Agus S. Suryadi: Hukum Pajak Menghendaki Pemungkutan Pajak Yang Adil Dan
HUKUM PAJAK MENGHENDAKI PEMUNGKUTAN PAJAK YANG ADIL DAN MEMPUNYAI KEPASTIAN HUKUM Agus S. Suryadi ABSTRACT Regulation on taxation plays a crucial role in the development of a nation's economy. Not only that, it also will determine the level of welfare of the society as it is formulated and drawn from the nation's gross domestic income and the ration of its budget deficit. To guarantee a success in taxing its people a government should implement clear and fair laws. This would also prevent disputes resulted from tax collection. In reality in Indonesia there is many disputes on tax occurred mainly as a result of unclear regulation. The settlement procedure for such disputes is in itself vague meaning no legal certainty and/or fair guarantee. One of the weaknesses of the system is that the Board of Tax Dispute Settlement does not function as a real court of law which paramount in the Supreme Court. Accordingly, the procedure does not have legal-binding power. In addition to discussing the weaknesses of the settlement procedure this article also introduces a concept of just taxation system that hopefully will help the government review and reformulate its tax policy.
Sektor perpajakan memegang peranan penting dan strategis dalam penerimaan negara. Peningkatan pendapatan negara, terutama dari sektor perpajakan, memberikan sumbangan positif terhadap upaya untuk menurunkan volume dan rasio defisit anggaran maupun rasio stok utang Pemerintah terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB).
Namun, dalam pelaksanaan pemungutan pajak ada kalanya terjadi silang pendapat antara wajib pajak dan fiskus. Oleh karena itu, agar dapat dicapai penyelesaian sengketa pajak yang adil, diperlukan jenjang pemeriksaan ulang vertikal yang lebih ringkas. Penyelesaian sengketa pajak berdasarkan Undang-undang Nomor 17 Tahun 1997 yang dilaksanakan oleh
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. V, No. I, Juli 2005
338
Agus S. Suryadi: Hukum Pajak Menghendaki
Badan Penyelesaian Sengketa Pajak (BPSP) banyak mengandung kelemahan. Beberapa kelemahan tersebut antara lain adanya kewajiban melunasi seluruh jumlah pajak yang terutang sebelum mengajukan banding, tidak adanya kesempatan bagi wajib pajak untuk melakukan upaya hukum yang lebih tinggi atas keputusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak, serta kurang memberikan kepastian hukum sehingga dapat menimbulkan ketidak adilan bagi wajib pajak maupun fiskus. Demikian pula penyelesaian sengketa pajak seharusnya mampu memberi jaminan kepastian hukum dan rasa keadilan bagi pihak yang bersengketa serta dapat dilakukan melalui prosedur dan proses yang cepat, transparan, murah dan sederhana. Kelemahan lainnya adalah Badan Penyelesaian Sengketa Pajak belum merupakan badan peradilan yang berpuncak pada Makamah Agung, sesuai dengan sistem kekuasaan kehakiman sebagaimana halnya dengan peradilan lainnya.1
1
Pemungkutan
Pajak Yang Adil Dan
Telah terjadi beberapa hal yang menjadi pokok perubahan undang-undang yang mengatur sengketa pajak ini, 2 dibandingkan dengan undang-undang yang mengatur hal yang sama sebelumnya. 1 Adapun beberapa perubahan pokok yang dilakukan antara lain adalah wajib pajak harus melunasi terlebih dahulu 50 % dari kewajiban perpajakannya terlebih dahulu perkaranya diperiksa,4 yang rasanya masih perlu dipikirkan untuk diadakan perubahan lagi menjadi tidak diperlukan pembayaran bagian dari
1
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4189). ' Undang-undang Nomor 17 Tahun 1997 tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2684). 4 Pasal 36 ayat (4) UU Nomor 14 Tahun 2002, berbunyi: "Selain dari persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) serta Pasal 35, dalam hal Banding diajukan terhadap besarnya jumlah pajak yang terutang. Banding hanya dapat diajukan apabila jumlah yang terutang dimaksud telah dibayar sebesar 50 % (lima puluh persen)
Alinea kedua Sambutan Menteri Keuangan mewakili Pemerintah berkenaan dengan disetujuinya Rancangan Undang-Undang teniang Pengadilan Pajak, Jakarta, 13 Maret 2002.
339
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan. Vol. V, No. I, Juli 2005
Agus S. Suryadi: Hukum Pajak Menghendaki Pemungkutan Pajak YOuqgdMKitkm
pajak yang disengketakan itu\ atau setidak-tidaknya hams dibayar terlebih dahulu sesuai dengan perhitungan yang dibuat oleh wajib pajak yang mengajukan permohonan banding.* Apakah dengan diundangkan dan
Pemungutan
jBaijplk
dapat
terlaksana apabila unmiir-anwiaraUam pemungutan pajak dapalttdI^pHmttn,yj«liui : ada masyarakat pemthi$air(pagpfc„ .aula undang-undang yang; mBamgJttir, adbi pemungut
pajakmyat
(Onqgauna//
diberlakukannya Undang-undang
pemerintah), ada wajib pjqjaftnipi dtan
Nomor 14 Tahun 2002 tentang
ada objek pajak yang: dfiiltoiKakauiB
Pengadilan Pajak ini, akan membuat
pajaknya.7
para wajib pajak pencari keadilan dapat
Pengertian pajak mengandUngdinmHcari
merasakan mendapatkan "angin segar"
yang terdiri dari:
dalam memperoleh keadilan?
a.
