Judul ”Optimalisasi Injeksi Hydrogen dan Air pada Peningkatan Performa Kendaraan Bermotor”
I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang Permasalahan energi fosil yang diakibatkan oleh keterbatasan ketersediaannya dan dampak lingkungan yang akibatkan oleh hasil pembakarannya makin lama akan dirasakan semakin berat. Usaha-usaha untuk mencari berbagai jenis energi alternatif dan berbagai cara untuk menghemat pemakaian bahan bakar merupakan pekerjaan yang sangat penting yang harus dilakukan saat ini dan masa depan. Pemakaian bahan bakar minyak dari bahan fosil digunakan untuk transportasi sekitar 40% sisanya untuk kegiatan industri dan lainnya. Kegiatan transportasi yang merupakan urat nadi untuk memobilisasi kegiatan ekonomi dan aspek kehidupan lainya ternyata membutuhkan bahan bakar terbanyak. Kegiatan transportasi juga menyumbangkan polusi udara dari hasil emisi gas buang kendaraan juga terbesara dibanding kegiatan lainya. Karena transportasi sebagai urat nadi kehidupan maka secara kuantitas dia harus terus dikembangkan, dan secara kualitas juga harus ditingkatkan terutama meningkatkan efisiensi penggunaan bahan bakar dan meningkatkan kualitas emisi gas buang untuk meminimalkan kontribusi polusi udara yang dihasilkan. Telah banyak dikembangkan berbagai bahan bakar alternatif diantaranya biodiesel untuk bahan bakar mesin diesel, dan bioethanol untuk bahan bakar mesin bensin. Pemakaian bahan bakar baik biodiesel maupun bioethanol dinegara maju seperti Amerika dan Eropah yang pengendalian lingkungannya sangat ketat sudah lama dilakukan bahkan terus semakin intensif karena semakin ketatnya persyaratan lingkungan yang diterapkan. Di Indonesia perkembangan biodiesel dan bioethanol masih belum secepat dinegara lain karena beberapa faktor diantaranya adalah sumber bahan bakunya belum memadai secara kuantitas dan kualitas, sebagian dari bahan bakunya adalah bahan pangan yang masih mungkin mengganggu ketersediaan bahan pangan, dan peraturan tentang kualitas emisi belum seketat di negara lain, serta kesiapan dari segi budi daya, kesiapan teknologi proses, kesiapan sarana-prasarana pemasaran termasuk kesiapan masyarakatnya masih belum memadai. Bahan bakar gas seperti LPG dan CNG telah juga banyak dikembangkan sebagai bahan bakar alternatif untuk pengganti bahan bakar minyak. Convertor untuk merubah penggunaan minyak ke gas sudah juga banyak dikembangkan. Di Indonesia penggunaan bahan bakar gas ini sebagai bahan alternatif masih juga mengalami kendala diantaranya ketersediaan gas yang terbatas, ketersediaan infrastruktur seperti SPBU untk gas sanagt terbatas, convertor masih cukup mahal karena masih import, dan jaminan keamanan yang masih dikawatirkan oleh masyarakat karena gas dengan tekanan tinggi dikawatirkan meledak. Yull Brown seorang warga negara Australia pada tahun 1974 telah mendapatkan paten dari hasil proses elektrolisa dari air menghasilkan gas H2 dan O2 yang diberi 1
nama ”Brown Gas” yang dapat digunakan untuk menggerakaan mesin kendaraan. Pada tahun 1980 sampai 1998, Stanley Meyer seorang Amerika yang berasal dari kota Ohio juga telah mengembangkan bahan bakar gas yang dihasilkan dengan elektrolisis air yang digunakan untuk menggerakan mesin kendaraan. Di Indonesia pada akhir-akhir ini sudah mulai dikembangkan yaitu dengan mencampurkan brown gas yang didapat dari elektrolisa air, dengan bahan bakar pada mesin bensin dengan carburator dan ternyata dapat meningkatkan tenaga, mengurangi pemakaian bahan bakar, serta memperbaiki kualitas emisi gas buang. Memanfaatan brown gas ini masih secara