HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU FAMILY CAREGIVER DALAM MERAWAT PENDERITA PASKA STROKE DIRUMAH TAHUN 2012
Skripsi ini diajukan sebagai tugas akhir strata-1 (S-1) pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan untuk memenuhi persyaratan gelar sarjana keperawatan
Disusun Oleh :
JULIA HARTATI 108104000030
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1433 H/2013 M
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa : 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta,Desember 2012
Julia Hartati
i
RIWAYAT HIDUP
Nama
: Julia Hartati
Tempat, Tgl lahir
: Bogor, 11 Juni 1989
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Alamat
: Jl. Pahlawan Gang Darussada I Rt 02/Rw 04 No. 31 Cinangka Sawangan Depok 16516
Tlp/ Hp
: 089654262727
Email
:
[email protected]
Riwayat Pendidikan : 1. SD Negeri Cinangka 02 (1998-2003) 2. SMP Muhammadiyah 29 Sawangan (2003-2005) 3. SMA Negeri 1 Ciputat Tangerang (2005-2007) 4. S-1 Ilmu Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (2008-2012)
Pengalaman Organisasi : 1. Ketua OSIS SMP Muhammadiyah 29 Sawangan 2. Anggota Pramuka SMP Muhammadiyah 29 Sawangan 3. Anggota Paskibra SMP Muhammadiyah 29 Sawangan 4. Anggota PMR (Palang Merah Remaja) SMP Muhammadiyah 29 Sawangan 5. Anggota KIR (Kelompok Ilmiah Remaja) SMA Negeri 1 Ciputat 6. Anggota IRMAS (Ikatan Remaja Mushola Ashabul Yamin) 7. Anggota Karang Taruna Kelurahan Cinangka
ii
LEMBAR PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan untuk : Bapak dan Ibu tercinta, Bapak Marudin dan Ibu Marpuah terima kasih atas seluruh kasih sayang, cinta, pengorbanan, serta dukungan baik moril maupun materil yang bapak dan ibu berikan selama ini, sehingga ananda bisa sampai pada tahap akhir menyelesaikan skripsi ini,, Kakakku tercinta Dinar Suhartini, Adik-adikku tersayang Mohammad Egar dan Vatra Rammadana, terima kasih atas kasih sayang, dukungan dan doa kalian selama ini. Seluruh keluarga besarku, Keluarga Nasa dan keluarga Abdul majid terima kasih untuk dukungan dan inspirasi yang kalian berikan. Dosen-dosenku,
terima
kasih
atas
jasa,
waktu,
dan
bimbingan serta kesabaran kalian. Sahabat-sahabatku Novita, Ica, Risma, Mar’atus, Cica terima kasih untuk motivasi dan dukungan kalian selama ini. Teman-teman seperjuangan PSIK angkatan 2008, terimakasih untuk kebersamaan kita selama di PSIK . Dan pada akhirnya hanya untuk Allah SWT seluruh hidupku ku persembahkan.
iii
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN Skripsi, Desember 2012 Julia Hartati, NIM : 108104000030 Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Perilaku Family Caregiver dalam merawat Penderita Paska Stroke dirumah
xvi + 90 Halaman + 22 Tabel + 3 bagan + 6 Lampiran ABSTRAK Penderita paska stroke membutuhkan bantuan family caregiver dalam menjalani aktivitas sehari-harinya. Tujuan penelitian ini untuk melihat hubungan tingkat pengetahuan dengan perilaku family caregiver dalam merawat penderita paska stroke. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan desain Cross-sectional. Sampel berjumlah 78 family caregiver yang diambil dari 30 orang penderita paska stroke. Teknik pengambilan sampel secara total sampling. Penelitian dilakukan di Kelurahan Cinangka Kecamatan Sawangan pada tanggal 2-15 Oktober 2012. Pengumpulan data dengan memberikan kuesioner kepada responden untuk melihat pengetahuan dan perilaku. Analisa data yang digunakan adalah analisa univariat dan bivariat (spearman rank) pada α : 0,05. Hasil penelitian menunjukan bahwa sebagian besar family caregiver di kelurahan Cinangka memiliki pengetahuan baik yaitu 45 responden atau 57,7%, yang memiliki pengetahuan cukup yaitu 30 atau 38,5% dan yang memiliki pengetahuan kurang yaitu 3 responden atau 3,8%. Selain itu perilaku family caregiver sebagian besar adalah baik yaitu 56 responden atau 71,8%, yang memiliki perilaku cukup yaitu 21 responden atau 26,9% dan yang memiliki perilaku kurang yaitu 1 responden atau 1,3%. Berdasarkan analisis bivariat menunjukan adanya hubungan antara pengetahuan dengan perilaku family caregiver dalam merawat penderita paska stroke dengan P value: 0,000. Peneliti menyarankan pada petugas pelayanan kesehatan agar melakukan evaluasi, pendataan dan edukasi guna meningkatkan pengetahuan dan keterampilan family caregiver dengan melakukan kunjungan kerumah-rumah warga yang memiliki penderita paska stroke. Kata kunci : Pengetahuan, Perilaku, Family caregiver, Penderita paska stroke Daftar bacaan : 52 (1998 – 2011)
iv
MEDICAL AND HEALTH OF SCIENCE FACULTY NURSING SCIENCE MAJOR Final Project, Desember 2012 Julia Hartati, ID Number : 108104000030 The relation between level of knowledge with behavior of family caregiver in caring patient with post stroke at home xvi + 90 pages + 22 Tables + 3 chart + 6 attachments ABSTRACT
Patients with post-stroke needed help from family caregivers in carrying their daily activities.The aims of this research are to know the related between level of knowledge with behavior of family caregivers in caring for patients with post-stroke. The type this research is the quantitative with cross-sectional design. The samples totaled 78 family caregivers were taken from 30 people with post-stroke. The sampling technique is total sampling. The research was conducted in village Cinangka Subdistrict Sawangan on October 2 to 15, 2012. Data collection by giving questioner to the respondents to know the knowledge and behavior. Analysis of data used univariate and bivariate analysis (Spearman rank) on α: 0.05. The results of the research showed that the majority of family caregivers in the village Cinangka have a good level of knowledge which is 45 respondents or 57.7%, which have sufficient level of knowledge is 30 or 38.5% and which have lack level of knowledge is 3 respondents, or 3.8%. Besides the majority behavior of family caregiver is good that 56 respondents or 71,8%, which have sufficient of behaviors is 21 respondents or 26,9%, and which have lack behavior is 1 respondent or 1.3%. Based on analysis bivariate show that there are relation between level of knowledge with behavior of family caregivers in caring patients with post-stroke at home with a P value: 0.000. Researcher suggest for health care workers to make an evaluation, data collection and education to improve the knowledge and skills of family caregivers by visiting the houses of people door to door who have post-stroke patients. Keywords: Knowledge, Behavior, Family caregiver, post-stroke patients The reading list: 52 (1998 - 2011)
v
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya dan shalawat serta salam kepada Nabi Muhammad SAW, sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, serta untuk menerapkan dan mengembangkan teori-teori yang penulis peroleh selama kuliah. Sesungguhnya banyak pihak yang telah memberikan dorongan dan bantuan yang tak terhingga nilainya hingga skripsi ini dapat penulis selesaikan tepat pada waktunya. Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1. Prof. Dr. (hc)dr. MK. Tadjudin, Sp.And, Selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Bapak Ns.Waras Budiutomo, S.Kep, MKM Selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan sekaligus dosen Pembimbing II, terima kasih atas waktu, dan kesabaran bapak dalam mengarahan penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. 3. Ibu Nia Damiati, S.Kp, MSN selaku dosen pembimbing I yang selalu memberikan motivasi dan kesabaran selama membimbing penulis sampai akhir penulis bisa menyelesaikan skripsi ini. 4. Ibu Irma Nurbaeti S.Kp, M.Kep, Sp.Mat, selaku dosen pembimbing akademik yang selalu memberikan arahan dan motivasi kepada penulis. 5. Para dosen Program Studi Ilmu Keperawatan (PSIK) yang telah membekali penulis dengan berbagai ilmu dan pengetahuan, selama penulis mengikuti perkuliahan.
vi
6. Seluruh Staff karyawan di UIN Syarif Hidayatullah yang telah membantu kelancaran penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 7. Kepala Kecamatan Sawangan beserta staf, yang telah banyak membantu penulis selama melaksanakan penelitian. 8. Kepala Kelurahan Cinangka beserta staf, yang telah banyak membantu penulis selama melaksanakan penelitian. 9. Ayah dan ibunda serta adik-adikku tercinta yang telah mencurahkan semua kasih sayang dan senantiasa mendo’akan dan memberikan dorongan baik moril, materiil maupun spiritual kepada penulis selama proses menyelesaikan skripsi ini. 10. Teman-teman PSIK angkatan 2008 yang kompak yang telah memberikan inspirasi, do’a dan semangat dalam menyusun skripsi. 11. Seluruh masyarakat di Kelurahan Cinangka yang telah berpartisipasi dalam penelitian ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan bagi penulis sendiri. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak dijumpai kekurangan dan kelemahan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca sekalian untuk menambah kesempurnaan skripsi ini. Semoga kebaikan semua pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini mendapat balasan dari Allah SWT. Amin.
Jakarta, Desember 2012
Penyusun
vii
DAFTAR ISI Halaman LEMBAR PERSETUJUAN …………………………………………………… i LEMBAR PENGESAHAN ……………………………………………………. ii LEMBAR PERNYATAAN ……………………………………………………
iii
RIWAYAT HIDUP …………………………………………………………….. iv LEMBAR PERSEMBAHAN ………………………………………………….. v ABSTRAK ………………………………………………………………………. vi ABSTRACT …………………………………………………………………….. vii KATA PENGANTAR ………………………………………………………….
viii
DAFTAR ISI ……..……………………………………………………………... x DAFTAR LAMPIRAN…..……………………………………………………... xv DAFTAR TABEL…………..…………………………………………………... xvi DAFTAR GAMBAR………..………………………………………………….. xviii BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang………………………..……………………….. 1 B. Perumusan Masalah…………………………..………………... 6 C. Tujuan Penelitian……….....…………………………………… 6 D. Manfaat Penelitian ...….....…………………………………….. 8 E. Ruang Lingkup Penelitian....………………………………….. 9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA A. Stroke…………………...….………………………………….. 10 1. Pengertian…………………………………………………. 10 2. Penyebab…………………………………………………... 10 3. Patofisiologi……………………………………………….. 11
viii
4. Tanda dan Gejala………………………………………….. 12 5. Faktor resiko stroke……………………………………….. 13 6. Manifestasi klinis………………………………………….. 15 7. Penatalaksanaan…………………………………………… 18 B. Family Caregiver…………..…………………………………... 20 C. Pengetahuan…………………………………………………… 22 1. Pengertian………………………………………………….. 22 2. Tingkat pengetahuan………………………………………. 23 3. Sumber Pengetahuan………………………………………. 25 4. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan.…. 27 5. Alat pengukuran pengetahuan……………………………... 28 D. Perilaku………………………………………………………… 29 1. Pengertian………………………………………………….. 29 2. Klasifikasi perilaku………………………………………… 29 3. Faktor-faktor yang berperan dalam pembentukan perilaku... 31 E. Perawatan Penderita Paska stroke dirumah……………………. 32 1. Posisi di tempat tidur dan terapi fisik……………………… 33 2. Berdiri dan berjalan………………………………………... 34 3. Perawatan kulit……………………………………………. 35 4. Perawatan kebersihan……………………………………… 36 5. Kebutuhan nutrisi………………………………………….. 36 6. Mengatasi masalah berbicara……………………………… 38 7. Kepatuhan program pengobatan…………………………... 38 8. Mengatasi masalah emosional……………………………... 39 9. Mencegah jatuh dan cidera……………………………….... 39
ix
10. Kebutuhan buang air kecil dan besar………………………. 40 F. Kerangka Teori ……...………………………………………… 42 BAB III
KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS, DAN DEFINISI OPERASIONAL A. Kerangka Konsep…………………………………………….... 43 B. Hipotesis ………....…………………………………………… 44 C. Definisi Operasional …....…………………………………….. 44
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian………………………………………………. 45 B. Lokasi dan waktu Penelitian…………………………………... 45 C. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling ...……………………. 46 1. Populasi……………………………………………………. 46 2. Sampel……………………………………………………... 46 3. Teknik sampling…………………………………………… 47 D. Pengumpulan Data ……………………....……………………. 47 1. Jenis data………………………………………………….. 47 2. Instrumen penelitian……………………………………….. 47 3. Prosedur pengumpulan data……………………………….. 50 E. Uji Validitas dan Reabilitas Instrumen………………………… 51 F. Pengolahan Data…………………….………………………… 53 1. Editing…………………………………………………….. 53 2. Coding…………………………………….………………. 53 3. Entry data…………………………………………………. 53 4. Cleaning data…………………………………………….... 54 G. Analisa Data ....……………………………………………….. 54
x
1. Analisa univariat…………………………………………... 54 2. Analisa bivariat……………………………………………. 54 H. Etika Penelitian ...……………………………………………... 55 1. Informed consent………………………………………...... 55 2. Anonimity……………………………………………......... 56 3. Confidentiality…………………………………………….. 56 BAB V
HASIL PENELITIAN A. Gambaran tempat penelitian ………………………………….. 59 1. Letak wilayah …………………………………………….. 59 2. Visi dan Misi Kelurahan Cinangka ………………………. 60 3. Struktur organisasi Kelurahan Cinangka ………………… 61 B. Gambaran Demografi ………………………………………… 62 1. Demografi responden (Family caregiver) ………………… 62 2. Demografi penderita paska stroke ………………………… 65 C. Hasil analisa univariat ………………………………………… 68 1. Gambaran Pengetahuan family caregiver …….…………. 68 2. Gambaran Perilaku family Caregiver ………….………… 71 D. Hasil analisa bivariat…………………………………………. 79 1. Hubungan tingkat pengetahuan dengan perilaku family caregiver dalam merawat penderita paska stroke………… 79
BAB VI
PEMBAHASAN A. Gambaran pengetahuan Family caregiver dalam merawat penderita paska stroke ……………………………………….. 86 B. Gambaran Perilaku Family caregiver dalam merawat penderita paska stroke ………………………………………………….
xi
90
C. Hubungan tingkat pengetahuan denga perilaku family caregiver dalam merawat penderita paska stroke ……………………… 93 D. Keterbatasan penelitian ……………………………………… 95 BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ………………………………………………….. 97 B. Saran …………………………………………………………. 98
DAFTAR PUSTAKA
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Lembar Persetujuan Responden
Lampiran 2
Kuesioner
Lampiran 3
Indeks Barthel
Lampiran 4
Hasil uji validitas dan reabilitas
Lampiran 5
Hasil analisa univariat dan bivariat
Lampiran 6
Surat Izin Penelitian
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1. Definisi Oprasional…………………………………………………….
41
Tabel 5.1. Distribusi frekuensi responden berdasarkan usia………………………
59
Tabel 5.2. Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin…………….
59
Tabel 5.3. Distribusi frekuensi responden berdasarkan pendidikan……………….
60
Tabel 5.4.Distribusi frekuensi responden berdasarkan hubungannya dengan penderita paska sitoke ………………………………………………….
61
Tabel 5.5. Distribusi frekuensi penderita paska stoke berdasarkan usia ………….
62
Tabel 5.6. Distribusi frekuensi penderita paska stoke berdasarkan jenis kelamin…
62
Tabel 5.7. Distribusi frekuensi penderita paska stoke berdasarkan lama menderita stroke ……………………………………………………………………
63
Tabel 5.8.Distribusi frekuensi penderita paska stoke berdasarkan lama rawat dirumah…………………………………………………………………
63
Tabel 5.9. Distribusi frekuensi penderita paska stoke berdasarkan tingkat ketergantungan…………………………………………………………
64
Tabel 5.10. Distribusi frekuensi pengetahuan family caregiver dalam merawat penderita paska stroke dirumah tahun 2012…………………………….
65
Tabel 5.11. Distribusi frekuensi jawaban benar tingkat pengetahuan responden menurut pengetahuan (peritem) family caregiver dalam merawat penderita paska stroke tahun 2012………………………………………
65
Tabel 5.12. Distribusi frekuensi perilaku family caregiver dalam merawat penderita paska stroke dirumah tahun 2012 ………………………........
68
Tabel 5.13. Distribusi frekuensi perilaku (Latihan fisik) family caregiver dalam merawat penderita paska stroke dirumah tahun 2012………………….
68
Tabel 5.14. Distribusi frekuensi perilaku (Perawatan kebersihan) family caregiver dalam merawat penderita paska stroke dirumah tahun 2012……………
69
Tabel 5.15. Distribusi frekuensi perilaku (Perawatan kulit) family caregiver dalam merawat penderita paska stroke dirumah tahun 2012…………………...
70
Tabel 5.16. Distribusi frekuensi perilaku (Kebutuhan buang air besar dan kecil) family caregiver dalam merawat penderita paska stroke dirumah tahun 2012……………………………………………………………………...
70
xiv
Tabel 5.17. Distribusi frekuensi perilaku (Kebutuhan nutrisi) family caregiver dalam merawat penderita paska stroke dirumah tahun 2012……………
71
Tabel 5.18. Distribusi frekuensi perilaku (Latihan berbicara) family caregiver dalam merawat penderita paska stroke dirumah tahun 2012…………….
72
Tabel 5.19. Distribusi frekuensi perilaku (Kepatuhan program pengobatan) family caregiver dalam merawat penderita paska stroke dirumah tahun 2012….
72
Tabel 5.20. Distribusi frekuensi perilaku (Pengendalian emosi) family caregiver dalam merawat penderita paska stroke dirumah tahun 2012……………
73
Tabel 5.21. Distribusi frekuensi perilaku (Mencegah cidera dan jatuh) family caregiver dalam merawat penderita paska stroke dirumah tahun 2012….
74
Tabel 5.22 Analisis hubungan tingkat pengetahuan family caregiver dengan perilaku family caregiver dalam merawat penderita paska stroke dirumah tahun 2012……………………………………………………...
75
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Teori…………………………………………………
39
Gambar 3.1 Kerangka Konsep………………………………………………
40
Gambar 5.1 Bagan struktur Organisasi Kelurahan Cinangka tahun 2012……
58
xvi
SKRIPSI DENGAN JTTDUL
HUBT]NGAN TINGKAT PENGETAIIUAN DENGAI{ PERILAKU FA*TLY
CAREGIYERDALAM MERAWAT PENDERITA PASKA STROKE DIRUMAH Telbh disetujui, diperiksa dan dipertahankan dihadapan tim penguji oleh
:
Nama: Julia Hartati
Iriim: 108104000030 Pembimbing
I
Budi
Nip.
Nip. 19790114 200501 2 007
19790520
Penguji I
,f,r
ftfhah. M.Kep.. Ph.D I979A52A
19680808 28A684 2 001 Penguji
IIi
Nip. 19790114 200501 2 *47 Mengetahui, Ketua
Nip. 19790520
'r-; r-
11012
Dekan Fakultaas Kedokteran dan )
llmu Kesehatan
UIN Svarif Hidavatullah Jakarta
{ t, Prof. Dr.
