1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pertumbuhan
ekonomi
dan
industri
dapat
dilihat
tolak
ukur
keberhasilannya dari beberapa faktor, antara lain ditandai dengan banyaknya produk dan ragam yang dihasilkan dan yang menjadi sasaran dari produk-produk tersebut adalah konsumen. Dalam kurun waktu sekarang ini pertumbuhan penggunaan kendaraan bermotor di Indonesia sangat mengalami peningkatan yang sangat drastis. Hal tersebut dapat dilihat dari tingkat kemacetan yang semakin parah diberbagai kota-kota di Indonesia. Tingkat pendapatan konsumen ikut mempengaruhi perkembangan perdagangan yang memasarkan produk-produk tersebut. Apabila pendapatan konsumen tinggi, kemampuan daya beli tunai besar, tetapi ragam kebutuhan yang meningkat juga dapat mempengaruhi daya beli tunai. Jika pendapatan konsumen rendah, maka kemampuan daya beli juga rendah. Kemampuan daya beli masyarakat yang rendah serta persaingan yang semakin ketat diantara para Agen Tunggal Pemegang Merk (ATPM) dalam mempermudah pemilikan kendaraan, hal ini membuat kebutuhan akan keinginan mendapatkan sesuatu guna kepentingan masing-masing cenderung meningkat. Apalagi kegiatan ekonomi berlangsung dengan sangat pesat dan sifatnya yang kompetitif, membuat kebutuhan akan dana dan kepemilikan suatu barang sebagai
2
modal kerja cenderung meningkat. Oleh sebab itu lembaga perbankan saja tidak mencukupi kebutuhan yang sangat kompleks saat ini, maka perlu dicari alternatif pembiayaan yang lain. Disinilah kemudian muncul lembaga-lembaga keuangan sebagai perantara yang menjembatani antara pihak yang kelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana, sehingga dapat dikatakan bahwa lembaga keuangan merupakan perantara keuangan masyarakat. Lembaga keuangan di Indonesia dapat dibedakan menjadi dua, yaitu Lembaga Keuangan Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank. Bank merupakan salah satu bentuk lembaga keuangan yang bertujuan untuk memberikan kredit, pinjaman dan jasa-jasa keuangan lainnya, sehingga dapat dikemukakan bahwa fungsi bank pada umumnya adalah melayani kebutuhan pembiayaan dan melancarkan mekanisme sistem pembayaran bagi banyak sektor perekonomian. Pada kenyataannya lembaga keuangan yang disebut “bank” ini tidak cukup ampuh untuk menanggulangi berbagai keperluan dana dalam masyarakat, mengingat keterbatasan jangkauan penyebaran kredit dan keterbatasan sumber dana yang dimiliki. Hal ini semakin nyata terlihat dari banyaknya bank-bank yang ambruk dan dilikuidasi. Menyikapi berbagai kelemahan yang terdapat pada lembaga keuangan “bank” dalam menyalurkan kebutuhan dana, maka muncul lembaga keuangan bukan bank yang merupakan lembaga penyandang dana yang lebih fleksibel dan moderat daripada bank yang dalam hal-hal tertentu tingkat risikonya bahkan lebih tinggi. Lembaga inilah yang kemudian dikenal sebagai “lembaga pembiayaan”,
3
yang menawarkan model-model formulasi baru dalam hal penyaluran dana terhadap pihak-pihak yang membutuhkan. Pengertian lembaga keuangan bukan bank, dapat dilihat dalam Pasal 1 angka (4) Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan, Lembaga Keuangan bukan bank, adalah badan usaha yang melakukan kegiatan di bidang keuangan yang secara langsung atau tidak langsung menghimpun
dana,
dengan
jalan
mengeluarkan
surat
berharga
dan
menyalurkannya ke dalam masyarakat guna membiayai investasi perusahaanperusahaan.1 Adapun maksud dari dikeluarkannya keputusan tersebut, adalah dalam rangka menunjang pertumbuhan ekonomi dipandang perlu untuk memperluas sarana penyediaan dana yang dibutuhkan masyarakat, sehingga peranannya sebagai sumber dana pembangunan semakin meningkat.2 Menurut keputusan tersebut bidang usaha dari Lembaga Pembiayaan itu meliputi: 1. Sewa Guna Usaha (Leasing) 2. Modal Ventura (Ventura Capital) 3. Perdagangan Surat Berharga (Securitas Company) 4. Anjak Piutang (Factoring) 5. Usaha Kartu Kredit (Credit Card) 6. Pembiayaan Konsumen (Consumer Finance)3
