HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG STROKE DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN STROKE PADA KLIEN HIPERTENSI DI PUSKESMAS DEPOK II SLEMAN YOGYAKARTA Thomas Agus Santosa INTISARI
Latar Belakang : Stroke merupakan gangguan fungsional otak fokal maupun global akut. Stroke terjadi karena adanya gaya hidup yang tidak sehat. Stroke dapat dicegah melalui perilaku hidup yang sehat. Hal ini dapat dilakukan apabila seseorang mempunyai pengetahuan yang baik tentang stroke. Berdasarkan data rekam medis di Puskesmas Depok II terdapat 2.962 pasien hipertensi dari JanuariDesember 2010. Tujuan Penelitian : Diketahui hubungan tingkat pengetahuan tentang stroke dengan perilaku pencegahan stroke pada klien hipertensi di Puskesmas Depok II Sleman Yogyakarta. Metode Penelitian : Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional. Populasi penelitian ini adalah seluruh pesien hipertensi primer sebanyak 374 orang. Teknik sampling yang digunakan adalah consecutive sampling dengan besar sampel sebanyak 38 orang. Alat pengumpulan data menggunakan kuesioner. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Maret-Juni 2012. Analisis data penelitian menggunakan analisis Chi square. Hasil: Tingkat pengetahuan tentang stroke pada klien hipertensi di Puskesmas Deopok II Sleman Yogyakarta dalam kategori tinggi sebesar 81,6%. Perilaku pencegahan stroke pada klien hipertensi di Puskesmas Depok II Sleman Yogyakarta dalam kategori baik sebesar 92,1%. Hasil analisis diperoleh nilai χ2 sebesar 0,735 dengan p value sebesar 0,533 (p>0,05). Kesimpulan: Tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan tentang stroke dengan perilaku pencegahan stroke pada klien hipertensi di Puskesmas Depok II Sleman Yogyakarta. Kata Kunci: Pengetahuan, perilaku, pencegahan stroke
A. PENDAHULUAN Isu yang paling mutakhir di seputar kita adalah menurunnya kualitas kesehatan. Turunnya kualitas kesehatan manusia saat ini terjadi melalui proses waktu yang lama sehingga sulit dicari penyebabnya secara langsung. Semakin bertambah usia seseorang, semakin terasa adanya penyakit-penyakit seperti gemetar, kaku, sulit tidur, hipertensi dan stroke, hingga adanya disfungsi organ tubuh tertentu. Inilah yang disebut penyakit degeneratif, yakni penyakit yang mengiringi proses penuaan. Hipertensi merupakan peningkatan dari tekanan darah sistolik diatas standar.(1) Istilah hipertensi diambil dari bahasa inggris Hypertension. Kata Hypertension berasal dari bahasa latin yaitu hiper dan tension. Hyper berarti super atau luar biasa dan tension berarti tensi atau tekanan darah tinggi. disamping itu, dalam bahasa ingris digunakan istilah high blood pressure yang berti tekanan darah tinggi dengan kata lain sejumlah tenaga yang dibutuhkan untuk mengedarkan darah keseluruh tubuh(2) Pencegahan dan pengetahuan tentang hipertensi perlu dilakukan mengingat penyakit ini sering disebut sebagai “the silent disease” umumnya penderita tidak mengetahu dirinya mengidap hipertensi sebelum memeriksakan tekanan darah. Hipertensi juga dikenal sebagai heteregeneous group of disease karena dapat menyerang siapa saja dari berbagai kelompok umur dan kelompok sosial ekonomi yang dapat beresiko stroke.(3) Stroke merupakan gangguan fungsional otak fokal maupun global akut dengan tanda dan gejala sesuai bagian otak yang terkena bagian akibat gangguan aliran darah ke otak karena perdarahan atau sumbatan tampa peringatan, yang dapat disembuhkan dengan sempurna, sembuh dengan catatan, atau kematian. Faktor resiko stroke umumnya dibagi menjadi dua golongan; yaitu faktor yang tidak dapat dikontrol (umur, ras atau bangsa, jenis kelamin, riwayat keluarga dan faktor yang dapat dikontrol (Hipertensi, Diabetes Melitus atau kencing manis, Transien Ishcemi Attack (TIA), firialis artial post stroke, abnormalitas lipoprotein, fibrinogen tinggi dan perubahan haemorealogikal lain, perokok sigaret, peminumt alkohol, hiperhomocyseinemia, infeksi: virus dan bakteri, obat kontrasepsi oral, obat-obat lain, obesitas atau kegemukan, kurang aktifitas fisik, hiperkolestromia, stress fisik dam mental.(4). Pemahaman akan-akan faktor resiko stroke, dan pengendalian akan faktor resiko stroke mutlak diperlukan untuk pencegahan stroke(5) Berdasarkan data dari Medical Recod di Puskesmas Depok II Sleman Yogyakarta pada pasien hipertensi primer didapatkan 374 pada bulan Januari sampai Desember 2011. Dari fenomena diatas, maka peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian tentang Hubungan Tingkat Pengetahuan tentang Stroke Dengan Perilaku Pencegahan Stroke Pada Klien Hipertensi di Puskesmas Depok II Sleman Yogyakarta. Fakrot yang mempengaruhi pengetahuan dalam diri seseorang.(6)
1. Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin
tinggi pendidikan seeorang makin mudah orang tersebut untuk menerima informasi dengan pendidikan tinggi maka seseorang akan cenderung untuk mendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun dari media massa. Semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula pengetahuan yang didapat tentang kesehatan. Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pendidikan dimana diharapkan seseorang dengan pendidikan tinggi, maka orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya. Namun perlu ditekankan bahwa seorang yang berpendidikan rendah tidak berarti mutlak berpengetahuan rendah pula. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh di pendidikan formal, akan tetapi juga dapat diperoleh pada pendidikan non formal. Pengetahuan seseorang tentang sesuatu obyek juga mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan negatif. Kedua aspek inilah yang akhirnya akan menentukan sikap seseorang terhadap obyek tertentu. Semakin banyak aspek positif dari obyek yang diketahui, akan menumbuhkan sikap makin positif terhadap obyek tersebut. 2. Informasi atau Media Massa adalah Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun non formal dapat memberikan pengaruh jangka pendek (immediate impact) sehingga menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan. Majunya teknologi akan tersedia bermacam-macam media massa yang dapat mempengaruhi pengetahuan masyarakat tentang inovasi baru. Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, dan lain-lain mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan opini dan kepercayan orang. Dalam penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya, media massa membawa pula pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya pengetahuan terhadap hal tersebut. 3. Sosial budaya dan ekonomi adalah Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orangorang tanpa melalui penalaran apakah yang dilakukan baik atau buruk. Dengan demikian seseorang akan bertambah pengetahuannya walaupun tidak melakukan. Status ekonomi seseorang juga akan menentukan tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu, sehingga status sosial ekonomi ini akan mempengaruhi pengetahuan seseorang. 4. Lingkungan adalah Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar individu, baik lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan ke dalam individu yang berada dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi karena adanya interaksi timbal balik ataupun tidak yang akan direspon sebagai pengetahuan oleh setiap individu 5. Pengalaman adalah Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi masalalu. Pengalaman belajar dalam bekerja yang
dikembangkan memberikan pengetahuan dan keterampilan professional serta pengalaman belajar selama bekerja akan dapat mengembangkan kemampuan mengambil keputusan yang merupakan manifestasi dari keterpaduan menalar secara ilmiah dan etik yang bertolak dari masalah nyata dalam bidang kerjanya. 6. Usia adalah usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik. Pada usia madya, individu akan lebih berperan aktif dalam masyarakat dan kehidupan sosial serta lebih banyak melakukan persiapan demi suksesnya upaya menyesuaikan diri menuju usia tua, selain itu orang usia madya akan lebih banyak menggunakan banyak waktu untuk membaca. Kemampuan intelektual, pemecahan masalah, dan kemampuan verbal dilaporkan hampir tidak ada penurunan pada usia ini. Dua sikap tradisional mengenai jalannya perkembangan selama hidup : a. Semakin tua semakin bijaksana, semakin banyak informasi yang dijumpai dan semakin banyak hal yang dikerjakan sehingga menambah pengetahuannya. b. Tidak dapat mengajarkan kepandaian baru kepada orang yang sudah tua karena mengalami kemunduran baik fisik maupun mental. Dapat diperkirakan bahwa IQ akan menurun sejalan dengan bertambahnya usia, khususnya pada beberapa kemampuan yang lain seperti misalnya kosa kata dan pengetahuan umum. Beberapa