17
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ASEAN terbentuk pada tahun 1967 melalui Deklarasi ASEAN atau Deklarasi Bangkok tepatnya pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok oleh Wakil Perdana Menteri merangkap Menteri Luar Negeri Malaysia dan para Menteri Luar Negeri dari Indonesia, Filipina, Singapura dan Thailand. Sejak dibentuknya ASEAN sebagai organisasi regional, kerjasama ekonomi dijadikan sebagai salah satu agenda utama yang perlu dikembangkan. Pada awalnya kerjasama ekonomi difokuskan
pada
program-program
pemberian
preferensi
perdagangan
(preferential trade), usaha patungan (joint ventures) dan skema saling melengkapi (complementation scheme) antarpemerintah negara-negara anggota maupun pihak swasta di kawasan ASEAN. Pada dekade 80-an dan 90-an, ketika negara-negara di berbagai belahan dunia mulai melakukan upaya-upaya untuk menghilangkan hambatan-hambatan ekonomi, negara-negara anggota ASEAN menyadari bahwa cara terbaik untuk bekerjasama adalah dengan saling membuka perekonomian mereka, guna menciptakan integrasi ekonomi kawasan (Direktorat Jenderal Kerjasama ASEAN Departemen Luar Negeri Republik Indonesia, 2007). Kerjasama di sektor perdagangan barang diawali dengan ditandatanganinya Agreement on ASEAN Preferential Trading Arrangement (ASEAN PTA) tahun 1977 di Manila yang mulai diberlakukan pada tanggal 1 Januari 1978. Pada KTT ke-5 ASEAN di Singapura tahun 1992 disepakati pembentukan ASEAN Free Trade Area (AFTA) pada tanggal 1 Januari 1993 dengan Common Effective Preferential Tariff (CEPT) sebagai mekanisme utama. Pendirian AFTA
18
memberikan implikasi dalam bentuk pengurangan atau eliminasi tarif, penghapusan hambatan-hambatan nontarif dan perbaikan terhadap kebijakankebijakan fasilitasi perdagangan. Perkembangan AFTA tidak hanya difokuskan pada liberalisasi perdagangan barang, tetapi juga perdagangan jasa dan investasi (Ditjen Kerjasama ASEAN Deplu RI, 2007). Kerjasama antarnegara anggota ASEAN semakin meningkat dari tahun ke tahun, terutama di bidang perekonomian. Hal ini terlihat dari perkembangan ekspor impor negara-negara anggota ASEAN yang menunjukkan peningkatan, dimana pada tahun 2005 total ASEAN trade sebesar US$ 1 224 889.4 juta meningkat menjadi US$ 1 404 805.7 juta pada tahun 2006. Sektor pertanian dan kehutanan merupakan salah satu subsektor utama dalam perekonomian ASEAN mengingat hampir semua negara anggota ASEAN merupakan negara agraris yang memiliki kawasan hutan yang cukup luas. Berdasarkan data pada ASEAN Statistical Yearbook 2007, diketahui bahwa padi, jagung, kedelai, gula dan ubi kayu merupakan lima komoditi pangan utama di ASEAN dengan total produksi pada tahun 2006 masing-masing sebesar 178 817 000 ton, 27 589 000 ton, 1 572 000 ton, 105 820 000 ton dan 56 599 000 ton. Dari data tersebut jelas terlihat bahwa di ASEAN, padi (beras) dan gula adalah komoditi yang paling banyak diproduksi. Padi dan gula diproduksi dan dikonsumsi oleh negara-negara ASEAN dengan tingkat produksi dan konsumsi yang berbeda-beda. Sebagai komoditi pangan utama, produksi padi menunjukkan tingkat pertumbuhan yang meningkat dari tahun ke tahun (2000 sampai 2006). Produksi gula juga terus mengalami peningkatan dari tahun 2000 sampai tahun 2003, pada tahun 2004 dan tahun 2005
19
produksi mengalami penurunan dan kembali meningkat pada tahun 2006. Secara lebih rinci dapat dilihat pada Tabel 1 produksi padi dan gula untuk masing-masing negara anggota ASEAN dari tahun 2000 sampai tahun 2006.