KamilTadjudin,
Sp. And
11a12
PERNYATAAN PERSETUJUAN o t---i--^: I Skripsi dengan judul
IIUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU FAfrIILY '
CAREGIWR DALAM MERAWAT PENDERITA PASKA STROKE DI RUMAH Telah disetujui dan dip€riksa oleh pembimbing skripsi Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakat:ta
DISUSUN OLEH
ruLIA I{ARTATI NrM
108104000030
Pernbimbing
Pembimbing I
q*t Nia Damiati. S.Kp..MSN NrP. 197901 14 200501 2 AA7
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1434 WnAl3 M
II
DAFTAR PUSTAKA
Achjar, Komang Ayu Henny. Asuhan Keperawatan Keluarga; Bagi Mahasiswa Keperawatan dan Praktisi Perawat Perkesmas. Jakarta: Sagung Seto. 2010. Agustina. Kajian Kebutuhan Perawatan di Rumah bagi Klien dengan Stroke di Rumah Sakit Umum Daerah Cianjur. 2009. Diakses pada tanggal 2 Februari 2012 dari http://pustaka.unpad.ac.id. Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineke Cipta. 2006. Barbara & Mary. Rethinking Intervention Strategies in Stroke Family Caregiving. Diakses pada tanggal 5 februari 2012 dari www.rehabnurse.org. 2010 Brunner & Suddarth. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol II . EGC: Jakarta. 2002 Cress JC. Handbook of geriatric care managemen. 2011 Diakses pada tanggal 21 april 2012 melalui http://books.google.co.id Chiung-man Wu. Learning to be a family caregiver for severely debilitated stroke survivors during the first year in Taiwan. 2009. Diakses pada tanggal 20 april 2012 dari http://ir.uiowa.edu/cgi/viewcontent. Edmund Horisson. Stroke Strategy And Stroke Rehabilitation. 2007. Diakses pada tanggal 2 januari 2012 melalui http://www.heartandstroke.ca.
Family Caregiver Aliance. Exploring the Complexities of Family Caregiving. 2011. Diakses pada tanggal 21 April melalui http://caregiver.org/caregiver/jsp/content/pdfs Friedman, M. Marilyn. Keperawatan Keluarga : Teori dan Praktik. Jakarta : EGC. 1998. Gallo JJ, William Reichel, Lillian M. Andersen. Buku Saku Gerontologi. Edisi 2, Jakarta, EGC, 1998. Given Barbara, et all. What Knowledge and Skills Do Caregivers Need? 2008. Diakses pada tanggal 5 april 2012 pukul 13.00 dari http://www.nursingcenter.com Hafsteinsdo´ ttir, Vergunst, et all. Educational needs of patients with a stroke and their caregivers: A systematic review of the literature. 2010. Diakses pada 5 april 2012 pukul 20.00 dari http://journals.ohiolink.edu/ejc/search.
Hidayat, Aziz Alimul. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data. Jakarta: Salemba Medika. 2008. Hudak Carolyn & Gallo Barbara. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik, Vol II. Jakarta : EGC. 1998. Hurlock, E. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga. 2004 Irdawati. Hubungan Pengetahuan dan sikap Keluarga dengan Perilaku dalam Meningkatkan Kapasitas Fungsional Pasien Pasca Stroke di wilayah kerja Puskesmas Surakarta. 2009. Irfan M. Fisioterapi bagi insan stroke. Yogyakarta : Graha Ilmu. 2010. Leigh , Hale A. Home Base Stroke Rehabilitation. 2005. Diakses tanggal 2 Januari 2012 melalui http://www.globalheath.com.au Lenni FS. Gambaran perilaku keluarga terhadap penderita pasca stroke dalam upaya rehabilitasi di Rs St. Elisabeth Medan.2010 diakses pada tanggal 3 januari 2013 melalui http://repository.usu.ac.id. Lotta, Holmvisqt. Stroke Rehabilitation In Home Setting. 2006. Diakses tanggal 2 Januari 2012 melalui http://www.karoliska_institutet.com Muttaqin, Arif. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika. 2008. Mansjoer, Arif. Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius FK-UI, Jakarta. 2000. Mubarak, Wahit Iqbal dkk. Ilmu Keperawatan Komunitas 2. Jakarta: Sagung Seto. 2006. Notoatmodjo S. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. 2003. Notoatmodjo S. Promosi Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. 2005. Notoatmodjo S. Promosi kesehatn dan ilmu perilaku. Jakarta : Rineka Cipta. 2007. Nursalam. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. 2008. Nursalam. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. 2003 Oupra R, ett all. Effectiveness of Supportive Educative Learning programme on the level of strain experienced by caregivers of stroke patients in Thailand. 2010. Diakses pada 21 maret 2012 dari http://journals.ohiolink.edu/ejc/article.
Oliveira, et all. Exploring the family caregiving phenomenon in nursing documentation. 2011. Di akses pada tanggal 20 april 2012 dari http://ojni.org/issues/?p=137 Parwati Sri. Hubungan antara tingkat pengetahuan keluarga dengan tindakan perawatan pada pasien pasca stroke di Kec. Jumo Temanggung. 2010. Di akses pada tanggal 2 Januari 2012 dari : http://digilib.unimus.ac.id Riskesdas. Laporan Nasional. 2007. Diakses tanggal 1 November 2011 dari http://archive.k4health.org/system/files/laporanNasional%20Riskesdas%2020 07.pdf. Setyowati, Sri dan Arita Murwani. Asuhan Keperawatan Keluarga; Konsep dan Aplikasi Kasus. Yogyakarta:Mitra Cendikia Press. 2008. Siahaan Delima. Perawatan penderita stroke dirumah oleh keluarga suku batak Toba di Pematangsiantar. 2011. Di akses pada tanggal 10 april 2012 pukul 21.00 dari http://repository.usu.ac.id
Sofwan Rudianto. Stroke dan rehabilitasi pasca-stroke. PT Buana Indo Populer, Gramedia, Jakarta. 2010. Suhardjo C. Gaya Hidup dan Penyakit Modern. Kanisius, Jogjakarta. 2008. Sudiharto. Asuhan Keperawatan Keluarga dengan Pendekatan Kepeerawatan Transkultural. Jakarta : EGC. 2007. Sugiyono. Metode penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Alfabeta : Bandung. 2009. Suhartono, S. Filsafat Ilmu Pengetahuan. Edisi 1. Jogjakarta: AR-RUZZ. 2005. Sukmarini Natalingrum. Optimalisasi Peran Caregiver Dalam Penatalaksanaan. Skizofrenia. Bandung. Majalah Psikiatri XLII(1):58-61. Surilena, 1999. Suprajitno. Asuhan Keperawatan Keluarga; Aplikasi dalam Praktik. Jakarta. 2004. Sutrisno Alfred. STROKE? You Must Know Before You Get It!. PT Buana Printing, Gramedia, Jakarta. 2007 Tantono H, Siregar IMP, Hassan Z. Beban Caregiver lanjut usia suatu survey terhadap caregiver lanjut usia di Beberapa tempat sekitar Kota Bandung. Bandung ; majalah Psikiatri XL (4):32-33. 2006 Tri Puji. Hubungan antara Pengetahuan Keluarga tentang Penyakit Stroke dengan Kesiapan Keluarga Menerima Kembali Penderita Stroke di Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum Semarang. 2008. Di akses pada 2 januari 2012 memalui http://eprints.undip.ac.id
Valery, Feigin. Stroke. Jakarta : PT. Buhana Ilmu Populer. 2004. Van Excel Nj, et all. Burden of informal caregiving for stroke patients. Identification of caregivers at risk of adverse health effects. 2005. Diakses pada tanggal 5 april 2012 melalui : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed Vitahealth. Stroke. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. 2004. Waluyo, Srikandi. 100 Questions & Answers Stroke. Gramedia ; Jakarta. 2009. World Health Organization. The Atlas of Heart Disease and Stroke.2002. Diakses pada tanggal 4 november 2011 dari: http://www.who.int/cardiovascular_diseases/resources/atlas/en World Srtoke Organization. World stroke day. 2010. Diakses pada tanggal 15 Desember 2011 dari http://www.worldstrokecampaign.org Yayasan Stroke Indonesia. Indonesia tempati urutan pertama didunia dalam jumlah terbanyak penderita stroke. 2009. Diakses pada tanggal 5 November 2011 dari http://www.yastroki.or.id Yayasan Stroke Indonesia. Angka Kejadian Stroke Meningkat Tajam. 2009. Diakses pada tanggal 16 Noveber 2011 dari http://www.yastroki.or.id Yayasan Stroke Indonesia. Pengetahuan sekilas tentang stroke. 2012. Diakses pada tanggal 31 Maret 2013 dari dari http://www.yastroki.or.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Stroke
merupakan penyakit nomor tiga yang mematikan
setelah jantung dan kanker. Definisi Stroke itu sendiri menurut Brunner dan Suddarth (2002) merupakan suatu penyakit yang menyebabkan berhentinya suplai darah ke bagian otak sehingga dapat mengakibatkan hilangnya fungsi otak. Hal ini dapat terjadi karena pecahnya pembuluh darah atau terhambatnya asupan darah ke otak oleh gumpalan. Terhambatnya penyediaan oksigen dan nutrisi ke otak dapat menimbulkan kecatatan fisik, mental bahkan kematian bagi penderitanya. Berdasarkan data dari WHO tahun 2002 diperkirakan 15 juta orang tersebar di seluruh dunia menderita stroke, dimana kurang lebih 5 juta orang meninggal dan 5 juta orang mengalami cacat permanen dan menjadi beban bagi keluarganya, bahkan menurut World Stroke Organization (WSO) 2010 saat ini telah diperkirakan satu dari enam orang diseluruh dunia akan mengalami stroke dalam hidupnya. Pada Konferensi Stroke Internasional yang diadakan di Wina, Austria, tahun 2008 mengungkapkan bahwa jumlah kasus stroke terus meningkat di kawasan Asia, dan salah satunya negara Indonesia yang merupakan negara dengan jumlah penderita stroke terbesar di Asia,
1
penyebabnya karena penyakit degeneratif, dan penyebab terbanyak diakibatkan karena stress (Yayasan Stroke Indonesia, 2009). Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) di Indonesia tahun 2007 yang mendata kasus stroke di wilayah perkotaan di 33 provinsi dan 440 kabupaten mengumpulkan sebanyak 258.366 sampel rumah tangga perkotaan dan 987.205 sampel anggota rumah tangga untuk pengukuran berbagai variabel kesehatan masyarakat, hasilnya adalah penyakit stroke merupakan penyebab kematian utama dikalangan penduduk perkotaan dan juga pedesaan masing masing 19,4% dan 16,1%. Selain itu, prevalensi stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan dan gejala yaitu 8,3 per 1.000 penduduk (0,8%). Dengan jumlah populasi sekitar 211 juta jiwa, berarti terdapat sekitar 1,7 juta penderita stroke. Jumlah penderita stroke tersebut dari tahun ke tahun diperkirakan akan terus bertambah (Yayasan Stroke Indonesia, 2009). Kematian yang disebabkan oleh stroke pada serangan pertama sekitar 18%-37%, sedangkan kematian pada serangan stroke selanjutnya sekitar 62%. Selain itu terdapat 2 juta orang yang mampu bertahan hidup dari serangan stroke mengalami beberapa kecacatan dan sekitar 40% dari jumlah tersebut memerlukan batuan dalam aktivitas kehidupan sehari-hari (Brunner & suddart, 2002). Hasil studi di Taiwan menunjukan umumnya setelah stroke, sekitar 85-90% penderita stroke dirawat oleh anggota keluarga di rumah, dan sekitar 10-15% dirawat oleh pengasuh yang dipekerjakan
2
di rumah. Kewajiban, kasih sayang dan karma adalah alasan utama bagi keluarga untuk mengambil peran pengasuhan. Sayangnya, 8590% dari keluarga tidak siap untuk tugas-tugas pengasuhan. Mereka sering menghadapi berbagai kesulitan dan tantangan dalam perawatan di rumah (Chiung-man Wu, 2009). Penelitian yang dilakukan oleh Van Excel (2005) pada 151 pasien stroke dan keluarganya menunjukkan bahwa seorang keluarga penderita stroke rata-rata menghabiskan waktu 3,4 jam sehari untuk bersama penderita stroke (mengantar ke dokter, mandi, dan berpakaian), dan 10,8 jam sehari untuk tugas mengawasi penderita stroke seperti mengawasi saat jalan dan makan. Oleh karena itu, waktu dan ketekunan dari anggota keluarga ataupun orang terdekat penderita stroke sangat dibutuhkan untuk membantu dalam menjalankan aktivitas sehari-hari. Keluarga ataupun orang terdekat yang memberikan bantuan pada penderita paska stroke inilah yang disebut dengan Family Caregiver. Beberapa Family caregiver dilaporkan mampu melaksanakan tugas-tugas pengasuhan lebih baik daripada yang lain dikarenakan adanya
pengetahuan,
pengalaman,
tingkat
keterlibatan,
dan
keterampilan dalam merawat penderita paska stroke. Pengetahuan dan keterampilan yang baik juga akan meningkatkan kualitas perawatan yang mereka berikan (Given, 2008). Studi menunjukkan bahwa pasien stroke memiliki hasil pemulihan yang lebih baik jika mereka memiliki sistem dukungan sosial yang kuat dan fungsi keluarga yang baik untuk membantu kebutuhan pemulihan mereka (Barbara & Mary, 2010).
3
David Reiss (1981) dalam Friedman (1998) berpendapat bahwa keluarga
memiliki
struktur
nilai,
norma
dan
budaya
yang
mempengaruhi segala tindakan yang akan dilakukan oleh keluarga itu sendiri. Indonesia merupakan negara yang memiliki beragam budaya namun masih menjunjung tinggi nilai kekeluargaan, sehingga jika ada keluarganya yang sakit maka anggota keluarga yang lainnya akan ikut membantu (Friedman, 1998). Penelitian di Thailand menunjukan bahwa sebagian besar anggota keluarga yang menemani pasien selama rawat inap hanya menerima informasi yang sedikit tentang bagaimana membantu keluarga mereka, dan sebagai hasilnya merasa tidak cukup terlatih, kurang informasi dan merasa tidak puas dengan dukungan yang tersedia setelah mereka keluar dari rumah sakit. Namun, setelah dilakukan perbandingan pada dua kelompok yang masing-masing terdiri dari 70 penderita stroke dan 70 orang keluarganya, pada kelompok yang mengikuti intervensi dan memiliki pengetahuan yang cukup
dilaporkan
dapat
meningkatkan
kualitas
hidup
dan
meminimalkan beban dibandingkan dengan kelompok yang tidak mengikuti intervensi (Ouprau, 2010). Hal ini menunjukan bahwa intervensi atau pendidikan langsung pada keluarga dapat meningkatkan kualitas hidup dan mengurangi beban bagi keluaga itu sendiri. Dengan adanya intervensi atau pendidikan akan meningkatkan pengetahuan family caregiver dalam merawat penderita paska stroke tersebut.
4
Studi literatur Hafsteinsdo´ttir (2010) mengenai pendidikan dan pengetahuan yang paling dibutuhkan oleh family caregiver dalam merawat penderita paska stroke adalah mengenai perawatan fisik, latihan/olahraga, bergerak, mengangkat, aspek psikologis, depresi serta masalah gizi. Sedangkan penelitian lain yang dilakukan oleh Agustina (2009) di rumah sakit Cianjur pada 17 orang penderita dan keluarganya mengenai kajian kebutuhan perawatan dirumah bagi penderita stroke yang paling dibutuhkan yaitu pengaturan nutrisi, perawatan diri, bantuan untuk buang air besar dan kecil, latihan pergerakan fisik, pemberian obat-obatan, motivasi dan kunjungan dari tenaga kesehatan. Hal ini menunjukan begitu banyaknya pengetahuan dan keterampilan yang harus dikuasai oleh keluarga atau family caregiver dalam merawat penderita paska stroke dirumah. Penelitian yang dilakukan oleh Tri (2008) di Semarang pada 75 keluarga yang berkunjung ke RS pantiwilasa menunjukan bahwa pengetahuan keluarga yang tinggi tentang penyakit stroke dapat meningkatkan kesiapan keluarga dalam menerima kembali penderita stroke di rumah, dan berdasarkan penelitian Sri Parwati (2010) mengenai hubungan antara tingkat pengetahuan keluarga dengan tindakan
perawatan
penderita
stroke
didapatkan
hasil
yang
menunjukan bahwa sebagian besar pengetahuan keluarga adalah baik yaitu sekitar 66,3% dan tindakan perawatan adalah baik yaitu sekitar 50,6% dan terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan keluarga dengan
tindakan
perawatan
5
penderita
pasca
stroke.
Namun
berdasarkan penelitian Oliviera (2011) mengenai fenomena family caregiver yang diambil melalui dokumentasi keperawatan yang terkait family caregiver, didapatkan hasil bahwa family caregiver masih mengalami banyak kelemahan, khususnya masalah yang berkaitan dengan kurangnya
tingkat pengetahuan (76,6%) dan kurangnya
keterampilan (23,4%). Berdasarkan penelitian-peneitian tersebut menunjukan bahwa tingkat pengetahuan keluarga memiliki hubungan dengan kesiapan serta tindakan perawatan penderita paska stroke namun masalah family caregiver yang masih sering muncul berdasarkan dokumetasi keperawatan adalah kurangnya tingkat pengetahuan dan keterampilan. Pengetahuan tersebut erat kaitannya dengan perilaku yang akan diambil dalam merawat penderita paska stroke, karena dengan pengetahuan tersebut family caregiver memiliki alasan dan landasan untuk menentukan suatu pilihan.
Kurangnya pengetahuan family
caregiver akan menyebabkan family caregiver salah persepsi, gelisah, ketakutan, menurunnya kondisi kesehatan dan masalah emosional seperti depresi (Rodgers, 2001). Selain itu kurangnya pengetahuan tentang perawatan bagi penderita juga akan berdampak pada penderitanya, seperti terjadinya stroke berulang, pasien tidak dapat melakukan aktivitas secara mandiri, bahkan dapat terjadi kematian (Irdawati, 2009). Menurut Rogers (1974) dalam Notoatmodjo (2007) perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng (long lasting) daripada perilaku yang tidak didasari pengetahuan. Oleh
6
karena itulah penulis tertarik untuk meneliti “Hubungan tingkat pengetahuan dengan perilaku family caregiver dalam merawat penderita pasca stroke dirumah.”
B. Rumusan Masalah Tingginya prevalensi tingkat penderita stroke di Indonesia serta proses penyembuhan yang membutuhkan jangka waktu yang cukup lama, membuat penderita stroke bergantung pada orang-orang disekitarnya dan dalam hal ini keluarga ataupun orang terdekat sangat dibutuhkan penderita stroke untuk membantu proses penyembuhannya salah satunya adalah dalam hal perawatan. Namun, tidak semua anggota keluarga ataupun orang yang merawat penderita paska stroke memiliki pengetahuan yang baik dan informasi yang cukup mengenai stroke juga bagaimana merawat penderita paska stroke dirumah, sedangkan perilaku yang didasari pengetahuan akan bertahan lebih lama dibandingkan yang tidak didasari pengetahuan (Notoatmodjo, 2007). Oleh karena itu terdapat permasalahan yang dapat di rumuskan sebagai berikut “Adakah hubungan tingkat pengetahuan dengan perilaku family caregiver dalam merawat penderita paska stroke dirumah?”
7
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dengan perilaku family caregiver dalam merawat penderita pasca stroke dirumah. 2. Tujuan khusus a. Mengidentifikasi tingkat pengetahuan (definisi, faktor resiko, dampak dan perawatan penderita paska stroke) family caregiver pada penderita paska stroke dirumah. b. Mengidentifikasi perilaku family caregiver dalam merawat penderita paska stroke dirumah. c. Menganalisis hubungan tingkat pengetahuan dengan perilaku family caregiver dalam merawat pada penderita pasca stroke dirumah.