Adanya pengalihan kekagsHmdJarii sektor swasta ke sdkttanr pemerintah.
b.
Pemungutan
5
Pasal 1 ayat (5) UU Nomor 14 Tahun 2002, berbunyi: " Sengketa Pajak adalah yang timbul dalam bidang perpajakan antara Wajib Pajak atau penanggung pajak dengan pejabat yang berwenang sebagai akibat dikeluarkannya keputusan yang dapat diajukan banding atau gugatan kepada Pengadilan Pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan, termasuk gugatan atas pelaksanaan penagihan berdasarkan Undang-Undang Penagihan Pajak dengan Sural Paksa." 6 Menurut UU Nomor 14 Tahun 2002, pengertian Banding dan Gugatan adalah tidak sama, pengertian Banding sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1 ayat (6) adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh wajib pajak atau penanggung pajak terhadap suatu keputusan yang dapat diajukan banding, berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, sedangkan pengertian Gugatan menurut Pasal 1 ayat (7) adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh wajib pajak atau penanggung pajak terhadap pelaksanaan penagihan pajak atau terhadap keputusan yang dapat diajukan Gugatan berdasarkan peraturan perundangundnagan perpajakan yang berlaku. Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pt
pajak
dapaitt
dipaksakan secara hukum dengani melalui dua cara, yaitu melalui pengadilan atau menggunakan surat paksa. c.
Pajak dapat dikenakan atas orang atau barang.
d.
Pajak dapat dipungut secara periodik maupun insidentil.
e.
1
Pungutan pajak tidak dapat ditunjukkan adanya imbalan secara langsung.
Eko Lasmana. Sistem Perpajakan di Indonesia - Buku Peruana, ed.l, (Jakarta:Prima Kampur Grafika. 1992), hal 6.
Harapan, Vol. V, No. J, Juli 2005
340
Agus S. Suryadi: Hukum Pajak Menghendaki Pemungkutan Pajak Yang Adil Dan
f.
Pajak mempunyai fungsi budgeter dan fungsi mengatur."
Konsep Keadilan Bagi Masyarakat Sudah menjadi watak manusia akan merasa senang bila diperlakukan adil dan merasa tidak senang jika diperlakukan tidak adil. Pengertian adil menurut Notonagoro yang mengartikannya menurut pengertian klasik ilmiah ialah dipenuhinya segala sesuatu yang telah merupakan hak didalam hidup bersama sebagai sifat hubungan antara satu orang dengan yang lainnya, mengakibatkan bahwa memenuhi tiap-tiap hak di dalam hubungan antara yang satu dengan yang lain adalah suatu hal yang wajib. Dengan demikian "keadilan sosial"9 adalah merupakan keadilan yang berlaku dalam masyarakat disegala bidang kehidupan, baik materiil maupun spiritual, dan selanjutnya makna dari kalimat "seluruh rakyat Indonesia" " Ibid., hal 6-7. " Sila kelima Pancasila ialah Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, dalam kailannya dengan pajak, maka pajak yang dipungut dari rakyat harus mencerminkan keadilan, baik dalam undang-undangnya maupun dalam penerapannya, lihat dalam Rochmat Soemitro, Asas-asas Hukum Perpajakan, (Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman, 1991), hal.6. 341
mempunyai arti bahwa seharusnya setiap orang Indonesia mendapat perlakuan yang adil dalam bidang hukum, politik, sosial, ekonomi dan kebudayaan."1 Dalam berbicara
ilmu tentang
hukum,
kita
pelaksanaan
keadilan '' (administration of justice) yang berarti mengatur hubunganhubungan dan menertibkan kelakuan manusia di dalam dan melalui pengadilan-pengadilan dari masyarakat 1(1
Lasiyo dan Yuwono, Pancasila {Pendekaian Secara Kefilsafatan), (Yogyakarta: Liberty, 1985), hal 36-37 " Pengertian keadilan itu dapat disoroti dari berbagai susut pandang, yaitu dari segi ftlsafat hukum, politik, ekonomi, etika dan ilmu hukum. Seperti halnya Plato mencoba menjelaskan konsepsinya tentang keadilan dari inspirasi, sedang Aristoteles mendekati analisa yang berdasarkan ilmu dan prinsippnsnip rasional dengan latar belakang tipe masyakat politik dan peraturan-peraturan hukum yang ada pada waktu itu. Hubungan antara keduanya adalah asumsi concept of virtue, yaitu sikap baik suatu pengertian yang mencangkup segala-galanya darimana keadilan merupakan suatu bagiannya. Dari concept of virtue ini mengalir pengertian balance dan harmony, sebagai suatu ukuran pada masyarakat dan perorangan yang adil. Plato berpendapat bahwa harmoi adalah suatu keadaan balans pikiran dari alam yang tidak dapat dianalisa oleh akal. Sedang menurut aristoteles harmoni adalah suatu yang ada di tengah-tengah antyara dua keadaan yang ekstrim, pengertian harmoni ini bisa didapat dengan mempergunakan prinsip-prinsip yang mirip dengan dasar-dasar ilmu pasti.
