Term of reference Seminar Sehari Dalam Rangka Peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia Parlemen Hijau untuk Indonesia yang Maju dan Lestari: Refleksi dan Proyeksi Peran Parlemen dalam Mewujudkan Pengelolaan Lingkungan Hidup Berkelanjutan I.
Latar Belakang “Setiap warga negara berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat…” Pasal 28 H UUD Negara RI Tahun 1945
Sebagai negara dengan potensi kekayaan alam yang melimpah, pemanfaatan sumber daya alam tak pelak menjadi salah satu sumber utama penerimaan negara. Penerimaan negara dari sumber daya alam1 merupakan sumber utama Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) selama kurun waktu 2007-2011. Penerimaan negara dari sumber daya alam (SDA) memberikan kontribusi rata-rata 64 persen terhadap total PNBP, dengan pertumbuhan rata-rata mencapai 12,6 persen per tahun.2 Untuk tahun 2013 sendiri pemerintah menargetkan penerimaan SDA sebesar Rp.197,2 triliun.3 Untuk mencapai target peningkatan penerimaan SDA dalam jangka menengah, pemerintah telah merancang kebijakan untuk meningkatkan produksi migas terutama target lifting menjadi lebih dari satu juta barel per hari, serta optimalisasi penerimaan negara dari SDA nonmigas melalui peningkatan volume produksi serta pengembangan potensi usaha pertambangan panas bumi.4 1
Penerimaan negara dari sumber daya alam (SDA) terdiri dari penerimaan SDA migas dan penerimaan negara SDA non-migas (pertambangan umum, kehutanan, perikanan, dan pertambangan panas bumi). 2 Nota Keuangan RAPBN 2013. 3 Data Pokok APBN 2013 4 Nota Keuangan RAPBN 2013, Hal. 402.
1
Besarnya target penerimaan SDA dalam APBN menunjukan masih bergantungnya pertumbuhan ekonomi nasional pada asset sumber daya alam, yang merupakan 25 persen dari total sumber kemakmuran Indonesia.5 Konsekuensi yang tidak dapat dihindarkan dari intensifikasi pemanfaatan sumber daya alam untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi adalah degradasi lingkungan hidup. Berdasarkan studi Bank Dunia yang diliris oleh Leitmann et. al (2009), degradasi lingkungan telah mengerus 5 persen Penerimaan Domestik Bruto (PDB) Indonesia.6 Pemanfaatan sumber daya alam di satu sisi meningkatkan penerimaan negara, tetapi di sisi lain juga membebankan ongkos degradasi dan kerusakan lingkungan sebagai akibat yang tidak dapat dihindarkan dari setiap aktivitas eksploitasi SDA. DistribusiOngkosDegradasi LingkunganTerhadap PDB7 Jenis Degradasi
Ongkos Ekonomi
% GDP
(US$ billion, 2007)
(2007)
Meningkat
2,5-7
Perubahan Iklim
sepanjang waktu Pencemaran air dan sanitasi
7,7
2
Pencemaran udara ambient
3,9
0,9
Pencemaran udara dalam
1,6
0,4
0,56
0,13
ruang Degradasi lahan
Pembangunan ekonomi yang semata berorentasi mengejar pertumbuhan melalui intesifikasi pemanfaatan sumber daya alam tidak hanya mengancam kelestarian lingkungan, namun juga berpotensi meningkatkan konflik berkaitan dengan pengelolaan sumber daya alam. Tidak jarang konflik berujung pada kekerasan kepada warga masyarakat. Sepanjang tahun 2011, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) mencatat setidaknya terdapat 103 kasus kekerasan kepada masyarakat yang berkaitan dengan sumber daya alam. 8 Sementara Komnas HAM mencatat sejak tahun 2009-2012 kekerasan yang berkaitan dengan sumber daya alam 5
Kementerian Negara Lingkungan Hidup RI, Status Lingkungan Hidup Indonesia 2010, hal. 8. Ibid, hal. 9 7 Leitman et, al., (2009) sebagaimana dikutip dalam SLHI 2010 8 103 Kasus Kekerasan Terkait Sumber Daya Alam, http://sindikasi.inilah.com/read/detail/1812793/URLTEENAGE, sebagaimana di akses tanggal 15 Mei 2013 6