D. Manfaat Penelitian 1. Bagi instansi pendidikan Hasil
penelitian
ini
diharapkan
dapat
menambah
pengetahuan dan bahan kepustakaan untuk instansi pendidikan mengenai tingkat pengetahuan dan perilaku family caregiver dalam merawat penderita paska stroke selama dirumah. 2. Bagi profesi keperawatan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi profesi keperawatan mengenai pengetahuan yang diperoleh family caregiver setelah keluar dari rumah sakit dan bagaimana
8
perilaku family caregiver dalam merawat penderita paska stroke sehari-hari selama dirumah. 3. Bagi peneliti a. Menambah pengetahuan, pengalaman dalam merancang dan melaksanakan penelitian, dan dapat menerapkan pengetahuan yang telah diperoleh. b. Sebagai bahan atau dasar bagi peneliti selanjutnya khususnya mengenai perawatan penderita paska stroke oleh family caregiver. c. Sebagai syarat untuk menyelesaikan pendidikan Sarjana Keperawatan.
E. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini menggambarkan hubungan tingkat pengetahuan dengan perilaku caregiver merawat penderita pasca stroke. Populasi penelitian ini adalah family caregiver penderita paska stroke dilingkungan Kelurahan Cinangka. Penelitian ini dilakukan dengan metode kuantitatif dengan menggunakan Cross sectional. Data yang dikumpulkan merupakan data primer yang diperoleh dengan cara mengajukan pertanyaan tertutup melalui kuesioner.
9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Stroke 1. Pengertian Stroke Stroke (berasal dari kata strike) berarti pukulan pada sel otak. Biasanya karena adanya gangguan distribusi oksigen ke sel otak. Stroke atau cedera serebravaskular (CVA) adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah bagian otak (Brunner dan Suddarth, 2002). Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progresi cepat, berupa defisit neurologis fokal, atau global, yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian, dan semata-mata disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik. (Mansjoer, 2000). Sedangkan menurut WHO (2002) stroke adalah manifestasi klinik dari gangguan fungsi serebral, baik fokal maupun menyeluruh yang berlangsung dengan cepat. Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa stroke adalah defisit neurologi yang timbul secara mendadak dan berlangsung 24 jam atau lebih yang dapat mengakibatkan hilangnya fungsi otak bahkan kematian.
10
2. Penyebab Menurut Mutaqin (2008), penyebab stroke terdiri dari: a. Trombosis Serebral Trombosis
ini
terjadi
pada
pembuluh
darah
yang
mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan oedema dan kongesti di sekitarnya (Mutaqin, 2008) b. Hemoragi Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk dalam perdarahan dalam ruang subaraknoid atau ke dalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi karena aterosklerosis dan hipertensi (Mutaqin,2008). c. Hipoksia Umum Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum adalah hipertensi yang parah, henti jantung-paru, curah jantung yang turun akibat aritmia (Mutaqin,2008). d. Hipoksia Setempat Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat adalah spasme arteri serebral yang disertai dengan subaraknoid dan vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migren (Mutaqin,2008).
11
3. Patofisiologi a. Stroke non hemoragik Iskemia disebabkan oleh adanya penyumbatan aliran darah otak oleh thrombus atau embolus. Trombus umumnya terjadi karena berkembangnya aterosklerosis pada dinding pembuluh darah, sehingga arteri menjadi tersumbat, aliran darah ke area thrombus menjadi berkurang, menyebabkan iskemia kemudian menjadi kompleks iskemia akhirnya terjadi infark pada jaringan otak. Emboli disebabkan oleh embolus yang berjalan menuju arteri serebral melalui arteri karotis. Terjadinya blok pada arteri tersebut menyebabkan iskemia yang tiba-tiba berkembang cepat dan terjadi gangguan neurologis fokal. Perdarahan otak dapat disebabkan oleh pecahnya dinding pembuluh darah oleh emboli (Bunner dan sudarth, 2002). b. Stroke hemoragik Pembuluh darah otak yang pecah menyebabkan darah mengalir ke substansi atau ruangan subarachnoid yang menimbulkan
perubahan
komponen
intracranial
yang
seharusnya konstan. Adanya perubahan komponen intracranial yang tidak dapat dikompensasi tubuh akan menimbulkan peningkatan TIK yang bila berlanjut akan menyebabkan herniasi otak sehingga timbul kematian. Di samping itu, darah yang mengalir ke substansi otak atau ruang subarachnoid dapat menyebabkan edema, spasme pembuluh darah otak dan
12
penekanan pada daerah tersebut menimbulkan aliran darah berkurang atau tidak ada sehingga terjadi nekrosis jaringan otak (Brunner and Suddart, 2002). 4. Tanda dan Gejala Apabila dilihat bagian hemisfer mana yang terkena, gejala dapat berupa: a. Stroke hemisfer kanan 1) Hemiparese sebelah kiri tubuh 2) Penilaian buruk 3) Mempunyai kerentanan terhadap sisi kontralateral sehingga kemungkinan terjatuh ke sisi yang berlawanan (Brunner dan suddarth, 2002) b. Stroke hemisfer kiri 1) Mengalami hemiparese kanan 2) Perilaku lambat dan sangat berhati-hati 3) Kelainan bidang pandang sebelah kanan 4) Afasia 5) Mudah frustasi (Brunner and Suddart, 2002). 5. Faktor Resiko Stroke a. Faktor risiko utama : 1) Hipertensi Hipertensi dapat mengakibatkan pecahnya maupun menyempitnya pembuluh darah otak. Apabila pembuluh
13
darah otak menyempit maka aliran darah ke otak akan terganggu dan sel-sel otak akan mengalami kematian (Suhardjo,2008). 2) Diabetes Mellitus Debetes mellituas mampu, menebalkan dinding pembuluh darah otak yang berukuran besar. Menebalnya pembuluh darah otak akan menyempitkan diameter pembuluh darah yang akan menggangu kelancaran aliran darah ke otak, pada akhirnya akan menyebabkan kematian sel- sel otak (Suhardjo,2008). 3) Penyakit Jantung Beberapa Penyakit Jantung berpotensi menimbulkan stroke. Dikemudian hari seperti Penyakit jantung reumatik, Penyakit jantung koroner dengan infark obat jantung dan gangguan irana denyut janung. Factor resiko ini pada umumnya akan menimbulkan hambatan atau sumbatan aliran darah ke otak karena jantung melepaskan sel- sel / jaringan- jaringan yang telah mati ke aliran darah (Suhadjo,2008). 4) Transient Ischemic Attack (TIA) TIA dapat terjadi beberapa kali dalan 24 jam/ terjadi berkali- kali dalam seminggu. Makin sering seseorang mengalami TIA maka kemungkinan untuk mengalami stroke semakin besar (Suhardjo,2008).
14
b. Faktor Resiko Tambahan 1) Kadar lemak darah yang tinggi termasuk Kolesterol dan Trigliserida. Meningginya kadar kolesterol merupakan factor penting untuk terjadinya asterosklerosis atau menebalnya dinding pembuluh darah yang diikuti penurunan elastisitas pembuluh darah (Suhardjo, 2008). 2) Kegemukan atau obesitas Obesitas sering di hubungkan dengan hipertensi dan gangguan toleransi glukosa dan akan meningkatkan resiko stroke. Obesitas tanpa di sertai hipertensi dan diabetes melitus bukan merupakan faktor resiko stroke yang bermakna (Suhardjo, 2008). 3) Merokok Merokok
dapat
meningkatkan
konsentrasi
fibrinogen yang akan mempermudah terjadinya penebalan dinding pembuluh darah dan peningkatan kekentalan darah (Suhardjo, 2008) 4) Riwayat keluarga dengan stroke Keluarga dengan riwayat anggota keluarga pernah mengalami stroke berisiko lebih besar daripada keluarga tanpa riwayat stroke (Suhardjo, 2008). 5) Penyakit darah tertentu seperti polisitemia dan leukemia.
15
Polisitemia dapat menghambat kelancaran aliran darah ke otak. Sementara leukemia/ kanker darah dapat menyebabkan terjadinya pendarahan otak (Suharjo, 2008). 6. Manifestasi Klinis Dampak dari stroke ditentukan oleh bagian otak mana yang cedera, tetapi dampak secara umum dari serangan stroke menurut vitahealth, (2004) adalah sebagai berikut : a. Lumpuh Kelumpuhan sebelah bagian tubuh (hemiplegia) cacat yang paling umum akibat stroke. Bila stroke menyerang bagian otak kiri, terjadi hemiplegia kanan. Kelumpuhan mulai dari bagian wajah
kanan
hingga
kaki
sebelah
kanan,
termasuk
tenggorokkan dan lidah. Ini menyebabkan kesulitan dalam melaksanakan kegiatan sehari – hari. Bila kerusakan terjadi pada bagian bawah otak maka kemampuan seseorang dalam mengoordinasikan
gerakan
tubuhnya
akan
berkurang
(Vitahealth, 2004). b. Perubahan Mental Stroke tidak selalu membuat mental orang menjadi merosot dan beberapa perubahan biasanya bersifat sementara. Saat stroke mempengaruhi daya pikir, kesadaran, konsentrasi, kemampuan belajar. Semua hal tersebut dengan sendirinya akan mempengaruhi penderita. Marah, sedih, dan tak berdaya
16
sering kali menurunkan semangat hidupnya. Sehingga muncul dampak emosional yang berbahaya (Vitahealth, 2004). c. Gangguan Komunikasi Paling tidak seperempat klien stroke mengalami gangguan komunikasi, antara lain: 1) Disartria (kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang sulit dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk berbicara. 2) Disfasia atau afasia (bicara defektif atau kehilangan bicara)
yang terutama ekspresif atau reseptif. 3) Apraksia (ketidakmampuan melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya), seperti terlihat ketika pasien mengambil sisir dan berusaha untuk menyisir rambutnya. (Vitahhealth, 2004) d. Gangguan Emosional Oleh karena umumnya klien stroke sudah tidak bisa mandiri
lagi,
sebagian
besar
mengalami
kesulitan
mengendalikan emosi. Penderita mudah marah, gelisah, takut, dan sedih akibat kekurangan fisik dan mental mereka (Vitahealth, 2004). e. Perubahan sensorik Gangguan
persepsi
merupakan
ketidakmampuan
menginterpretasikan sensasi. Stroke dapat mengakibatkan
17
disfungsi persepsi visual, gangguan dalam hubungan visual spasial, dan kehilangan sensori. 1) Disfungsi persepsi visual karena gangguan sensori primer di antara mata dan korteks visual. Hominus heminopsia (kehilangan setengah lapang pandang) dapat terjadi karena stroke dan mungkin sementara atau permanen. Sisi visual yang terkena berkaitan dengan sisi tubuh yang paralisis. 2) Gangguan hubungan visual spasial (mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial) sering terlihat pada pasien dengan hemiplegia kiri. Pasien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk mencocokan pakaian ke bagian tubuh. 3) Kehilangan sensori karena stroke dapat berupa kerusakan sentuhan ringan atau mungkin lebih berat, dengan kehilangan propriosepsi (kemampuan untuk merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh) serta kesulitan dalam menginterpretasikan stimuli visual, taktil, dan auditorius. (Vitahealth, 2004) f. Disfungsi Kandung kemih Pasien pasca stroke mungkin mengalami inkontinensia urinarius
sementara
mengkomunikasikan
karena
konfusi,
kebutuhan,
dan
ketidakmampuan ketidakmampuan
menggunakan urinal/ bedpan karena kerusakan control motorik dan postural. Kadang-kadang setelah stroke, kandung kemih
18
menjadi atonik, dengan kerusakan sensasi dalam respon terhadap pengisian kandung kemih. Kadang-kadang kontrol sfingter
urinarius
eksternal
hilang
atau
berkurang.
Inkontinensia ani dan urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologik luas. (vitahealth, 2004) 7. Penatalaksanaan Penatalaksanaan pasien stroke dibagi menjadi dua fase yaitu fase akut dan fase rehabilitasi. a. Fase akut Pada fase ini kondisi hemodinamik pasien belum stabil, umumnya dalam perawatan di rumah sakit, bisa di ruang rawat biasa ataupun di unit stroke. Dibandingkan dengan perawatan di ruang rawat biasa, pasien yang di rawat di unit stroke memberikan outcome yang lebih baik. Pasien menjadi lebih mandiri, lebih mudah kembali dalam kehidupan sosialnya di masyarakat dan mempunyai kualitas hidup yang lebih baik Fase akut stroke biasanya berakhir 48 sampai 72 jam. Pasien yang koma saat pada saat masuk dipertimbangkan mempunyai prognosis buruk. Sebaliknya pasien sadar penuh menghadapi hasil yang lebih dapat diharapkan. Prioritas dalam fase akut ini adalah mempertahankan jalan nafas dan ventilasi yang adekuat. (Brunner dan Suddarth, 2002).
19
b. Fase Rehabilitasi Rehabilitasi stroke adalah program pemulihan pada kondisi stroke yang bertujuan untuk mengoptimalkan kapasitas fisik dan kemampuan fungsional pasien stroke, sehinga mereka mampu mandiri dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Sasaran utama pada fase ini adalah pasien dan keluarga meliputi perbaikan mobilitas, menghindari nyeri bahu, pencapaian perawatan diri, mendapatkan control kandung kemih, perbaikan proses
pikir,
pencapaian
beberapa
bentuk
komunikasi,
pemeliharaan integritas kulit, perbaikan fungsi keluarga dan tidak adanya komplikasi (Bruner dan Suddarth, 2002). Pada fase rehabilitasi ini pasien dapat dirawat di rumah sakit, di pusat rehabilitasi ataupun di rumahnya sendiri yang bergantung pada sejumlah faktor, termasuk status kesehatan, prognosis kelangsungan hidup dan ketergantungan. Salah satu alat ukur tingkat ketergantungan pasien stroke yaitu melalui Indeks Barthel (IB) yang dirumuskan oleh Mahoney, F.I dan Barthel D.W untuk mengukur ketergantungan ADL (Activity Daily Living). Nilai IB mudah diperoleh dengan cara anamnesis dan observasi. Tingkatan ketergantung pada setiap komponen dengan nilai indeks sebagai berikut : Skor IB 100 berarti pasien mandiri dan mampu melakukan sepuluh komponen kegiatan tanpa bantuan fisik atau pengawasan. Nilai 91 – 99 ketergantungan ringan, memerlukan bantuan minimal
20
namun beberapa komponen memerlukan bantuan. Nilai 62 – 90, ketergantungan sedang : memerlukan bantuan lebih banyak, namun sebagian kegiatan dapat dilakukan mandiri. Nilai 21 – 61 ketergantungan berat: memerlukan bantuan maksimal, namun masih mampu melakukan beberapa kegiatan. Nilai 0-20 pasien ketergantungan total : memerlukan bantuan secara keseluruhan (Gallo, 1998).
B. Family Caregiver 1. Pengertian Family caregiver adalah setiap kerabat, pasangan, teman atau tetangga yang memiliki hubungan pribadi yang signifikan dengan, dan memberikan berbagai bantuan untuk, orang tua atau dewasa dengan kondisi kronis atau cacat (Family Caregiver Aliance, 2011). Sedangkan menurut Cress (2011) family caregiver adalah istri, pasangan, anak, atau orang lain yang relative menyediakan berbagai bantuan pada orang yang sudah tua atau pada orang yang tidak punya kemampuan. Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama dalam keterikatan aturan dan emosional dan individu mempunyai peran masing-masing yang merupakan bagian dari keluarga. Dalam keluarga terdapat lima fungsi dasar keluarga, yaitu: fungsi afektif, sosialisasi, reproduksi, ekonomi dan perawatan
kesehatan.
(Friedman,
21
1998).
Caregiver
adalah
seseorang
yang memberikan
bantuan
kepada orang
yang
mengalami ketidak mampuan dan memerlukan bantuan karena penyakit dan keterbatasannya (Natalingrum Sukmarini, 2009). 2. Jenis caregiver Caregiver dibagi menjadi caregiver informal dan caregiver formal. Caregiver informal adalah seseorang individu (anggota keluarga, teman atau tetangga) yang memberikan perawatan tanpa dibayar, paruh waktu atau sepanjang waktu, tinggal bersama maupun terpisah dengan orang yang dirawat, sedangkan caregiver formal adalah caregiver yang merupakan bagian daris sistem pelayanan baik dibayar maupun sukarelawan (Natalingrum Sukmarini, 2009). 3. Fungsi Cargiver Fungsi
dari
caregiver
adalah
menyediakan
makan,
membawa pasien ke dokter, dan memberikan dukungan emosional, kasih saying dan perhatian. Caregiver juga membanu pasien dalam mengambil keputusan atau pada stadium akhir penyakitnya, caregiver yang membuat keputusan untuk pasiennya. Family caregiver merupakan penasihat yang sangat penting dan diperlukan oleh pasien (Henny tantono, Ike MP siregar, HM Zaini, 2006). 4. Caregiving Caregiving
merupakan
suatu
istilah
yang
berarti
memberikan perawatan kepada seseorang dengan kondisi medis yang kronis. Informal atau lay caregiving adalah aktivitas
22
membantu individu yang memiliki hubungan personal dengan caregiver (Henny tantono, Ike MP siregar, HM Zaini, 2006).
C. Pengetahuan 1. Pengertian Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan hal ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra pengelihatan, pendengaran, penciuman, perabaan dan rasa. Pengetahuan
atau
kognitif merupakan
hal
penting
dalam
membentuk tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2007). Sebelum seseorang melakukan tindakan perawatan stroke ia harus terlebih dahulu mengetahui apa arti atau manfaat perawatan stroke bagi dirinya atau keluarganya. Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa pengetahuan keluarga mengenai perawatan pasien stroke adalah sesuatu yang diketahui oleh keluarga berkaitan dengan cara merawat pasien stroke. 2. Tingkat pengetahuan Menrut Notoatmodjo (2007) Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan antara lain: a. Tahu (Know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat
23
ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya. Contohnya : Mampu mendefinisikan tentang penyakit stroke, tanda dan gejala serta apa penyebabnya. b. Memahami (Comperhension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan,
menyebutkan
contoh,
menyimpulkan,
meramalkan dan sebagainya. c. Aplikasi (Aplication) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenarnya. Aplikasi ini dapat diartikan sebagai aplikasi penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi lain. d. Analisis (Analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi
24
masih didalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat
bagan),
membedakan,
memisahkan,
mengelompokkan, dan sebagainya. e. Sintesis (Synthesis) Sistesis menunjuk kepada suatu
kemampuan untuk
meletakan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan yang telah ada. f. Evaluasi (Evaluation) Evaluasi
merupakan
kemampuan
untuk
melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian
ini
berdasarkan
suatu
criteria
yang
ditentukan sendiri, atau menggunakan criteria yang telah ada. 3. Sumber Pengetahuan a. Sumber pertama yaitu kepercayaan berdasarkan tradisi, adat dan agama, adalah berupa nilai-nilai warisan nenek moyang. Sumber ini biasanya berbentuk norma-norma dan kaidahkaidah baku yang berlaku di dalam kehidupan sehari-hari. Di dalam norma dan kaidah itu terkandung pengetahuan yang
25
kebenarannya boleh jadi tidak dapat dibuktikan secara rasional dan empiris, tetapi sulit dikritik untuk diubah begitu saja (Suhartono, 2005). b. Sumber kedua yaitu pengetahuan yang berdasarkan pada otoritas kesaksian orang lain, juga masih diwarnai oleh kepercayaan.
