I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laju pertumbuhan ekonomi Indonesia (5,78 % pada 2013) dan pertambahan jumlah penduduk (mencapai ± 218 juta jiwa) mengakibatkan peningkatan kebutuhan bahan bakar minyak sebagai sumber energi utama. Namun, realisasi lifting minyak yang berkurang menjadikan Indonesia sebagai negara net-importir minyak (sejak 2003). Impor minyak tinggi dan harga minyak mentah mencapai $104,27/barel memberikan dampak besar terhadap neraca perdagangan. Oleh karena itu, sumber energi alternatif perlu dikembangkan untuk mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar minyak. Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional untuk mengembangkan sumber energi alternatif sebagai bahan bakar pengganti minyak. Salah satu bahan bakar alternatif adalah hidrogen (H2). Gas ini sangat potensial untuk dikembangkan karena bersifat renewable (dapat diperbarui) (Karthic dan Joseph, 2012), ramah lingkungan (Thungklin et al., 2011) dan memiliki yield energi sangat tinggi (122 kJ.g-1) lebih besar 2,75 kali bahan bakar fosil (Han dan Shin, 2004; Kapdan dan Kargi, 2005; Antonopoulou et al., 2008). Kebutuhan hidrogen secara global terus mengalami peningkatan dengan kecepatan pertumbuhan mencapai 10 % per tahun (Winter, 2005) dan diperikirakan kontribusinya dalam pasar energi akan mencapai 8 – 10 % pada tahun 2025 (Armor, 1999). 1
2
Hidrogen dapat diproduksi secara biologi dan kimiawi (Han dan Shin, 2004). Secara biologis, hidrogen dihasilkan melalui fotosintesis dan fermentasi yang bersifat ramah lingkungan dengan kebutuhan energi lebih kecil dibanding proses produksi secara kimiawi (Kim et al., 2004). Fermentasi anaerobik merupakan proses yang lebih sederhana daripada fotosintesis karena dalam prosesnya tidak membutuhkan cahaya (Han dan Shin, 2004) dan mampu memanfaatkan substrat dari berbagai sumber (Nath dan Das, 2004). Penelitian saat ini telah mempelajari berbagai jenis substrat untuk produksi hidrogen, seperti glukosa (Li et al., 2008), sukrosa (Antonopoulou et al., 2008), pati dalam air limbah singkong (Sangyoka et al., 2007), residu pati kentang manis (Yokoi et al., 2001), bagase tebu (Pattra et al., 2008) dan ekstrak limbah nanas (Ruknongsaeng et al., 2005). Kriteria utama untuk pemilihan substrat adalah ketersediaan, biaya, kandungan karbohidrat dan biodegradability (Kapdan dan Kargi, 2005; Cai et al., 2009). Upaya mencari bahan baku yang murah dalam produksi biohidrogen dilakukan melalui pemanfaatan limbah pertanian tinggi karbohidrat. Umumnya limbah jenis ini berbentuk padat dan mengandung air, seperti sisa buah-buahan pasar dan sisa sayuran. Menurut Food and Agriculture Organization (FAO) (2011), terdapat lebih dari 400 juta ton buah segar yang dipanen selama tahun 2009 untuk memenuhi permintaan global. Sekitar 10 % buah segar dibuang sebagai sampah selama proses pemanenan hingga konsumsi, diantaranya merupakan komoditi buah terbaik, seperti melon. Di Indonesia, produksi melon mencapai
129.706
ton/tahun
dengan
potensi
limbah
yang
dihasilkan
3
± 12.970 ton/tahun. Septyaningtyas (2013) menyatakan sampah melon mengandung lignin (8,26 % db), hemiselulosa (22,71 %), selulosa (19,01 %), pati terlarut (17,22 %), gula total (30,42 %), lemak (6,91 %), total N (0,89 %), total solid (7,67 % wb) dan volatile solid (6,45 %). Cahyari et al. (2011) memanfaatkan limbah buah melon sebagai substrat untuk produksi hidrogen secara batch pada kondisi thermofilik (55 oC), menghasilkan 5,96 mmol H2.g VS-1 dan potensi produksi H2 mencapai 185.808.197 STP m3. Saat ini, konsorsium mikrobia alami yang diperoleh dari berbagai sumber banyak dimanfaatkan untuk produksi hidrogen. Konsorsium mikrobia memiliki fleksibilitas metabolisme yang diperoleh dari keberagaman jenis mikrobia dalam komunitas tersebut, sehingga mampu beradaptasi dengan baik pada kondisi lingkungan dan substrat yang berbeda. Hal ini memiliki pengaruh yang signifikan terhadap produksi gas hidrogen (Agler et al., 2011; Koskinen et al., 2007; Huang et al., 2010). Beberapa tipe inokulum yang dapat digunakan dalam proses produksi hidrogen, antara lain sewage sludge (Chang dan Lin, 2004), kotoran sapi (cow dung) (Fan et al., 2006), pig slurry (Sivagurunathan et al., 2014), poultry house sludge (Sittijunda et al., 2010) dan kotoran gajah (elephant dung) (Fangkum dan Reungsang, 2011). Menurut Reith et al. (2003), dekomposisi material organik menjadi metana (CH4) dan karbondioksida (CO2) diinduksi oleh beragam jenis mikrobia, biasanya diperoleh melalui enrichment alami dari tiap substrat yang digunakan. Susunan dan jumlah mikrobia yang terlibat dalam proses ini akan bervariasi tergantung pada jenis substrat, suhu, pH, mixing (percampuran), dan geometri
