I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan kebijakan pemanenan ikan yang memberikan keuntungan maksimum dan berkelanjutan (tidak terjadi kepunahan dari populasi ikan yang dipanen) adalah hal yang sangat penting bagi industri perikanan. Para ilmuwan berusaha menyelesaikan permasalahan tersebut dengan berbagai cara, salah satunya adalah dengan memodelkan permasalahan tersebut secara matematis kemudian menyelesaikannya dengan menggunakan metode yang sesuai untuk model tersebut. Dalam tulisan ini akan dipelajari dinamika populasi dari model pertumbuhan dua spesies ikan yang berkompetisi yang bergantung tidak hanya pada sumberdaya eksternal tetapi juga bergantung pada spesies ketiga, yaitu sumberdaya yang dapat memperbaharui dirinya sendiri. Selain itu, pertumbuhan dari dua spesies ikan yang berkompetisi juga dipengaruhi oleh usaha pemanenan terhadap kedua spesies ikan tersebut. Permasalahan yang ditampilkan dalam tulisan ini diformulasikan dalam bentuk kontrol optimum untuk unit waktu takterbatas (infinite horizon). Calon solusi optimal diperoleh dengan menerapkan Prinsip Maksimum Pontryagin. Karya ilmiah ini merupakan rekonstruksi dari tulisan Chattopadhyay dan kawan-kawan yang berjudul A resource based competitive system in three species fishery.
1.2 Tujuan Tujuan penulisan karya ilmiah ini adalah: 1. melakukan analisis kestabilan titik tetap dan mengamati dinamika populasi ikan, 2. menganalisis model kebijakan pemanenan ikan yang dapat memberikan keuntungan maksimum dan berkelanjutan. 1.3 Metode dan Sistematika Penulisan Metode penulisan karya ilmiah ini adalah studi literatur. Karya ilmiah ini terdiri atas delapan bagian. Bagian pertama menjelaskan latar belakang masalah, tujuan, dan sistematika penulisan. Bagian kedua menyajikan landasan teori yang membahas sistem dinamika, teori modal, dan kontrol optimum. Bagian ketiga menyajikan modelmodel dasar yang membangun model yang akan dianalisis. Bagian keempat menyajikan pembahasan masalah dengan merekonstruksi model yang akan dianalisis. Bagian kelima menyajikan analisis kestabilan. Bagian keenam membahas masalah pemanenan maksimum. Bagian ketujuh menyajikan formulasi kebijakan pemanenan optimal yang dibuat dalam bentuk formulasi masalah kontrol optimum dan pembahasan penentuan calon solusi optimal dengan menerapkan prinsip maksimum Pontryagin. Bagian terakhir menyajikan kesimpulan tentang hasil yang diperoleh dari pembahasan sebelumnya.
II LANDASAN TEORI Beberapa landasan teori yang dibahas pada bab ini meliputi sistem persamaan diferensial (SPD), titik tetap, pelinearan dan konsep kestabilan, serta teori kontrol optimum yang disarikan dari berbagai sumber pustaka. 2.1 Sistem persamaan diferensial (SPD), nilai eigen, dan vektor eigen Definisi 1. (SPD Mandiri) Misalkan suatu sistem persamaan diferensial (SPD) dinyatakan sebagai dx = x = f ( x), x ∈ n dt dengan f fungsi kontinu dari x dan mempunyai turunan parsial kontinu. SPD tersebut disebut sistem persamaan diferensial
mandiri jika tidak mengandung t secara eksplisit di dalamnya. (Kreyszig, 1983) Definisi 2. (SPD Linear Orde Satu) Jika suatu sistem persamaan diferensial (SPD) dinyatakan sebagai x = Ax + b, x(0) = x0 , x ∈ R n
(2.1.1)
dengan A adalah matriks koefisien berukuran n × n , maka sistem tersebut dinamakan SPD linear orde 1 dengan kondisi awal x(0) = x0 . Sistem (2.1.1) disebut homogen jika b = 0 dan takhomogen jika b ≠ 0 . (Fisher, 1990)
1
2
Definisi 3. (Vektor Eigen dan Nilai Eigen) Jika A adalah suatu matriks n × n , maka n disebut suatu vektor taknol x pada vektor eigen dari A jika A x adalah suatu penggandaan skalar dari x ; yaitu, Ax = λx (2.1.2)
untuk suatu skalar λ . Skalar λ disebut nilai eigen dari A , dan x disebut suatu vektor eigen dari A yang berpadanan dengan λ . (Anton, 2000) Untuk mencari nilai λ dari matriks A , maka persamaan (2.1.2) dapat ditulis kembali sebagai ( A − λI ) x = 0 (2.1.3) dengan I matriks identitas. Persamaan (2.1.3) mempunyai solusi taknol jika dan hanya jika p (λ ) = det( A − λ I ) = A − λ I = 0 (2.1.4) Persamaan (2.1.4) disebut karakteristik dari matriks A .