teori berpendapat ternyata IQ seseorang akan menurun cukup cepat sejalan dengan bertambahnya usia. Hipertensi primer adalah hipertensi yang memiliki beberapa tekanan darah yang sama atau melebihi 140 mmHg sistole ( ≥ 140) dan atau sama atau melebihi 90 mmHg diastole ( ≥ 90) pada seseorang yang tidak sedang menggunakan Obat Anti Hipertensi Beberapa hal yang mempengaruhi peningkatan angka prevalensi sangat berhubungan dengan perilaku atau gaya hidup yang berubah dengan cepat. Hipertensi sekunder adalah Merupakan hipertensi yang disebabkan karena gangguan pembuluh darah atau organ tubuh tertentu, seperti ginjal, kelenjar adrenal, dan aorta. Penyebab hipertensi sekunder sekitar 5% – 10% berasal dari penyakit ginjal, dan sekitar 1%–2% karena kelainan hormonal atau pemakaian obat tertentu (misalnya pil KB). Penyebab lain yang jarang adalah feokromositoma, yaitu tumor pada kelenjar adrenal yang menghasilkan hormon epinefrin (adrenalin) atau norepinefrin (noradrnalin). B. METODE PENELITIAN Jenis penelitian kuantitatif jenis yang digunakan adalah metode Deskiptif analitik. Rancangan pada penelitian pada penelitian ini adalah cross sectional. cross sectional mencakup semua jenis penelitian yang pengukuran variavel-variabelnya dilakukan hanya satu kali, pada satu saat.(7) Dalam penelitian ini menggunakan rancangan Cross sectional untuk mempelajari dinamika hubungan antara pengetahuan tentang stroke dengan perilaku pencegahan tentang stroke pada klien hipertensi. Dengan cara mengumpulkan data sekaligus pada saat penelitian. Artinya subjek peneliti hanya diobservasi
pada saat itu saja dan pengukuran dilakukan terhadap variabel subjek pada saat penelitian di Puskesmas Depok II Sleman Yogyakarta. Penelitian ini akan dilakukan di Puskesmas Depok II Sleman Yogyakarta. Penelitian ini dimulai pada bulan 20 Maret sampai 20 juni 2012. Populasi dalam penilitian ini yaitu jumlah pasien dengan hipertensi primer yang berjumlah 374 orang pada tahun 2012 dengan rata-rata 2 bulan yaitu berjumlah 62 orang yang berkunjung ke Puskesmas Depok II Sleman Yogyakarta. Bila populasi besar dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu.(8)Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu populasi target terjangkau yang akan diteliti. Kriteria eksklusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan subjek yang memenuhi kriteria inklusi dari studi karena berbagai sebab : a. Kriteria inklusi : 1. Klien yang menderita hipertensi primer yang periksa kesehatan ke Puskesmas Depok II Sleman Yogyakarta. 2. Klien yang belum pernah mengalami serangan stroke 3. Bersedia menjadi responden b. Kriteria eksklusi: 1. Klien yang menderita hipertensi yang disertai konplikasi penyakit lain. 2. Sampel yang diambil menggunakan Consecutive sampling yaitu semua subjek yang datang dan memenuhi kriteria pemilihan dimasukan dalam penelitian sampai jumlah subjek yang diperlukan dipenuhi.(9)
C. HASIL PENELITIAN Jumlah pasien sebanyak 38 responden. Seluruh responden adalah pasien yang terdiagnosa hipertensi yang cek kesehatan ke Puskesmas Depok II Sleman Yogyakarta 20 maret sampai 20 juni 2012. Karakteristik responden yang diteliti meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan. Hasil analisis deskriptif karakteristik responden penelitian ini adalah sebagai berikut: Tabel 1.1, Karakteristik responden pada klien hipertensi
HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU Pembuktian hipotesis untuk mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan tentang stroke dan perilaku pencegahan stroke pada klien hipertensi di Puskesmas Depok II Sleman Yogyakarta tahun 2011 dilakukan dengan uji Chi-Square. Hasil analisis diperoleh nilai χ2 sebesar 0,735 dengan p value sebesar 0,533. Nilai χ2 tabel pada df=1 adalah sebesar 3,841. Oleh karena χ2 hitung< χ2 tabel (0,735<3,841), dan nilai p value sebesar 0,533 lebih besar dari 0,05 (p>0,05), dengan demikian hipotesis penelitian ini ditolak. Artinya
secara statistik tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan tentang stroke dengan perilaku pencegahan stroke pada klien hipertensi di Puskesmas Depok II Sleman Yogyakarta Hasil analisis diketahui nilai odd ratio sebesar 0,903 dengan nilai CI 95% sebesar 0,805-1,014. Dapat diartikan bahwa pada populasi penelitian, pengetahuan bukan menjadi faktor pembentuk perilaku pencegahan stroke.
