I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Perawatan ortodontik bertujuan memperbaiki fungsi oklusi dan estetika wajah. Pengetahuan tentang pertumbuhan kraniofasial meliputi jaringan keras dan jaringan lunak yang menutupinya sangat dibutuhkan untuk mencapai tujuan tersebut (Bishara dkk., 1985). Keharmonisan wajah dan estetika jaringan lunak menjadi terminologi keseimbangan, harmoni dan kecantikan wajah. Mulut adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan karena menjadi yang terpenting membentuk kecantikan dan karakteristik wajah (Erbay dan Caniklioglu, 2002).Wajah seseorang sangat ditentukan oleh kedudukan maksila dan mandibula terhadap basis kranium, relasi mandibula terhadap maksila, posisi gigi-geligi, kranium dan jaringan lunak (Bishara dkk., 1985). Beberapa penelitian tentang perubahan profil jaringan lunak menunjukkan bahwa perubahan dan pertumbuhan jaringan skeletal tidak selalu diikuti perubahan jaringan lunak yang sama besar. Hal ini disebabkan adanya perbedaan ketebalan jaringan lunak dengan jaringan tulang dibawahnya (Roos, 1977 ; Subtelny, 1979). Hubungan perubahan jaringan keras dan lunak sangat erat dan positif (Soehardono, 1981;Medine dkk.,2001 dan Irta,2010). Salah satu hasil perawatan ortodontik adalah perubahan dalam arah anteroposterior, terjadi pada gigi-geligi, tulang pendukung dan jaringan sekitarnya. Pergerakan gigi anterior 1
2
berpengaruh pada jaringan keras dan jaringan lunak, sehingga profil menjadi lebih baik (Bishara dkk., 1985). Banyak analisis yang mengukur kecembungan wajah, diantaranya analisis Subtelny, Down dan analisis Burstone. Analisis Subtelny mengukur kecembungan wajah jaringan keras dan jaringan lunak pada sudut NAPog dan N΄A΄Pog΄. Down menggunakan titik A sebagai referensi untuk mengukur kecembungan wajah dari besar sudut yang dibentuk terhadap N-Pog. Kecembungan wajah jaringan lunak menurut analisis Burstone menjadikan titik GAPog sebagai acuan (Burstone, 1967 ; Rakosi 1982). Sudut ini menunjukkan derajat protrusi maksila dilihat dari seluruh profil (Kusnoto, 1977). Titik A terletak pada cekung terdalam spina nasalis anterior dekat dengan apeks gigi insisivus sehingga apabila ada perubahan akan berpengaruh pada posisi titik A (Rakosi, 1982; Jakobson, 1995). Titik G dianggap stabil karena terletak pada tulang frontalis (Burstone, 1967; Bishara dkk., 1985). Menurut Godt, dkk., (2007) sudut G΄A΄Pog΄ menjadi salah satu sudut kecembungan wajah yang mempunyai stabilitas yang cukup dengan tingkat kesalahan yang paling kecil. Sudut yang kecil menunjukkan maloklusi klas II, sebaliknya semakin besar sudut yang dibentuk mengarah pada maloklusi klas III (Bishara, 2001). Perubahan dentoskeletal yang terjadi akibat perawatan ortodontik maupun arah
pertumbuhan
dapat
dievaluasi
dan
dianalisis
(Kusnoto,1977; Jacobson,1995 dan Celebi dkk., 2013).
