HUKUMAN MATI DI LUAR HUKUM SECARA CEPAT DAN SEWENANG-WENANG
Lembar Fakta No. 11 (Revisi 1)
Ulang Tahun ke 50 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia 1948 – 1998
146
PENDAHULUAN “Setiap orang mempunyai hak untuk hidup, merdeka dan rasa aman bagi dirinya” (Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia) (Setiap manusia mempunyai hak untuk hidup yang melekat padanya. Hak ini harus dilindungi oleh hukum) “Tidak seorangpun dapat dicabut hidupnya dengan sewenang-wenang.” (Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik) Telah diakui bahwa hak untuk hidup merupakan hak asasi manusia paling dasar. Bahkan dapat dikatakan bahwa hak untuk hidup merupakan sumber dari seluruh hak asasi manusia lainnya dan karena itu patut menjadi hak yang paling dihormati. Dengan berakhirnya dua Perang Dunia dan dimulainya proses dekolonisasi, masyarakat internasional memberikan landasan bagi pemajuan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia, dengan memproklamirkan DUHAM. Oleh karena mereka mengakui “martabat yang melekat” dan “hak yang sama dan tidak dapat dicabut bagi seluruh umat manusia,” Majelis Umum PBB menegaskan hak untuk hidup dalam pasal 3 DUHAM, yang menyatakan bahwa “setiap orang memiliki hak untuk hidup, merdeka dan rasa aman bagi dirinya.” Dengan demikian, DUHAM merupakan langkah pertama yang untuk meningkatkan secara bertahap dan pasti perlindungan hak asasi manusia – termasuk hak untuk hidup – di dalam PBB. Hak untuk hidup selanjutnya dicantumkan pada Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik, dalam pasal 6 yang kembali menyatakan bahwa “seluruh umat manusia mempunyai hak untuk hidup yang bersifat melekat.” Ketentuan itu selanjutnya menyatakan bahwa “hak ini harus dilindungi oleh hukum,” dan bahwa “tidak seorangpun dapat dicabut hidupnya dengan sewenang-wenang.” Sebagai hasil dari perkembangan ini, pemajuan dan perlindungan terhadap hak untuk hidup, sebagaimana dijamin oleh sejumlah instrumen internasional, tidak lagi dianggap sebagai masalah eksklusif dalam yurisdiksi dalam negeri suatu Negara tertentu, tetapi merupakan permasalahan internasional. Negara harus menjamin agar aparatnya menghormati kehidupan orang dalam yurisdiksi mereka. Dalam beberapa kesempatan, Majelis Umum mengemukakan aspek-aspek tertentu tentang hak untuk hidup. Dalam resolusi 2993 (XXIII) pada 26 November 1968, Majelis Umum telah mengajak Pemerintah-pemerintah untuk menjamin agar di Negara yang masih memberlakukan hukuman mati, diterapkan prosedur hukum yang paling menguntungkan dan perlindungan yang terbaik kepada orang-orang yang dituduh melakukan kejahatan yang dapat dijatuhi hukuman mati. Pada 1980 Kongres Keenam PBB tentang Pencegahan Kejahatan dan Pembinaan Pelaku Kejahatan mengutuk “praktekpraktek pembunuhan dan eksekusi terhadap lawan politik atau tersangka yang dicurigai, yang dilakukan oleh angkatan bersenjata, lembaga penegak hukum atau aparat pemerintah lain atau oleh kelompok paramiliter atau kelompok politik” yang bertindak dengan persetujuan – baik secara diam-diam atau bentuk persetujuan lainnya – dari pejabat atau lembaga resmi. 1 Karena khawatir atas insiden hukuman mati secara cepat dan sewenang-wenang di berbagai bagian dunia dan prihatin atas terjadinya pembunuhan-pembunuhan bermotif politik, Majelis Umum menetapkan resolusi 35/172 pada 15 Desember 1980. Resolusi ini mendesak Negara Anggota PBB untuk mematuhi isi ketentuan-ketentuan pasal 6, 14 dan 15 Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik yang meliputi hak untuk hidup dan berbagai perlindungan yang menjamin 1 Lihat Kongres PBB tentang Pencegahan Kejahatan dan Pembinaan Pelaku Kejahatan, Caracas, 25 Agustus – 5 September 1980: laporan disiapkan oleh
sekretariat (publikasi PBB, penjualan No.E.81.IV.4) bab 1, bagian B, resolusi 5.
147
berlangsungnya proses hukum yang adil dan menyeluruh, sebagai suatu standar minimum. Dengan meningkatnya jumlah laporan insiden pembunuhan dan hukuman mati bermotif politik, Sub-Komisi Pencegahan Diskriminasi dan Perlindungan bagi Kaum Minoritas yang sampai awal 1980 masih menghubungkan hukuman mati secara cepat dengan praktek eksekusi atau penghilangan secara paksa, memutuskan untuk memperlakukan masalah ini secara terpisah dan mengajukan ke depan Komisi Hak Asasi Manusia pada 1982. PELAPOR KHUSUS TENTANG HUKUMAN MATI DI LUAR HUKUM, SECARA CEPAT ATAU SEWENANG-WENANG Langkah penting yang mencerminkan tumbuhnya kesadaran masyarakat untuk memerangi praktek hukuman mati secara cepat atau sewenang-wenang yang mengerikan adalah pengangkatan pakar independen sebagai Pelapor Khusus pada Komisi Hak Asasi Manusia. Ini pertama kali seseorang diangkat untuk menyelidiki jenis-jenis tertentu pelanggaran hak asasi manusia di seluruh dunia. Menindaklanjuti saran Sub-Komisi, dalam resolusi 1982/29 pada 11 Maret 1982, Komisi Hak Asasi Manusia merekomendasikan agar Dewan Ekonomi dan Sosial meminta pimpinan Komisi Hak Asasi Manusia menunjuk seseorang yang telah diakui secara internasional sebagai Pelapor Khusus. Pelapor Khusus bertugas memberi laporan lengkap pada Komisi tentang terjadinya hukuman mati “secara cepat dan sewenang-wenang.” Dewan Ekonomi dan Sosial menetapkan penugasan untuk masalah hukuman mati secara cepat dan sewenang-wenang dalam resolusinya 1982/35 pada 7 Mei 1982 dan S. Amos Wako dari Kenya, pengacara dan Sekretaris Jenderal Persatuan Pengacara Se-Afrika, ditunjuk sebagai Pelapor Khusus. Penugasan tersebut diperbarui secara berkala. Pada 1992 Wako mengundurkan diri dan diangkatlah Bacre Waly Ndiaye, pengacara dari Senegal, juga anggota Persatuan Pengacara Se-Afrika dan mantan Wakil Presiden Komite Eksekutif Internasional bagi Amnesti Internasional, sebagai Pelapor Khusus. Pada tahun itu juga, Komisi Hak Asasi Manusia mengubah lingkup penugasan menjadi “hukuman mati di luar hukum, secara cepat atau sewenang-wenang.” Perubahan tersebut menunjukkan bahwa para anggota Komisi telah memperluas pendekatan terhadap masalah hukuman mati dengan memasukkan semua pelanggaran terhadap hak untuk hidup sebagaimana dijamin oleh instrumen internasional yang relevan. Dalam perangkat hak asasi manusia PBB, penugasan untuk masalah hukuman mati di luar hukum, secara cepat atau sewenang-wenang termasuk dalam kategori mekanisme tematik dari Komisi Hak Asasi Manusia. Mekanisme tematik lebih berurusan dengan tipe pelanggaran tertentu yang terjadi dalam skala dunia daripada dengan situasi umum hak asasi manusia pada suatu Negara tertentu. 