I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Peran sektor pertanian sangat penting terhadap perekonomian di Indonesia terutama terhadap pertumbuhan nasional dan sebagai penyedia lapangan pekerjaan. Sebagai negara agraris, Indonesia memiliki jumlah penduduk kurang lebih 44 persen bermata pencaharian di sektor pertanian1. Namun demikian, kontribusi terhadap sektor pertanian terhadap pertumbuhan perekonomian semakin menurun, dimana pada tahun 2005 kontribusinya hanya 7,14 persen padahal tahun 2001 kontribusi ini mencapai 15,79 persen 2. Salah satu komoditas pertanian yaitu komoditas holtikultura yang mempunyai potensi utuk dikembangkan baik produksi maupun ekspornya serta untuk menekan impornya yang tinggi. Hal ini didukung oleh kecocokan iklim wilayah Indonesia terhadap tanaman holtikultura. Holtikultura juga merupakan salah satu komoditas yang sedang dikembangkan oleh pemerintah dalam rangka kebijakan pembangunan pertanian yang berorientasi pasar domestik dan ekspor. Perubahan iklim global disebabkan antara lain oleh peningkatan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) akibat berbagai aktivitas yang mendorong peningkatan suhu bumi. Mengingat iklim adalah unsur utama dalam sistem metabolisme dan fisiologi tanaman, maka perubahan iklim global akan berdampak buruk terhadap keberlanjutan
pembangunan
pertanian.
Perubahan
iklim
global
akan
mempengaruhi setidaknya tiga unsur iklim dan komponen alam yang sangat erat kaitannya dengan pertanian, yaitu naiknya suhu udara yang juga berdampak 1 2
http://www.deptan.go.id/psa/doc/baku_standar_bmerah_jogja.htm[diakses pada 17 November 2010] http://www.nakertrans.go.id/tkn/potret_tk.php[diakses pada 17 November 2010]
55
terhadap unsur iklim lain, terutama kelembaban dan dinamika atmosfer, berubahnya pola curah hujan dan makin meningkatnya intensitas kajadian iklim ekstrim (anomali iklim) seperti El-Nino dan La-Nina, dan naiknya permukaan air laut akibat pencairan gunung es di kutub utara (Las, 2007). Bawang merah merupakan komoditas yang ditanam di daerah dataran rendah dengan curah hujan yang sedikit. Terjadinya perubahan iklim akan berdampak pada pergeseran musim, yakni semakin singkatnya musim hujan namun dengan curah hujan yang lebih besar. Pola tanam juga akan mengalami pergeseran. Selain itu kerusakan pertanian terjadi karena intensitas curah hujan yang tinggi yang berdampak pada banjir dan tanah longsor serta angin. Fluktuasi suhu dan kelembaban udara yang semakin meningkat mampu menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan organisme pengganggu tanaman, terutama pada bawang merah. Petani perlu menambah penggunaan obat-obatan dan pupuk untuk mengatasi tanaman yang terserang hama dan penyakit tanaman, sedangkan hargaharga pupuk dan obat-obatan terus mengalami peningkatan. Pemerintah tidak memberikan subsidi untuk pupuk dan obat-obatan sehingga petani merasa dirugikan karena mereka harus mengeluarkan uang lebih banyak untuk membeli input pertanian tersebut. Banyaknya produk impor yang masuk dari Filipina dan Thailand juga sangat merugikan petani di Kabupaten Brebes karena produk import tersebut memberikan harga yang lebih murah tetapi dengan kualitas yang lebih rendah dibandingkan produk lokal atau domestik. Hal ini menyebabkan harga produk dalam negeri jatuh dan merugikan petani karena biaya penggunaan input pertanian besar terutama untuk bawang merah dan cabai.
