I.
A.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Maloklusi atau kelainan oklusi adalah oklusi yang menyimpang dari keadaan normal (Graber dan Swain, 1985). Edward Angle (sit. Bhalajhi 2004) mengenalkan
klasifikasi maloklusi pada tahun 1899. Klasifikasi Angle
didasarkan pada hubungan molar pertama permanen rahang bawah dengan molar pertama permanen rahang atas. Maloklusi Kelas I Angle adalah maloklusi dimana tonjol mesio-bukal molar pertama rahang atas tepat berada pada lekukan bukal molar pertama rahang bawah. Pasien dengan maloklusi kelas I Angle dapat disertai gigi yang tidak beraturan seperti gigi berjejal, spacing, rotasi gigi, protrusif, deep over bite, open bite, dan crossbite (Bhalajhi, 2004). Data arsip sebelum dan sesudah perawatan ortodontik di Klinik Ortodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Prof. Soedomo Universitas Gadjah Mada pada tahun 2000 – 2012, menunjukkan prevalensi maloklusi terbanyak yang dirawat dengan teknik Begg pada kasus maloklusi Angle Kelas I sebesar 53,47%, Maloklusi Angle Kelas II sebesar 28,98% dan maloklusi Angle Kelas III 17,55%. Perawatan ortodontik bertujuan untuk mencapai hubungan oklusi dan fungsi yang baik, perbaikan keadaaan dentofasial dan estetis wajah, serta menghasilkan kedudukan gigi yang stabil setelah perawatan (Graber dan Swain, 1985; Proffit dkk., 2000). Perawatan ortodontik dapat dilakukan dengan alat lepasan, cekat maupun kombinasi. Perawatan ortodontik dengan hasil yang lebih 1 1
baik dapat dicapai dengan penggunaan alat ortodontik cekat. Keunggulan alat cekat antara lain : 1) mampu menggerakkan gigi dalam 3 dimensi yaitu arah bukolingual, mesiodistal dan oklusoapikal, 2) memberikan retensi dan stabilisasi yang baik, 3) dapat digunakan pada kasus yang sulit serta untuk gerakan tipping, bodily dan torque (Begg dan Kesling, 1977; Proffit dkk, 2000; Firestone dkk, 1997). Perawatan ortodontik cekat dapat dilakukan dengan berbagai teknik. Beberapa teknik yang sering digunakan oleh klinisi diantaranya adalah teknik Edgewise, Straight Wire Appliance, dan Begg (Bhalajhi, 2004). Teknik Begg dikembangkan oleh Raymond Begg pada tahun 1920 dengan memodifikasi Teknik Ribbon Arch. Desain alat cekat teknik Begg menggunakan braket slot vertikal, busur kawat menggunakan Australian wire, dan pengikatan busur kawat menggunakan pin (Begg dan Kesling, 1977). Teknik Begg menggunakan prinsip differential force dan menghasilkan pergerakan tipping dari gigi (Bhalajhi, 2004). Penggunaan differential force artinya prinsip pergerakan gigi yang dilakukan bersamaan memberikan gaya yang berbeda pada masing-masing gigi sehingga menghasilkan respon yang berbeda (Begg dan Kesling, 1977). Teknik Begg dibagi menjadi 3 tahap yang berurutan dan masing-masing tahap diselesaikan terlebih dahulu. Hal tersebut dimaksudkan untuk mencegah terjadinya kegagalan penjangkaran (Cadmann, 1975 dan Fletcher, 1981). Tingkat keberhasilan perawatan ortodontik hingga kini masih menjadi perbedaan antar klinisi. Hal tersebut disebabkan pendapat dan pengalaman klinisi yang bersifat individual sehingga terjadi perbedaan evaluasi hasil perawatan
2
ortodontik (Dyken dkk, 2001). Tingkat keberhasilan perawatan dipengaruhi oleh kemampuan, pengetahuan, dan keterampilan tiap klinisi (Shaw dkk, 1995). Upaya yang dilakukan untuk mengurangi derajat subjektivitas penilaian suatu maloklusi dapat dinilai dengan menggunakan suatu indeks maloklusi yang dapat digunakan untuk menilai tingkat keparahan maloklusi dan tingkat keberhasilan perawatan secara objektif. Indeks maloklusi yang sering digunakan yaitu Indeks PAR (Peer Assesment Rating Index). Penelitian lebih baru mengembangkan
suatu
indeks
yang
lebih
mudah
digunakan
daripada
menggunakan Indeks PAR yaitu ICON (Index of Complexity, Outcome and Need). Indeks PAR dan ICON digunakan untuk mengetahui tingkat keparahan maloklusi sebelum dan sesudah perawatan, selain itu dapat digunakan untuk menilai tingkat keberhasilan perawatan (Lisa, 1993; Pambudi-Raharjo, 2009). Indeks PAR dikembangkan oleh Richmond dkk (1992) merupakan indeks yang telah diterima secara universal dan valid seperti indeks oklusal lainnya (Richmond dkk, 1992). Indeks PAR digunakan untuk menilai hasil perawatan ortodontik dengan membandingkan skor sebelum dan sesudah perawatan ortodontik. Kriteria penilaian menggunakan Indeks PAR terdiri dari: 1) Segmen anterior rahang atas dan bawah, 2) Oklusi bukal kanan dan kiri, 3) Jarak gigit/overjet, 4) tumpang gigit/overbite, 5) garis tengah/midline dengan menggunakan penggaris khusus (PAR ruler). Perbedaan skor sebelum dan sesudah perawatan menunjukkan tingkat keberhasilan perawatan (Richmond dkk., 1992; Pambudi-Raharjo, 2009).