2 Mekanisme ini dibentuk untuk menanggapi meningkatnya kasus-kasus pelanggaran tertentu terhadap hak asasi manusia yang terjadi di berbagai belahan dunia sebagaimana dilaporkan ke Sekretariat PBB. Karena penugasan untuk masalah hukuman mati di luar hukum, secara cepat atau sewenang-wenang tidak ditetapkan berdasarkan perjanjian tetapi mempunyai dasar hukum melalui resolusi badna-badan PBB, penugasan ini disebut prosedur ekstra konvensional atau prosedur yang berdasarkan Piagam. Dalam tugasnya Pelapor Khusus dibantu oleh Cabang Kegiatan dan Program Pusat Komisi Tinggi Hak Asasi Manusia yang bertempat di Kantor PBB di Jenewa. WEWENANG PELAPOR KHUSUS Penugasan Pelapor Khusus ditetapkan oleh Komisi Hak Asasi Manusia dalam resolusi tahunan tentang hukuman mati di
2
Mekanisme tematik pertama dari Komisi Hak Asasi Manusia adalah Kelompok Kerja untuk Hukuman Mati dan Penghilangan secara Paksa yang dibentuk
pada 1980. Mekanisme tematik lainnya adalah Pelapor Khusus untuk Penyiksaan, Pelapor Khusus untuk Toleransi Beragama, Pelapor Khusus untuk Pelanggaran terhadap Perempuan dan Kelompok Kerja untuk Penahanan yang sewenang-wenang. 148
luar hukum, secara cepat atau sewenang-wenang. Belum lama ini Komisi Hak Asasi Manusia dalam resolusi 1997/61 meminta Pelapor Khusus agar: 1.
terus mempelajari situasi mengenai hukuman mati di luar hukum, secara cepat atau sewenang-wenang;
2.
cepat tanggap terhadap setiap informasi yang masuk, khususnya bila hukuman mati di luar hukum, secara cepat atau sewenang-wenang akan segera dilakukan, atau benar-benar mengancam, atau apabila hukuman mati tersebut telah terjadi;
3.
lebih meningkatkan dialog dengan Pemerintah yang bersangkutan;
4.
terus memberi perhatian khusus pada hukuman mati di luar hukum, secara cepat atau sewenang-wenang terhadap anakanak dan perempuan, serta pada bukti-bukti pelanggaran atas hak untuk hidup dalam konteks pelanggaran terhadap pengunjuk rasa dan gerakan damai lainnya atau terhadap kaum minoritas.
5.
memberi perhatian khusus pada hukuman mati di luar hukum, secara cepat atau sewenang-wenang yang meminta korban individu-individu yang melakukan kegiatan damai dalam mempertahankan hak asasi manusia dan kebebasan dasar;
6.
terus mengamati penerapan standar internasional yang ada dalam perlindungan serta larangan yang berkaitan dengan penjatuhan hukuman mati, dengan memperhatikan keterangan Komite Hak Asasi Manusia tentang arti dari Pasal 6 Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik serta Protokol Opsionalnya;
7.
menerapkan perspektif gender dalam pelaksanaan tugasnya. “Tema hukuman mati di luar hukum, secara cepat atau sewenang-wenang” yang mesti dipelajari Pelapor Khusus
meliputi pula setiap tindakan dan kelalaian perwakilan Negara yang merupakan pelanggaran terhadap pengakuan umum atas hak untuk hidup seperti tercantum dalam DUHAM dan Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik. 3 Standar hukum internasional ini,, yang berlaku secara universal, merupakan landasan hukum utama bagi Pelapor Khusus. Kerangka kerja ini dilengkapi dengan sejumlah perjanjian dan resolusi lain yang ditetapkan oleh badan-badan PBB, di antaranya, Prinsip Dasar dalam Penggunaan Kekuatan dan Senjata Api oleh Pejabat Penegak Hukum, 4 Penjagaan yang menjamin perlindungan atas hak bagi mereka yang menghadapi hukuman mati, 5 Prinsip-Prinsip Pencegahan yang Efektif dan Penyelidikan Di luar Hukum, Hukuman Mati yang Sewenang-wenang dan Secara Cepat, 6 serta Deklarasi Prinsip-Prinsip Dasar bagi Korban Kejahatan dan Penyalahgunaan Kekuasaan. 7 BAGAIMANAKAH PELAPOR KHUSUS BEKERJA? Pada umumnya Pelapor Khusus melaksanakan tugas berdasarkan informasi yang diajukan oleh organisasi-organisasi non3
Walaupun penugasan ini hanya memberi wewenang pada Pelapor Khusus untuk mengamati pembunuhan dalam lingkungan Pemerintah, namun Pelapor
Khusus telah berulangkali menunjukkan keprihatinan atas hilangnya nyawa karena perbuatan pelaku yang bukan Negara. Pelapor Khusus telah meminta Komisi Hak Asasi Manusia agar memperhatikan masalah ini. Lihat, misalnya resolusi 1992/41 tentang akibat tindak pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan kelompok bersenjata dan pengedar obat bius yang menebar teror pada penduduk. 4
Ditetapkan dalam Konggres Keenam PBB tentang Pencegahan Kejahatan dan Pembinaan Pelaku Kejahatan, Havana, Kuba, 27 Agustus sampai 7 September
1990. Lihat Laporan oleh Sekretariat, publikasi PBB, Penjualan No. E. 91. IV. 2, Bab I, bag. B. 5 6
Resolusi Dewan Ekonomi dan Sosial 1984/50 25 Mei 1984. Resolusi Dewan Ekonomi dan Sosial 1989/65 24 Mei 1989. Dalam ayat 1 resolusi, Dewan ini memberi rekomendasi agar prinsip-prinsip ini
dipertimbangkan dan dihormati Pemerintah sebagai kerangka kerja dalam peraturan nasional dan pelaksanaannya. 7
Resolusi Majelis Umum 40/34 29 November 1985.
