nasional tidak hanya diukur dari kontribusinya terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) atau pendapatan nasional, kesempatan kerja, sumber devisa negara,
tetapi
potensinya juga dilihat
sebagai
motor
penggerak
pertumbuhan output dan diversifikasi produksi di sektor ekonomi lain. Oleh karena itu, sektor pertanian dijadikan sebagai sektor pemimpin (leading sector) bagi sektor-sektor lainnya (Tambunan, 2003 dalam Emhar et al., 2014). Subsektor
hortikultura
berperan
dalam
perekonomian
Indonesia,
khususnya di Bali. Selain bergerak di bidang produksi, subsektor hortikultura juga bergerak di bidang agroindustri hulu. Usaha yang bergerak di subsektor hortikultura, khususnya agroindustri hulu diantaranya usaha benih, pupuk, pakan, alat dan mesin pertanian (alsintan), obat-obatan, dan teknologi (Downey & Erickson, 1992). Salah satu usaha yang bergerak di bidang agroindustri hulu adalah usaha pembuatan media tumbuhnya jamur tiram atau yang lebih dikenal dengan nama baglog.
2
Perkembangan usaha pembuatan baglog melibatkan banyak pelaku usaha lainnya, seperti industri pemotongan kayu, industri penggilingan padi, industri bahan bangunan, pelaku usaha budidaya jamur, konsumen jamur, dan lain–lain. Produk sampingan usaha pemotongan kayu adalah serbuk kayu, sehingga industri ini berperan sebagai supplier serbuk kayu bagi usaha pembuatan baglog. Produk sampingan dari industri penggilingan padi adalah dedak atau bekatul yang juga berperan sebagai supplier dedak bagi usaha pembuatan baglog. Industri bahan bangunan berperan menyediakan pasokan kapur dan gipsum dalam pembuatan baglog. Pelaku usaha budidaya jamur (petani jamur) adalah konsumen baglog yang nantinya akan menghasilkan komoditi berupa jamur segar yang dipasarkan kepada konsumen jamur. Perkembangan industri baglog dilatarbelakangi oleh meningkatnya jumlah pembudidaya
jamur.
Hal
tersebut
seiring
dengan
popularitas
dan
memasyarakatnya jamur tiram sebagai bahan makanan lezat dan bergizi. Produksi jamur di Propinsi Bali meningkat setiap tahun. Produksi jamur menurut kabupaten/kota di Propinsi Bali tahun 2010 s.d. 2014 tertera pada Tabel 1.1 dibawah. Peningkatan produksi jamur tiram mengindikasikan peningkatan permintaan jamur. Permintaan akan komoditi jamur yang tinggi berelasi dengan peningkatan usaha pembuatan baglog. Meningkatnya jumlah petani yang membudidayakan jamur tiram menyebabkan terjadinya kompetisi diantara pelaku usaha pembuat baglog. Kompetisi yang terjadi adalah dalam hal mutu, waktu, dan biaya. Konsumen, dalam hal ini petani jamur, menginginkan baglog dengan mutu yang baik, waktu
3
pengiriman yang sesuai dengan keinginan konsumen, dan harga yang murah. Usaha baglog biasanya merupakan usaha berskala mikro. Tabel 1.1 Produksi Jamur Menurut Kabupaten/Kota di Propinsi Bali Tahun 2010 s.d. 2014 Kabupaten/Kota 2010
2011
Tahun 2012
Jembrana 0 0 0 Tabanan 8.268 3.710 3.778 Badung 0 1.800 6.456 Gianyar 0 0 0 Klungkung 0 0 0 Bangli 0 0 0 Karangasem 165 274 180 Buleleng 0 0 0 Denpasar 419 0 0 Jumlah 8.852 5.784 10.414 Sumber : Dinas Tanaman Pangan dan Pertanian Propinsi Bali
2013 0 10.201 27.690 0 0 0 180 0 0 38.071
2014 0 4.790 34.498 0 0 0 1.018 0 0 40.306
Salah satu usaha pembuatan baglog jamur tiram di Propinsi Bali adalah “Usaha Lancar Abadi” yang berlokasi di Banjar Tampuagan, Desa Peninjoan, Kecamatan Tembuku, Kabupaten Bangli, Provinsi Bali. Interval produksi usaha ini adalah setiap dua hari sekali sebanyak 800 baglog. Namun, permintaan yang tinggi terhadap baglog membuat usaha ini belum mampu memenuhi semua permintaan konsumen. Usaha Lancar Abadi memiliki kelemahan dalam bidang manajemen, yaitu tidak terdapat pencatatan dan analisis keuangan dalam menjalankan usaha. Semuanya dilakukan hanya berdasarkan ingatan dan perkiraan. Usaha ini juga berencana
meningkatkan
produksi
baglog
untuk
memenuhi
permintaan
konsumen. Usaha Lancar Abadi belum memiliki manajemen yang terstruktur dalam pelaksanaan aktivitasnya. Misalnya, kurang memperhatikan waktu yang digunakan untuk setiap aktivitas dalam produksi. Kendala lainnya adalah belum maksimalnya kapasitas produksi.
