I. PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa
Indonesia. Pada kurun tahun 1993-2006, industri TPT menyumbangkan 19.59 persen dari perolehan devisa ekspor hasil industri pengolahan. Sedangkan pangsanya terhadap ekspor non migas sebesar 16.66 persen, meskipun 85 persen bahan baku berupa kapas masih diimpor. Industri TPT tetap mampu menghasilkan devisa sebesar 9.52 miliar USD pada tahun 2006, meningkat tajam dari hanya 559 juta USD pada tahun 1985 (Gambar 1). 9000 8000 7000
Juta USD
6000 5000 4000 3000 2000 1000 0 1993 TPT
Gambar 1.
1994
1995
1996
Kayu Olahan
1997
1998
1999
Karet Olahan
2000
2001
Alat-Alat Listrik
2002
2003
2004
2005
Kertas dan Produk Kertas
2006 Tahun
Perkembangan Ekspor Hasil Industri Non Migas Indonesia Tahun 1993-2006
Sumber: Badan Pusat Statistik, 1993-2006.
Selain mempunyai kontribusi yang besar di dalam PDB dan perolehan devisa, industri ini juga menyerap banyak tenaga kerja. Pangsa tenaga kerja industri TPT terhadap industri pengolahan mencapai rata-rata 10 persen per tahun. Pada tahun 2004 lebih dari 1.18 juta orang bekerja di industri TPT atau 1.26 persen dari jumlah tenaga kerja Indonesia. Secara total, sebanyak 3.50 juta orang bekerja baik langsung maupun tidak langsung dalam sektor ini (Wu, 2005).
2
Posisi perdagangan TPT Indonesia di dunia cukup diperhitungkan. Indonesia merupakan salah satu produsen TPT terbesar di dunia. Pada tahun 2000, ekspor TPT Indonesia mencapai rekor sebesar 8.20 miliar USD dengan menduduki peringkat ke 10 di antara negara produsen utama TPT dunia. Tahun 2003, ekspor TPT Indonesia hanya mencapai 7.05 miliar USD, sehingga posisi peringkatnya menurun menjadi ke 17. Namun pada tahun 2004, sektor ini mampu meningkatkan perolehan devisa sebesar 7.60 miliar USD. Secara keseluruhan pangsa ekspor Indonesia sebesar 2.30 persen dari total pasar dunia atau 452.83 milar USD. Pasar Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Jepang adalah pasar utama tujuan ekspor bagi negara-negara pengekspor TPT. Pada tahun 2005, negaranegara seperti Afrika, Mexico, dan Uni Eropa memiliki nilai ekspor kurang dari 10 miliar USD di pasar Amerika Serikat. Sedangkan pangsa pasar Indonesia di
Miliar USD
pasar Amerika Serikat sebesar 3.31 persen atau 3.4 miliar USD (Gambar 2).
Viet Nam
3.00
Pakistan
3.20
Indonesia
3.40
Kanada
3.50
India
5.40
Uni Eropa
5.80
Mexico
8.10
Asia Timur b
9.40
CAFTA a
9.60
China
27.70
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
Gambar 2. Impor TPT di Pasar Amerika Serikat Tahun 2005 Persentase
30.00
Keterangan
: a : Costa Rica, Republik Dominika, El savador, Guatemala, Honduras, dan Nicaragua. b : Hong Kong, China, Republik Korea, Macao, dan Taiwan.
Sumber
: International Trade Statistics 2005 dalam WTO, 2006.
3
India,
Rumania,
Bangladesh,
dan
negara-negara
di
Asia
Timur
memperoleh bagian nilai ekspor untuk pasar Uni Eropa tidak lebih dari 6 miliar USD. Sedangkan Turki yang secara geografis wilayahnya berdekatan dengan Uni Eropa, mampu meningkatkan ekspor TPT-nya hingga 11.5 miliar USD. Sementara itu, ekspor TPT Indonesia di pasar Uni Eropa hanya sebesar 1.7 miliar USD (Gambar 3). 1.70
Indonesia Pakistan
2.30
Maroko
2.50
Tunisia
2.80
Miliar USD
Asia Timur (4) a
3.50
Bangladesh
3.80
Rumania
4.20
India
5.90
Turki
11.50
China
24.20
0.00
5.00
10.00
15.00 Persentase
20.00
25.00
30.00
Gambar 3. Impor TPT di Pasar Uni Eropa Tahun 2005 Keterangan
: a : Hong Kong, China, Republik Korea, Macao, dan Taiwan.
Sumber
: Eurostat, 2005 dalam WTO, 2006.
