“HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN BEBAN CAREGIVER DENGAN PERILAKUCAREGIVER DALAM MERAWAT PASIEN RELAPS SKIZOFRENIA DIPOLIKLINIK PSIKIATRI RUMAH SAKIT Dr. H. MARZOEKI MAHDI,BOGOR 2014”
“THE CORRELATION BETWEEN LEVEL OF KNOWLEDGE AND CAREGIVER'S BURDEN WITH CAREGIVER'S ATTITUDE IN CARING FOR PATIENT RELAPSE SCHIZOPHRENIA AT PSYCHIATRIC POLYCLINIC OF DR. H MARZOEKI MAHDI HOSPITAL,BOGOR 2014”
OLEH: NOVIA BRIGITA SARI METKONO1 JESIKA PASARIBU2 WILHELMUS HARY SUSILO3
ARTIKEL ILMIAH
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN-A STIK SINT CAROLUS, JAKARTA APRIL, TAHUN 2014 1 Mahasiswa
STIK Sint Carolus Tetap STIK Sint Carolus 3 Dosen Tidak Tetap STIK Sint Carolus 2 Dosen
1
2
ABSTRAK Data statistik direktorat kesehatan jiwa 2003 menyatakan bahwa gangguan jiwa berat dan terbesar adalah skizofrenia yaitu 70%. Merawat anggota keluarga dengan skizofrenia menimbulkan beban bagi caregiver. Beban yang termaksud adalahberupa beban objektif dan subjetif. Beban yang dimiliki caregiver dapat menurunkan kemampuan caregiver dalam merawat. Kondisi pasien yang relaps akan mempertinggi beban yang dirasakan. Ketidakmampuan caregiverdalam merawat dapat menimbulkan perilaku yang buruk. Hal ini disebabkan oleh pengetahuan caregiveryang kurang. Penelitian ini dilakukan guna mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang hubungan tingkat pengetahuan dan beban caregiver dengan perilaku caregiver dalam merawat pasien relapsskizofrenia. Hubungan ini ditelusuri melalui gambaran karakteristik caregiver (umur, jenis kelamin, hubungan kekerabatan, tingkat pendidikan, pekerjaan, pembiayaan pasien) dan karakteristik pasien (lama pasien sakit, pernah dirawat atau tidak di RS).Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan rancangan deskriptif korelatif. Jumlah populasi 111 orang caregiver. Analisis data yang digunakan adalah analisis univariat statistik deskriptif, dan analisa bivariat dengan mempergunakan uji Kendall’s tau-b dan Chi-Square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas caregiver berpengetahuan sedang sebesar 79,3% dan memiliki beban ringan sebesar 49,5%. Tidak terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan dengan perilaku (p=0,786), hubungan kekerabatan dengan perilaku (p=0,482), tingkat pendidikan dengan perilaku (p=0,142), pekerjaan dengan perilaku (p=0,472), jenis kelamin dengan perilaku (p=0,310), lama pasien sakit dengan perilaku (p=0,391), pernah dirawat atau tidak di RS dengan perilaku (p=0,272) dan terdapat hubungan antara beban dengan perilaku (p=0,042), umur dengan perilaku (p=0,012), pembiayaan dengan perilaku (p=0,031).Diharapkan pelayanan kesehatan jiwa dapat menyediakan layanan yang memudahkan pasien yang menggunakan jaminan kesehatan karena sesuai hasil penelitian ini beban caregiver berkurang akibat tersedianya jaminan kesehatan. Kata kunci: Relaps Skizofrenia, caregiver, tingkat pengetahuan, beban, perilaku ABSTRACT Schizophrenia is a mental disorder. There are 70 % who severed a Schizophrenia, Directorate of statistic data reported in 2003. Caregivers have burdens in caring their family members with Schizophrenia. These are consist of a subjective burdens and objective burdens. It can decrease the caregiver’s desires in caring for. When the Schizophrenia sufferer relapse, it increases caregiver’s burden. In the other hand, an inability of caregiver cause a bad attitude for his own.Bad attitude is the one of lack of caregiver’s knowledge. The aim of this research is to gain a deep understanding about the correlation between a level of caregiver's knowledge and caregiver’s burden in caring the relapseschizophrenia sufferer. This understanding according to caregiver's characteristic overview (age, gender, kinship, education level, occupation, patient's financing) and the characteristic of the patient (how much time the patient suffer for their deseases and attitude, has the patient ever been taken care at the hospital or not) in order to detect the caregiver’s attitude.This resarch takes a quantitative research method with descriptive correlative program. There are 111 caregivers. Analysis univarite data takes a descriptive statistic and Kendall's tau-test and Chi-Square as bivariate analysis.This research shows that: caregivers who were in middle level of their knowledgeis about 79,3%. They have a little burden in caring which showed by minimum percentage, about 49,5%. There are no correlation between: level of knowledge and attitude (p=0,786), kinship and attitue (p=0,482), education level and attitude (p=0,142), occupation 3
and attitude (p=0,472), gender and behavior (p=0,310), how much time the patient suffer for their deseases and attitude (p=0,391), have an intensive careness from hospital or not and attitude (p=0,272) and there are correlation between the burden and attitude (p=0,042), age and attitude (p=0,012), the financing and attitude (p=0,031). Mental health services expected to provide a service which allows patients to use health insurance because according to the results this research reduced caregiver burden due to the availability of health insurance. Keywords: RelapseSchizophrenia, caregiver, level of knowledge, burden, attitude
