I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Pengelolaan lingkungan saat ini dan masa mendatang akan menghadapi tantangan yang sulit terutama disebabkan oleh adanya aktivitas manusia terhadap pemanfaatan lahan
yang tidak sesuai fungsi dan daya dukungnya. Lahan yang
sebelumnya berupa kawasan hutan berubah menjadi perladangan, lahan pertanian, pemukiman ataupun lahan pertanian beralih menjadi semak belukar.
Pola
pemanfaatan lahan yang kurang memperhatikan kondisi lahan tersebut akan mengakibatkan lingkungan tidak mampu menyediakan sumberdaya alam (hutan, tanah dan air) bagi kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya. Pengelolaan lingkungan sangat mutlak diperlukan karena salah satu sumberdaya alam yang dihasilkan yaitu air, memiliki peranan yang penting bagi kehidupan setiap mahkluk hidup. Air termasuk jenis sumberdaya alam yang dapat diperbaharui. Air dimanfaatkan oleh masyarakat, selain untuk keperluan domestik dan keperluan usahatani, air juga dibutuhkan untuk sektor industri dan sektor energi yaitu untuk pembangkit listrik. Energi listrik yang menggunakan air sebagai bahan baku utamanya termasuk ke dalam salah satu energi yang terbarukan. Ketersediaan air secara optimal sangat dibutuhkan bagi kelancaran proses produksi untuk menghasilkan energi listrik. Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) adalah salah satu teknologi yang sudah terbukti tidak merusak lingkungan, menunjang diversifikasi energi sebagai pemanfaatan energi terbarukan, menunjang program pengurangan penggunaan bahan bakar minyak, dan sebagian besar konstruksinya menggunakan kandungan lokal (Napitupulu, 2008).
1
Kondisi ketersediaan air pada beberapa tahun terakhir ini sudah mulai terganggu, di hampir seluruh wilayah Indonesia, tidak hanya daerah perkotaan saja tetapi daerah pedesaan juga merasakan dampak kekurangan air. Penduduk yang tinggal di perkotaan harus rela mengeluaran biaya tambahan untuk memperoleh air bersih, sedangkan di daerah pedesaan, penduduk rela bersusah payah berjalan kaki dengan jarak yang relatif jauh untuk mendapatkan air di sungai-sungai, mata air, sumur-sumur, maupun sumber air lainnya yang juga mengalami kekeringan. Liputan khusus Harian Kompas pada tanggal 3 November 2015 menyebutkan beberapa daerah yang mengalami kekeringan, seperti di Kecamatan Borobudur Kabupaten Magelang Jawa Tengah, masyarakat harus memakai air kotor untuk kebutuhan sehari-hari, Kabupaten Timor Tengah Utara Provinsi Nusa Tenggara Timur, semua sumur warga kering, di Kabupaten Gresik Provinsi Jawa Timur, air PDAM tidak mengalir “mengalir sehari, tetapi bisa sebulan mati”, Kabupaten Malang, 214 ha tanaman padi terancam puso karena kekeringan. Badan Nasional Penanggulan Bencana (BNPB) pada tahun 2015 mengatakan Indonesia mengalami ancaman bencana kekeringan akibat musim kemarau serta imbas badai El Nino di wilayah Asia Pasifik (CNN Indonesia, 2015). Bencana kekeringan akan berdampak kepada delapan provinsi di Indonesia, seperti Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Jawa Timur, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Barat, Gorontalo dan Sulawesi Tenggara. Ketersediaan air pada suatu daerah tertentu sangat dipengaruhi oleh kondisi penutupan lahan (vegetasi). Perubahan tutupan lahan memiliki hubungan yang erat terhadap perubahan iklim terutama curah hujan (Igbawua, dkk. 2016 dan Asdak, 2010), hal ini disebabkan karena tajuk vegetasi hutan dapat menangkap dan
2
mengembunkan uap air di tempat tersebut dan mengubahnya menjadi butiran-butiran hujan. Semakin tinggi tingkat perubahan lahan maka semakin tinggi pula tingkat perubahan curah hujan. Disamping itu, masing-masing penggunaan lahan akan memengaruhi sistem hidrologi suatu daerah, hal ini berkaitan dengan besar-kecilnya aliran permukaan (surface runoff). Air hujan yang jatuh dalam siklus hidrologi, ada yang langsung mengalir di atas permukaan tanah dan ada yang meresap ke dalam tanah (air infiltrasi).
Air
infiltrasi akan tertahan di dalam tanah oleh gaya kapiler yang selanjutnya membentuk kelembaban tanah. Apabila kelembaban air tanah telah jenuh maka air hujan yang masuk ke dalam tanah bergerak secara horisontal dan pada tempat tertentu akan keluar lagi ke permukaan tanah (subsurface flow). Alternatif lainnya air bergerak secara vertikal ke dalam tanah yang lebih dalam dan menjadi air tanah (groundwater) dan pada musim kemarau air tersebut akan mengalir ke sungai, danau atau tempat penampungan air alamiah lainnya yang disebut base flow (Asdak, 2010). Daerah yang tidak memiliki kemampuan menyerap dan tidak bisa menahan laju aliran maka pada waktu musim penghujan air akan mengalir langsung ke laut, sedangkan pada musim kemarau karena tidak ada lagi hujan maka keberadaan air di suatu tempat tergantung dari kuantitas dan kualitas resapan dan penahan air pada waktu musim penghujan. Resapan maupun penahan air yang baik dan optimal maka kebutuhan air dapat terpenuhi di musim kemarau karena masih ada air yang tertampung dan terhenti, misalnya : waduk, danau, retensi dan cekungan, serta yang meresap di dalam tanah sehingga membentuk air tanah, sumur, spring, dan lain-lain (Kodoatie dan Roestam, 2008).
3
Hubungan antara kondisi penggunaan lahan dan ketersediaan sumberdaya air adalah merupakan salah satu keserasian ekosistem yang dihasilkan melalui pengelolaan DAS yang sangat diperlukan dalam mendukung pengembangan perekonomian suatu daerah. Keserasian ekosistem akan menghasilkan tanah yang subur, air yang cukup dan pemandangan yang indah yang dapat digunakan sebagai bahan baku bagi proses produksi
pertanian, industri dan pariwisata, sehingga
perekonomian daerah semakin meningkat. Berdasarkan SK.Menhut nomor : 328/Menhut-II/2009 tanggal 12 Juni 2009 tentang Penetapan DAS Prioritas dalam Rangka Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun 2010 - 2014, bahwa jumlah DAS Prioritas I yang ada di Indonesia, yang perlu penanganan yang intensif adalah sebanyak 108 DAS. Salah satu DAS Prioritas I yang ada di Provinsi Sumatera Utara adalah DAS Asahan Toba. DAS Asahan Toba merupakan penggabungan DAS Danau Toba dan DAS Asahan. DTA Danau Toba memiliki luas 366.582,54 ha yang terbagi atas badan air (danau) seluas 116.002,06 ha atau 31,64% dan daratan seluas 250.580,48 ha atau 68,36%. Peta DAS Danau Toba dapat dilihat pada Gambar 1.1.
