Kepastian Hukum Pembangunan Pantai Barat Madina Written by Thursday, 29 July 2010 03:24
Hutan negara yang masih rimba alam, dibiarkan begitu saja selama bertahun-tahun
Pembangunan daerah pesisir yang masih terbelakang di wilayah Pantai Barat Kabupaten Madina dimulai dengan pelepasan puluhan ribuan hektar kawasan hutan Negara. Dilakukan melalui Perda Tata Ruang Kabupaten yang dikukuhkan Perda Tata Ruang Provinsi Sumut. Finalnya disahkan Menteri Kehutanan dengan SK No: 44 /Menhut-II/2005 tentang penghunjukan kawasan hutan di Provinsi Sumut.
Berlanjut Pemkab Madina mengundang sejumlah investor untuk menanam modal guna membangun perkebunan, yang dinilai sebagai alternatif paling memungkinkan untuk mengangkat kehidupan masyarakat di sepanjang pesisir pantai. Namun niat dan itikad Pemkab Madina tersebut terlihat justru terkendala akibat permainan spekulasi tanah oleh kalangan elit desa-desa di pesisir Pantai Barat. Mereka diiming-iming sejumlah mafia tanah yang datang dari Kota Medan, Tebingtinggi dan Padangsidimpuan. Permainan spekulasi tanah di Pantai Barat terdeteksi sejak daerah pesisir tersebut terbuka oleh pembangunan/pembukaan Jalan Lintas Pantai Barat pada tahun 1997.
1/5
Kepastian Hukum Pembangunan Pantai Barat Madina Written by Thursday, 29 July 2010 03:24
Mengamati himpunan data sejumlah surat-surat akta jual-beli tanah, akta pelepasan hak, serta surat-surat garap yang diterbitkan aparat setempat, terlihat banyaknya surat-surat kepemilikan dan penjualan tanah produk rekayasa yang cacat-hukum. Masalahnya objek lahan yang digarap dan diperjualbelikan, diperbuat surat-surat kepemilikan dan pembeliannya oleh aparat setempat seolah tanah kebun garapan milik pribadi warga desa. Padahal objek lahan wujud fisiknya masih berwujud hutan rimba alam yang statusnya sesuai SK Menteri Pertanian No: 923/Kpts/Um/12/1982 yang populer dengan sebutan Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) adalah Hutan Negara.
Contoh gamblang seperti kawasan hutan negara eks areal HPH Teluk Nauli di Kecamatan Muara Batang Gadis terutama di sepanjang tepi sungai Aek Marait, Aek Siriam dan Aek Rambe, yang sejak terbukanya wilayah tersebut oleh proyek pembukaan Jalan Lintas Pantai Barat. Tanah ini diklaim dan diperjualbelikan aparat setempat dengan memakai nama-nama warga desa setempat kepada pihak luar. Prihatinnya, warga desa setempat para pemegang surat-surat garap serta surat-surat jual-beli tanah di dalam hutan negara di Kec.Muara Bt Gadis malah tidak pernah berkebun menggarap lahan.
Kawasan hutan negara yang fisiknya masih rimba alam, dibiarkan begitu saja selama bertahun-tahun. Terkecuali ada segelintir pemodal besar dari Medan yang mampu merambah hutan negara dan mengalihfungsikan menjadi perkebunan sawit, seperti ada ratusan hektar perkebunan liar di dekat Desa Sikapas yang diketahui tidak memiliki izin apapun. Baik izin pelepasan hutan negara dari Menhut, ataupun izin lokasi dan izin usaha perkebunan dari Pemkab Madina, apalagi izin Hak Guna Usaha (HGU) dari Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Konflik mulai muncul ketika para investor yang mendapat izin lokasi dan izin usaha perkebunan dari Pemkab Madina mengembangkan usahanya, mendapat tantangan dari warga setempat
2/5
Kepastian Hukum Pembangunan Pantai Barat Madina Written by Thursday, 29 July 2010 03:24
yang merasa berhak karena mengantongi surat-surat garap–walau luas garapannya terlihat mengada-ada—karena tak masuk akal warga desa menggarap hutan rimba alam secara manual puluhan hektar. Apalagi hutan negara yang katanya digarap bukan hutan tanah kering tapi hamparan hutan rawa yang secara teknis tidak bisa digarap oleh kerja tangan perorangan.