PEMBAHASAN 1. Tingkat pengetahuan tentang stroke Hasil análisis diketahui tingkat pengetahuan tentang stroke pada klien hipertensi di Puskesmas Depok II dalam kategori tinggi sebesar 81,6%. Hasil ini menunjukkan bahwa pasien mempunyai wawasan dan pemahaman yang baik berkaitan dengan stroke. Hal ini dapat diartikan bahwa responden mampunyai kemampuan mengingat materi, menjelaskan secara benar materi tentang stroke dan dapat mengintepretasikan materi secara benar.Pengetahuan responden juga dipengaruhi oleh tingkat pendidikan. Berdasarkan hasil análisis diketahui frekuensi terbanyak adalah responden berpendidikan SD dan mempunyai pengetahuan baik sebesar 68,4%. Semakin tinggi pengetahuan seseorang maka akan semakin luas wawasan yang dimilikinya. Walau demikian, tingkat pendidikan yang rendah tidak berarti pengetahuannya selalu rendah karena pengetahuan tentang kesehatan tidak hanya diperoleh dari pendidikan formal. Hal ini sesuai dengan.(8) yang menyebutkan peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh dari pendidikan dari pendidikan formal tetapi dapat juga diperoleh dari pendidikan non formal. Responden dengan pendidikan SD
tetapi mempunyai pengetahuan baik menunjukkan bahwa responden telah mendapatkan informasi dari berbagai sumber sehingga terbentuk pengetahuan yang baik. 2. Perilaku pencegahan tentang stroke Berdasarkan pendidikan responden diketahui sebanyak 12 orang (31,6%) responden berpendidikan SMP dan SMA. Pendidikan formal yang pernah dijalani responden akan membentuk pola pikir dan akan meningkatkan kesadaran responden akan kesehatan. Secara teori disebutkan semaki tinggi tingkat pendidikan seseorang maka akan semakin meningkat kesadaran akan kesehatan dan pemanfaatan fasilitas kesehatan.(8) Walau demikian terbentuknya perilaku pencegahan stroke dipengaruhi juga oleh adanya faktor pendukung seperti ketersediaan fasilitas serta dukungan dari orang terdekat terutama keluarga. Perilaku responden merupakan bentuk kegiatan-kegiatan yang dapat dilihat secara langsung. Faktor yang berperan dalam memunculkan perilaku di bidang kesehatan yang berupa pencegahan penyakit adalah kepercayaan, sikap mental, sarana dan faktor pencetus.(8) Perilaku individu ditentukan oleh motif dan kepercayaannya tanpa mempedulikan apakah motif dan kepercayaan tersebut sesuai atau tidak dengan realitas dan pandangan orang lain. 3. Hubungan pengetahuan dengan perilaku Hasil análisis dapat penelitian ini menunjukkan secara statistik tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan tentang stroke dengan perilaku pencegahan stroke pada klien hipertensi di Puskesmas Depok II Sleman Yogyakarta. Dilihat dari hasil analisis Chi-Square diperoleh nilai χ2 sebesar 0,735 dengan p value sebesar 0,533 (p>0,05). Dapat diartikan bahwa perilaku pencegahan stroke yang dilakukan oleh klien hipertensi tidak dipengaruhi oleh pengetahuan yang dimiliki. Nilai OR sebesar 0,903 dapat diartikan bahwa pada populasi penelitian ini, pengetahuan bukan merupakan faktor pembentuk perilaku. Hasil penelitian ini relatif berbeda dengan hasil penelitian(9) dengan hasil penelitian ada hubungan tingkat pengetahuan tentang stroke dan perilaku pencegahan stroke pada klien hipertensi