PENDAHULUAN Latar Belakang Setiap tahun terdapat lebih dari satu juta orang mengalami gangguan jiwa diseluruh dunia (WHO, 2007). Sedangkan di Indonesia sebanyak 1,7 per mil penduduk mengalami gangguan jiwa berat, 14,3% pasien pernah dipasung, dan untuk gangguan mental emosional (cemas dan depresi) sebesar 6,0% dengan prevalensi tertinggi di Provinsi Jawa Barat (Rikesdas, 2013). Tingginya angka gangguan jiwa ini menunjukan bahwa gangguan jiwa sudah menjadi masalah kesehatan nasional dan internasional yang memerlukan perhatian khusus dari pemerintah dan masyarakat. Jumlah kunjungan ke Poliklinik Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi dalam setahun pada tahun 2011 mencapai 21539 kunjungan dan meningkat pada tahun 2012 mencapai 22067 kunjungan (Laporan Akuntabilitas Kinerja Tahun 2011 dan 2012). Sementara itu, jumlah penderita skizofrenia yang dirawat jalan di Poliklinik Psikiatri Rumah Sakit jiwa Dr. H. Marzoeki Mahdi pada tahun 2010 sebesar 1217 pasien dan tahun 2011 sebesar 15770 pasien (Suryaningrum & Wardani, 2003). Data tersebut menunjukan bahwa setiap tahun penderita ganguuan jiwa khususnya skizofrenia meningkat. Skizofrenia adalah suatu penyakit yang mempengaruhi otak dan menyebabkan timbulnya pikiran, persepsi dan perilaku yang aneh (Videbeck, 2008). Hawari (2006) mengemukakan bahwa penderita skizofrenia tidak mampu menilai realitas (Reality Testing Ability/RTA) dengan baik dan pemahaman diri penderitanya (self insight) buruk, yang ditandai oleh delusi/waham, halusinasi, kekacauan alam pikir, gundah, gelisah, curiga, alam perasaan tumpul dan menarik diri. Penyakit ini disebabkan oleh faktor biologis, psikologis, dan sosial budaya (Videbeck, 2008). Hal ini menyebabkan skizofrenia dikategorikan sebagai gangguan jiwa berat. Data statistik direktorat kesehatan jiwa menyatakan bahwa gangguan jiwa terbesar adalah skizofrenia yaitu 70% (Dep. Kes, 2003). Sepertiga penderita skizofrenia 4
memerlukan perawatan di rumah sakit jiwa tetapi tempat yang tersedia kurang dari 20.000 (Jusuf, 2006). Akibatnya, tugas merawat jatuh kepada caregiver dirumah. Caregiver pasien skizofrenia dapat berasal dari keluarga, teman, tetangga, dan tenaga profesional (http://caregiver.org). Seorang caregiver memiliki tugas untuk memberikan perawatan ketika pasien tidak dapat memenuhi kebutuhannya sendiri (Stuart, 2009). Pasien skizofrenia akan sulit memenuhi kebutuhannya sendiri akibat tanda dan gejala yang muncul oleh karena itu, caregiver sangat berperan penting bagi pasien. Merawat pasien skizofrenia tidaklah mudah sehingga sering menimbulkan beban bagi keluarga, khususnya caregiver utama. Beban yang timbul berupa beban objektif dan beban subjektif. Beban objektif yaitu beban biaya finansial yang dikeluarkan untuk merawat pasien, hambatan aktivitas caregiver untuk bekerja, gangguan dalam kehidupan berkeluarga, isolasi sosial, pengucilan atau diskriminasi dan menurunnya kesehatan. Beban subjektif (stres emosional) yaitu perasaan cemas, sedih, frustasi, dan kekhawatiran akan
masa
depan
pasien,
perasaan
kehilangan,
dan
perasaan
bersalah
(http://caregiver.org). Beban yang muncul tersebut akan dengan mudah memicu ekspresi emosional yang tinggi pada caregiver. Beban yang disebabkan oleh penderita skizofrenia juga dirasakan oleh negara. Beban akibat masalah kesehatan jiwa dan psikososial menyebabkan sumber daya manusia yang masih produktif tidak terpakai dengan optimal. Dissability Adjusted Life Years (DALYs) dari World Bank tahun 2005 menyatakan beban akibat gangguan jiwa mencapai 22%. Angka ini lebih besar dari pada beban yang disebabkan oleh penyakit jantung dan pembuluh darah (21%), kanker (11%), dan paru (8%). Data World Bank tersebut menunjukan bahwa beban akibat skizofrenia telah menjadi beban dunia. Beban yang dirasakan akan mempengaruhi caregiver dalam merawat anggota keluarga yang sakit. Jika caregiver terbebani, risiko coping skill maladaptif dalam merawat penderita skizofrenia lebih tinggi dan perilaku buruk yang muncul akan lebih tinggi. Hal tersebut dapat diperberat dengan kondisi pasien saat relaps yang menunjukan tanda-tanda seperti: sulit tidur, mimpi buruk, bicara sendiri, senyum sendiri, marahmarah, sulit makan, menyendiri, murung, dan bicara kacau (Kaplan & Sadock, 2007). Cara yang tepat mengatasi beban yang dirasakan adalah caregiver perlu memiliki coping skill adaptif. Coping skill yang adaptif dapat dicapai jika caregiver memiliki pengetahuan dan informasi yang cukup karena hal tersebut
akan mempengaruhi
caregiver dalam merawat dan menentukan reaksi emosional yang timbul. Penelitian Riza, Jumaini & Ameliawati (2012) mengenai hubungan tingkat pengetahuan keluarga 5
tentang perawatan halusinasi dengan perilaku keluarga dalam merawat pasien halusinasi menunjukan bahwa seseorang dengan pengetahuan yang tinggi akan melakukan perilaku yang baik dan seseorang dengan pengetahuan rendah akan melakukan perilaku yang buruk pula. Artinya, caregiver harus mengetahui cara yang tepat dalam merawat pasien termasuk saat relaps agar perilaku yang muncul saat merawat baik.Uraian di atas menjelaskan caregiver sangat berperan dalam merawat pasien skizofrenia terlebih saat relaps. Oleh karena itu, peneliti sangat tertarik untuk melihat hubungan antara tingkat pengetahuan, beban dan perilaku caregiver yang dimunculkan saat pasien relaps.
