HUBUNGAN SUPLEMENTASI VITAMIN A PADA IBU NIFAS DAN MORBIDITAS BAYI UMUR 0-6 BULAN DI KECAMATAN CIAMPEA, KABUPATEN BOGOR
MEI RINI SAFITRI
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Hubungan Suplementasi Vitamin A pada Ibu Nifas dan Morbiditas Bayi Umur 0-6 Bulan di Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Desember 2013 Mei Rini Safitri NIM I14090005
ABSTRAK MEI RINI SAFITRI. Hubungan Suplementasi Vitamin A pada Ibu Nifas dan Morbiditas Bayi 0-6 Bulan di Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh DODIK BRIAWAN. Penelitian ini bertujuan menganalisis hubungan suplementasi vitamin A pada ibu nifas dan morbiditas bayi umur 0-6 bulan di Kecamatan Ciampea. Desain yang digunakan adalah cross sectional study dengan contoh sebanyak 56. Data yang digunakan meliputi riwayat kehamilan dan pemberian ASI, suplementasi vitamin A, imunisasi, Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) serta morbiditas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bayi 0-6 bulan pernah menderita Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) (66.1%), demam (25.0%), diare (14.3%), penyakit kulit (7.1%), hepatitis B (3.6%), demam berdarah (1.8%) dan sariawan (1.8%). Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara pemberian imunisasi dengan frekuensi dan lama penyakit hepatitis B, jumlah konsumsi vitamin A dengan kejadian sakit, pemberian makanan atau minuman tambahan selain ASI dan kelengkapan imunisasi dengan lama sakit semua jenis penyakit (p<0.05). Hasil uji regresi logistik menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang siginikan antara kelengkapan imunisasi dengan lama sakit semua jenis penyakit (p=0.044, OR=0.110, 95% CI=0.013-0.940), jumlah konsumsi vitamin A dengan kejadian sakit (p=0.021, OR=0.103, 95% CI=0.015-0.715). Kata kunci: bayi, morbiditas, ibu nifas, vitamin A
ABSTRACT MEI RINI SAFITRI. The Correlation between Vitamin A Supplementation in Postpartum Maternal and the Morbidity of Infant 0-6 Month in Ciampea Subdistrict, Bogor. Supervised by DODIK BRIAWAN. The objectives of this research was to analyze correlation between vitamin A supplementation in postpartum maternal and the morbidity of infant 0-6 month in Ciampea Sub-district. A cross sectional study of 56 subjects was conducted. Data used in this study were pregnancy care and breastfeeding practices, vitamin A supplementation, immunization, clean and living healthy behaviour (CLHB) and morbidity. The result of this study showed that infant 0-6 month suffered acute respiratory infection (ARI) (66.1%), fever (25.0%), diarrhea (14.3%), skin disease (7.1%), hepatitis B (3.6%), dengue fever (1.8%) and sprue (1.8%). The result of this study showed that there were correlation between immunization with frequency and duration of hepatitis B, the number of taking vitamin A supplement with incident of diseases, complementary feeding and complete immunization with duration of all illness (p<0,05). The logistic regression analysis showed that there were significant effect between complete immunization with duration of all illness (p=0.044, OR=0.110, 95% CI=0.013-0.940), number of taking vitamin A supplement with incident of diseases (p=0.021, OR=0.103, 95% CI=0.015-0.715). Key words: infant, morbidity, postpartum maternal, vitamin A
HUBUNGAN SUPLEMENTASI VITAMIN A PADA IBU NIFAS DAN MORBIDITAS BAYI UMUR 0-6 BULAN DI KECAMATAN CIAMPEA, KABUPATEN BOGOR
MEI RINI SAFITRI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi Nama NIM
:Hubungan Suplementasi Vitamin A pada Ibu Nifas dan Morbiditas Bayi Umur 0-6 bulan di Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. : Mei Rini Safitri : I14090005
Disetujui oleh
Dr Ir Dodik Briawan, MCN Pembimbing I
Diketahui oleh
Dr Rimbawan Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan Suplementasi Vitamin A pada Ibu Nifas dan Morbiditas Bayi Umur 0-6 Bulan di Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor”. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Ayah, ibu dan adik yang selalu memberikan kasih sayang dan dukungan selama pengerjaan penulisan skripsi ini. 2. Dr. Ir. Dodik Briawan, MCN selaku dosen pembimbing yang telah memberikan waktu dalam pembimbingan penulisan skripsi ini. 3. Prof. Dr. Ir. Siti Madanijah, MS selaku dosen pemandu seminar dan penguji atas masukan dan saran yang diberikan. 4. Seluruh staf pendidik dan kependidikan Departemen Gizi Masyarakat atas bimbingan, arahan dan bantuannya selama menjalani perkuliahan. 5. Seluruh tenaga kesehatan dan masyarakat Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor atas keramahan dan kesediaan dalam membantu kelancaran penelitian. 6. Ibnu Malkan Bakhrul Ilmi yang telah memberikan bantuan, dukungan dan semangat dalam penulisan skripsi ini 7. Teman-teman seperjuangan (Fithri, Uthu, Fefi, Ilya, Heny, Mbak Dian, Dyta), teman-teman pembahas seminar (Farida, Ambar, Umami, Susan), dan teman satu kostan (Mbak Dyla moo, Mbak Dyla kanjeng, Fera, Rey, Pungky, Nova, Inga tipa, Icha, Dyla, Mimi, deska, Risna) yang telah memberikan saran dan dukungan. 8. Serta semua pihak yang tidak bisa kami sebutkan satu persatu yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini. Wassalamualaikum Wr. Wb. Bogor,