149
pemerintah, Pemerintah, organisasi-organisasi tertentu dan antar-pemerintah. 8 Komunikasi yang diterima oleh Pelapor Khusus memuat kasus-kasus tertentu tentang bukti hukuman mati di luar hukum, secara cepat atau sewenang-wenang, ancaman hukuman mati, dan/atau informasi umum yang berhubungan dengan hak untuk hidup. Seluruh informasi dipelajari dan dianalisa oleh Pelapor Khusus. Apabila diyakini informasi yang masuk bisa diandalkan, Pelapor Khusus meneruskan buktibukti tersebut kepada Pemerintah yang bersangkutan. Permohonan Mendesak Bila Pelapor Khusus melihat kemungkinan pelaksanaan segera hukuman mati di luar hukum, secara cepat atau sewenang-wenang, maka ia dapat menyampaikan permohonan mendesak kepada Pemerintah. Termasuk di dalamnya adalah ancaman kematian dan kekhawatiran akan dilakukannya hukuman mati – dalam waktu yang dekat – yang bertentangan dengan batasan-batasan untuk hukuman berat seperti tercantum dan berhubungan dengan instrumen internasional. Kadangkala kekhawatiran Pelapor ini didasarkan pada bukti pelanggaran hak untuk hidup yang pernah terjadi. Pelapor Khusus bisa pula mengirimkan permohonan mendesak kepada Pemerintah setelah menerima informasi tentang pengusiran seseorang dalam waktu dekat ke suatu negara atau tempat yang bisa membahayakan jiwanya. Dalam suatu permohonan mendesak, Pelapor Khusus meminta perhatian Pemerintah yang bersangkutan untuk menjamin perlindungan yang efektif terhadap mereka yang berada di bawah ancaman atau terancam hukuman mati di luar hukum, secara cepat atau sewenang-wenang. Pelapor Khusus juga mendorong pejabat yang berwenang agar melakukan penyelidikan menyeluruh, independen serta tidak memihak berkenaan dengan pelanggaran hak untuk hidup, dan melakukan semua upaya yang diperlukan untuk mencegah terjadinya pelanggaran hak untuk hidup lebih jauh lagi. Kemudian Pelapor Khusus meminta agar semua langkah yang diambil dalam masalah ini diinformasikan padanya. Tujuan permohonan mendesak adalah mencegah hilangnya nyawa. Dengan demikian, Pelapor Khusus menyampaikan atau mengirimkan adanya bukti hukuman mati di luar hukum, secara cepat atau sewenang-wenang dalam waktu dekat, terlepas dari apakah upaya-upaya domestik telah dimanfaatkan sepenuhnya atau belum. Antara 20 Juli 1992 dan 1 September 1996 Pelapor Khusus mengirimkan 818 permohonan mendesak atas nama lebih dari 6500 orang, demikian juga atas nama sekelompok orang, termasuk anggota keluarga tertentu kelompok pribumi, kelompok pengungsi, perpindahan orang–orang yang berpihak pada pemerintah dan penduduk sipil dalam sejumlah wilayah konflik. Sejak 1995, Pelapor Khusus untuk masalah hukuman mati di luar hukum, secara cepat dan sewenang-wenang telah mengirim permohonan mendesak bersama-sama dengan Pelapor Khusus lain atau Kelompok Kerja dari Komisi Hak Asasi, apabila masalah yang bersangkutan berada dalam lingkup yang lebih luas daripada satu mekanisme tematik. Tuduhan-Tuduhan Lain Kasus-kasus yang diduga merupakan hukuman mati di luar hukum, secara cepat atau sewenang-wenang tapi tidak memerlukan tindakan segera Pelapor Khusus disampaikan kepada Pemerintah dalam bentuk ringkasan kasus. Pelapor Khusus juga mengirim surat kepada Pemerintah agar memberikan informasi untuk menjelaskan persoalan menyangkut perkembangan dan hasil penyelidikan yang dilakukan, sanksi pidana atau disiplin yang dijatuhkan pada pelaku, kompensasi yang diberikan pada keluarga korban serta keterangan dan hasil penelitian lain. Daftar pertanyaan yang mesti dijawab Pemerintah disusun kembali dalam lampiran Lembar Fakta ini . Tuduhan yang bersifat umum, seperti laporan tentang pelaku kejahatan yang kebal hukum (impunity) atau tentang 8
Sejumlah metode lengkap tentang tugas Pelapor Khusus dapat dilihat dalam laporan pada 1993 kepada Komisi Hak Asasi Manusia (E/CN.4/1993/46).
150
peraturan dan perundang-undangan yang diduga bertentangan dengan larangan atas penerapan hukuman mati seperti tercantum dalam instrumen internasional terkait, juga disampaikan pada Pemerintah. Sehubungan dengan hal ini, Pelapor Khusus meminta klarifikasi mengenai substansi tuduhan dan/atau informasi yang lebih spesifik, seperti naskah peraturan dan dokumen lain yang relevan. Penjelasan Pemerintah Dan Komunikasi Tindak-Lanjut Penjelasan Pemerintah terhadap permintaan Pelapor Khusus berkisar antara informasi rinci tentang kasus yang dilaporkan sampai dengan jawaban ringkas yang tidak menyentuh masalah utama yang dipersoalkan Pelapor Khusus. Sementara ada peningkatan kehendak kerja sama Pemerintah dalam menanggapi permintaan Pelapor Khusus, sejumlah komunikasi tidak mendapat jawaban, meskipun resolusi yang ditetapkan oleh Komisi Hak Asasi Manusia menganjurkan Pemerintah-pemerintah untuk bekerja sama dengan Pelapor Khusus. Pada 1992 Komisi Hak Asasi Manusia menugaskan kepada Pelapor Khusus menindaklanjuti dugaan tentang hukuman mati di luar hukum, secara cepat atau sewenang-wenang. Pelapor Khusus sebagaimana mestinya mengirimkan komunikasi tindak lanjut kepada sejumlah Pemerintah yang tidak memberi penjelasan terhadap tuduhan-tuduhan yang dilontarkan atau memberi penjelasan yang dianggap tidak memuaskan. Penjelasan dianggap tidak memuaskan bila penjelasan bersifat terlalu umum dan menandakan bahwa penyelidikan belum dilakukan secara lengkap, bahwa kasus telah ditutup karena hilangnya bukti, atau bahwa Pemerintah membantah kebenaran tuduhan tersebut. Pelapor Khusus yakin bahwa usaha tindak lanjut lebih dititikberatkan pada bagaimana Pemerintah-pemerintah mentaati kewajiban berdasarkan hukum internasional untuk melakukan penyelidikan yang menyeluruh, independen dan tidak berpihak terhadap semua