Tujuan Penelitian a. Tujuan umum Mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang hubungan tingkat pengetahuan dan beban caregiver dengan perilaku caregiver dalam merawat pasien relaps skizofrenia. b. Tujuan khusus Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk mengetahui : 1) Gambaran pengetahuan caregiver tentang skizofrenia. 2) Gambaran beban caregiver dalam merawat pasien skizofrenia. 3) Gambaran perilaku caregiver dalam merawat pasien dengan relaps skizofrenia. 4) Hubungan antara tingkat pengetahuan dengan perilaku ceregiver dalam merawat pasien relaps skizofrenia. 5) Hubungan beban caregiver dengan perilaku caregiver dalam merawat pasien skizofrenia. 6) Hubungan antara umur dengan perilaku caregiver dalam merawat pasien relaps skizofrenia. 7) Hubungan antara jenis kelamin dengan perilaku caregiver dalam merawat pasien relaps skizofrenia. 8) Hubungan antara hubungan kekerabaan dengan perilaku caregiver dalam merawat pasien relaps skizofrenia. 9) Hubungan antara tingkat pendidikan dengan perilaku caregiver dalam merawat pasien relaps skizofrenia. 10) Hubungan antara pekerjaan dengan perilaku ceregiver dalam merawat pasien relaps skizofrenia. 11) Hubungan antara pembiayaan pasien dengan perilaku caregiver dalam merawat pasen relaps skizofrenia. 6
12) Hubungan antara lama pasien sakit dengan perilaku caregiver dalam merawat pasien relaps skizofrenia. 13) Hubungan antara pernah dirawat atau tidak di rumah sakit dengan perilaku caregiver dalam merawat pasien relaps skizofrenia.
METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif dengan rancangan deskriptif korelatif. Penelitian dilakukan pada tanggal 10-21 Februari 2014 di Poliklinik Psikiatri RS. Dr. H. Marzoeki Mahdi, Bogor. Data diperoleh dari kuesioner yang dibagi menjadi kuesioner A (Data demografi caregiver dan demogrofi pasien), kuesioner B (Pengetahuan), kuesioner C (Beban caregiver), dan kuesioner D (Perilaku). Populasi dalam penelitian ini adalah caregiver pasien skizofrenia. Besar sampel dihitung menggunakan Gpowerdengan uji t-tes correlation point biserial model sebanyak 111 sampel dengan kriteria inklusicaregiver:usia min 20 tahun dan mak 65 tahun, merawat pasien skizofrenia, tinggal serumah dengan pasien skizofrenia dan kriteria ekslusi:caregiver pasien skizofrenia yang menolak menjadi responden serta menyandang gangguan jiwa. Sebelum penelitian dilaksanakan, peneliti akan melakukan uji validitas dan reliabilitas kuesionerpada 30 orang responden yang memiliki kriteria inklusi di Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan, Jakarta. Nilai Crombach alpha dari uji validitas dan realibilitas diketahui sebesar 0,758 (>0,6) yang berarti kuesioner dapat digunakan. Terdapat 60 kuesioner yang diujikan dan yang memenuhi nilai valid ialah 11 pernyataan pada kuesioner B (Pengetahuan), 20 pertanyaan pada kuesioner C (Beban) dengan 8 perbaikan yaitu pertanyaan: 3,5,9,10,11,13,15,16, sehingga digunakan 20 pertanyaan dengan alasan bahwa kuesioner didapat dari data WHO yaitu Burden Assesment Schedule (BAS) yang validitasnya sudah baiknilai crombachalpha pada 20 item kuesioner adalah 0,886 (Djadmiko, 2005). Analisa data menggunakan SPSS 21, tediri dari analisa univariat statistik deskriptif dan bivariat menggunakan uji Kendall’s Tau-b dan Chi-Square. Uji ini menggunakan α= 5% dan dibandingkan dengan probabibilitas (p). jika p>0,05 maka Ho diterima. Etika pengambilan data pada penelitian ini menggunakan prinsip informed consent, prinsip menghargai martabat manusia, prinsip keadilan dan prisip anonymity, benefit& Confidentiali. HASIL PENELITIAN Tabel 1 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan, Beban, Karakteristik Caregiver,
7
Karakteristik Pasien, dan Perilaku Caregiver Dalam Merawat Pasien Relaps Skizofrenia di Poliklinik RS Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor, Tahun 2013 (n=111) Variabel Ya Tidak
Tingkat pengetahuan Sedang Tinggi Beban caregiver Sedang Ringan Tidak ada beban Perilakucaregiver Baik Buruk Karakteristik Caregiver Umur 20-40 tahun 41-65 tahun Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Hubungan kekerabatan Ayah Ibu Kakak Adik Suami/istri Lainnya (petugas panti: 5 org, tante: 2 org, dan anak: 7 org) Tingkat pendidikan Dasar-Menengah Tinggi Pekerjaan Pembiayaan pasien Biaya sendiri Jaminan Kesehatan Karakteristik Pasien Lama pasien sakit < 2th 2-4th ≥5th Pernah atau tidak dirawat di RS
n
%
N
%
23 88
20,7 79,3
-
-
10 55 46
9,0 49,5 41,4
-
-
105 6
94,6 5,4
-
-
34 77
30,6 69,4
-
-
40 71
36,0 64,0
-
-
15 42 21 8 11 14
13,5 37,8 18,9 7,2 9,9 12,6
-
-
108 3 33
97,3 2,7 29,7
78
70,3
47 64
42,3 57,7
-
-
12 38 61 69
10,8 34,2 55,0 62,2
42
37,8
(Sumber : Data primer yang sudah diolah)
Hasil penelitian dilihat dari tabel 1. menunjukan bahwa dari 111 responden yang memiliki tingkat pengetahuan tinggi sebesar 20,7% dan sedang sebesar 79,3% sehingga 8