persamaan (Anton, 2000)
2.2 Titik tetap, pelinearan dan kestabilan Definisi 4. (Titik Tetap dan Titik Biasa) Misalkan diberikan SPD taklinear berikut x = f ( x) : U ⊂
n
→
Definisi 6. (Titik Tetap Stabil Asimtotik Lokal) Titik x∗ dikatakan titik tetap stabil asimtotik lokal jika titik x∗ stabil dan terdapat ε > 0 sedemikian sehingga jika x∗ − x0 < ε
maka lim x ( t ) = x∗ , dengan x ( 0 ) = x0 . t →∞
(Szidarovszky & Bahill, 1998) Definisi 7. (Titik Tetap Stabil Asimtotik Global) Titik x∗ dikatakan titik tetap stabil asimtotik global jika titik x∗ stabil dan ∗ n x0 ∈ Ω ⊆ R , lim x ( t ) = x , dengan t →∞
x ( 0 ) = x0 .
(Szidarovszky & Bahill, 1998)
ε0
Takstabil Stabil
ε1 ε x
∗
Stabil asimtotik lokal
(2.2.1)
n
Titik x∗ dengan f ( x∗ ) = 0 disebut titik kritis atau titik tetap atau titik keseimbangan. Titik x pada bidang fase (2.2.1) yang bukan titik tetap, yaitu f ( x ) ≠ 0 , disebut titik biasa atau titik regular.
Stabil asimtotik global Gambar 1 Konsep Kestabilan dari Definisi 5, 6, dan 7.
(Tu, 1994) Definisi 5. (Titik Tetap Stabil) Misalkan x∗ adalah titik tetap sebuah SPD mandiri dan x ( t ) adalah solusi yang
memenuhi kondisi awal x ( 0 ) = x0 dengan ∗
∗
x0 ≠ x . Titik x dikatakan titik tetap stabil jika terdapat ε 0 > 0 yang memenuhi sifat berikut: untuk setiap ε1 , dengan 0 < ε1 < ε 0 , terdapat
ε > 0 sedemikian sehingga jika x − x0 < ε ∗
maka x∗ − x ( t ) < ε1 , untuk setiap t > t0 . (Szidarovszky & Bahill, 1998) Catatan: Norm x = x12 + x22 + ... + xn2
Definisi 8. (Titik Tetap Takstabil) Misalkan x∗ adalah titik tetap sebuah SPD mandiri dan x ( t ) adalah solusi yang
memenuhi kondisi awal x ( 0 ) = x0 dengan x0 ≠ x∗ . Titik x∗ dikatakan titik tetap takstabil jika terdapat ε 0 > 0 yang memenuhi sifat berikut: untuk sembarang ε , 0 < ε < ε 0 , terdapat x0
sedemikian sehingga jika x∗ − x0 < ε maka x∗ − x ( t ) ≥ ε 0 , untuk setiap t > t0 .
(Velhurst, 1990)
3
λ dengan bagian-bagian real nol, berarti Re ( λ ) ≠ 0 .