sederhana, belum terkendali baik, masih hanya untuk mesin bensin dengan carburator. Namun dari kajian awal tersebut terlihat brown gas mempunyai prospek sangat baik dalam usaha mengurangi konsumsi bahan baik untuk mesin bensin dan mesin diesel, meningkatkan kinerja mesin, dan memperbaiki kualitas emisi gas buang mesin. Menurut para pemakai yaitu dari perkumpulan penggemar otomotif, dengan menggunakan brown gas dari elektrolisis air ternyata dapat menghemat pemakaian bahan bakar (sebagai contoh suatu kendaraan) dari jarak tempuh 12 km/liter menjadi 18 km pada kendaraan bensin dan mencapai 23 km/liter untuk kendaraan solar. Pada penelitian Horng Rong-Fang [1], bahan bakar yang diperkaya dengan hydrogen dapat menurunkan kandungan NOx dan HC pada emisi gas buang. Penelitian dari Susuki dan Sakurai [2] menunjukan bahwa dengan penambahan hydrogen pada mesin spark ignition (SI) dapat menaikan efisiensi termal sebesar 14%, dan pada pembakaran yang optimal, kandungan Nox dalam emisi dapat berkurang hingga 95%. Muhammadi[3] melakukan penelitian tentang kinerja mesin dengan bahan bakar konvensional diinjeksi dengan hydrogen, ternyata mampu meningkatkan kinerja dan menghilangkan knock dan backfiring. Penelitian tersebut menerapkan tiga parameter yaitu waktu pengapian, waktu injeksi dan rasio equivalen optimal sehingga mencapai efisiensi termal dan brake mean efective pressure yang baik serta emisi Nox rendah. Goldwitz dan Heywood[4] mengoptimalkan kondisi pembakaran pada mesin spark ignition dengan menambahkan hydrogen sebagai suplemen bahan bakar ternyata dapat menaikan efisiensi lebih dari 25%. Verhelst dan Sierents[5] membandingkan injeksi hydrogen pada mesin spark ignition dengan karburator dan mesin sistem injeksi, ternyata mesin dengan sistem injeksi dengan penambahan hydrogen mempunyai daya lebih besar dan resiko back firing lebih kecil. Elektrisis air menjadi Brown gas jika tidak dikendalikan dengan baik, yaitu besar arus listrik dan panas yang terjadi maka brown gas yang terjadi disertai dengan uap air makin lama terakumulasi makin banyak yang dapat mengganggu mesin. Jika uap air tersebut mengembun kemudian tercampur pada bahan bakar, akan dapat menyulitkan mesin untuk distart. Sistem elektrolisis yang efisien yang bebas dari gangguan uap air harus dikaji sebagai bagian terpenting dari ”mixfuel management system”. Dari hasil-hasil penelitian yang diuraikan diatas menunjukan peluang yang besar untuk meningkatkan efisiensi bahan bakar, kinerja mesin kendaraan, dan kualitas emisi mesin. Karena prospek dari brown gas tersebut, maka pada penelitian selama satu tahun ini akan dikembangkan suatu system suply mixfuel atau ”mixfuel management system” yang meliputi elektrolisis air untuk menghasilkan brown gas, 2
sistem pencampurannya dengan bahan bakar pada mesin bensin injeksi serta sistem controlnya yang mampu mengendalikan secara optimal suply mixfuel sehingga dapat lebih meningkatkan efisiensi dan kinerja mesin bensin injeksi dengan tanpa menggangu komponen dari mesin. Prototipe dari alat ini akan diuji cobakan pada mesin bensin 1300cc injeksi yang digunakan pada prototipe kendaraan perkotaan yang dihasilkan dari penelitian hibah kompetensi DP2M-DIKTI. 