HUBUNGAN BEBAN DAN RESOURCEFULNESS DENGAN KUALITAS HIDUP CAREGIVER PADA PENDERITA GANGGUAN JIWA BERAT DI UNIT PELAYANAN JIWA A RSJ. PROF. DR. HB. SAANIN PADANG 1
Debby Sinthana, 2 Yade Kurnia Sari 1 STIKes Prima Nusantara Bukittinggi * Email :
[email protected] ABSTRACT Caregiver needs to balancing between work, family and nursing the patient, till they abandon themselves and having stress, anxiety and also pressure which affected to their life by reducing their life quality. The reducing of life quality of the caregiver is affected by several factor like burden and resourcefulness. The aim of this research is to see the relation between burden and resourcefulness with life quality of the caregiver. This research is correlative analytic with 184 caregiver as respondent. Using Accindental Sampling technique. This research was conducted on March to October 2015. The data collecting was taken by using questioner. The result of this research shows that there is a meaningful relation between burden and resourcefulness with life quality of severe mental illness caregiver (p<0.05), and the most dominant factor that affected their life quality is their education level. The result of this research is expected to be an input for the caregiver and the institution on behalf to maintain the life quality of the caregiver and also give the caregiver education about health in a form of psychoeducation, conseling, improving group support, family support, and spiritual support for improving the life quality of caregiver.
ABSTRAK Caregiver menyeimbangkan antara pekerjaan, keluarga, dan pengasuhan kepada yang sakit sehingga dirinya terabaikan dan mengalami stress, cemas, adanya tekanan yang berdampak pada penurunan kualitas hidup.Penurunan kualitas hidup caregiver dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya beban dan resourcefulness.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan beban dan resourcefulness dengan kualitas hidup caregiver.Jenis Penelitian ini adalah analitik korelatif dengan jumlah responden 184 orang caregiver.Teknik pengambilan sampel adalah Accidental Sampling.Penelitian dilakukan mulai bulan Maret hingga Oktober 2015. Pengumpulan data dilakukan menggunakan kuesioner. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara beban dan resourcefulness dengan kualitas hidup caregiver pada penderita gangguan jiwa berat (p<0.05) dan faktor dominan yang mempengaruhi kualitas hidup caregiver adalah tingkat pendidikan.Hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan bagi perawat dan instansi terkait agar mempertahankan kualitas hidup caregiver dengan memberikan pendidikan kesehatan dalam bentuk psikoedukasi pada caregiver, konseling, meningkatkan dukungan kelompok, dukungan keluarga dan spiritual dalam peningkatan kualitas hidup caregiver. Kata kunci : beban dan resourcefulnes, kualitas hidup caregiver, penderita gangguan jiwa berat
PENDAHULUAN Kesehatan jiwa adalah suatu kondisi mental sejahtera, dimana setiap individu menyadari potensi dirinya bermanfaat dan dapat bekontribusi bagi lingkungannya (Depkes, 2014). Gangguan jiwa menurut Stuart (2013) adalah sindroma perilaku yang secara klinik bermakna atau pola psikologis yang ditunjukkan oleh seorang individu yang menyebabkan penderitaan, gangguan fungsi dan penurunan kualitas hidup.Gangguan jiwa menurut PPDGJ III terbagi dalam dua kelompok, yaitu gangguan jiwa ringan dan gangguan jiwa berat. Gangguan jiwa berat dapat ditemukan pada