Definisi 9. (Titik Tetap Simple) Suatu titik tetap SPD taklinear dikatakan simple jika pada sistem linearnya ( Ax ) tidak
mempunyai nilai jika det A ≠ 0 .
eigen
nol,
(Tu, 1994) Teorema 1. (Teorema Taylor untuk n variabel) Misalkan f : Ω ⊂ n → dan segmen garis yang menghubungkan x0 dan x berada pada Ω.
yaitu
(Tu, 1994) Definisi 10. Titik Tetap Simple Hyperbolic Titik tetap simple dikatakan hyperbolic jika A pada Ax tidak memiliki nilai-nilai eigen
(
Jika x = ( x1 ,..., xn ) dan x0 = x1( ) ,..., xn ( 0
0)
)
maka
(
n
f ( x ) = f ( x0 ) + ∑ f i ( x 0 ) xi − xi ( i =1
(
1 n + ∑ f ijk ( x 0 ) xi − xi ( 0) 3! i , j , k =1
(x
i2
− xi2 (
0)
)( x
im
− xim (
0)
)( x
)+ R
m
j
0)
) + 2!1 ∑∑ f
− x j ( 0)
n
n
i =1 j =1
)( x
k
ij
( x0 ) ( xi − xi (0) ) ( x j − x j (0) )
)
− xk ( 0) + ... +
(
)
n 1 f i ,i ,...,i ( x0 ) xi1 − xi1 ( 0) ... ∑ m ! i1 ,i2 ,...,im =1 1 2 m
(x)
( 2.2.2 )
dengan Rm ( x ) =
(
n 1 0 f i1 ,i2 ,...,im+1 ( x 0 + ch ) xi1 − xi1 ( ) ∑ ( m + 1)! i1 ,i2 ,...,im+1 =1
)( x
i2
− xi2 (
0)
) ...( x
im+1
− xim+1 (
0)
)
(2.2.3)
untuk nilai c pada ( 0,1) dan h = x − x0 . (Grossman, 1995) Dengan memerhatikan sistem taklinear x = f ( x) pada (2.2.1) dan menggunakan
dengan
∗
ekspansi Taylor di sekitar titik tetap x , misalkan di titik asal ( 0, 0 ) untuk penyederhanaan, diperoleh x = Ax + ϕ ( x ) (taklinear)
(2.2.4)
dengan
lim
A ≡ Df ( x 1
⎢ ∂x1 ≡ ⎢⎢ ⎢ ∂f ( x∗ ) ⎢ n ⎢⎣ ∂x1 dan ϕ ( x)
lim ϕ ( x ) = 0 .
b≡
∂f1 ≡ a12 ∂x2
c≡
∂f 2 ≡ a21 ∂x1
d≡
∂f 2 ≡ a22 ∂x2
ϕ1 ( x1 , x2 )
r →0
)≡ ⎡ ∂f ( x ) ⎢
∂f1 ≡ a11 ∂x1
r
= lim
ϕ 2 ( x1 , x2 )
r →0
r
dengan
∗
∗
x →0
dan
a≡
Ax
∂f1 ( x∗ ) ⎤ ⎥ ∂xn ⎥ ⎡ a11 a1n ⎤ ⎥ ⎥≡⎢ ⎥ ⎥ ⎢ ann ⎥⎦ ∂f n ( x∗ ) ⎥ ⎢⎣ an1 ⎥ ∂xn ⎥⎦ sedemikian sehingga
pada
(2.2.4)
disebut
pelinearan dari (2.2.4) atau sistem yang dilinearkan yaitu x = Ax. (linear) (2.2.5) Untuk sistem pada bidang, U ⊂ R 2 diperoleh x = f ( x ) = Ax + ϕ ( x ) sebagai x1 = f1 ( x ) = ax1 + bx2 + ϕ1 ( x1 , x2 ) x2 = f 2 ( x ) = cx1 + dx2 + ϕ 2 ( x1 , x2 )
r = x12 + x22 ,
yaitu ϕ1 dan ϕ2 menjadi sangat kecil dan bisa diabaikan. Secara umum, untuk setiap titik tetap ∗ ∗ ( x , y ) ≠ ( 0, 0 ) , dapat didefinisikan variabelvariabel baru ξ ≡ ( x − x∗ ) dan η ≡ ( y − y ∗ ) ,
sehingga x = f ( x ) adalah ⎛ x ⎞ ⎛ ξ ⎞ ⎡ a b ⎤ ⎡ x − x∗ ⎤ ⎡ϕ1 (ξ ,η ) ⎤ +⎢ ⎥ ( 2.2.6 ) ⎜ ⎟≡⎜ ⎟=⎢ ⎥⎢ ∗⎥ ⎝ y ⎠ ⎝η ⎠ ⎣ c d ⎦ ⎣ y − y ⎦ ⎣ϕ 2 (ξ ,η ) ⎦
Persamaan (2.2.6) hanya menggambarkan perpindahan titik tetap dari ( 0, 0 ) ke titik
tetap taknol ( x∗ , y ∗ ) .