3
ICON dikembangkan oleh Daniels dan Richmond pada tahun 2000. ICON terdiri dari lima komponen, antara lain : 1) Komponen dental aesthetics, 2) Adanya gigi yang berdesakan pada rahang atas, 3) Adanya crossbite, 4) Tumpang gigit / Overbite, 5) Relasi pada gigi posterior kanan dan kiri (Daniels dan Richmond, 2000). Kelebihan ICON dibandingkan dengan Indeks PAR yaitu mudah dipelajari dan digunakan untuk mengukur tingkat kebutuhan perawatan ortodontik dan hasil perawatan. Salah satu komponen pengukuran ICON menggunakan dental aesthetics dari IOTN (Index of Orthodontic Treatment Need). sehingga keparahan maloklusi dapat dihitung hanya dengan membandingkan dengan skala dental aesthetics. Dilihat dari cara perhitungan kedua indeks tersebut, terlihat bahwa ICON lebih mudah digunakan dan lebih ekonomis digunakan oleh klinisi dalam menentukan tingkat keberhasilan perawatan (Fox dkk., 2002).
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: Apakah terdapat hubungan antara Peer Assessment Rating Index (Indeks PAR) dan Index of Complexity, Outcome and Need (ICON) dalam menentukan tingkat keberhasilan perawatan ortodontik pada perawatan maloklusi Angle Kelas I teknik Begg?
4
C.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk : Mengetahui hubungan Peer Assessment Rating Index (Indeks PAR) dan Index of Complexity, Outcome and Need (ICON) dalam menentukan tingkat keberhasilan perawatan ortodontik pada perawatan maloklusi Angle Kelas I teknik Begg.
D.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan bermanfaat untuk : 1. Menambah informasi mengenai penggunaan Indeks PAR dan ICON sebagai indeks untuk mengetahui tingkat kebutuhan dan tingkat keberhasilan perawatan ortodontik. 2.
Sebagai bahan pertimbangan bagi operator menggunakan ICON untuk
mengevaluasi hasil perawatan secara objektif sehingga dapat digunakan untuk menilai keberhasilan perawatan ortodontik di klinik.
E.
Keaslian Penelitian
Pritartha-Sukatrini (2005) melakukan penelitian tentang penggunaan Indeks PAR pada evaluasi hasil perawatan ortodontik dengan teknik Begg pada semua kasus maloklusi di Klinik Ortodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada. Penelitian menunjukkan lebih dari separuh sampel (68 subjek) mencapai oklusi ideal dan 55 subjek masuk pada kriteria maloklusi ringan.
5
Fox dkk. (2002) meneliti perbandingan Index of Complexity, Outcome and Need (ICON) dengan Peer Assessment Rating Index (PAR Index) dan Index of Orthodontic Treatment Need (IOTN) pada 55 kasus semua maloklusi Angle menggunakan alat cekat pre-adjusted yang dirawat di Rumah Sakit Umum Middlesbrough menggunakan model sebelum dan sesudah perawatan. Penelitian menunjukkan ICON tidak berbeda dengan indeks PAR dan IOTN dalam menentukan tingkat kebutuhan dan hasil perawatan. Sepengetahuan penulis hingga saat ini belum pernah ada penelitian tentang hubungan antara metode evaluasi Index of Complexity, Outcome and Need (ICON) dengan Peer Assessment Rating Index (Indeks PAR) untuk menguji kesesuaian penggunaan kedua indeks tersebut dalam menilai tingkat keberhasilan perawatan pada maloklusi Kelas I teknik Begg.
6