Tabel 1. Produksi Komoditi Padi dan Gula di ASEAN, Tahun 2000-2006 Negara Brunei Darussalam 1. Padi 2. Gula Kamboja 1. Padi 2. Gula Indonesia 1. Padi 2. Gula Laos 1. Padi 2. Gula Malaysia 1. Padi 2. Gula Myanmar 1. Padi 2. Gula Filipina 1. Padi 2. Gula Singapura 1. Padi 2. Gula Thailand 1. Padi 2. Gula Vietnam 1. Padi 2 Gula
2000
2001
Produksi (000 ton) 2002 2003 2004
2005
2006
0.46 0.05
0.54 0.01
0.57 0.02
0.55 0.02
0.95 0.15
1.31 0.05
1.38 0.09
4 026 164
4 099 129
3 823 209
4 711 173
4 170 130
5 986 118
6 264 142
51 899 1 690
50 461 1 725
51 489 1 755
52 138 1 632
53 666 2 052
53 985 2 242
54 664 2 267
2 202 297
2 335 209
2 417 222
2 375 308
2 529 223
2 568 196
2 664 218
2 141 492
2 096 485
2 199 864
2 259 614
2 183 845
2 312 779
2 202 852
21 324 5 894
21 915 7 116
21 805 6 429
23 136 6 913
24 725 7 310
27 684 7 187
30 923 8 168
12 389 21 223
12 955 21 709
13 271 21 417
13 500 23 978
14 497 25 579
14 603 22 918
15 327 24 345
251 n.a.
319 n.a.
333 n.a.
383 n.a.
n.a.
n.a.
n.a.
24 948 46.03
28 487 50 986
27 052 61 862
29 337 82 224
29 299 69 808
29 201 43 665
30 946 54 149
32 530 32 108 34 447 34 569 15.04 14 657 17 120 16 855 151 710 154 776 156 837 162 409 Total 90 833 97 016 109 878 132 697 Sumber: ASEAN Secretariat, 2008 Keterangan: - not available at the time of publication n.a. not applicable
36 149 15 649 167 219 121 597
35 791 14 731 172 131 91 837
35 827 15 679 178 817 105 820
Tabel 1 menunjukkan bahwa dari tahun 2000 sampai tahun 2006 Indonesia merupakan negara produsen padi terbesar di ASEAN, sedangkan gula banyak diproduksi oleh Thailand. Berdasarkan informasi pada Tabel 2, walaupun Indonesia sebagai penghasil padi terbesar di ASEAN tetapi tidak menjadi negara
20
pengekspor utama beras, hanya US$ 0.53 juta beras yang diekspor oleh Indonesia, bahkan pada tahun 2006 Indonesia merupakan negara ketiga yang paling banyak mengimpor beras di ASEAN setelah Filipina dan Malaysia. Indonesia menjadi negara net importir gula dengan nilai impor terbesar (US$ 629.49 juta) dibandingkan dengan negara anggota ASEAN lainnya, sedangkan Malaysia merupakan negara pengimpor gula terbesar kedua di ASEAN dengan nilai impor sebesar US$ 439.19 juta. Thailand merupakan negara pengekspor utama beras dan gula di ASEAN. Pada tahun 2006 ekspor beras dan gula yang dilakukan Thailand masing-masing sebesar 75.10 persen dan 63.31 persen dari total beras dan gula yang diekspor oleh negara-negara anggota ASEAN.
