I.
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Pembangunan daerah telah menjadi isu penting hampir seluruh negara di dunia terutama di negara-negara berkembang, sejak berubahnya paradigma pembangunan di penghujung tahun 1990-an. Kebijakan pembangunan yang mengutamakan pertumbuhan ekonomi dan dikendalikan secara sentralistik pada saat itu, telah dianggap gagal karena tidak mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara merata. Masyarakat terutama di daerah pinggiran masih tetap miskin dan terbelakang karena sangat jauh dari pusat-pusat kegiatan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu masyarakat dunia mulai melahirkan pendekatan pembangunan yang berorientasi atau memihak kepada daerah, di mana daerah dianggap sangat dekat dengan masyarakat; sehingga target dan tujuan pembangunan yang dilaksanakan benar-benar dapat tercapai dan mengenai sasaran yang tepat. Memasuki era globalisasi di Abad XX, pembangunan berbasis daerah semakin
mendapat
perhatian
penting.
Eksistensi
berbagai
organisasi
perekonomian dunia, seperti AFTA, APEC dan WTO, yang diduga kuat dapat menimbulkan persaingan global antara negara-negara di dunia. Masing-masing negara kemudian mengeluarkan kebijakan untuk melaksanakan pembangunan secara adil dan merata agar dapat bersaing untuk meningkatkan investasi dalam negeri serta mampu mendorong masyarakatnya agar dapat berpartisipasi di pasar global (Krisnamurthi, 2001). Dalam konteks ini, program-program pembangunan
1
tidak hanya dilaksanakan pada berbagai aspek bidang pembangunan; namun juga harus merata pada seluruh level, lokal, regional, nasional, maupun internasional. Kebijakan pembangunan daerah semakin tidak dapat diabaikan oleh masing-masing negara ketika dideklarasikan MDGs (Millenium Development Goals) oleh 189 pemimpin dunia yang menjadi anggota PBB di New York pada akhir tahun 2000. Deklarasi tersebut mengajak seluruh komponen bangsa dari daerah
sampai
pusat
pemerintahan
untuk
berkomitmen
mempercepat
pembangunan manusia dan pemberantasan kemiskinan, sehingga pada seribu tahun yang akan datang kesejahteraan umat manusia dapat tercapai secara merata (Soehardjono, 2011). Kebijakan pembangunan dengan menitikberatkan daerah sebagai sasaran pembangunan dalam kerangka era globalisasi dan Millennium Development Goals (MDGs) tersebut, pada prinsipnya adalah upaya untuk mencapai pembangunan yang adil, merata dan berkelanjutan. Pembangunan dengan berbasis daerah diyakini dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat karena program-program pembangunan
dilakukan
secara
berkelanjutan,
berdasarkan
potensi
dan
kemampuan daerah setempat, dapat mengembangkan semangat swadaya berupa gotong royong, dan partisipasi masyarakat, serta dapat membangun kehidupan masyarakat secara wajar karena menyentuh kebutuhan dasar masyarakat (Kartasamita, 1997; Ife dan Frank, 2006; dan Adisasmita, 2006). Dalam perspektif lain, pembangunan berbasis daerah dapat mendorong masyarakat tidak hanya sebagai obyek namun sekaligus subyek pembangunan. Artinya, pemerintah tidak lagi sebagai provider dan pelaksanan, melainkan lebih
2