1.2. Identifikasi masalah Kajian awal penggunaan brown gas telah dilakukan untuk kendaraan bensin baik yang menggunakan carburator maupun sistem injeksi menunjukan terjadikan penghematan pemakaian bahan bakar yang cukup signifikan, peningkatan kinerja dan perbaikan kualitas emisi. Peningkatan efisiensi yang signifikan tersebut belum tentu optimal dikarenakan sistem elektrolisis yang masih belum efisien dengan sering terikutnya uap air. Begitu juga sistem tersebut belum optimal karena belum terkendalinya proporsi injeksi bahan bakar bensin dan brown gas yang disuply untuk berbagai moda gerak dari kendaraan. Disamping itu masih perlu dilihat dampaknya terhadap kemampuan dan ketahanan dari accu atau batery. Sistem awal yang dirancang adalah mengambil tenaga listrik dari accu untuk melakukan proses elektrolisis, dimana besar tenaga listriknya belum terkendali secara optimal sehingga akan mungkin dapat mengurangi daya tahan accu. Pada dasarnya brown gas sendiri secara 100% dapat menggerakan mesin kendaraan namun akan memerlukan tenaga listrik yang besar dari accu. Untuk mengendalikan penggunaan brown gas dan penyerapan daya listrik accu dan sekaligus mengendalikan secara otomatis kontribusi brown gas dalam berbagai moda gerak kendaraan, maka diperlukan sistem pengaturan suply dan pencampuran brown gas secara otomatis baik untuk mesin dengan carburator maupun dengan injeksi. Proses produksi brown gas cukup sederhana dari air dengan menggunakan tenaga listrik masih juga perlu dikaji dengan lebih dalam pengaruh temperatur terhadap produksi brown gas agar penggunaan tenaga listrik dari accu bisa seefisien mungkin dan kandungan uap air seminimal mungkin atau ditiadakan. Dari Green Car Congress tahun 2006, dipresentasikan dan di demontrasikan bahwa ternyata temperatur elektrolisis dapat mempercepat prohuksi hydrogen. Dari acuan tersebut maka juga perlu dimanfaatkan panas mesin yang terbuang untuk menjadi sumber panas dalam proses elektrolisis air. Karena brown gas dapat meningkatkan kesempurnaan pembakaran dan meningkatkan nilai kalor bahan bakar, maka untuk pemanfatan yang optimum masih perlu juga dikaji moda-moda gerak kendaraan dimana diperlukan campuran brown gas yang berbedabeda untuk mendapatkan efisiensi yang optimal. Karena sebagian besar mesin kendaraan saat ini dan masa depan adalah sistem injeksi, maka ”mixfuel managemen system” yang akan dirancang adalah untuk mesin bensin sistem injeksi. 1.3. Rumusan masalah penelitian Berdasarkan kajian masalah yang telah diuraikan diatas, maka permasalahan yang akan dibahas adalah: a. Bagaimana mengembangkan sistem elektrolisis air yang cepat dan efisien dengan menggunakan tenaga listrik yang minimal dari accu dengan dibantu oleh panas dari mesin sehingga uap air yang ikut seminimal mungkin atau tidak ada. 3
b. Bagaimana proporsi injeksi bensin dan suply brown gas untuk berbagai moda gerak kendaraan dan bagaimana menggabungkan campuran dan proporsi brown gas (tenaga listrik untuk elektrolisis) dengan injeksi bahan bakar bensin pada berbagai moda gerak kendaraan untuk penghematan yang optimal dengan tanpa merusak accu akibat beban yang besar. c. Bagaimana merancang sistem kontrol yang dapat mengendalikan besarnya injeksi bahan bakar dan besarnya arus untuk elektrolisis sesuai dengan yang dengan yang diharapkan pada setiap moda gerak kendaraan agar mencapai efisiensi yang optimal. d. Bagaimana merancang dan menguji prototipe sistem suply mixfuel, brown gas dan bensin pada mesin injeksi yang terkendali pada berbagai moda gerak kendaraan. 