semua lapisan sosial, pendidikan, ekonomi, dan ras di seluruh dunia (Kaplan & Saddock, 2007).Menurut data dari WHO tahun 2011, penderita gangguan jiwa berat telah menempati tingkat yang luar biasa, lebih 24 juta mengalami gangguan jiwa berat.Jumlah penderita gangguan jiwa di dunia, seperti fenomena gunung es yang kelihatannya hanya puncaknya, tetapi dasarnya lebih banyak lagi yang belum diketahui. Menurut Depkes (2010) prevalensi gangguan jiwa berat sekitar 0,46% yaitu kurang lebih 1 juta dari jumlah penduduk Indonesia. Riset Kesehatan
Jurnal Kesehatan STIKes Prima Nusantara Bukittinggi, Vol.5 No 1 Januari 2014
1
Dasar (2013) menyebutkan bahwa secara nasional terdapat sebesar 1,7 per mil penduduk Indonesia yang mengalami gangguan jiwa berat atau secara absolute terdapat 400 ribu jiwa penduduk Indonesia yang mengalami gangguan jiwa berat. Di Sumatera Barat menurut Riskesdas 2013 terdapat sebesar 1,9 per mil penduduk Sumbar yang mengalami gangguan jiwa berat. Kondisi ini berarti dari 1000 penduduk Sumatera Barat satu sampai dua diantaranya menderita gangguan jiwa berat. Penderita gangguan jiwa berat tidak bisa menjalankan kehidupannya sehari-hari secara mandiri, mengalami keterbatasan dalam beraktivitas, berperilaku menyimpang dan membutuhkan bantuan hampir di seluruh kegiatan dalam hidupnya sehingga sangat memerlukan seorang caregiver.Caregiver adalah anggota keluarga dari penderita gangguan jiwa berat yang menjalankan perannya dalam kehidupan seharihari (Wynaden et al, 2006).Caregiver berjuang untuk menyeimbangkan antara pekerjaan, keluarga, dan pengasuhan kepada yang sakit, sedangkan kesehatan fisik dan emosional mereka sendiri sering diabaikan.Dalam kondisi kurangnya sumber daya pribadi, keuangan, dan emosional, banyak caregiver mengalami stres yang luar biasa, depresi, dan kecemasan (World Federation of Mental Health, 2010).Faktor stress, kecemasan tekanan, dan emosional dalam merawat penderita gangguan jiwa berat mempengaruhi kualitas hidup caregiver. Kualitas hidup didefinisikan oleh WHO (World Heallth Organization) sebagai kondisi yang berdasarkan persepsi individu dalam kehidupan pada konteks sistem nilai dan budaya dimana mereka tinggal, dan berdasarkan kaitannya dengan tujuan hidup masing- masing individu, harapan, standar dan kepentingannya (WHO dalam Bobes, 2005).Definisi ini merupakan konsep yang sangat luas, menggabungkan kesehatan fisik seseorang, status psikologis, tingkat kemandirian, hubungan sosial, kepercayaan personal dan hubungan dengan lingkungan. Penelitian kualitas hidup pada caregiver penderita gangguan jiwa berat sangat penting.Banyak instrument yang digunakan untuk mengukur kualitas hidup salah satunya SF-36.SF 36 adalah instrument pengukuran yang paling