berperan sebagai fasilitator dan katalisator dari dinamika pembangunan, sehingga dari mulai perencanaan hingga pelaksanaan, masyarakat mempunyai hak untuk terlibat dan memberikan masukan serta mengambil keputusan dalam rangka memenuhi hak-hak dasar mereka (Soetomo, 2008). Indonesia memberikan perhatian penting pada pembangunan daerah sejak bergulirnya reformasi pada tahun 1998. Reformasi menuntut kebijakan pembangunan diarahkan untuk terselenggaranya otonomi daerah, optimalisasi peran dan tanggung jawab masyarakat terhadap pembangunan, serta perbaikan pada struktur masyarakat. Tuntutan kebijakan pembangunan tersebut, sebagai upaya penanggulangan kesenjangan yang muncul akibat dampak pelaksanaan model pembangunan yang sentralistik (top down). Pembangunan dengan model sentralistik (top down) yang dilaksanakan selama Orde Baru menyebabkan daerah-daerah di Indonesia cukup banyak mengalami ketertinggalan dan keterbelakangan, baik dari segi geografis, topografis, demografis maupun sarana dan prasarana. Oleh karena itu, melalui kebijakan pembangunan daerah ini persoalan-persoalan daerah tersebut diharapkan segera teratasi, sehingga pembangunan dapat berjalan secara merata serta masyarakat daerah semakin mandiri dan berdaya dalam membangun daerah mereka masing-masing terutama dalam menghadapi tantangan kehidupan yang global. Berhasil tidaknya kebijakan pembangunan daerah dipengaruhi oleh banyak faktor. Para birokrat atau pelaksana kebijakan pembangunan
jelas
merupakan faktor yang paling penting. Suatu kebijakan pembangunan daerah mungkin telah dirumuskan dengan baik tapi bisa jadi gagal meraih tujuan-tujuan
3
pembangunan karena diimplementasikan dengan cara yang buruk. Birokrasi hanyalah salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan kebijakan pembangunan. Faktor lainnya yang tidak kalah pentingnya adalah komunikasi. Komunikasi dapat
berlangsung dalam berbagai macam bentuk dan
tingkatan. Menurut Effendy (2003) komunikasi dapat dilakukan secara langsung tatap muka, dan melalui media massa cetak (surat kabar) atau elektronik (radio dan televisi); serta dapat berlangsung dari tingkat pengambil kebijakan sampai masyarakat bawah (grassroot). Komunikasi melalui media massa, diharapkan perubahan-perubahan sosial dan pembangunan akan semakin luas terjadi dibanding dengan bentuk-bentuk komunikasi lainnya. Kemampuan media massa yang dapat menjangkau khalayak secara luas dan serentak memiliki pengaruh luar biasa bagi khalayak atau masyarakat. Banyak studi bidang komunikasi massa menunjukkan dampak-dampak positif maupun negatif dari keberadaan media massa. Dalam beberapa waktu lama, media massa juga memegang peran penting dalam proses komunikasi pembangunan. “Development is about change and change cannot occur without communication,” kata Kepala Divisi Komunikasi Pembangunan Bank Dunia (Mefalopulos, 2008). Sejalan dengan kebijakan pembangunan daerah di Indonesia yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 atau Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, dijelaskan bahwa untuk mendukung jalannya penyelenggaraan pembangunan daerah diberi kebebasan untuk memanfaatkan berbagai potensi yang dimiliki daerah. Wujud dari aspek ini adalah mengembangkan dan memanfaatkan potensi sarana komunikasi dan
4
informasi daerah yaitu berupa media massa lokal. Pengembangan dan pemanfaatan media massa lokal ini adalah untuk mengatasi kesenjangan informasi masyarakat daerah, dimana belajar dari pengalaman bahwa keterbelakangan masyarakat daerah salah satu disebabkan oleh kurangnya saluran untuk mendapatkan informasi maupun untuk menyalurkan aspirasi (Korten, 1993). Salah satu media massa lokal yang cukup mendapat perhatian besar di Indonesia adalah televisi lokal. Televisi pada awalnya berfungsi sebagai sarana hiburan, namun dalam perkembangannya televisi telah difungsikan pula sebagai sarana informasi. Televisi yang didukung oleh teknologi yang bersifat audio dan visual (suara dan gambar), yang berbeda dengan media massa lain, memungkinkan untuk memproduksi dan menyebarkan informasi secara lebih efisien dan efektif (Susanto, 2009). Sejak reformasi 1998 hingga saat ini, telah puluhan televisi lokal berkembang