Desember 2013
Mei Rini Safitri
DAFTAR ISI PRAKATA ............................................................................................................. vi DAFTAR ISI ......................................................................................................... vii DAFTAR TABEL ................................................................................................ viii DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ viii PENDAHULUAN .................................................................................................. 1 Latar belakang ..................................................................................................... 1 Perumusan masalah ............................................................................................. 2 Tujuan Penelitian ................................................................................................. 2 Hipotesis .............................................................................................................. 3 Kegunaan Penelitian ............................................................................................ 3 KERANGKA PEMIKIRAN ................................................................................... 4 METODE ................................................................................................................ 6 Desain, Waktu dan Tempat ................................................................................. 6 Jumlah dan Cara Penarikan Contoh .................................................................... 6 Jenis dan Cara Pengumpulan Data ...................................................................... 7 Pengolahan dan Analisis Data ............................................................................. 7 Definisi operasional ............................................................................................. 9 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................. 10 Profil Kecamatan Ciampea ................................................................................ 10 Karakteristik Contoh ......................................................................................... 11 Karakteristik Keluarga Contoh .......................................................................... 11 Morbiditas ......................................................................................................... 12 Suplementasi Vitamin A ................................................................................... 15 Hubungan Riwayat Pemberian ASI dengan Morbiditas ................................... 18 Hubungan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dengan Morbiditas ........ 24 Hubungan jumlah konsumsi suplemen vitamin A dengan Morbiditas ............. 27 Hubungan Praktek Imunisasi dengan Morbiditas ............................................. 27 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Morbiditas (Frekuensi, Lama dan Kejadian Sakit) ................................................................................................................. 29 SIMPULAN DAN SARAN .................................................................................. 29 Simpulan ............................................................................................................ 29 Saran .................................................................................................................. 30 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 30 LAMPIRAN .......................................................................................................... 35 RIWAYAT HIDUP............................................................................................... 38
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Sebaran contoh berdasarkan jenis penyakit yang pernah diderita ............... 14 Sebaran contoh menurut kategori lama sakit ............................................... 14 Sebaran contoh menurut kategori frekuensi sakit ........................................ 15 Sebaran contoh berdasarkan pelaksanaan program suplementasi vitamin A .................................................................................................... 17 Sebaran contoh menurut riwayat pemberian ASI ....................................... 21 Sebaran contoh menurut riwayat pemberian makanan prelakteal dan makanan tambahan ..................................................................................... 23 Sebaran ibu contoh berdasarkan riwayat kehamilan, persalinan dan keguguran.................................................................................................... 24 Sebaran contoh menurut indikator PHBS ................................................... 25 Sebaran contoh menurut kelengkapan imunisasi ........................................ 28