4
Gambar 1.1 : Peta Daerah Aliran Sungai (DAS) Danau Toba
5
Luas masing-masing Sub DAS yang terdapat di DAS Danau Toba dapat dilihat pada Tabel 1.1. Tabel 1.1. : Pembagian Sub DAS pada DAS Danau Toba No
Nama Sub DAS
A. Luar Pulau Samosir Pea Natas 1 Silang 2 Tulas 3 Bodang 4 Nambunga 5 Silangbatu 6 Siparbue 7 Situnggaling 8 Sibandang 9 10 Naborsahon 11 Mandosi 12 Bolon 13 Mardubur 14 Gopgopan 15 Siatunggol 16 Ringgo 17 Sigumbang 18 Haranggaol 19 Parembakan 20 Sibonghong 21 Tongguran Jurnlah (A) B. Pulau Samosir Sijama-jama 1 Binanga Bolon 2 Guluan 3 Silabung 4 Simala 5 Simaratuang 6 Arun 7 Sitiung-tiung 8 Jumlah (B) Jumlah_A + B Sumber : BPDAS Asahan Barumun, 2010.
Luas (Ha)
Persen (%)
6.651,61 19.814,72 10.381,53 9.221,50 7.852,15 5.850,40 5.773,98 2.385,02 351,24 8.907,32 19.555,88 13.822,66 10.131,50 7.677,68 8.694,21 6.396,17 8.512,82 7.622,59 7.892,92 14.407,10 8.451,56 200.509,10
2,65 7,91 4,14 3,68 3,13 2,33 2,30 0,95 0,14 3,55 7,80 5,52 4,04 3,06 3,47 2,55 3,40 3,04 3,15 5,75 3,37 75,97
6.741,51 5.557,29 10.133,19 5.822,77 5.247,19 8.710,75 13.481,17 4.532,05 60.225,92 250.580,48
2,69 2,22 4,04 2,32 2,09 3,48 5,38 1,81 24,03 100,00
6
DAS Danau Toba secara administrasi pemerintahan terdiri dari 7 (tujuh) kabupaten yaitu Simalungun, Toba Samosir, Tapanuli Utara, Humbang Hasundutan, Samosir, Dairi dan Karo, sehingga DAS Danau Toba termasuk jenis DAS Provinsi. Berdasarkan pembagian wilayah pengelolaan DAS dan sesuai karakteristiknya, DTA Danau Toba terbagi menjadi 29 Sub DAS, yang terdiri atas 8 (delapan) Sub DAS yang berada di Pulau Samosir (pulau yang berada di tengah Danau Toba) dan 21 (dua puluh satu) Sub DAS di luar Pulau Samosir (Pulau Sumatera). Sub DAS yang terluas di DTA Danau Toba adalah Sub DAS Aek Silang seluas 19.814,72 ha atau 7,91% dari total luas DAS Danau Toba. Keberadaan Sungai Aek Silang sangat penting, karena potensi sumberdaya airnya digunakan sebagai sumber air bagi persawahan masyarakat dan sebagai sumber energi Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) sebesar 750 KW. Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 09 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah Dan Badan Usaha Dalam Pemanfaatan Infrastruktur Sumberdaya Air untuk Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air/Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro/Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro, bahwa pembangkit listrik yang memanfaatkan tenaga dari
aliran/terjunan
air,
waduk/bendungan,
atau
saluran
irigasi
yang
pembangunannya bersifat multiguna dengan kapasitas kurang dari 1 MW (satu Megawatt) disebut Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH). Kondisi air Sungai Aek Silang sampai saat ini masih sebagai penyumbang air yang permanen (sepanjang tahun) bagi Danau Toba dibandingkan dengan sungaisungai lainnya yang ada di DTA Danau Toba (Loebis, 1999). Adapun volume air Sungai Aek Silang tahun 2003 sampai 2012 berdasarkan alat AWLR (Automatic
7
Water Level Recorder) yang dimiliki oleh Balai Wilayah Sungai I Provinsi Sumatera Utara dapat dilihat pada Tabel 1.2. Tabel 1.2. : Volume Air Sungai Aek Silang Tahun 2003 – 2012
Tahun 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Volume Air (dalam juta m3) Jumlah JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGT SEP OKT NOP DES (dalam juta m3) 30,16 24,63 22,55 22,08 20,03 23,72 11,52 36,37 32,69 54,77 55,47 47,65 381,64 24,56 24,06 25,23 24,02 24,52 22,61 23,96 23,93 23,55 25,17 24,26 22,39 288,27 20,27 18,72 20,16 23,06 21,46 19,55 19,27 19,39 18,85 21,33 19,09 21,05 242,21 41,23 35,59 37,01 32,71 31,12 27,50 26,29 23,48 19,87 18,70 17,12 18,35 328,97 15,27 10,28 12,64 20,32 14,09 15,71 15,94 14,09 18,95 19,02 15,27 20,20 191,76 16,65 13,16 17,81 19,47 16,49 15,75 15,42 16,63 14,92 17,28 12,28 21,70 197,55 40,99 35,49 45,76 48,94 24,33 13,51 9,40 13,78 23,33 14,17 20,05 30,21 319,95 12,27 8,61 9,51 14,33 9,04 5,69 5,98 15,54 24,52 24,79 26,54 28,03 184,86 22,88 23,98 26,39 35,59 29,83 23,91 19,89 26,47 28,94 24,91 35,74 28,71 327,26 26,81 28,56 23,46 34,78 29,81 26,23 28,79 30,19 27,71 33,77 33,80 21,94 345,86
Sumber : Balai Wilayah Sungai I Provinsi Sumatera Utara, 2014 Peta Sub DAS Aek Silang berdasarkan review penyusunan batas sub DAS yang dilakukan oleh Balai Pengelolaan DAS dan Hutan Lindung (BPDASHL) Asahan Barumun selaku unit pelaksana teknis Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada tahun 2010 dapat dilihat pada Gambar 1.2.