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. V, No.l, Juli 2005
Agus S. Suryadi: Hukum Pajak Menghendaki
yang berorganisasi politik, sedang sekarang oleh penulis-penulis tentang filsafat hukum, keadilan itu diartikan sebagai hubungan yang ideal antar manusia.12 Demikian
kepastian hukum itu sendiri dalam pemungutan pajak.14 Dengan demikian jelas bahwa pemerintah sebagai penyelenggara negara tidak dapat sewenang-wenang
masalah
bertindak dalam hal memungut pajak
memegang
dari rakyatnya, akan tetapi walau telah
peranan yang sangat penting di dalam
diatur dengan demikian, apakah dapat
proses keadilan, hal ini telah banyak
menjamin akan tercapainya suatu
dipertimbangkan di berbagai negara.
kepastian hukum dalam pemungutan
Kekuasaan ini pada
umumnya
pajak? Serta apakah dengan demikian
dimanifestasikan dalam undang-
juga telah terjamin akan terciptanya
undang dan peraruran agar mernpunyai
rasa keadilan
kekuatan
pembayar pajak?
kekuasaan
pula
Pemungkutan Pajak Yang Adil Dan
(power)
hukum
di
dalam
mengendalikan dan menjatuhkan sanksi. Dalam kaitan ini perhatian perlu ditujukan kepada sejauh mana batasbatas
yang
diberikan
untuk
melaksanakan kekuasaan tersebut seperti dikemukakan oleh R.W.M. Dias. n Pelaksanaan pemungutan pajak-pajak oleh negara di Indonesia telah diatur dalam konstitusi negara sehingga dengan demikian diharapkan dapat menjamin rasa keadilan dan
dalam masyarakat
Hukum pajak harus dapat memberikan jaminan hukum yang perlu untuk menyatakan keadilan yang tegas, baik untuk negara maupun untuk warganya. Oleh karena itu, pajak di negara hukum harus ditetapkan dalam undang-undang. Dengan kata lain hukum pajak harus dapat memberikan jaminan hukum bagi tercapainya keadilan, dan jaminan itu diberikan kepada pihak-pihak yang tersangkut didalam pemungutan pajak, yaitu pihak berwajib pajak dan pihak fiskus.15
12
Roscoe Pound, Tugas Hukum, diterjemahkan oleh Radjab Muhammad, (Jakarta: Bhralara, 1965), hal.9 " R.W.M. Dias, Jurisprudence, edisi 4, (London: Butterworths, 1976), hal. 102. Law Review, Fakultas Hukum Universitas P
14
Pasal 23 A Undang-undang Dasar 1945 : "Pajak dan punguian lain yang bersif'at memaksa untuk keperluan negara diatur dengan Undang-undang." 15 Lasmana, op.cil., hal. 19. Harapan, Vol. V, No.l, Juli 2005
342
Agus S. Suryadi: Hukum Pajak Menghendaki Pemungkutan Pajak YangAdil Dan
Selain masalah keadilan, masalah lain yang berkaitan dengan perasaan adil adalah "kemampuan menbayar", walaupun telah diusahakan untuk menhitung besarnya pajak yang harus dibayar dengan seadil-adilnya, akan tetapi jika jumlah yang harus dibayar itu tidak mungkin dapat ditanggung oleh Wajib Pjak yang bersangkutan, maka tetap saja perasaan tidak adil itu akan melekat pada diri Wajib Pajak itu. Untuk sebesar mungkin menghindari" Kemampuan membayar " Bagi Wajib Pajak, dalam hal ini terdapat suatu teori yang dinamakan Teori Gaya Pikul, yang menyatakan bahwa pajak harus dibayar menurut gaya pikul seseorang secara kongkrit.16
(PTKP) dengan menghitung berapa besar jumlah anggota keluarganya dengan menghitung berapa besar jumlah anggota keluarganya dengan pembatasan banyaknya tanggungan untuk wajib pajak adalah tiga orang anak.17 Tetapi mengenai apa yang menjadi dasarpertimbangan sehingga peraturan ini diterapkan hingga saat ini penulis belum pernah menemukan penjelasannya dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan demikian walaupun pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak telah mencoba menerapkan teori gaya pikul ini pada peraturan perpajakan yang berlaku, akan tetapi dalam kenyataannya belum sepenuhnya dapat memenuhi apa yang dimaksudkan dalam teori ini.
Penerapan teori ini dilakukan dalam peraturan perpajakan di negara kita, diwujudkan sebagai batas seseorang tidak akan dikenakan Pajak Penghasilan yang disebut sebagi Penghasilan Tidak Kena Pajak 16
Dalam hal ini dapat timbul pertanyaan dengan apa yang dimaaksud dengan gaya pikul? Apa yang mempengaruhi gaya pikul seseorang? Apakah A yang mempunyai keluarga dengan dua orang anak sama gaya pikulnya dengan B yang mempunyai empal orang anak, dimana merka mempunyai penghasilan yang sama?
