BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Industri pariwisata merupakan penyumbang devisa negara terbesar ke lima di Indonesia setelah minyak bumi, gas, batu bara, dan kelapa sawit (Badan Pusat Statistik, 2013: 3). Industri pariwisata adalah sumber devisa negara yang dapat diperbaharui dibandingkan dengan sumber daya alam yang akan habis apabila pemakaiannya tidak dikontrol. Oleh karena itu pemerintah diminta untuk fokus kepada perkembangan industri pariwisata Indonesia yang mulai dilirik oleh wisatawan asing seperti contohnya Bali, Raja Ampat, Lombok, dan Yogyakarta yang mulai kebanjiran turis mancanegara untuk berwisata dan tentunya menghasilkan devisa negara dari setiap transaksinya. Semakin banyaknya wisatawan asing yang masuk ke Indonesia tentu akan memberikan hasil positif dari segi perekonomian namun ada juga dampak negatif yang ditimbulkan. Dampak positif dari pembangunan pariwisata untuk sektor ekonomi adalah dampak terhadap penciptaan lapangan kerja, sumber devisa negara dan distribusi pembangunan secara spiritual. Sedangkan dampak negatif yang dihasilkan dari pariwisata adalah pariwisata dapat menimbulkan problem-problem besar seperti polusi air dan udara, kekurangan air, keramaian lalu lintas dan kerusakan dari pemandangan alam tradisional (Spillane 1994: 33). Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai salah satu provinsi di Indonesia menyuguhkan berbagai macam atraksi wisata yang dapat dijadikan daya tarik
1
2
wisata, bagi wisatawan domestik maupun mancanegara. Dalam UU nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan. Daya tarik wisata itu harus dikelola sedemikian rupa agar keberlangsungannya dan kesinambungannya terjamin. Menurut Ismayanti (2010: 150) Pariwisata alam merupakan segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata alam. Termasuk pengusahaan daya tarik wisata alam dan usaha-usaha yang terkait di bidang tersebut. Daya tarik wisata alam yang dimaksud berupa alam yang terbentuk karena hasil ciptaan Tuhan, seperti pantai, gunung, air. Tata lingkungan yang alami, misalnya danau dan tata lingkungan hasil budidaya manusia, seperti perkebunan dan peternakan. Ekowisata merupakan alternatif wisata alam yang mengedepankan aspek konservasi terhadap lingkungan, budaya, sejarah, dan peran aktif penduduk lokal untuk terlibat langsung dalam kegiatan ekowisata tersebut. Kegiatan ekowisata akhir-akhir ini menjadi tren baru berwisata oleh para pelaku pariwisata yang telah jenuh dengan konsep pariwisata yang telah ada. Kegiatan go green yang sedang dikampanyekan belakangan ini dianggap cocok dengan konsep ekowisata ini. Salah satu tempat wisata yang menerapkan konsep ekowisata adalah Gunung Api Purba Nglanggeran yang terletak di Desa Nglanggeran, Kecamatan Patuk, Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Kawasa ekowisata Gunung Api Purba Nglanggeran ini dikelola secara mandiri, professional, dan terlatih oleh Karang Taruna Bukit Putra Mandiri.
3
Dalam kaitannya dengan dampak pariwisata terhadap kehidupan sosialbudaya masyarakat, Pitana (2005: 32) menyebutkan bahwa ada banyak faktor lain yang ikut berperan dalam mengubah kondisi sosial dan budaya tersebut seperti, pendidikan, media masa, transportasi, komunikasi, maupun sektor-sektor pembangunan lainnya yang menjadi wahana dalam peubahan sosial-budaya, serta dinamika internal masyarakat itu sendiri. Dengan adanya kegiatan ekowisata pasti terdapat perubahan dari segi sosial-budaya yang mempengaruhi kehidupan masyarakatnya. Secara umum kawasan Gunung Api Purba Nglanggeran dikelola oleh karang taruna yang merupakan pemuda-pemuda desa tersebut, tentu ini sudah sejalan dengan konsep ekowisata yang melibatkan peran aktif masyarakat lokal dalam mengembangkan dan melestarikan kawasan objek wisata tersebut. Namun begitu masih perlu dilakukan analisis mendalam mengenai tingkat partisipasi masyarakat dalam kegiatan ekowisata di Gunung Api Purba Nglanggeran, serta kendala dan tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaannya.