1
Munir Fuady, 2000, Hukum Tentang Pembiayaan Dalam Teori dan Praktek, Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 200 2 Retnowulan Sutantio, 1994, Perjanjian Pembiayaan Konsumen, dalam Pustaka Peradilan Proyek Pembinaan Tehnis Yustisial Mahkamah Agung RI, Jakarta, hlm.1 3 Pasal 2 Keppres No. 61 Tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan
4
Dari berbagai bidang usaha lembaga pembiayaan tersebut di atas, yang sama pentingnya dengan bidang-bidang usaha dari lembaga pembiayaan lainnya adalah Pembiayaan Konsumen, atau yang di kenal dengan istilah Consumer Finance. Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 448/KMK.017/2000 tentang Perusahaan Pembiayaan, dijelaskan bahwa pembiayaan konsumen sebagai suatu kegiatan yang “dilakukan dalam bentuk penyediaan dana bagi konsumen untuk pembelian barang, yang pembayarannya dilakukan secara angsuran atau berkala oleh konsumen”.4 Jenis pembiayaan konsumen sudah cukup populer dalam dunia bisnis di Indonesia, mengingat sifat dan transaksi pembiayaan konsumen tersebut mampu menampung masalah-masalah yang tidak dapat dipecahkan dengan jenis pembiayaan yang biasa dari bank-bank. PT. Clipan Finance Indonesia, merupakan salah satu perusahaan pembiayaan yang melakukan kegiatan usahanya di bidang pembiayaan konsumen (consumer finance), yang berfokus pada pembiayaan kendaraan bermotor roda empat, kendaraan bermotor roda dua kelas premium. Kegiatan pembiayaan dilakukan melalui sistem pemberian kredit yang pembayarannya oleh konsumen dilakukan secara angsuran atau berkala.
4
Abdulkadir Muhammad, 1999, Hukum Perusahaan Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 315
5
Perjanjian pembiayaan konsumen pada PT. Clipan Finance Indonesia, merupakan perjanjian hutang piutang antara pihak PT. Clipan Finance Indonesia dan pihak konsumen dengan penyerahan barang secara fidusia, dalam arti penyerahan barang tersebut dilakukan berdasarkan atas kepercayaan. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mewajibkan perusahaan pembiayaan kendaraan bermotor (multifinance) untuk mendaftarkan hak milik atas kendaraan bermotor secara kepercayaan (fidusia). Fidusia, adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda. Hal ini ditetapkan dalam Peraturan
Menteri
Keuangan
(PMK)
Nomor
130/PMK.010/2012
yang
diundangkan pada 7 Agustus 2012 tentang Pendaftaran Jaminan Fidusia Bagi Perusahaan Pembiayaan Yang Melakukan Pembiayaan Konsumen Untuk Kendaraan Bermotor Dengan Pembebanan Jaminan Fidusia. Peraturan ini mulai berlaku pada 7 Oktober 2012. Perusahaan pembiayaan wajib mendaftarkan jaminan fidusia dimaksud, guna memberikan kepastian hukum bagi perusahaan pembiayaan dan konsumen. Sehubungan dengan penyerahan hak milik atas kendaraan bermotor dari konsumen secara kepercayaan (fidusia) kepada perusahaan pembiayaan.5
5
httpeconomy.okezone.comread2012092720695835perusahaan-multifinance-wajibdaftarkan-jaminan-fidusia, diakses tanggal 19 februari 2014
6
Peraturan Menteri Keuangan mewajibkan pendaftaran jaminan fidusia berlaku pula bagi perusahaan pembiayaan yang melakukan pembiayaan konsumen kendaraan bermotor berdasarkan prinsip syariah, atau pembiayaan konsumen kendaraan bermotor yang pembiayaannya berasal dari pembiayaan penerusan (channeling) atau pembiayaan bersama (joint financing). Perusahaan pembiayaan wajib mendaftarkan jaminan fidusia pada kantor pendaftaran fidusia paling lama 30 hari kalender terhitung sejak tanggal perjanjian pembiayaan konsumen. Selain itu, perusahaan multifinance dilarang melakukan penarikan benda jaminan fidusia berupa kendaraan bermotor, apabila kantor pendaftaran