Tabel 2. Ekspor dan Impor Komoditi Beras dan Gula di ASEAN, Tahun 2005-2006 (US$ juta) Ekspor 2005 2006 Beras Gula Beras Gula Brunei Darussalam 0.01 Kamboja 3 2.25 0.03 Indonesia 9 86 0.53 113.14 Laos 2 2.96 0.00 Malaysia 1 123 1.16 133.65 Myanmar 37 1 10.79 0.47 Filipina 111 0.13 135.77 Singapura 29 58 22.50 84.89 Thailand 2 319 868 2 406.02 867.40 Vietnam 594 29 757.57 34.65 Total 2 994 1 276 3 203.93 1 370.02 Sumber: ASEAN Secretariat, 2008 Keterangan: - not available at the time of publication Negara
Impor 2005 Beras Gula 20 7 3 10 51 649 3 6 182 344 1 500 56 114 170 1 33 25 79 899 1 355
2006 Beras 23.42 3.24 132.62 2.93 279.28 0.00 465.74 127.76 1.13 23.80 1 059.91
Gula 6.65 16.84 629.49 4.71 439.19 0.34 95.98 214.06 42.36 139.35 1 588.98
Berdasarkan Tabel 1 dan Tabel 2 diketahui bahwa tidak semua negara produsen beras dan gula menjadi negara pengekspor. Hal ini dikarenakan tingginya kebutuhan domestik sehingga hampir semua produksi dialokasikan untuk memenuhi konsumsi dalam negeri. Situasi perdagangan seperti ini
21
mengindikasikan bahwa surplus produksi yang diperdagangkan di pasar dunia sangat terbatas. Liberalisasi perdagangan yang dilakukan oleh semua negara ataupun oleh suatu negara baik oleh eksportir maupun importir secara langsung akan mempengaruhi permintaan dan penawaran komoditi pangan yang pada akhirnya mempengaruhi harga dunia. Perubahan-perubahan yang terjadi di pasar dunia inilah yang akan memberikan dampak pada perdagangan di tingkat domestik. AFTA merupakan salah satu bentuk liberalisasi perdagangan yang diberlakukan di kawasan Asia Tenggara. AFTA adalah wujud dari integrasi ekonomi yang terjadi antarnegara di ASEAN. Pemberlakuan AFTA akan menyebabkan terjadinya integrasi pasar antarnegara yang artinya pasar satu negara akan saling mempengaruhi dengan pasar negara lain. Menurut Muwanga dan Snyder (1997) dalam Adiyoga et al. (2006), pasar-pasar terintegrasi jika terjadi aktivitas perdagangan antara dua atau lebih pasar-pasar yang terpisah secara spasial, kemudian harga di suatu pasar berhubungan atau berkorelasi dengan harga di pasar-pasar lainnya. Perubahan harga di suatu pasar secara parsial atau total ditransmisikan ke harga yang terjadi di pasar-pasar lain, baik dalam jangka pendek atau jangka panjang. Berdasarkan hal-hal tersebut maka perlu dikaji bagaimana perubahan yang terjadi di dalam pasar beras dan gula suatu negara akan mempengaruhi pergerakan pasar antarnegara di tiga negara ASEAN. Negara-negara yang dimaksud dalam penelitian ini adalah Thailand, Filipina dan Indonesia. Tiga negara ini dipilih karena dianggap mewakili negara eksportir dan importir beras dan gula di ASEAN.
22
1.2. Rumusan Masalah Menurut Sawit (2006), Thailand adalah salah satu negara eksportir utama beras di dunia atau sekitar 7 juta ton per tahun. Indonesia telah menjadi negara net importir beras sejak lama. Pada periode 1998-1999, terjadi penurunan produksi padi yang bersamaan dengan krisis ekonomi, sehingga impor beras tertinggi yaitu mencapai 3.8 juta ton per tahun, dengan tingkat ketergantungan impor hampir 11 persen. Namun, impor beras menurun drastis pada periode 2004-2005, karena Indonesia melarang impor beras, kecuali beberapa jenis beras untuk penggunaan tertentu. Pada periode ini, impor hanya 206 ribu ton per tahun, dengan tingkat swasembada mencapai 99.5 persen.
Tabel 3. Peta Aliran Perdagangan Beras dan Gula Antaranggota ASEAN, Tahun 2005 (000 US$) Impor Ekspor
Indonesia (1)
Malaysia
(2)
(1) 3.00
Singapura
(1)
(2)
(1)
(2)
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
Indonesia
n.a.
Malaysia
0.00
0.00
n.a.
n.a.
12.94
0.00
111.65
Filipina
0.00
12 467.51
68.78
0.00
n.a.
n.a.
0.00
Singapura
0.00
0.00
0.35
0.00
0.00
0.00
n.a.
32 489.04
0.00
93 533.88 12 019.86
0.07
0.00 73 159.16 111.92
Thailand
n.a.
Filipina
(2)
Thailand (1)
(2)
0.00
0.00
0.00
3.32
0.00
0.00
20 061.98
0.08
n.a.
159.20
0.00
n.a.
n.a.