1.4. Tujuan penelitian Tujuan umum Secara umum hasil utama yang diharapkan dari penelitian ini adalah suatu prototipe sistem suply atau ”mixfuel management system” yang dapat mengatur suply dengan proporsi yang optimal antara injeksi bahan bakar bensin dan brown gas dari hasil elektrolisis sehingga dapat meminimalkan konsumsi bahan bakar dengan tidak mengurangi bahkan dapat meningkatkan kinerja torsi dan tenaga mesin bensin dengan sistem injeksi. Tujuan khusus dan target luaran Untuk mencapai hasil final yang diuraikan sebagai tujuan umum dari penelitian ini maka ada beberapa hasil khusus sebagai suatu elemen utama dari tujuan umum itu yang harus dicapai yaitu seperti diuraikan berikut ini. Disamping itu juga akan dihasilkan luaran khusus yang juga menjadi target dari penelitian ini yaitu seperti diuraikan dibawah ini. a. Menghasilkan sistem elektrolisis air yang efisien sebagai campuran bahan bakar pada mesis bensin dengan menggunakan tenaga accu yang minimal dengan dibantu panas buangan dari mesin. b. Menghasilkan karakteristik campuran yang efisien antara bahan bakar dengan brown gas pada setiap moda gerak kendaraan dengan mesin bensin injeksi. c. Menghasilkan suatu sistem kontrol yang cepat dan akurat untuk mengendalikan proporsi campuran bahan bakar dengan brown gas agar tercapai efiensi dan peningkatan kinerja mesin yang optimum. d. Menghasilkan makalah ilmiah di jurnal nasional terakreditasi dengan rencana judul: ”Mixfuel Managemen System dengan Pengendali Cerdas injeksi bensin dan elektrolisis Brown gas untuk peningkatan efisiensi dan kinerja mesin bensin injeksi”. e. Menghasilkan draft buku dengan judul: ”Teknologi Otomotif, Engine-Electronic Fuel Control-Emisi. f. Thesis dari mahasiswa S2 dengan judul: ”Optimalisasi Injeksi Hydrogen dan Air pada Peningkatan Performa Kendaraan Bermotor”.
4
1.5. Kontribusi dan manfaat penelitian Dengan tujuan dan target keluaran seperti yang diuraikan diatas, maka penelitian ini dapat memberi manfaat dan kontribusi sebagai berikut. a. Berkontribusi dengan menghasilkan ”mixfuel manajement system” antara injeksi bahan bakar dan suply brown gas yang baru lebih efisien dan terkendali untuk berbagai moda gerak kendaraan. b. Bermanfaat karena dapat menghemat pemakaian bahan bakar yang cukup signifikan dan meningkatkan kualitas emisi sehingga dapat mengurangi polusi udara akibat emisi gas buang kendaraan. c. Bermanfaat karena dapat meningkatkan kualitas thesis dan menumbuhkan iklim riset antar dosen dan mahasiswa. d. Bermanfaat karena akan menghasilkan makalah ilmiah di jurnal terakreditasi yang dapat meningkatkan reputasi perguruan tinggi. e. Bermanfaat karena menghasilkan buku Teknologi Otomotif yang secara detail menguraikan teknologi engine serta perkembanganya sampai saat ini yang meliputi segala model fuel management system, ignition system, dan pengendalian emisi. LINGKUP PENELITIAN
I.
2.1 Sistem elektrolisis air Proses elektrolisis air adalah menguraikan H2O menjadi H dan O2 dengan bantuan elektroda yang diberi tegangan listrik. Faktor yang mempengaruhi elektrolisis antara lain adalah: 1. Energi Penguraian air Secara konvensional diperlukan energi sebesar 237,13 kJ untuk menghasilkan 1 mol hydrogen (H2) atau 2 g H2 =22,4 liter H2, sehingga untuk membuat 1kg H2 diperlukan 32,935 kWh (Archer Energy System, Inc.) 1kg H2 setara dengan energi 1 galon gasoline. Pada laporan eksperimen Global Hydrogen Inc. disebutkan 4 kg hidrogen mampu menggerakkan kendaraan sejauh 270 mil 2. Penggunaan Katalisator Katalisator misalnya KOH, H2SO4 dan lain-lain berfungsi mempermudah proses penguraian air menjadi hidrogen dan oksigen karena ion-ion katalisator mampu mempengaruhi kesetabilan molekul air menjadi menjadi ion H dan OH yang lebih mudah di elektrolisis. Dengan kata lain energi untuk menguraikan air menjadi lebih rendah. Tampak pada grafik dibawah ini bahwa konduktifitas listrik tertinggi sekitar
5
27 % dan dapat diuji dengan hidrometer batrei yang harus mempunyai spesifik grafity 1,1.