tuduhan yang dilontarkan pada mereka mengenai kasus hukuman mati di luar hukum, secara cepat atau sewenang-wenang, dengan tujuan melakukan klarifikasi tentang kasus tersebut, mengenali dan melaksanakan tanggungjawab, memenuhi kompensasi bagi korban atau keluarganya dan mencegah pelanggaran serupa di masa yang akan datang. Pelapor Khusus juga mengirimkan surat tindak lanjut kepada sumber-sumber yang mengirimkan informasi tentang tuduhan, tentang isi penjelasan Pemerintah atas kasus yang mereka laporkan. Dalam surat ini Pelapor Khusus meminta sumber-sumber tersebut memberi keterangan tambahan atau kesimpulan. Bila keterangan sumber bertentangan dengan penjelasan Pemerintah, Pelapor Khusus mengirimkan komunikasi tindak lanjut kepada Pemerintah agar memberi informasi tambahan kepada Pelapor Khusus. Kunjungan Negara Kunjungan ke lapangan merupakan bagian penting tugas Pelapor Khusus untuk hukuman mati di luar hukum, secara cepat atau sewenang-wenang. Kunjungan diadakan untuk mendapatkan informasi dari tangan pertama tentang situasi hak untuk hidup pada Negara yang dikunjungi, untuk melaporkan temuan-temuannya, dan untuk mengusulkan – dengan semangat membantu dan bekerja sama – rekomendasi untuk memperbaiki keadaan yang diidentifikasi sebagai masalah yang harus diperhatikan. Antara 1992 dan 1995 Pelapor Khusus untuk hukuman mati di luar hukum, secara cepat dan sewenang-wenang melakukan kunjungan ke wilayah yang dahulu merupakan wilayah Yugoslavia, Peru, Rwanda, Indonesia dan Timor Timur, Kolombia, Burundi dan Papua New Gunia. Beberapa dari kunjungan ini diadakan bersama-sama dengan Pelapor Khusus lain. Pelapor Khusus memilih Negara yang dikunjungi terutama berdasarkan jumlah dan besarnya tuduhan-tuduhan dan laporan yang masuk sehubungan dengan pelanggaran terhadap hak untuk hidup pada Negara tersebut. Di samping itu, tidak
151
adanya penjelasan yang memuaskan dari Pemerintah atau adanya ketidaksesuaian antara informasi yang diterima dari sumber dan Pemerintah menjadi pertimbangan tambahan Pelapor Khusus untuk mengunjungi Negara tersebut. Pelapor Khusus menegaskan bahwa kunjungan ke lapangan tidak dimaksudkan untuk menjelek-jelekkan suatu Negara, melainkan harus dilihat sebagai perwujudan perhatian dan kehendak memahami keadaan sebenarnya secara lebih lengkap sehingga bisa dihasilkan rekomendasi yang berguna. Juga, kunjungan-kunjungan itu bukan merupakan penyelidikan hukum dan tidak bisa menggantikan penyelidikan yang dilakukan oleh pejabat yang berwenang . Kegiatan Lain Secara berkala Pelapor Khusus berkonsultasi dengan perwakilan Negara dan organisasi non-pemerintah, menjadi narasumber dalam seminar-seminar dan konperensi-konperensi, dan apabila waktu mengijinkan, memberi kuliah-kuliah pada universitas atau lembaga-lembaga penelitian lain. Di dalam kerangka kerja PBB, Pelapor Khusus melakukan kerja sama dengan mekanisme tematik lainnya, Kantor Komisi Tinggi Hak Asasi Manusia, Divisi Pencegahan Kejahatan dan Peradilan Pidana dari Sekretariat PBB. Di samping itu, Pelapor Khusus mengadakan konperensi pers untuk memberikan informasi kepada masyarakat umum tentang kegiatan-kegiatannya dan keprihatinannya terhadap situasi Negara tertentu. LAPORAN PELAPOR KHUSUS Sejalan dengan resolusi yang ditetapkan oleh Dewan Ekonomi dan Sosial, dan Komisi Hak Asasi Manusia, setiap tahun Pelapor Khusus menyampaikan laporan kepada Komisi Hak Asasi Manusia. 9 Laporan berisi keterangan tentang kegiatan serta metode kerja, ringkasan komunikasi-komunikasi antara Pelapor Khusus dengan Pemerintah dan, bila memungkinkan, tanggapan terhadap situasi tentang hak untuk hidup pada Negara tertentu. Selanjutnya Pelapor Khusus mencantumkan suatu analisis umum mengenai fenomena hukuman mati di luar hukum, secara cepat atau sewenang-wenang serta kesimpulan dan rekomendasi. Laporan tersebut dibahas secara terbuka dalam sidang tahunan Komisi Hak Asasi Manusia. Dalam pembahasan terbuka ini perwakilan Pemerintah dan organisasi non-pemerintah berpartisipasi secara aktif; dan sejauh ini pembahasan semacam itu selalu menghasilkan penetapan resolusi mengenai pokok permasalahan. Pada 1996 untuk pertama kalinya Komisi Hak Asasi Manusia mengundang Pelapor Khusus untuk hukuman mati secara cepat dan sewenang-wenang menyampaikan laporan kepada Majelis Umum mengenai situasi di seluruh dunia sehubungan dengan masalah hukuman mati secara cepat atau sewenang-wenang dan rekomendasinya untuk memerangi fenomena tersebut. 10 Harus dicatat bahwa tuduhan-tuduhan yang disampaikan Pelapor Khusus dalam laporannya hanya merupakan indikasi berdasarkan perkiraan tentang terjadinya pelanggaran terhadap hak untuk hidup di seluruh dunia. Akses informasi pada masing-masing Negara sangat tergantung pada tingkat kebebasan yang diberikan Pemerintah kepada aktivis-aktivis hak asasi manusia serta pada tingkat kebebasan suatu organisasi. Akibatnya, Pelapor Khusus selalu menghadapi keadaan antara sangat lengkapnya informasi yang masuk dari beberapa Negara sementara Negara-Negara lain sama sekali tidak muncul dalam laporan karena sama sekali tidak ada informasi masuk atau komunikasi yang diterima terlalu umum sehingga tidak bisa diproses Pelapor Khusus dalam kerangka kerja sesuai wewenangnya. SITUASI YANG MENDASARI TINDAKAN PELAPOR KHUSUS
9
Empat laporan terakhir Pelapor Khusus kepada Komisi Hak Asasi Manusia tercantum dalam dokumen E/CN.4/1997/60 dan Tambahan 1,
E/CN.4/1996/4 dan Tambahan.1-2 dan Perbaikan. 1,E/CN.4/1995/6 dan Tambahan 1, dan E/CN.4/1994/7 dan Tambahan 1-2 dan Perbaikan 1-2. 10
Resolusi Komisi Hak Asasi Manusia 1996/74 23 April 1996. Laporan kepada Majelis Umum tercantum dalam dokumen A/51/457.