dengan
sefalometri
Analisis sefalometri
sangat dibutuhkan dalam menentukan rencana perawatan, mengukur profil wajah
3
sehingga dapat diperhitungkan gambaran jaringan keras dan jaringan lunak setelah dilakukan perawatan ortodontik (Anicy dkk., 2008). Perawatan ortodontik maloklusi Angle klas II divisi 1 menjadi spesifikasi teknik Begg, walaupun pada klas I dan Klas III dapat dilakukan (Fletcher, 1981). Hubungan molar mandibula lebih ke distal dari molar maksila lebih dari setengah tonjol, inklinasi gigi insisivus ke labial, overjet yang besar adalah ciri dari maloklusi Angle klas II divisi 1. Umumnya disebabkan protrusif maksila dan retrognatik (Kameda, 1982; Bishara, dkk., 1995). Koreksi maloklusi Angle klas II divisi 1 dapat dilakukan dengan pencabutan atau tanpa pencabutan gigi permanen (Bishara dkk., 1995; Kocadereli, 1999). Pencabutan dilakukan untuk mengurangi kecembungan wajah dan mencari ruang untuk retraksi gigi anterior yang protrusif (Farrow, dkk., 1993). Penggunaan elastik intermaksilar klas II dan anchorage bend akan menarik mundur keenam gigi anterior rahang atas dan memajukan gigi molar rahang bawah sehingga hubungan anteroposterior molar terkoreksi. Pembukaan gigitan (bite opening) mengintrusi gigi anterior sehingga jarak gigit dan tumpang gigit terkoreksi (Begg dan Kesling, 1977), dan rotasi mandibula yang akan menggerakkannya ke depan diikuti perubahan posisi dagu (Kameda, 1982; Thomson, 1994) Tulang di sekitar soket alveolar gigi anterior yang digerakkan mengalami resorbsi, sedangkan daerah regangan terjadi aposisi diikuti remodeling sekunder pada jaringan pendukung, sehingga hubungan gigi dan tulang relatif konstan (Kameda,1982; Carannza, 2000). Torque yang dilakukan pada tahap ketiga,
4
menggerakkan akar gigi insisivus ke posterior dan ujung insisal ke anterior sehingga didapat inklinasi yang stabil (Cadman, 1975; Begg dan Kesling, 1977). Hal ini mempengaruhi letak titik A dan kecembungan wajah jaringan keras (Rakosi, 1982). Retraksi gigi anterior ke lingual akan diikuti gerakan jaringan lunak bibir dan dagu (Kameda, 1982). Tetapi besar gerakan yang dihasilkan dipengaruhi oleh ketebalannya karena ketebalan pada masing-masing individu berbeda (Roos, 1977; Subtelny,1979 dan Celebi,2013) Perubahan akibat perawatan ortodontik dapat diukur dengan analisis sefalometri (Kusnoto, 1977; Bishara, 2001). Rencana perawatan dan diagnosis dapat ditentukan dengan mendeteksi posisi ideal dari perawatan yang akan dilakukan (Fletcher, 1981). Secara keseluruhan dapat dievaluasi dari penapakan dengan
acuan
titik-titik
yang
menghasilkan
garis,
sudut
dan
bidang
(Jacobson,1995).
B. Perumusan Masalah Berdasarkan
uraian
latar
belakang permasalahan
maka
diajukan
perumusan masalah sebagai berikut: Bagaimanakah perubahan kecembungan wajah antara jaringan keras dan lunak pada pasien maloklusi Angle klas II divisi 1 dengan pencabutan empat gigi premolar pertama setelah dirawat ortodontik dengan teknik cekat Begg.
5
C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui perubahan kecembungan wajah jaringan keras dan lunak pada perawatan ortodontik cekat dengan teknik Begg pada maloklusi Angle klas II divisi 1 dengan pencabutan empat premolar pertama.
D. Manfaat Penelitian Manfaat yang didapat dari penelitian adalah sebagai tambahan informasi mengenai perubahan kecembungan wajah jaringan keras dan lunak setelah dilakukan perawatan ortodontik dengan alat cekat teknik Begg.
E. Keaslian Penelitian Soehardono, (1981) meneliti korelasi biometrik antara jaringan keras dan lunak profil muka orang Indonesia keturunan Deutero-Melayu dengan hasil korelasi yang positif pada perubahan jaringan keras dan lunak. Bishara dkk., (1995) membandingkan perubahan dentofacial dan jaringan lunak pada maloklusi klas II divisi 1 dengan dan tanpa pencabutan, mengatakan perubahan skeletal lebih signifikan pada perawatan dengan pencabutan. Godt dkk., (2007) meneliti kecembungan wajah jaringan lunak pada berbagai tipe klas skeletal yang berbeda dengan membandingkan berbagai titik referensi jaringan lunak pada sefalogram dan fotografi. Irta (2010), melakukan penelitian tentang hubungan perubahan
6
kecembungan profil skeletal dengan jaringan lunak wajah pada pasien bimaksiler protrusif dari besarnya sudut H (Holdaway) mempunyai hubungan yang erat. Pada penelitian ini dilakukan evaluasi sefalogram kecembungan wajah dengan mengukur kecembungan wajah jaringan keras pada sudut GAPog dan NAPog membandingkan dengan kecembungan wajah jaringan lunak pada sudut G΄A΄Pog΄ dan N΄A΄Pog΄.