menyebabkan sebagian besar caregivermemiliki beban ringan sebesar 49,5% dan berperilaku baik dalam merawat sebesar 94,6%.Hasil yang menarik dalam penelitian ini adalah terdapat 41,4% caregiver yang tidak memiliki beban. Pada saat penelitian berlangsung sebagian besar caregiver mengaku pasrah dan menyerahkan beban yang dirasakan ke Tuhan karena penyakit yang dialami pasien tidak sembuh-sembuh dan relaps. Sesuai dengan konsep Potter & Perry (2005) yang menjelaskan bahwa spiritualitas secara signifikan membantu caregiver beradaptasi terhadap perubahan yang diakibatkan oleh penyakit kronis maka dapat dismpulkan bahwa tidak adanya beban yang dirasakan caregiver disebabkan oleh caregiver memiliki nilai spiritual dan berpasrah. Mayoritas caregiverpasien skizofrenia adalah perempuan sebesar 64,0% dengan umur 41-65 tahun sebesar 69,4%. Umur 41-65 tahun menunjukan kematangan seseorang dalam berfikir dan akan lebih banyak mengambil ahli dalam merawat. Laki-laki dan perempuan memiliki nilai yang berbeda. Budaya di Indonesia, laki-laki menjadi tulang punggung keluarga yang menyebabkan laki-laki banyak yang bekerja dan perempuan mengurus keluarga dirumah termasuk menjadi caregiver utama dalam merawat pasien. Hal tersebut menyababkan sebesar 70,3%caregivertidak bekerja.Perempuan dalam perannya seorang ibu lebih memiliki perasaan dan naluri lebih peka. Seorang ibu yang selama 9 bulan mengandung memiliki kedekatan emosional yang lebih dibandingkan keluarga lain sehingga lebih bersedia merawat dalam penelitian didapatkan sebesar 37,8% caregiver adalah seorang ibu. Data poliklinik psikiatri menyebutkan sebagian besar pasien menggunakan JAMKESMAS
sebesar
57,7%.
Peneliti
berasumsi
akibat
dari
latar
belakang
pendidikancaregiverdasar-menengah sebesar 97,3% mangacu pada Survey Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) di kota Bogor 2010, terdapat 15,9% penduduk yang tidak sekolah, 29,89% tamat SD, 17,27% tamat SMP, 28,30% tamat SMA dan 8,64% tamat perguruan tinggi yang berbanding lurus dengan pendapatan menyebabkan sebagian besar menggunakan jaminan kesehatan untuk memperoleh pengobatan bagi keluarganya karena program pengobatan pasien tidak bisa putus dan harus dipertahankan agar pasien tidak relaps. Relaps terjadi 50% pada tahun pertama, 70% pada tahun kedua, dan seterusnya 100% ditahun kelima (Sullinger 1988 dalam Naris & Muhith, 2011).Pasien skizofrenia yang tidak ditanggani dengan benar akan menyebabkan lama sakit semakin panjang akibat relaps.Hasil penelitian menunjukan sebesar 55,0% pasien yang menderita skizofrenia selama >5 tahun.Pasien yang dibawa berobat biasanya karena kondisi pasien sudah parah.Pasien akan merontah-rontah bahkan cenderung mengamuk. Dampak dari kondisi pasien yang parah 9
menyebabkan pasien harus dirawat agar mendapat pengobatan, terapi psikologis, dan terapi modalitas (Videbeck, 2008). Pengobatan, terapi psikologis, dan terapi yang diberikan akan membantu pasien untuk dapat kembali ke lingkungan sosialnya. Hal tersebut yang menyababkan sebesar 62,2% pernah dirawat di Rumah Sakit. Tabel 2 Hubungan antara Pengetahuan caregiver dengan Perilaku Caregiver dalam Merawat Pasien Relaps Skizofrenia Di Poliklinik Psikiatri Dr.H. Marzoeki Mahdi, Bogor 2014 (n=111) No.
Tingkat pengetahuan caregiver dalam merawat pasien relaps skizofrenia
1 2
Sedang Tinggi Total
Perilaku caregiver dalam merawat pasien relaps skizofrenia Baik Buruk n % n % 22 21,0 1 16,7 83 79,0 5 83,5 105 100 6 100
Nilai P
0,786
(Sumber : Data primer yang sudah diolah)
Hasil analisa hubungan antara pengetahuan dengan perilaku caregiver dalam merawat pasien relaps skizofrenia diketahui bahwa dari 111 responden sebanyak 83 atau sebesar 79,0% responden yang memiliki tingkat pengetahuan tinggi memiliki perilaku yang baik dalammerawat pasien relaps skizofrenia dan 5 responden atau sebesar 83,5% yang memiliki tingkat pengetahun tinggi memiliki perilaku yang buruk dalam merawat pasien relaps skizofrenia. Bloom(1956) dalam Potter dan Perry (2006) mengkategorikan pengetahuan menjadi 3 domain, yaitu pengetahuan kognitif, afektif, dan psikomotor. Pengambilan keputusan dan pemanfaatan fasilitas kesehatan sudah menunjukan pengetahuan caregiveryang cukup baik dalam merawat pasien skizofrenia. Pengetahuan tersebut disesuaikan dengan lima tugas keluarga sebagai caregiver yang dikemukakan oleh Bailon dan Maglaya (1978) dalam Effendi (2007) yaitu masalah kesehatan, mengambil keputusan, merawat anggota keluarga, memodifikasi lingkungan, dan memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada. Pengetahuan caregiverdalam penelitian ini telah sampai pada tahap psikomotor yaitu mengambil keputusan, merawat pasien skizofrenia, memodifikasi lingkungan, dan memanfaatkan fasilitas kesehatan berupa jaminan kesehatan yang disediakan pemerintah. Saat pasien relaps,caregiverakanmenentukan sikap terhadap pasien skizofrenia. Pengetahuan tentang cara merawat yang dimiliki caregiver akan membentuk sikap yang baik dan utuh berdasarkan tingkatan: menerima perilaku aneh dari pasien skizofrenia, 10