152
Pelapor Khusus memperhatikan pelanggaran-pelanggaran terhadap hak untuk hidup yang dilakukan oleh aparat Negara, seperti polisi, pasukan keamanan dan angkatan bersenjata serta kelompok atau individu lain yang bekerja sama dengan atau atas ijin Negara. Pelapor Khusus juga bertindak ketika pengadilan menjatuhkan hukuman mati yang tidak sesuai dengan jaminan dan perlindungan internasional. Pelapor Khusus mengidentifikasi situasi-situasi berikut termasuk pelanggaran terhadap hak untuk hidup yang mendasari tindakannya: Hukuman Mati Sejak 1993 Komisi Hak Asasi Manusia mengulangi perintahnya kepada Pelapor Khusus untuk memberikan perhatian khusus terhadap pelanggaran hak untuk hidup sehubungan dengan penjatuhan hukuman mati. Secara umum Pelapor Khusus bertindak apabila peraturan-peraturan yang diterapkan atau proses-proses persidangan, termasuk tahap pra-peradilan, tidak memenuhi standar internasional, khususnya Pasal 6, 9 dan 14 Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik, serta memberi jaminan perlindungan atas hak mereka yang terancam hukuman mati. Pelapor Khusus melakukan intervensi apabila hukuman mati dijatuhkan melalui persidangan yang tidak adil, terutama bila terdakwa yang menghadapi penjatuhan hukuman mati tidak mendapatkan pelayanan bantuan hukum yang kompeten pada setiap tahap peradilan. Selanjutnya terdakwa harus dianggap tidak bersalah sebelum kesalahannya dapat dibuktikan berdasarkan bukti-bukti yang tidak meragukan (beyond reasonable doubt), yang menerapkan dengan tegas standar-standar tertinggi dalam mengumpulkan serta menilai bukti-bukti. Di samping itu, semua faktor yang meringankan harus dipertimbangkan. Proses tersebut harus menjamin hak untuk naik banding ke pengadilan yang lebih tinggi dengan hakim di luar hakim-hakim yang melakukan pemeriksaan pada tingkat pertama. Terdakwa juga harus memperoleh haknya untuk menerima pengampunan, penggantian hukuman (komutasi) atau grasi. Selain itu, Pelapor Khusus melakukan intervensi apabila terhukum adalah anak di bawah umur, pengidap gangguan mental atau orang gila, wanita hamil atau ibu yang baru melahirkan. Walaupun hukum internasional belum melarang hukuman mati, telah berulang kali muncul desakan untuk penghapusan hukuman mati ditegaskan dalam sejumlah kesempatan oleh badan-badan PBB, antara lain Majelis Umum, Dewan Keamanan dan Komite Hak Asasi Manusia. Karena itu Pelapor Khusus secara cermat mengikuti perkembangan masalah ini di antara Negara Anggota dan menunjukkan perhatian pada luasnya ruang lingkup kasus atau pemberlakuan kembali hukuman mati. Ancaman Mati Sebagian besar informasi yang diterima Pelapor Khusus berasal dari laporan-laporan dan tuduhan-tuduhan yang membuat Pelapor Khusus mewaspadai situasi yang dikhawatirkan mengancam keselamatan jiwa dan fisik seseorang. Karena itu salah satu tugas terpenting Pelapor khusus adalah menyampaikan permohonan mendesak agar hilangnya nyawa bisa dicegah. Kematian Dalam Penahanan Pelapor Khusus mengambil tindakan bila diduga ada kasus kematian dalam penahanan. Dalam konteks ini terjadi pelanggaran hak untuk hidup terutama akibat penyiksaan atau perlakuan lain yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat manusia, dan juga akibat adanya penelantaran, penggunaan kekerasan dan kondisi penahanan yang mengancam jiwa
153
seseorang. 11 Kematian Akibat Tindakan Berlebihan Aparat Penegak Hukum Tindakan berlebihan petugas polisi dan aparat keamanan sehingga mengakibatkan kematian termasuk dalam lingkup hukuman mati di luar hukum, secara cepat atau sewenang-wenang. 12 Pelapor Khusus dapat melakukan intervensi apabila penggunaan kekuasaan tidak sesuai dengan kriteria mutlak “kebutuhan dan proporsi”. Perhatian khusus diberikan pada pelanggaran hak untuk hidup akibat tindakan berlebihan aparat penegak hukum dalam konteks demonstrasi dan pertemuanpertemuan damai lainnya. Kematian Akibat Serangan Aparat Keamanan Negara, Kelompok Paramiliter Atau Pasukan Sipil Pelapor Khusus akan bertindak bila ada laporan tentang pembunuhan yang dilakukan aparat keamanan Negara, kelompok paramiliter, pasukan pertahanan sipil atau pasukan sipil yang bekerja sama dengan atau diberi izin Pemerintah. 13 Kelompok-kelompok ini bekerja di luar satuan militer dan polisi, tetapi dianggap sebagai agen Negara karena mereka dibentuk dan dilatih pihak berwajib untuk bertugas dalam situasi konflik atau kekacauan di dalam negeri. Pelanggaran Hak Untuk Hidup Dalam Konflik Bersenjata Meskipun semestinya nyawa penduduk sipil dan pasukan tempur yang terluka atau telah menyerah senjata dilindungi hukum humaniter internasional, pelanggaran hak untuk hidup terus terjadi dalam jumlah besar dalam situasi konflik bersenjata, termasuk konflik bersenjata internal. 14 Pelapor Khusus boleh bertindak, misalnya, ketika penduduk sipil terbunuh akibat pemboman yang membabi buta, atau pembunuhan secara sengaja, atau mati karena tidak diberi minuman dan makanan ataupun pengobatan. Pelapor Khusus melakukan tindakan pencegahan dengan mengajukan permohonan mendesak. Genosida Pelapor Khusus juga akan bertindak bila terjadi genosida. Kejahatan Genosida dirumuskan dalam Konvensi Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan Genosida 11
15
sebagai pembunuhan terhadap anggota kelompok atas dasar kebangsaan,
Dalam konteks ini Pelapor Khusus memperhatikan pasal 5 DUHAM dan pasal 7 dari Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik. Lagi pula,