Pihak-pihak
pemegang
otoritas
kebenaran
pengetahuan yang dapat dipercayai adalah orangtua, guru, ulama, orang yang dituakan, dan sebagainya. Apa pun yang mereka katakan benar atau salah, baik atau buruk, dan indah atau jelek, pada umumnya diikuti dan dijalankan dengan patuh tanpa kritik. Boleh jadi sumber pengetahuan ini mengandung kebenaran, tetapi persoalannya terletak pada sejauh mana orang-orang itu bisa dipercaya (Suhartono, 2005). c. Sumber ketiga yaitu pengalaman indriawi. Bagi manusia, pengalaman indriawi adalah alat vital penyelenggaraan kebutuhan hidup sehari-hari. Dengan mata, telinga, hidung, lidah, dan kulit, orang bisa menyaksikan secara langsung dan bisa pula melakukan kegiatan hidup (Suhartono, 2005). d. Sumber keempat yaitu akal pikiran. Berbeda dengan panca indera, akal pikiran memiliki sifat lebih rohani. Karena itu, lingkup
kemampuannya
melebihi
panca
indera,
yang
menembus batas-batas fisis sampai pada hal-hal yang bersifat metafisis. Oleh sebab itu, akal pikiran senantiasa bersikap
26
meragukan
kebenaran
pengetahuan
indriawi
sebagai
pengetahuan semu dan menyesatkan (Suhartono, 2005). e. Sumber kelima yaitu intuisi. Sumber ini berupa gerak hati yang paling dalam. Jadi, sangat bersifat spiritual, melampaui ambang batas ketinggian akal pikiran dan kedalaman pengalaman. Pengetahuan
yang
bersumber
dari
intuisi
merupakan
pengalaman batin yang bersifat langsung. Artinya, tanpa melalui sentuhan indera maupun olahan akal pikiran. Dengan demikian, pengetahuan intuitif ini kebenarannya tidak dapat diuji baik menurut ukuran pengalaman indriawi maupun akal pikiran. Karena itu tidak bisa berlaku umum, hanya berlaku secara personal belaka (Suhartono, 2005). 4. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan Menurut Notoadmojo (2003) dan Sukmadinata (2003) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang, yaitu: a. Tingkat Pendidikan Kemampuan belajar yang dimiliki manusia merupakan bekal yang sangat pokok. Sudah barang tentu tingkat pendidikan dapat menghasilkan sesuatu perubahan dalam pengetahuan orang tua. b. Paparan media massa (akses Informasi) Melalui berbagai media baik cetak maupun elektronik, berbagai informasi dapat di terima oleh masyarakat, sehingga seseorang yang lebih sering terpapar media massa (TV, radio,
27
majalah, pamphlet dan lain-lain) akan memperoleh informasi yang lebih banyak di bandingkan dengan orang yang tidak pernah terpapar informasi media. Ini berarti paparan media massa mempengaruhi tingkat pengetahuan yang dimiliki seseorang. c. Budaya Budaya sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan seseorang, karena informasi-informasi baru akan di saring sesuai tidak dengan kebudayaan yang di anut. d. Pengalaman Pengalaman di sini berkaitan dengan usia, tingkat pendidikan seseorang maksudnya pendidikan yang tinggi akan mempunyai pengalaman yang lebih luas, demikian juga dengan usia orang tersebut pengalamannya juga akan semakin bertambah. e. Sosial ekonomi Lingkungan sosial akan mendukung tingginya pengetahuan seseorang, sedangkan ekonomi di kaitkan dengan daya pendidikan yang di tempuh seseorang sehingga memperluas pengetahuan seseorang. 5. Alat ukur pengetahuan Pengukuran pengetahuan dapat di lakukan dengan wawancara atau angket yang menyatakan isi materi yang ingin di ukur dari responden (Notoatmojo, 2003). Pengetahuan responden akan
28
ditentukan dengan seberapa jauh kemampuannya dalam menjawab pertanyaan mengenai stroke dan dalam merawat penderita pasca stroke yang dapat dilakukannya dalam kuesioner tindakan perawatan.
D. Perilaku 1. Pengertian Perilaku adalah tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan atau lingkungan (Depdiknas, 2005). Dari pandangan biologis perilaku merupakan suatu kegiatan atau aktifitas organisme yang bersangkutan (Notoatmodjo, 2007). Robert Kwick, menyatakan bahwa perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati dan bahkan dapat dipelajari. Skinner merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus/ rangsangan dari luar. Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya organisme. Dan kemudian organisme tersebut merespon, maka teori Skinner ini disebut “S-O-R” atau stimulus-organisme-respon. (Notoatmodjo, 2007) 2. Klasifikasi Perilaku Menurut Skinner (1938) dalam Notoatmodjo (2007), dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua yaitu: 1) Perilaku tertutup
29
Respon
seseorang
terhadap
stimulus
dalam
bentuk
terselubung atau tertutup. Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan, kesadaran dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut dan belum dapat diamati secara jelas. 2) Perilaku terbuka Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek yang dengan mudah dapat diamati atau dengan mudah dipelajari. Menurut Notoatmodjo (2007) bentuk operasional dari perilaku dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) jenis yaitu: 1) Perilaku dalam bentuk pengetahuan, yaitu dengan mengetahui situasi atau rangsangan dari luar. 2) Perilaku dalam bentuk sikap yaitu tanggapan batin terhadap keadaan atau rangsangan dari luar. Dalam hal ini lingkungan berperan dalam membentuk perilaku manusia yang ada di dalamnya. Sementara itu lingkungan terdiri dari, lingkungan pertama adalah lingkungan alam yang bersifat fisik dan akan mencetak perilaku manusia sesuai dengan sifat dan keadaaan alam tersebut. Sedangkan lingkungan yang kedua adalah lingkungan sosial budaya
30
yang bersifat non fisik tetapi mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pembentukan perilaku manusia. 3) Perilaku dalam bentuk tindakan yang sudah konkrit, yakni berupa perbuatan atau action terhadap situasi atau rangsangan dari luar. 3. Faktor-faktor yang berperan dalam pembentukan perilaku Menurut Notoatmodjo (2007) faktor-faktor yang berperan dalam pembentukan perilaku dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu: 1) Faktor internal Faktor yang berada dalam diri individu itu sendiri yaitu berupa kecerdasan, persepsi, motivasi, minat, emosi dan sebagainya untuk mengolah pengaruh-pengaruh dari luar. Motivasi merupakan penggerak perilaku, hubungan antara kedua konstruksi ini cukup kompleks, antara lain dapat dilihat sebagai berikut: 1) Motivasi yang sama dapat saja menggerakkan perilaku yang berbeda demikian pula perilaku yang sama dapat saja diarahkan oleh motivasi yang berbeda. 2) Motivasi mengarahkan perilaku pada tujuan tertentu. 3) Penguatan positif/ positive reinforcement 4) Kekuatan perilaku dapat melemah akibat dari perbuatan itu bersifat tidak menyenangkan. 2) Faktor eksternal
31
Faktor-faktor
yang
berada
diluar
individu
yang
bersangkutan yang meliputi objek, orang, kelompok dan hasilhasil kebudayaan yang dijadikan sasaran dalam mewujudkan bentuk perilakunya. Menurut teori Lawrence green dalam Notoatmodjo (2007), ada tiga faktor yang mempengaruhi perubahan perilaku individu maupun kelompok sebagai berikut: a. Faktor yang mempermudah (predisposing faktor). Faktor ini mencangkup pengetahuan, sikap, kepercayaan, norma social, dan unsur lain yang terdapat dalam diri individu ataupun masyarakat (Notoatmodjo, 2007). b. Faktor pendukung (enabling faktor) Faktor-faktor kesehatan
ini
mencakup
misalnya
fasilitas,
puskesmas,
sarana-sarana obat-obatan,dan
sebagainya(Notoatmodjo, 2007). c. Faktor pendorong (reinforcing faktor) Yaitu
faktor
yang
memperkuat
perubahan
perilaku
seseorang yang dikarenakan adanya sikap suami, istri, orang tua,
tokoh
masyarakat
atau
petugas
kesehatan
(Notoatmodjo,2007).
E. Perawatan Penderita Paska Stroke dirumah Sebelum meninggalkan rumah sakit atau fasilitas rehabilitasi lain, pasien dan orang yang merawat perlu menyadari semua tantangan dan
32
tanggung jawab yang akan dihadapi. Meskipun sebagian besar pasien telah mengalami pemulihan yang cukup bermakna sebelum di pulangkan, sebagian penderita paska stroke masih memerlukan bantuan untuk turun dari tempat tidur, mengenakan pakaian, makan, dan berjalan. Seringkali ketika pulang, penderita pasca stroke masih mengalami gejala sisa, misalnya dengan keadaan : kehilangan motorik (hemiplegi) atau ada juga pasien yang pulang dengan keadaan bedrest total, kehilangan komunikasi atau kesulitan berbicara (disatria), gangguan persepsi, kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologik, disfungsi kandung kemih, sehingga perawatan yang diberikan harus secara terus menerus dilakukan agar kondisi penderita paska stroke membaik, penyakitnya terkontrol, risiko serangan stroke ulang menurun, tidak terjadi komplikasi atau kematian mendadak. Untuk itu keluarga dituntut untuk mengetahui bagaimana merawat penderita paska stroke, sehingga setelah kembali kerumah perawatan dapat dilakukan oleh keluarga pasien maupun pasien itu sendiri secara terus menerus sampai optimal dan mencapai keadaan fisik maksimal. Adapun kebutuhan penderita pasca rawat dapat meliputi kebutuhan fisiologis, psikologis, sosial dan spiritual (Valery dalam Agustina, 2009). Beberapa perawatan penderita paska stroke antara lain: 1. Posisi ditempat tidur dan terapi fisik Penderita pasca stroke yang mengalami imobilisasi perlu diposisikan dan direposisikan dengan benar di tempat tidur karena
33
hal ini dapat membantu mencegah komplikasi seperti pembentukan bekuan darah, dekubitus, pneumonia, kontraktur sendi, dan nyeri bahu. Selain itu, penderita pasca stroke yang mengalami imobilisasi juga perlu dibalik dan diposisikan secara reguler, bahkan pada malam hari. Posisi tidur yang benar ada 3 macam yaitu tidur pada posisi telentang, tidur pada posisi tubuh yang mengalami kelumpuhan dan tidur pada posisi tubuh yang tidak mengalami kelumpuhan, sebaiknya ubah posisi tidur setiap 2-3 jam sekali. Penderita pasca stroke juga membutuhkan latihan fisik seprti ROM (Range of motion) untuk mencegah kekakuan sendi dan membantu melatih otot yang kaku. Otot-otot kaki dan tangan yang mengalami kelumpuhan bila dibiarkan saja lama-kelamaan akan menjadi kaku dan kemudian terjadi kontraktur dalam keadaan menekuk (fleksi). Latihan pergerakan otot kaki dan tangan sebaiknya
dilakukan
terus-menerus,
sehari
sekali
dengan
pengulangan minimal 10 kali (Sofwan, 2010). 2. Berdiri dan berjalan Berdiri dan berjalan merupakan suatu kesulitan tersendiri bagi penderita paska stroke. Bila serangan stroke sangat berat dan kerusakan yang terjadi di otak luas, akan semakin suit untuk dapat berdiri dan berjalan. Pada umumnya penderita paska stroke akan memulai latihan secara berurutan, mulai dari duduk dengan benar, lalu kemudian berdiri dengan benar, dan akhirnya berjalan dengan
34
sikap yang benar. Penggunaan alat bantu seperti tongkat dengan kaki 3 terkadang dibutuhkan (Sofwan, 2010). 3. Perawatan kulit Perawatan kulit yang cermat sangat penting untuk mencegah dekubitus (luka karena tekanan) dan infeksi kulit; adanya hal-hal ini menunjukkan bahwa perawatan pasien kurang optimal. Adanya dekubitus dan infeksi luka menunjukkan bahwa perawatan penderita stroke kurang optimal. Keduanya sebaiknya dicegah karena dekubitus dapat menimbulkan nyeri dan memiliki proses penyembuhan luka yang lama dan jika terinfeksi, luka ini dapat mengancam nyawa. Penderita stroke dapat mengalami dekubitus
karena
berkurangnya
sensasi
dan
mobilitas.
Inkontinensia, malnutrisi, dan dehidrasi juga meningkatkan risiko timbulnya dekubitus dan menghambat proses penyembuhan luka (Leigh, 2005). Penderita paska stroke yang tidak dapat bergerak harus sering di putar dan tereposisi, dan seprai mereka harus terpasang kencang. Bagi penderita paska stroke yang hanya dapat berbaring atau duduk di kursi roda, bagian-bagian tubuh yang paling berisiko antara lain adalah punggung bawah (sakrum), pantat, paha, tumit, siku, bahu, dan tulang belikat (skapula). Sekali sehari, gunakan spons kering untuk membatali titik-titik tekanan ini agar mencegah tertekanya saraf dan terbentuknya dekubitus. Ketika melakukan hal ini, periksalah ada tidaknya abrasi, lepuh, dan kemerahan kulit
35
yang tidak hilang ketika ditekan karena hal-hal ini menunjukkan awal dekubitus. Kulit pasien harus di jaga agar tetap bersih, kering dan diberi bedak (Leigh, 2005). 4. Perawatan kebersihan Penderita stroke juga memerlukan bantuan keluarga dalam memenuhi perawatan diri. Kemunduran fisik akibat stroke menyebabkan kemunduran gerak fungsional baik kemampuan mobilisasi atau perawatan diri. Keluarga harus selalu menjaga kebersihan diri penderita pasca stroke dengan cara memandikan dan memperhatikan kebersihan pakaian dan tempat tidur. Sebaiknya penderita pasca-stroke diberikan baju dengan bahan katun yang longgar, dan bila memungkinkan dalam bentuk seperti kemeja agar lebih mudah memakainya (Sofwan, 2010). 5. Kebutuhan Nutrisi Penderita stroke memerlukan makanan yang memadai, lezat, dan seimbang dengan cukup serat, cairan (2 liter atau lebih sehari). Jika nafsu makan penderita berkurang maka penedrita stroke dapat diberi makanan ringan tinggi-kalori yang lezat dalam jumlah terbatas setiap 2-3 jam, bersama dengan minuman suplemen nutrisional (Lotta, 2006). Penderita pasca stroke dianjurkan untuk mengkonsumsi banyak sayur dan buah karena dapat menurunkan resiko stroke berulang hingga 30 %. Konsumsilah 5 porsi buah dan sayuran setiap hari. Pilihlah protein rendah lemak. Kurangi konsumsi
36
daging merah, sebaliknya konsumsilah ikan, ayam (tanpa kulit), karena kebanyakan daging merah mengandung lemak jenuh yang menyebabkan timbunan lemak pada pembuluh darah arteri. Kurangi konsumsi garam karena konsumsi garam berlebih dapat meningkatkan tekanan darah, selain itu hindari konsumsi makanan ringan yang mengandung banyak garam. Konsumsilah makanan yang kaya serat karena makanan kaya serat membantu dalam mengontrol kadar lemak dalam darah. Konsumsilah sereal gandum, beras merah, dan roti. Hindari konsumsi makanan dan minuman tinggi gula. Hal ini mengurangi resiko Diabetes Mellitus yang merupakan salah satu faktor resiko terserang stroke berulang. Batasi jumlah lemak dalam makanan yang kita konsumsi. Kita membutuhkan lemak dalam nutrisi, namun konsumsi yang terlalu banyak dapat menyebabkan plak dalam arteri dan menjadi masalah pada berat badan. Penderita stroke juga harus makan dalam posisi duduk, bukan berbaring, untuk mencegah tersedak dan pneumonia aspirasi ( Lotta 2006). Keluarga dapat melakukan modifikasi dalam penggunaan alat makan penderita stroke, seperti meletakkan antiselip pada alas piring atau menggunakan piring yang cekung sehingga makanan tidak mudah tumpah. Keluarga dapat juga menyediakankan alatalat bantu untuk penderita stroke yang makan dengan satu tangan, seperti mangkuk telur yang dapat ditempelkan pada meja (Lotta, 2006)
37
6. Mengatasi masalah berbicara Pasien sroke dengan masalah bicara dan menulis mudah mengalami depresi atau frustrasi akibat kesulitan mereka. Karena itu, sangatlah penting untuk mendorong pasien berkomunikasimenerima semua bentuk komunikasi (tulisan, tanda, bahasa tubuh, gambar, upaya berbicara) dan kemajuan, bahkan yang kecil sekalipun, untuk semakin mendorong pasien. Pasien jangan sering dikritik dan jangan memaksa bahwa setiap kata yang dihasilkan harus tepat. Pasien stroke yang dapat membaca, menulis, dan memahami
perkataan
mengutarakan
orang
lain,
tetapi
kesulitan
untuk
kata-kata dengan jelas (pasien dengan disartria)
dapat memperoleh manfaat dari melakukan latihan lidah dan bibir dua kali sehari (Agustina, 2009). Latihan bibir dapat dilakukan dengan cara membentuk bibir menjadi huruf O dan bergantian menjadi huruf E atau seperti orang tersenyum, sedangkan latihan lidah dapat dilakukan dengan cara menggerakan lidah kea rah kiri dan kanan (Irfan 2010). 7. Kepatuhan Program pengobatan Dukungan keluarga diketahui sangat penting dalam kepatuhan terhadap program pengobatan jangka panjang (Schatz, 1988 dalam Stanley, 2006). Keluarga bertanggung jawab terhadap semua prosedur dan pengobatan anggota keluarga yang sakit, seperti obat menggunakan alat-alat khusus, dan menjalankan latihan (Friedman, 1998).
38
8. Mengatasi masalah emosional Pada sebagian besar kasus, masalah emosional mereda seiring waktu, tetapi ketika terjadi, masalah itu dapat menyebabkan penderita paska stroke menolak terapi atau kehilangan motivasi untuk menjalani proses rehabilitasi, yang dapat memengaruhi pemulihan penderita. Masalah emosional reaktif ini sering dapat dikurangi secara substansial dengan mendorong penderita stroke membicarakan ketakutan dan kemarahan mereka. Penderita stroke harus merasa bahwa mereka adalah anggota keluarga yang berharga.
Penting
bagi
keluarga
untuk
mempertahankan
lingkungan rumah yang suportif, yang mendorong timbulnya perhatian orang lain dan aktivitas waktu luang, misalnya membaca, memasak, berjalan-jalan, berbelanja, bermain, dan berbicara. Penderita stroke yang keluarganya atau orang yang merawatnya tidak suportif dan yang memiliki kehidupan keluarga yang tidak berfungsi cenderung memiliki prognosis lebih buruk dibandingkan dengan penderita lainnya. Sebagian penderita paska stroke mungkin merasa nyaman jika mereka berbagi pengalaman mereka dengan penderita paska stroke lain (Lotta, 2006). 9. Mencegah cidera dan jatuh Leigh (2005) menyatakan faktor risiko yang mempermudah pasien
jatuh
antara
lain
masalah
ayunan
langkah
dan
keseimbangan, obat-obat sedatif, kesulitan melakukan aktivitas
39
sehari-hari, inaktivitas, inkontinensia, gangguan penglihatan, dan berkurangnya kekuatan tungkai bawah. Indikasi terbaik bahwa penderita stroke siap bergerak ke tingkat mobilitas vang lebih tinggi adalah kemampuan menoleransi tingkat mobilitas yang telah mereka capai. Demi alasan keamanan, sebaiknya ada satu atau dua orang asisten berdiri di samping penderita stroke dan membantu penderita, terutama pada tahaptahap awal. 10. Kebutuhan buang air kecil dan besar. Beberapa penderita stroke yang mengalami kelumpuhan dan inkontinensia urin sangat bergantung pada keluarga. Saat mereposisi penderita, pembalut inkontinensia yang basah atau tercemar kotoran harus diganti. Sebagian pria dapat dijaga kering dengan menggunakan botol (pispot) urine secara teratur. Namun, pada sebagian kasus, mungkin perlu dipasang kateter (selang) ke dalam kandung kemih, dan selang ini akan secara otomatis mengeluarkan
urine.