fidusia
belum
menerbitkan
sertifikat
jaminan
fidusia
dan
menyerahkannya kepada perusahaan multifinance. Penarikan benda jaminan fidusia berupa kendaraan bermotor oleh perusahaan multifinance wajib memenuhi ketentuan dan persyaratan sebagaimana diatur dalam undang-undang mengenai jaminan fidusia dan telah disepakati oleh para pihak dalam perjanjian pembiayaan konsumen kendaraan bermotor. Perusahaan yang melanggar ketentuan tersebut, akan dikenakan sanksi administratif secara bertahap berupa peringatan, pembekuan kegiatan usaha, dan pencabutan izin usaha. Sanksi peringatan diberikan secara tertulis paling banyak tiga kali berturut-turut dengan masa berlaku masing-masing 60 hari kalender. Sanksi pembekuan kegiatan usaha diberikan secara tertulis yang berlaku selama jangka waktu 30 hari kalender sejak surat sanksi pembekuan diterbitkan. Dalam hal sampai dengan berakhirnya jangka waktu pembekuan kegiatan usaha
7
dimaksud, perusahaan pembiayaan tidak juga memenuhi ketentuan yang berlaku, maka Menteri Keuangan dapat mencabut izin usaha perusahaan pembiayaan yang bersangkutan. Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan menyatakan penyaluran pembiayaan kendaraan bermotor tanpa pembebanan fidusia berbahaya bagi multifinance. Meski demikian, ada peluang bagi multifinance untuk menyalurkan pembiayaan kendaraan bermotor tanpa melakukan pembebanan fidusia. Mulabasa Hutabarat, Kepala Biro Pembiayaan dan Penjaminan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK), mengatakan pembiayaan yang dilakukan tanpa melakukan pembebanan fidusia dikecualikan dari Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 130/PMK.010/2012. “Di PMK sudah disebutkan yang wajib daftar hanya pembiayaan yang dibebani fidusia,” ujarnya Selasa (9/10/2012). Namun, lanjutnya, multifinance sulit menyalurkan pembiayaan tanpa melakukan pembebanan fidusia. Risiko multifinance tersebut, kata dia, akan membesar karena nasabah bisa membawa kabur kendaraan bermotor tersebut. “Kalau nasabah diberikan motor beserta BPKB (Bukti Pemilikan Kendaraan Bermotor) tanpa ada pengalihan hak maka itu bahaya.6 Dalam praktek, tidak berarti bahwa munculnya fenomena pembiayaan konsumen di dalam masyarakat tidak membawa masalah serta berbagai hambatan.
6
httpwww.bisnis.comarticlespembiayaan-kendaraan-tanpa-fidusia-dinilai-berbahaya, diakses tanggal 19 februari 2014
8
Hal ini muncul mengingat bahwa dalam memberikan fasilitas pembiayaan konsumen, perusahaan pembiayaan akan melakukan perbuatan hukum yang termasuk dalam ruang lingkup hukum perdata. Tindakan atau perbuatan perusahaan pembiayaan konsumen untuk menyerahkan dana pembiayaan yang diperlukan oleh konsumen, serta demikian pula tindakan atau perbuatan yang dilakukan oleh konsumen untuk melakukan pembayaran kembali hutang pembiayaan, tentunya hal itu merupakan suatu perbuatan yang akan membawa akibat hukum. Oleh karenanya, perbuatan tersebut perlu mendapatkan penanganan dari aspek hukum perdata. Berdasarkan kondisi sebagaimana yang telah diuraikan dalam latar belakang masalah tersebut di atas, maka penulis merasa perlu untuk melakukan penelitian tentang pelaksanaan pembiayaan konsumen dan penyelesaian masalah yang timbul, jika terjadi wanprestasi dalam pelaksanaan perjanjian pembiayaan konsumen tersebut. B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang penelitian tersebut di atas, maka permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan perjanjian pembiayaan konsumen dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah bentuk-bentuk wanprestasi yang terjadi pada perjanjian pembiayaan konsumen di PT. Clipan Finance Indonesia cabang Yogyakarta?