8
Gambar 1.2 : Peta Sub DAS Aek Silang
9
Permasalahan lingkungan yang paling menonjol saat ini adalah pemanfaatan sumberdaya alam yang berlebihan oleh manusia untuk pemenuhan kebutuhan hidupnya. Menurut Lihawa (2009), pemanfaatan sumberdaya lahan sangat dipengaruhi oleh keadaan ekonomi masyarakat. Masyarakat yang memiliki pendapatan rendah (Rp.500.000 – Rp.1.000.000 per bulan) cenderung melakukan pembukaan lahan baru untuk meningkatkan pendapatannya. Hal ini dapat mengakibatkan pemanfaatan sumberdaya lahan yang tidak sesuai dengan peruntukannya semakin meluas, yang pada akhirnya akan mengakibatkan kerusakan sumberdaya hutan, tanah dan air. Permasalahan lingkungan juga disebabkan oleh konflik lingkungan yang dipengaruhi oleh kepentingan dari masing-masing pihak pemanfaat jasa lingkungan. Konflik lingkungan memiliki dimensi yang kompleks dan melibatkan berbagai kepentingan antar sektor (Stakeholders) pembangunan. Glasbergen (1995) dalam Baiquni dan Rijanta (2007) menunjukkan bahwa kebijakan pembangunan dan lingkungan seringkali terjadi kesenjangan antara kondisi yang diharapkan dan hasil yang terjadi, sehingga permasalahan lingkungan bukan persoalan fisik seperti krisis air tetapi juga mencakup dimensi kepentingan subjek pelakunya. Ketersediaan air menjadi masalah ketika kebutuhan akan air terus bertambah, sedangkan penyediaan air tetap dan cenderung menurun, serta kemampuan alam menahan air semakin berkurang. Permasalahan ini dapat menyebabkan konflik antar penduduk yang membutuhkan air. Untuk mengatasi permasalahan sumberdaya air yang semakin terbatas, diperlukan campur tangan Pemerintah dalam pengelolaan sumberdaya tersebut.
10
Kebutuhan akan air pada saat ini tidak hanya disesuaikan dari pertumbuhan masyarakat, tetapi juga dari kebijakan di masa lalu. Pengelolaan lingkungan masa lalu tidak sepenuhnya harus disalahkan atas masalah saat ini, tapi dapat dinilai bagaimana generasi sebelumnya bisa membuat pilihan yang lebih baik untuk masa depan. Keputusan yang tepat akan diperoleh melalui analisis kebijakan dengan menggunakan informasi terbaik dan alat-alat analisis yang tersedia untuk memahami dampak dari pilihan saat ini untuk kebutuhan air generasi mendatang (Dole dan Ernie, 2004). Dasar hukum yang digunakan, terdapat dalam Undang-Undang Dasar 1945, pasal 33, ayat 3, bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Selanjutnya Pemerintah menyusun peraturan perundang-undangan atau kebijakan yang lebih konkrit lagi melalui pembuatan undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan presiden, sampai kepada peraturan-peraturan di tingkat lebih rendah, yang kesemuanya mengatur pengelolaan sumberdaya alam agar lebih efisien dan efektif. Pengelolaan sumberdaya air memiliki kompleksitas tersendiri, yang disebabkan oleh faktor-faktor yang ada saling memengaruhi satu sama lain. Sebagai contoh faktor kebijakan yang diambil oleh Pemerintah untuk meningkatkan faktor pendapatan melalui sektor industri dan perdagangan, akan berdampak pada meningkatnya beban polutan dari limbah industri. Kebijakan tersebut telah dilengkapi dengan produk-produk hukum guna menangkis dampak negatif yang akan timbul. Faktor pendidikan akan berkaitan erat dengan faktor tingkat sosial ekonomi masyarakat
dan
keduanya
bersama-sama
dapat
memengaruhi
keberadaan
11
sumberdaya air. Pendidikan akan memengaruhi pola pikir masyarakat dalam meningkatkan kesadaran lingkungan. Sementara faktor sosial ekonomi masyarakat disinyalir berkaitan erat dengan penyediaan sarana sanitasi (Marganingrum, 2007). Ilustrasi sederhana yang menggambarkan kekompleksitasan dalam sistem pengelolaan sumberdaya air, dapat dilihat pada Gambar 1.3.
PENDIDIKAN
BUDAYA
HUKUM
SOSEK
MULTI-USE
SUMBERDAYA AIR (WATER RESOURCES)
MULTI-USER
Kualitas dan Kuantitas
ORGANISASI/ NGO
KELEMBAGAAN/ INSTITUSI TEKNOLOGI
POLITIK & KEBIJAKAN
Gambar 1.3 : Beberapa Faktor yang memengaruhi kompleksitas permasalahan sumberdaya air (Marganingrum, 2007). Manajemen lingkungan pada dasarnya dapat digolongkan ke dalam empat pola. Pola pertama adalah atur dan awasi, pola ini lebih tersentral pada peran pemerintah dalam mengatur dan memberikan sanksi. Pola kedua adalah pendekatan ekonomi, merupakan suatu usaha memilih kegiatan ekonomi yang dapat memberikan insentif atau usaha memilih alternatif investasi pencegahan kerusakan lingkungan. Pola ketiga adalah atur diri sendiri (voluntary), lebih mengutamakan kearifan lokal yang dimiliki oleh masyarakat dalam menjaga lingkungan, dan pola keempat adalah tekanan publik (Community Pressure), bahwa masyarakat memiliki hak informasi
12
atas segala kegiatan ataupun proyek yang akan didirikan di sekitar tempat tinggalnya dan dampak yang akan dihasilkan (Yulianto, 2007). Berbagai persoalan tentang ketersediaan air baik kuantitas dan kualitas telah menyadarkan semua pihak bahwa persoalan lingkungan perlu dilakukan dengan tindakan yang cepat dan tepat. Model-model pengelolaan lingkungan yang dapat memberi informasi atau gambaran tentang ketersediaan air dalam jangka panjang sebagai akibat dampak perubahan lingkungan yang bersifat dinamis seperti penggunaan lahan maupun perubahan iklim sangat dibutuhkan, sebagai langkah yang tepat untuk mengatasi permasalahan-permasalahan sumberdaya air yang semakin kompleks, sehingga sumberdaya air dapat terpelihara dan berkelanjutan. Kelestarian pemanfaatan sumberdaya air dikatakan berkelanjutan, apabila kebutuhan air pada masa sekarang dapat dipenuhi tanpa mengurangi kebutuhan air pada masa yang akan datang atau ketersediaan air berlangsung secara terus menerus. Upaya untuk mempertahankan ketersediaan air secara berkelanjutan adalah melalui pengelolaan lingkungan secara efesien dan efektif. Konservasi merupakan kegiatan pengelolaan sumberdaya secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan ketersediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitasnya. Konservasi sumberdaya air akan berjalan dengan baik jika ada kerjasama antar berbagai pihak (stakeholder), antara pemerintah, masyarakat, dunia usaha, lembaga perguruan tinggi maupun lembaga masyarakat lainnya (Sudarmadji, dkk., 2012). Peran aktif dan keterlibatan menjaga kelestarian sumberdaya air.