343
Law Review, Fakultas Hukum L
Rasa keadilan bagi Wajib Pajak dalam turut bertanggung jawab 17
Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak, adalah untuk diri wajib pajak sendiri sebesar Rp. 12.000.000,-ditambah Rp. 1.200.000,untuk wajib pajak yang kawin dan Rp. 1.200.000,- tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan smenda dalam garis keturunan lurus, serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak tiga orang untuk setiap keluarga, serata Rp. 12.000.000,- tambahan untuk seorang istri yang diberikan apabila ada penghasilan isteri yangdegabungkan dengan penghasilan suami.
sitas Pelita Harapan, Vol. V, Not, Juli 2005
Agus S. Suryadi: Hukum Pajak Menghendaki Pemungkutan Pajak Yang Adil Dan
terhadap bangsa dan negara melalui
Asas-asas Pemungutan Pajak
pembayaran pajak sangat penting
Memperhatikan cara pemungut-
artinya, sehingga dengan demikian
an yang dilakukan maka penulis
mereka akan rela melaksanakan
melihat bahwa dasar pemikiran
kewajibannya dengan baik. Akan tetapi
mengapa diterapkannya pengenaan
yang tak kalah pentingnya Iagi adalah
Pajak Penghasilan sebagaimana yang
harus terdapat suatu kepastian hukum
dimaksud dalam tulisan ini, adalah
dalam peraturan yang diberlakukan,
untuk menerapkan konsep Pay as You
bahwa sistem hukum pada hakikatnya
Earn,™ tetapi perlu pula kiranya kita
merupakan sistem hirarkis yang
tidak melupakan asas-asas perpajakan
tersusun dari peringkat terendah hingga
yang antara lain disarankan oleh Adam
peringkat tertinggi
(grundnorm).
Smith dalam bukunya "An Inquiry into
Hukum yang lebih rendah harus
the the Nature and Causes of the
berdasarkan
boleh
Wealth of Nations" yang dikenal
bertentangan dengan hukum yang
sebagai The Four Maxims,10 yang
lebih tinggi, sebagaimana yang
mengemukakan ajarannya yang
dikembangkan oleh Adolf Merkl
mengatakan bahwa pemungutan pajak
dengan
harus dilakukan berdasarkan asas-
dan
tidak
ajarannya
"stufentheori".
Sifat
tentang yang
bertentangan dari hukum yang lebih rendah mengakibatkan batalnya daya laku hukum itu, sebaliknya hukum yang
asas: }.
equality;
2.
certainty;
lebih tinggi merupakan dasar dan sumber dari hukum yang lebih rendah."*
'* Hans Kelsen, Pure Theory of Law, diterjemahkan oleh Max Knight dari Bahas Jerman. (Berkeley : University of California Press, 1967), hal 221 -276. IMW Review, Fakultas Hukum Universitas
Pay as Tou Earn, yang berarti bahwa pengenaan pajak dilakukan pada saat yang tepat bagi si pembayar pajak, yaitu pada saat yang bersamaan dengan saat penerimaan diterima oleh di pembayar pajak, sehingga dana untuk pembayaran pajak tersedia dan bagi wajib pajak yang membayar tidak dirasakan lerlampau berat untuk mengeluakan uang pembayaran pajak tersebut. R. Santoso Brotodiharjo, Pengantar llmu Hukum Pajak, (Bandung: FT. Eresco, 1984), hal 25-38 Harapan, Vol. V, No. J, Juli 2005
344
Agus S. Suryadi: Hukum Pajak Menghendaki Pemungkutan Pajak Yang Adil Dan
3.
convenience, dan
4.
economy21
Ad. I. Equality Menurut Adam Smith, untuk keadilan beban pajak" pertama-tama hendaknya
dibebankan
kepada
masyarakat berdasarkan manfaat yang
demikian dimaksudkan bahwa pajak yang dipungut dari masyarakat hendaknya memenuhi rasa keadilan dan pemungutannya merata, dengan demikian hal yang juga sangat penting untuk diperhatikan adalah tingkat kemampuan seseorang dalam membayar pajak-pajak yang hams dibebani kepadanya (ability to pay).2*
dinikmati oleh anggota masyarakat
Peraturan perpajakan yang
yang bersangkutan. Apabila manfaat
diberlakukan sebaiknya benar-benar
yang dinikmati tersebut tidak dapat
dapat dirasakan oleh wajib pajak
dipakai untuk membagi beban pajak
bahwa beban pajak yang harus
yang diperlukan, maka anggota
dibayarkan itu memang pantas
masyarakat hams dikenakan pajak
dibebankan kepadanya, oleh karna
sebanding
kemampuan
adanya penghasilan atau nilai lebih yang
membayar masing-masing, yaitu
didapatnya yang pantas dikenakan
sebanding dengan penghasilan yang
pajak, sehingga dengan demikian
diperolehnya berkat perlindungan
sebagai seorang warganegara atau
pemerintah.