di
Indoenesia,
seperti
BaliTV,
JogjaTV,
BorobudurTV,
BalikpapanTV, JTV, dan sebagainya. Perkembangan televisi lokal ini diharapkan akan mampu menyediakan akses informasi lokal yang semakin mudah, terutama di era pembagunan daerah saat ini. Televisi lokal diharapkan banyak memberikan kontribusi di dalam proses-proses pembangunan di suatu daerah. Televisi lokal diharapkan mampu mengutarakan semua masalah yang oleh masyarakat daerah dianggap penting. Sebagai contoh, media massa harus mampu mengangkat persoalan ke permukaan, sehingga sesuatu yang kurang jelas akan menjadi jelas lagi keadaannya. Selain itu televisi lokal juga harus mampu mempersempit persoalan-persoalan yang muncul di mata masyarakat. Dalam hal ini televisi lokal
5
harus lebih selektif di dalam mengutarakan berbagai masalah yang ada di dalam masyarakat, dan lebih bersikap sebagai balancer (penyeimbang) antara kepentingan media di satu pihak dan kepentingan publik di pihak lain. Dengan demikian masyarakat tidak hanya mengetahui berbagai isu atau persoalan pembangunan daerah tetapi juga terbantu untuk menilai isu atau persoalan tersebut sebagai suatu hal yang penting atau perlu dipikirkan. Sehingga segala isu atau persoalan di daerah yang menyentuh kebutuhan, minat dan kepentingan masyarakat lokal dengan mudah segera diketahui dan mendapat perhatian seluruh stakeholder (Susanto, 2009). Sudah menjadi tradisi bahwa media massa termasuk televisi lokal, dalam mengungkap realitas atau menyampikan realitas sebagai informasi atau pesan kepada khalayak mengikuti standar kaidah profesional jurnalistik. Media massa akan memberikan perhatian yang berbeda terhadap realitas atau peristiwa tertentu. Artinya, perhatian media terhadap suatu realitas atau peristiwa yang terjadi dalam masyarakat, ada yang menonjol dan ada yang tidak. Wujud nyatanya, dapat dilihat dari adanya media yang memberitakan atau meliput suatu peristiwa hanya untuk diketahui, namun ada juga yang untuk diketahui sekaligus bernilai penting atau bernilai lebih di hadapan publik. Misalnya, dengan memberikan porsi waktu atau ruang yang lebih, atau memberitakan secara terus menerus terhadap peristiwa tertentu. Porsi pemberitaan terhadap suatu realitas atau peristiwa dapat mempengaruhi penilaian khalayak terhadap realitas tersebut, yang bisa jadi sesuai dengan apa yang diberitakan oleh media massa. Selain itu, porsi pemberitaan suatu realitas atau peristiwa memberi petunjuk akan pentingnya realitas atau
6
peristiwa tersebut.
Demikian pula dalam hal ini, televisi lokal dalam
memberitakan isu atau realitas di daerah, di asumsikan akan memberikan penekanan-penekanan tertentu sehingga nampak antara isu atau realitas berbeda dalam pemberitaannya. Penekanan-penekanan tersebut menjadi petunjukan pada masyarakat daerah akan pentingnya isu atau realitas yang diberitakan, atau menjadi langkah strategis dalam penentuan kebijakan. Sebagaimana dalam teori agenda setting McCombs dan Shaw (1972) menyatakan bahwa “mass media have the ability to transfer the salience of items on their news agendas to the publik agenda, We judge as important what the media judge as important.” Artinya, media massa memiliki kemampuan meliput hal-hal penting dan menjadikan agenda berita mereka sehingga publik menilai pula sebagai hal penting dan menjadikan agendanya. Dengan kata lain, liputan berita ditempatkan dan disampaikan sedemikian rupa sehingga orang cenderung menerima liputan suatu isu atau berita tersebut sebagai isu yang penting. 1.2.