2
telah memakan korban jiwa sebanyak 52 orang, 64 korban tertembak, 604 ditangkap/ditahan, dan 321 dianiaya. Konflik tersebut meliputi tidak kurang dari 500.372 Ha luas lahan dan 69.975 Kepala Keluarga.9
Kerusakan serta degradasi kualitas lingkungan serta konflik berkaitan dengan pengelolaan sumber daya alam akan terus terjadi jika orientasi pembangunan ekonomi masih bertumpu pada pertumbuhan dengan mengabaikan aspek ekologis (kelestarian lingkungan dan keberlanjutan) serta aspek sosial. Kondisi ini cenderung akan terus meningkat seiring dengan diterbitkannya Peraturan Presiden No. 32 Tahun 2011 tentang Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025 (MP3EI) sebagai kebijakan yang didisain untuk mempercepat transformasi ekonomi nasional guna mewujudkan visi sebagai Negara maju pada tahun 2025. MP3EI berisi arahan strategi yang harus diperhatikan oleh pembuat kebijakan baik di tingkat nasional maupun daerah10 serta menjadi panduan bagi investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia.11 MP3EI diterbitkan sebagai upaya yang dilakukan pemerintah untuk melakukan
akselerasi menuju negara maju yang sangat
diperlukan untuk meningkatkan kesejahteraan sosial rakyat Indonesia. Pemerintah beranggapan bahwa kondisi business as usual tanpa adanya akselerasi dalam pertumbuhan ekonomi akan memperlambat visi akselerasi menuju negara maju. Oleh karena itu MP3EI bertujuan untuk merubah paradigma bahwa pertumbuhan ekonomi harus melibatkan seluruh komponen bangsa, termasuk dunia usaha baik BUMN, BUMD, dan swasta domestik, dan asing dalam kerangka Indonesia Incorporated.12
Sejak awal lahirnya kebijakan MP3EI telah banyak menimbulkan polemik. Tidak dijadikannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH) sebagai salah satu konsiderans serta penyusunan kebijakan yang tidak didahului dengan penyusunan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), menjadi kekhawatiran banyak pihak jika kebijakan unggulan pemerintah ini akan bertolak belakang dengan upaya perlindungan dan perbaikan kualitas lingkungan hidup. Dalam konteks upaya pemerintah untuk mengatisipasi dampak perubahan iklim, MP3EI dan kebijakan pembangunan ekonomi secara umum yang tidak disertai dengan mekanisme 9
Politik Penjarahan, Mesin Uang Partai Politik Menjelang 2014, http://www.jatam.org/saungpers/siaran-pers/231-politik-penjarahan-mesin-uang-partai-politik-menjelang-2014.htmlsebagaimana diakses pada tanggal 15 Mei 2013 10 Pasal 2 Perpres 32 Tahun 2011 11 Pasal 3 Perpres 32 Tahun 2011 12 Lampiran 1 Perpres No. 32 Tahun 2011, hal. 8-9
3
perlindungan dan pengendalian dampak lingkungan akan bertolak belakang dengan komitmen pemerintah untuk menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 26 - 41 % pada tahun 2020.
Pertumbuhan ekonomi sebagai prasyarat untuk mewujudkkan akselerasi sebagai negara maju seyogyanya tidak dihadapkan secara dimetral dengan kelestarian lingkungan hidup. Baik pertumbuhan ekonomi maupun kelestarian lingkungan berorientasi pada peningkatan kesejahteraan dan kualitas hidup rakyat. Oleh karena itu keduanya harus berjalan beriringan dalam kerangka pembangunan yang berwawasan lingkungan. Oleh karena itu diperlukan adanya mekanisme perlindungan lingkungan (environmental safeguard measures) yang dapat menjamin pembangunan ekonomi tidak keluar dari rel perlindungan lingkungan di satu sisi, namun tidak menghambat target pertumbuhan ekonomi di sisi lain.