menanggapi, menghargai (memberikan nilai positif terhadap pasien), bertanggung jawab terhadap hal yang diyakini caregiver akan pasien dan dapat dipengaruhi oleh adopsi perilaku yang merupakan suatu tindakan berkualitas. Ditambah dengan adanya pengalaman yang kemudian dipresepsikan, diyakini akan mempermudah caregiveruntuk berperilaku baik (Notoatmodjo, 2002). Pernyataan ini didukung oleh penelitian Riza, Jumaini & Ameliawati (2012) tentang hubungan tingkat pengetahuan keluarga tentang perawatan halusinasi dengan perilaku keluarga dalam merawat pasien halusinasi yang mengatakan bahwa seseorang dengan pengetahuan yang tinggi akan melakukan perilaku yang baik dan seseorang dengan pengetahuan rendah akan melakukan perilaku yang buruk pula. Namun perilaku baikyang ditimbulkan caregiver dalam merawat tidak hanya dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan yang tinggi terbukti bahwa dari hasil penelitian yang di uji dengan Kendall’s Tau-b diperoleh nilai p sebesar 0,786 (p> 0,05) atau p lebih besar dari nilai alpha yaitu 0,05 yang berarti tidak terdapat hubungan bermakna atau signifikan antara tingkat pengetahuan caregiver dengan perilaku caregiver dalam merawat pasien relaps skizofrenia. Tidak menutup kemungkinan jika dengan tingkat pengetahuan baik akan timbul perilaku yang buruk. Setiap manusia memiliki tingkat kesabaran yang berbeda dan copingskill yang berbeda dalam menghadapi stressor yang muncul. Pasien skizofrenia cenderung berperilaku aneh yang dapat menyebabkan caregiver yang memiliki pengetahuan yang tinggi akan cara merawat marah atau mengeluarkan ekspresi emosional tinggi yang mendukung sebuah perilaku menjadi buruk. Sesuai hasil penelitian dari terdapat 5 caregiveratau 83,5%yang berperilaku buruk saat pasien relaps. Peneliti berasumsi bahwa secara kognitif pengetahuan caregiver tinggi, namun secara psikomotor belum tentu dapat dilakukan atau diaplikasikan secara baik.
Tabel 3
11
Distribusi Beban Caregiver dengan Perilaku Caregiver Dalam Merawat Pasien Relaps Skizofrenia Di Poliklinik Psikiatri Dr. H. Marzoeki Mahdi, Bogor 2014 (n=111) No.
Beban caregiver dalam merawat pasien relaps skizofrenia
1 2 3 4
Berat 50-60 Sedang 40-49 Ringan 30-39 Tidak memiliki beban 2029 Total
Perilaku caregiver dalam merawat pasien relaps skizofrenia Baik Buruk n % n % 0 0,0 0 0,0 10 9,5 0 0,0 54 51,4 1 16,7 41 39,0 5 83,3 105 100 6 100
Nilai P
0,042
(Sumber : Data primer yang sudah diolah)
Hasil analisa hubungan antara beban dengan perilaku caregiver dalam merawat pasien relaps skizofrenia diketahui bahwa dari 111 responden 54 responden atau sebesar 51,4 % memiliki beban ringan berperilaku baik. Hasil penelitian yang di uji dengan Kendall’s Tau-b diperoleh nilai p sebesar 0,042 (p> 0,05) atau p lebih kecil dari nilai alpha yaitu 0,05 yang berarti terdapat hubungan bermakna atau signifikan antara tingkat beban caregiver denganperilaku caregiver dalam merawat pasien relaps skizofrenia. Penelitian ini didukung oleh penelitian Suryaningrum dan Wardani (2012) tentang hubungan antara beban keluarga dengan kemampuan keluarga merawat pasien perilaku kekerasan di Poliklinik Rumah Sakit Marzoeki Mahdi, Bogor yang menyatakan ada hubungan yang signifikan antara beban dengan sikap keluarga dalam merawat pasien perilaku kekerasandan penelitian Darwin, Hadisuanto & Elvira (2013) yang menyatakan bahwa beban perawatan memiliki hubungan yang bermakna terhadap ekspresi emosi yang diartikan peneliti sebagai perilaku. Baban sangat mempengaruhi caregiverdalam berperilaku. Caregiverdengan perilaku merawat yang baik akan memiliki beban yang lebih ringan bahkan tidak memiliki beban dibandingkan caregiveryang memiliki beban berat. Peneliti berasumsi bahwa beban yang dirasakan ringan akibat dari tidak ada caregiver yang berpengetahuan rendah karena pengetahuan berbanding lurus dengan perilaku dan sebanyak 57,7% pasien dalam penelitian ini dibiayai oleh jaminan kesehatan. Gururaj, Bada, Reddy dan Chandrashkar (2008) menemukan bahwa dari enam dimensi beban keluarga dengan skizofrenia, skor finansial memiliki rata-rata yang paling tinggi. Pernyataan tersebut mendukung asumsi peneliti karena
12
dengan adanya jaminan kesehatan beban finansial keluarga akan berkurang dan beban yang dirasakan akan semakin ringan. Hasil yang menarik dalam penelitian ini adalah terdapat 41,4% caregiveryang tidak memiliki beban namun terdapat 5 responden dengan 83,3% yang berperilaku buruk dalam merawat pasien relaps. Perilaku buruk yang muncul dapat terjadi akibat ketidakmampuan caregiver dalam mengkontrol emosi (tidak memiliki coping skill maladaptif). Pasien yang relapsakan menunjukan tanda-tanda seperti: sulit tidur, mimpi buruk, bicara sendiri, senyum sendiri, marah-marah, sulit makan, menyendiri, murung, bicara kacau, marah-marah sehingga lebih mudah menyebabkan caregiverberperilaku buruk. Tabel 4 Hubungan Karakteristik Caregiver dengan Perilaku Caregiver dalam Merawat Pasien Relaps Skizofrenia di Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi, ogor 2014, (n=111)
