1
I.
1.1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Penggunaan plastik telah meluas hampir ke seluruh bidang kehidupan.
Berbagai produk dan peralatan dihasilkan dari bahan plastik karena dinilai lebih ekonomis, tidak mudah pecah, fleksibel, dan ringan. Menurut Asosiasi Industri Ofelin Aromatik dan Plastik Indonesia (Inaplas) tahun 2012 dalam Kasmiati, 2013, penggunaan plastik pada tahun 2013 mencapai 10,75kg/kapita. Potensi peningkatan permintaan plastik kemasan masih cukup besar, yakni sekitar 4,6 juta ton/tahun dengan pertumbuhannya sekitar 5% pertahun. Penggunaan plastik sebagai bahan kemasan telah menimbulkan masalah lingkungan. Sampah plastik semakin lama semakin menumpuk, karena sampah plastik tidak mudah hancur oleh kondisi lingkungan, baik oleh cuaca hujan, cahaya matahari dan mikroba yang hidup di tanah (Hasan, 2006). Plastik yang selama ini dipakai berasal dari minyak bumi, gas alam, dan batu bara. Bahan dasar tersebut mulai mengalami pengurangan di alam serta tidak bisa diperbarui. Selain itu penggunaan plastik yang berasal dari minyak bumi, gas alam dan batu bara akan meningkatkan pencemaran lingkungan seperti pencemaran tanah (Darni et al., 2008). Salah satu cara yang dapat dilakukan yaitu mengembangkan bahan plastik biodegradable (bioplastik). Bioplastik ini dapat diuraikan mikroorganisme secara alami menjadi senyawa yang lebih sederhana. Pengembangan bahan bioplastik menggunakan bahan alam yang terbaharui (renewable
resources) yang sangat
diharapkan (Hardaning, 2001). Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat
2
bioplastik adalah senyawa-senyawa yang terdapat pada tanaman seperti pati, selulosa, dan lignin, serta pada hewan seperti kitosan, kasein dan kitin (Averous, 2004). Di beberapa negara maju, bioplastik sudah diproduksi secara komersial. Namun di Indonesia sendiri pemanfaatan bahan alam terbarui untuk bahan baku pembuatan plastik belum optimal. Pati merupakan salah satu senyawa bahan alam terbaharui yang paling banyak dikembangkan untuk plastik. Potensi penggunaan pati sebagai bahan bioplastik berkisar 80-95% dari pasar bioplastik yang ada. Sumber pati yang baik digunakan yaitu pati ubi kayu (singkong), gandum dan kentang (Vilpoux and Averous, 2006), Firdaus dan Anwar (2014), menyatakan jenis pati yang potensial sebagai bahan baku plastik biodegradable adalah pati singkong atau tapioka. Ketersedian singkong di Indonesia cukup tinggi, Data Badan Pusat Statistik (BPS) 2013 menyatakan produksi singkong mencapai 24 juta ton. Hal ini menyisakan permasalahan lingkungan, yaitu limbah berupa kulit singkong. Kulit singkong mencapai 10-20 % dari umbi, dan lapisan periderm mencapai 0,5-2,0 % dari total berat umbi, lapisan cortex yang berwarna putih mencapai 8-19,5% (Supriadi, 1995). Dengan data tersebut maka limbah kulit singkong mencapai 2,4 juta ton – 4,8 juta ton per tahun. Berdasarkan penelitian pendahuluan dari 1 kg kulit singkong diperoleh pati sebesar 9% dengan demikian potensi pati dari kulit singkong mencapai 172.800 ton – 421.200 ton per tahun. Grace (1997) menyatakan dalam 100 gram kulit singkong mengandung pati 15-20 gram. Potensi pati kulit singkong yang sangat besar dapat dikembangkan menjadi bahan baku bioplastik.