(Tu, 1994)
4
Matriks A pada (2.2.4) disebut sebagai matriks Jacobi atau biasa juga disebut sebagai matriks variasi. (Abell & Braselton, 2004) Teorema 2. (Teorema Pelinearan dari Hartman & Grobman) Misalkan sistem dinamik taklinear x = f ( x) pada (2.2.1) mempunyai titik tetap simple hyperbolic x∗ , dan misalkan titik tetap tersebut berada pada ( 0, 0 ) untuk penyederhanaan, maka pada U di sekitar x∗ ∈ n , bidang fase dari sistem taklinear (2.2.4) dan sistem hasil pelinearannya (2.2.5) adalah ekuivalen. (Tu, 1994) Misalkan λ j = α j ± i β j adalah nilai eigen dari matriks Jacobi A dengan Re λ j = α j dan Im ( λ j ) = β j . Kestabilan
( )
titik tetap simple hyperbolic mempunyai beberapa perilaku sebagai berikut: 1. Stabil Attractor, jika : a. Re λ j = α j < 0 dengan Im ( λ j ) = 0
( )
(2.2.7) untuk setiap j = 1, 2,3 . Lihat Gambar 2. b. Terdapat Re ( λ j ) = α j < 0 dengan Im ( λ j ) = 0 dan Re ( λk ) = α k < 0
dengan Im ( λk ) ≠ 0 untuk j = 1, 2,3 dan j≠k. Lihat Gambar 3.
(2.2.8)
2. Takstabil Repellor, jika : a. Re ( λ j ) = α j > 0 dengan Im ( λ j ) = 0 untuk setiap j = 1, 2,3. Lihat Gambar 4.
Gambar 2 Attractor (stabil).
b. Terdapat Re ( λ j ) = α j > 0 dengan Im ( λ j ) = 0 dan Re ( λk ) = αk > 0
dengan Im ( λk ) ≠ 0 untuk j = 1, 2,3 dan j≠k. Lihat Gambar 5.
(2.2.10)
3. Titik Sadel, jika : a. Terdapat Re λ j = α j > 0 dengan
( )
Im ( λ j ) = 0 dan Re ( λk ) = αk < 0
dengan Im ( λk ) ≠ 0 untuk j = 1, 2,3 dan j≠k. (2.2.11) Lihat Gambar 6. b. Terdapat Re λ j = α j > 0 dengan
( )
Im ( λ j ) = 0 dan Re ( λk ) = αk < 0
dengan Im ( λk ) = 0 untuk j = 1, 2,3 dan j≠k. (2.2.12) Lihat Gambar 7. c. Terdapat Re λ j = α j < 0 dengan
( )
Im ( λ j ) = 0 dan Re ( λk ) = α k > 0
dengan Im ( λk ) ≠ 0 untuk j = 1, 2,3 dan j≠k. (2.2.13) Lihat Gambar 8. d. Terdapat Re λ j = α j < 0 dengan
( )
Im ( λ j ) = 0 dan Re ( λk ) = αk > 0
dengan Im ( λk ) = 0 untuk j = 1, 2, 3 dan j≠k. Lihat Gambar 9.
(2.2.14) (Tu, 1994)
(2.2.9)
Gambar 3 Attractor (stabil).
5
Gambar 4 Repellor (takstabil).
Gambar 7 Titik Sadel.
Gambar 5 Repellor (takstabil).
Gambar 8 Titik Sadel.
Gambar 6 Titik Sadel.
Gambar 9 Titik Sadel.
Gambar 2 sampai 9 merupakan aliran-aliran hyperbolic dalam 3 dimensi.