KARAKTERISTIK CAREGIVER 100 55.2
44.8 0
2.9 0
13.3 0
10.5 0
6.7 16.7
19 16.7
30.5 16.7
69.5 83.3
97.1 100
Perilaku Buruk
66.7 36.2
37.1 16.7
14.3 0
0
32.4
67.7
62.9 83.3
100
Perilaku baik
(Sumber : Data primer yang sudah diolah)
Hasil analisa hubungan antara umur dengan perilaku caregiver dalam merawat pasien relaps skizofrenia diketahui hasil penelitian yang di uji dengan Kendall’s Tau-b diperoleh nilai p sebesar 0,012 (p> 0,05) atau p lebih kecil dari nilai alpha yaitu 0,05 yang berarti terdapat hubungan bermakna atau signifikan antara umur caregiver denganperilaku caregiver dalam merawat pasien relaps skizofrenia. Kemampuan kognitif dan kemampuan berperilaku ditentukan oleh tahap perkembangan umur seseorang (Edelman & Manl, dalam Potter & Perry, 2005). Denney (1993) dalam Notoatmojo (2002) menentukan bahwa kemampuan untuk menyelesaikan problem praktis, meningkat pada usia 41–50 tahun. Hasil yang menarik 13
dalam penelitian ini adalah terdapat 6 caregiverdengan umur 41-65 tahun yang memiliki perilaku buruk dalam merawat pasien saat relapsjika dibandiingkan dengan caregiverumur 20-40 tahun yang tidak memiliki perilaku buruk dalam merawat. Peneliti berasumsi caregiver dengan umur 41-65 akan lebih cepat lelah dan penat dibandingkan caregiveryang lebih muda. Terdapat 45,9% caregiversering merasa lelah dan penat (lih. Lampiran 16). Hal tersebut akan dengan mudah membuat caregiver untuk berperilaku buruk saat pasien relaps. Mayoritas caregiver adalah perempuan. Hasil penelitian yang di uji dengan ChiSquare diperoleh nilai p sebesar 0,310 (p> 0,05) atau p lebih besar dari nilai alpha yaitu 0,05 yang berarti terdapat hubungan tidak bermakna atau tidak signifikan dengan jenis kelamin dengan perilaku caregiver dalam merawat pasien relaps skizofrenia. Terdapat 83,3% caregiver memiliki perilaku buruk dalam merawat. Penelitian berasumsibahwa tidak ada hubungan jenis kelamin dengan perilaku caregiverdalam merawat. Menurut peneliti perilaku baik dan buruk lebih dipengaruhi oleh beban dalam merawat dan pengetahuan yang diperolehnya, tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin laki-laki atau perempuan. Hal inilah yang menyebahkan masih ditemukan perilaku buruk oleh caregiver perempuan meskipun secara teori perempuan lebih sabar dalam merawat. Meskipun caregiverseorang ibu selama 9 bulan mengandung dan melahirkan serta merawat anaknya hingga dewasa biasanya memiliki kedekatan hubungan emosional yang lebih sehingga akan lebih sabar.Seoarang ibu juga dapat menjadi faktor perancu dalam hubungannya dengan perilaku yang dimunculkan sehingga dari hasil penelitian yang diuji dengan Kendall’s Tau-b diperoleh nilai p sebesar 0,482 (p> 0,05) atau p lebih besar dari nilai alpha yaitu 0,05 yang berarti tidak terdapat hubungan bermakna atau signifikan antara hubungan kekerabatan caregiver dengan perilaku caregiver dalam merawat pasien relaps skizofrenia. Hasil penelitian juga didapati 4 orang ibu atau 66,7% memiliki perilaku buruk. Hal ini dapat disebabkan oleh ibu yang tidak memiliki coping skill. CopingSkilldipengaruhi oleh pengetahuan.Pengetahuan diperoleh dari pendidikan. Menurut Kuncoroningrat (1997) dalam Notoatmodjo (2002) makin tinggi pendidikan seseorang maka semakin mudah untuk menerima informasi sehingga semakin banyak pengetahuan yang dimiliki. Sebesar 97,3% caregiver dalam penelitian ini hanya memiliki tingkat pendidikan dasar hingga menengah. Jika dilihat dari latar belakang pendidikan yang berbanding lurus maka pengetahuan akan rendah pula dan perilaku akan buruk.Hasil penelitian menunjukan 100% caregiverpendidikan dasar-menagah memiliki perilaku 14
buruk.yang di uji dengan Kendall’s Tau-b diperoleh nilai p sebesar 0,142 (p> 0,05) atau p lebih besar dari nilai alpha yaitu 0,05 yang berarti tidak terdapat hubungan bermakna atau signifikan antara tingkat pengetahuan sehingga tingkat pendidikan caregiver. Pendidikan berperan penting menentukan seseorang pada jabatan pekerjaan. Caregiveryang bekerja dengan jabatan tinggi dan status ekonomi baik akan lebih baik dalam merawat karena pekerjaan akan mempengaruhi caregiver dalam mencari layanan kesehatan. Hasil penelitian yang di uji dengan Chi-Square diperoleh nilai p sebesar 0,472 (p> 0,05) atau p lebih besar dari nilai alpha yaitu 0,05 yang berarti tidak terdapat hubungan bermakna atau tidak signifikan antara pekerjaan caregiver dengan perilaku caregiver dalam merawat pasien relaps skizofrenia. Tidak menutup kemungkinan bahwa caregiveryang bekerja dapat memiliki perilaku yang buruk. Hasil penelitian terdapat 83,3%yang bekerja memiliki perilaku burukcaregiveryang lelah dipekerjaannya sehingga saat pasien relapsemosi caregiverakan lebih mudah terpancing dan caregiver yang bekerja lebih tidak mengetahui cara merawat pasien yang baik karena lebih banyak menghabiskan waktu lebih banyak di tempat kerja. Pekerjaan berbanding lurus dengan pendapatan. Hasil analisa hubungan antara pembiayaan