DAFTAR LAMPIRAN 1 Hasil uji Chi-Square kelengkapan imunisasi terhadap lama sakit ................ 36 2 Hasil regresi logistik semua variabel independen terhadap lama sakit ....... 36 3 Hasil uji Chi-square jumlah konsumsi vitamin A terhadap kejadian sakit .............................................................................................................. 37 4 Hasil uji regresi logistik semua variabel independen terhadap kejadian sakit .............................................................................................................. 37
PENDAHULUAN Latar belakang Kesehatan merupakan investasi untuk keberhasilan pembangunan bangsa dan menjadi hak asasi manusia. Pembangunan kesehatan secara menyeluruh dan berkesinambungan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya (Sujudi 2004). Derajat kesehatan suatu bangsa tercapai apabila status gizi masyarakat sudah baik dan masalah gizi terselesaikan. Masalah gizi memilki dimensi yang luas sehingga menjadi masalah yang kompleks karena penyebabnya multi faktor dan multi dimensi, tidak hanya masalah kesehatan tetapi juga masalah sosial, ekonomi, budaya, pola asuh, pendidikan dan lingkungan. Menurut Calder dan Jackson (2000) masalah gizi seperti gizi kurang dan infeksi akan mengakibatkan peningkatan angka kejadian morbiditas dan mortalitas. Salah satu zat gizi yang berperan dalam menurunkan morbiditas dan mortalitas adalah vitamin A. Kekurangan vitamin A dapat menurunkan fungsi kekebalan tubuh sehingga dapat meningkatkan terjadinya morbiditas dan mortalitas dari beberapa penyakit infeksi seperti diare, infeksi saluran pernapasan bawah dan campak. Peranan vitamin A adalah membentuk respon imun melalui peningkatan respon imun sel T dan retinol berpengaruh terhadap pertumbuhan dan diferensiasi limfosit B (leukosit yang berperan dalam proses kekebalan humoral) (Almatsier 2004). Namun sekarang ini defisiensi vitamin A masih dihadapi oleh negaranegara bekembang termasuk Indonesia. Kurang vitamin A menjadi salah satu masalah yang penting. Banyak kasus yang ditemukan akibat defisiensi vitamin A ini. Setiap tahun lebih dari 350 000 ditemukan kasus kebutaan dan peningkatan angka kesakitan dan kematian anak. Selain itu, lebih dari 250 juta anak mengalami defisiensi vitamin A subklinis (Sommer 2004). Beberapa studi menunjukkan efek dari suplementasi vitamin A pada ibu nifas. Menurut Ross dan Harvey (2003) suplementasi vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas merupakan strategi yang efektif dalam memperbaiki status vitamin A pada bayi melalui pemberian ASI. Stoltzfus et al. (1993) juga menjelaskan bahwa pemberian suplemen vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas merupakan cara yang efektif untuk memperbaiki status vitamin A pada ibu dan bayi. Pemberian kapsul vitamin A selain untuk meningkatkan daya tahan tubuh, meningkatkan kelangsungan hidup anak, juga dapat membantu pemulihan kesehatan ibu. Oleh sebab itu pemerintah di tingkat kabupaten dapat meningkatkan kualitas kesehatan ibu dan anak dengan cara memperkuat program vitamin A ibu nifas (Naibaho 2011). Pemberian satu kapsul vitamin A merah cukup untuk meningkatkan kandungan vitamin A dalam ASI selama 60 hari dan pemberian 2 kapsul vitamin A merah diharapkan cukup menambah kandungan vitamin A dalam ASI sampai bayi berusia 6 bulan (Depkes 2009b). Status vitamin A pada ibu mempengaruhi status vitamin A pada bayi melalui pemberian ASI. Jika status vitamin A pada ibu sudah cukup yang diperoleh melalui makanan dan suplementasi, maka vitamin A yang terkandung
2 dalam ASI dapat memenuhi kebutuhan vitamin A bayi pada 6 bulan pertama kehidupan. Suplementasi vitamin A tersebut berguna untuk mengatasi defisiensi vitamin A serta menurunkan risiko terjadinya penyakit infeksi sehingga dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas pada bayi. Namun suplementasi vitamin A pada ibu nifas tidak direkomendasikan oleh WHO sebagai program kesehatan masyarakat untuk mengatasi morbiditas dan mortalitas karena bukti yang menunjukkan efek dari suplemen vitamin A terhadap morbiditas dan mortalitas masih rendah. Ibu nifas seharusnya memenuhi kebutuhan gizinya dengan mengonsumsi makanan yang sehat. Intake vitamin A yang direkomendasikan bagi ibu nifas sebesar 850 RE/hari, namun untuk beberapa area mungkin masih sulit untuk mencapainya melalui konsumsi makanan (WHO 2011). Menurut Martins et al. (2010), suplementasi vitamin A pada ibu nifas berpengaruh positif terhadap status vitamin A ibu, namun tidak berpengaruh pada status vitamin A bayi dua bulan setelah pemberian dosis tunggal. Menurut Gogia dan Sachdev (2010), suplementasi vitamin A pada ibu nifas tidak berpengaruh terhadap morbiditas dan mortalitas. Berdasarkan uraian di atas terdapat pro kontra mengenai suplementasi vitamin A pada ibu nifas. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti suplementasi vitamin A pada ibu nifas dan morbiditas pada bayi 0-6 bulan di Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor.