Situasi makin keruh ketika para pemodal kuat perambah hutan negara berdalih punya surat-surat jual-beli tanah–yang diragukan keabsahannya—tanpa memiliki semua izin terkait, bekerja sama dengan elit desa-desa setempat melakukan perlawanan. Buat kehebohan dengan cara gembar-gembor di mass media mengklaim kepemilikan dan menuntut ganti-rugi, disinyalir bertujuan mengganggu iklim investasi di Kab. Madina.
Diduga para spekulan ataupun tegasnya mafia tanah tersebut hanya sekedar mengganggu cuma bertujuan dapat gatirugi, karena para pemegang surat-surat garap dan akta-akta jual-beli tersebut tidak pernah berupaya menuntut –jika benar—haknya melalui jalur hukum.
Tidak ditempuhnya jalur hukum oleh para pemegang surat-surat tanah tersebut, sesuai analisa himpunan data dapat diketahui bahwa semua surat-surat tanah tersebut memiliki kelemahan yuridis. Surat-surat tanah yang pada jadwal surat kepemilikannya dibuat justru lahannya masih berstatus kawasan hutan negara, jelas cacat hukum tidak sah dan harus batal demi hukum.
Namun upaya win-win solution yang coba ditawarkan oleh beberapa investor untuk memberi ganti biaya inmas-tumbang serta ganti harga tanaman –yang umumnya tanaman berkondisi
3/5
Kepastian Hukum Pembangunan Pantai Barat Madina Written by Thursday, 29 July 2010 03:24
hidup segan mati tak mau—ditantang dengan tuntutan harga irrasional. Seperti nilai harga future value kebun 10 tahun ke depan. Dampaknya jelas, beberapa usaha perkebunan resmi diakui negara kini menghadapi kendala di lapangan, di satu sisi para investor bakal dihadang dead-line time izin lokasi dan di lain pihak pembangunan perkebunan terkendala trik taktik spekulasi mafia tanah, yang bekerjasama dengan segelintir elit desa yang lebih mengejar keuntungan pribadi katimbang kesejahteraan hidup masa depan rakyat di desanya.
Upaya hukum penertiban oleh Pemkab Madina secara administrasi sudah dilakukan sejak lama dengan mengeluarkan berbagai surat teguran dan peringatan, sayangnya kekurangsungguhan aparat bawahan serta ketidakpedulian para perambah lebih dominan di lapangan.
Menurut pengamatan, hingga kini baru seorang aparat desa yang dihukum karena perbuatannya membuat surat-surat garap palsu, dan seorang warga desa masih diproses hukum karena menggunakan surat tanah palsu. Dari sekian banyak pelaku perkebunan liar, baru satu pengusaha yang diadukan melanggar UU Perkebunan. Sementara masih banyak para pemegang surat-surat garap fiktif ribut meminta pembayaran gantirugi melambung di atas harga pasaran serta perkebunan liar yang masih terus merajalela merambah.
Memperhatikan semua konstelasi konflik lokal yang terkadang mencuat ke mass media, jelas akan mengganggu kinerja investor dan percepatan pembangunan wilayah Pantai Barat. Di lain pihak, upaya penegakan hukum terihat masih setengah hati.
4/5
Kepastian Hukum Pembangunan Pantai Barat Madina Written by Thursday, 29 July 2010 03:24
Padahal tanpa didukung oleh seluruh jajaran aparat pemerintahan dan penegakan hukum, masuknya kalangan investor untuk mengangkat kesejahteraan hidup masyarakat daerah pesisir yang masih terbelakang, tanpa diberi kepastian hukum, akan berakibat terus digerogoti aksi-aksi petualangan para mafia spekulen tanah yang cuma memikirkan kemakmuran diri dan kelompoknya saja. ( Ryzach Morniff H. : Penulis adalah anggota LSM Aliansi Rakyat Merdeka (Alarm) Pengamat Lingkungan dan Pembangunan 2 dasawarsa Di Tabagsel )
5/5