Di kawasan Asia Tenggara, pada tahun 2003 nilai ekspor TPT Indonesia mencapai 7 051 juta USD (Tabel 1). Lebih dari 29 persen TPT Indonesia diekspor ke pasar Amerika Serikat, sebanyak 22.5 persen ke pasar Uni Eropa, dan sisanya ke negara-negara lain. Thailand, di samping Singapura, Pilipina, Malaysia, dan Kamboja, menjadi salah satu negara kompetitor TPT Indonesia di pasar Amerika dan juga Uni Eropa.
4
Tabel 1. Negara-Negara Pengekspor TPT di Kawasan ASEAN Tahun 2003 No. 1. 2. 3. 4. 5.
Negara Indonesia Thailand Singapura Pilipina Malaysia
Populasi Tahun 2000 (Juta Jiwa) 222.3 62.9 3.6 40.5 22
Nilai Ekspor (Juta USD) 7 051 5 538 2 506 2 500 2 178
Tujuan Ekspor Uni Eropa USA (Juta USD) (Juta USD) 1 592 2 047 1 027 1 889 617 943 298 1 764 357 688
Sumber: ASEAN Secretary dalam API, 2005.
Permintaan hasil produksi TPT akan cenderung meningkat seiring dengan laju pertumbuhan penduduk, sehingga potensi pasar TPT domestik cukup besar. Hal ini didasarkan pada tingkat populasi yang mencapai lebih dari 220 juta jiwa dan membaiknya tingkat pendapatan masyarakat. Besarnya pasar TPT Indonesia, yang ditunjukkan oleh oleh tingkat konsumsi serat tekstil Indonesia, dari tahun ke tahun terus meningkat. Pada tahun 1995 dengan jumlah penduduk 198.50 juta jiwa, total konsumsi serat mencapai 1.60 juta ton, dan 831 ribu ton di antaranya merupakan konsumsi lokal, atau setiap penduduk membutuhkan 4.20 kg. Angka tersebut terus naik dan pada tahun 2000 dengan total 211.50 juta jiwa, total konsumsi serat Indonesia sebanyak 2.03 juta ton atau 1 044 ribu ton merupakan konsumsi domestik atau rata-rata per penduduk 4.90 kg. Dalam jangka panjang, tingkat konsumsi serat tekstil Indonesia akan terus meningkat. Menurut perkiraan Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), tingkat pertumbuhan konsumsi serat tekstil Indonesia berkisar 3.50 persen per tahun. Konsumsi tekstil atau kain masyarakat perkotaan tidak hanya berupa pakaian, namun juga untuk non pakaian. Diperkirakan 40 persen penduduk perkotaan Indonesia rata-rata membutuhkan tujuh meter kain untuk kebutuhan non pakaian. Hal ini berarti ada 84.40 juta orang mengkonsumsi kain untuk kebutuhan non pakaian. Apabila harga kain Rp. 7 000 per meter, maka potensi pasar dalam negeri diperkirakan mencapai Rp. 4.14 triliun untuk konsumsi kain non pakaian saja. Dengan perkiraan konsumsi kain untuk pakaian dalam negeri
5
mencapai Rp. 4.48 triliun, sehingga total nilai konsumsi kain secara keseluruhan mencapai Rp. 8.50 triliun (Kompas, 2003 dalam Yastuti, 2004). Selain dari pertumbuhan penduduk dalam negeri, permintaan tekstil dan garmen berpeluang meningkat dengan dibukanya sistem kuota di negara-negara pengimpor. Kesepakatan Putaran Uruguay tanggal 15 April 1994 di Marakesh yang menghasilkan Agreement on Textile and Clothing (ATC) dan menetapkan sistem kuota impor, pada tanggal 1 Januari 2005 telah dicabut untuk disesuaikan dengan ketentuan General Agreement on Tariffs and Trade (GATT). Perubahan ini
akan
berdampak
positif
bagi
perkembangan
industri
TPT
dengan
perdagangan yang lebih adil dan menandai era baru perdagangan TPT dunia. Sistem kuota TPT yang bersifat diskriminasi dihapuskan dan market share TPT semakin besar yang berarti peluang untuk pengembangan industri TPT Indonesia juga semakin besar. 1.2.