Perumusan masalah Masalah gizi yang terjadi pada bayi usia 0-6 bulan ditentukan oleh kandungan zat gizi pada ASI karena pada usia tersebut kecukupan zat gizi bayi hanya tergantung pada zat gizi yang diterima ibu. Faktor utama terjadinya defisiensi vitamin A pada anak yaitu karena ibu mengalami defisiensi vitamin A. Salah satu cara mengatasi masalah tersebut yaitu melalui program suplementasi vitamin A pada ibu nifas. Namun terdapat pro kontra mengenai pelaksanaan program tersebut. WHO (2011) tidak merekomendasikan program tersebut sebagai program kesehatan masyarakat untuk mengatasi morbiditas dan mortalitas karena bukti yang menunjukkan efek dari suplementasi vitamin A terhadap morbiditas dan mortalitas masih rendah. Oleh karena itu, perlu adanya penelitian terkait suplementasi vitamin A pada ibu nifas dan morbiditas pada bayi 0-6 bulan di Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor.
Tujuan Penelitian Tujuan umum Tujuan umum penelitian ini adalah menganalisis hubungan suplementasi vitamin A pada ibu nifas dan morbiditas pada bayi umur 0-6 bulan di Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Tujuan khusus 1. Mengidentifikasi karakteristik bayi dan keluarga 2. Menilai tingkat morbiditas pada bayi umur 0-6 bulan
3 3. Mengkaji pelaksanaan program suplementasi vitamin A pada ibu nifas dan konsumsi suplemen vitamin A non program 4. Menganalisis hubungan riwayat pemberian ASI (IMD, kolostrum, prelakteal, ASI eksklusif, makanan atau minuman tambahan selain ASI) dengan morbiditas pada bayi umur 0-6 bulan 5. Menganalisis hubungan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dengan morbiditas bayi umur 0-6 bulan 6. Menganalisis hubungan jumlah konsumsi suplemen vitamin A dengan morbiditas bayi umur 0-6 bulan 7. Menganalisis hubungan imunisasi dengan morbiditas bayi umur 0-6 bulan 8. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi morbiditas (frekuensi, lama dan kejadian sakit).
Hipotesis Hipotesis dari penelitian ini adalah: - Terdapat hubungan antara riwayat pemberian ASI (IMD, kolostrum, prelakteal, ASI eksklusif, makanan atau minuman tambahan selain ASI) dengan morbiditas bayi 0-6 bulan - Terdapat hubungan antara PHBS dengan morbiditas bayi 0-6 bulan - Terdapat hubungan antara imunisasi dengan morbiditas bayi umur 0-6 bulan - Terdapat hubungan antara jumlah suplemen vitamin A dengan morbiditas bayi umur 0-6 bulan
Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan evaluasi bagi orangtua akan pentingnya vitamin A dalam menurunkan morbiditas dan mortalitas. Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan evaluasi mengenai program suplementasi vitamin A. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan ide pada penelitian selanjutnya.
4
KERANGKA PEMIKIRAN Prinsip dasar pencegahan dan penanggulangan KVA adalah menyediakan vitamin A yang cukup untuk tubuh. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi kecukupan vitamin A seseorang. Faktor-faktor seperti pendidikan, pekerjaan, pendapatan per kapita, umur ibu, besar keluarga, riwayat pemberian ASI dan riwayat kehamilan diduga dapat mempengaruhi kecukupan vitamin A pada bayi. Jika tingkat pendidikan ibu dan keluarga mengenai gizi sudah cukup baik, maka diharapkan kemampuan ibu dalam memenuhi kebutuhan vitamin A juga baik. Selain itu, pekerjaan dan pendapatan dapat menentukan seberapa besar biaya yang dikeluarkan untuk pangan dan non pangan. Umur ibu, besar keluarga dan riwayat kehamilan juga berkaitan dengan pemberian ASI sehingga menentukan asupan yang diterima bayi, terutama kandungan vitamin A dan zat gizi lain yang dapat meningkatkan kekebalan tubuh bayi. Status vitamin A pada ibu nifas mempengaruhi status vitamin A pada anak usia 0-6 bulan karena pada usia tersebut sumber zat gizi yang diperoleh anak sebagian besar diperoleh dari ASI. Asupan vitamin A yang cukup diperlukan sejak masa kehamilan, diharapkan ibu mempunyai cadangan vitamin A yang cukup pada saat melahirkan, sehingga menghasilkan ASI yang cukup vitamin A. Menurut Kjolhede dan Beisel (1996), defisiensi vitamin A berhubungan dengan peningkatan morbiditas dan mortilitas pada