Salah satu mekanisme perlindungan lingkungan yang dapat dioptimalkan adalah pengawasan terhadap kebijakan pembangunan yang diambil oleh pemerintah. Dalam konteks ini, parlemen sebagai lembaga negara yang memiliki kewenangan konstitusional13 untuk melakukan pengawasan terhadap kerja pemerintah memiliki peran yang sangat sentral. Melalui mekanisme pengawasan parlemen, kebijakan pembangunan yang diambil pemerintah dan berpotensi merusak lingkungan hidup dapat diantisipasi. Beberapa perundangan sektoral bahkan memberikan kewenangan kepada parlemen untuk memberikan pertimbangan dan persetujuan atas perizinan yang diterbitkan oleh pemerintah jika bernilai strategis dan memiliki potensi kerusakan lingkungan yang besar.14
Disamping fungsi pengawasan, parlemen juga memiliki fungsi legislasi yang memberikan kewenangan besar kepada parlemen untuk membentuk undang-undang, dan fungsi anggaran yang mendudukan parlemen sebagai otorisator anggaran (APBN). Dengan fungsi dan kewenangan yang melekat itu, parlemen dapat mengendalikan kebijakan yang diambil pemerintah dalam kerangka check and balances, sehingga kebijakan pemerintah yang berdampak besar pada lingkungan dapat diantisipasi oleh parlemen. Namun hal tersebut hanya akan terwujud jika parlemen juga memiliki kepedulian mengenai persoalan-persoalan lingkungan hidup. UUPPLH sendiri telah memandatkan bahwa penyusunan undang-undang 13
Pasal 20 A ayat (1), Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Misalnya pemeberian Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan untuk pertambangan di dalam kawasan hutan dan perubahan peruntukan kawasan hutan dalam skala besar dan berdampak strategis. Lihat dalam Pasal 19 ayat (2) dan Pasal 38 ayat (5) UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. 14
4
sebagai pelaksanaan fungsi legislasi, dan penyusunan anggaran (APBN) sebagai pelaksanaan fungsi anggaran harus memperhatikan perlindungan fungsi lingkungan hidup dan prinsipprinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.15
Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), sebagai lembaga pengkajian lingkungan hidup di Indonesia menilai bahwa “parlemen hijau” yang memiliki orientasi dan kepedulian terhadap persoalan lingkungan hidup adalah salah satu pilar bernegara yang diperlukan untuk mewujudkan lingkungan hidup yang baik dan sehat sesuai mandat konstitusi. Oleh karena itu dalam rangka peringatan Hari Lingkungan Hidup Internasional tanggal 5 Juni 2013, ICEL bermaksud menyelenggarakan semnar sehari yang mengangkat tema : Parlemen Hijau untuk Indonesia yang Maju dan Lestari: Refleksi dan Proyeksi Peran Parlemen dalam Mewujudkan Pengelolaan Lingkungan Hidup Berkelanjutan
II.
Susunan Acara
Kegiatan seminar sehari ini dilaksanakan sebagai bagian dari peringatan Hari Lingkungan Hidup Internasional yang diperingati setiap tanggal 5 Juni. Tema yang diangkat tahun ini oleh UNEP adalah “Think. Eat. Save”. Tema ini bertujuan untuk mengkampanyekan mengenai perlunya pertimbangan lingkungan dalam pemenuhan kebutuhan pangan global. Adapun tema seminar sehari yang akan diselenggarakan mengangkat tema: Parlemen Hijau untuk Indonesia yang Maju dan Lestari: Refleksi dan Proyeksi Peran Parlemen dalam Mewujudkan Pengelolaan Lingkungan Hidup Berkelanjutan. Kegiatan seminar sehari ini dibagi dalam 2 (dua) sesi : Sesi 1 (Pukul 10.00 – 12.00 WIB) Sub Tema: Peran Parlemen dalam Mendorong Pertumbuhan Ekonomi yang Berwawasan Lingkungan: Refleksi Upaya Mensinergikan Kelestarian Lingkungan Hidup dengan Ketahanan Pangan Sejalan dengan tema besar peringatan hari lingkungan hidup internasional tahun ini: “Think. Eat. Save”, sesi ini bertujuan untuk mengulas kebijakan pemerintah dalam pembangunan ekonomi di sektor pertanian pangan sebagai upaya mewujudkan ketahanan pangan nasional.