Sumber: World Bank, 2005 (diolah) Keterangan: (1) Beras; (2) Gula
Thailand menjadi eksportir utama bagi negara anggota ASEAN yang lain dalam perdagangan beras dan gula. Hal ini dapat dilihat dari Tabel 3 tentang peta aliran perdagangan beras dan gula antaranggota ASEAN 5. Ekspor beras dilakukan oleh Thailand ke Indonesia, Malaysia, Filipina dan Singapura; Indonesia ke Malaysia; Malaysia ke Filipina, Singapura dan Thailand; Filipina ke Malaysia dan Thailand; Singapura ke Malaysia dan Thailand. Sedangkan ekspor gula dilakukan oleh Thailand ke Malaysia dan Singapura; Filipina ke Indonesia
23
dan Thailand. Dari penjelasan ini diduga terdapat hubungan ekspor-impor beras dan gula antarnegara anggota ASEAN tersebut, artinya ada aliran barang (beras dan gula) dari satu negara ke negara lain di ASEAN. Adanya aliran barang mengindikasikan hubungan yang saling mempengaruhi antara satu negara dengan negara lain. Berdasarkan data harga beras dan gula di Thailand, Filipina dan Indonesia, dapat dikatakan bahwa hubungan harga di ketiga pasar ada indikasi bergerak bersama. Namun, Gambar 1 dan Gambar 2 menunjukkan bahwa ketika harga ketiga negara tersebut diplotkan dari tahun 1991 sampai tahun 2006 terlihat bahwa trend harga yang terjadi tidak selalu sama atau searah.
NILAI (US$/TON)
350 300 250 200 150 100 50
19 91 19 92 19 93 19 94 19 95 19 96 19 97 19 98 19 99 20 00 20 01 20 02 20 03 20 04 20 05 20 06
0
TAHUN Thailand
Indonesia
Filipina
Sumber: FAO Statistics Division, 2008
Gambar 1. Harga Produsen Beras di Thailand, Indonesia dan Filipina, Tahun 1991-2006
Berdasarkan Gambar 1 dapat dilihat bahwa antara pasar beras Thailand dan Indonesia terdapat trend harga yang hampir sama atau searah dari tahun 1991 sampai tahun 2006. Hal ini terjadi karena ketika harga bergerak naik atau turun
24
maka harga di kedua negara tersebut juga bergerak dengan arah yang sama. Kecuali pada tahun 1998, ketika terjadi krisis ekonomi yang melanda Indonesia dapat dilihat bahwa harga beras Indonesia dalam satuan US$ per ton bergerak turun sangat drastis, hal ini dikarenakan nilai tukar mata uang domestik (Rupiah) melemah terhadap US$. Dari gambar tersebut dapat diduga bahwa pasar beras Indonesia dan Thailand terintegrasi. Berbeda dengan pasar beras di Filipina dimana trend harga yang muncul agak berbeda dengan pasar beras Indonesia dan Thailand. Dapat dilihat bahwa baru tahun 2000 trend harga beras yang terjadi di Filipina bergerak hampir sama atau searah dengan harga beras Indonesia dan Thailand.
NILAI (US$/TON)
60 50 40 30 20 10
19 91 19 92 19 93 19 94 19 95 19 96 19 97 19 98 19 99 20 00 20 01 20 02 20 03 20 04 20 05 20 06
0
TAHUN Thailand
Indonesia
Filipina
Sumber: FAO Statistics Division, 2008
Gambar 2. Harga Produsen Gula di Thailand, Indonesia dan Filipina, Tahun 19912006
Pasar gula di Thailand sangat berbeda dengan pasar gula di Filipina dan Indonesia yang memiliki trend harga yang hampir sama dari tahun 1991 sampai tahun 1994. Dapat dilihat pada Gambar 2, mulai tahun 1995 terjadi perbedaan
25
yang besar pada harga gula di Filipina dan Indonesia. Mulai tahun 2004 trend harga mulai menunjukkan arah yang hampir sama, hal ini mungkin disebabkan oleh mulai diberlakukannya AFTA yang mengakibatkan adanya keterpaduan pasar gula antar ketiga negara tersebut. AFTA artinya terjadi liberalisasi perdagangan barang antarnegara anggota ASEAN sebagai akibat adanya pengurangan dan eliminasi tarif, penghapusan hambatan-hambatan nontarif dan perbaikan terhadap kebijakan-kebijakan fasilitasi perdagangan. Liberalisasi perdagangan komoditi pangan memunculkan pertanyaan yaitu apakah dinamika harga di tingkat pasar dunia secara otomatis akan mempengaruhi naik turunnya harga di tingkat konsumen domestik. Secara teoritis