Pelapor Khusus mempertimbangkan Deklarasi Perlindungan bagi Semua Orang dari Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat (Resolusi Majelis Umum, 3452(XXX) pada 6 Desember 1975), Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat (Resolusi Majelis Umum 39/46 10 Desember 1984), prinsip ke-15 dan 16 dari Prinsip-Prinsip Dasar tentang Penggunaan Pasukan dan Senjata Api oleh Aparat Penegak Hukum, Pasal 3 Peraturan tentang Perilaku Aparat Penegak Hukum (Resolusi Majelis Umum 34/169 17 Desember 1979), Peraturan Standar Minimum bagi Perlakuan terhadap Narapidana (Resolusi Dewan Ekonomi dan Sosial 663 C (XXIV) 31 Juli 1957 dan 206 (LXII) 13 Mei 1977), Prinsip Dasar tentang Perlakuan Terhadap Tahanan (Resolusi Majelis Umum 45/111 14 Desember 1990), Kumpulan Prinsip-Prinsip untuk Perlindungan bagi Semua Orang yang Berada di bawah Bentuk Penahanan apapun dan Pemenjaraan (Resolusi Majelis Umum 43/173 9 Desember 1988), Aturan 13.5 dan 27.1 dari Peraturan Standar Minimum PBB tentang Penyelenggaraan Peradilan Anak (Peraturan Beijing, Resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa 40/33 29 November 1985), dan Pasal 37 dari Konvensi Hak Anak (Resolusi Majelis Umum 44/25 20 November 1989). 12
Instrumen utama yang mengatur hal ini adalah Prinsip-prinsip Dasar tentang Penggunaan Kekuasaan dan Senjata Api oleh Aparat Penegak Hukum. Prinsip 12 dan 14
relevan bagi demonstrasi damai dan taat hukum, serta pertemuan-pertemuan lain. Pasal 3 Peraturan tentang Perilaku Aparat Penegak Hukum sehubungan dengan prinsip kebutuhan dan proporsi. 13
Komisi Hak Asasi Manusia, dalam resolusi 1994/67, meminta Pelapor Khusus memperhatikan masalah pasukan pertahanan sipil sehubungan dengan
perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan dasar (ayat 3). 14
Pelapor memperhatikan dan menindaklanjuti kasus-kasus tersebut dengan mengacu Konvensi Jenewa 12 Agustus 1949 dan Protokol-Protokol Tambahannya
1977. Terhadap relevansi tertentu dipakai pasal 3 Konvensi Jenewa, pasal 51 Protokol Tambahan I dan pasal 13 Protokol Tambahan II . 15
Resolusi Majelis Umum 260 A (III) 9 Desember 1948
154
sukubangsa, ras atau kelompok agama dengan maksud untuk menghancurkan kelompok ini secara menyeluruh ataupun sebagian. Pelapor Khusus dapat bertindak baik atas nama individu-individu korban atau dapat meminta perhatian aparat Negara dan juga lembaga-lembaga internasional termasuk Komisi Tinggi Hak Asasi Manusia terhadap genosida atau keadaan yang mendekati genosida. Pengusiran Penduduk Ke Negara Yang Bisa Membahayakan Jiwa Mereka Pelapor Khusus juga memperhatikan informasi tentang dugaan adanya pengusiran segera, refoulement atau pemulangan seseorang ke suatu Negara atau tempat yang bisa membahayakan jiwanya atau penutupan perbatasan negara sehingga menghalangi penduduk mencari suaka dengan meninggalkan Negara yang tidak aman bagi jiwa mereka. 16 Kekebalan Hukum (Impunity) Pelapor Khusus telah menyimak bahwa tindak kejahatan yang tidak tersentuh hukum (impunity) merupakan penyebab utama berlangsungnya pelanggaran hak asasi manusia dan khususnya untuk masalah hukuman mati di luar hukum, secara cepat atau sewenang-wenang. Pemerintah berkewajiban melakukan penyelidikan menyeluruh dan tidak berpihak terhadap semua dugaan pelanggaran hak untuk hidup, dan mengidentifikasi, mengajukan ke pengadilan, dan menghukum pelaku kejahatan, dan melakukan upaya-upaya efektif agar tidak terjadi kembali pelanggaran-pelanggaran tersebut. 17 Karena itu Pelapor Khusus mempertimbangkan dan bertindak atas dasar informasi tentang dugaan kasus yang tidak sesuai dengan kewajiban ini. Secara tetap Pelapor Khusus mendesak pihak berwenang untuk mengadili dan menghukum pelaku kejahatan sesuai dengan hukum. Demikian pula, Pelapor Khusus mempertimbangkan hukum amnesti nasional yang memungkinkan pemberian kebebasan. HAK KORBAN Korban hukuman mati di luar hukum, secara cepat atau sewenang-wenang harus menerima kompensasi yang layak dari Negara apabila pelanggaran terhadap hak untuk hidup dilakukan oleh pihak berwajib atau pelaku lain yang secara resmi atau setengah resmi bertindak atas nama pihak berwajib. 18 Hak korban atau keluarga korban untuk memperoleh kompensasi yang layak diakui sebagai tanggungjawab Negara terhadap tindakan yang dilakukan aparatnya dan sebagai wujud penghormatan terhadap umat manusia. Jaminan kompensasi mensyaratkan dipenuhinya kewajiban untuk melakukan penyelidikan terhadap dugaan penyalahgunaan Hak Asasi Manusia agar pelaku kejahatan bisa diidentifikasi, dituntut dan diadili. Kompensasi keuangan dan kompensasi dalam bentuk lain yang diberikan kepada korban atau keluarga korban sebelum dilakukan penyelidikan atau hasilnya disimpulkan, tidaklah membebaskan Pemerintah dari kewajiban-kewajiban ini.
16
Tindakan Pelapor Khusus dalam kasus-kasus tersebut mengacu pada hak untuk mencari suaka seperti tertuang dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia
(pasal 14) dan prinsip non-refoulement yang melarang, misalnya pemulangan secara paksa orang-orang ke suatu wilayah yang bisa membahayakan jiwa mereka karena alasan ras, agama, kebangsaan atau keanggotaan kelompok sosial atau pandangan politik tertentu. Prinsip Non-refoulement Pasal 33 Konvensi mengenai Status Pengungsi pada 1951. Yang berkaitan dengan masalah ini adalah Pasal 5 Prinsip-Prinsip Pencegahan yang Efektif dan Penyelidikan Hukuman Mati Di luar Hukum, Sewenang-wenang dan secara Cepat, yang menyebutkan bahwa “tak seorangpun dapat dipulangkan secara paksa atau diekstradisi ke suatu Negara sementara ada dugaan kuat bahwa mereka akan menjadi korban hukuman mati di luar hukum, sewenang-wenang atau secara cepat dalam Negara tersebut. 17
Dalam hal ini Pelapor Khusus menarik kesimpulan dari prinsip-prinsip 9 sampai 19 dalam Prinsip-Prinsip tentang Pencegahan yang Efektif dan Penyelidikan
tentang Hukuman Mati di luar Hukum, Sewenang-wenang dan secara Cepat dan prinsip 7 dari Prinsip-Prinsip Dasar tentang Penggunaan Kekuatan dan Senjata Api oleh Aparat Penegak Hukum. Lihat juga Petunjuk tentang Pencegahan dan penyelidikan yang Efektif atas Hukuman Mati di luar Hukum, Sewenang-Wenang dan secara Cepat (publikasi Perserikatan Bangsa-Bangsa, Penjualan No. E.91.IV.1) dan Pedoman bagi Pelaku berdasarkan Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai dugaan pembunuhan (Kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hubungan Hukum, 1995). 18
Lihat prinsip 2,6,11,18 dan 19 dari Deklarasi Prinsip-Prinsip Keadilan Dasar bagi Korban Kejahatan dan Penyalahgunaan Kekuasaan.