banyak digunakan dalam uji klinis, menilai kualitas kesehatan terkait dengan kehidupan.SF 36 dirancang untuk mengukur status kesehatan dalam studi hasil medis, untuk keperluan dalam praktek klinis dan penelitian, evaluasi Dan WHO Merekomendasikan pemberian ASI Eklslusif sampai dengan bayi berumur 6 bulan. Cakupan ASI Ekslusif di India sudah mencapai 46,5 %, di Fhilippines 34%, di Vietnam 17 %, di Nyanmar 31 %, di Laos 26 %, di Kamboja 66 %, di Thailand 15 %, di Banglades 46 % (UNICEF danWHO, 2010). Kesehatan jiwa adalah suatu kondisi mental sejahtera, dimana setiap individu menyadari potensi dirinya bermanfaat dan dapat bekontribusi bagi lingkungannya (Depkes, 2014). Gangguan jiwa menurut Stuart (2013) adalah sindroma perilaku yang secara klinik bermakna atau pola psikologis yang ditunjukkan oleh seorang individu yang menyebabkan penderitaan, gangguan fungsi dan penurunan kualitas hidup.Gangguan jiwa menurut PPDGJ III terbagi dalam dua kelompok, yaitu gangguan jiwa ringan dan gangguan jiwa berat. Gangguan jiwa berat dapat ditemukan pada semua lapisan sosial, pendidikan, ekonomi, dan ras di seluruh dunia (Kaplan & Saddock, 2007).Menurut data dari WHO tahun 2011, penderita gangguan jiwa berat telah menempati tingkat yang luar biasa, lebih 24 juta mengalami gangguan jiwa berat.Jumlah penderita gangguan jiwa di dunia, seperti fenomena gunung es yang kelihatannya hanya puncaknya, tetapi dasarnya lebih banyak lagi yang belum diketahui. Menurut Depkes (2010) prevalensi gangguan jiwa berat sekitar 0,46% yaitu kurang lebih 1 juta dari jumlah penduduk Indonesia. Riset Kesehatan Dasar (2013) menyebutkan bahwa secara nasional terdapat sebesar 1,7 per mil penduduk Indonesia yang mengalami gangguan jiwa berat atau secara absolute terdapat 400 ribu jiwa penduduk Indonesia yang mengalami gangguan jiwa berat. Di Sumatera Barat menurut Riskesdas 2013 terdapat sebesar 1,9 per mil penduduk Sumbar yang mengalami gangguan jiwa berat. Kondisi ini berarti dari 1000 penduduk Sumatera Barat satu sampai dua diantaranya menderita gangguan jiwa berat. Penderita gangguan jiwa berat tidak bisa menjalankan kehidupannya sehari-hari secara mandiri, mengalami keterbatasan dalam beraktivitas, berperilaku menyimpang dan
Jurnal Kesehatan STIKes Prima Nusantara Bukittinggi, Vol.5 No 1 Januari 2014
2
membutuhkan bantuan hampir di seluruh kegiatan dalam hidupnya sehingga sangat memerlukan seorang caregiver.Caregiver adalah anggota keluarga dari penderita gangguan jiwa berat yang menjalankan perannya dalam kehidupan seharihari (Wynaden et al, 2006).Caregiver berjuang untuk menyeimbangkan antara pekerjaan, keluarga, dan pengasuhan kepada yang sakit, sedangkan kesehatan fisik dan emosional mereka sendiri sering diabaikan.Dalam kondisi kurangnya sumber daya pribadi, keuangan, dan emosional, banyak caregiver mengalami stres yang luar biasa, depresi, dan kecemasan (World Federation of Mental Health, 2010).Faktor stress, kecemasan tekanan, dan emosional dalam merawat penderita gangguan jiwa berat mempengaruhi kualitas hidup caregiver. Kualitas hidup didefinisikan oleh WHO (World Heallth Organization) sebagai kondisi yang berdasarkan persepsi individu dalam kehidupan pada konteks sistem nilai dan budaya dimana mereka tinggal, dan berdasarkan kaitannya dengan tujuan hidup masing- masing individu, harapan, standar dan kepentingannya (WHO dalam Bobes, 2005).Definisi ini merupakan konsep yang sangat luas, menggabungkan kesehatan fisik seseorang, status psikologis, tingkat kemandirian, hubungan sosial, kepercayaan personal dan hubungan dengan lingkungan. Penelitian kualitas hidup pada caregiver penderita gangguan jiwa berat sangat penting.Banyak instrument yang digunakan untuk mengukur kualitas hidup salah satunya SF-36.SF 36 adalah instrument pengukuran yang paling banyak digunakan dalam uji klinis, menilai kualitas kesehatan terkait dengan kehidupan.SF 36 dirancang untuk mengukur status kesehatan dalam studi hasil medis, untuk keperluan dalam praktek klinis dan penelitian, evaluasi. kebijakan kesehatan dan survei populasi umum.