berbagai pihak sangat dibutuhkan upaya Hal ini disebabkan karena semua pihak
melakukan pemanfaatan sumberdaya air untuk pemenuhan kebutuhan hidup dan
13
sekaligus sebagai pihak yang terkena dampak apabila terjadinya permasalahan sumberdaya air tersebut. Model-model pengelolaan lingkungan yang sesuai dengan karakteristik wilayah Sub DAS Aek Silang sangat dibutuhkan, agar kelestarian pemanfaatan air dapat terjamin.
1.2. Permasalahan Penelitian Berdasarkan latar belakang sebagaimana yang telah dikemukakan di atas, maka permasalahan yang dapat dirumuskan dalam pertanyaan penelitian adalah sebagai berikut : 1). Bagaimana hubungan antara faktor-faktor lingkungan seperti, hujan, jenis tanah, kemiringan lereng dan penggunaan lahan terhadap ketersediaan air di Sub DAS Aek Silang. 2). Bagaimana
pengelolaan
lingkungan
yang
dapat
menjamin
kelestarian
pemanfaatan sumberdaya air untuk memenuhi kebutuhan air berbagai sektor di Sub DAS Aek Silang. 3). Bagaimana model kegiatan konservasi sumberdaya air yang sesuai, untuk menjamin kelestarian pemanfaatan sumberdaya air di Sub DAS Aek Silang.
1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1). Mengkaji hubungan kondisi faktor-faktor lingkungan seperti, hujan, jenis tanah, kemiringan lereng dan penggunaan lahan terhadap ketersediaan air di Sub DAS Aek Silang.
14
2). Mengkaji pengelolaan lingkungan yang dapat menjamin kelestarian pemanfaatan sumberdaya air untuk memenuhi kebutuhan air berbagai sektor di Sub DAS Aek Silang. 3). Merumuskan model kegiatan konservasi sumberdaya air yang sesuai untuk menjamin kelestarian sumberdaya air di Sub DAS Aek Silang.
1.4. Keaslian Penelitian Penelitian-penelitian yang sejenis yang telah dilakukan sebelumnya dapat disajikan sebagai bahan pertimbangan penting untuk menentukan keaslian penelitian ini adalah sebagai berikut : 1) Soedarjanto (2011) dengan judul “Kovariasi Spasial Hubungan Penutupan Vegetasi dengan Resesi Aliran Dasar di Pulau Bali”. Penelitian ini lebih memfokuskan pengaruh penutupan vegetasi terhadap aliran dasar. Tujuan penelitian ini terdiri dari : a. Mempelajari peran hidrologis dari vegetasi terkait dengan pengaruhnya terhadap tampungan air tanah yang direpresentasikan oleh aliran dasar. b. Mengkaji pengaruh penutupan tajuk terhadap karakteristik aliran dasar DAS, serta keterkaitannya dengan aspek-aspek morfometri DAS, jenis batuan dan jenis tanah. c. Mengetahui kovariasi spasial aliran dasar di DAS-DAS yang mempunyai karakteristik lahan yang bervariasi dalam hal penutupan vegetasi, morfometri, jenis batuan dan jenis tanah. Adapun metode yang digunakan adalah pemisahan aliran dasar dengan persamaan Lyne Hollick dan Chapman, penilaian kerapatan tajuk dengan menggunakan teknik pengindaraan jauh untuk mengindentifikasi Leaf Area 15
Index (LAI) dan perhitungan morfometri, menggunakan 4 variabel, yaitu panjang DAS (LW), kemiringan DAS (Sb), kerapatan aliran (Dd) dan bentuk DAS (Rc), analisis menggunakan GIS Arc View. Kesamaan fokus penelitian adalah sama-sama mengkaji faktor penutupan lahan (vegetasi) terhadap kondisi hidrologi, sementara fokus yang tidak dinilai dalam studi ini adalah : mengukur ketersediaan sumberdaya air untuk memenuhi kebutuhan air, menentukan faktorfaktor lingkungan DAS yang dapat menjamin kelestarian pemanfaatan sumberdaya air dan menentukan model konservasi sumberdaya air yang sesuai. 2). Sianturi (2010), memiliki penelitian yang berjudul “Analisis Penggunaan Lahan di DTA Danau Toba Berdasarkan Model ANSWER untuk Fungsi DAS Berkelanjutan”. Tujuan penelitian ini adalah : mengkaji kombinasi penggunaan lahan yang menghasilkan kondisi hidrologis yang stabil, laju erosi yang lebih kecil atau sama dengan laju erosi yang masih dapat ditoleransi serta sedimentasi yang rendah dan mengkaji kebijakan pengelolaan Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba. Metode penelitian yang digunakan adalah menggunakan model ANSWER dengan menggunakan variabel curah hujan, morfologi DAS, laju infiltrasi, penggunaan lahan dan karakteristik saluran sungai dan menggunakan metode Analythical Hierarchy Process (AHP) untuk menentukan kebijakan pengelolaan DTA Danau Toba. Penelitian ini memiliki kesamaan
terutama dalam hal
mengkaji faktor penggunaan lahan terhadap kondisi hidrologis, tetapi memiliki perbedaan yaitu, belum menentukan kondisi faktor-faktor lingkungan yang bagaimana agar mampu menyediakan air secara berkelanjutan untuk kebutuhan masyarakat, pertanian dan pembangkit listrik dan penelitian tersebut tidak
16
menganalisis model kegiatan konservasi sumberdaya air yang sesuai dengan kondisi Sub DAS Aek Silang. 3). Setyowati (2010) berjudul “Hubungan Hujan dan Limpasan pada Berbagai Dinamika Spasil Penggunaan Lahan di DAS Kreo Jawa Tengah”, bertujuan untuk mengkaji perubahan penggunaan lahan dalam berbagai alternatif dinamika spasial penggunaan lahan,
mengkaji respon hujan dan limpasan dengan
penggunaan lahan homogen dan menyusun model limpasan untuk simulasi dinamika spasial penggunaan lahan. Kesamaan penelitian adalah menggunakan faktor penggunaan lahan dan pengaruhnya terhadap kondisi DAS, sedangkan perbedaannya adalah penelitian ini tidak menghitung kelestarian sumberdaya air bagi pemenuhan kebutuhan air domestik, persawahan dan pembangkit listrik. 4). Napitupulu (2008) memiliki judul penelitian “Potensi Air Terjun sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) di Sumatera Utara”. Tujuan penelitian adalah menganalisis potensi air terjun untuk PLTMH di Sumatera Utara dengan studi di Kabupaten Humbang Hasundutan. Penelitian ini menggunakan metode debit aliran dengan rumus Q = 0,277.f.I.ADAS [Q = debit rata-rata (m3/s), f = koefisien pengaliran, I = hujan rata-rata (mm/jam) ADAS = luas catchment area (km2)] dan menggunakan debit rencana/optimum, dengan persamaan Weibull, yaitu : 𝑃=