yang tidak rutin cek kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Sedayu I dengan nilai p value sebesar 0,038 (p<0,05). Penelitian juga tidak sama dengan hasil penelitian(9) dengan hasil ada hubungan pengetahuan pasien penderita hipertensi dengan upaya pencegahan kejadian stroke di RSUP Haji Ahmad Malik Medan dengan nilai p value sebesar 0,021 (p<0,05). Perbedaan hasil penelitian dapat dijelaskan tingkat pengetahuan yang baik, belum tentu pasti terwujud dalam suatu tindakan yang nyata. Dalam mewujudkan pengetahuan menjadi perilaku nyata, dipengaruhi faktor lain seperti faktor pendukung diantaranya ketersediaan sarana, fasilitas dan kemampuan untuk memenuhi segala kebutuhan dalam perilaku pencegahan. Selain itu dibutuhkan juga adanya dukungan dari keluarga. Hasil penelitian diketahui masih terdapat responden yang berpengetahuan tinggi tetapi mempunyai perilaku yang buruk sebesar (7,9%), sedangkan responden yang berpengetahuan rendah seluruhnya mempunyai perilaku yang baik
sebesar (18,4%). Hasil tersebut terlihat bahwa seluruh responden yang memiliki pengetahuan rendah mempunyai perilaku yang baik sedangkan responden yang berpengetahuan tinggi masih ada yang perilakunya buruk. Hal tersebut dapat diartikan bahwa terbentuknya perilaku pada populasi penelitian ini, tidak hanya dipengaruhi oleh faktor pengetahuan tetapi dipengaruhi juga oleh faktor yang lain seperti dukungan keluarga, petugas kesehatan, dan ketersediaan sarana. Hal tersebut dapat dijelaskan, bahwa pengetahuan yang dimiliki oleh responden masih dalam tingkatan tahu dan belum diaplikasikan dalam perilaku yang nyata sehingga belum mampu mempengaruhi perilaku pencegahan hipertensi
KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka kesimpulan penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Tingkat pengetahuan tentang stroke pada klien hipertensi di Puskesmas Depok II Sleman Yogyakarta dalam kategori tinggi sebesar 81,6%. 2. pencegahan stroke pada klien hipertensi di Puskesmas Depok II Sleman Yogyakarta dalam kategori baik sebesar 92,1%. 3. Tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan tentang stroke dengan perilaku pencegahan stroke pada klien hipertensi di Puskesmas Depok II Sleman Yogyakarta (p 0,533).
DAFTAR PUSTAKA 1. Yasmin, 1993. Penatalaksanaan hipertensi ringan menurut Rekomendasi WHO lish. 1993. Medica XXII 2. Bangun , AP.(2006)Terapi jus dan ramuan tradisional Untuk Hipertensi, Argo Media pustaka,Jakarta 3. Astawan, M 2008.cegah hipertensi dengan pola makan .jakarta, Bhuana Ilmu Populer. 4. Junaidi, I, (2006) Pengenalan, pencegahan, Pengobatan,Rehabilita stroke,serta tanya – jawab tentang Stroke ,jakarta .Buana Ilmu Populer 5. Stroke Canter. (2007). “ The Internet Canter’’ Washington University scoll Of Medicine. Diakkses 2007, dari http;//www.strokecenter.org 6. Pardosi, (2006). Hubungan pengetahuan pasien penderita hipertensi dengan upaya mencegah kejadian stroke di RSUP Haji Ahmad Malik Medan 7. Sastroasmoro dan Ismael. (2008). Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada 8. Notoatmodjo,Soekidjo.(2007 Promosi Kesehatan & Ilmu Prilaku.Jakarta : Rineka cipta. 9. Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&B. Bandung