Perumusan Masalah Dalam lima tahun terakhir, perkembangan industri TPT Indonesia
menunjukkan kecenderungan yang menurun. Laju pertumbuhan industri TPT Indonesia terhadap PDB turun dari 3.25 persen pada tahun 2001 menjadi 2.98 persen pada tahun 2006. Bahkan pangsa ekspor TPT terhadap total ekspor hasil industri juga menurun sebesar 20.38 persen pada tahun 2001 menjadi 14.64 persen pada tahun 2006. Rendahnya pertumbuhan ini ditunjukkan pula oleh kapasitas produksi TPT yang hanya mencapai 70 persen dari kapasitas terpasang. Pada tahun 2002-2003, Kabupaten Bandung (Jawa Barat) sebagai salah satu daerah penyangga utama produk tekstil dan alas kaki untuk memenuhi pasar domestik dan ekspor, ternyata lebih dari 100 pabrik menutup usahanya. Industri garmen sebagai salah satu sub sektor TPT yang paling banyak menyerap tenaga kerja
6
(29.4 persen), juga mengalami penurunan produksi hingga 29.2 persen atau setara dengan 116.9 ton.
Penurunan produksi industri TPT juga antara lain
terkait dengan kenaikan biaya-biaya produksi (bahan bakar minyak (BBM), tarif daftar listrik, tingkat upah, import duty). Sementara itu, perubahan perdagangan TPT dunia akan menimbulkan peluang dan sekaligus ancaman bagi industri TPT Indonesia. Peluang yang muncul adalah pangsa pasar negara-negara yang selama ini telindungi oleh sistem kuota akan menjadi terbuka. Sedangkan ancaman yang patut diperhitungkan industri TPT Indonesia adalah kompetisi yang ketat dari negaranegara eksportir TPT di dunia, seperti China, India, Bangladesh, Amerika Serikat, dan Uni Eropa. Di samping persaingan terbuka, penghapusan sistem kuota TPT juga mengubah peta pasar. Peritel atau pembeli besar di negara maju meskipun meningkatkan volume pembelian dari tahun ke tahun, tetapi juga mengurangi jumlah pemasoknya demi efisiensi dan risiko waktu pengantaran. Diperkirakan sampai dengan tahun 2010 jumlah pemasok TPT dunia tinggal 25 negara dari 150 negara (Inggi, 2004). Isu-isu non tarrif barrier, seperti transshipment dan dumping juga ikut mempengaruhi arus penetrasi perdagangan TPT dari negaranegara berkembang ke negara-negara maju. Begitu pula dengan pemberlakuan safeguard maupun embargo oleh suatu negara dapat mengubah orientasi penetrasi pasar negara tersebut. Dengan kondisi demikian, menarik untuk dikaji bagaimana posisi dan daya saing TPT Indonesia di pasar dunia, bagaimana perkembangan industri TPT dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, serta bagaimana prospek perkembangan industri TPT Indonesia.
7
1.3.
Tujuan dan Kegunaan Penelitian Tujuan penelitian secara umum adalah menganalisis perkembangan dan
prospek industri TPT Indonesia di pasar dunia. Sedangkan secara khusus, tujuan penelitian ini adalah, 1. Mengidentifikasi posisi dan daya saing ekspor TPT Indonesia di antara negara-negara pesaingnya. 2. Menganalisis perkembangan industri TPT Indonesia dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. 3. Menganalisis
prospek
perkembangan
industri
TPT
Indonesia
dan
keterkaitannya dengan pasar TPT dunia. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan untuk penyusunan kebijakan-kebijakan dalam mendukung perkembangan industri TPT Indonesia. 1.4.
Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian Dalam penelitian ini perkembangan kapas di dalam negeri, sebagai
bahan baku utama industri TPT, tidak diperhitungkan di dalam model. Selain itu, struktur biaya yang digunakan dalam model CMS dan model ekonomi adalah biaya di tingkat industri yang terwakili oleh harga, permintaan, dan penawaran terhadap seluruh produk, baik sebagai input produksi maupun sebagai output pada pasar. Output industri tekstil berupa serat, benang dan kain, dianggap homogen dan pada tahap selanjutnya digunakan sebagai input industri garmen. Data yang digunakan dalam model CMS dan data dalam model ekonomi diambil dari sumber dan satuan yang berbeda, walaupun sumber utama data (data main source) adalah United Nations (UN). Data harga tekstil dan garmen Indonesia, serta dunia yang digunakan bersifat umum, tidak didisagregasikan
8
berdasarkan jenis produk. Harga tekstil dan garmen dunia merupakan harga rata-rata dari beberapa negara produsen TPT dunia. Selain itu semua data TPT yang digunakan adalah TPT legal dan tercatat di dalam sumber data resmi, sehingga TPT selundupan tidak termasuk dalam penelitian ini. Sedangkan TPT bekas, khususnya impor garmen bekas, dimasukkan dalam model ekonomi sebagai peubah eksogen.