4
1.2 RUMUSAN MASALAH Berdasarkan uraian yang terdapat pada latar belakang, maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana kondisi sosial-budaya masyarakat di kawasan Gunung Api Purba Nglanggeran ? 2. Bagaimana implementasi konsep ekowisata di kawasan Gunung Api Purba Nglanggeran ? 3. Bagaimana dampak perkembangan kegiatan wisata di kawasan Gunung Api Purba Nglanggeran terhadap kehidupan sosial-budaya masyarakatnya ? 1.3 TUJUAN MASALAH Tujuan dari dilaksanakannya penelitian ini adalah : 1. Mengetahui kondisi sosial-budaya masyarakat di kawasan Gunung Api Purba Nglanggeran 2. Mengetahui implementasi konsep ekowisata di kawasan Gunung Api Purba Nglanggeran 3. Mengetahui dampak perkembangan kegiatan wisata di kawsan Gunung Api Purba Nglanggeran terhadap kehidupan sosial-budaya masyarakatnya
5
1.4 MANFAAT PENELITIAN Hasil yang di peroleh dari penelitian ini diharapkan memiliki manfaat sebagai berikut : 1.
Manfaat Teoritis : Untuk bidang akademisi, penelitian ini diharapkan dapat memberikan
kontribusi akademis secara langsung terhadap studi
Pariwisata khususnya
pengembangan kawasan Gunung Api Purba Nglanggeran sebagai daerah tujuan wisata. 2.
Manfaat Praktis : Dalam hal praktis, penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan acuan bagi
Dinas Pariwisata Kabupaten Gunungkidul dalam
melakukan pembangunan
pariwisata khususnya pelibatan masyarakat Gunung Api Nglanggeran dalam pembangunan pariwisata di Yogyakarta. Selain itu hasil penelitian ini dapat dijadikan salah satu bahan pembenahan Dinas Pariwisata Kabupaten Gunungkidul dalam mengantisipasi ekspolitasi yang terjadi karena kegiatan kepariwisataan.
6
1.5 TINJAUAN PUSTAKA Penelitian tentang ekowisata dan aspek sosial-budaya yang pertama adalah penelitian yang dilakukan oleh Ernawati dkk (2006, LPPM UNS) tentang Pengaruh Sosial-Budaya Ekowisata Berbasis Masyarakat Terhadap Masyarakat Lokal di Taman Nasional Gunung Halimun. Dalam penelitian ini Ernawati dkk menyoroti tentang perubahan sosial ekonomi dan budaya yang menyangkut kehidupan masyarakat yang bertempat tinggal di tempat tersebut, baik perubahan yang bersifat positif (menguntungkan masyarakat) maupun yang bersifat negatif (merugikan masyarakat). Beberapa perubahan antara lain pada kesempatan atau peluangkerja untuk mendaatkan penghasilan tambahan (additional income) seperti menjadi pemandu atau pramuwisata serta menjadi jasa penyedia akomodasi maupun menyediakan layanan boga (makan dan minum) kepada para wisatawan yang datang ke kawasan Taman Nasional Gunung Halimun. (Ernawati, 2006, LPPM UNS) Penelitian lain dilakukan oleh Agusmanto, jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik, Universitas Diponogoro, pada tahun 2004 dengan judul Pengembangan Ekowisata Alam dan Budaya di Kabupaten Merangin Propinsi Jambi. Temuan dari penelitian yang dilakukan oleh Agusmanto adalah fenomena potensi ekowisata di Kabupaten Merangin, kondisinya tersebar di beberapa wilayah pengembangan seperti hutan alam, air terjun, danau, goa, peninggalan sejarah, adat budaya, dan keunikan suku Buku. Aksesbilitas kurang memadai sehingga butuh peningkatan pelayanan prasarana dan sarana transportasi. Alternatif ke depan pengembangan ekowisata agar bersinergi perlu
7
prasarana dasar seperti jalan berfungsi ganda yaitu melayani wisatawan ekowisata dan wilayah atau daerah terpencil yang dilewati jadi semacam mobilitas spasial. Penelitian berikutnya dilakukan oleh Setyadharma dkk dari Badan Kepegawaian Kabupaten Gunungkidul dengan judul Partisipasi Masyarakat Dalam Pengembangan Kawasan Wisata Gunung Api Purba Nglanggeran Kabupaten Gunungkidul. Hasil dari penelitian ini adalah peran masyarakat dalam aktivitas kepariwsataan lbih banyak dilibatkan padatahap pelaksanaan dan evaluasi kegiatan. Pada tahap perencanaan lebih banyak dilakukan oleh pada pengelola. Warga masyarakat dilibatkan dalam proses perencanaan apabila kegiatan yang direncanakan sudah memiliki konsep yang jelas. Faktor pendukung pastisipasi masyarakat adalah semangat gotong royong, memiliki masalah kehidupan
yang
sama
yaitu
kemiskinan,
dan
memiliki
forum
untuk
menyampaikan aspirasi. Sedangkan faktor penghambatnya adalah letak geografis yang berjauhan, profesi utama masyarakat sebagai petani, dan tngkat pendidikan masyarakat yang rendah. Perbedaan dari penelitian yang terdahulu dengan penelitian yang akan penulis lakukan adalah penulis mencari informasi dampak penerapan konsep ekowisata terhadap aspek sosial-budaya dalam pengembangan pariwisata dari segala elemen masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan Gunung Api Purba Nglanggeran. Mencari tahu dampak positif dan negatif serta apakah ada kesenjangan sosial yang telah terjadi di masyarakat pasca kawasan Gunung Api Nglanggeran menjadi kawasan objek daya tarik wisata.