9
2. Bagaimanakah penyelesaian dalam hal terjadi wanprestasi dalam pelaksanaan perjanjian pembiayaan konsumen di PT. Clipan Finance Indonesia cabang Yogyakarta?
C. Tujuan Penelitian Penelitian ini oleh penulis bertujuan untuk menjawab permasalahan di atas yaitu: 1. Untuk mengetahui dan mengkaji bentuk-bentuk wanprestasi yang terjadi pada pelaksanaan perjanjian pembiayaan konsumen di PT. Clipan Finance Indonesia cabang Yogyakarta. 2. Untuk mengetahui dan mengkaji penyelesaian dalam hal terjadi wanprestasi oleh debitur dalam pelaksanaan perjanjian pembiayaan konsumen di PT. Clipan Finance Indonesia cabang Yogyakarta.
D. Manfaat Penelitian Adapun faedah yang diharapkan dari adanya penelitian ini adalah: 1. Secara
Teoritis,
sebagai
bahan
masukan
dan
kontribusi
bagi
perkembangan ilmu pengetahuan dibidang ilmu hukum khususnya dibidang
hukum
bisnis
yang
berkaitan
dengan
bentuk-bentuk
wanprestasi yang terjadi pada pelaksanaan perjanjian pembiayaan konsumen. 2. Secara Praktis, hasil penelitian ini diharapakan dapat memberikan pedoman dan informasi kepada pembuat undang-undang atau penegak
10
hukum, praktisi, pelaku usaha, dan masyarakat umum, mengenai bentukbentuk wanprestasi yang terjadi pada pelaksanaan perjanjian pembiayaan konsumen dan bagaimana penyelesaiannya dalam hal terjadi wanprestasi oleh debitur dalam pelaksanaan perjanjian pembiayaan konsumen.
E. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran dan penelitian yang dilakukan oleh penulis di perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, penelitian mengenai pembiayaan konsumen sudah pernah dilakukan oleh peneliti lain namun berbeda dalam rumusan masalahnya. Adapun yang mempunyai relevansi dengan penelitian ini dapat dijumpai dalam penelitian tesis yang dilakukan oleh David M. K Simanjuntak pada tahun 2005 dengan judul “Kajian Terhadap Klausul Baku dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen Kendaraan Bermotor Roda Dua Pada PT. Summit Oto Finance”7 dengan rumusan masalah: “apakah faktor-faktor yang dipergunakan dalam mengkategorisasi klausul baku dalam perjanjian pembiayaan konsumen kendaraan bermotor roda dua pada PT. Summit Oto Finance termasuk dalam unconscionable clause?”. Pada tahun 2009 telah dilakukan penelitian oleh Fransisca Kurniasari dengan judul “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen dalam Perjanjian 7
David M. K Simanjuntak, 2005, "Kajian Terhadap Klausul Baku dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen Kendaraan Bermotor Roda Dua pada PT. Summit Oto Finance", UGM, Tesis
11
Pembiayaan Konsumen Pada PT. Austindo Nusantara Jaya Finance Di Solo”8. Rumusan masalahnya membahas tentang “bagaimana perlindungan
hukum
terhadap konsumen dalam pelaksanaan perjanjian pembiayaan konsumen pada PT. Austindo Nusantara Jaya Finance di Solo. Penelitian yang dilakukan oleh penulis membahas tentang bentuk-bentuk wanprestasi yang terjadi pada pelaksanaan perjanjian pembiayaan konsumen pada PT. Clipan Finance Indonesia cabang Yogyakarta dan penyelesaian dalam hal terjadi wanprestasi oleh debitur dalam pelaksanaan perjanjian pembiayaan konsumen pada PT. Clipan Finance Indonesia cabang Yogyakarta. Dengan demikian daapat dikatakan penelitian ini memenuhi kaedah keaslian penelitian. Jika kemudian ditemukan penelitian lain diluar sepengetahuan penulis, diharapkan penelitian ini dapat melengkapinya.
8
Fransisca Kurniasari, 2009, “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen pada PT. Austindo Nusantara Jaya Finance Di Solo”, UGM, Tesis