(Ware, 1992). Kualitas hidup caregiver dupengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya yaitu beban, resourcefulness, dukungan keluarga, dukungan sosial dan sosiodemografi.Menurut Foldemo (2005) rendahnya kualitas hidup caregiver dihubungkan dengan beratnya beban yang dirasakan.Penurunan kualitas hidup dapat berhubungan dengan beban caregiver, kurangnya
dukungan sosial, perjalanan penyakit dan masalah dalam hubungan keluarga. Domain beban caregiver menurut Biegel (2007) terbagi atas empat macam yaitu (1) Kecemasan, (2) Keprihatinan, (3) ketidaksenangan dan (4) dampak yang dirasakan caregiver.Selain beban yang dirasakan caregiver, resourcefulness caregiver sangat dibutuhkan dalam merawat penderita gangguan jiwa berat.Zauszniewski (2006) mengatakan resourcefulness telah ditemukan mampu meningkatkan kesehatan dan fungsi yang lebih baik. Metode Penelitian Jenis penelitian ini Kuantitatif menggunakan desain analitik korelatif dengan pendekatan potong lintang (cross sectional) dengan jumlah responden 184 orang caregiver. Teknik yang dilakukan dalam menentukan sampel menggunakan Accidental sampling. Pengumpulan data dilakukan menggunakan kuesioner dengan wawancara terpimpin.Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah :Melakukan perawatan ≥ 1 tahun , Melakukan perawatan pada penderita dengan diagnosa gangguan jiwa berat, Mampu berkomunikasi dengan baik,Pendengaran berfungsi dengan baik dan Bersedia menjadi responden.Kriteria ekslusi dalam penelitian ini adalah :Mengurus lebih dari 1 orang penderita dengan gangguan jiwa berat(Zauszniewski, 2009 ; Winahyu, Hemchayat & Charoensuk, 2014). Hasil Penelitian Hasil penelitian menunjukkan Karakteristik usia secara keseluruhan adalah 47 tahun dengan Usia termuda 18 tahun dan usia tertua 83 tahun. Lebih dari separo berjenis kelamin perempuan (65.8%), sebagian besar bersuku Minang (98.4%), sebagian besar menikah (81.5%), lebih separo tidak bekerja (59.8%), lebih dari separo berpendidikan tinggi (59.23%), lebih dari separo berpenghasilan <1 Jt (61.4%), hampir separo merupakan orang tua dari klien (43.5%), sebagian besar merawat klien dengan diagnosa Skizofrenia (84.2%), sebagian besar merawat < 10 tahun (81%).Rata-rata beban caregiver adalah 46.39 dengan beban terendah 10 dan tertinggi 75. Rata-rata resourcefulness adalah 98.59 dengan resourcefulness terendah 66 dan tertinggi 135 dan rata-rata kualitas hidup adalah 70.90 dengan kualitas hidup terendah 28 dan tertinggi 90. Secara statistik ada hubungan antara
Jurnal Kesehatan STIKes Prima Nusantara Bukittinggi, Vol.5 No 1 Januari 2014
3