dengan
23
Sehingga dengan
penduduk^ang telah menikmati penghasilan atau nilai lebih tersebut
21
R. Mansury, Pajak Penghasilan Lanjutan, (Jakarta : Ind-Hill Co., 1996), hal 4. 22 Pada dasrnya rasa keadilan bagi masyarakat pembayar pajak hendaknya dilihay dari rasa kebersamaan bertanggung jawab dan turut serta dalam pembangunan bangsa dan negara ini, terlevih lagi agar mereka dapal merasakan bahwa mereka berada dalam kedudukan yang sama di muka hukum, yang artinya hak dan kewajibanya adalah sama antara sesama masyarakat wajib pajak dengan tidak memandang status sosialnya, bahwa dia sebagai seorang masyarakat biasa ataupun seorang pejabat yang berkuasa. "Ibid,, hal. 7. 345
wajib untuk turut serta bertanggung jawab bagi pembangunan bangsa dan negaranya melalui pembayaran pajak-
-4 Untuk memberikan dasar pada keadilan, maka dijelaskan dengan bermacam-macam teori, yaitu Teori asuransi,Teori Kepentingan,Teori Gaya Pikul, Teori Bakti atau Teori Lewajiban Pajak Mutlak, serta Teori Gaya Beli, lihal Muhammad Gade dan Djamaluddinn Gade, Hukum Pajak, (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1995), hal 12.
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. V, No. J, Juli 2005
Agus S. Suryadi: Hukum Pajak Menghendaki Pemungkutan Pajak Yang Adil Dan
pajak yang harus dilaksanakannya. Bagi masyarakat wajib pajak yang mempunyai penghasilan lebih besar atau mempunyai kemampuan lebih besar, tentunya dapat membayar pajak lebih besar sesuai dengan tingkat besarnya penghasilan atau kemampuan yangdimilikinya.
dalam hukum publik, dalam hukum perdata disamping dwingend recht, ada juga aanvullend recht. Hukum perdata memberikan peluang kepada para pihak untuk mengatur sendiri hubungan antara mereka sehingga mereka sendiri wajib mengusahakan adanya kepastian hukum diantara mereka. Lain halnya dengan hukum publik cq. Hukum pajak
Ad.2. Certainty Undang-undang pajak juga bertujuan memberikan kepastian hukum. Sedangkan pengertian kepastian hukum ini memang belum terdapat kesesuaian paham, akan tetapi arti yang pasti adalah bahwa ketentuan undang-undang tidak boleh memberikan keragu-raguan. Peraturan perundang-undangan harus dapat diterapkan secara konsekuen untuk keadaan yang sama secara terus menerus, sehingga undang-undang harus disusun sedemikian rupa dan dengan demikian tidak akan memberikan peluang kepada siapapun juga untuk memberikan interpretasi yag lain dari yang dikehendaki oleh pembuat undang-undang.
merupakan yang wajib dipatuhi oleh umum/semua orang 25 , sehingga ketentuan undang-undang harus jelas dan tegas, dan tidak memberikan peluang kepada siapapun untuk memberikan penafsiran lain dari kehendak pembuat undang-undang. Sekalipun sangat sulit untuk mendefinisikan hukum, sehingga para sarjana memberikan definisi berbeda-beda, pegangan
perdata lain dari kepastian hukum
namun
kiranya
kita
yang
sebagai dapat
memberikan pengertian kepada hukum . yaitu sebagai seperangkat kaidah yang mengatur kehidupan manusia dalam pergaulan masyarakat. Salah satu aspek yang penting dalam hukum ialah sifat normatifnya yang berupa patokan a
Kepastian hukum dalam hukum
yang
Rochmat Soemitro, Asas-asas Hukum Perpajakan. (Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman, 1991), hal. 16
IMW Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. V, No.I, Juli 2005
346
Agus S. Suryadi: Hukum Pajak Menghendaki Pemungkutan Pajak YangAdil Dan
atau pedoman yang harus dituruti atau ditaati oleh semua pihak.
pihak dari tindakan hakim yang sewenang-wenang.
Bahwa dengan demikian tugas
Dari pengertian diatas dapat
hukum adalah menjamin terciptanya
disimpulkan bahwa dengan kepastian
26
hal mana hanya
hukum dalam hukum pajak harus dapat
dapat tercapai apabila hukum itu
memberi perlindungan hukum, yang
berbentuk hukum tertulis (undang-
padaakhirnyajugadiharapkan berupa
undang beserta peraturan pelaksana-
keadilan yang dapat dirasakan baik bagi
annya) yang didalamnya merupakan
masyarakat wajib pajak maupun
suatu peraturan pelaksanaannya.)