Perumusan Masalah Provinsi Sulawesi Tenggara telah memiliki beberapa televisi lokal, di
antaranya stasiun televisi lokal Sindo TV Kendari sebagai jaringan televisi swasta lokal dan TVRI Provinsi Sulawesi Tenggara sebagai jaringan televisi publik lokal. Meskipun status yang berbeda, tentu masing-masing memiliki perhatian terhadap isu-isu atau persoalan pembangunan daerah. Pada sisi lain, Provinsi Sulawesi Tenggara sebagai salah satu daerah di Kawasan Timur Indonesia (KTI), sejak era reformasi sampai dengan saat ini juga masih memiliki berbagai persoalan pembangunan daerah. Persoalan pembangunan
7
tersebut telah menjadi isu yang terus berkembang dari tahun ke tahun, di antaranya isu kemiskinan dan pengangguran, buta huruf dan gizi buruk, isu kerusakan dan pencemaran lingkungan, UMR tidak memenuhi standar dan lapangan pekerjaan dan lain sebagainya. Isu-isu tersebut bahkan telah mempengaruhi capaian tingkat kualitas pembangunan di Provinsi Sulawesi Tenggara, seperti Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Sulawesi Tenggara tergolong rendah (67,5) di bawah rata-rata IPM standar nasional (69,6), atau menempati urutan ke 25 dari 33 provinsi di seluruh Indonesia; dan Indeks Kualitas Lingkungan Hidup juga rendah 60, 53 dari standar nasional 65,45 (BPS Sultra, 2012). Persoalan-persoalan pembangunan daerah tersebut telah menjadi isu penting di daerah dan tentu mendapat perhatian bagi media lokal untuk memberitakannya. Oleh karena itu, menjadi menarik untuk dikaji lebih jauh bagaimana kedua televisi lokal di Provinsi Sulawesi Tenggara meng-cover isu-isu pembangunan di wilayah tersebut. Koverasi atau liputan atas isu-isu itu akan membantu publik untuk mengetahui persoalan-persoalan pembangunan daerah yang penting, selain juga menjadi kebutuhan pemerintah untuk menyusun kebijakan di bidang pembangunan (Prajarto, 2008). Berdasarkan uraian latar belakang dan rumusan masalah tersebut di atas, bisa dirumuskan sebagai berikut. 1.
Bagaimana isu-isu pembangunan daerah Provinsi Sulawesi Tenggara yang diliput dalam berita TVRI Stasiun Sulawesi Tenggara dan SindoTV Kendari?
8
2.
Bagaimana bentuk pemberitaan isu-isu pembangunan daerah Provinsi Sulawesi Tenggara dalam berita TVRI Stasiun Sulawesi Tenggara dan SindoTV Kendari?
3.
Bagaimana perbedaan liputan berita TVRI Stasiun Sulawesi Tenggara dan SindoTV Kendari tentang isu-isu pembangunan daerah di Provinsi Sulawesi Tenggara?
1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam rangka mengetahui hal-hal berikut. 1.
Mengungkap dan menganalisis isu-isu pembangunan daerah
Provinsi
Sulawesi Tenggara yang diliput dalam berita TVRI Stasiun Sulawesi Tenggara dan SindoTV Kendari. 2.
Mengungkap
dan
menelaah
karakteristik
bentuk
liputan
isu-isu
pembangunan daerah Provinsi Sulawesi Tenggara dalam berita TVRI Stasiun Sulawesi Tenggara dan SindoTV Kendari. 3.
Mengkaji perbedaan liputan berita TVRI Stasiun Sulawesi Tenggara dan SindoTV Kendari tentang isu-isu pembangunan daerah di Provinsi Sulawesi Tenggara.
1.4. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini secara rinci diuraikan sebagai berikut: 1.