Gambar 2.1 hubungan konsentrasi katalis KOH dan konduktifitas listrik (Pyle dkk) 3. Penggunaan energi panas Pada pengoperasian elektrolisis dengan suhu 830oC, mampu memproduksi 177 liter hidrogen setiap jam dibandingkan dengan secara konvensional yang hanya 22,4 liter per jam, dengan energi listrik yang sama (Green Car Congress). Dengan densitas arus yang rendah dan temperatur yang tinggi akan diperoleh prosentase gas lebih besar seperti ditunjukkan pada grafik berikut.
Gambar 2.2 grafik prosentase gas elektrolisis pada beberapa tingkatan suhu 4. Frekuensi resonansi
6
Material yang dioperasikan pada frekuensi yang sama dengan frekuensi natural material tersebut akan lebih cepat rusak karena beresonansi. Demikian juga yang dialami air jika diberikan frekuensi tertentu (pada percobaan Stanley Meyer frekuensi yang dipakai adalah 43430 Hz dan 143762 Hz) mampu menguraikan air dengan energi listrik yang lebih rendah. 5. Tegangan dan arus elektrolisis Besar tegangan dan arus listrik berbanding lurus dengan banyak gas yang dihasilkan, karena terkait dengan kesetimbangan energi dalam proses elektrolisis. Dengan efisiensi 100 % diperlukan 3 kWh setiap meter kubik hidrogen pada temperatur 20oC. Efisiensi 100 % diperoleh jika tegangan antar elektroda sebesar 1,23 Volt, sedangkan tegangan selebihnya adalah terbuang sebagai panas. Pada umumnya elektroda yang dipakai seperti platinum dan stainless steel mempunyai resistansi sehingga tegangan yang harus diberikan lebih dari 1,48 Volt. Intensitas arus pada elektroda adalah sebesar 0,4 A/cm2, jika intensitas dinaikkan akan memberi peluang korosi pada elektroda.
Gambar 2.3 grafik hubungan antara tegangan dan efisiensi (Robert)
7
Gambar 2.4 Grafik Hubungan antara elektroda dan tegangan sel elektrolisis 6. Fluida elektrolisis Dalam produksi gas hydrogen, elektolisis methanol lebih hemat listrik dari pada elektrolisis metana (gas alam) sedangkan elektrolisis metana lebih hemat listrik dari pada elektrolisis air. Alkalin sering dipakai sebagai elektrolit yaitu larutan potasium hidroksida (KOH) dengan komposisi 20 – 30 wt% yang memberikan koduktifitas optimal dan tidak menimbulkan korosi pada elektroda stainless steel. Temperatur dan tekanan operasional dari elektrolosis tersebut adalah 70 – 100oC dan 1 – 3 bar. Reaksi kimia pada proses elektroliser alkalin ditunjukkan sebagai berikut. Pada elektroda katoda: 4 H 2 O 4e 2 H 2 4OH Pada elektroda anoda: 4OH O 2 4e 2 H 2 O Reaksi keseluruhan: 2 H 2 O 2 H 2 O 2
8
Gambar 2.5 proses elektrolisa air
Terdapat beberapa losses tegangan pada elektrolisis yaitu losses aktivasi, losses ohmik dan losses concentrasi. Losses aktivasi berkaitan dengan laju reaksi pada permukaan elektroda yang besarnya adalah: Vaktivasi
R T I ln 2a F Io
Dimana: R = konstanta gas = 8.3145 J/K.mol, T adalah temperatur dalam oK dan F adalah konstanta Faraday yaitu 96484 C/mol, a adalah kefisien transfer muatan besarnya antara 0 dan 1 tergantung material elektroda. I adalah arus yang digunakan dalam Amper sedangkan Io adalah arus perukaran dengan batas ambang 100 mA.