negara/pemerintah, dengan demikian
yang di dalamnya merupakan suatu
seyogyanya peraturan perundang-
peraturan yang sistematis, logis, dan
undangan beserta peraturan-peraturan
pasti. Hukum tidak boleh memuat
pelaksanaannya harus tegas dan
aturan-aturan yang saling bertentangan
jelas.27
kepastian hukum,
satu sama lain dan juga jangan sampai terdapat ketentuan serta istilah yang dapat ditafsirkan secara berlainan. Pengertian kepastian hkum mempunyai dua segi, pertama, dalam hal terjadi perselisihan, kedua belah pihak dapat menentukan kedudukan masing-masing, kedua, adanya jaminan perlindungan terhadap kedua belah -''Tentang kepastian hukum ini belum terdapal kesesuian faham, namun arti yang pasti adalah bahwa ketentuan undang-undang tidak boleh memberikan keragu-raguan, harus dapat diterapkan secara konsekuen untuk keadaan yang sama secara terus menerus. Undangundang harus desusun sedemikian rupa sehingga tidak memberikan peluang kepada siapapun untuk memberikan interpretasi yang lain dari yang dikehendaki oleh pembuat undang-undang. 347
Law Review, Fakultas Hukum U
Hukum yang bertujuan keadilan melalui tertib hukum, berusaha memberikan kepastian hukum. Kepastian hukum sangat penting bagi dunia hukum itu sendiri, sehingga setiap orang mengetahui sampai sejauh mana hukum memberikan hak dan kewajiban kepadanya. Dalam hukum pajak, kepastian hukum sangat diperlukan, karena hukum pajak memuat atau berisikan hak dan kewajiban setiap warga negara/penduduk terhadap negara yang bersangkutan.
"Ibid.tel
13-14
sitas Pelita Harapan, Vol. V, No.l, Juli 2005
Agus S. Suryadi: Hukum Pajak Menghendaki Pemungkutan Pajak Yang Adil Dan
Kepastian hukum yang tersimpul dalam
undang-undang
23 A Undang-undang Dasar 1945.2K
banyak
Pemerintah tidak dibenarkan
tergantung pada ketegasan, kejelasan,
membuat suatu ketentuan untuk
kepastian yang disebabkaan oleh
mengadakan/memungut pajak dari
kalimat undang-undang, susunan
rakyatnya dengan peraturan yang lebih
kalimat, penggunaan kata dan istilah
rendah daripada bentuk undang-
baku, yang tidak mengandung arti
undang.2V
ganda, atau dubius, atau ragu-ragu. Sedangkan di Amerika Serikat
Kepastian hukum memberikan jaminan bahwa subyak hukum tidak akan diperlakukan secara sewenangwenang/semena-mena, sehingga setiap orang akan dapat mengetahui dengan pasti apa dan sejauh mana hak dan kewajiban yang diberikan oleh undangundang kepadanya, dan apabila masih ada hal-hal yang kurang jelas, hal ini harus diberikan tafsiran yang pasti dan tetap, yang tidak dapat diartikan Iain.
berlaku suatu dalil yang mengatakan bahwa "Taxation without representation is robbery" yang maksudnya adalah
"Pajak
tanpa
dasar
pengaturannya dalam undang-undang adalah perampasan". Lain lagi halnya di Inggris berlaku dalil 'Wo taxation without
representation"
yang
maksudnya adalah "Tiada pajak tanpa undang-undang".
Pemungutan pajak dimanapun
Hukum pajak yang merupakan
juga harus memenuhi asas kepastian
bagan dari hukum publik ialah
dalam
yang
keselumhan norma yang mengatur
dikeluarkan oleh pemerintah, untuk
hubungan antara pemerintah sebagai
memenuhi ketentuan dalam asas ini di
pemungut pajak (fiskus) dengan rakyat
suatu
peraturan
negara kita dilakukan berdasarkan undang-undang, dengan demikian untuk memberikan kepastian hukum dalam pemungutan pajak dinegara kita telah dijamin dalam
ketentuan
konstitusional, yang dimuat dalam Pasal
Law Review, FakuUas Hukum UniversUas
sebagai pembayar pajak.30 ffl
Pasal 23 A Undang-undang Dasar I945(hasil perubahan ketiga), yang lengkapnya berbunyi sebagai berikut: "Pajak dan pungutan lain yang bersifal memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undangundang." N Soemitro. op.cil.Mal 14, 10 Ibid.