Sebagian
wanita
yang
mengalami
inkontinensia dapat dijaga tetap kering dengan menggunakan pembalut inkontinensia, tetapi jika tidak dimungkinkan atau kurang efektif, kateter dapat dimasukkan ke dalam kandung kemih. Orang yang merawat perlu diajari mengenai cara membersihkan kateter, tetapi yang memasangnya haruslah seorang perawat. Bagi beberapa penderita stroke yang sudah memiliki kondisi yang cukup bagus dapat langsung di antar ke kamar mandi oleh anggota keluarga
40
namun harus tetap dijaga dengan ketat, sebaiknya kamar mandi untuk penderita stroke disediakan pegangan di sepanjang dinding untuk mencegah cedera atau jatuh. Sembelit adalah masalah yang umum dijumpai pada orang berusia lanjut dan pada orang yang mengalami stroke. Cara terbaik untuk mengatur buang air besar adalah makanan yang memadai dan seimbang serta banyak cairan (paling tidak dua liter sehari) dan serat (buah dan sayuran), serta aktivitas fisik yang cukup. Pelunak tinja (laksatif, pencahar), supositoria, dan enema dapat digunakan untuk sembelit yang terjadi sekali-sekali (Edmund, 2007).
41
F. Kerangka Teori
Fase Akut
Di Rumah sakit
Fase Rehabilitasi
Di pusat rehabilitas
STROKE
Di Rumah
Perilaku Family Caregiver dalam merawat penderita pasca stroke
Faktor predisposisi : Pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai. Faktor Pendukung : Fasilitas, sarana dan prasarana
Petugas kesehatan Perawatan penderita pasca stroke dirumah
Tingkat Pengetahuan family caregiver dalam merawat penderita pasca
Faktor Pendorong : Pendidikan kesehatan dari petugas kesehatan atau petugas lain -
Latihan fisik (ROM, Olah raga) Perawatan kulit Perawatan kebersihan Kebutuhan Nutrisi Latihan berbicara Kepatuhan program pengobatan Penanganan masalah emosional Mencegah cidera dan jatuh Kebutuhan buang air besar dan kecil
Gambar 2.1 Kerangka Teori Modifikasi Teori Lawrence green dalam Notoatmodjo 2007, Brunner dan Suddarth 2002, Agustina 2009
42
Keluarga/ Family Caregiver
- Tingkat pendidikan - Akses informasi - Budaya - Fasilitas - Sosio-budaya - Pengalaman - Sosial ekonomi
BAB III KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS, DAN DEFINISI OPERASIONAL
A. Kerangka Konsep Konsep merupakan abstraksi yang terbentuk oleh generalisasi dari hal-hal khusus. Oleh karena konsep merupakan abstraksi maka konsep tidak dapat langsung diamati atau di ukur. Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah kerangka hubungan antara konsepkonsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian-penelitian yang akan dilakukan. Variabel adalah sesuatu yag digunakan sebagai ciri, sifat atau ukuran yag dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang sesuatu konsep tertentu (Notoatmodjo,2005). Pada penelitian ini, variabel yang akan diteliti adalah variabel Independent yaitu tingkat pengetahuan family caregiver, sedangkan variable dependent yang akan diteliti yaitu perilaku family caregiver dalam merawat penderita paska stroke. Sehingga kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Variabel bebas (Independent)
Variable terikat (Dependent)
Tingkat pengetahuan Family Caregiver
Perilaku Family Caregiver dalam merawat penderita stroke
Gambar 3.1 Kerangka Konsep
43
B. Hipotesis penelitian Ada hubungan antara tingkat pengetahuan dengan perilaku Family caregiver dalam merawat penderita pasca stroke. B. Definisi Operasional Tabel 3.1 Definisi Oprasional Definisi No
Alat
Variabel Operasional
1
Tingkat
Hasil
Cara ukur
Pemahaman yang
Skala Ukur
Menggunakan
Kuesioner
Ukur 1. Baik (skor 76100%)
pengetahuan diperoleh melalui
Menggunakan skala
caregiver
proses pengalaman
Guttman dan scorig,
tentang
dan proses belajar.
Pernyataan terdiri dari
stroke
Pengetahuan ini
25 pernyataan, 13
meliputi
pernyataan postif dan
3. Kurang (skor ≤55%)
pengetahuan tentang
12 pernyataan
(Arikunto,
stroke (pengertian,
negative dengan
2006)
faktor resiko,
jawaban responden
dampak), serta
benar atau salah, jika
perawatan penderita
jawaban responden
paska stroke.
tepat atau benar maka
Family Caregiver
responden
yang dimaksud
mendapatkan nilai 1
adalah setiap
dan jika jawaban salah
kerabat, pasangan
atau tidak tepat maka
44
2. Cukup (skor 5675%)
Ordinal
(suami/istri), anak
responden
yang memiliki
mendapatkan nilai
hubungan pribadi
atau 0
yang signifikan dengan dan memberikan berbagai bantuan untuk orang tua atau dewasa dengan kondisi kronis atau cacat. 2.
Perilaku
Suatu kegiatan atau
Pengukuran perilaku
Kuesioner
Family
aktifitas keluarga
menggunakan skala
penelitian
Caregiver
atau family
Likert dan scoring.
caregiver dalam
Pertanyaan penelitian
merawat penderita
terdiri dari 27
pasca stroke
pertnyataan.
dirumah.
Responden menjawab
1. Baik (skor >75%) 2. Cukup (skor 6075%) 3. Kurang (skor <60%) (Nursalam,
dengan jawaban selalu 2003) dengan skor 3, kadang-kadang dengan skor 2, tidak pernah dengan skor 1. (Sugiyono 2009)
45
Ordinal
BAB IV METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian Metode penelitian merupakan strategi pembuktian atau pengujian atas variabel dilingkup penelitian. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan desain Cross-section. Cross Sectional merupakan rancangan penelitian dengan melakukan pengukuran atau pengamatan pada saat bersamaan (sekali waktu) (Hidayat, 2008).
B. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2012 di Kelurahan Cinangka. Alasan pemilihan lokasi diKelurahan Cinangka adalah karena setelah dilakukan pendataan pada tanggal 3 Januari 2012 bahwa di Kelurahan Cinangka terdapat 39 penderita paska stroke yang dirawat dirumah dan berdasarkan informasi bahwa tidak terdapat pendidikan atau pelatihan khusus untuk family caregiver atau keluarga penderita paska stroke mengenai perawatan stroke dikelurahan Cinangka, pengetahuan yang diperoleh hanya berdasarkan informasi yang diberikaan pada saat penderita dirawat dirumah sakit. Selain itu di Kelurahan Cinangka ini belum pernah dilakukan penelitian serupa dengan penelitian yang ingin di ambil peneliti.
46
C. Populasi, sampel dan teknik sampling 1. Populasi Populasi dalam penelitian adalah subjek yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan (Nursalam, 2008). Populasi dalam penelitian ini adalah semua family caregiver pasien stroke yang dirawat dirumah di Kelurahan Cinangka. 2. Sampel Sampel
penelitian
adalah
bagian
dari
jumlah
dan
karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2009). Sampel pada penelitian ini adalah seluruh family caregiver yang merawat penderita paska stroke di Kelurahan Cinangka. (Arikunto, 2006). Adapun criteria sampel adalah sebagai berikut: a. Kriteria Inklusi Kriteria inklusi adalah criteria dimana subjek penelitian mewakili sampel (Nursalam,2003), yaitu: 1) Responden merupakan family caregiver atau keluarga (suami, istri, anak, ayah, ibu, kerabat) yang merawat penderita stroke dengan kondisi ketergantungan total, berat, sedang dan ringan berdasarkan hasil skrining dengan menggnakan Barthel indeks. 2) Dapat berkomunikasi
47
b. Kriteria Eksklusi Kriteria eksklusi adalah karakteristik sampel yang tidak dapat dimasukan atau tidak layak untuk diteliti, yaitu : 1) Penderita paska stroke yang tidak memiliki family caregiver 2) Penderita paska stroke yang dirawat bukan oleh family caregiver 3. Teknik sampling Teknik
sampling
adalah
suatu
proses
atau
teknik
pengambilan sampel. Adapun teknik sampel yang dipakai dalam penelitian ini menggunakan total sampling atau sampling jenuh, yaitu teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi dijadikan sampel dimana seluruh family caregiver yang ada di Kelurahan Cinangka yang merawat penderita stroke akan dijadikan salmpel. (Sugiyono, 2009).
D. Pengumpulan Data 1. Jenis data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini merupakan data primer. Data diperoleh dengan cara mengajukan pertanyaan tertutup melalui kuesioner yang akan dijawab oleh responden. 2. Instrumen penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa kuisioner atau angket.
Kuesioner diberikan langsung kepada
48
responden untuk diisi tanpa melalui proses wawancara. Angket yang telah diberikan mencakup Barthel Index sebagai skrining tingkat ketergantungan penderita paska stroke serta kuesioner dengan variabel independen yaitu pengetahuan family caregiver, sedangkan variabel dependen yaitu perilaku family caregiver dalam merawat penderita paska stroke dan masing-masing pertanyaan diberikan scoring. Untuk kuesioner dengan variable pengetahuan menggunakan skala Guttman sebanyak 25 pernyataan terdiri dari 13 pernyataan positif dan 12 pernyataan negative yang akan dijawab dengan jawaban benar atau salah, sedangkan untuk variable perilaku menggunakan skala Likert sebanyak 27 pernyataan dengan jawaban tidak pernah, kadang-kadang dan selalu. Kisi-kisi pertanyaan kuesioner pengetahuan dan perilaku family caregiver dalam merawat penderita paska stroke Variabel
Indikator
No soal
Jumlah
Pengetahuan
1. Definisi
1,2
2
Family
2. Faktor Resiko
3,4
2
caregiver
3. Dampak
5,6
2
4. Latihan Fisik
7,8,9
3
5. Perawatan kulit
10,11
2
6. Perawatan kebersihan
12,13
2
7. Kebutuhan Nutrisi
14,15
2
8. Latihan berbicara
16,17
2
49
9. Kepatuhan program
18,19
2
20,21
2
24,25
2
22,23
2
pengobatan C a r a
10. Penanganan masalah emosional 11. Mencegah cidera dan jatuh 12. Kebutuhan buang air
i
besar dan kecil
n Perilaku
1. Latihan fisik
1,2,3
3
t Family
2. Perawatan kebersihan
4,5,6
3
e caregiver
3. Perawatan kulit
7,8,9
3
r
4. Kebutuhan Nutrisi
13,14,15
3
p
5. Latihan berbicara
16,17,18
3
r
6. Kepatuhan program
19,20,21
3
22,23,24
3
25,26,27
3
10,11,12
3
P r e t a s i
pengobatan 7. Penanganan masalah emosional 8. Mencegah cidera dan jatuh 9. Kebutuhan buang air besar dan kecil
instrument penelitian : a. Indeks Barthel
50
Indeks barthel digunakan untuk menskrining responden berdasarkan tingkat ketergatungan penderita paska stroke yang dirawatnya, terdiri dari 10 item yang disimpulkan : -
Ketergantungan total, jika mendapat skor 0-20
-
Ketergantungan berat, jika mendapat skor 21-61
-
Ketergantungan sedang, jika mendapat skor 62-90
-
Ketergantungan ringan, jika mendapat skor 91-99
-
Mandiri, jika penderita mendapat skor 100 (Gallo, dkk 1998)
b. Variabel pengetahuan Sebanyak 25 pernyataan terdiri dari 13 pernyataan positif dan 12 pernyataan negatif dengan jawaban benar = 1 dan salah = 0 yang disimpulkan : -
Baik jika responden mendapat skor 19-25 atau 76-100%
-
Cukup jika responden mendapat skor 14-18 atau 56-75%
-
Kurang jika responden mendapat skor ≤13 atau ≤ 55%
c. Variabel perilaku Terdiri dari 27 pernyataan dengan jawaban tidak pernah, kadang-kadang, dan selalu (Tidak pernah = 1, kadang-kadang = 2, selalu = 3) yang disimpulkan : -
Baik jika responden responden mendapat skor 61-81 atau >75%
-
Cukup jika reponden mendapat skor 49-60 atau 60-75%
-
Kurang jika responden mendapat skor < 48 atau <60%
51
3. Prosedur Pengumpulan Data Proses–proses dalam pengumpulan data pada penelitian melalui beberapa tahap yaitu: a. Menyelesaikan kelengkapan administrasi seperti surat izin penelitian dari Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan surat izin dari kepala Dinas Kesehatan Kota Depok. b. Melakukan pendataan kepada calon responden berdasarkan data dari RT/RW/Kader yang ada diKelurahan Cinangka. c. Melakukan skrining tingkat ketergantungan yang memenuhi syarat untuk menjadi responden menggunakan indeks Barthel. d. Menjelaskan tujuan dan manfaat penelitian. e. Memberikan lembar persetujuan (informed consent) untuk ditandatangani oleh calon responden apabila setuju menjadi subjek penelitian. f. Memberikan penjelasan kepada responden tentang cara pengisian kuesioner. g. Memberikan kesempatan kepada responden untuk bertanya kepada peneliti apabila ada yang tidak jelas dengan kuesioner. Memberikan
waktu
kepada
responden
untuk
mengisi
kuesioner. h. Responden menyerahkan kembali kuesioner yang telah diisi kepada peneliti untuk diperiksa.
52
E. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Salah satu Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner. Untuk mendapatkan data yang valid dan reliabel maka kuesioner tersebut harus diuji validitas dan reliabilitas. Sebelum kuesioner digunakan dalam penelitian, terlebih dahulu kuesioner dilakukan uji validitas dengan rumus Pearson Product Moment dan dicari reliabilitas dengan menggunakan metode Alpha Cronbach pada 30 orang responden di wilayah Kelurahan Cinangka. Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu benar- benar mengukur apa yang diukur. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. Dalam hal ini digunakan beberapa item pertanyaan yang dapat secara tepat mengungkapkan variabel yang diukur tersebut. Uji ini dilakukan dengan menghitung korelasi antara masing–masing skor item pertanyaan dari tiap variabel dengan total skor variabel tersebut. Uji validitas menggunakan korelasi Product Moment dari Pearson. Suatu instrument dikatakan valid atau sahih apabila korelasi tiap butiran memiliki nilai positif dan nilai t hitung > t tabel (Hidayat, 2008). Reliabilitas ialah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Hal ini berarti menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran itu tetap konsisten bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama, dengan menggunakan alat ukur yang sama. Pengukuran reabilitas
53
menggunakan bantuan software computer dengan rumus alpha cronbach Suatu variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai Alpha Cronbach > 0,70 (Hidayat, 2008). Uji Validitas dan reabilitas telah dilakukan pada tanggal 28 September 2012 di Kelurahan di Cinangka pada 30 orang family caregiver dari 10 orang penderita paska stroke. Dari hasil uji validitas dan reabilitas dengan menggunakan program computer untuk statistik, didapatkan Alpha Cronbach 0,873 untuk variable pengetahuan dimana dari 25 pernyataan terdapat 3 butir pernyataan yang tidak valid yaitu P4, P12 dan P13 sehingga peneliti melakukan content validity didalam pernyataan tersebut agar lebih mudah dipahami oleh responden. Sedangkan untuk variabel perilaku didapatkan nilai Alpha Cronbach 0,880 dimana dari 27 pernyataan terdapat 4 butir pernyataan yang tidak valid yaitu PR2, PR8, PR16 dan PR25 sehingga peneliti melakukan content validity didalam pernyataan tersebut agar lebih mudah dipahami oleh responden. F. Pengolahan Data Dalam
penelitian
ini
pengolahan
data
dilakukan
dengan
menggunakan Software statistik. Teknik pengolahan data yang terdiri dari: 1. Editing Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang diperoleh atau dikumpulkan. Editing dapat dilakukan pada tahap pengumpulan data atau setelah data terkumpul.
54
2. Coding Coding merupakan pemberian kode numerik (angka) terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori. Pemberian kode ini sangat penting bila pengolahan dan analisis data menggunakan computer. 3. Entry Data Entry data adalah kegiatan memasukan data yang telah dikumpulkan kedalam master tabel atau database computer, kemudian membuat distribusi frekuensi sederhana atau bisa juga dengan membuat tabel kontingensi. 4. Cleaning data Cleaning data merupakan kegiatan memeriksa kembali data yang sudah di-entry, apakah ada kesalahan atau tidak. Kesalahan mungkin terjadi pada saat meng-entry data ke komputer.
G. Analisis data Analisa data dilakukan untuk memudahkan interpretasi dan menguji hipotesis penelitian. Analisa dalam penelitian ini meliputi analisa univariat dan bivariat. 1. Analisa Univariat Analisa univariat digunakan untuk mendapatkan distribusi frekuensi dari variable dependen yaitu perilaku Family caregiver dalam merawat penderita paska stroke dan variable independen yaitu tingkat pengetahuan Family caregiver itu sendiri.
55
2. Analisis Bivariat Analisa bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel dependen dan independen yaitu antara tingkat pengetahuan dengan perilaku family caregiver dalam merawat penderita paska stroke. Tehnik analisa yang digunakan yaitu dengan uji Spearman karena data yang digunakan adalah 3 x 2. Uji spearman digunakan untuk menampilka spearman rho, yaitu bila data yang digunakan tidak memenuhi asumsi normal. Koefisien korelasi ini sangat cocok untuk variable ordinal. Derajat kepercayaan yang digunakan adalah 95 % dengan α 5%, sehingga jika nilai P (p value) < 0,05 berarti terdapat hubungan bermakna (signifikan) antara variabel yang diteliti. Jika nilai p value > 0,05 berarti tidak ada hubungan bermakna antara variabel yang diteliti.
H. Etika penelitian Masalah etika penelitian keperawatan merupakan masalah yang sangat penting dalam penelitian, mengingat
penelitian
keperawatan berhubungan langsung dengan manusia, maka segi etika penelitian harus diperhatikan (Hidayat, 2008). Masalah etika yang harus diperhatikan antara lain adalah sebagai berikut: 1. Informed Consent Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan.
Informed
consent 56
tersebut
diberikan
sebelum
penelitian dilakukan dengan memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden. Tujuan dari Informed consent adalah agar subjek mengerti maksud, tujuan penelitian , dan mengetahui dampaknya.
Jika
subjek
bersedia,
maka
mereka
harus
menandatangani lembar persetujuan. Jika responden tidak bersedia, maka peneliti harus menghormatinya. 2. Anonimity (tanpa nama) Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberikan jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan. 3. Confidentiality (Kerahasiaan) Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-
masalah
lainnya.
Semua
informasi
yang
telah
dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti. Etika penelitian bertujuan untuk menjamin kerahasiaan identitas responden, melindungi dan menghormati hak responden dengan mengajukan surat pernyataan persetujuan (informed consent). Sebelum menandatangani surat persetujuan, peneliti menjelaskan judul penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian. Peneliti akan menjamin kerahasian identitas responden, dimana data-data yang diperoleh hanya akan digunakan untuk kepentingan
57
penelitian dan apabila telah selesai maka data tersebut akan dimusnahkan.
58
BAB V HASIL PENELITIAN
Bab ini akan memaparkan secara lengkap tentang hasil penelitian mengenai hubungan tingkat pengetahuan dengan perilaku family caregiver dalam merawat penderita paska stroke dirumah. Hasil penelitian yang akan diuraikan anatara lain : gambaran tempat penelitian, data demografi family caregiver dan penderita paska stroke, hasil penelitian univariat dan bivariat. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 2-15 Oktober 2012 di kelurahan Cinangka kecamatan Sawangan kota Depok. Pengumpulan data dilakukan dengan menyebarkan angket kerumah-rumah warga yang memiliki penderita paska stroke. Setelah melalui penghitungan terdapat 78 family caregiver yang diambil dari 30 orang penderita paska stroke.