Secara akademis, penelitian ini memberikan sumbangan pemikiran dalam pengembangan teori dan filosofi komunikasi pembangunan, khususnya yang
9
berkaitan dengan liputan media televisi lokal terhadap isu-isu pembangunan daerah. 2.
Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan sebagai bahan masukan bagi media massa televisi lokal di Indonesia untuk meningkatkan keahlian dan profesionalisme khususnya dalam liputan isu-isu pembangunan daerah sebagai indikator peran televisi lokal dalam pembangunan daerah. Selain itu, hasil studi ini pula dapat dijadikan bahan rujukan bagi para pengambil kebijakan di daerah untuk mengembangkan dan merumuskan konsep komunikasi pembangunan yang melibatkan televisi lokal.
3.
Bagi peneliti, bermanfaat sebagai tambahan ilmu pengetahuan khususnya tentang liputan berita isu-isu pembangunan di televisi lokal Provinsi Sulawesi Tenggara
1.5. Keaslian Penelitian Penelitian tentang media massa terutama berkaitan dengan koverasi media massa sudah banyak dilakukan. Salah satu penelitian yang sangat penting adalah yang dilakukan Suwardi (1993) tentang Liputan Berita-Berita Kampanye Pemilu 1987 di 10 Surat Kabar di Indonesia. Penelitian itu menggunakan metode analisis isi dengan fokus pada bagaimana media melakukan koverasi selama kampanye pemilu 1987. Hasilnya, media lebih cenderung memberitakan partai politik yang berkuasa, yakni Golkar. Selain itu, liputan media juga cenderung tidak substantif. Penelitian lainnya terkait dengan koverasi adalah yang dilakukan oleh Prajarto, dkk (2007), yaitu melihat liputan pembangunan di daerah Kabupaten Sleman dengan menggunakan analisis isi. Temuan penelitian ini bahwa berita
10
pembangunan memang mendapatkan perhatian media massa cetak setempat, tapi ditempatkan dalam rubrik yang telah mereka siapkan. Hanya berita tertentu yang mampu menembus halaman depan. Tipe liputan yang mereka buat pun sebagian besar hardnews yang menunjukkan bahwa koran lokal cenderung meliput peristiwa yang berdiri sendiri dengan karakter liputan satu sisi (one sided) atau satu sudut pandang. Yusuf (2011) juga melakukan studi atas media lokal dalam konteks komunikasi politik di daerah. Hasilnya bahwa keberhasilan otonomi daerah tidak akan terlepas dari media massa lokal di daerah. Ini karena media memberikan peluang bagi masyarakat untuk menjadi warga negara yang terinformasi dengan baik. Masyarakat yang terinformasi dengan baik akan mendorong partisipasi yang luas di masyarakat dalam proses pembangunan. Selain itu, dalam studi ini menghasiulkan bahwa interaksi aktor politik dan media di daerah yang saling membutuhkan pada gilirannya akan mempengaruhi dinamika sistem politik di daerah. Untuk itulah keberadaan media lokal sebagai subsistem arena percaturan politik di tingkat lokal mengharuskan adanya landasan profesionalisme dan idealisme. Siswanto (2012) meneliti tentang analisis isi surat kabar nasional dan diseminasi informasi pembangunan di Provinsi Jambi. Penelitian ini melihat bagaimana media surat kabar nasional menonjolkan isu-isu tentang pembangunan daerah di Provinsi Jambi dan isu-isu pembangunan bidang apa yang ditonjolkan. Hasil menunjukkan bahwa surat kabar kompas lebih dominan menonjolkan isuisu pembangunan di Provinsi Jambi baik dilihat dari frekuensi liputannya maupun
11