2
Perubahan pola tanam menyebabkan terjadinya perubahan pendapatan bagi petani, karena akan terjadi perubahan komoditas pertanian yang ditanam oleh petani. Jika dalam setahun penanaman bawang merah dilakukan sebanyak 3 kali, maka setelah terjadi perubahan iklim penanaman bawang merah hanya dilakukan sebanyak 2 kali dalam setahun. Komoditas lain seperti cabai, palawija dan padi yang juga mengalami perubahan pola tanam dapat mempengaruhi pendapatan petani di Desa Kemukten, Kabupaten Brebes. Dampak adanya perubahan iklim, terutama pada 10 tahun terakhir yang menyebabkan penurunan produksi bawang merah di Kabupaten Brebes. Penurunan produksi bawang merah berpengaruh terhadap perubahan harga bawang merah dan dapat dilihat pada Tabel 1 bahwa telah terjadi peningkatan harga bawang merah dan harga gabah di tingkat petani di Kabupaten Brebes dari tahun 2008 hingga awal tahun 2011. Walaupun harga bawang merah dan gabah berfluktuatif, tapi dari tahun ke tahun lebih menunjukkan pada kenaikan harga yang cukup signifikan. Hal tersebut diakibatkan karena pasokan bawang merah dan beras makin berkurang sedangkan permintaan tetap. Berkurangnya pasokan bawang merah dan beras di Kabupaten Brebes diakibatkan karena banyak petani yang mengalami gagal panen akibat rusaknya tanaman mereka yang banyak tersiram air hujan. Petani tidak memprediksikan akan turun hujan pada bulanbulan yang seharusnya musim kemarau sehingga berpengaruh juga terhadap pendapatan petani.
3
Tabel 1. Harga Komoditas Bawang Merah dan Gabah di Kabupaten Brebes Tahun 2008 - Tahun 2011 No 1 2 3 4
Tahun 2008 2009 2010 2011
Bawang Merah (Rp/Kg) 7700 9000 11000 14000
Gabah (Rp/Kg) 2500 3000 3800 4400
Sumber : Deptan, 2011 3
1.2 Perumusan Masalah Permintaan bawang merah nasional sebagian besar dipenuhi oleh produksi Jawa Tengah, dimana perannya cukup besar dalam hal produksi nasional pada tahun 2009 yaitu ada di peringkat ke-2 setelah DI Yogyakarta dengan luas panen 38.280 ha, produksi sebesar 406.725 ton dan produktivitasnya sebesar 10,63 ton/ha. DI Yogyakarta berada di peringkat pertama dalam produktivitasnya sebesar 12,14 ton/ha dengan luas panen 1.628 ha dan produksi sebesar 19.763 ton. Dari data tersebut terlihat bahwa Jawa Tengah merupakan salah satu sentra produksi bawang merah terbesar dalam skala nasional. Kabupaten Brebes merupakan salah satu sentra produksi bawang merah di provinsi Jawa Tengah. Tahun 2006 Kabupaten Brebes tercatat sebagai penghasil bawang merah terbesar di provinsi Jawa Tengah. Kabupaten Brebes memiliki produktivitas terbesar yaitu 11,87 ton/ha, diikuti oleh Kabupaten Magelang (11,74 ton/ha) dan Kabupaten Pemalang (9,94 ton/ha) (Badan Pusat Statistik Pusat, 2009) 4. Sektor pertanian merupakan sektor yang rentan terhadap perubahan iklim, terutama tanaman bawang merah. Data dari BMKG Stasiun Klimatologi Tegal menunjukkan bahwa dalam kurun waktu 20 tahun terakhir suhu udara dan curah
3
4
http://database.deptan.go.id/smsharga/qryreport.asp[diakses pada 11 Januari 2011] http://jateng.bps.go.id/2006/web06bab105/web06_1050106.htm[diakses pada 20 Juni 2011]
4
hujan mengalami peningkatan walaupun fluktuatif terutama dalam 10 tahun terakhir yaitu tahun 2002-tahun 2010. Curah hujan rata-rata normal di Kabupaten Brebes adalah 1789 mm/tahun, hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 1 3000
2082
1741
2000
2429 1909 1763
1638
1642
1685
1503
1000
0 2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
Curah Hujan Rata-rata Curah Hujan Rata-rata normal Sumber : Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Stasiun Meteorologi Tegal (2011)