A. Gambaran Tempat Penelitian 1. Letak wilayah Kelurahan Cinangka Kelurahan Cinangka merupakan salah satu kelurahan yang berada di Kecamatan Sawangan Kota Depok Provinsi Jawa Barat dengan luas wilayah ±44,5 Ha, dengan batas wilayah : a. Sebelah Utara
: Kota tanggerang selatan
b. Sebelah Timur
: Kelurahan Meruyung
c. Sebelah Selatan : Kelurahan Sawangan d. Sebelah Barat
: Kelurahan Kedaung
59
Jumlah penduduk dikelurahan cinangka sampai akhir bulan desember 2011 tercatat : 15.577 jiwa, terdiri dari : a. Laki-laki
: 7.979 jiwa
b. Perempuan
: 7.598 jiwa
c. Jumlah KK
: 3.826 KK
d. Jumlah penduduk miskin : 270 jiwa e. Jumlah Rw
: 10
f. Jumlah Rt
: 46
2. Visi dan Misi Kelurahan Cinangka a. Visi Visi kelurahan Cinangka adalah : “terwujudnya pelayanan pemerintahan kellurahan yang ramah, cepat, tepat dan transparan.” Beberapa
prinsip
yang
dijadikan
landasan
dalam
menetapkan visi kelurahan Cinangka, antara lain prinsip Ramah, Cepat, Tepat dan Transparan. 1) Ramah mengandung arti memberikan pelayanan dengan senyum dan sapa 2) Cepat mengandung makna memaksimalkan pelayanan kepada masyarakat 3) Tepat mengandung makna memberikan informasi yang benar pada masarakat. 4) Transparan
mengandung
memberikan pelayanan.
60
makna
terbuka
dalam
b. Misi Misi merupakan penjabaran lebih lanjut dari pernyataan visi organisasi dalam kaitannya dengan pencapaian visi itu sendiri. Adapun misi Kelurahan Cinangka itu sendiri adalah : 1) Meningkatkan tatakelola Administrasi pemerintah kelurahan 2) Meningkatkan Kualitas pelayanan kepada masyarakat c. Maksud dan Tujuan Maksud menyelenggarakan pmerintahan yang ramah, cepat, tepat dan transparan adalah untuk menciptakan suatu peayanan yang prima kepada masyarakat yang membutuhkan segala jenis pelayanan pemerintahan. Tujuan dari menyelenggarakan pemerintahan yang ramah, cepat, tepat dan tranparan adalah memberikan kemudahan kepada
masyarakat
yang
membutuhkan
pelayanan
pemerintahan. 3. Struktur organisasi Kelurahan Cinangka LURAH
JABATAN FUNGSIONAL
SEKERTARIS
KASIE PEM & TRANTIB
KASIE PEMB & PEREK
KASIE KEMAS
Gambar 5.1 Bagan Struktur Organisasi Kelurahan Cinangka tahun 2012 61
B. Gambaran Demografi 1. Demografi responden (Family caregiver) Karakteristik responden berikut ini adalah karakteristik sampel penelitian berdasarkan usia, jenis kelamin, pendidikan dan hubungan dengan penderita paska stroke. Pada variabel demografi tidak diteliti karena haya digunakan sebagai data demografi. Berikut adalah kategori responden penelitian, antara lain : a. Usia Tabel 5.1 Distribusi frekuensi responden (family caregiver) berdasarkan Usia (n = 78) Nilai
Frekuensi (Tahun)
Mean
30,81
Standar Deviasi
13,401
Minimum
14 tahun
Maximum
60 tahun
Tabel 5.1 menunjukan distribusi frekuensi responden berdasarkan usia. Usia minimum responden adalah 14 tahun sedangkan usia maksimum adalah 60 tahun dan rata-rata usia yang menjadi responden adalah 31 tahun. b. Jenis Kelamin Tabel 5.2 Distribusi frekuensi responden (family caregiver) berdasarkan jenis kelamin (n=78) Jenis kelamin
Frekuensi
Persentase
Laki-laki
16
20,5
Perempuan
62
79,5
Jumlah
78
100
62
Tabel 5.2 menunjukan distribusi responden atau family caregiver berdasarkan jenis kelamin. Responden berjenis kelamin laki-laki sebanyak 16 orang atau sekitar 20,5 %, sedangkan responden yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 62 orang atau sekitar 79,5%. Hal ini menunjukan bahwa responden berjenis kelamin perempuan lebih banyak dibandingkan responden berjenis kelamin laki-laki. c. Pendidikan Tabel 5.3 Distribusi frekuensi responden (family caregiver) berdasarkan Pendidikan (n=78) Pendidikan
Frekuensi
Persentase
SD
3
3,8
SMP
7
9
SMA
58
74,4
D3
3
38
S1
7
9
Jumlah
78
100
Tabel 5.3 menunjukan distribusi frekuensi responden atau Family caregiver berdasarkan pendidikan. Hasil penelitian menunjukan bahwa responden yang memiliki pendidikan terakhir Sekolah Dasar (SD) berjumlah 3 orang atau sekitar 3,8%, responden yang memiliki pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) berjumlah 7 orang atau sekitar 9% , responden yang memiliki pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA)
63
berjumlah 58 orang atau sekitar 74%,
responden yang
memiliki pendidikan Diploma (D3) berjumlah 3 orang atau sekitar 3,8%, sedangkan responden yang memiliki pendidikan Sarjana muda (S1) berjumlah 7 orang atau sekitar 9%. Hal ini menunjukan bahwa pendidikan responden yang paling banyak adalah pendidikan SMA. d. Hubungan dengan penderita stroke Tabel 5.4 Distribusi frekuensi responden (family caregiver) berdasarkan hubungannya dengan penderita paska stroke (n=78) Hubungan
Frekuensi
Persentase
Istri
15
19,2
Suami
9
11,5
Anak
50
64,1
Saudara
4
5,1
Jumlah
78
100
Tabel 5.4 menunjukan distribusi frekuensi responden atau family caregiver berdasarkan hubungannya dengan penderita paska stroke. Family caregiver yang memiliki hubungan sebagai istri penderita paska stroke sebanyak 15 orang atau sekitar19,2%, sedangkan responden yang memiliki hubungan sebagai suami penderita paska stroke sebanyak 9 orang atau sekitar 11,5%, responden yang memiliki hubungan sebagai anak penderita paska stroke sebanyak 50 orang atau sekitar 64,1%, dan responden yang memiliki hubungan sebagai
64
Saudara (Kakak, adik) penderita paska stroke sebanyak 4 orang atau sekitar 5,1%. 2. Demografi Penderita paska stroke Karakteristik penderita paska stroke berikut ini bukanlah karakteristik responden (family caregiver) melainkan karakteristik penderita paska stroke yang memiliki family caregiver berdasarkan usia, jenis kelamin, lama menderita stroke dan lamanya dirawat dirumah. Pada variabel demografi tidak diteliti karena haya digunakan sebagai data demografi. Berikut adalah kategori penderita paska stroke, antara lain : a. Usia Tabel 5.5 Distribusi frekuensi penderita paska stroke berdasarkan usia (n = 30) Nilai
Frekuensi (Tahun)
Mean
57,93
Standar Deviasi
7,0
Minimum
45
Maximum
72
Tabel 5.5 menunjukan distribusi frekuensi penderita paska stroke berdasarkan usia. Usia minimum penderita paska stroke adalah 45 tahun sedangkan usia maksimum adalah 72 tahun dan rata-rata usia penderita paska stroke adalah 58 tahun. b. Jenis Kelamin Tabel 5.6 Distribusi frekuensi penderita paska stroke berdasarkan jenis kelamin (n=30)
65
Jenis kelamin
Frekuensi
Persentasi
Laki-laki
17
56,7
Perempuan
13
43,3
Jumlah
30
100
Tabel 5.6 menunjukan distribusi penderita paska stroke berdasarkan jenis kelamin. Penderita paska stroke berjenis kelamin laki-laki sebanyak 17 orang atau sekitar 56,7 %, sedangkan penderita paska stroke yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 13 orang atau sekitar 43,3%. Hal ini menunjukan bahwa penderita paska stroke berjenis kelamin laki-laki lebih banyak dibandingkan penderita paska stroke berjenis kelamin perempuan. c. Lama menderita stroke Tabel 5.7 Distribusi frekuensi penderita paska stroke berdasarkan lama menderita stroke (n = 30) Nilai
Frekuensi (Bulan)
Mean
16,30
Standar Deviasi
8,555
Minimum
3
Maximum
36
Tabel 5.7 menunjukan distribusi frekuensi penderita paska stroke berdasarkan lama menderita stroke. Rata-rata lamanya penderita paska stroke menderita stroke adalah 16,3 bulan, lama minimum menderita stroke adalah 3 bulan dan lama maximum menderita stroke adalah 36 bulan. 66
d. Lama rawat dirumah Tabel 5.8 Distribusi frekuensi penderita paska stroke berdasarkan Lama rawat dirumah (n = 30) Nilai
Frekuensi (Bulan)
Mean
15
Standar Deviasi
8,847
Minimum
2
Maximum
35
Tabel 5.8 menunjukan distribusi frekuensi penderita paska stroke berdasarkan lamanya dirawat dirumah. Rata-rata lamanya penderita paska stroke dirawat dirumah adalah 15 bulan, lama minimum penderita paska stroke dirawat dirumah adalah 2 bulan dan lama maximumnya adalah 35 bulan. e. Ketergatungan berdasarkan skrining dengan Barthel Index Tabel 5.9 Distribusi frekuensi penderita paska stroke berdasarkan tingkat ketergantungan (n = 30) Tingkat Ketergantungan
Jumlah
Persentase
Total
0
0
Berat
7
23,3
Sedang
13
43,4
Ringan
10
33,3
Jumlah
30
100
Tabel 5.9 menunjukan distribusi frekuensi penderita paska stroke berdasarkan tingkat ketergantungan. Berdasarkan hasil skrining dengan barthel indeks diperoleh sebanyak 7 penderita paska stroke atau 23,3% memiliki ketergantungan berat,
67
sebanyak 13 penderita paska stroke atau 43,4% memiliki ketergantungan sedang, dan sebanyak 10 penderita paska stroke atau 33,3% memiliki ketergantungan ringan.
C. Hasil Analisa Univariat 1. Gambaran tingkat pengetahuan Family caregiver dalam merawat penderita paska stroke Variabel pengetahuan dibagi menjadi tiga yaitu pengetahuan baik, cukup dan kurang. Tabel dibawah ini menggambarkan distribusi frekuensi pengetahuan family caregiver dalam merawat penderita paska stroke. Tabel 5.10 Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan responden menurut pengetahuan family caregiver dalam merawat penderita paska stroke dirumah tahun 2012 (n=78) Pengetahuan responden
Frekuensi
Persentase
Baik
45
57,7
Cukup
30
38,5
Kurang
3
3,8
Jumlah
78
100
Tabel 5.10 menunjukkan distribusi frekuensi tingkat pengetahuan
responden
menurut
pengetahuan
family
caregiver dalam merawat penderita paska stroke. Tabel diatas menunjukan sebanyak 45 responden (57,7%) memiliki tingkat pengetahuan baik, 30 responden (38,5%)
68
memiliki tingkat pengetahuan cukup, dan 3 responden (3,8%) memiliki tingkat pengetahuan kurang. Pengetahuan tersebut terdiri dari beberapa item antara lain definisi, resiko, dampak, latihan fisik, perawatan kulit, perawatan kebersihan, kebutuhan nutrisi, latihan berbicara, kepatuhan pengobatan, penanganan masalah emosional, kebutuhan buang air besar dan kecil, serta mencegah cidera dan jatuh. Tabel 5.11 Distribusi frekuensi jawaban benar tingkat pengetahuan responden menurut pengetahuan (peritem) family caregiver dalam merawat penderita paska stroke dirumah tahun 2012 (n=78) Pengetahuan
Jawaban
Persentase
benar Definisi a. Pengertian
68
87,2
b. Waktu
62
79,5
60
76,9
65
83,3
a. Kecacatan
63
80,8
b. Kesulitan
57
73,1
Faktor resiko a. Hipertensi b. Perokok,
obesitas,
diabetes,
dan
penyakit jantung Dampak
bicara,berjalan, gangguan emosional Latihan fisik
69
a. Jenis-jenis
61
78,2
60
76,9
54
69,2
a. Penyebab kulit luka
60
76,9
b. Perawatan kulit
57
73,1
a. Menjaga kebersihan
58
74,4
b. Mandi
61
78,2
a. Makanan bergizi
57
73,1
b. Makanan
yang
59
75,6
akan
62
79,5
63
80,8
57
73,1
58
74,4
61
78,2
59
75,6
a. Penggunaan
63
80,8
pempers
58
74,4
b. Manfaat
latihan
fisik c. Perubahan posisi Perawatan kulit
Perawatan kebersihan
Kebutuhan nutrisi
dilarang Latihan berbicara a. Kebutuhan
latihan berbicara b. Cara latihan bibir Kepatuhan program pengobatan a. Kontrol
kerumah
sakit b. Minum obat Penanganan masalah emosional a. Bersosialisasi b. Smangat
dan
Motivasi Kebutuhan buang air besar dan kecil
70
b. Pemantauan buang air kecil dan besar Mencegah cidera a. Resiko jatuh dan
61
78,2
63
80,8
cidera b. Penanganan cidera
Tabel
5.11
menunjukan
distribusi
frekuensi
pengetahuan berdasarkan skor jawaban benar peritem yang terdapat dalam kuesioner pengetahuan. Berdasarkan tabel diatas item pengetahuan yang memiliki persentase dengan skor paling tinggi adalah definisi stroke tentang pengertian yaitu 87,2%, sedangkan item pengetahuan dengan skor paling rendah adalah latihan fisik tentang perubahan posisi yaitu 69,2%.
2. Gambaran perilaku family caregiver dalam merawat penderita paska stroke dirumah Variabel
perilaku
responden
dalam
merawat
penderita stroke dibagi menjadi tiga kategori yaitu baik, cukup, dan kurang.
Tabel dibawah ini menggambarkan
distribusi frekuensi perilaku family caregiver dalam merawat penderita paska stroke dirumah.
71
Tabel 5.12 Distribusi frekuensi perilaku family caregiver dalam merawat penderita paska stroke dirumah tahun 2012 (n=78) Perilaku responden
Frekuensi
Persentase
Baik
56
71,8
Cukup
21
26,9
Kurang
1
1,3
Jumlah
100
100
Tabel 5.12 menunjukan distribusi frekuensi perilaku family caregiver dalam merawat penderita paska stroke. Tabel menunjukan sebanyak 56 responden (71,8%) memiliki perilaku baik, 21 responden (26,9%) memiliki perilaku cukup dan 1 responden (1,3%) yang memiliki perilaku kurang. Perilaku terdiri dari beberapa item yaitu latihan fisik, perawatan kulit, perawatan kebersihan, kebutuhan nutrisi,
latihan
berbicara,
kepatuhan
pengobatan,
penanganan masalah emosional, kebutuhan buang air besar dan kecil, serta mencegah cidera dan jatuh. a. Gambaran perilaku family caregiver tentang latihan fisik dalam merawat penderita paska stroke dirumah Tabel 5.13 Distribusi frekuensi perilaku (Latihan fisik) family caregiver dalam merawat penderita paska stroke dirumah tahun 2012 (n=78)
72
Perilaku
Frekuensi
Persentase
Baik
52
66,7
Cukup
25
32,1
Kurang
1
1,3
Jumlah
78
100
(Latihan fisik)
Tabel 5.13 menunjukan distribusi frekuensi perilaku family caregiver tentang latihan fisik dalam merawat penderita paska stroke. Tabel menunjukan sebanyak 52 responden (66,7%) memiliki perilaku baik, 25 responden (32,1%) memiliki perilaku cukup dan 1 responden (1,3%) yang memiliki perilaku kurang. b. Gambaran perilaku family caregiver tentang Perawatan kebersihan dalam merawat penderita paska stroke dirumah Tabel 5.14 Distribusi frekuensi perilaku (Perawatan kebersihan) family caregiver dalam merawat penderita paska stroke dirumah tahun 2012 (n=78) Perilaku
Frekuensi
Persentase
Baik
49
62,8
Cukup
27
34,6
Kurang
2
2,6
Total
78
100
(Perawatan kebersihan)
Tabel 5.14 menunjukan distribusi frekuensi perilaku family caregiver tentang Perawatan kebersihan
73
dalam
merawat
penderita
paska
stroke.
Tabel
menunjukan sebanyak 49 responden (62,8%) memiliki perilaku baik, 27 responden (34,6%) memiliki perilaku cukup dan 2 responden (2,6%) yang memiliki perilaku kurang. c. Gambaran perilaku family caregiver tentang perawatan kulit dalam merawat penderita paska stroke dirumah Tabel 5.15 Distribusi frekuensi perilaku (Perawatan kulit) family caregiver dalam merawat penderita paska stroke dirumah tahun 2012 (n=78) Perilaku
Frekuensi
Persentase
Baik
53
67,9
Cukup
23
29,5
Kurang
2
2,6
Total
78
100
(Perawatan kulit)
Tabel 5.15 menunjukan distribusi frekuensi perilaku family caregiver tentang perawatan kulit dalam merawat penderita paska stroke. Tabel menunjukan sebanyak 53 responden (67,9%) memiliki perilaku baik, 23 responden (29,5%) memiliki perilaku cukup dan 2 responden (2,6%) yang memiliki perilaku kurang. d. Gambaran perilaku family caregiver tentang kebutuhan buang air besar dan kecil dalam merawat penderita paska stroke dirumah
74
Tabel 5.16 Distribusi frekuensi perilaku (kebutuhan buang air besar dan kecil) family caregiver dalam merawat penderita paska stroke dirumah tahun 2012 (n=78) Perilaku
Frekuensi
Persentase
Baik
31
39,7
Cukup
41
52,6
Kurang
6
7,7
Total
78
100
(kebutuhan buang air besar dan kecil)
Tabel 5.16 menunjukan distribusi frekuensi perilaku family caregiver tentang kebutuhan buang air besar dan kecil dalam merawat penderita paska stroke. Tabel menunjukan sebanyak 31 responden (39,7%) memiliki perilaku baik, 41 responden (52,6%) memiliki perilaku cukup dan 6 responden (7,7%) yang memiliki perilaku kurang. e. Gambaran perilaku family caregiver tentang kebutuhan nutrisi dalam merawat penderita paska stroke dirumah Tabel 5.17 Distribusi frekuensi perilaku (kebutuhan nutrisi) family caregiver dalam merawat penderita paska stroke dirumah tahun 2012 (n=78) Perilaku
Frekuensi
Persentase
Baik
47
60,3
Cukup
29
37,2
Kurang
2
2,6
Total
78
100
(kebutuhan nutrisi)
75
Tabel 5.17 menunjukan distribusi frekuensi perilaku family caregiver tentang kebutuhan nutrisi dalam
merawat
penderita
paska
stroke.
Tabel
menunjukan sebanyak 47 responden (60,3%) memiliki perilaku baik, 29 responden (37,2%) memiliki perilaku cukup dan 2 responden (2,6%) yang memiliki perilaku kurang. f. Gambaran perilaku family caregiver tentang latihan berbicara dalam merawat penderita paska stroke dirumah Tabel 5.18 Distribusi frekuensi perilaku (Latihan berbicara) family caregiver dalam merawat penderita paska stroke dirumah tahun 2012 (n=78) Perilaku
Frekuensi
Persentase
Baik
45
57,7
Cukup
31
39,7
Kurang
2
2,6
Total
78
100
(Latihan berbicara)
Tabel 5.18 menunjukan distribusi frekuensi perilaku family caregiver tentang latihan berbicara dalam
merawat
penderita
paska
stroke.