durasinya. Sedangkan isu pembangunan yang ditonjolkan adalah bidang penyelenggaraan pemerintah daerah Provinsi Jambi. Sugiharto (2008) juga meneliti tentang isi pemberitaan pembangunan bidang perikanan dan kelautan pada surat kabar Kaltim Pos. Hasil penelitian menemukan bahwa topik berita surat Kabar Kaltim Pos yang dominan dari bidang perikanan dan kelautan adalah isu pemasaran meskipun tidak diberitakan pada halaman utama (headline). Choi (2004) mengkaji agenda surat kabar Washington Post tentang isu-isu perang, ekonomi, domestik dan isu luar negeri di Amerika Serikat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa agenda media adalah isu domestik. Demikian pula Mohamed (2006) meneliti agenda setting pers lokal di Kota Kairo. Penelitian dilakukan terhadap pers lokal pro-pemerintah (Al Ahram) dan pers oposisi (Al Wafd) pada 10 jenis isu penting. Hasil ditemukan bahwa sebagian besar terjadi perbedaan terhadap penilaian isu penting (dari 10 jenis isu hanya 2 jenis isu yang sama antara pers pro-pemerintah dan pers oposisi atau terdapat 8 jenis isu yang berbeda); serta tidak ada hubungan antara agenda media dengan agenda publik pada pers pro-pemerintah. Sementara pers oposisi ditemukan ada hubungan antara agenda media dengan agenda publik. Riaz (2008) meneliti tentang agenda media cetak harian di Pakistan yaitu Jang Eawalpindi yang berbahasa Inggris dan Dawn Islamabad yang berbahasa Urdu, terhadap isu-isu terorisme, hubungan India dan Pakistan, krisis energi, krisis pangan,
krisis peradilan dan isu masjid. Hasil
penelitian menemukan bahwa kedua harian cetak tersebut memiliki agenda yang berbeda terhadap isu-isu tersebut. Dawn lebih tinggi liputannya pada isu terorisme sedangkan Jang pada isu krisis peradilan. Pangastuti (2013) meneliti tentang
12
wacana pembangunan jalan raya di harian cetak nasional Kompas dan harian cetak lokal Satelit Pos. Hasil penelitian menemukan bahwa Kompas dan satelit Pos memiliki frekuensi yang sama dalam memberitakan isu pembangunan jalan raya, meskipun masing-masing dengan keberimbangan dan netralitasnya yang rendah. Penelitian dengan menggunakan obyek media televisi telah dilakukan oleh Peake, dkk (2008) yaitu mengkaji isi pidato presiden di TV Nasional di Amerika Tengah yang terdiri dari televisi ABC, CBS dan NBC tentang isu ekonomi, kebijakan energi, obat-obatan dan isu wilayah Ameika Tengah. Hasil penelitian menemukan bahwa kebijakan ekonomi yang sering diliput atau muncul dalam siaran televisi-televisi nasional tersebut. Penelitian lain dilakukan oleh Darmanto (2004) yang meneliti tentang Kinerja TV Publik melalui Analisis Isi Berita TVRI tentang Kampanye Pemilu Legislatif 2004. Hasil yang ditemukan TVRI dalam meliput kampanye legislatif cenderung memihak terhadap partai-partai besar, terutama partai yang sedang berkuasa. Lokasi kampanye yang diberitakan lebih berfokus di Jakarta atau Jawa. Narasumber untuk sound up mengedepankan aspek proksimitas dan prominensi untuk memenuhi kebutuhan khalayak. Demikian pula, Melissa, dkk (2009) yang meneliti tentang bingkai Berita Kunjungan Kerja Anggota DPRD Jatim ke Belanda terkait Hari Jadi Jatim Dalam Lembaga Penyiaran Publik (LPP) TVRI Jatim dan Lembaga Penyiaran Swasta (LPS) Lokal JTV Surabaya. Hasil yang diperoleh TVRI Jatim dan JTV memiliki frame yang berbeda dari segi struktur sintaksis , struktur skrip, struktur tematik dan struktur retoris. Struktur sintaksis TVRI memberi kesan berita tidak penting karena tidak