beban caregiver dengan kualitas hidup (pvalue = 0.000). Tingkat keeratan hubungan antara beban caregiver dengan kualitas hidup adalah kuat karena nilai r = -0,660 dengan nilai koefisien determinasi 0.43. ada hubungan antara resourcefulness caregiver dengan kualitas hidup (p value 0.000). Tingkat keeratan hubungan antara beban caregiver dengan kualitas hidup adalah sedang karena nilai r = 0,447 dengan nilai koefisien determinasi 0.199. Faktor yang paling dominan yang mempengaruhi kualitas hidup caregiver pada penderita gangguan jiwa berat adalah tingkat pendidikan dengan nilai coefisien B (1.061). Pembahasan Hasil penelitian didapatkan bahwa rata-rata usiacaregiver yaitu berada pada usia termuda atau dewasa awal yaitu 18 - 23 tahun dan usia tertua antara 26 - 83 tahun yang berada pada usia dewasa akhir. Usia dewasa menunjukkan suatu kematangan sesorang dalam berpikir dan lebih bertanggung jawab dalam melakukan sesuatu termasuk segala tindakan perawatan serta dalam pengambilan keputusan. Ini sesuai dengan Levinson (1987, dalam Berk 2005) dewasa awal termasuk ke dalam usia yang produktif. Rata-rata caregiver pada penderita gangguan jiwa berat adalah perempuan.Sesuai dengan penelitian di Asia ditemukan 70% caregiver adalah perempuan (Chan, 2009).Diperkuat oleh hasil penelitian Seng (2005) mengatakan bahwa caregiver perempuan mempunyai tanggung jawab merawat yang lebih besar daripada laki-laki dan kondisi ini juga dinyatakan bahwa pemberi perawatan (caregiving) kepada seseorang masih dianggap sebagai tugas wanita (Lindahl, 1997). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hampir sebagian besar caregiver bersuku Minang (98,4%). Suku Minangkabau termasuk ke dalam golongan melayu muda (Deutero Melayu) yang berdasarkan Matrilineal atau garis keturunan Ibu. Ibu memiliki peranan yang sangat penting dalam membesarkan dan merawat anak dengan cinta dan kasih sayang seutuhnya.Menurut Stuart & Laraia (2005) faktor sosiokultural dapat berfungsi sebagai faktor pendukung dalam sistem keluarga, salah satunya yaitu etnis (Suku / Ras). Hampir sebagian besar caregiver berstatus menikah yaitu dengan persentase diatas
65%.Seseorang yang telah menikah berarti mempunyai lebih banyak pengalaman dalam mengurus segala sesuatu termasuk dalam melakukan perawatan anggota keluarganya.Baker (1997) dalam Navidian mengatakan bahwa caregiver yang telah menikah menjalankan berbagai banyak aktifitas sehari-hari dan berbagai fungsi (menjadi isteri, orangtua dan sebagainya). Caregiver yang tidak bekerja lebih dari separo (54.9%) adalah Ibu rumah tangga.Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Navidian (2008) caregiver (50.4%) tidak bekerja merupakan Ibu rumah tangga.Ibu rumah tangga memilki kecenderungan dalam memberikan dan melakukan pengasuhan pada anggota keluarga yang sakit. Diperkuat oleh peran dari seorang caregiver menurut Arksey (2005) yaitu membantu dalam perawatan diri, membantu dalam mobilitass, memberikan obat, memberikan dukungan emosional, menjadi pendamping dan melakukan tugas-tugas rumah tangga serta membantu masalah keuangan. Berdasarkan data diatas bahwa lebih dari separo caregiver berada pada tingkat pendidikan tinggi yaitu SLTA ke atas. Tingkat pendidikan yang tinggi membuat seorang caregiver memiliki pengetahuan yang tinggi dan dapat menggunakan sumber daya keuangan maupun sosial untuk merawat penderita gangguan jiwa berat dan berperan sebagai caregiver. Ini diperkuat oleh Stuart (2013) mengatakan bahwa individu dengan pendidikan yang tinggi lebih sering menggunakan pelayanan kesehatan jiwa dibanding dengan pendidikan rendah. Lebih separo caregiver berpenghasilan rendah (61.4%). sejalan dengan hasil penelitian Fitrikarsari (2012) mengatakan bahwa lebih dari separo caregiver (56.3%) berpenghasilan< 1 jt. Didukung juga oleh pernyataan Notoatmodjo (2003) bahwasanya tingkat penghasilan dapat mempengaruhi kesehatan dalam keluarga, baik kesehatan fisik maupun kesehatan mental. Caregiver pada penderita gangguan jiwa berat hampir separo 43.5% adalah orangtua karena orang tua (Ayah dan Ibu) adalah orang yang paling bertanggung jawab dalam keluarga, termasuk memberikan perawatan dan pendampingan terhadap anggota keluarga yang sakit. Diperkuat oleh hasil penelitian Chien (2007)