𝑚 𝑛+1
𝑥 100% ………………. (1.1)
dimana : P = peluang kejadian (%), m = nomor urut data, n = banyaknya data presipitasi. Kesamaan penelitian ini adalah metode yang digunakan untuk mencari debit air, yaitu dengan menggunakan metode rasional dan mengukur kebutuhan air untuk
17
pembangkit listrik. Sedangkan perbedaannya adalah penelitian ini belum mengkaji pengaruh kondisi faktor-faktor lingkungan seperti iklim, tanah, penggunaan lahan dan aktivitas manusia terhadap ketersediaan air, tidak mengukur ketersediaan air bagi kebutuhan domestik dan pertanian, serta tidak menentukan model konservasi sumberdaya air yang sesuai agar kelestarian sumberdaya air tetap terjaga. 5). Suciati, Anwar dan Fauzi (2006) yang berjudul “Strategi Peningkatan Kinerja Kelembagaan dan Pembiayaan Pengelolaan Irigasi”. Penelitian ini bertujuan untuk menghitung biaya operasional pengelolaan irigasi, penentuan skema pembayaran irigasi berdasarkan benefit usahatani dan pola interaksi pemerintah dan pengguna irigasi yang memberikan keuntungan bersama. Kesamaan penelitian ini adalah mengkaji pemanfaatan sumberdaya air untuk persawahan, sementara perbedaannya adalah
penelitian ini tidak memperhitungkan
ketersediaan air secara berkelanjutan dan tidak menganalisis bagaimana model konservasi sumberdaya air. 6). Sihite (2005) memiliki judul penelitian “Penilaian Ekonomi Perubahan Penggunaan Lahan : Studi Kasus di Sub DAS Besai-DAS Tulang Bawang Lampung”. Tujuan penelitiannya adalah : mengetahui besarnya dampak perubahan penggunaan lahan terhadap erosi, aliran permukaan dan pendapatan petani serta nilai ekonomi dan memperoleh alternatif penggunaan lahan yang menghasilkan erosi rendah, layak finansial, meningkatkan pendapatan petani dan menyebabkan kerugian ekonomi. Metode yang digunakan adalah menggunakan metode ANSWER dan perhitungan ekonomi menggunakan B/C ratio, IRR dan NPV untuk masing-
18
masing pola usahatani yang menghasilkan erosi paling kecil. Kesamaan penelitian ini adalah menggunakan faktor perubahan penggunaan lahan terhadap kondisi hidrologi, sedangkan perbedaannya adalah bahwa penelitian ini tidak mengukur kelestarian pemanfaatan sumberdaya air dan tidak menentukan model konservasi sumberdaya air dalam rangka menjamin kelestarian pemanfaatan air. 7). Suprayogi (2003), memiliki judul penelitian “Prediksi Ketersediaan Air Menggunakan Tank Model dan Pendekatan Artificial Neural Network (ANN): Studi Kasus Sub DAS Ciriung Kabupaten Serang” memiliki tujuan uji efektivitas model evapotranspirasi, penentuan parameter tank model dengan proses optimasi dan memprediksi hujan serta evapotranspirasi menggunakan model ANN untuk memprediksi aliran total. Hasil dari penelitian tersebut adalah model evapotranspirasi yang paling efektif adalah model Hargreaves, Turc dan model Jensen-Haise. Proses optimasi menggunakan algoritma Marquardt memperlihatkan keefektifan dan sangat cepat menentukan parameter, sementara hasil prediksi aliran total dengan menggunakan model ANN, bahwa pada periode tahun 2003/2004 – 2009/2010 air tidak mencukupi untuk mengairi persawahan adalah rata-rata pada bulan Juli s/d Oktober. Kesamaan penelitian adalah
menjelaskan
kondisi
hidrologi
(ketersediaan
air),
sedangkan
perbedaannya adalah penelitian tersebut tidak menggunakan faktor perubahan penggunaan lahan terhadap ketersediaan air dan belum menghitung kelestarian pemanfaatan Air. Perbandingan antara penelitian terdahulu dengan penelitian yang dilakukan, dapat dilihat pada Tabel 1.3.
19
Tabel. 1.3.: Penelitian Yang Terkait dengan Pengelolaan Lingkungan DAS Terhadap Ketersediaan Air No.
Nama Peneliti
1. Muchamad S S (2011)
2. Hotmauli S (2010)
Judul
Tujuan Penelitian
Metode Penelitian
Kovariasi Spasial 1. Mempelajari peran hidrologis 1. Pemisahan aliran dasar Hubungan Penutupan dari vegetasi terkait dengan dengan persamaan Lyne Vegetasi Dengan pengaruhnya terhadap tampungan Hollick dan Chapman. Resesi Aliran Dasar air tanah yang direpresentasikan 2. Penilaian kerapatan tajuk di Pulau Bali oleh aliran dasar. dengan menggunakan 2. Mengkaji pengaruh penutupan teknik pengindaraan jauh tajuk terhadap karakteristik aliran untuk mengindentifikasi dasar DAS, serta keterkaitannya Leaf Area Index (LAI). dengan aspek-aspek morfometri 3. Perhitungan morfometri, DAS, jenis batuan dan jenis tanah menggunakan 4 variabel, 3. Mengetahui kovariasi spasial yaitu panjang DAS (LW), aliran dasar di DAS-DAS yang kemiringan DAS (Sb), mempunyai karakteristik lahan kerapatan aliran (Dd) dan yang bervariasi dalam hal bentuk DAS (Rc), analisis penutupan vegetasi, morfometri, menggunakan GIS Arc jenis batuan dan jenis tanah View. Analisis Penggunaan 1. Mengkaji kombinasi 1. Model ANSWER dengan Lahan di DTA Danau penggunaan lahan yang menggunakan variabel Toba Berdasarkan menghasilkan kondisi hidrologis curah hujan, morfologi Model ANSWER yang stabil, laju erosi yang lebih DAS, laju infiltrasi, untuk fungsi DAS kecil atau sama dengan laju penggunaan lahan dan yang Berkelanjutan erosi yang masih dapat karakteristik saluran ditoleransikan, serta sedimentasi sungai. yang rendah. 2. Menggunakan metode 2. Mengkaji kebijakan pengelolaan Analytical Hierarchy DTA Danau Toba Process (AHP)
Hasil Penelitian 1.