anak-anak di negara berkembang. ASI mengandung zat gizi dan zat imun tubuh sehingga dapat menurunkan risiko terjadinya morbiditas pada anak. Selain itu, Miller et al. (2002) juga menyebutkan bahwa defisiensi vitamin A pada ibu dikarenakan tingginya angka kelahiran yang disertai dengan lamanya menyusui bayi. Selain itu, pemberian imunisasi pada anak dan penerapan program PHBS diharapkan dapat mengurangi risiko kesakitan pada anak. Berdasarkan WNPG (2004) angka kecukupan vitamin A ibu nifas mendapat tambahan sebesar 350 µg/hari pada 6 bulan pertama masa menyusui maupun pada 6 bulan kedua untuk memenuhi kebutuhan masa menyusui. Sedangkan angka kecukupan vitamin A untuk bayi 0-6 bulan sebesar 375 µg/hari. Kebutuhan tersebut dapat dipenuhi melalui asupan makanan yang tinggi vitamin A, suplementasi dan fortifikasi. Menurut Ross dan Harvey (2003) suplementasi vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas merupakan strategi yang efektif dalam memperbaiki status vitamin A pada bayi melalui pemberian ASI. Berdasarkan bahasan teori tersebut, digunakan kerangka pemikiran sebagai berikut:
5 Karakteristik keluarga: - Umur ibu nifas - Pekerjaan - Pendidikan - Pendapatan per kapita - Besar keluarga
Pelaksanaan program suplementasi vitamin A
Jumlah konsumsi suplemen vitamin A pada ibu nifas
Status vitamin A pada ibu nifas Konsumsi suplemen vitamin A non program Kandungan vitamin A pada ASI
Riwayat pemberian ASI: IMD, kolostrum, ASI eksklusif, prelakteal, Makanan/minuman tambahan selain ASI
Riwayat kehamilan
Imunisasi Morbiditas b
i
Karakteristik bayi: - Berat badan lahir
PHBS
Keterangan: = variabel yang diteliti
=hubungan yang dianalisis = variabel yang tidak diteliti = hubungan yang tidak dianalis Gambar 1 Kerangka pemikiran suplementasi vitamin A pada ibu nifas dengan morbiditas bayi
6
METODE Desain, Waktu dan Tempat Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional study. Penelitan ini dilakukan pada bulan Mei–Juni 2013. Proses pengumpulan data dilakukan di Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive dengan pertimbangan bahwa Kecamatan Ciampea merupakan salah satu kecamatan dimana cakupan suplementasi vitamin A (85.8%) diatas rata-rata cakupan suplementasi vitamin A di Kabupaten Bogor (78.6%). Persentase pemberian ASI eksklusif di Kecamatan Ciampea (55.8%) lebih dari rata-rata persentase pemberian ASI eksklusif di Kabupaten Bogor (54.01%) (Dinkes 2012). Selain itu, beberapa penyakit yang berhubungan dengan vitamin A seperti ISPA, diare dan penyakit kulit merupakan penyakit dengan jumlah terbanyak yang diderita anak di kecamatan tersebut. Kemudahan akses peneliti dan belum pernah dilakukan penelitan serupa juga menjadi pertimbangan dasar dalam pemilihan lokasi penelitian.
Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jumlah contoh ditentukan dengan rumus Lemeshow dan David (1997) dengan perhitungan sebagai berikut: n n
[(Z1-α)2 x p.q] d2 [(1.96)2 x (0.153 x 0.847)] (0.1)2 50
n Keterangan: n = jumlah contoh α = derajat kepercayaan (0.05) p = proporsi (persentase bayi yang menyusui eksklusif sampai umur 6 bulan sebesar 15.3% berdasarkan data Riskesdas 2010) q = 1-p d = presisi (10%) Penentuan sampel dilakukan secara purposive. Cara penarikan contoh dimulai dengan mendata populasi bayi umur 0-6 bulan di Kecamatan Ciampea. Data diperoleh dari 4 puskesmas di Kecamatan Ciampea (Puskesmas Induk Ciampea, Puskesmas Ciampea Udik, Puskesmas Cihideung Udik dan Puskesmas Pasir) melalui bidan desa dan kader penanggung jawab masing-masing wilayah. Populasi bayi berumur 0-6 bulan sebanyak 1688. Penentuan sampel menggunakan kriteria inklusi sebagai berikut: 1) contoh berumur 0–6 bulan, 2) ibu contoh mengonsumsi suplemen vitamin A setelah melahirkan, 3) contoh pernah diberi ASI, 4) contoh lahir normal, 5) usia kelahiran contoh cukup bulan, 6) contoh tidak BBLR dan 7) ibu contoh bersedia diwawancarai. Jumlah contoh dalam penelitian ini sebanyak 56 contoh dimana 20 contoh diambil dari Puskesmas Induk Ciampea,
7 18 contoh dari Puskesmas Ciampea Udik, 10 contoh dari Puskesmas Cihideung Udik dan 8 contoh dari Puskesmas Pasir.