9
Gambar 2.6 Losses aktifasi
Losses Ohmic disebabkan oleh resistansi kabel dan elektroda yang besarnya adalah Vohmic I Ri , dengan I adalah arus (A) dan Ri adalah resistansi (). Losses konsentrasi didefinisikan sebagai Vconsentrasi
R T I ln 1 2 F I L
, dalam hal ini IL
adalah arus batas maksimum sebesar1A.
Gambar 2.7 Losses konsentrasi
Sehingga tegangan keseluruhan dari elektrolisis didefinisikan sebagai: Vin - Vaktifasi - Vohmic - Vkonsentrasi = V
10
2.2 Injeksi gas hasil elektrolisis air pada mesin kendaran Kualitas pembakaran dapat ditingkatkan dengan injeksi hidrogen dan oksigen yang diperoleh dari elektrolisi air. Hasil elektrolisis disalurkan pipa menuju saluran masuk karburator atau saluran keluar dari filter udara seperti tampak pada gambar dibawah ini.
Gambar 2.8 Instalasi sistem brown gas (Ozzie) Fungsi pokok suplemen hidrogen adalah meningkatkan tingkat pembakaran yang mendekati sempurna, sehingga boleh dikatakan tidak ada sisa. Efek dari hal ini adalah peningkatan pada tenaga yang sangat terasakan. Selanjutnya mesin terasa lebih halus dan gas buangnya bersih, CO2 nya rendah, malah menghasilkan oxigen. Maka tidak bau menyengat lagi, lembab basah, tidak panas dan bahan bakar akan irit. Air pun sangat berguna untuk merawat mesin kendaraan/jenset dengan cara yang murah dan mudah.
11
Gambar 2.9 reaktor / sel elektrolisis (Ozzie) Jika dipasang elektroda dengan daya listrik 1,5 Amper, paling tidak akan meningkat 10 %. Percobaan di jenset dengan 2 Amper meningkat 15%. Cara meningkatkan arus listrik dengan menambah katalisnya, KOH atau Soda Kue, paling tinggi 10 Amper Alasannya, supaya tidak terlalu membebani aki Dalam proses elektrolisis air, terbentuknya gas HHO adalah karena adanya kombinasi tiga factor:
Arus listrik searah yang mengalir ke elektroda
Katalis yang mempercepat reaksi
Tekanan udara yang ditimbulkan mesin
Dalam proses elektrolisis dengan arus yang besar dapat menimbulkan panas sehingga keluran gas mengandung uap air. Air tersebut dapat mengganggu proses pembakaran bila dalam saluran pipa atau selang mengalami kondensasi. Oleh karena itu diperlukan elemen pemanas yang menyalurkan panas dari radiator ke saluan Brown gas seperti tampak pada gambar berikut.
12
Gambar 2.10 Elemen pemanas yang dipasang pada saluran radiator (Ozzie) 2.3 Injeksi Hidrogen dengan plasma reformer Analisis dari penggunaan bahan bakar dengan diperkaya hidrogen pada kendaraan bermotor memperlihatkan perbedaan karakteristik emisi gas buang, diantaranya:
NOx turun 34%
HC turun 4,08%
CO meningkat
Kadar CO meningkat karena pengayaan hidrogen menggunakan metode plasmacatalyst reforming, dimana hidrogen diproduksi dari gas C4H10 yang menghasilkan gas H2 dan CO, seperti tampak pada gambar berikut.