Tabel
menunjukan sebanyak 45 responden (57,7%) memiliki perilaku baik, 31 responden (39,7%) memiliki perilaku cukup dan 2 responden (2,6%) yang memiliki perilaku kurang.
76
g. Gambaran perilaku family caregiver tentang kepatuhan program pengobatan dalam merawat penderita paska stroke dirumah Tabel 5.19 Distribusi frekuensi perilaku (Kepatuhan program pengobatan) family caregiver dalam merawat penderita paska stroke dirumah tahun 2012 (n=78) Perilaku
Frekuensi
Persentase
Baik
45
57,7
Cukup
32
41,0
Kurang
1
1,3
Total
78
100
(Kepatuhan program pengobatan)
Tabel 5.19 menunjukan distribusi frekuensi perilaku family
caregiver
tentang
kepatuhan
program
pengobatan dalam merawat penderita paska stroke. Tabel menunjukan sebanyak 45 responden (57,7%) memiliki perilaku baik, 32 responden (41,0%) memiliki perilaku cukup dan 1 responden (1,3%) yang memiliki perilaku kurang. h. Gambaran
perilaku
family
caregiver
tentang
pengendalian emosi dalam merawat penderita paska stroke dirumah.
77
Tabel 5.20 Distribusi frekuensi perilaku (Penanganan masalah emosional) family caregiver dalam merawat penderita paska stroke dirumah tahun 2012 (N=78) Perilaku
Frekuensi
Persentase
Baik
43
55,1
Cukup
33
42,3
Kurang
2
2,6
Total
78
100
(Pengendalian emosi)
Tabel 5.20 menunjukan distribusi frekuensi perilaku family caregiver tentang penanganan masalah emosional dalam merawat penderita paska stroke. Tabel menunjukan sebanyak 43 responden (55,1%) memiliki perilaku baik, 33 responden (42,3%) memiliki perilaku cukup dan 2 responden (2,6%) yang memiliki perilaku kurang. i. Gambaran perilaku family caregiver tentang mencegah cidera dan jatuh dalam merawat penderita paska stroke dirumah. Tabel 5.21 Distribusi frekuensi perilaku (Mencegah cidera dan jatuh) family caregiver dalam merawat penderita paska stroke dirumah tahun 2012 (n=78)
78
Perilaku
Frekuensi
Persentase
Baik
40
51,3
Cukup
36
46,2
Kurang
2
2,6
Jumlah
78
100
(Mencegah cidera dan jatuh)
Tabel 5.21 menunjukan distribusi frekuensi perilaku family caregiver tentang latihan mencegah cidera dan jatuh dalam merawat penderita paska stroke. Tabel menunjukan sebanyak 40 responden (51,3%) memiliki perilaku baik, 36 responden (46,2%) memiliki perilaku cukup dan 2 responden (2,6%) yang memiliki perilaku kurang.
D. Hasil Analisa Bivariat Analisa Bivariat dimaksudkan untuk mengetahui adanya hubungan antara 2 variabel, yaitu variabel independent (pengetahuan family caregiver) dengan variabel dependent (perilaku family caregiver dalam merawat penderita paska stroke). Besarnya hubungan dalam penelitian ini dapat diketahui dari nilai. 1. Hubungan tingkat pengetahuan family caregiver dengan perilaku family caregiver dalam merawat penderita paska stroke
79
Tabel 5.22 Analisis hubungan tingkat pengetahuan family caregiver dangan perilaku family caregiver dalam merawat penderita paska stroke dirumah tahun 2012 (n=78)
Pengetahuan Spearman rho Perilaku
Tabel
5.22
diatas
Correlation Coefficient Sig. (2tailed) n Correlation Coefficient Sig. (2tailed) N
menunjukan
Pengetahuan
Perilaku
1,000
,589**
.
,000
78
78
,589**
1,000
,000
.
78
78
hasil
uji
statistic
menggunakan Sofware statistik dengan analisis spearman rank didapatkan nilai p-value = 0,000 atau kurang dari nilai α=0,05 yang berarti Ho ditolak atau ada hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan dengan perilaku family caregiver dalam merawat penderita paska stroke dirumah. Selain itu, nilai koefisien korelasi 0,589** menunjukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan dengan perilaku family caregiver dalam merawat penderita paska stroke dirumah.
80
BAB VI PEMBAHASAN
Bab ini akan membahas hasil penelitian yang dilakukan tentang tingkat pengetahuan dengan perilaku family caregiver dalam merawat penderita paska stroke. Pembahasan pada bab ini yaitu membandingkan antara hasil peneitian dengan konsep teoritis, peneltian sebelumnya, dan keterbatasan penelitian. A. Gambaran Demografi 1. Demografi family caregiver a. Usia Usia minimum family caregiver adalah 14 tahun, sedangkan usia maksimum family caregiver adalah 60 tahun, dan rata-rata usia family caregiver adalah 31 tahun. Menurut E. Hurlock (2004) usia 31 termasuk kedalam usia dewasa awal yaitu usia antara 21-40 tahun. Seseorang dikatakan dewasa bila telah memiliki kekuatan tubuh secara maksimal, siap berproduksi, dan memiliki kesiapan kognitif, afektif, dan psikomotor, serta dapat diharapkan memainkan peranannya bersama dengan individu-individu lain dalam masyarakat. Pada usia ini masing-masing individu sudah mulai mengabaikan keinginan atau hak-hak pribadi, yang menjadi kebutuhan atau kepentingan yang utama adalah
81
keluarga sehingga family caregiver lebih banyak ditemukan pada usia ini. b. Jenis kelamin Family caregiver yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 16 atau 20,5%, sedangkan family cargiver yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 62 orang atau 79,5%. Hal ini menunjukan bahwa sebagian besar family caregiver yang merawat penderita paska stroke adalah perempuan. Hal ini dapat dikarenakan oleh berbagai macam faktor, salah satunya adalah faktor norma dan budaya yang berlaku didalam masyarakat Indonesia. Di Indonesia antara laki-laki dan perempuan memiliki peran yang berbeda, berdasarkan undang-undang perkawinan no 1 tahun 1974 peran perempuan pada umumnya adalah mengurus
rumah
tangga,
seperti
memasak,
mencuci,
membersihkan rumah, melayani suami, dan merawat anggota keluarga. Sedangkan peran laki-laki adalah mencari nafkah, sehingga dalam hal ini perempuan lebih banyak berperan dalam merawat keluarganya yang sakit. c. Pendidikan Family caregiver yang memiliki pendidikan terakhir Sekolah Dasar (SD) berjumlah 3 orang atau sekitar 3,8%, family
caregiver
yang
memiliki
pendidikan
Sekolah
Menengah Pertama (SMP) berjumlah 7 orang atau sekitar 9%
82
, family caregiver yang memiliki pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) berjumlah 58 orang atau sekitar 74%, family caregiver yang memiliki pendidikan Diploma (D3) berjumlah 3 orang atau sekitar 3,8%, sedangkan family caregiver yang memiliki pendidikan Sarjana muda (S1) berjumlah 7 orang atau sekitar 9%. Hal ini menunjukan bahwa pendidikan family caregiver yang paling banyak adalah pendidikan SMA. Tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor dalam keberhasilan suatu perawatan yang baik. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin tinggi pula pengetahuannya (Notoatmodjo, 2007). d. Hubungan dengan penderita paska stroke Family caregiver yang memiliki hubungan sebagai istri penderita paska stroke sebanyak 15 orang atau sekitar19,2%, sedangkan family caregiver yang memiliki hubungan sebagai suami penderita paska stroke sebanyak 9 orang atau sekitar 11,5%, family caregiver yang memiliki hubungan sebagai anak penderita paska stroke sebanyak 50 orang atau sekitar 64,1%, dan family caregiver yang memiliki hubungan sebagai Saudara (Kakak, adik) penderita paska stroke sebanyak 4 orang atau sekitar 5,1%. Banyaknya jumlah family caregiver yang memiliki hubungkan sebagai anak dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya adalah hukum adat, norma dan
83
kepercayaan yang berlaku dimasyarat bahwa anak harus berbakti kepada orang tuanya. Selain itu, berkaitan pula dengan adanya fungsi utama keluarga dalam perawatan kesehatan yaitu untuk mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar tetap memiliki produktivitas tinggi meliputi,
mengenal
kesehatan
keluarga,
memutuskan
tindakan kesehatan yang tepat bagi keluarga, merawat keluarga yang mengalami gangguan kesehatan, memodifikasi lingkungan
keluarga
untuk
menjamin
kesehatan
dan
memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan (Suparjitno, 2004).
2. Demografi penderita paska stroke a. Usia Usia minimum penderita paska stroke adalah 45 tahun sedangkan usia maksimum adalah 72 tahun dan ratarata usia penderita paska stroke adalah 58 tahun. Menurut Yayasan Stroke Indonesia bahwa usia yang memiliki resiko tinggi terserang stroke adalah usia diatas 55 tahun, dimana sekitar 5% orang yang berada diatas usia 65 tahun pernah mengalami setidaknya satu kali stroke (Yayasan Stroke Indonesia, 2012). b. Jenis kelamin
84
Penderita paska stroke berjenis kelamin laki-laki sebanyak 17 orang atau sekitar 56,7 %, sedangkan penderita paska stroke yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 13 orang atau sekitar 43,3%. Hal ini menunjukan bahwa penderita paska stroke berjenis kelamin laki-laki lebih banyak dibandingkan penderita paska stroke berjenis kelamin perempuan. c. Lama menderita stroke Rata-rata lamanya penderita paska stroke menderita stroke adalah 16,3 bulan, lama minimum menderita stroke adalah 3 bulan dan lama maximum menderita stroke adalah 36 bulan. Lamanya penderita paska stroke menderita stroke menunjukan bahwa stroke bukanlah penyakit yang dapat sembuh dengan cepat, pemulihan setelah stroke dapat terjadi berbulan-bulan bahkan tahun-tahun dan selama itu penderita paska
stroke
membutuhkan
rehabilitasi
untuk
mengoptimalkan kembali fungsi tubuhnya. d. Lama dirawat dirumah Rata-rata lamanya penderita paska stroke dirawat dirumah adalah 15 bulan, lama minimum penderita paska stroke
dirawat
dirumah
adalah
2
bulan
dan
lama
maximumnya adalah 35 bulan. Menurut penelitian, sekitar 15% penderita stroke, yang bertahan hidup melewati mingguminggu pertama setelah stroke dirumah sakit, dan akhirnya
85
akan dipindahkan ke unit rehabilitasi dimana durasi menginap adalah sekitar 3 – 4 minggu. Namun dengan beberapa alasan seperti biaya yang mahal, jarak jauh dan waktu yang dibutuhkan, banyak pula penderita paska stroke yang langsung dirawat dirumah (Agustina, 2009). e. Tingkat ketergantungan berdasarkan barthel indeks Berdasarkan hasil skrining dengan barthel indeks diperoleh sebanyak 7 penderita paska stroke atau 23,3% memiliki ketergantungan berat, sebanyak 13 penderita paska stroke atau 43,4% memiliki ketergantungan sedang, dan sebanyak 10 penderita paska stroke atau 33,3% memiliki ketergantungan ringan. Banyaknya tingkat ketergantungan pada kategori sedang menunjukan bahwa penderita paska stroke memerlukan bantuan lebih banyak, namun sebagian kegiatan dapat dilakukan mandiri (Gallo, 1998).
B. Gambaran
Pengetahuan
family
caregiver
dalam
merawat
penderita paska stroke Notoatmodjo
(2007)
mengatakan
bahwa
pengetahuan
merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan responden dalam
86
penelitian ini adalah responden mampu mengetahui definisi, faktor resiko, dampak dan perawatan penderita paska stroke selama dirumah. Hasil Penelitian didapatkan bahwa dari 78 family caregiver terdapat 45 family caregiver (57,7%) memiliki pengetahuan dengan kategori baik,
sebanyak 30 family cargiver (38,5%) memiliki
pengetahuan dengan cukup, dan sebanyak 3 family caregiver (3,8%) memiliki pengetahuan dengan kategori kurang. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Tri Puji S mengenai Hubungan antara Pengetahuan Keluarga tentang Penyakit Stroke dengan Kesiapan keluarga menerima kembali penderita Stroke di Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum Semarang tahun 2008 bahwa sebagian besar responden 88,0 % mempunyai tingkat pengetahuan yang tinggi tentang penyakit stroke. Tingginya pengetahuan family caregiver di Desa Cinangka Kecamatan Sawangan dapat disebabkan oleh beberapa faktor, menurut Notoatmojdo (2003) dan Sukmadinata (2003) bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang, salah satunya yaitu tingkat pendidikan, dan pengalaman. Berdasarkan data demografi family caregiver bahwa sebagian besar yaitu 58 atau (74%) family caregiver memiliki tingkat pendidikan SMA dimana family caregiver sudah mengetahui lebih spesifik tentang stroke, menurut Notoatmodjo (2003) pendidikan dapat membawa wawasan atau pengetahuan sehingga family caregiver yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi memiliki pengetahuan yang lebih baik.
87
Faktor pengalaman berkaitan dengan usia family caregiver, rata-rata usia yang merawat adalah 31 tahun dimana menurut Notoatmodjo (2003) semakin bertambahnya usia maka semakin bertambah pula pengalaman yang diperolehnya. Faktor pengalaman dapat dilihat juga dari lamanya penderita paska stroke dirawat dirumah, rata-rata lamanya penderita paska stroke dirawat dirumah adalah 15 bulan dimana menurut Suhartono (2005) salah satu sumber pengetahuan adalah pengalaman indrawi, maka dengan mata, telinga, hidung, lidah, dan kulit, orang bisa menyaksikan secara langsung dan bisa pula melakukan kegiatan hidup, sehingga selama 15 bulan family caregiver telah memperoleh pengetahuan yang bersumber pada pengalaman indrawinya dan ditambah dengan pengalaman family caregiver yang diperoleh melalui praktik selama melakukan perawatan pada penderita paska stroke. Berdasarkan skor jawaban benar yang terdapat dalam kuesioner pengetahuan dengan persentase paling tinggi adalah definisi stroke tentang pengertian yaitu 87,2%, sedangkan item pengetahuan dengan skor jawaban benar paling rendah adalah latihan fisik tentang perubahan posisi yaitu 69,2%. Hal ini dapat disebabkan oleh beberpa faktor, salah satunya karena definisi menurut Notoatmodjo (2007) merupakan bagian dari tingkat pengetahuan yang paling rendah yaitu tahu. Tahu dapat diartikan sebagai mengingat materi yang telah dipelajari (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima sehingga family
88
caregiver dapat mengingat kembali mengenai definisi stroke melalui materi yang telah dipelajari sebelumnya. Selain itu, pengetahuan mengenai definisi stroke saat ini mudah dipelajari dari berbagai sumber informasi
melalui media elektronik maupun media cetak
seperti internet, majalah kesehatan, dan buku kesehatan, sehingga dapat meningkatkan pengetahuan family caregiver. Sedangkan
kurangnya
pengetahuan
family
caregiver
mengenai latihan fisik yaitu perubahan posisi dapat disebabkan karena pengetahuan ini termasuk kedalam tingkat yang lebih tinggi yaitu tingkat aplikasi, menurut Notoatmodjo (2007) aplikasi dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenarnya. Perubahan posisi merupakan pengetahuan yang diperoleh apabila penderita paska stroke mengalami kondisi imobilisasi dengan tingkat ketergantungan total atau berat karena pada ketergantungan total penderita paska stroke memerlukan bantuan secara keseluruhan sedangkan pada ketergantungan berat penderita paska stroke memerlukan bantuan secara maksimal namun masih mampu melakukan beberapa kegiatan secara mandiri. Berdasarkan data demografi yang diperoleh dari hasil pengukuran dengan Barhel indeks bahwa sebagian besar penderita paska stroke memiliki tingkat ketergantungan sedang 13 orang atau 43,4%, ringan 10 orang atau 33,3%, berat 7 orang atau 23,3% dan total tidak ada, sehingga pengetahuan family caregiver mengenai latihan fisik (perubahan posisi) kurang, selain itu Pengetahuan
89
mengenai latihan fisik ini merupakan pengetahuan yang diperoleh langsung dari petugas kesehatan sehingga membuat family caregiver dalam memperoleh informasi lebih terbatas.
C. Gambaran perilaku family caregiver dalam merawat penderita paska stroke Robet kwick (1974, dalam notoatmodjo 2007) menyatakan bahwa perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat
diamati
dan
bahkan
dipelajari.
Skiner
(1938,
dalam
Notoatmodjo, 2007) mengatakan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsang dari luar). Hasil penelitian menunjukan bahwa dari 78 family caregiver terdapat 56 family caregiver (71,8%) yang memiliki perilaku dengan kategori baik, sebanyak 21 family caregiver (26,9%) memiliki perilaku denga kategori cukup dan 1 family caregiver (1,3%) yang memiliki perilaku dengan kategori kurang dalam merawat penderita paska stroke dirumah. Hasil penelitian ini sesuai dengan dengan hasil penelitian lainnya yang dilakukan Lenni FS mengenai gambaran perilaku keluarga terhadap penderita pasca stroke dalam upaya rehabilitasi
di Rs St. Elisabeth Medan tahun 2010, dari hasil
penelitian tersebut diketahui bahwa sebagian besar responden yaitu sebesar
69,2% memiliki tingkat pengetahuan pada kategori baik.
Sebagian besar responden yaitu sebesar 92,3% memiliki tingkat sikap
90
pada kategori baik. Sebagian besar responden yaitu sebesar 76,9% memiliki tingkat tindakan pada kategori baik. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian besar perilaku family caregiver di Desa Cinangka Kecamatan Sawangan adalah baik, hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, menurut Notoatmodjo (2007) faktor yang dapat memegang peranan dalam terbentuknya perilaku adalah faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berada dalam diri individu itu sendiri berupa tingkat kecerdasan, persepsi, motivasi, emosi dan belajar. Faktor tingkat kecerdasan dapat dilihat dari rata-rata tingkat pengetahuan family caregiver yang sebagian besar memiliki kategori baik dan rata-rata tingkat pendidikan family caregiver adalah SMA. Faktor persepsi adalah pengalaman yang dihasilkan melalui indra yang diperoleh family caregiver selama merawat penderita paska stroke dirumah yang rata-ratanya adalah 15 bulan, semakin lama maka merawat penderita paska stroke maka semakin bertambah pula pengalaman dan pengetahuan family caregiver. Faktor motivasi adalah dorongan untuk bertindak untuk mencapai tujuan tertentu dimana tujuan family caregiver adalah merawat keluarganya yang sakit. Faktor belajar dapat diartikan sebagai suatu perubahan perilaku yang dihasilkan dari praktik-praktik dalam lingkungan kehidupan seperti perilaku baik yang dihasilkan selama merawat penderita paska stroke.