Jenis dan Cara Pengumpulan Data Jenis data yang dikumpulkan pada penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan melalui wawancara langsung dengan menggunakan instrumen kuesioner meliputi: 1. Karakteristik contoh (nama, tanggal lahir, jenis kelamin, berat badan lahir). 2. Karakteristik keluarga (besar keluarga, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, dan umur ibu) 3. Riwayat kehamilan (jumlah kehamilan, jumlah persalinan, riwayat keguguran, orang yang membantu persalinan) 4. Riwayat pemberian ASI (IMD, pemberian kolostrum, pemberian ASI eksklusif, pemberian makanan atau minuman prelakteal dan makanan atau minuman tambahan selain ASI) 5. Konsumsi suplemen vitamin A dari program pemerintah (waktu pemberian suplemen, jumlah suplemen yang diberikan, warna suplemen, jumlah suplemen yang dikonsumsi, alasan mengonsumsi suplemen, sumber didapatkan suplemen, pesan yang disampaikan petugas saat memberikan suplemen, konsumsi suplemen vitamin A lain dan manfaat yang dirasakan) 6. Konsumsi suplemen vitamin A non program (jenis dan jumlah suplemen) 7. Riwayat imunisasi (jenis imunisasi yang diberikan, waktu dilakukan imunisasi) diperoleh melalui Kartu Menuju Sehat (KMS). 8. PHBS (persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan, bayi diberi ASI eksklusif, penggunaan air bersih, mencuci tangan dengan air bersih dan sabun, penggunaan jamban sehat, pemberantasan jentik nyamuk, mengonsumsi sayur dan buah setiap hari, melaksanakan aktivitas fisik setiap hari, anggota keluarga tidak merokok, menimbang bayi rutin setiap bulan) 9. Morbiditas (riwayat kesakitan yang pernah atau sedang diderita anak sampai sekarang (saat penelitian) berupa jenis penyakit, lama dan frekuensi sakit serta kejadian sakit). Data sekunder meliputi gambaran umum wilayah, jenis penyakit yang sering terjadi dan data mengenai fasilitas pelayanan kesehatan di Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor diperoleh melalui Kantor Camat dan Puskesmas setempat.
Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan data dilakukan dengan beberapa tahap, yaitu coding, entry, cleaning dan analisis data. Tahap coding merupakan tahapan yang digunakan untuk mempermudah dalam entry dan pengolahan data. Tahapan selanjutnya adalah entry data yaitu proses memasukkan data jawaban kuesioner sesuai kode yang telah ditentukan untuk masing-masing variabel sehingga menjadi suatu data dasar. Tahapan selanjutnya adalah cleaning yang dilakukan untuk mengoreksi atau mengecek kesalahan yang mungkin terjadi saat memasukkan data. Data
8 tersebut dianalisis secara statistik deskriptif dan statistik inferensia menggunakan program Microsoft Excel 2007 dan Statistical Program for Social Science (SPSS for window versi 17.0). Data karakteristik bayi dan keluarga diperoleh melalui kuesioner. Besar keluarga, tingkat pendidikan dan pendapatan per kapita diolah dengan memberikan kategori pada masing-masing peubah. Besar keluarga dikelompokan menjadi 3 yaitu keluarga kecil (≤ 4 orang), keluarga sedang (5-6 orang) dan keluarga besar (≥7 orang) (Hurlock 1980). Tingkat pendidikan contoh dikategorikan berdasarkan jenjang kelulusan pendidikan terakhir yaitu tidak tamat SD/tidak sekolah (0), tamat