liberalisasi perdagangan global yang ditandai dengan penghapusan bea masuk impor dan hambatan perdagangan lainnya akan membuat pasar pangan dunia dan pasar pangan domestik secara spasial semakin terintegrasi. Apabila dinamika harga di tingkat pasar dunia secara otomatis mempengaruhi naik turunnya harga di tingkat konsumen domestik, berarti ketahanan pangan di tingkat rumah tangga rentan terhadap gejolak harga di pasar dunia (Purwoto et al. 2002). Integrasi pasar artinya terdapat keterpaduan pasar satu dengan pasar lainnya. Menurut Sitorus (2004), keterpaduan pasar dapat terjadi jika terdapat informasi yang memadai dan informasi ini disalurkan dengan cepat dari satu pasar ke pasar yang lain, sehingga perubahan harga yang terjadi pada suatu pasar dapat dengan segera tertangkap oleh pasar lain dengan ukuran perubahan yang sama. Seharusnya dengan diberlakukannya AFTA maka akan terjadi integrasi pasar antarnegara di ASEAN. Berdasarkan hal tersebut maka muncul pertanyaan penelitian sebagai berikut:
26
1. Bagaimana integrasi pasar beras dan gula di Thailand, Filipina dan Indonesia. Apakah perubahan yang terjadi di dalam pasar beras dan gula suatu negara akan mempengaruhi pergerakan pasar beras dan gula negara lain. 2. Berapa besar perubahan harga beras dan gula di Indonesia berasal dari dirinya sendiri dan berapa besar berasal dari pengaruh harga beras dan gula di Thailand dan Filipina. 3. Bagaimana implikasi kebijakannya terhadap perdagangan beras dan gula di Indonesia. Indonesia di ASEAN adalah negara net importir, maka kajian ini sangat penting dilakukan untuk melihat seberapa besar keterkaitan Indonesia terhadap negara eksportir. Hal ini nantinya akan berhubungan dengan ketersediaan pangan khususnya beras dan gula dalam pasar domestik apabila nantinya terjadi gangguan pada pasar dunia khususnya pasar ASEAN.
1.3. Tujuan Penelitian Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis integrasi pasar beras dan gula di tiga negara ASEAN yaitu Thailand, Filipina dan Indonesia. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menganalisis integrasi spasial antarpasar beras dan gula di Thailand, Filipina dan Indonesia. 2. Menganalisis sumber perubahan harga beras dan gula di Indonesia yang berasal dari perubahan harga beras dan gula di Indonesia, Thailand dan Filipina.
27
3. Mengidentifikasi kebijakan perdagangan beras dan gula di Indonesia dan implikasinya.
1.4. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian meliputi: (1) integrasi pasar beras dan gula di tiga negara ASEAN dianalisis melalui hubungan harga, (2) tiga negara ASEAN dalam penelitian ini adalah Thailand, Filipina dan Indonesia, (3) total ASEAN trade untuk beras dan gula yang meliputi nilai ekspor dan impor beras dengan kode produk 100640 yaitu broken rice (beras pecah), sedangkan untuk gula adalah gula dengan kode produk 170111 yaitu raw sugar not containing added flavouring or colouring matter:--cane sugar (gula kasar tidak mengandung tambahan bahan perasa/pewarna:--gula tebu), (4) data harga beras dan gula yang digunakan adalah harga eceran beras dan gula di masing-masing negara tersebut, dan (5) data merupakan data time series bulanan dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2008.
1.5. Keterbatasan Penelitian Secara empiris uji yang dilakukan hanya pada harga saja, sehingga pengujian disini dengan asumsi bahwa biaya-biaya transaksi perdagangan antarpasar adalah konstan antarwaktu. Penelitian ini tidak mengkaji pengaruh faktor-faktor nonharga (kecuali exchange rate) terhadap integrasi antarpasar beras dan gula di Thailand, Filipina dan Indonesia. Selain itu, karena penelitian ini hanya difokuskan pada tiga negara saja, maka pengaruh harga di luar ketiga negara tersebut diabaikan.