2.3 Kestabilan Liapunov Dalam Matematika, kestabilan Liapunov sering digunakan untuk mempelajari masalah dinamika sistem. Berikut ini adalah definisi-definisi formal yang digunakan untuk membangun kestabilan Liapunov. Definisi 11. (Matriks Definit Positif) Suatu matriks simetriks real A disebut definit positif jika xT Ax > 0 untuk semua x taknol dalam n . (Leon, 2001)
Teorema 3 Misalkan A adalah matriks simetrik real berorde n × n . Maka A adalah definit positif jka dan hanya jika semua nilai-nilai eigennya adalah positif. (Leon, 2001) Definisi 12. (Fungsi Liapunov) Suatu fungsi bernilai real dan terturunkan V ( x ) pada titik x di sekitar x , untuk penyederhanaan misalkan x = 0 , sedemikian sehingga V (x) ≥ 0 , V ( 0) = 0 yaitu
6
V ( x ) = 0 jika dan hanya jika x = x ( = 0 ) ,
disebut fungsi Liapunov. (Tu, 1994) Definisi 13. (Fungsi Definit Positif/Negatif dan Semidefinit Positif/Negatif) Misalkan V (x) adalah fungsi bernilai real dengan x adalah ( x1 , x2 ,..., xn ) . V ( x ) adalah definit positif (negatif) pada daerah S di sekitar titik asal jika V ( x ) > 0 (V ( x ) < 0) untuk semua x ≠ 0 pada S, dan V(0) = 0 .
2.4 Keterbatasan, Kekontinuan, Kemonotonan Fungsi dan Kekonvergenan Integral Takwajar Definisi 14. (Fungsi Terbatas) Suatu fungsi f : A → B disebut terbatas jika terdapat bilangan real M > 0 sedemikian sehingga f ( x ) ≤ M untuk setiap x ∈ A . (Zipse, 1987) Definisi 15. ( Fungsi Kontinu) Suatu fungsi f dikatakan kontinu di c jika
V ( x ) adalah semidefinit positif (negatif)
pada daerah S di sekitar titik asal jika V ( x ) ≥ 0 (V ( x ) ≤ 0) untuk semua x ≠ 0 pada S, dan V(0) = 0 . ( Smith, 1987) Teorema 4. (Stabil Seragam) Misalkan x* ( t ) , t ≥ t0 adalah solusi nol dari sistem x = X(x) , dan X(0) = 0 , maka x* ( t ) adalah stabil seragam untuk
t ≥ t0 jika
terdapat fungsi bernilai real V ( x ) pada daerah di sekitar x = 0 dengan : (i) V ( x ) dan turunan-turunan parsialnya kontinu; ( ii ) V ( x ) adalah definit positif; ( iii ) V ( x ) adalah semidefinit negatif. Teorema 5. (Stabil Asimtotik Lokal dan Global) Misalkan semua kondisi pada Teorema 4 dipenuhi, kecuali ( iii ) diganti oleh ( iii)’ V ( x ) adalah definit negatif
2.
f ( c ) ada.
3.
lim f ( x ) = f ( c ) .
x →c
x →c
Definisi 16. (Kontinu Bagian demi Bagian) Fungsi yang mempunyai sejumlah berhingga titik ketakkontinuan disebut fungsi yang kontinu bagian demi bagian (piecewise continuity). (Stewart, 1991) Definisi 17. (Kemonotonan) Misalkan f terdefinisi pada selang I (terbuka, tertutup, atau tak satupun). Fungsi f dikatakan i. naik pada I jika untuk setiap pasang bilangan x1 dan x2 dalam I , x1 < x2 ⇒ f ( x1 ) < f ( x2 )
ii.
turun pada I jika untuk setiap pasang bilangan x1 dan x2 dalam I , x1 < x2 ⇒ f ( x1 ) > f ( x2 )
Catatan:
disebut fungsi Liapunov lemah, sedangkan fungsi yang memenuhi Teorema 6 disebut fungsi Liapunov kuat. ( Smith, 1987)
lim f ( x ) ada.
Jika salah satu dari ketiga syarat tersebut takterpenuhi maka f dikatakan takkontinu. Titik dimana fungsi f takkontinu disebut titik ketakkontinuan (discontinuity) dari f . (Stewart, 1991)
maka solusi nol-nya adalah stabil asimtotik.
1. Daerah di sekitar titik asal disebut domain kestabilan asimtotik, atau domain atraksi. 2. Ketika domain atraksinya adalah seluruh bidang x , maka sistemnya disebut stabil asimtotik global. 3. Fungsi V ( x ) yang memenuhi Teorema 5
1.
(Purcell, 1999) Teorema 6 Misalkan fungsi f kontinu pada [ a, b ] dan terturunkan pada ( a, b ) . f ′ ( x ) > 0 untuk setiap x pada
i.
Jika
ii.