155
BEBERAPA TEMUAN PELAPOR KHUSUS Dalam laporan kepada Majelis Umum pada 1996 dan dalam laporan kepada Komisi Hak Asasi Manusia 1997, Pelapor Khusus menyimpulkan bahwa tidak nampak tanda-tanda penurunan jumlah hukuman mati di luar hukum, secara cepat atau sewenang-wenang. Salah satu sasaran umum yang penting dalam kasus hukuman mati di luar hukum, secara cepat atau sewenang-wenang adalah keterlibatan orang-orang yang berjuang untuk mempertahankan hak atas tanah, untuk mencegah atau menentang diskriminasi rasial, etnis atau agama, atau untuk menjamin penghormatan terhadap hak sosial, budaya, ekonomi, sipil dan politik. Wanita, anak-anak, orang tua dan orang yang sedang sakit tidak boleh dikecualikan. Bahkan orang yang diasingkan secara paksa dan diungsikan tidak pula boleh diabaikan. Dalam laporan tersebut Pelapor Khusus mengidentifikasi sejumlah faktor yang cenderung memperburuk fenomena hukuman mati di luar hukum, secara cepat atau sewenang-wenang. Dalam hubungan ini Pelapor Khusus menyatakan bahwa ketidakberdayaan sebagian Negara dalam mengatasi masalah-masalah sosial – khususnya akibat cepatnya urbanisasi dan meruyaknya kemiskinan – menyebabkan peningkatan hukuman mati, khususnya terhadap kaum miskin dan anggota kelompok minoritas. Selanjutnya, kekuatan sentrifugal yang bermain dalam skenario internasional sejak berakhirnya perang dingin, dalam beberapa contoh telah menempatkan identitas kelompok masyarakat sebagai pemicu perselisihan, dengan maksud menciptakan batasan-batasan Negara dengan parameter tertentu, yakni suku bangsa, agama atau bangsa yang tunggal. Hal ini telah menyeret sejumlah Negara dalam perang yang berkepanjangan atau perang saudara yang biasanya menjadi ladang subur pelanggaran hak untuk hidup. Selain itu, tidak adanya kontrol perdagangan senjata dan fasilitas-fasilitas militer yang didanai melalui penyelundupan dan perdagangan obat bius, telah memfasilitasi munculnya kelompok gerilya dan menghancurkan kegiatan ekonomi secara parah. Beberapa kelompok masyarakat terpaksa mempertahankan diri karena terjepit di antara pasukan Pemerintah dan gerilyawan dan ditinggalkan oleh pemerintah dan juga masyarakat internasional. Akhirnya, bobroknya peradilan pada sejumlah Negara yang sering dihubungkan dengan tidak adanya kemauan politik untuk menegakkan keadilan, menyebabkan lolosnya sejumlah pelaku kejahatan dari hukum (impunity) dan/atau pada penerapan keadilan yang pandang bulu sehingga melahirkan lingkaran penindasan dan pembalasan. Dengan demikian, lingkaran ini membawa penduduk dalam suatu situasi yang meningkatkan ketidakamanan dan memperburuk kehidupan mereka yang sudah rawan. Pelapor Khusus menekankan perlunya memerangi kekebalan hukum (impunity) yang dianggap sebagai penyebab utama terus berlangsungnya dan meningkatnya pelanggaran-pelanggaran hak untuk hidup. Pemerintah harus menyelidiki semua kasus yang diduga merupakan pelanggaran hak untuk hidup, harus menuntut dan menjatuhkan hukuman yang setimpal kepada pelaku kejahatan, dan menjamin kompensasi yang layak bagi para korban. Pelapor Khusus juga percaya perlunya segera membentuk pengadilan pidana internasional yang permanen dengan yurisdiksi universal atas pelanggaran-pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia dan hukum humaniter, dan menetapkan konvensi yang menyediakan peradilan domestik yurisdiksi internasional atas orang-orang yang didakwa melakukan pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia. Pelapor Khusus menganggap perlunya memberi tekanan pada pencegahan pelanggaran hak untuk hidup. Hukuman mati di luar hukum, secara cepat atau sewenang-wenang hanya bisa dicegah apabila pihak pemerintah bersungguh-sungguh ingin bukan hanya melaksanakan penjagaan dan menjamin perlindungan terhadap hak untuk hidup bagi semua orang, tapi juga lebih meyakinkan penduduk. Pelapor Khusus juga merekomendasikan agar masyarakat internasional memusatkan usaha pada pencegahan yang efektif terhadap krisis hak asasi manusia yang lebih jauh, dan pada pelaksanaan instrumen-instrumen yang ada. Di samping itu, Pelapor Khusus meyakini perlunya dibentuk mekanisme pemantauan untuk membantu penerapan Konvensi Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan Genosida.