8
1.6 LANDASAN TEORI 1.6.1 Pariwisata Alam Menurut Ismayanti (2010: 150) Pariwisata alam merupakan segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata alam. Termasuk penguasahaan daya tarik wisata alam dan usaha-usaha yang terkait di bidang tersebut. Daya tarik wisata alam yang dimaksud berupa alam yang terbentuk karena hasil ciptaan Tuhan, seperti pantai, gunung, air. Tata lingkungan yang alami, misalnya danau dan tata lingkungan hasil budidaya manusia, seperti perkebunan dan peternakan. Beberapa daya tarik wisata alam menurut Ismayanti (2010: 151) dibedakan sebagai berikut : a. Taman Nasional b. Cagar Alam c. Suaka Margasatwa d. Taman Wisata e. Taman Air f. Taman Hutan Raya g. Taman Safari Indonesia h. Kebun Binatang
9
1.6.2 Ekowisata Deklarasi Quebec, Canada pada tahun 2002 secara spesifik menyebutkan bahwa ekowisata merupakan suatu bentuk wisata yang mengadopsi prinsipprinsip pariwisata berkelanjutan yang membedakannya dengan bentuk wisata lain. a. Secara aktif menyumbang kegiatan konservasi alam dan budaya, b. Melibatkan masyarakat lokal dalam perencanaan, pengembangan, dan pengelolaan wisata serta memberikan sumbangan positif terhadap kesejahteraan mereka, c. Dilakukan dalam bentuk wisata independen atau diorganisasi dalam bentuk kelompok kecil. Dari definisi di atas dapat diindetifikasikan beberapa prinsip ekowisata (TIES, 2000),yakni sebagai berikut: a. Mengurangi dampak
negatif berupa kerusakan atau pencemaran
lingkungan dan budaya lokal akibat kegiatan wisata. b. Membangun kesadaran dan penghargaan atas lingkungan dan budaya di destinasi wisata, baik pada diri wisatawan, masyarakat local maupun wisata lainnya. c. Memberikan keuntungan finansial secara langsung bagi keperluan konservasi melalui kontribusi atau pengeluaran ekstra pengunjung. d. Memberikan keuntungan finansial dan pemberdayaan bagi masyarakat lokal dengan menciptakan produk wisata yang mengedepankan nilai-nilai lokal.
10
e. Menghormati hak asasi manusia dan perjanjian kerja, dalam arti memberikan kebebasan kepada wisatawan dan masyarakat lokal untuk menikmati atraksi wisata sebagai wujud hak azasi, serta tunduk pada aturan main yang adil dan disepakati bersama dalam pelaksanaan transaksi-transaksi wisata. Iwan Nugroho (2011: 132) menjelaskan, tujuan wisata khususnya ekowisata merupakan komponen terpenting yang diharapkan memberikan kepuasan, pengalamana berkesan atau gagasan atau pemikiran baru kepada wisatawan. Seorang pengunjung dengan pengalamannya tersebut bukan tidak mungkin selain akan ikut mempromosikan juga akan tertarik secara langsung berbisnis atau berinvestasi mengembangkan tempat tujuan tersebut. Pengalaman memperlihatkan bahwa sentuhan bisnis oleh wisatawan asing khususnya dapat memperbaiki
menejemen
dan
meningkatkan
industry
wisata.
Beberapa
expatriateyang tinggal di Indonesia senantiasa tertarik dengan dunia bisnis wisata. 1.6.3 Pariwisata Berkelanjutan Menurut Sharpley (2000: 8) menyatakan bahwa pariwisata berkelanjutan adalah hubungan triangulasi yang seimbang antara daerah tujuan wisata (host areas) dengan habitat manusianya, pembuatan paket liburan (wisata), dan industri pariwisata, dimana tidak ada satupun stakeholder dapat merusak keseimbangan. Pendapat yang hampir sama dikemukakan oleh Muller yang mengusulkan suatu istilah yaitu “magic pentagon” yang merupakan keseimbangan antara elemen-
11
elemen pariwisata, dimana tidak ada satu faktor atau stakeholder yang mendominasi. Prinsip dasar pembangunan pariwisata berkelanjutan menurut Sharpley (2000: 9-11) yang mengacu pada prinsip dasar pembangunan berkelanjutan. Pendekatan yang holistik sangat penting. Untuk diterapkan secara umum, pada sistem pariwisata itu sendiri dan khusus pada individu di daerah tujuan wisata atau sektor industri.