3
Beberapa penelitian terdahulu telah dilakukan untuk menghasilkan bioplastik dari pati kulit singkong, namun masih terdapat beberapa kekurangan pada kekuatan tarik dan persen pemanjangan saat putus yang masih rendah. Anita et al (2013) menyatakan bahwa nilai kuat tarik dan persen perpanjangan saat putus bioplastik dari pati kulit singkong dengan penambahan pati lebih dari 5 gram dan 4 ml gliserol yaitu 0,02 MPA dan persen perpanjangan saat putus 3,5 %. Salah satu cara untuk meningkatkan sifat mekanik bioplastik ini adalah dengan mencampur pati dan biopolimer lain atau disebut membentuk komposit. Biopolimer yang dapat digunakan yaitu kitosan, selulosa dan protein. Kitosan baik digunakan karena kitosan mempunyai sifat yang baik untuk dibentuk menjadi plastik dan mempunyai sifat antimikrobakterial. Kitosan juga mudah terdegradasi dan mudah digabungkan dengan material lainnya (Dutta et al., 2009). Penambahan plasticizier juga dapat membantu meningkatkan sifat mekanik plastik khususnya sifat elongasinya (Ban, 2006). Salah satu plasticizier yang baik digunakan yaitu gliserol. Gliserol merupakan plastizicer yang bersifat hidrofilik, sehingga cocok untuk bahan pembentuk plastik yang bersifat hidrofilik seperti pati (Gontard et al., 1993). Hasil penelitian pendahuluan menghasilkan penambahan kitosan 2,5 gram dan pati 2,5 gram menghasilkan film plastik yang kaku dan memiliki warna yang kurang baik yaitu cendrung kuning kecoklatan. Selain itu dalam proses pencampuran kitosan dengan pati memerlukan waktu pencampuran yang lama, karena campuran kitosan dan pati yang sangat kental. Hal ini disebabkan perbandingan antara pati dan kitosan yang sama. Hartatik (2014) menyatakan penambahan kitosan untuk menghasilkan sifat mekanik yang baik yaitu antara 1% sampai 2%. Penambahan gliserol 3 gram
4
pada campuran gel pati dan gel kitosan menghasilkan film plastik dengan kuat tarik masih rendah dan mudah sobek. Penambahan plasticizier yang terlalu banyak akan menurunkan nilai kuat tarik dari film plastik (Gontard et al.,1993). Untuk mengatasi hal tersebut perlu dilakukan penelitian dengan penggunaan konsentrasi kitosan yang lebih rendah dari 2,5 gram dan penggunaan konsentrasi pati yang lebih tinggi dari 2,5 gram serta penggunaan plasticizier gliserol dengan konsentrasi kurang dari 3 gram. 1.2 Perumusan Masalah Berdasakan uraian latar belakang diatas dapat dihasilkan rumusan masalah sebagai berikut: 1.
Bagaimanakah pengaruh campuran bahan komposit dan konsentrasi gliserol terhadap karakteristik bioplastik dari pati kulit singkong dan kitosan?
2.
Berapakah campuran bahan komposit dan konsentrasi gliserol yang dapat menghasilkan karakteristik bioplastik dari pati kulit singkong dengan kitosan yang terbaik?
1.3 Hipotesis 1.
Campuran bahan komposit dan konsentrasi gliserol berpengaruh terhadap karakteristik komposit bioplastik dari pati kulit singkong dan kitosan.
2.
Campuran bahan komposit dan konsentrasi gliserol tertentu menghasilkan karakteristik bioplastik dari pati kulit singkong dan kitosan yang terbaik.
5
1.4 Tujuan Penelitian 1.
Mengetahui pengaruh campuran bahan komposit dan konsentrasi gliserol terhadap karakteristik komposit bioplastik dari pati kulit singkong dan kitosan.
2.
Menentukan campuran bahan komposit dan konsentrasi gliserol yang tepat untuk menghasilkan karakteristik komposit bioplastik dari pati kulit singkong dan kitosan yang terbaik.
1.5 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan memberikan informasi mengenai proses ekstraksi pati dari kulit singkong, memberikan informasi pemanfaatan pati kulit singkong dan kitosan dalam pembuatan bioplastik komposit dan mengetahui konsentrasi komposit dan gliserol yang tepat pada pembuatan plastik, sehingga menghasilkan plastik dengan sifat mekanik yang baik dan mudah terdegradasi.