156
BAGAIMANA MENGIRIMKAN INFORMASI ATAU BERITA KEPADA PELAPOR KHUSUS Setiap individu, kelompok, organisasi non-pemerintah, lembaga antar-pemerintah atau lembaga Pemerintah yang memiliki keterangan yang terpercaya mengenai terjadinya hukuman mati di luar hukum, secara cepat atau sewenang-wenang, yang memenuhi minimal satu kategori seperti tercantum dalam halaman 10 dari publikasi ini, dapat mengirimkan informasi kepada Pelapor Khusus. 19 Informasi yang dibutuhkan sebagai berikut: (a) Informasi mengenai peristiwa tersebut: tanggal; tempat; keterangan tentang bagaimana insiden terjadi; dalam kasuskasus dugaan pelanggaran hak untuk hidup menyangkut hukuman mati, informasi tentang kekurangan-kekurangan sehubungan dengan jaminan peradilan yang jujur; alasan mengapa jiwa seseorang dikhawatirkan terancam – dalam kasus pelanggaran terhadap hak untuk hidup dalam waktu dekat; dalam kasus dugaan pelanggaran yang akan segera terjadi sehubungan dengan hukuman mati, sebagai tambahan atas informasi tersebut, dikirimkan permohonan; (b) Informasi mengenai korban; jumlah korban; bila diketahui, nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan dan/atau kegiatan apabila menyangkut pelanggaran yang segera terjadi terhadap hak untuk hidup; (c) Informasi mengenai orang yang diduga pelaku kejahatan: bila diketahui, penjelasan tentang alasan mengapa mereka dianggap bertanggungjawab; apabila pelaku kejahatan bukan aparat Negara, perincian tentang bagaimana hubungan pasukan atau individu-individu ini dengan Negara, misalnya bekerja sama dengan aparat keamanan Negara termasuk informasi bagaimana rantai komando (perintah); operasi bekerja sama atau disetujui Negara, dan lain-lain. (d) Informasi mengenai sumber dugaan; nama dan alamat lengkap dari organisasi atau individu yang menyampaikan dugaan tersebut kepada Pelapor Khusus. Informasi penting lain yang diperlukan Pelapor Khusus, apabila ada, termasuk: (a) Informasi tambahan mengenai korban yang dapat membantu mengenali mereka, misalnya tempat tinggal atau asal mereka; (b) Informasi tambahan mengenai dugaan pelaku kejahatan: nama, unit atau kesatuan serta pangkat dan jabatan; (c) Informasi mengenai langkah yang diambil oleh korban atau keluarga korban , dan khususnya mengenai laporan yang disampaikan: oleh siapa, dan kepada badan apa. Bila laporan belum disampaikan, informasi tentang alasan mengapa tidak dilaporkan harus dikemukakan; (d) Informasi mengenai langkah-langkah yang diambil pihak yang berwajib untuk menyelidiki dugaan pelanggaran hak untuk hidup, dan/atau upaya yang diambil untuk melindungi orang-orang yang sedan terancam jiwanya , dan untuk mencegah insiden serupa di kemudian hari, khususnya: apabila laporan telah disampaikan, tindakan yang dilakukan lembaga yang berwenang atas informasi yang mereka terima; kemajuan dan status penyelidikan pada saat dugaan diajukan; apabila hasil penyelidikan dianggap tidak memuaskan, penjelasan mengenai mengapa hal ini terjadi. Informasi yang lebih umum sehubungan dengan hak untuk hidup, misalnya tentang perkembangan peraturan terakhir yang berhubungan dengan hukuman mati, tentang peraturan amnesti, atau informasi yang tersedia yang menandakan pola kekebalan hukum (impunity) juga diterima dengan tangan terbuka oleh Pelapor Khusus. Informasi tersebut memungkinkan Pelapor Khusus mengevaluasi lebih cermat situasi umum hak untuk hidup pada Negara tertentu. 19
Dugaan-dugaan dapat disampaikan terhadap setiap Negara Anggota PBB, tanpa mempertimbangkan apakah Negara tersebut merupakan Pihak atau bukan
dalam perjanjian yang berisi standar-standar yang disebutkan Pelapor Khusus.
157
Setiap informasi yang termasuk bidang perhatian Pelapor Khusus untuk hukuman mati di luar hukum, secara cepat atau sewenang-wenang dapat dikirim kepada alamat berikut lewat surat atau fax: Special Rapporteur on extrajudicial, summary or arbitrary executions C/o Office of the High Commissioner for Human Rights United Nations Office at Geneva 1211 Geneva 10 Fax: 41 22 917 0092
158
LAMPIRAN Daftar Pertanyaan yang Harus Dijawab oleh Pemerintah Sehubungan Dengan Tuduhan Kasus Hukuman Mati di Luar Hukum, Secara Cepat atau Sewenang-Wenang 1.
Apakah kejadian tentang dugaan dalam ringkasan kasus adalah benar? Jika tidak, mohon berikan perincian dari penyelidikan yang dilakukan untuk menyangkal tuduhan tersebut.
2.
Apa penyebab kematian seperti disebutkan dalam surat kematian?
3.
Apakah dilakukan otopsi? Bila dilakukan, oleh siapa? Apa hasil otopsi? (Mohon berikan salinan laporan lengkap otopsi)
4.
Apakah telah diajukan laporan/pengaduan, baik resmi maupun tidak resmi, atas nama korban? Bila ada, siapa yang mengajukannya dan apa hubungan antara pembuat laporan/pengaduan dengan korban? Kepada siapa laporan/pengaduan disampaikan? Apa langkah-langkah yang sudah dilakukan atas diterimanya laporan dan siapa yang melakukannya?
5.
Lembaga mana yang bertanggungjawab untuk menyelidiki dugaan tersebut? Lembaga mana yang bertanggungjawab untuk melakukan penuntutan terhadap pelaku-pelaku kejahatan?
6.
Apakah ada pemeriksaan atau pengadilan atau prosedur lain sehubungan dengan kasus yang sedang berlangsung? Bila ada, mohon berikan perincian tentang kemajuan mereka sampai hari ini dan jadwal dalam mempertimbangkan keputusan mereka. Bila pemeriksaan-pemeriksaan atau prosedur-prosedur telah dipenuhi, mohon berikan perincian tentang keputusan yang dicapai (mohon sertakan salinan dari dokumen-dokumen yang relevan). Apakah ini merupakan keputusan tetap?
7.
Apakah orang yang diduga melakukan eksekusi di luar hukum, seketika atau sewenang-wenang telah diidentifikasi? Pada unit atau cabang kepolisian, aparat keamanan, angkatan bersenjata atau kelompok yang bekerja sama dengan mereka manakah orang tersebut termasuk?
8.
Sudahkah sanksi pidana atau disiplin dijatuhkan kepada orang yang diduga sebagai pelaku kejahatan? Bila sudah, mohon berikan perincian tentang prosedur yang diikuti untuk mengetahui tanggungjawab pidana atau disiplin dari pelaku kejahatan sebelum menjatuhkan hukuman tersebut. Bila tidak ada sanksi yang dijatuhkan, apa alasannya?
9.
Apabila tidak ada pemeriksaan yang dilakukan, apa alasannya? Bila pemeriksaan yang telah dilakukan tidak ada penyelesaian, apa alasannya?
10. Apakah telah diberikan kompensasi kepada keluarga korban? Bila sudah, mohon berikan perincian termasuk bentuk dan jumlah kompensasi yang diberikan. Bila kompensasi tidak diberikan, apa alasannya? 11. Mohon berikan informasi-informasi lain atau observasi-observasi tentang kasus ini yang menurut anda relevan.
159