91
Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar, faktor ini bisa berasal dari keluarga, sosial budaya, nilai dan norma. Hubungan keluarga antara family caregiver dengan penderita paska stroke merupakan faktor yang paling kuat membentuk perilaku baik pada family caregiver, menurut David Reiss (1981) dalam Friedman (1998) bahwa keluarga memiliki struktur nilai, norma dan budaya yang mempengaruhi segala tindakan yang akan dilakukan oleh keluarga itu sendiri, sebagian besar sebanyak 50 family caregiver atau (64,1%) adalah anak, 15 family caregiver atau (19%) adalah istri, 9 family caregiver atau (11,5%) adalah suami dan 4 family caregiver atau (5,1%) adalah sanak saudara. Sedangkan skor peritem yang terdapat dalam kuesioner perilaku yang memiliki persentase paling tinggi adalah perawatan kulit dengan kategori baik sebesar 67,9% dan yang memiliki persentase paling rendah adalah kebutuhan buang air besar dan kecil yaitu 39,7%. Tingginya perilaku family caregiver dalam perawatan kulit dapat disebabkan karena perawatan kulit merupakan salah satu perawatan yang paling dasar dalam merawat penderita paska stroke, pada umumnya perawatan kulit sudah sering dilakukan, dapat dilakukan dimana saja dan pada siapa saja, selain itu perawatan kulit tidak membutuhkan tehnik khusus seperti memijat, mengelap, memberikan bedak dan menjaga kulit agar tetap kering dan bersih (Leigh, 2005).
92
Kurangnya perilaku family caregiver dalam membantu kebutuhan buang air besar dan kecil dapat disebabkan karena kebutuhan buang air besar dan kecil pada penderita paska stroke berbeda dengan kebutuhan buang air besar dan kecil pada orang normal umumnya, adanya keterbatasan seperti kelemahan dan kelumpuhan seringkali membuat penderita paska stroke membutuhkan bantuan family caregiver dalam buang air kecil dan besar, sehingga dibutuhkan kesabaran dan ketelatenan serta kecermatan untuk mengawasi adanya perubahan atau komplikasi yang mungkin terjadi. Selain itu, adanya adat istiadat dan tatakrama yang terdapat didalam masyarakat yang menganggap bahwa kebutuhan buang air besar dan kecil merupakan kebutuhan dasar yang memerlukan privacy sehingga hanya orang-orang terdekat saja yang dapat melakukannya.
D. Hubungan Tingkat pengetahuan dengan perilaku family caregiver dalam merawat penderita paska stroke Hasil pengolahan data menggunakan perhitungan korelasi Spearman rank dengan bantuan Sofware statistik menghasilkan nilai probabilitas sebesar 0,000 lebih kecil dari nilai α=0,05, maka dapat disimpulkan Ho ditolak yang berarti ada hubungan antara tingkat pengetahuan dengan perilaku family caregiver dalam merawat penderita paska stroke dirumah. Selain itu, hasil nilai koefisien korelasi didapatkan hasil 0,589** hal ini menunjukan bahwa terdapat
93
hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan perilaku family caregiver dalam merawat penderita paska stroke. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Sri Parwati (2010) mengenai “Hubungan antara tingkat pengetahuan keluarga dengan tindakan perawatan penderita paska stroke” yang menyimpulkan bahwa pengetahuan keluarga tentang perawatan penderita paska stroke berhubungan dengan tindakan perawatan penderita pasca stroke. Selain itu, hasil penelitian ini juga sesuai dengan kesimpulan hasil penelitian yang dilakukan oleh Tri (2008) mengenai Hubungan antara Pengetahuan Keluarga tentang Penyakit Stroke dengan Kesiapan keluarga menerima kembali penderita Stroke di Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum Semarang yang menunjukan bahwa pengetahuan keluarga yang tinggi tentang penyakit stroke dapat meningkatkan kesiapan keluarga dalam menerima kembali penderita stroke di rumah. Sesuai dengan teori Green (1980) dalam Notoatmodjo (2007) yang mengatakan bahwa pengetahuan merupakan salah satu faktor predisposisi
yang
mendasari
perubahan
perilaku
seseorang.
Pengetahuan responden yang baik dapat dijadikan sebagai dasar dalam pembentukan perilaku responden dalam merawat penderita paska stroke dirumah karena pengetahuan merupakan domain terendah dalam pembentukan perilaku seseorang. Perubahan perilaku terjadi karena adanya perubahan pengetahuan. Peningkatan pengetahuan disertai peningkatan kepercayaan diri dapat melahirkan perubahan
94
perilaku kearah positif berupa adanya perbaikan (Nursalam,2008). Oleh karena itu, pengetahuan family caregiver yang baik akan mempengaruhi perilaku family caregiver dalam merawat penderita paska stroke. Selain itu menurut Rodgers (1974) dalam Notoatmodjo (2007) perilaku yang didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting).
E. Keterbatasan penelitian Peneliti menyadari adanya keterbatasan dalam pelaksanaan penelitian ini, keterbatasan penelitian tersebut adalah sebagai berikut : 1. Belum ada instrumen pengumpulan data yang baku dalam penelitian ini, kecuali Barthel index yang digunakan untuk menskrining penderita paska stroke. Instrumen dalam penelitian ini disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan literatur yang didapatkan mengenai perawatan penderita paska stroke. Pada variabel perilaku peneliti menggunakan instrument berupa kuesioner dimana perilaku sebaiknya dapat dilakukan selain menggunakan kuisioner yaitu dengan observasi. 2. Selama pendataan tidak adanya sumber informasi yang jelas mengenai jumlah penderita paska stroke sehingga peneliti mendata sendiri ke rumah-rumah warga. 3. Selama proses pengumpulan data ada beberapa kendala yang dialami peneliti, ada beberapa responden disaat dilakukan
95
pengambilan data tidak memiliki banyak waktu sehingga jawaban yang diberikan cenderung sekedarnya saja. Hal ini bisa menyebabkan bias informasi.
96
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dijabarkan pada bab sebelumnya, maka kesimpulan yang dapat diambil dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Pengetahuan responden mengenai perawatan penderita paska stroke sebagian besar adalah baik. Dari 78 reponden terdapat 45 responden (57,7%) berpengetahuan baik, sebanyak 30 responden (38,5%) berpengetahuan cukup, dan sebanyak 3 responden (3,8%) berpengetahuan kurang. Pengetahuan berdasarkan jawaban benar dengan skor paling tinggi adalah mengenai definisi stroke tentang pengertian yaitu 87,2%, sedangkan item pengetahuan dengan skor paling rendah adalah latihan fisik tentang perubahan posisi yaitu 69,2%. b. Perilaku responden dalam merawat penderita paska stroke sebagian besar adalah baik. Dari 78 responden terdapat 56 reponden (71,8%) yang memiliki perilaku baik, sebanyak 21 responden (26,9%) memiliki perilaku yang cukup dan 1 responden (1,3%) yang memiliki perilaku kurang dalam merawat penderita paska stroke dirumah. Perilaku dengan skor kategori baik paling tinggi yaitu perawatan kulit dengan kategori baik sebesar 67,9% dan yang memiliki persentase kategori baik paling
97
rendah adalah kebutuhan buang air besar dan kecil dengan kategori baik 39,7%. c. Hasil uji statistik menunjukan adanya hubungan antara tingkat pengetahuan dengan perilaku family caregiver dalam merawat penderita paska stroke dengan nilai p-value = 0,000 atau kurang dari α=0,05.
B. Saran 1. Bagi pelayanan keperawatan a. Perlunya dilakukan pendataan mengenai jumlah penderita paska stroke yang dirawat dirumah. b. Petugas kesehatan perlu melakukan evaluasi dan edukasi dengan melakukan kunjungan kerumah-rumah penderita paska stroke setelah penderita paska stroke setelah keluar dari rumah sakit untuk memantau kembali kondisi penderita paska stroke. 2. Bagi pendidikan keperawatan a. Meningkatkan peran perawat khususnya perawat Komunitas dan KMB dalam promosi kesehatan ke rumah-rumah sebagai health educator pada family caregiver yang merawat penderita paska stroke dirumah. b. Menambah bahan literature atau buku-buku mengenai family caregiver diperpustakaan.
98
3. Bagi peneliti selanjutnya Hasil penelitian ini menunjukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dan perilaku family caregiver dalam merawat penderita paska stroke. Oleh karena itu penulis menyarankan perlunya dilakukan penelitian sejenis dengan meneliti variabel-variabel lain yang berhubungan dengan family caregiver maupun penderita paska stroke.
99
INFORMED CONSENT HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU FAMILY CAREGIVER DALAM MERAWAT PENDERITA PASCA STROKE DIRUMAH
Assalamualaikum.Wr.Wb Salam sejahtera
Nama : Julia Hartati NIM : 108104000030
Saya mahasiswa universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Program studi Ilmu Keperawatan sedang melakukan penelitian untuk penulisan skripsi sebagai tugas akhir untuk menyelesaikan pendidikan sebagai Sarjana Keperawatan (S.Kep). Dalam lampiran ini terdapat beberapa pertanyaan yang berhubungan dengan penelitian. Untuk itu saya harap dengan segala kerendahan hati agar kiranya bapak/ibu, saudara/i bersedia meluangkan waktunya untuk mengisi kuesioner yang telah disediakan. Kerahasiaan jawaban Bapak/ibu, saudara/I akan dijaga dan hanya diketahui oleh peneliti. Kuesioner ini saya harap diisi dengan sejujur-jujurnya sesuai dengan apa yang dipertanyakan. Sehingga hasilnya dapat memberikan gambaran yang baik untuk penelitian ini. Saya ucapkan terima kasih atas bantuan dan partisipasi Bapak/ibu, saudara/I dalam mengisi kuesioner ini. Apakah bapak/ibu,saudara/I bersedia menjadi responden ? YA/TIDAK Tertanda
(
) Responden
LEMBAR KUESIONER
Tujuan : Kuesioner ini dirancang untuk mengidentifikasi : “Hubungan tingkat pengetahuan dengan perilaku Family Caregiver dalam merawat penderita stroke dirumah” Petunjuk : 1. Berikan tanda (√) pada kotak pertanyaan yang bapak/ibu, saudara/I anggap benar. 2. Jika bapak/ibu, saudara/I salah mengisi jawaban, coret/silang jawaban tersebut dan beri tanda ceklist (√) pada jawaban yang dianggap benar. A. Identitas responden Nama/inisial
:
Tempat tanggal lahir : Usia
:
Jenis kelamin
:
Agama
:
Alamat
:
Pendidikan terakhir
:
tahun
Hubungan denganpenderita paska stroke :
B. Identitas penderita paska stroke Nama penderita paska stroke : Usia penderita paska stroke : Jenis kelamin
:
Lamanya menderita stroke
:
Lamanya dirawat dirumah
:
tahun
C. Pertanyaan kuesioner 1. Pengetahuan Family caregiver tentang perawatan penderita paska stroke No Pertanyaan 1.
Stroke adalah penyakit yang disebabkan oleh pecahnya atau tersumbatnya pembuluh darah ke otak yang menyebabkan berhentinya suplai oksigen ke otak sehingga mengakibatkan hilangnya fungsi otak.
2.
Stroke timbul secara mendadak dan berlangsung cepat.
3.
Penderita darah tinggi tidak memiliki resiko terkena stroke
4.
Orang yang merokok, kegemukan atau obesitas, memiliki penyakit kencing manis atau diabetes dan penyakit jantung beresiko terkena stroke.
5.
Stroke tidak dapat menyebabkan kecacatan atau kelumpuhan.
6.
Stroke dapat menyebabkan kesulitan berbicara, kesulitan berjalan dan gangguan emosional.
7.
Penderita paska stroke tidak memerlukan latihan fisik seperti latihan berjalan, latihan menggerakan anggota badan dan olahraga.
8.
Latihan fisik dapat membantu mencegah kekakuan sendi dan membantu melatih otot yang kaku.
9.
Bagi penderita paska stroke yang lumpuh dan tirah baring memerlukan perubahan posisi setiap 2-3 jam
10. Tekanan yang terlalu lama pada bagian kulit penderita paska stroke dapat menyebabkan kulit menjadi luka dan infeksi. 11. Kulit yang luka tidakperlu diobati dan dibiarkan saja dalam kondisi basah dan kotor 12. Penderita paska stroke perlu dijaga kebersihannya dengan mengganti pakaian dan seprei yang bersih.
Benar Salah
13. Penderita paska stroke tidak perlu dimandikan setiap hari. 14. Penderita paska stroke tidakperlu mengkonsumsi makanan yang bergizi hanya cukup dengan bubur saja. 15. Penderita paska stroke boleh mengkonsumsi makanan yang tinggi kolesterol, makanan cepat saji dan merokok. 16. Penderita paska stroke yang mengalami kesulitan berbicara tidak memerlukan latihan bibir dan lidah karena dapat sembuh dengan sendirinya. 17. Latihan lidah dan bibir dapat dilakukan dengan membentuk huruf O dan E pada bibirserta menggoyang lidah kekiri dan kekanan. 18. Penderita paska stroke tidak perlu melakukan kontrol atau berobat kerumah sakit atau dokter terdekat. 19. Obat yang diberikan oleh petugas kesehatan boleh diminum kapan saja oleh penderitta paska stroke 20. Penderita paska stroke tidak perlu berkomunikasi dan melakukan aktivitas apapun selam dirumah selain makan dan tidur. 21. Penderita paska stroke perlu diberikan semangat dan motivasi serta bersosialisasi dengan orang lain. 22. Penderita paska stroke yang tirah baring dapat menggunakan pampers sepanjang hari untuk buang air kecil dan air besar dan hanya perlu dibersihkan saat mandi saja. 23. Jumlah, warna, intensitas air seni maupun feses atau kotoran yang keluar perlu dipantau untuk mencegah adanya komplikasi atau tanda-tanda penyakit lain. 24. Penderita paska stroke yang lemah memiliki resiko tinggi jatuh dan cidera.
25. Penderita paska stroke yang jatuh atau cidera harus segera dibaawa kerumah sakit atau dokter.
2. Perilaku family caregiver dalam merawat penderita paska stroke TP : Tidak pernah, KD : Kadang-kadang, SL : Selalu No Pernyataan 1.
Keluarga membantu penderita paska stroke dalam melakukan aktifitas fisik dengan menggerakan anggota badan atau olah raga, perubahan posisi di tempat tidur, duduk dan berjalan.
2.
Keluarga menopang bagian tubuh penederita paska stroke yang lemah, misal dengan menggunakan bantal atau kasur khusus.
3.
Keluarga memberikan tanggung jawab kepada anggota keluarga lainnya untuk membantu penderita paska stroke menggerakan badan dan membantu berjalan.
4.
Keluarga membantu penderita paska stroke membersihkan diri seperti mandi, keramas, dan menggosok gigi setiap hari.
5.
Keluarga membantu dan melatih penderita paska stroke berpakaian dengan benar.
6.
Keluarga memberikan tanggung jawab kepada anggota keluarga lainnya untuk membantu penderita paska stroke dalam menyiapkan alat-alat mandi seperti sabun, handuk dan bak mandi.
7.
Keluarga membantu membersihkan tempat tidur dan mengganti seprei penderita paska strokeyang kotor dan basah untuk mencegah adanya infeksi kulit.
8.
Keluarga membantu melakukan perawatan kulit
TP
KD
SL
penderita stroke seperti memijat, mengelap, memberikan bedak, dan menjaga kulit tetap kering. 9.
Keluarga memberikan tanggung jawab kepada anggota keluarga lainnya untuk merawat kulit penderita paska stroke dan menjaganya agar tetap bersih.
10. Keluarga membantu penderita paska stroke buang air besar dan buang air kecil baik dikamar mandi/toilet maupun ditempat tidur (pispot). 11. Keluarga membantu mengganti celana atau pempers penderita paska stroke setelah buang air besar atau air kecil. 12. Keluarga membantu memantau konsistensi (kepadatan), bau, warna dan banyaknya penderita paska stroke buang air besar dan kecil. 13. Keluarga mengingatkan penderita paska stroke untuk makan tepat waktu dan menghindari makanan yang tidak boleh dimakan seperti makanan dengan kolesterol dan garam tinggi. 14. Keluarga membantu menyiapkan makanan yang bervariasi untuk penderita paska stroke. 15. Keluarga memberikan tanggung jawab kepada anggota keluarga lainnya untuk memantau pola makan dan kebutuhan giizi yang cukup seperti makanan 4 sehat 5 sempurna. 16. Keuarga membantu penderita paska stroke untuk melakukan latihan lidah dan bibir setiap hari. 17. Keluarga membantu penderita paska stroke untuk berkomunikasi dengan orang lain. 18. Keluarga memberikan tanggung jawab kepada anggota keluarga lainnya untuk melatih penderita paska stroke berbicara dengan benar.
19. Keluarga membantu penderita paska stroke untuk kontrol kerumah sakit atau dokter terdekat. 20. Keluarga membantu penderita paska stroke untuk minum obat tepat waktu. 21. Keluarga sepenuhnya mengikuti saran dokter untuk perawatan penderita stroke dirumah (seperti membeli obat yang telah diresepkan, menghindari makanan tertentu, atau kebiasaan buruk misalnya merokok). 22. Keluarga membantu penderita paska stroke untuk mengungkapkan perasaannya dan mengajaknya berdiskusi mengenai kesehatan dan kehidupan sehari-hari. 23. Keluarga memberikan semangat dan dukungan penderita paska stroke selama dirawat dirumah. 24. Keluarga membantu penderita paska stroke menyalurkan hobinya seperti membaca buku, nonton tv, dan lain-lain. 25. Keluarga membantu menopang tubuh yang lemah saat penderita paska stroke berjalan. 26. Keluarga merapihkan benda-benda dan peralatan rumah tangga yang dapat membahayakan penderita paska stroke. 27. Keluarga memberikan tanggung jawab kepada anggota keluarga lainnya untuk mengawasi penderita paska stroke dalam melakukan aktivitasnya sehingga terhindar dari cidera dan jatuh.
FRECUENCIES PENGETAHUAN DAN PERILAKU
Statistics Pengetahuan
Perilaku
Pengetahuankat
perilakukat
egorik Valid
78
78
78
78
0
0
0
0
N Missing
Pengetahuan Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Valid
12
1
1,3
1,3
1,3
13
2
2,6
2,6
3,8
15
3
3,8
3,8
7,7
16
6
7,7
7,7
15,4
17
9
11,5
11,5
26,9
18
12
15,4
15,4
42,3
19
11
14,1
14,1
56,4
20
12
15,4
15,4
71,8
21
5
6,4
6,4
78,2
22
6
7,7
7,7
85,9
23
8
10,3
10,3
96,2
24
3
3,8
3,8
100,0
78
100,0
100,0
Total
Perilaku Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Valid
43
1
1,3
1,3
1,3
57
2
2,6
2,6
3,8
58
6
7,7
7,7
11,5
59
5
6,4
6,4
17,9
60
8
10,3
10,3
28,2
61
1
1,3
1,3
29,5
62
1
1,3
1,3
30,8
64
1
1,3
1,3
32,1
65
4
5,1
5,1
37,2
66
3
3,8
3,8
41,0
67
1
1,3
1,3
42,3
68
1
1,3
1,3
43,6
69
5
6,4
6,4
50,0
70
8
10,3
10,3
60,3
72
4
5,1
5,1
65,4
73
7
9,0
9,0
74,4
74
3
3,8
3,8
78,2
75
9
11,5
11,5
89,7
76
5
6,4
6,4
96,2
77
3
3,8
3,8
100,0
78
100,0
100,0
Total
Pengetahuankategorik Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Kurang
3
3,8
3,8
3,8
Cukup
30
38,5
38,5
42,3
Baik
45
57,7
57,7
100,0
Total
78
100,0
100,0
Valid
perilakukat Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
kurang
1
1,3
1,3
1,3
cukup
21
26,9
26,9
28,2
baik
56
71,8
71,8
100,0
Total
78
100,0
100,0
Valid
Nonparametric Correlations
Correlations Pengetahuanka
perilakukat
tegorik Correlation Coefficient Pengetahuankategorik
1,000
Sig. (2-tailed) N
perilakukat
Sig. (2-tailed) N
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
**
.
,000
78
78
**
1,000
,000
.
78
78
Spearman's rho Correlation Coefficient
,589
,589