15
Pasal 44 dan Pasal 45 UU No. 32 Tahun 2009
5
Sesi ini juga akan menggali sejauhmana peran parlemen dalam memastikan lingkungan hidup dipertimbangkan dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah tersebut.
Salah satu turunan dari kebijakan MP3EI adalah kebijakan pembangunan Merauke Integrated Food and Energy Estate (MIFEE) di Kabupaten Merauke. Sebagaimana tertungan dalam Lampiran Perpres 32 Tahun 2011 tentang MP3EI, Koridor Ekonomi Papua-Kepulauan Maluku direncanakan untuk dikembangkan sebagai pusat pengembangan pangan, perikanan, energi, dan pertambangan nasional. Salah satu kegiatan ekonomi utama yang akan dilakukan untuk mewujudkannya adalah kegiatan pertanian pangan melalui pembangunan MIFEE.16 Pembangunan MIFEE dilakukan dalam rangka mengantisipasi krisis pangan dan energi dengan pemilihan Merauke sebagai lokasi karena daerah ini memiliki potensi lahan datar dan subur. Adapun luas lahan yang dibutuhkan untuk pengembangan MIFEE mencapai 1,2 Juta Ha yang akan ditempuh dengan melakukan pengembangan lahan secara bertahap dan percepatan proses pelepasan kawasan hutan untuk food estate.17
Besarnya kebutuhan lahan untuk pembangunan MIFEE yang dilakukan melalui perubahan peruntukan kawasan hutan mendapatkan sorotan tajam dari pemerihati lingkungan. Dari 1,2 Juta Ha lahan yang disiapkan untuk pengembangan MIFEE, 90% diantaranya adalah lahan hutan alami,18 sehingga muncul kekhawatiran perubahan peruntukan kawasan hutan dalam rangka MIFEE akan merusak keseimbangan ekosistem dan keanekaragaman hayati di Kabupaten Merauke.
Kasus MIFEE adalah contoh pembangunan ekonomi di sektor pertanian yang bertujuan untuk mewujudkan ketahanan pangan yang berdampak pada kelestarian lingkungan hidup. Selain MIFEE, merujuk pada data Greenomics Indonesia tahun 2006-2008, pembangunan lahan pertanian pangan dan perkebunan yang bersinggungan dengan kawasan hutan terjadi pula di beberapa daerah, di Provinsi Sumatera Utara ada sekitar 40 kasus perambahan hutan lindung untuk perkebunan dan budi daya pertanian seluas 195 ribu hektar. Di Provinsi Riau sedikitnya 143 ribu hektar hutan lindung dan konservasi telah berubah menjadi area perkebunan dan budi daya pertanian lahan kering secara ilegal. Adapun di Nanggroe Aceh Darussalam, hutan lindung seluas 160 ribu hektar telah berubah menjadi area perkebunan, 16
Lampiran Perpres 32 Tahun 2009, hal. 159 Lampiran Perpres 32 Tahun 2009, hal. 165 18 http://www.ceds.fe.unpad.ac.id/index.php/publications/analisis-ceds/325-alih-fungsi-lahan-hutanjawaban-yang-bijak-untuk-ketahanan-pangan.html , diunduh pada Sabtu 11 Mei 2013 17
6
lahan pertanian kering, semak belukar, dan tanah terbuka. Di Kalimantan Barat, sedikitnya 286 ribu hektar hutan lindung telah berubah menjadi area pertanian.19 Sesi ini akan dimoderatori oleh Henri Subagiyo, S.H., M.H (Direktur Eksekutif ICEL). Sesi 2 (Pukul 13.00 – 15.30 WIB) Sub Tema : Optimalisasi Parlemen dalam Mewujudkan Pengelolaan Lingkungan Hidup Berkelanjutan: Sebuah Proyeksi Parlemen Pro Lingkungan” Parlemen memiliki kewenangan konstitusional untuk melakukan fungsi legislasi, fungsi pengawasan, dan fungsi anggaran. Dalam kaitannya dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, ketiga fungsi parlemen tersebut dapat dioptimalkan untuk mewujudkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Dengan fungsi legislasi, parlemen dapat membentuk undang-undang yang memeprhatikan perlindungan fungsi lingkungan hidup. Dengan fungsi anggaran, parlemen memiliki kekuasaan untuk mengalokasikan anggaran yang memadai untuk program-program yang berkaitan dengan perlindungan lingkungan hidup dalam proses penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Sementara dengan fungsi pengawasan, dalam kerangka check and balances, parlemen dapat mengawasi kinerja dan kebijakan pemerintah dalam pelaksanaan pembangunan yang berpotensi menimbulkan dampak lingkungan. Optimalisasi fungsi-fungsi tersebut bagi upaya perlindungan lingkungan hidup dapat terwujud jika parlemen memiliki kepekaan dan kepedulian terhadap persoalan lingkungan hidup. Sesi ini akan dimoderatori oleh Wiwiek Awiaty, S.H., M.Hum* (Pakar Hukum Lingkungan UI/Peneliti Senior ICEL).