Harapan, Vol. V, So. J, Juli 2005
• 348
Agus S. Suryadi: Hukum Pajak Menghendaki Pemungkutan Pajak Yang Adit Dan
Dengan demikian demi kepastian hukum, semua hal yang berkaitan dengan struktur inti perpajakan hams dimuat dan ditetapkan dengan undangundang/'sedangkan pengaturan yang bersifat teknis pelaksanaan, dapat dialihkan wewenangnya kepada pemerintah.32 Wewenang menetapkan tarif suatu pajak yang pada pokoknya termasuk dalam golongan inti (utama, pada dasarnya tidak bisa dipertimbangkan untuk didelegasikan.33) M
Pasal 2 Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor III/MPR/2000, mengatur tentang bentuk peraturan perundangundangan secara hirarki tersusun sebagai berikut: a. Undang-Undang Da&ar 1945. b.Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat. c. Undang-undang. d. Peraturan Pemerintah Pangganti UndangUndang. e. Peraturan Pemerintah. f. Keputusan Presiden. g Peraturan Daerah. 53 Ibid. " Bandingkan dengan ketentuan Pasal 4 ayat (2) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan Sebagaimana Telah Diubah Terakhir Dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2000, yang buny inya: "Alas pengahsilan berupa bunga deposito dan tabungan-tabungan lainnya, penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya dibursa efek, penghasilan dari pengahilan harta berupa tanah dan atau bengunan serta penghasilan tertentu lainnya, pengenaan pajaknya diatur dengan Peraturan Pemerintah." 349
Secara normative, sesuai dengan hirarkinya, setiap peraturan perundangundangan harus tegas berdasar dan bersumber pada peraturan yang lebih tinggi tingkatnya. Tetapi, dalam prakteknya, tidak selalu suatu peraturan perundang-undangan yang berada di bawah merupakan pelaksanaan langsung dari peraturan di atasnya. M Badan atau Pejabat Tata Usaha dalam rangka pelaksanaan tugasnya adakalanya mengeluarkan apa yang sering disebut sebagai peraturan kebijaksanaan (beleidsregel)JS, peraturan kebijaksanaan ini dikeluarkan berdasarkan freies ermessen36 yang ada padanya.37 Untuk memenuhi ketentuan asas kepastian hukum dalam pemungutan pajak, kita perlu memperhatikan adanya kepastian dalam beberapa hal:
M
Jimly Asshiddiqie, Gagasan Kedaulatan Rakyat Dalam Konstitusi dan Pelaksanaannnya Di Indonesia, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994), hal 23-24. B Y.Sri Pudyatmoko, Penganiar Hukum Pajak, (Yogyakarta : Andi, 2002), hal..51 w Freies Ermessen seringkali diterjemahkan sebagai suatu kewenangan ekstra bagi pejabat Tata Usaha Negara dalam memberikan suatu kebijakan tertentu yang diperlukan. " Pudyatmoko, op.cil., hal 51.
IMW Review, FakuUas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. V, No.l, Juli 2005
Agus S. Suryadi: Hukum Pajak Menghendaki Pemungkutan Pajak YangAdil Dan
a.
harus pasti, siapa-siapa yang harus dikenakan pajak;
b.
harus pasti, apa yang menjadi dasar untuk mengenakan pajak kepada subyek pajak;
c.
harus pasti, berapa jumlah yang harus
dibayar
berdasarkan
ketentuan tarif pajak; d.
harus pasti, bagaimana jumlah pajak yang terhutang tersebut harus dibayar.18
Juga termasuk di dalamnya, peraturanperaturan yang memuat kenaikankenaikan , denda-denda, dan sanksisanksi serta tentang cara-cara pemberian pembebasan dan pengembalian pajak, juga ketentuanketentuan yang memberi hak tagihan utama kepada fiskus dan sebagainya.19 Berdasarkan filosofi yang demikian itu, pemungutan pajak yang didasarkan pada ketentuan hukum yang ditetapkan secara sepihak oleh pemerintah, seperti Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Keputusan Menteri Keuangan dan sebaginya tidak dapat dibenarkan, kecuali apabila hal tersebut memang '" Mansury, R., op.cit., hal 5 Brotodihardjo, op.cit., hal 42
w
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pi
diatur di dalam Undang-Undang itu bukan hanya karena diatur didalam Undang-undang Dasar 1945, tetapi lebih dari itu ada falsafah pajak yang terkandung didalamnya.40
Ad 3. Convenience Perlu pula diperhatikan bahwa sebaiknya pajak itu dipungut pada saat yang tepat, sehingga tidak terlalu menggangu kenyamanan dari wajib pajak yang harus membayarnya. Saat yang tepat dapat diartikan sebagai suatu waktu dimana wajib pajak yang bersangkutan dapat membayar kewajiban pajaknya, pada saat ia dalam keadaan mempunyai kemampuan untuk membayar oleh karena tersedianya dana untuk itu.41
40 41
Pudyatmoko, op.cit., hal 54 Kapan wajib pajak mempunyai uang atau pada saat mana wajib pajak memperoleh penghasilan adalah (idak sama pada setiap wajib pajak, misalnya petani, pedagang. Karyawan perusahaan, kontraktor, buruh lepas, pegawai negeri, para professional dan Iain-Iain sebaginya. Petani mempunyai uang pada saat panen atau pada saat hasil panennya dijual. Karyawan atau pegawai negeri memperoleh penghasilan pada setiap akhir bulan, sehingga kepada mereka saat yang paling tepat untuk memungul pajak adalah pada saat itu gaji dilerima oleh mereka.