4
digester anaerob yang diterapkan (Insam et al., 2010) menyebabkan adanya variasi yield dan kecepatan produksi biogas. Sivagurunathan et al. (2014) melakukan kajian mengenai penggunaan kombinasi 3 (tiga) kultur campuran berbeda, yakni kotoran sapi (cow dung), pig slurry dan sewage sludge untuk meningkatkan produksi hidrogen menggunakan substrat glukosa. Hasil uji menunjukkan adanya peningkatan yield dan kecepatan produksi hidrogen oleh kultur campuran sewage sludge-pig slurry (2,34 mol H2.mol glukosa-1 dan 6,76 L.hari-1) dibandingkan kultur tunggal pig slurry (1,59 mol H2.mol glukosa-1 dan 4,43 L.hari-1). Pemahaman mengenai pengaruh peningkatan keragaman dan interaksi antar mikrobia terhadap produksi hidrogen sangat penting untuk membentuk suatu proses produksi hidrogen yang stabil. Oleh karena itu, peneliti akan mengkaji pengaruh perbedaan asal inokulum (digester limbah tahu, limbah buah dan kotoran sapi) dan kombinasinya terhadap produksi hidrogen dari limbah buah melon pada fermentor batch. 1.2 Rumusan Masalah Permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Apakah terdapat pengaruh perbedaan asal inokulum (digester biogas limbah buah, kotoran sapi, limbah tahu) terhadap produksi hidrogen dari limbah buah melon pada fermentor batch? Apabila demikian, inokulum manakah yang memiliki kemampuan terbaik? 2. Apakah perlakuan kombinasi inokulum asal 3 digester berbeda mampu meningkatkan produksi hidrogen asal limbah buah melon pada fermentor batch? Apabila demikian, seberapa besar pengaruhnya?
5
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini sebagai berikut: 1. Menentukkan inokulum asal digester biogas yang memiliki kemampuan produksi hidrogen terbaik dari limbah buah melon pada fermentor batch. 2. Menentukkan pengaruh kombinasi inokulum asal 3 digester berbeda (digester biogas limbah buah, kotoran sapi, limbah tahu) terhadap peningkatan produksi hidrogen dari limbah buah melon pada fermentor batch. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Bagi masyarakat ilmiah, penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan pengetahuan maupun referensi untuk penelitian dan pengembangan sumber energi alternatif, khususnya biohidrogen, dalam rangka meningkatkan keamanan pasokan energi dengan memperhatikan aspek lingkungan. 2. Bagi masyarakat industri : a. dapat menjadi dasar dan masukan bagi pengembangan industri biohidrogen khususnya yang memanfaatkan metode fermentasi gelap (dark hydrogen fermentation). b. dapat mengoptimalkan nilai manfaat dari limbah organik dan sumber inokulum yang ada untuk menghasilkan energi alternatif dengan harga yang terjangkau bagi masyarakat dan daerah belum berkembang. 3. Bagi masyarakat awam, penelitian ini dapat menambah pengetahuan
mengenai nilai manfaat limbah dan peranannya dalam produksi biohidrogen
6
dalam rangka meningkatkan peran warga negara dalam mengusahakan sumber daya energi. 1.5 Kebaruan Penelitian Kebaruan
penelitian
ini
terletak pada uji
batch untuk melihat
kemampuan produksi hidrogen dari limbah organik kompleks (sampah buah melon) oleh inokulum asal 3 digester biogas berbeda (digester biogas limbah buah, kotoran sapi, limbah tahu) dan uji pengaruh kombinasi inokulum terhadap peningkatan kemampuan produksi hidrogen serta analisa volatile fatty acid untuk melihat jalur metabolisme dominan yang dimanfaatkan mikrobia dalam konsorsium yang digunakan sebagai inokulum. Pemahaman mengenai pengaruh peningkatan keragaman dan interaksi antar mikrobia terhadap produksi hidrogen diharapkan mampu membentuk suatu proses produksi hidrogen yang stabil.