Gambar 1. Curah Hujan Tahunan Kabupaten Brebes Tahun 2002-2010 Perubahan iklim diduga akan mempengaruhi kondisi lingkungan di Kabupaten Brebes, terutama dalam tingkat produksi bawang merah. Pola tanam bawang merah mengalami perubahan karena anomali cuaca tidak bisa ditebak. Petani harus bersikap lebih cerdas agar tidak mengalami kerugian yang semakin besar. Terbatasnya informasi yang diperoleh petani menyebabkan persepsi perubahan iklim diantara petani bawang merah menjadi berbeda, sehingga adaptasi yang dilakukan juga berbeda yang menyebabkan timbulnya berbagai macam dampak negatif terhadap tanaman bawang merah dan penurunan produktivitas. Penggunaan input seperti pupuk, obat-obatan dan bibit bawang merah mempengaruhi produktivitas bawang merah. Penggunaan pupuk yang baik akan membantu tanaman terhindar dari Organisme Perusak Tanaman (OPT), terutama
5
penggunaan pupuk organik dapat membantu mengembalikan kesuburan tanah. Obat-obatan yang digunakan seperti fungisida diperlukan dalam jumlah yang cukup banyak karena jamur dan penyakit tanaman bawang merah banyak yang muncul saat musim penghujan. Selain itu, bibit bawang merah yang baik memiliki harga yang relatif mahal. Tanaman bawang merah sangat rentan terhadap curah hujan tinggi. Curah hujan yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman bawang merah adalah antara 3001500 mm/tahun dengan intensitas sinar matahari penuh lebih dari 14 jam/hari dan suhu yang ideal untuk penanaman bawang merah adalah antara 25-30 derajat celcius (Wiyatiningsih, 2007). Oleh sebab itu, tanaman ini tidak memerlukan naungan/pohon peneduh. Bawang merah sangat cocok ditanam di daerah dengan suhu udara yang hangat atau panas, kering, dan cerah. Bawang merah yang ditanam di daerah dengan suhu udara rendah atau dingin akan membuat pertumbuhannya terhambat. Saat terjadi perubahan iklim dimana semakin singkatnya musim hujan namun curah hujannya tinggi, bawang merah tidak akan tumbuh dan berkembang dengan baik karena tanaman bawang merah yang tergenang banyak air, tidak akan tumbuh secara optimal. Umbi bawang merah akan berbentuk kecil sehingga kualitasnya tidak memuaskan. Curah hujan yang meningkat
juga menyebabkan penularan penyakit pada bawang merah lebih
cepat. Pertumbuhan bawang merah di Kabupaten Brebes juga dipengaruhi oleh terjadinya anomali iklim yaitu La Nina dan El Nino, dimana ketika La Nina angin panas (bagian laut yang suhunya tinggi) bergerak masuk ke arah Indonesia bagian timur dan demikian juga anginya berhembus lebih kuat ke arah Indonesia
6
sehingga laut di Indonesia meningkat suhunya, hal ini diikuti dengan penguapan yang lebih banyak dan terjadi konveksi kuat yang membentuk awan hujan (kumulus), sehingga daerah Indonesia curah hujanya di atas normal. El Nino munculnya di sekitar hari Natal (akhir Desember). Angin monsun (muson) yang datang ke Indonesia dari Asia dan membawa banyak uap air, sebagian besar juga berbelok menuju daerah tekanan rendah di pantai barat Peru – Ekuador. Akibatnya, angin yang menuju Indonesia hanya membawa sedikit uap air sehingga terjadilah musim kemarau yang panjang (Budianto, 2001). Bawang merah tidak memerlukan banyak air dalam pertumbuhannya. Dengan adanya perubahan iklim, maka dengan adanya curah hujan yang tinggi akan mengakibatkan munculnya berbagai penyakit tanaman dan cepat membusuknya tanaman bawang merah. Fungisida yang beredar di pasaran belum bisa menekan perkembangan penyakit ini. Hal ini jelas akan berpengaruh terhadap tingkat produktivitas bawang merah dan perubahan harga bawang merah akibat kualitas yang tidak baik yang dihasilkan petani. Penanaman bawang merah di Kabupaten Brebes terutama di Desa Kemukten juga berkurang, petani lebih memilih untuk menanam komoditas lain selain bawang merah yang lebih tahan terhadap curah hujan yang tinggi seperti jagung manis. Tanaman jagung manis membutuhkan air yang cukup untuk pertumbuhan dan memberikan hasil produksi yang baik, sehingga jagung manis menjadi alternatif bagi petani sebagai pengganti tanaman bawang merah di saat curah hujan tinggi. Faktor-faktor iklim yang terpenting adalah jumlah dan pembagian dari sinar matahari dan curah hujan, temperatur,
kelembaban
dan
angin.