2.
3.
1.
2.
Semakin tinggi tingkat kerapatan tajuk menyebabkan peningkatan penyerapan air tanah untuk proses transpirasi. Ketersediaan tampungan air tanah tidak saja dipengaruhi oleh faktor vegetasi, tetapi kerapatan aliran dan infiltrasi tanah. Terdapat kesesuai variasi spasial antara tingkat kerapatan penutupan tajuk, jenis batuan dan resesi aliran dasar.
Pembukaan areal hutan tanaman industri PT.TPL dan areal pertanian memiliki debit aliran langsung (direct runoff) lebih tinggi dibandingkan areal hutan, hutan tanaman industri PT.TPL, hutan rakyat (agriforestry) dan hutan campuran PT.TPL Penguatan kelembagaan DAS paling dibutuhkan untuk melaksanakan kebijakan Pengelolaan DAS
3.
......
20
No.
Nama Peneliti
Judul
Tujuan Penelitian
Metode Penelitian
Hasil Penelitian
3. Setyowati, D.L. (2010)
Hubungan Hujan dan Limpasan pada Berbagai Dinamika Spasial Penggunaan Lahan di DAS Kreo Jawa Tengah
1. Mengkaji perubahan penggunaan lahan untuk merencanakan berbagai alternatif dinamika spasial penggunaan lahan. 2. Mengkaji respon hujan dan limpasan pada sub DAS dengan penggunaan lahan homogen. 3. Menyusun model limpasan untuk simulasi dinamika spasial penggunaan lahan
1. Melakukan perhitungan data hujan, analisis hidrograf aliran dan analisis nilai Curve Number. 2. Analisis Statistik : - Analisis perbedaan limpasan pada masingmasing penggunaan lahan. - Analisis korelasi dan regresi untuk menghitung hubungan dan pengaruh karakteristik hujan dengan limpasan pada berbagai penggunaan lahan.
1. Model dinamika spasial penggunaan lahan, penambahan luas hutan 30%, pengurangan (20-50% luas hutan menjadi kebun campuran, pengurangan (20-40%) luas kebun campuran menjadi sawah, penambahan luas pemukiman (20-100%). 2. Penggunaan lahan homogen sawah memiliki nilai direct runoff (DRO) lebih tinggi dibandingkan kebun campuran, hutan campuran dan hutan. 3. Model limpasan terhadap dinamika spasial penggunaan lahan sebagai berikut : penambahan luas hutan (18%) dapat menurunkan limpasan (1,08%) dan pengurangan luas hutan (30%) meningkatkan limpasan (2,5%). Pengurangan lahan kebun campuran dan sawah serta penambahan pemukiman, limpasan kurang dari 1%.
4. Farel H. N (2008)
Potensi Air Terjun sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) di Sumatera Utara
Menganalisis tentang potensi air 1. terjun yang ada di Kabupaten Humbang Hasundutan sebagai PLTMH 2.
Penentuan debit aliran sungai dengan rumus Q=0,277.f.I.ADAS Debit Rencana/Optimum, dengan persamaan Weibull.
1. Berdasarkan topografi daerah Sumatera Utara terutama di jajaran Bukit Barisan, banyak daerah yang memiliki air terjun yang berpotensi sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Mikro/Minihidro. 2. Kabupaten Humbang Hasundutan memiliki 22 air terjun yang berpotensi menghasilkan listrik sebesar 41,88 MW.
5………
21
No.
Nama Peneliti
Judul
Tujuan Penelitian
5. Suciati, Affendi,A dan Akhmad F (2006)
Strategi Peningkatan Kinerja Kelembagaan dan Pembiayaan Pengelolaan Irigasi
6. Sihite, J. (2005)
Peniaian Ekonomi 1. Mengetahui besar dampak Perubahan perubahan penggunaan lahan Penggunaan Lahan : terhadap erosi, aliran permukaan Studi Kasus di Sub & pendapatan petani serta nilai DAS Besai – DAS ekonomi. Tulang Bawang, 2. Memperoleh alternatif Lampung penggunaan lahan yang menghasilkan erosi rendah, layak finansial, meningkatkan pendapatan petani dan menyebabkan kerugian ekonomi
Metode Penelitian
1. Dampak pengelolaan irigasi 1. kepada petani terhadap biaya operasional. 2. Skema pembayaran irigasi memperhatikan benefit usaha tani. 3. Pola interaksi pemerintah dan 2. pengguna air irigasi yang memberikan keuntungan bersama. 3.
Analisis ekonometrik : 1. variabel dependent biaya pengelolaan, hasil padi, intensitas tanam, nilai kotor produksi padi (GVP) dan GVP per m3. Analisis Optimasi 2. menggunakan Solver GAMS (General Algebraic Modelling System) Analisis Game Theory, 3. Gaming Desentralisasi dan Gaming Regional
1. Menggunakan metode 1. ANSWER, dengan mensimulasikan pola penggunaan lahan dan konservasi tanah air untuk 2. menghasilkan erosi paling kecil. 2. Menggunakan B/C ratio, 3. IRR dan NPV terhadap masing-masing pola usaha tani yang menghasilkan erosi paling kecil.
Hasil Penelitian Biaya pengelolaan irigasi oleh pemerintah cenderung menurun. Pembaharuan jaringan irigasi tidak menambah intensitas penanaman padi di daerah hilir tetapi di derah hulu intensitas penanaman semakin meningkat. Skema pembayaran air yang menghasilkan benefit usaha tani lebih tinggi adalah dengan penetapan pajak terhadap input urea sebesar 5% dan 10%. Desentralisasi pembiayaan sumberdaya air irigasi belum efektif, pemerintah perlu melakukan beberapa pembenahan berkaitan dengan sistem infrastruktur irigasi dan kelembagaannya. Konversi hutan menjadi kebun kopi menyebabkan meningkatnya erosi tanah, aliran permukaan dan fluktasi debit semakin besar. Usaha tani kopi dengan pola kebun campuran (agriforestry) akan menurunkan erosi 80% apabila hanya menanam kopi saja. Penerapan pola kebun campuran, manfaat langsung yang diterima masyarakat meningkat 25% dan manfaat tidak langsung (konservasi tanah dan air) sebesar 27%.