Harapan, Vol. V, No.l, Juli 2005
350
Agus S. Suryadi: Hukum Pajak Menghendaki Pemungkutan Pajak Yang Adil Dan
Dalam pemenuhan asas ini diatur bahwa pajak hams dibayar pada saat seseorang memperoleh penghasilan sebagaimana dikenal sebagai sistem pemungutan yang dikenal sebagi PAYE (Pay As You Earn)'2, Sistem pemungutan pajak seperti ini mengatur mengenai pembayaran pajak pada saat
seseorang menerima penghasilan, misalnya pada waktu menerima gaji, honorium, pembayaran atas penjualan hartadan Iain-lain. Pemikiran tentang pemungutan pajak seperti ini, yaitu pemungutan pajak pada sumber yang biasa juga disebut dengan withholding
tax4'
merupakan titik tolak dari pemungutan 42
Keuntungan bagi wajib pajak, ia dapat membay ar pajak pada saat tersedia dana untuk itu, sehingga tidak memberatkannya, sedangkan keuntungan bagi negara bahwa pajak dapat diterima pada saatnya (tidak tertuinggak). 41 Cara pemungutan pajak pada sumbernya seperti tersebut yang dilakukan oleh pihak ketiga, cukup dirasakan menguntungkan pihak administrasi pajak (pemerintah), dengan pertimbangan bahwa tuggas negara untuk menyelenggarakan kepentingan umum tidak dapat ditunda (ditangguhkan), maka pemungutan pajak dengan cara dcmikian yaitu dengan bantuan pihak ketiga misalnya dalam hal ini adalah pemberi/pembayar hasil, sangat penting peranannya dalam turut serta mengamankan penerimaan negara dari sektor perpajakan. Dalam cara pemungutan pajak seperti ini, pihak pemberi/pembayar hasil diwajibkan memotong pajak orang lain dengan memberikan tanda bukti pemotiongannya dan kemusian menyetorkannya kepada kas negara, serta melakukan pelaporan ke kantor pajak yang bersangkutan. Inti metode penarikan pajak melaui pemotongan/ pumungutan oleh pihak ketiga yang disebut sdebagai wajib pungut ini, adalah pajak yang secara formal merupakan tanggungan dan harus dibayar oleh wajib pajak yang bersangkutan, digeser dari wajib pajak yang menanggung jumlah pajak tersebut kepada siapa yang memberi/membayar penghasilan yang menjadi objek pajaknya. 351
pajak pendapatan di Inggris yang muali berlaku pada tahun 1803, sedangkan di Jerman cara pemungutan seperti ini dilaksanakan setelah Perang Dunia Pertama untuk pajak upah dan dividen.44 Pada dasarnya yang menjadi tujuan pokok dari cara pemungutan ini adalah agar hasil pemungutan pajak yang dibayar oleh wajib pajak itu dapat segera dengan cepat diterima oleh negara yaitu pada saat penghasilan diterima.4* Selain itu maksud lain dari cara pemungutan ini adalah dalam rangka menghemat ongkos pemungutan (karena sebagian dipindahkan kepada pemberi hasil/ pemungut), sehingga proses pemungutan pajak lebih murah dan 44 45
Soemilro. op.cil., hal 27. Bandingkan dengan Pay As You Earn, sebagaimana telah dijelaskan terdahulu.
Law Review, Fakultas Hukum Vniversitas Pelita Harapan, Vol. V, No. J, Juli 2005
Agus S. Suryadi: Hukum Pajak Menghendaki
tujuan lainnya lagi adalah untuk memberikan keringanan dan mempermudah pembayaran pajak.46
Ad. 4. Economy Tidak kalah pentingnya pula •"faktor ekonomis dalam pemungutan pajak harus mendapatkan perhatian.47 Adapun yang dimaksud dengan faktor ekonomis4* dalam hal ini adalah bahwa dalam melaksanakan pemungutan pajak hendaknya pemerintah juga mengusahakan agar biaya yang diperlukan untuk memungut pajak itu seyogyanya diusahakan sehemat mungkin.41*
Pemungkutan Pajak Yang Adil Dan
rakyat 50 , juga bahwa pajak yang dipungut oleh negara tidak boleh mengakibatkan terhambatnya kelancaran produksi dan perdagangan. Harus diusahakan supaya tujuan untuk mencapai kebahagiaan dan terselenggaranya kepentingan umum dapat dilaksanakan dengan tidak dihambat oleh adanya pungutan pajak,' bahkan sebaliknya, pajak harus dapat merangsang pertumbuhan ekonomi pertumbuhan ekonomi dari sektor riil yang lancar dan sehat.51
Dimaksudkan dengan asas ekonomi adalah pajak harus dibayar dari penghasilan rakyat (volkeinkomen) dan tidak boleh mengurangi kekayaan 46
Ibid, hal 28 Rochmat Soemitro, Dasar-Dasar Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan 1944, (Bandung :PT. Eresco, 1977), hal 21-22 u Faktor ekonomis juga ditujukan untuk memberikan kemudahan kepada para wajib pajak, yang diwujudkan dengan cara memperbolehkan kepada wajib pajak untuk memperbanyak sendiri (memfotokopi) blangko-blangko yang diperlukan. ** Bandingkan dengan fungsi budgeier, maka sudah barang tentu bahwa biaya-biaya untuk mengenakan dan memungut pajak harus sekecil-kecilnya, terutama dibandingkan dengan jumlah pajak yangdapatdipungutnya. 47
1 1
Pudyatmoko, op. cil., hal. 49. Lihat Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri, yang menggunakan pajak sebagai alat untuk menarik modal luar negeri (foreign private saving) dan modal dalam negeri {domestic private saving) dalam Rochmat Soemitro, PengantarSingkat Hukum Pajak, (Bandung: PT. Eresco, 1987), hal 3.
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. V, No. J, Juli 2005
352