dengan perilaku caregiver dalam merawat pasien relaps skizofrenia diketahui bahwa 57,7% pasien mendapatkan jaminan kesehatan sehingga perilaku caregiver yang muncul ialah baik sebesar 55,2%. Hasil penelitian yang di uji dengan Chi-Square diperoleh nilai p sebesar 0,033 (p> 0,05) atau p lebih kecil dari nilai alpha yaitu 0,05 yang berarti terdapat hubungan bermakna atau signifikan antara pembiayaan pasien dengan perilaku caregiver dalam merawat pasien relaps skizofrenia.Beban atau hambatan yang dijumpai dalam kehidupan caregiver yang berkaitan dengan perawatan pasien skizofrenia seperti: beban biaya finansial yang dikeluarkan untuk merawat pasien (http://www.caregiver.org). Namun tidak menutup kemungkinan bahwa pasien yang menperoleh jaminan kesehatan dapat diperlakukan buruk sebesar 100%oleh cargiver karena faktor beban subjektif yang ditumbulkan seperti beban berupa stres emosional seperti: perasaan cemas, sedih, frustasi, dan kekawatiran
akan masa depan pasien, perasaan kehilangan, dan perasaan bersalah
(http://www.caregiver.org) dan perilaku pasien yang aneh, menganggu serta akibat pengetahuan caregiver yang tinggi tapi sulit dalam menerapkannya.
Tabel 5
15
Hubungan karakteristik caregiver dengan perilaku caregiver dalam merawat pasien relaps skizofrenia di poliklinik psikiatri Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Marzoeki Mahdi, Bogor 2014 (n=111)
KARAKTERISTIK PASIEN Perilaku Buruk
61
66.7
0
11.4
16.7
39
33.3
34.3
54.3
83.3
Perilaku Baik
LAMA SAKIT <2TH
LAMA SAKIT24TH
LAMA SAKIT >5TH PERNAH RAWAT DI RS
TIDAK PERNAH RAWAT DI RS
(Sumber : Data primer yang sudah diolah)
Hasil analisa hubungan antara lama pasien sakit bahwa diperoleh nilai p sebesar 0,391menggunakan uji kendall’s-Tau bdan pernah dirawat atau tidak di RS diketahui dan 0,272 (p> 0,05) menggunakan uji Chi-square dengan p lebih besar dari nilai alpha yaitu 0,05 yang berarti terdapat hubungan tidak bermaknadengan perilaku caregiver dalam merawat pasien relaps skizofrenia Perilaku buruk caregiveryang tinggi pada table diatas dapat disebabkan oleh caregiverlelah dalam merawat karena lama sakit >5 tahun, caregiveryang lelah atau malu saat pasien pulang kerumah sesuai pernyataan Wulansih dan Widodo (2008) yang mengatakan bahwa pasien yang sudah pulang sering kembali ke rumah sakit untuk dirawat kembali. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil analisa data dan pembahasan pada bab sebelumnya, hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut: karakteristik caregiver pasien skizofrenia: sebagian besar berjenis kelamin perempuan, ibu pasien dengan rata-rata usia 41-65 tahun, dan tidak bekerja dengan latar belakang pendidikan dasar-menengah: SD/MI,SMP/MTs, SMA/SMK atau MA. Karakteristik pasien sebagian besar menderita skizofrenia lebih dari >5 tahun,pasien sudah pernah dirawat, dan dibiayai oleh jaminan kesehatan.Hasil penelitian menunjukan bahwa mayoritas caregiver berpengetahuan sedang sebesar 79,3% dan memiliki beban ringan sebesar 49,5%. Tidak terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan dengan 16
perilaku (p=0,786), hubungan kekerabatan dengan perilaku (p=0,482), tingkat pendidikan dengan perilaku (p=0,142), pekerjaan dengan perilaku (p=0,472), jenis kelamin dengan perilaku (p=0,310), lama pasien sakit dengan perilaku (p=0,391), pernah dirawat atau tidak di RS dengan perilaku (p=0,272) dan terdapat hubungan antara beban dengan perilaku (p=0,042), umur dengan perilaku (p=0,012), pembiayaan dengan perilaku (p=0,031). Saran Rumah Sakit Dr. H. Marzorki Mahdi, Bogorbeserta pemerintah pusat dan daerahdiharapkan dapat mempertahankan program jaminan kesehatan yang ada dan mempermudah masyarakat khususnya yang kurang mampu dalam memperoleh jaminan kesehatan karena dengan adanya program tersebut sangat mengurangi beban yang diraskan oleh caregiver pasien skizofrenia. Dampaknya perilaku buruk yang muncul pada ceregiver saat merawat pasien skizofrenia akan berkurang bahkan tidak ada. Petugas poliklinik pskiatri juga dapat mengumpulkan caregiver dan meminta caregiver untuk saling berbagi pengalaman, pengetahuan merawat, dan saling menyemangati agar caregiver tidak merasa sendiri mengurus pasien dan dapat meniru coping mekanisme adaptif dari caregiver lainnya.Sedangkan bagi penelitian lanjutan, diharapkan dapat melanjutan penelitian ini. Peneliti memberikan saran judul berupa hubungan coping mekanisme caregiver dan umur optimal caregiver dalam merawat sehingga dihasilkan penelitian yang dapat saling melengkapi penelitian yang ada dan bagi bidang keperawatan diarapkan mampu memanfaatkan hasil penelitian ini untuk meningkatkan pelayanan di kesehatan jiwa dan mampu mengembangkan asuhan keperawatan jiwa yang sesuai dengan kebutuhan pasien dan keluarga seperti mengembangkan program terapi terapi modalitas dan memberikan psikoedukasi ke masyarakat umum sehingga masalah kesehatan jiwa ini dapat menjadi tanggungjawab bersama semua pihak dengan begitu akan lebih mudah diatasi.