7……….
22
No.
Nama Peneliti
Judul
Tujuan Penelitian
Metode Penelitian
Hasil Penelitian
7. Suprayogi, S. (2003)
Prediksi Ketersediaan 1. Uji efektivitas model evapotrans- Ada 3 tahapan yaitu : 1. Air Menggunakan pirasi. 1. Uji efektifitas model Tank Model dan 2. Penentuan parameter tank model evapotranspirasi. 2. Pendekatan Artifical dengan proses optimasi dan 2. Penenuan parameter tank Neural Network memprediksi hujan model dengan proses (ANN) : Studi Kasus 3. Evapotransirasi optimasi menggunakan menggunakan Sub DAS Ciriung algoritma Marguardt model ANN untuk memprediksi Kabupaten Serang 3. Memprediksi hujan dan aliran total. evapotranspirasi dengan 3. model Artificial Neural Network (ANN).
8. Sihotang, I. (2016)
Model Pengelolaan Lingkungan untuk Menjamin Kelestarian Pemanfaatan Sumberdaya air
1. Mengkaji faktor-faktor lingkungan 1. Menggunakan metode penilaian kekritisan daerah (hujan, jenis tanah, kemiringan resapan. lereng dan penggunaan lahan) 2. Menggunakan model sistem terhadap ketersediaan air. dinamis. 2. Mengkaji pengelolaan lingkungan 3. Menggunakan metode yang dapat menjamin kelestarian Analytical Hierarchy pemanfaatan sumberdaya air Process (AHP) untuk memenuhi kebutuhan domestik, industri dan pertanian di Sub DAS Aek Silang. 3. Merumuskan model kegiatan konservasi sumberdaya air yang sesuai untuk mempertahankan kelestarian sumberdaya air.
Model evapotranspirasi yang paling efektif adalah Hargreaves, Turc dam Jensen-Haise. Tank model dapat mempresentasikan hubungan antara hujan minus evapotranspirasi dengan total aliran dan dapat menghasilkan kinerja sangat baik dari segi keseimbangan air maupun koefisien determinasi. Total Etp harian 10 tahun dan hujan harian 10 tahun dapat diprediksi dengan model ANN, melalui penjalaran balik dengan 1node pada lapisan masukan. 2 node pada lapisan tersembunyi dan 1 node pada lapisan keluaran. 1. Terdapat hubungan erat antara faktor –faktor lingkungan (hujan, jenis tanah, kemiringan lereng dan penggunaan lahan) terhadap ketersediaan air. 2. Faktor penggunaan lahan dan pertumbuhan penduduk sangat memengaruhi kelestarian pemanfaatan sumberdaya air. 3. Kegiatan konservasi sumberdaya air yang utama/prioritas adalah pengawetan air, yaitu mengendalikan pemanfaatan air sehingga ketersediaan air tetap terjaga.
23
Kesimpulan dari hasil-hasil penelitian sebelumnya, belum menentukan bagaimana faktor-faktor lingkungan khususnya perubahan penggunaan lahan dan laju pertumbuhan penduduk yang optimal, agar kelestarian pemanfaatan air tetap terjaga untuk memenuhi kebutuhan domestik, pertanian dan industri listrik secara keberlanjutan dengan menggunakan pemodelan dinamik serta bagaimana upaya kegiatan konservasi sumberdaya air yang sesuai di Sub DAS Aek Silang.
1.5. Manfaat Penelitian Manfaat
dari
penelitian
ini
dibedakan
menjadi
dua
yaitu,
untuk
pengembangan ilmu pengetahuan (teoritis) dan manfaat praktis adalah sebagai berikut:
1.5.1. Manfaat Teoritis Manfaat penelitian sebagai pengembangan ilmu pengetahuan (teoritis) diharapkan mampu menambah khasanah keilmuan di bidang Ilmu Lingkungan khususnya kajian pengelolaan lingkungan untuk menjamin kelestarian pemanfaatan sumberdaya air. Melalui model sistem dinamis, kondisi faktor-faktor lingkungan aktual akan diperoleh ketersediaan sumberdaya air dan kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan air domestik, pertanian dan pembangkit listrik tenaga mikro hidro (PLTMH). Faktor penggunaan lahan dan laju pertumbuhan penduduk merupakan faktor lingkungan yang dapat dikendalikan agar kelestarian pemanfaatan sumberdaya air dapat tercapai. Konservasi sumberdaya air merupakan bagian yang penting sebagai faktor pendukung untuk menjamin kelestarian pemanfaatan sumberdaya air. Model kegiatan konservasi sumberdaya air berdasarkan model Analytical Hierarchy
24
Process (AHP) akan diperoleh faktor utama, aktor (pelaksana), tujuan yang ingin dicapai dan strategi atau kebijakan yang dibutuhkan, sehingga penerapan konservasi sumberdaya air lebih mudah dilakukan.
1.5.2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat praktis, bagi : 1). Pemerintah, sebagai bahan untuk menyusun peraturan dan kebijakan terkait pemanfaatan penggunaan lahan dan pertumbuhan penduduk untuk menjamin kelestarian pemanfaatan sumberdaya air. 2). Pemangku kepentingan (Stakeholders) seperti dunia usaha, perguruan tinggi dan kelompok masyarakat), sebagai bahan pertimbangan untuk melaksanakan kegiatan konservasi sumberdaya air agar kelestarian pemanfaatan sumberdaya air dapat terjamin. 3). Peneliti lain, sebagai bahan rujukan untuk memperdalam kajian faktor-faktor lingkungan yang dapat menjamin kelestarian pemanfaatan sumberdaya air.
1.6. Definisi Operasional Penelitian 1).
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar manusia yang memengaruhi perkembangan kehidupan manusia baik langsung maupun tidak langsung. Lingkungan Hidup menurut UU 32/2009 adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup termasuk manusia dan perilakunya yang memengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya.
25
2).
Faktor Lingkungan DAS terbagi 3, yaitu, faktor iklim (curah hujan dan suhu), faktor kondisi DAS (jenis tanah, kemiringan lereng, jenis penggunaan lahan) dan faktor manusia (kependudukan, pemanfaatan lahan, teknik pertanian, kearifan lokal dan peran para pihak/stakeholders).
3).
Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan (UU No.37 Tahun 2014 Tentang Konservasi Tanah dan Air).
4).