( a, b ) , maka f Jika f ′ ( x ) < 0 ( a, b ) , maka f
naik pada [ a, b ] . untuk setiap x pada turun pada [ a, b ] . (Purcell, 1999)
7
Definisi 18. (Integral Takwajar) t
Jika
∫ f ( x ) dx ada untuk setiap
t ≥ a , maka
a
∞
∫ a
t
f ( x ) dx = lim ∫ f ( x ) dx t →∞
(2.4.1)
a
dengan syarat limitnya ada (sebagai bilangan berhingga). Jika limitnya ada maka integral pada (2.4.1) disebut konvergen. (Stewart, 1991) 2.5 Solusi Persamaan Diferensial Biasa dengan Metode Operator D Persamaan diferensial berorde n dengan koefisien-koefisien konstan dapat dituliskan sebagai an y n + an −1 y n −1 + … + a1 y + a0 = Q . (2.5.1) d sehingga persamaan (2.5.1) dx dapat dituliskan kembali sebagai persamaan (2.5.2) berikut ( an D n + an −1 D n −1 + … + a1 D + a0 ) y = Q.
Misalkan D ≡
dengan Q adalah fungsi dari x . Solusi umum dari persamaan (2.5.2) berbentuk y = CF + PI dengan CF (Complementary Function) mengandung n konstanta sembarang dan PI (Particular Integral) yang tidak mengandung konstanta sembarang. Persamaan (2.5.2) dapat ditulis dalam bentuk f ( D) y = Q , (2.5.3) dengan f ( D ) adalah polinomial berderajat n . Untuk kasus Q = 0 , dengan menyusun persamaan bantu (Auxiliary Equation) diperoleh solusi dari persamaan (2.5.3) yang biasa disebut CF . Sedangkan untuk 1 Q adalah menentukan PI dimisalkan f ( D) fungsi dari x
(Q ≠ 0)
sedemikian sehingga
⎛ 1 ⎞ f ( D ) ⎜⎜ Q ⎟⎟ = Q , ⎝ f ( D) ⎠
(2.5.4)
maka y=
1 Q f ( D)
sebagai operator yang dioperasikan pada Q , untuk menghasilkan PI . Untuk kasus Q = eα x dengan α adalah konstanta, aturan turunan memberikan hasil sebagai berikut DQ = Deα x = α eα x (2.5.6)
( D + a ) eα x = Deα x + aeα x = α eα x + aeα x = (α + a ) eα x .
(2.5.7)
Dari (2.5.6) dan (2.5.7) dapat disimpulkan f ( D ) eα x = f (α ) eα x , sehingga 1 1 eα x = eα x , f (α ) ≠ 0 . f ( D) f (α ) (Bajpai, 1970) Contoh. Carilah solusi umum dari persamaan diferensial 3 y ′′ − y ′ − 4 y = 5e 2 x . (2.5.8) Jawab. CF diperoleh dari 3 y ′′ − y ′ − 4 y = 0 persamaan bantunya adalah 3β 2 − β − 4 = 0 4 , adalah akar-akar 3 persamaan bantu. Oleh karena itu diperoleh
dan
β1 = −1, β 2 =
CF = A1e β1 + A2 e β2 4
x
= A1e − x + A2 e 3 ,
konstanta
sembarang.
dengan Misalkan
A1 , A2 D≡
d , dx
maka persamaan (2.5.8) menjadi ( 3D 2 − D − 4 ) y = 5e2 x . PI diperoleh dari 5e2 x y= ( 3D 2 − D − 4 )
= 5.
1 3( 2) − ( 2) − 4 2
e2 x
5 2x e . 6 Jadi solusi umum dari persamaan diferensial (2.5.8) adalah y = CF + PI =
(2.5.5)
adalah solusi PI dari persamaan (2.5.3). 1 pada persamaan (2.5.5) bertugas f ( D)
4 x 5 = A1e − x + A2 e 3 + e 2 x , dengan A1 , A2 6 konstanta sembarang.