Jurnal Kesehatan STIKes Prima Nusantara Bukittinggi, Vol.5 No 1 Januari 2014
4
mengatakan bahwapada budaya tradisional Asia orangtua dalam keluarga adalah “kepala keluarga” yang memiliki tanggung jawab besar mengurus anggota keluarga yang lain. Sebagian besar caregiver merawat klien dengan diagnosa Skizofrenia (84.2%), sejalan dengan penelitian Lueboonthavachai, P (2006) didapatkan bahwa lebih dari separo caregiverdengan diagnosa Skizofrenia (66.7%).Diperkuat oleh penelitian Jusuf (2014) yang mengatakan 1% penduduk Indonesia menderita skizofrenia sepertiganya memerlukan perawatan di Rumah Sakit Jiwa, padahal tempat yang tersedia kurang, akibatnya tugas perawatan dan pengawasan jatuh kepada caregiver dirumah. Hampir sebagian besar caregiver merawat sekitar < 10 tahun (81%).Sejalan dengan hasil penelitian Kaushik (2013) didapatkan bahwa kriteria lama merawat antara kisaran 2-10 tahun (40%).Hoyert dan Seltzer (1992) menyatakan salah satu faktor yang mempengaruhi efek dari caregiving adalah durasi pemberian perawatan. Nilai rata-rata untuk beban caregiver yaitu 46.39 artinya, 43.76% beban caregiver berada dalam kategori rendah. Nilai koefisien determinasi 0.435, artinya beban caregiver dapat mempengaruhi variabel kualitas hidup sebesar 43% selebihnya ditentukan oleh variabel lain. Beban sangat mempengaruhi kualitas hidup dari caregiver dengan arah negatif, artinya semakin menurun beban diikuti dengan semakin meningkatnya kualitas hidup, begitupun sebaliknya semakin meningkatnya beban maka akan semakin menurun kualitas hidup caregiver. Beban caregiver terdiri dari beban objektif meliputi beban biaya finansial, hambatan aktivitas caregiver, gangguan dalam kehidupan rumah tangga, pengucilan/diskriminasi bagi keluarga penderita serta menurunnya kesehatan fisik, sedangkan beban subjektif meliputi stress emosional diantaranya perasaan cemas, sedih, frustasi, kekhawatiran, ketidakberdayaan, perasaan kehilangan dan perasaan bersalah (Sativa, 2005 ; Agiananda, 2006). Ini sejalan dengan hasil penelitian Biegel (2007) beban dibagi menjadi 2 yaitu beban subjektif yaitu kecemasan, kerpihatinan dan ketidaksenangan sedangkan beban objektif yaitu dampak yang dirasakan oleh caregiver.
Nilai rata-rata untuk resourcefulness yaitu 98.59 artinya 70.42% resourcefulnesscaregiver tinggi dengan kekuatan hubungan adalah sedang dan arah yang tidak berlawanan hal ini berarti bahwa semakin meningkat resourcefulness caregiver akan diikuti dengan peningkatan kualitas hidup. Nilai koefisien determinasi 0.199 artinya resourcefulness dapat mempengaruhi variabel kualitas hidup sebesar 19.9% selebihnya ditentukan oleh variabel lain.Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Zauszniewski (2009) bahwa resourcefulness caregiver dalam kategori tinggi 63.87% dalam merawat penderita gangguan jiwa berat. Nilai koefisien determinasi 0.902 artinya resourcefulness dapat menjelaskan variabel kualitas hidup sebesar 90% selebihnya ditentukan oleh variabel lain. Diperkuat dengan hasil penelitian Rosswurm (2002) yang mengatakan bahwa resourcefulness personal dan sosial sangat penting untuk promosi kesehatan dan untuk meningkatkan fungsi dari kebutuhan sehari-hari (Zauszniewski, 2005). Tingkat pendidikan merupakan faktor paling dominan mempengaruhi kualitas hidup caregiver pada penderita gangguan jiwa berat.Sesuai dengan penelitian Winahyu (2014) tentang hubungan antara jenis kelamin, tingkat pendidikan, status pekerjaan dengan kualitas hidup, yang menunjukkan bahwa tingkat pendidikan adalah faktor terkuat yang berhubungan dengan kualitas hidup diantara karakteristik lainnya.Temuan ini konsisten dengan penelitian sebelumnya (Wong, et al, 2012; Zamzam, et al, 2011).Temuan ini mengatakan bahwa tingkat pendidikan yang lebih tinggi bisa membuat caregiver memiliki pemahaman yang lebih baik dan pengetahuan tentang peran dalam merawat penderita dengan gangguan jiwa berat. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara beban dan resourcefulness dengan kualitas hidup caregiver pada penderita gangguan jiwa berat.Faktor yang paling dominan mempengaruhi kualitas hidup adalah tingkat pendidikan. Saran Disarankan kepada perawat jiwa untuk memberikan pendidikan kesehatan, konseling,dukungan kelompok, dukungan masyarakat dan meningkatkan spiritualitas
Jurnal Kesehatan STIKes Prima Nusantara Bukittinggi, Vol.5 No 1 Januari 2014
5
caregiverserta memberikan psikoedukasi kepada caregiver. Daftar Pustaka Agiananda, F. (2006).Pengkajian beban kebutuhan dan sumber daya keluarga dalam merawat penderita Skizofrenia : Sebuah studi kasus. Tesis PPDS Departemen Psikiatri.Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Arksey, H and O’Malley, L. (2005). Scoping studies : towards a methodological framework. International Journal of Social Research Methodology. Berk.(2005). Development through the life span. (2th ed). USA : Allyn & Bacon. Biegel, D.E. (2007). Families of Women with CoOccuring Mental Health and Substance Abuse Disorders : Family Caregivers Involvement, Roles And Well-Being. New Research in Mental Health.Case Western Reserve University. Bobes, J., Portilla, G., Saiz., Bascaran & Bousono. (2005). Quality of life measure in Schizophrenia. Eur. Psychiatry. Diakses pada tanggal 9 April 2015 dari http:llfrance.elsevier.com/direct/EURPSY Chan, S., Yip, B., Tso, S., Cheng, B.S & Tam, W. (2009).Evaluation of a Psychoeducation Program For Chinese Clients With Schizophrenia And Their Family Caregivers. Archieves of Psychiatric Nursing Chien, W.T., Chan, S., &Morrissey, J. (2007). The Perceived Burden Among Chinese Family Caregivers Of People With Schizophrenia. Journal of Clinical Nursing Depkes, RI. (2014). Kesehatan Jiwa.Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.http://www.depkes.go.id/index.php ?txtKeyword=sehat&act=searchbymap&pgnumber=0&charindex=K&strucid =1280&fullcontent=1&C-ALL=1 diakses tanggal 6 Maret 2015 Depkes.(2010). Riset Kesehatan Dasar 2007.Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.Jakarta : Departemen Kesehatan, Republik Indonesia Foldemo, A., Gullberg, M., Ek, A., & Borgen, L. (2005).Quality of life and burden in parents of outpatients with schizophrenia.Social psychiatriy and psychiatric epidemiology.