4
Tantangan yang dihadapi oleh Usaha Lancar Abadi dapat dijawab melalui pendekatan supply chain management (SCM). Pendekatan SCM digunakan, mengingat usaha pembuatan baglog ini melibatkan banyak pihak. Misalnya saja, sistem produksi yang menitikberatkan pada ketersediaan bahan baku yang stabil untuk menghasilkan produk (Pujawan, 2005). Kualitas bahan baku berkaitan erat dengan kualitas baglog yang dihasilkan. Kualitas produk tidak lepas dari kualitas bahan baku yang dikirim oleh supplier. Pelaku usaha pembuatan baglog dituntut untuk menyedikan baglog yang murah, berkualitas, dan cepat. Ketiga aspek tersebut membutuhkan peran serta semua pihak mulai dari supplier yang mengolah bahan baku dari alam menjadi komponen, pabrik yang mengubah komponen dan bahan baku menjadi produk jadi maupun setengah jadi, transportasi yang mengirimkan bahan baku dari supplier ke pabrik, serta distribusi yang mengirimkan produk ke pelanggan. Kesadaran akan pentingnya peran semua pihak dalam menciptakan baglog jamur yang murah, berkualitas, dan cepat inilah yang menjadi dasar untuk menganalisis SCM pada usaha ini. Salah satu aspek fundamental dalam SCM adalah manajemen kinerja dan perbaikan secara berkelanjutan. Menciptakan manajemen kinerja yang efektif diperlukan sistem pengukuran yang mampu mengevaluasi kinerja supply chain secara holistik. Sistem pengukuran kinerja diperlukan untuk: i). melakukan monitoring dan pengendalian; ii). mengkomunikasikan tujuan organisasi ke fungsi-fungsi pada supply chain; iii). mengetahui dimana posisi suatu organisasi relatif terhadap pesaing maupun terhadap tujuan yang hendak dicapai; dan iv). menentukan arah perbaikan untuk menciptakan keunggulan dalam bersaing.
5
Selain itu, dalam SCM terdapat model Performance of Activity (POA) yang terdiri dari dimensi biaya, waktu, kapasitas, kapabilitas, produktivitas, utilisasi, dan outcome. Dimensi tersebut dapat menggambarkan keadaan di dalam Usaha Lancar Abadi. Sehingga dapat dijadikan pedoman apabila kedepannya Usaha Lancar Abadi ingin meningkatkan produksi. Dimensi waktu dan biaya dalam model POA diteliti menggunakan Critical Path Method (CPM). Penggunaan CPM mampu untuk mengukur biaya dan waktu dalam menganalisis tujuan usaha dalam meningkatkan produksi. Metode CPM membantu mengukur waktu siklus produksi. Sehingga, Usaha Lancar Abadi dapat mengetahui kondisi di dalam perusahaan dengan lebih baik. Apabila waktu satu siklus produksi terlalu lama, maka berdasarkan metode CPM, pekerjaan dapat dikurangi waktu pelaksanaannya jika sumber-sumber (tenaga manusia, mesinmesin, uang) ekstra ditambah untuk melaksanakannya (Siswojo, 1985). Selain itu, CPM mampu memecahkan scheduling problem. Dengan CPM memungkinkan terjadinya variasi waktu (variations in job times) sebagai akibat daripada alokasi – alokasi sumber yang direncanakan dan diharapkan. Sehingga mampu memberi gambaran bagi pengambilan keutusan terkait peningkatan kapasitas produksi. Penelitian ini penting untuk mengetahui pengematan waktu produksi normal (aktual) dari perhitungan jalur kritis. Sehingga, usaha ini akan mengetahui kapasitas produksi yang dapat ditingkatkan dari adanya penambahan biaya tertentu. Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk menganalisis critical path method (CPM) pada proses produksi baglog di Usaha Lancar Abadi.
6
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1.
Bagaimana mekanisme SCM baglog di Usaha Lancar Abadi ?
2.
Bagaimana penggunaan waktu produksi aktual dan jaringan kritis dalam satu siklus produksi baglog berdasarkan CPM di Usaha Lancar Abadi ?
3.
Bagaimana waktu percepatan dan biaya percepatan dalam satu siklus produksi baglog dengan CPM di Usaha Lancar Abadi ?
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah: 1.
Mengetahui aliran SCM baglog di Usaha Lancar Abadi.
2.
Mengetahui percepatan waktu (crush time) dan jaringan kritis dalam satu siklus produksi berdasarkan CPM.
3.
Mengetahui pertambahan biaya (crush cost) dari percepatan waktu (crush time) dalam satu siklus produksi melaui CPM.
1.4 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis. Secara teoritis manfaat penelitian ini dapat menambah ilmu pengetahuan, khususnya mengenai supply chain management dan critical path method. Sedangkan secara praktis manfaatnya adalah dapat diperoleh informasi mengenai mekanisme supply chain, waktu produksi aktual, waktu produksi
7
berdasarkan
metode CPM, dan biaya produksi aktual, dan biaya percepatan
produksi baglog pada Usaha Lancar Abadi.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian mengenai mekanisme SCM dibatasi pada aliran barang, informasi dan biaya pada SCM; dimensi kapasitas dan kapabilitas pada POA. Selanjutnya, percepatan waktu akibat pertambahan biaya dilihat dari metode CPM. Usaha Lancar Abadi menghasilkan tiga produk, yakni (1) bibit botol F0,F1,F2; (2) baglog; dan (3) jamur segar. Penelitian ini hanya memfokuskan pada produk baglog saja.