DAFTAR PUSTAKA 17
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2013). Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar Indonesia Tahun 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen
Kesehatan
Republik
Indonesia.
Diperoleh
dari
http://www.litbang.depkes.go.id/bl_riskesdas2013 pada tanggal 10 April 2013 pukul 13:00. Djatmiko, Prianto. (2005). Penentuan validitas dan reabilitas the burden assessment schedule versi bahasa Indonesia dalam menilai beban perawatan pada seseorang yang merawat anggota keluarganya yang menderita skizofrenia. Diperoleh dari http://lontar.ui.ac.id pada tanggal 20 April 2014 pukul 13:00. Effendi.(2007). Dasar-dasar Kesehatan Masyarakat. Jakarta: EGC. Hawari, Dadang. (2006). Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa Skizofrenia. Jakarta: FKUI. Kaplan. J.M&Sadock, V. A. (2007). Kaplan & Sadock’s Sypnopsis of Psychiatry: Behavioral Sciences/clinical Psychiatry. New York :Edvart Munch. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jendral Bina Upaya Kesehatan.(2011). Laporan Akuntabilitas Kinerja Tahun 2011. Bogor: RS. Dr. H. Marzoeki Mahdi. (2012).
Laporan Akuntabilitas Kinerja Tahun 2012. Bogor: RS. Dr. H.
Marzoeki Mahdi. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2012). Kesehatan Jiwa Sebagai Prioritas Global.
Diperoleh
dari
http://www.depkes.go.id/index.php/
component/content/article/37-infokesehatan/52-kesehatan-jiwa-sebagai-prioritasglobal.htmlpada tanggal 1 Juli 2013 pukul 20:00.
18
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor220/MENKES/SK/III/2002. PedomanUmum Tim Pembina, Tim Pengarah, Tim Pelaksana Kesehatan Jiwa Masyarakat (tp–kjm). Diperoleh dari www.depkes.go.id pada tanggal26 Juni 2013 pukul 23:00. Kusumowardani, Andreany. (2006). Hubungan Persepsi Pasien Skizofrenia Tentang Perilaku Keluarga Dengan Frekuensi Kekambuhannya Di RSJD Surakarta.Diperoleh dari http://eprints.undip.ac.id pada tanggal1 April 2014pukul 23:00. Nasir, Abdul& Abdul Muhith. (2011). Dasar-Dasar Keperawatan Jiwa: Pengantar dan Teori. Jakarta: Salemba Medika. Notoatmodjo, Soekidjo. (2002). Metode Penelitian Kesehatan. Edisi ke 4. Jakarta: Rineka Cipta. (2003). Ilmu Kesehatan Masyarakat (Prinsip-prinsip Dasar). Jakarta: Penerbit Rineka Cipta. Nurdiana, Syafwani & Umbransyah. (2007). Korelasi Peran Serta terhadap Tingkat Kekambuhan Klien Skizofrenia. Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan. Vol 3 no 2. Diperoleh dari igilib.stikesmuhgombong.ac.id pada tanggal 22 Maret 2014 pukul 20:00. Potter, PA & Perry, A.G. (2005). Fundamental of
Nursing; Concept Process and
Practice.(4th,ed). Philadephia: Mosby-year Book-inc. Riyadi & Purwanto. (2009). Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Graha limu. Riza, Hasman., Jumaini.,& Ameliawati. (2012). Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Perilaku Keluarga dalam Merawat Pasien dengan Halusinasi. Diperoleh dari http://repository.unri.ac.id/handle/123456789/1876pada tanggal 20 Juni 2013 pukul 23:00. Stuart, G.W. (2009). Principle and Practice of Psychiatrick Nursing. St. Louis: Mosby Year Book.
19
Suryaningrum, Sri.,& Wardani, Ice Yulia. (2003). Hubungan Antara Beban Keluarga Dengan Kemampuan Keluarga Merawat Pasien Perilaku Kekerasan di Poliklinik Rumah Sakit Marzoeki Mahdi Bogor. Jurnal Keperawatan Jiwa. Vol 1 No 2.Diperoleh dari: jurnal.unimus.ac.idpada tanggal 13 April 2014 pukul 20:00. Susenas.(2010). Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kota Bogor (Data tingkat pendidikan Kota Bogor). Diperoleh bappeda.kotabogor.go.id pada tanggal 4 April 2014 pukul 20:00. The caregiver perspective: Caregivers of individuals with bipolar disorders, schizophrenia and schizoaffective disorder.Diperoleh dari http://www.caregiver.org pada tanggal 2 Agustus 2013 pukul 20:00. Videbeck, Sheila. L. (2008). Buku Ajar: Keperawatan Jiwa. Alih Bahasa Renata Komalasari, Alfrina Hany. Editor Bahasa Indonesia Pamilih Eko Karyuni. Jakarta: EGC. WHO. (2006). Dollars, DALYs and decisions : economic aspects of the mental health system. Switzerland:
WHO.Diperolehdarihttp://www.who.int/mentalhealth
/evidence/dollars_dalys_and_decisions.pdfpadatanggal 20 Juni 2013 pukul 20:00. WHO. (1998). The Burden Assesment Schedule (BAS). New Delhi: World Health Organization
Regional
for
South
East
Asia.
Diperoleh
dari
apps.searo.who.int/pds_docs/B0112.pdf pada tanggal 24 Agustus 2013 pukul 14:00.
20