III.
Waktu dan Tempat
Adapun seminar ini akan diselenggarakan pada : Hari/Tanggal : Selasa/ 4 Juni 2013 Waktu
: Pukul 09.30 – 12.00 WIB (Sesi 1) & Pukul 13.00 – 15.30 WIB (Sesi 2)
Tempat
: Ruangan Lounge 8, Lantai 8 Hotel Atlet Century Park Jl Pintu Satu Senayan, Jakarta
19
http://green.kompasiana.com/penghijauan/2011/03/24/energi-kebutuhan-pangan-dan-lingkungan349131.html , diunduh pada Sabtu 11 Mei 2013. dalam konfirmasi
7
IV.
Agenda Acara
Waktu
Acara
08.30 - 09.30
Registrasi Peserta
Panitia
09.30 - 09.40
Pembukaan :
Henri Subagiyo, S.H.,M.H
Master of Ceremony
Sambutan Direktur Eksekutif ICEL
09.40 - 10.00
10.00 - 12.00
Pengantar Diskusi Sesi I
Yustisia Rahman, S.H
Presentasi Tim Peneliti
Raynaldo Sembiring, S.H
ICEL
Elizabeth Napitupulu, S.H
Sesi I Peran
Moderator : Parlemen
Mendorong
dalam
Henri Subagiyo, S.H.,M.H
Pertumbuhan
Ekonomi yang Berwawasan Narasumber : Lingkungan Upaya Kelestarian
:
Refleksi
Mensinergikan Lingkungan
Dr. Ir. Rr. Endah Murniningtyas, M.Sc
Hidup dengan Ketahanan
(Deputi Menteri Negara
Pangan
PPN/ Kepala Bappenas Bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup)
Abetnego Tarigan (Direktur Eksekutif Walhi)
Bobby Adhityo Rizaldi, SE.Ak,MBA,CFE (Anggota Komisi VII DPR RI)
Prof. Dr. Asep Warlan Yusuf, S.H (Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Parahyangan
8
Bandung/Peneliti Senior ICEL) 12.00 - 12.15
Konferensi Pers
12.00 - 13.00
ISHOMA
13.00 - 13.20
Pengantar Diskusi Sesi II
Yustisia Rahman, S.H
Presentasi Tim Peneliti
Raynaldo Sembiring, S.H
ICEL
Elizabeth Napitupulu, S.H
13.20 - 15.20
Narasumber dan Panitia
Sesi II
Moderator :
Optimalisasi Parlemen
dalam Mewujudkan
Wiwiek Awiaty, S.H.,M.Hum
Pengelolaan Lingkungan
Narasumber :
Hidup Berkelanjutan:
Ir. Ilyas Assaad, M.P., M.H
Sebuah Proyeksi Parlemen
(Deputi
Pro Lingkungan
Komunikasi dan
Bidang Lingkungan Pemberdayaan
Masyarakat)
Dr. Alexander Sonny Keraf (Pengajar Katolik Jakarta/Inisiator
Universitas Atmajaya Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2009)
Ir.H. Daryatmo Mardiyanto (Wakil Pimpinan Komisi VII DPR RI)
Andrinof Chaniago (Pengajar FISIP UI/Pakar Politik Lingkungan dan Sumber Daya Alam)
15.20 - 15.30
Penutup
Master of Ceremony
9