13
ditampilkan dalam berita utama, sedangkan JTV berkesan penting karena ditampilkan pada berita utama. Penelitian
ini
memiliki
perbedaan
dengan
penelitan-penelitian
sebelumnya. Pertama, studi ini mengkaji tentang isu-isu pembangunan daerah, relatif sama seperti halnya dengan yang dilakukan oleh Prajarto, dkk (2007) dan Siswanto (2012). Namun, berbeda dalam hal objek studi. Jika penelitian Prajarto, dkk. dan Siswanto mengambil objek studi pada surat kabar, penelitian ini mengambil objek media televisi lokal. Demikian pula dalam penelitian Suwardi (1993), menggunakan obyek surat kabar dengan berita politik dan Choi (2008) menggunakan surat kabar dengan isu kebijakan Presiden. Mohamed (2006) menggunakan obyek pers lokal pro-pemerintah dan pers oposisi; Riaz (2008) mengambil obyek media cetak harian Jang Eawalpindi yang berbahasa Inggris dan Dawn Islamabad yang berbahasa Urdu. Sementara penelitian Yusuf (2011) mengkaji surat kabar namun tidak fokus pada isu pembangunan, tapi lebih pada konteks politik di tingkat daerah dan bagaimana seharusnya media berperan dalam proses politik di tingkat lokal. Jika media lokal ingin mengambil peran yang lebih signifikan di daerah maka profesionalisme dan idealisme harus dijaga. Peake, dkk (2008) meneliti tentang TV nasional dengan Isi Pidato Presiden; Darmanto (2004) meneliti tentang media TVRI pusat dengan kampanye Pemilu legislatif serta Mellisa, dkk (2009) meneliti, TVRI Jawa Timur dan JTV (TV Swasta Jawa Timur) dengan peristiwa Kunjungan Kerja Anggota DPRD Jawa Timur ke Belanda.
14
Sejak disahkannya UU No. 32 tahun 2002 tentang penyiaran, televisi lokal berkembang dengan baik dan memberikan kontribusi informasi di tingkat daerah. Namun, perannya belum mendapatkan studi yang signifikan terutama terkait dengan
koverasi
berita-berita
di
televisi
lokal
dalam
meliput
isu-isu
pembangunan. Ada beberapa alasan mengapa televisi lokal kurang mendapatkan perhatian. Pertama, sulitnya mengumpulkan teks-teks berita di televisi lokal karena sifatnya yang audio visual. Di sisi lain, dominasi televisi nasional membuat penelitian mengenai televisi lokal kehilangan daya tariknya. Orang lebih banyak memberi perhatian kepada televisi nasional dibandingkan lokal. Kedua, banyak penelitian, tapi fokusnya pada isu-isu yang menjadi sasaran kajian bersifat nasional, seperti isu perang, ekonomi, domestik dan isu luar negeri (Choi, 2004), isu ekonomi, kebijakan energi, obat-obatan dan isu wilayah Amerika Tengah (Peake, dkk., 2008); isu teroris, hubungan antar negara, krisis energi, krisis pangan, krisis keadilan dan isu masjid (Riaz, 2008); serta
pembangunan
perikanan dan kelautan (Sugiharto, 2008) dan pembangunan jalan raya (Pangastuti, 2013). Ketiga, kajian liputan berita televisi publik lokal dan televisi swasta lokal dengan obyek isu-isu pembangunan daerah masih sangat langka ditemukan; Keempat, lokasi penelitian yaitu televisi lokal di Provinsi Sulawesi Tenggara yang belum pernah dilakukan penelitian. Dengan alasan demikian, peneliti termotivasi untuk mengkaji koverasi isu-isu pembangunan daerah di TVRI Stasiun Sulawesi Tenggara dan SindoTV Kendari sebagai televisi lokal di Provinsi Sulawesi Tenggara.
15