Tempat
penanaman
jagung
harus
mendapatkan sinar matahari cukup dan jangan terlindung oleh pohon-pohonan
7
atau bangunan. Bila tidak terdapat penyinaran dari matahari, hasilnya akan berkurang. Temperatur optimum untuk pertumbuhan jagung adalah antara 23 – 270 C (Ashari, 1995). Cara bertanam dan pemeliharaan tanaman jagung manis juga relatif mudah. Jumlah pupuk dan obat-obatan yang digunakan dalam menanam bawang merah tidak sebanyak yang digunakan pada bawang merah atau cabai. Hal ini akan berpengaruh pula terhadap tingkat pendapatan petani di Desa Kemukten. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi apakah perubahan iklim menyebabkan perubahan tingkat produksi dan berimplikasi terhadap perubahan pendapatan petani khususnya petani bawang merah di Kabupaten Brebes. Perubahan iklim telah mempengaruhi pola penanaman bawang merah di Kabupaten Brebes. Jika sebelumnya petani bisa menanam bawang merah sebanyak 3 kali dalam setahun, sekarang petani hanya bisa menanam 2 kali saja dalam setahun, itupun dengan resiko terjadinya gagal panen. Tabel 2 menunjukkan terjadinya perubahan pola tanam yang dilakukan oleh petani di Desa Kemukten akibat adanya perubahan iklim. Tabel 2. Perubahan pola tanam oleh petani di Desa Kemukten, Kecamatan Kersana, Kabupaten Brebes Tahun 2009 2010
Pola Tanam Bawang merah – bawang merah – cabai – bawang merah Bawang merah – bawang merah – bawang merah – Jagung manis Bawang merah – bawang merah – cabai – jagung manis Bawang merah – bawang merah – jagung manis – jagung manis
Sumber : Data Primer, 2011
Perubahan pola tanam pada tahun 2010 menyebabkan adanya perubahan penerimaan yang diperoleh dari produksi bawang merah dengan penerimaan yang diperoleh dari produksi padi, jagung manis ataupun cabai dibandingkan pada tahun 2009. Penggunaan input diantara komoditas juga pasti akan berbeda yang 8
menyebabkan perubahan pendapatan petani. Adanya penurunan produktivitas bawang merah di Kabupaten Brebes terutama di Desa Kemukten, Kecamatan Kersana akan mengurangi persediaan bawang merah di pasaran Kabupaten Brebes bahkan di skala nasional yang menyebabkan naiknya harga bawang merah. Masuknya bawang merah impor dengan harga yang lebih murah dibandingkan dengan bawang merah lokal juga akan berimplikasi terhadap perubahan pendapatan petani. Keputusan petani untuk melakukan perubahan pola tanam juga dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan pola tanam dapat berasal dari internal maupun eksternal petani. Perubahan pola tanam tersebut merupakan salah satu strategi yang dilakukan petani untuk mengantisipasi kerugian akibat perubahan iklim. Secara terperinci, masalah yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana persepsi petani bawang merah terhadap perubahan iklim? 2. Bagaimana adaptasi yang dilakukan oleh petani bawang merah di Kecamatan Kersana sebagai antisipasi terhadap perubahan iklim? 3. Bagaimana dampak perubahan iklim, khususnya perubahan curah hujan terhadap input, output dan pendapatan petani di Desa Kemukten Kecamatan Kersana, Kabupatan Brebes? 4. Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi petani untuk melakukan adaptasi terhadap perubahan iklim? 1.3 Tujuan Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini adalah :
9
1. Menganalisis persepsi petani di Desa Kemukten terhadap perubahan iklim 2. Menganalisis adaptasi yang dilakukan oleh petani di Desa Kemukten, Kecamatan Kersana, Kabupaten Brebes sebagai antisipasi terhadap perubahan iklim. 3. Mengestimasi perubahan input, output dan pendapatan petani di Desa Kemukten, Kecamatan Kersana, Kabupaten Brebes akibat perubahan iklim relatif terhadap kondisi curah hujan normal. 4. Mengidentifikasi
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
petani
untuk
melakukan adaptasi sebagai respon akibat adanya perubahan iklim. 1.4 Manfaat Penelitian Sehubungan dengan tujuan yang telah ditetapkan maka hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai : 1. Bahan informasi bagi pihak-pihak yang ingin mengetahui pengaruh perubahan iklim terhadap pertanian dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi peneliti untuk menerapkan ilmu-ilmu yang diperoleh selama kuliah. 2. Bahan referensi bagi peneliti selanjutnya dalam mengkaji pengaruh perubahan iklim terhadap sektor pertanian yang lebih luas. 3. Bahan pertimbangan bagi pengambil keputusan dalam menentukan kebijakan yang berkaitan dengan komoditas bawang merah terutama bagi pemerintah di Kabupaten Brebes dalam mengatasi pengaruh perubahan iklim terhadap pertanian terutama bawang merah sebagai komoditas unggulan di Kabupaten Brebes.
10