SD (1), tamat SMP (2), tamat SMA/sederajat (3), dan tamat akademi/perguruan tinggi (4). Pendapatan perkapita dikategorikan menjadi dua yaitu miskin dan tidak miskin. Pengkategorian ini berdasarkan ketetapan garis kemiskinan menurut BPS (2012) untuk Propinsi Jawa Barat sebesar Rp 231 438. Penduduk dikategorikan miskin apabila pendapatan dibawah garis kemiskinan. Pekerjaan orang tua dikelompokkan menjadi tidak bekerja atau ibu rumah tangga, petani, pedagang, buruh tani, buruh nontani, PNS/ABRI/polisi, jasa (tukang ojek, supir, calo dan sebagainya), pegawai swasta dan lainnya. Umur ibu dikelompokkan menjadi 3 kategori berdasarkan penggolongan umur dalam WNPG (2004) meliputi: 1) 16-18 tahun, 2) 19-29 tahun dan 3) 30-49 tahun. Data konsumsi suplemen vitamin A, riwayat pemberian ASI, riwayat kehamilan, imunisasi, konsumsi suplemen vitamin A non program dan PHBS juga diperoleh melalui pengisian kuisioner yang terdiri dari pertanyaan dalam bentuk yes/no question dan pertanyaan terbuka. Pemberian makanan atau minuman prelakteal, inisiasi menyusui dini (IMD), pemberian kolostrum, ASI eksklusif, pemberian makanan atau minuman lain selain ASI dan imunisasi diberi kode 0 jika “Tidak” dan 1 jika “Ya”. Jumlah kapsul vitamin A yang diminum diberi kode 0 jika mengonsumsi 1 kapsul dan 1 jika mengonsumsi 2 kapsul. PHBS ibu didapatkan dengan penilaian jawaban kuisioner dari pertanyaan yang diberikan. Jawaban “Ya” diberi nilai 1 dan jawaban “tidak” diberi nilai 0 kemudian dikategorikan menjadi 2 yaitu rendah jika skor PHBS 3-8.5 dan tinggi jika skor PHBS 8.6-14 berdasarkan rumus interval kelas menurut Slamet (1993). Interval kelas = Morbiditas ditentukan dari frekuensi, lama serta kejadian sakit dengan menanyakan apakah dari lahir sampai sekarang (saat penelitian) bayi mengalami sakit seperti demam tinggi, batuk, pilek, diare, dan lain-lain dan ditanya frekuensi dan lama sakit dari masing-masing jenis penyakit. Untuk keperluan analisis, data morbiditas dilihat dari nilai median masing-masing jenis penyakit atau gabungan semua jenis penyakit (Untoro et al. 2005). Kemudian data tersebut dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu morbiditas rendah dan morbiditas tinggi. Rendah jika frekuensi dan lama sakit contoh ≤ median, tinggi jika frekuensi dan lama sakit contoh > median. Analisis data dilakukan dengan menggunakan program Microsoft Excel 2007 dan SPSS versi 17.0 for windows. Uji statistik deskriptif dilakukan pada beberapa variabel diantaranya karakteristik keluarga dan bayi, program suplementasi vitamin A, riwayat pemberian ASI dan kehamilan, imunisasi serta PHBS. Uji hubungan menggunakan uji Chi Square untuk melihat hubungan antara variabel independen (Inisiasi Menyusui Dini (X1), kolostrum (X2),
9 prelakteal (X3), ASI eksklusif (X4), makanan atau minuman tambahan selain ASI (X5), PHBS (X6), jumlah konsumsi suplemen vitamin A (X7), imunisasi (X8) dan kelengkapan imunisasi (X9) terhadap masing-masing variabel dependen (kejadian sakit, lama, dan frekuensi sakit masing-masing jenis penyakit maupun gabungan semua jenis penyakit). Selain itu, dilakukan uji regresi logistik untuk mendapatkan nilai Odds Ratio (OR) variabel independen terhadap variabel dependen.