Gambar 2.11 Sistem injeksi hidrogen dan model pengujiannya
13
Dilaporkan juga mengenai peningkatan efisiensi termal hingga 14% dan pada proses pembakaran lean emisi NOx mampu dikurangi hingga 95%. Pada penelitian Mohammadi, investigasi karakteristik mesin konvensional dengan penambahan injeksi hidrogen mampu menghilangkan knocking dan backfiring
Temperatur autoignition yang tinggi
dari
menunjukkan
hidrogen bahwa
(858
K)
hidrogen
paling sesuai sebagai bahan bakar untuk mesin spark ignition (SI) seperti terlihat pada tabel disamping.
Preignition
didefinisikan
sebagai
pembakaran dini yang secara umum akibat ignitasi permukaan hot spots mesin misalnya spark electrode, katup atau deposit mesin. Knock atau spark knock didefinisikan sebagai pengapian sendiri / autoignition mendahului pengapian busi / spark. Temperatur autoignition yang tinggi dari campuran hidrogen-udara mengindikasikan knock pada bahan bakar hidrogen lebih kecil dari pada bahan bakar gasoline (bilangan oktan / RON hidrogen > 120 dibandingkan dengan gasoline yang hanya 91 – 99). Knock dapat dikendalikan dengan pengaturan spark timing. Pemberian hidrogen dapat memberikan efek ultra lean combution dengan tempertur pembakaran yang lebih rendah dan efektif menekan emisi NOx. Bilangan oktan yang tinggi dan batas lean-pengapian rendah dari hidrogen adalah faktor dari efesiensi termal yang tinggi. Simulasi siklus menunjukkan hasil optimasi dari model menampilkan grafik log(P)-log(T) pada gambar berikut memvisualisasikan batasan operasi mesin.
14
Gambar 2.12 Simulasi siklus optimasi dalam log(P)-log(T) Untuk menghindari knock campuran bahan bakar-udara tidak ditekan pada kondisi tekanan-temperatur garis turun sebelah kanan. Batas akhir garis puncak carghetemperature dipilih untuk mengendalikan emisi NOx. Beberapa perbandingan karakteristik hidrogen dengan bensin ditunjukkan oleh tabel dan grafikberikut ini. Tabel propertis dari hidrogen dan bensin
15
Gambar 2.13 Grafik kecepatan dan brake power
Gambar 2.14 Grafik kecepatan terhadap efisiensi termal
Gambar 2.15 Grafik kecepatan terhadap temperatur gas buang
16
Gambar 2.16 Grafik kecepatan terhadap emisi NOx
Gambar 2.17 Grafik kecepatan terhadap emisi CO
Gambar 2.18 Grafik kecepatan terhadap emisi Hidro Carbon
17
2.7 Rasio Bahan Bakar- Udara Mesin bahan bakar bensin akan mempunyai daya terbesar pada rasio A/F udara (air) dan bahan bakar (fuel) 12 sampai 12,5. Permasalahannya adalah bahwa pada kondisi rasio A/F lean (kearah miskin bahan bakar) mempunyai kecenderungan terjadi pembakaran dini (preignition). Hal inilah yang menyebabkan banyak mesin diseting pada rasio A/F sekitar 11,5. Pada rasio tersebut 10 – 15 % bahan bakar ekstra ditambahkan untuk mendinginkan silinder dan mencegah preignition. Bahan bakar ini tidak ikut terbakar dan dikeluarkan melalui gas buang sehingga emisi HC menjadi tinggi. Rasio A/F mempunyai nilai ekonomi tinggi jika pada kondisi 16 dibanding 1. Pada kondisi ini efeknya adalah kenaikan temperatur yang tinggi yang dapat membahayakan mesin dan memicu terbentukkan ikatan gas NOx. Untuk menggabungkan antara kebutuhan daya mesin dan nilai ekonomis dipilih nilai lamda () sama dengan 1 yaitu perbandingan udara dan bahan bakar 14,7 dibanding 1.
Gambar 2.21 Hubungan rasio bahan bakar terhadap emisi gas buang
18
BIODATA KETUA DAN ANGGOTA TIM
19