8
∞
2. 6 Kontrol Optimum Dalam suatu masalah ekonomi yang berkembang menurut waktu, sistem pada waktu t dapat diungkapkan dengan peubah keadaan (state variabel) x1 ( t ) ,..., xn (t ) atau dalam bentuk vektor x ( t ) ∈
. Dengan nilai
t yang berbeda, vektor x ( t ) menempati
posisi yang berbeda di ruang . Dinamika sistem dapat dinyatakan secara matematik melalui persamaan diferensial: (2.6.1) x = f ( x ( t ) ,U ( t ) , t ) dx . Misalkan diketahui keadaan dt sistem pada waktu t0 , x ( t0 ) = x0 ∈ . Jika
dengan x =
dipilih
peubah
kontrol
U (t ) ∈
yang
terdefinisi untuk t ≥ t0 , maka diperoleh persamaan diferensial orde satu dengan peubah taktentu x ( t ) . Karena x0 diberikan maka (2.6.1) mempunyai solusi tunggal. Solusi yang diperoleh merupakan respon terhadap kontrol U yang dilambangkan dengan xU ( t ) . Dengan memiliki fungsi kontrol yang sesuai, berbagai solusi dapat diperoleh. Agar solusi yang diperoleh adalah solusi yang diinginkan, diperlukan adanya kriteria bagi solusi yang diinginkan, artinya untuk setiap kontrol U ( t ) dan responnya state
maks u (.) ∫ f 0 ( t , x, u ) dt , terhadap kendala x = f ( x, u ) v.e.
J (U ) =
∫ f ( x (t ) ,U (t ) , t ) dt 0
(2.6.2)
t0
dengan f 0 fungsi yang diberikan. T tidak
harus fixed (ditentukan) dan x (T ) mempunyai
kondisi tertentu. Di antara semua fungsi/peubah kontrol yang diperoleh ditentukan salah satu sehingga J menjadi maksimum. Kontrol yang bersifat demikian disebut kontrol optimum. (Tu, 1993) Berikut ini akan dibahas prinsip maksimum Pontryagin untuk masalah kontrol optimum dengan horizon waktu takberhingga. Teorema 7. Misalkan diberikan seperti berikut
suatu
permasalahan
(virtually
everywhere),
u ∈ U , x ( 0 ) = x0 ,
(2.6.4)
lim xi ( t ) = x ,
(2.6.5)
i
t →∞
i = 1,… , m .
U adalah himpunan yang berada di
m
,
∂fi , ∂x i = 0,… , n , kontinu, demikian juga dengan ∂f 0 , dan v.e. (virtually everywhere) berarti ∂t terdefinisi di mana-mana, kecuali di sejumlah berhingga titik. Diasumsikan bahwa ( x∗ ( t ) , u ∗ ( t ) ) fi :
n
→ ,
i = 0,… , n ,
dan
fi
adalah solusi optimal di antara semua pasangan ( x (.) , u (.) ) yang memenuhi (2.6.4), (2.6.5), dan integral pada (2.6.3) konvergen, dengan u (.) kontinu bagian demi bagian pada setiap interval. Diasumsikan juga bahwa ∞
f 0 (t + σ , x ∗ (t ) , u ∗ (t )) d (t )
∫ 0
setiap σ
ada
( −ε , ε ) ,
pada interval
untuk
sehingga
untuk fungsi α ( t ) yang kontinu bagian demi bagian, berlaku
∂f 0 ( t + σ , x∗ ( t ) , u ∗ ( t ) ) ∂t
x ( t ) dihubungkan dengan fungsi T
(2.6.3)
0
≤ α ( t ) untuk setiap ∞
δ ∈ ( −ε , ε ) , t ∈ [ 0, ∞ ) dan
∫
α (t )dt < ∞ .
0
Maka terdapat pasangan
( p , p (t )) ≠ 0 0
( p , p (t )) , 0
p0 ≥ 0,
untuk setiap t , sedemikian
sehingga p ( t ) adalah solusi kontinu dari persamaan adjoint p = − H x ( t , x∗ ( t ) , u ∗ ( t ) , p ( t ) ) v.e.,
(2.6.6)
dengan H = p0 f 0 ( t , x, u ) + p ( t ) f ( x, u ) . Selanjutnya maks u H ( t , x∗ ( t ) , u ( t ) , p ( t ) )
= H ( t , x∗ ( t ) , u ∗ ( t ) , p ( t ) ) v.e.
dan lim H ( t , x∗ ( t ) , u ∗ ( t ) , p ( t ) ) = 0. t →∞
(2.6.7) (2.6.8)
(Seierstad, 2002)