Hoyert, D.L &Seltzer, M.M. (1992).Self rated health and mortality : A review of twenty seven community studies.Journal of Health and Social Behavior. Jusuf, L. (2014). Asesmen Kebutuhan Caregiver Skizofrenia.Jakarta : UI Kaplan & Sadock. (2007). Sinopsis Psikiatri: Ilmu Pengetahuan Psikiatri Klinis. (Jilid 1). Jakarta: Bina Rupa Aksara Kaushik, P., & Bhatia, M.S. (2013).Burden and Quality Of Life in Spouses of Patients With Schizophrenia And Bipolar Disorder.Delhi Psychiatric Journal. Lindahl, D.C. (1997).Rewards of caregiving for older people.Canada : University of Victoria from Dissertations & Theses Lueboonthavatchai, P & Lueboonthavatchai, O. (2006). Quality of Life and correlated health status and cosial support of schizophrenic patients caregivers. Pubmed : Journal of Medical Association of Thailand. Navidian, A. & Bahari, F. (2008).Burden Experienced by Family Caregivers of Patients with Mental Disorders. Pakistan Journal of Psychological Research Notoatmodjo, S. (2003). Ilmu Kesehatan Masyarakat : Prinsip-Prinsip Dasar. Jakarta : Rineka Cipta Riset Kesehatan Dasar. (2013). Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.Jakarta : Departemen Kesehatan, Republik Indonesia Rosswurm, M.A., Larrabee, J.H., & Zhang, J. (2002). Training family caregivers od dependent elderly adults through on site and telecommunication programs. Journal of Gerontological Nursing. Sativa, O. (2005). Multi Family Group therapy : Bagian dari intervensi keluarga seagai upaya untuk mencegah kekambuhan pada penderita skizofrenia. Jakarta : Mitra Skizofrenia. Seng, et al (2012).Burden and coping strategies experienced by caregivers of persons with schizophrenia in the community.Singapore : Department of Nursing, Institute of Mental Health. Journal od Clinical Nursing. Stuart, G. W. (2013). Principles and Practice of Psychiatric Nursing.Tenth Edition.Philadelphia : Elsevier Mosby. Stuart, Laraia. (2005). Principle and practice of psychiatric nursing. (8thed). Missouri : Elsevier Mosby
Jurnal Kesehatan STIKes Prima Nusantara Bukittinggi, Vol.5 No 1 Januari 2014
6
Ware JE, Kosinki M, Keller SD. (1992). SF36.Health Survey.Manual & Interpretation Guide.Lincoln, RI : Quality Metric Incorporated Winahyu, K.M., Hemchayat, M., Charoensuk, S., (2014).The Relationships Between Characteristics of Caregivers and Quality Of Life Among Family Caregivers Of Patients With Schizophrenia in Indonesia.International Proceedings of Social and Behavioral Sciences. Wong, et al. (2012).Quality of life of caregivers with relatives suffering from mental illness in Hong Kong : roles of caregiver characteristics, caregiving burdens, and satisfaction with psychiatric services. Health and Quality of Life outcomes. World Health Oragnization.(2011). Schizophrenia.http://www.who.int/mediacent re/factsheets/fs396/en/ diakses tanggal 8 Maret 2015 World Federation of Mental Health (WFMH). (2010). Caring For The Caregiver : Why Your Mental Health Matters When You Are Caring For Others. Woodbridge VA : WFMH. Wynaden, D., Ladzinski, U., Lapsley, J., Landsborough, L., Butt, J., & Hewitt, V. (2006).The caregiving experience : How much do health professionals understand. Collegian. Zam-Zam, et al. (2011).Schizophrenia in Malaysian Families : A study on Factors associated with quality of life of primary family caregivers. International Journal of Mental Health. Zauszniewski,J. A., Picot, S.J., Roberts, B.L., Debanne, S.M., & Wykle, M.L. (2005). Predictors of resourcefulness in African – American women. Journal of Aging and Health. Zauszniewski, J. A (2006).Resourcefulness. In. J.J. Fitzpatrick & M. Wallace (Eds), Encyclopedia of nursing research. New York : Springer Zauszniewski, J. A., Lai, C., & Tithiphonturnrong, S. (2006). Development and testing of the Resourcefulness scale for older aduls.Journal of Nursing Measurement. Zauszniewski, J. A., Bekhet, A.K., Suresky, M.J. (2009). Relationship Among Perceived Burden, Depressive Cognitions, Resourcefulness, And Quality Of Life In
Female Relatives Of Seriously Mentally Ill Adults. Issues In Mental Health Nursing
Jurnal Kesehatan STIKes Prima Nusantara Bukittinggi, Vol.5 No 1 Januari 2014
7