Pengelolaan DAS adalah upaya dalam mengelola hubungan timbal balik antara SDA dan SDM dalam suatu DAS, dengan segala aktivitasnya untuk mewujudkan
pemanfaatan
SDA
bagi
kepentingan
pembangunan,
kelestarian ekosistem DAS dan kesejahteraan masyarakat. 5).
DAS optimal adalah DAS yang mampu memenuhi kebutuhan air baik untuk keperluan domestik, persawahan dan industri listrik.
6).
Air adalah semua air yang terdapat pada, di atas, ataupun di bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini air permukaan, air tanah, air hujan, dan air laut yang berada di darat, sedangkan sumberdaya air adalah air, sumber air, dan daya air yang terkandung didalamnya.
7).
Ketersediaan air adalah jumlah air yang diperkirakan secara terus menerus di suatu lokasi sungai dengan jumlah tertentu dan dalam jangka waktu (periode) tertentu dengan satuan meter kubik (m3).
26
8).
Kelestarian sumberdaya air adalah kemampuan DAS memenuhi kebutuhan air untuk generasi sekarang tanpa mengurangi/mengorbankan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan air mereka sendiri.
9).
Kebutuhan sumberdaya air terdiri dari kebutuhan domestik (kebutuhan air untuk rumah tangga), kebutuhan non domestik, persawahan, peternakan pembangkit listrik tenaga air, kehilangan air dan pemeliharaan sungai.
10). Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) adalah pembangkit listrik
yang
memanfaatkan
tenaga
dari
aliran/terjunan
air,
waduk/bendungan, atau saluran irigasi yang pembangunannya bersifat multiguna dengan kapasitas kurang dari 1 MW (Megawatt) 11). Pengelolaan sumberdaya air adalah upaya merencanakan, melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi penyelenggaraan konservasi sumberdaya air, pendayagunaan sumberdaya air, dan pengendalian daya rusak air. 12). Konservasi sumberdaya air adalah upaya memelihara keberadaan serta keberlanjutan keadaan, sifat, dan fungsi sumberdaya air agar senantiasa tersedia dalam kuantitas dan kualitas yang memadai untuk memenuhi kebutuhan makhluk hidup, baik pada waktu sekarang maupun yang akan datang. 13). Perhitungan hujan rata-rata dengan menggunakan Metode Isohiet adalah perhitungan hujan rata-rata berdasarkan garis kontur yang menghubungkan tempat-tempat/daerah yang mempunyai jumlah hujan yang sama. 14). Intensitas hujan adalah jumlah curah hujan dalam suatu satuan waktu. Biasanya mm/jam, mm/hari, mm/bulan atau mm/tahun.
27
15). Evapotranspirasi merupakan gabungan antara proses evaporasi dan transpirasi. Evaporasi adalah proses penguapan air, yaitu terjadi perubahan zat cair menjadi uap air di semua permukaan kecuali oleh tanaman, sedangkan transpirasi merupakan penguapan air oleh tanaman, yaitu proses perjalanan air dalam tubuh tanaman mulai dari akar sampai ke permukaan daun dan akhirnya menguap ke atmosfer. 16). Porositas Tanah : adalah kemampuan tanah untuk menyerap air. Tanah pasir (pori-pori besar) sehingga porositas rendah. Tanah berlempung sampai liat (pori-pori kecil) sehingga porositas tinggi. 17). Penggunaan lahan adalah bentuk intervensi (campur tangan) manusia terhadap lahan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya baik material maupun spiritual. 18). Perubahan Iklim adalah perubahan signifikan variabel iklim rata-rata pada suatu wilayah tertentu, seperti perubahan suhu yang drastis, curah hujan, pola angin dan perubahan intensitas sinar matahari, yang terjadi dalam kurun waktu tertentu. 19). Daerah resapan air adalah suatu daerah yang memiliki kemampuan untuk meresapkan air hujan ke dalam zona jenuh air di dalam tanah sehingga membentuk suatu aliran air tanah yang mengalir ke daerah yang lebih rendah dan berguna sebagai sumber air. 20). Lahan kritis adalah lahan yang telah mengalami kerusakan sehingga mengalami kehilangan atau berkurang fungsinya sampai pada batas yang ditentukan atau diharapkan.
28
21). Rencana Teknik Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RTk-RHL) adalah rencana indikatif kegiatan RHL yang disusun berdasarkan kondisi boifisik dan sosial ekonomi serta budaya masyarakat setempat dalam satuan unit ekosistem DAS/Sub DAS atau wilayah DAS. RTk-RHL merupakan jangka menengah dan disusun untuk jangka waktu 15 (lima belas) tahun. 22). Rehabilitasi lahan adalah upaya menanggulangi kerusakan atau kekritisan lahan yang sudah maupun sedang berlangsung. 23). Reboisasi adalah upaya tanam menanam dalam rangka rehabilitasi lahan kritis di dalam kawasan hutan. 24). Penghijauan adalah upaya pemulihan atau perbaikan kembali keadaan lahan kritis di luar kawasan hutan melalui kegiatan tanam menanam dan bangunan konservasi tanah agar dapat berfungsi sebagai media produksi dan
sebagai
media
pengatur
tata
air
yang
baik,
serta
upaya
mempertahankan dan meningkatkan dayaguna lahan sesuai dengan peruntukannya. 25). Pendekatan sistem merupakan cara pandang yang bersifat menyeluruh (holistic) yang memfokuskan pada integrasi dan keterkaitan antar komponen. Pendekatan ini dapat mengubah cara pandang dan pola berpikir dalam menangani permasalahan dengan menggunakan model yang merupakan penyederhanaan dari sebuah sistem. 26). Model adalah penyederhanaan system, untuk lebih mudah memahami proses yang terjadi dalam suatu sistem yang kompleks. Karena sistem sangat
kompleks,
tidak
mungkin
membuat
model
yang
dapat
menggambarkan seluruh proses yang terjadi dalam sistem.
29
27). Model Dinamis : model yang memiliki komponen-komponen di dalam sistem yang bersifat selalu berubah menurut waktu, sehingga memiliki keunggulan antara lain adalah variabelnya dapat disimulasikan dan hasil simulasi tersebut dapat digunakan sebagai prediksi ketersediaan air di suatu DAS. 28). Analytical Hierarchy Process (AHP) adalah merupakan proses rasionalitas sistemik, untuk mempertimbangkan suatu persoalan sebagai satu keseluruhan dan mengkaji interaksi secara serempak dari berbagai komponennya di dalam suatu hierarkhi. Prinsip pokok dalam AHP adalah Penyusunan hirarki, penentuan prioritas, konsistensi logis.
30