1.6.4 Sosial-Budaya Definisi sosial-budaya menurut Poerwadarminta (1961) mengemukakan bahwa sosial dimaknai sebagai segala sesuatu yang berhubungan dengan masyarakat atau kemasyarakatan. Sedangkan budaya adalah segala sesuatu yang mengandung cinta, rasa, dan karsa. Dengan kata lain sosial-budaya adalah segala hal yang diciptakan oleh manusia dengan pikiran dan budinya dalam kehidupan bermasyarakat. Sifat dan bentuk dari dampak sosial-budaya dipengaruhi oleh berbagai faktor. Pitana (2005: 118) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang ikut menentukan dampak sosial-budaya tersebut adalah sebagai berikut. a. Sifat-sifat atraksi wisata yang disajikan, apakah alam, situs arkeologi, budaya kemasyarakatan, dan seterusnya, b. Struktur dan fungsi dari organisasi kepariwisataan di DTW,
12
c. Perbedaan tingkat ekonomi dan perbedaan kebudayaan antara wisatawan dengan masyarakat lokal, d. Pebedaaan kebudayaan atau wisatawan dengan masyarakat lokal, e. Laju/kecepatan pertumbuhan pariwisata, f. Tingkat perkembangan pariwisata (apakah awal atau sudah jenuh), g. Tingkat pembangunan ekonomi DTW, h. Struktur sosial masyarakat lokal, 1.7 METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif kualitatif 1.7.1 Metode Pengumpulan Data Dalam proses penyusunan data, penulis melakukan, penulis melakukan beberapa cara diantaranya adalah 1. Penelitiaan kepustakaan, yaitu penelitian melalui perpustakaan. Kegiatan ini dilakukan untuk mencari dan menggali informasi dan teori yang relevan dan valid. Penelitian kepustakaan ini tidak hanya dilakukan melalui buku, melainkan juga media elektronik. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan informasi dan data yang terbaru hingga dapat memaksimalkan analisis variabel yang diteliti. 2. Melakukan observasi lapangan dan dokumentasi, yang menjadi obyek kajian penelitian yaitu objek wisata Gunung Api Purba Nglanggeran, serta
13
pengambilan data melalui dokumentasi yang telah dibuat oleh pengelola objek wisata tersebut dengan tujuan untuk dijadikan referensi 3. Wawancara, peneliti melakukan wawancara dengan berbagai narasumber di lapangan yang telah dipilih sesuai dengan peran dan pengaruhnya terhadap objek wisata tersebut. 1.7.2 Metode Analisis Data Setelah data yang terkumpul tentang dampak kegiatan ekowisata terhadap aspek sosial-budaya telah terkumpul, maka tahap selanjutnya adalah menganalisis data tersebut dengan cara deskriptif kualitatif, dengan penjambaran sebagai berikut : 1. Mendeskripsikan kegiatan ekowisata yang ada di lokasi penelitian 2. Mengamati perubahan sosial-budaya yang terjadi 2. Mendeskripsikan sistem pengelolaan yang ada di kawasan ekowisata tersebut 3. Mengamati peran pelibatan masyarakat yang berada di kawasa ekowisata tersebut 4. Melakukan perbandingan antara sebelum dan sesudah adanya objek wisata 1.8 SISTEMATIKA PENULISAN penelitian ini akan dibagi ke dalam empat bab dengan fokus pembahasan yang berbeda di setiap babnya. Setiap bab diharapkan memiliki korelasi satu
14
dengan yang lainnnya sehingga menjadi satu-kesatuan dengan tema yang diajukan oleh penulis. Bab pertama berisi latar belakang pengambilan tema, diikuti dengan perumusan masalah, lokasi penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, serta sistematika penulisan. Bab kedua berisi tentang gambaran umum mengenai kondisi wilayah di Desa
Nglanggeran,
Kecamatan
Patuk,
Gunungkidul,
Daerah
Istimewa
Yogyakarta. Bab ketiga berisi tentang deskripsi hasil analisis data tentang dampak penerapan konsep ekowisata serta peran aktif dari masyarakat sekitarnya. Bab empat berisi tentang kesimpulan dan saran dari seluruh kegiatan penelitian. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan referensi dan informasi tentang dampak kegiatan konsep ekowisata terhadap aspek sosial-budaya masyarakat di kawasan Gunung Api Purba Nglanggeran.