I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Rongga mulut manusia merupakan host bagi berbagai jenis mikroorganisme atau yang disebut juga sebagai flora oral. Menurut Markopoulos (2010), terdapat berbagai macam spesies bakteri yang sebagian merupakan flora oral normal pada manusia. Ketidakseimbangan flora oral dapat memicu terjadinya infeksi seperti karies, periodontitis, dan pulpitis (Markopoulos, 2010). Terapi antibiotik digunakan pada perawatan pasien untuk menangani kasus infeksi di bidang Kedokteran Gigi. Pemberian antibiotik di negara-negara lain seperti Eropa dan Timur Tengah merupakan hal yang umum dilakukan oleh dokter gigi kepada pasien. Diantara jenis antibiotik yang paling sering diresepkan oleh dokter gigi adalah Penisilin, Amoksisilin, Metronidazole dan Clavulanate (Dar-Odeh dkk., 2010). Cara pemberian antibiotik terbagi menjadi dua, yaitu enteral (melalui mulut; oral dan sublingual); parenteral (masuk secara langsung ke sirkulasi sistemik; dapat berupa intravenous, intramuscular, subkutaneus); dan lain-lain seperti inhalasi, intranasal, intraventrikular, topikal, transdermal, dan rektal (Finkel, Clark, dan Cubeddu, 2009). Pemberian obat secara oral merupakan cara paling mudah dilakukan, baik bagi pasien maupun tenaga kesehatan. Kelebihan dari pemberian obat secara oral terletak pada takaran dosis yang tepat serta dapat mencegah komplikasi seperti infeksi sistemik (Golan dkk., 2011). Pemberian obat secara oral juga memiliki kekurangan yaitu dapat berpengaruh terhadap bioavailabilitas obat seterusnya menyebabkan efisiensi obat menurun (Wang dkk., 2005).
Obat-obatan yang diberikan secara oral pada umumnya terbagi dalam dua jenis, yaitu sediaan padat dan cair. Sediaan padat diantaranya adalah tablet, kapsul, dan serbuk. Sediaan yang paling popular adalah tablet (Wen dan Park, 2011). Sediaan padat yang sering dijumpai di pasaran seperti kapsul dan tablet memiliki kekurangan yakni sulit untuk ditelan terutama bagi pasien pediatrik dan geriatrik. Obat dalam sediaan cair adalah lebih mudah untuk ditelan tetapi kekurangannya adalah lebih banyak dibandingkan dengan sediaan padat. Obat sediaan cair rentan terhadap kontaminasi mikroba dan hidrolisisis bahan aktif yang berada dalam larutan. Kekurangan sediaan cair lain adalah sulit ditransportasi karena dikemas dalam botol yang ukurannya lebih besar dibanding obat sediaan padat (Marriott, 2010). Bhand dkk. (2005) menambahkan kekurangan dari obat sediaan cair adalah beresiko terhadap dosis tidak akurat akibat kesalahan pengukuran pada saat pembuatan sediaan. Berdasarkan kelebihan dan kekurangan tersebut, pemilihan sediaan obat terbaik untuk pasien yang mengalami kesulitan dalam menelan adalah sediaan tablet yang terdisintegrasi dalam rongga mulut atau lebih dikenal sebagai Oral Disintegrating Tablet (ODT). ODT selain mudah dikonsumsi tanpa perlu ditelan karena sifatnya yang sedia larut di dalam mulut. ODT juga memiliki beberapa keunggulan lain seperti cocok digunakan pada kondisi yang sulit mendapatkan air minum; menghindari sistem gastrointestinal serta degradasi akibat pH dan enzim; distribusi obat yang lebih cepat ke sistem sirkulasi darah melalui mukosa bukal; dosis yang lebih akurat dibandingkan dengan sediaan obat dalam bentuk cair; dan sifat kimiawi yang stabil. Salah satu bahan yang digunakan dalam formulasi ODT adalah disintegran
(Chotaliya dan Chakraborty, 2012). Disintegran adalah bahan atau campuran bahan yang ditambah ke dalam formulasi obat dengan tujuan membantu pemecahan tablet menjadi partikel yang lebih kecil sehingga dapat larut dengan cepat dibanding tablet dan kapsul yang tidak ditambahkan disintegran (Rashid dkk., 2008). Disintegran terbagi menjadi tiga jenis yaitu alamiah, sintetis dan coprocessed (Bala dkk., 2012). Disintegran alamiah merupakan yang paling unggul diantara ketiga jenis disintegran tersebut. Disintegran alamiah mudah didapatkan, tidak merusak alam, bio-acceptable, dan dapat diperbaharui karena banyak terdapat di alam sehingga efisien dari segi pembiayaan dibandingkan dengan jenis sintetis (Bala dkk., 2012). Salah satu bahan alamiah yang dapat digunakan sebagai disintegran adalah hasil reaksi kimiawi kitin yaitu kitosan. Kitin merupakan hasil ekstraksi kulit udang, kepiting, lobster, cumi dan krill yang dibuang (Shihora dan Panda, 2011). Hasil bio-polisakarida dari kitin melalui proses deasetilasi-N kitin dalam media alkali membentuk kitosan. Penambahan kitosan sebagai bahan disintegran lebih efisien dibandingkan dengan kanji dan selulosa mikrokristalin apabila konsentrasinya melebihi 5% (Kim, 2013). Menurut Rasool dkk. (2012), penambahan 7% kitosan dalam pembuatan ODT membantu meningkatkan kecepatan disintegrasi tablet. Chandira dkk. (2010) dalam penelitiannya membuktikan bahwa peningkatan konsentrasi kitosan meningkatkan kecepatan disintegrasi tablet. Belum banyak penelitian yang mengkaji pengaruh konsentrasi kitosan terhadap kecepatan disntegrasi tablet Amoksisilin.
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, dapat disusun permasalahan: Apakah terdapat pengaruh konsentrasi kitosan terhadap kecepatan disintegrasi tablet Amoksisilin?
C. Keaslian Penelitian Jayaprakash dkk. (2012) telah melakukan penelitian tentang pengaruh pemberian disintegran yang berbeda terhadap sediaan tablet terdisintegrasi Amoksisilin trihydrate. Penelitian tersebut menggunakan beberapa jenis disintegran seperti kanji (starch), sodium starch glycolate, crospovidone, dan croscarmellose. Rasool dkk. (2012) melakukan penelitian yang membandingkan penggunaan kitosan, serbuk starch, polyvinylpyrrolidone (PVP), serbuk Avicel PH 101, dan granul Avicel PH 102 sebagai bahan disintegran dalam menentukan bioavailabilitas tablet furosemide. Chandira dkk. (2010) meneliti empat jenis disintegran dalam formulasi obat terbutaline sulphate dalam bentuk tablet orodispersible yaitu kitosan, Ac Di Sol, Sodium cmc, dan Alginic Acid dengan konsentrasi yang berbeda. Penelitian mengenai pengaruh konsentrasi kitosan terhadap kecepatan disintegrasi tablet Amoksisilin belum pernah diteliti.
D. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh konsentrasi kitosan terhadap kecepatan disintegrasi tablet Amoksisilin.
E. Manfaat Penelitian 1. Menambah pengetahuan baru terkait pengembangan obat Amoksisilin dalam sediaan tablet mudah hancur serta keunggulan kitosan sebagai salah satu bahan disintegran. 2. Pemanfaatan kitosan sebagai salah satu bahan disintegran alami.