Definisi operasional Contoh adalah bayi perempuan maupun laki-laki berusia 0-6 bulan yang memenuhi kriteria inklusi Karakteristik contoh adalah ciri khas yang dimiliki bayi meliputi umur, jenis kelamin dan berat badan. Karakteristik keluarga adalah ciri khas yang dimiliki keluarga meliputi pendidikan, pendapatan, pekerjaan, besar keluarga dan umur ibu nifas. Tingkat pendapatan per kapita adalah besarnya pendapatan yang diterima keluarga per bulan yang diperoleh melalui pekerjaan utama, pekerjaan tambahan, atau pemberian orang lain yang dinilai dalam rupiah kemudian dibagi dengan besar keluarga. Besar keluarga adalah jumlah anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah dengan contoh yang terdiri dari suami-isteri, suami-isteri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan ankanya dengan sumber perolehan makanan yang sama. Masa nifas adalah masa pulih kembali mulai dari persalinan hingga alat-alat kandungan kembali seperti prahamil dengan lama masa nifas kurang lebih 6-8 minggu. Nifas di bagi dalam tiga periode yaitu puerperium dini, puerperium intermedial, dan remote puerperium. Puerperium dini merupakan kepulihan ketika ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan. Kepulihan menyeluruh alat-alat genital disebut puerperium intermedial. Remote puerperium yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna (Bahiyatun 2008). Pendidikan orang tua adalah tingkat pendidikan formal yang pernah ditempuh orang tua dan dikategorikan menjadi tidak pernah sekolah, taman SD, tamat SMP, tamat SMA, dan tamat perguruan tinggi Pekerjaan orang tua adalah jenis pekerjaan orang tua meliputi tidak bekerja/IRT, petani, pedagang, buruh tani, buruh nontani, PNS/ABRI/polisi, jasa (tukang ojek, supir, calo, dll), pegawai swasta dan lainnya. Riwayat pemberian ASI adalah riwayat pemberian ASI oleh ibu pada bayinya meliputi IMD, pemberian kolostrum, ASI eksklusif, pemberian makanan atau minuman prelakteal, pemberian makanan atau minuman tambahan lain selain ASI. Inisiasi Menyusui Dini (IMD) adalah proses membiarkan bayi menyusu sendiri setelah kelahiran dengan cara bayi diletakkan di dada ibunya kemudian bayi mencari sendiri puting ibunya pada hari pertama kehidupan (Edmond et al. 2006). Kolostrum adalah cairan kekuningan yang pertama kali keluar dari payudara ibu Menyusui eksklusif adalah tidak memberi bayi makanan atau minuman lain, termasuk air putih, selain menyusui (kecuali obat-obatan dan vitamin atau mineral tetes, ASI perah juga diperbolehkan).
10 Makanan atau minuman prelakteal adalah makanan atau minuman yang diberikan kepada bayi baru lahir sebelum ASI keluar meliputi susu formula, susu non-formula, air putih, air gula (gula pasir/gula kelapa/gula aren), air tajin, air kelapa, sari buah, teh manis, madu, pisang, nasi/bubur, dan lainnya. Makanan atau minuman tambahan selain ASI adalah makanan atau minuman yang diberikan kepada bayi setelah ASI keluar PHBS adalah tingkat penerapan PHBS dalam rumah tangga dan dikategorikan menjadi rendah dan tinggi Morbiditas adalah tingkat kesakitan yang terjadi pada bayi dari lahir sampai sekarang (saat penelitian) meliputi frekuensi, lama sakit serta kejadian sakit. Frekuensi sakit adalah banyaknya sakit yang diderita contoh dari lahir sampai saat wawancara penelitian yang dihitung dengan satuan “kali”. Lama sakit adalah jumlah hari sakit contoh dari lahir sampai saat wawancara penelitian. Kejadian sakit adalah pernah tidaknya sakit yang dialami contoh dari lahir sampai saat wawancara penelitian.
HASIL DAN PEMBAHASAN Profil Kecamatan Ciampea Kecamatan Ciampea berada di wilayah Kabupaten Bogor. Kecamatan ini memilki 13 desa antara lain Desa Ciampea Udik, Desa Cinangka, Desa Cibuntu, Desa Cicadas, Desa Tegal Waru, Desa Cibadak, Desa Ciampea, Desa Bojong Jengkol, Desa Cihideung Udik, Desa Cihideung Ilir, Desa Cibanteng, Desa Bojong Rangkas dan Desa Benteng. Luas Kecamatan Ciampea yaitu 3 072 678 Ha yang terdiri dari 476 RT 111 RW dengan jumlah penduduk 150 108 (75 588 lakilaki dan 74 520 perempuan) dan 41 780 KK. Laju pertumbuhan penduduk meningkat dari tahun 2010 (74 532 laki-laki dan 72 081 perempuan) sampai tahun 2013 (75 588 laki-laki dan 74 520 perempuan). Sarana kesehatan yang ada di Kecamatan Ciampea antara lain 4 puskesmas, 2 puskesmas pembantu, 4 puskesmas keliling dan 3 poskesdas. Pembagian wilayah kerja puskesmas meliputi UPT Puskesmas Ciampea dengan wilayah kerjanya 4 desa, UPF Puskesmas Ciampea Udik dengan wilayah kerjanya 4 desa, UPF Puskesmas Cihideung Udik dengan wilayah kerjanya 2 desa, dan UPF Puskesmas Pasir dengan wilayah kerjanya 3 desa. Sumber Daya Manusia (SDM) di UPT Puskesmas Ciampea sebanyak 71 orang terdiri dari 6 orang dokter umum, 1 orang dokter gigi, 1 orang sarjana kesehatan masyarakat, 6 orang bidan puskesmas, 14 orang bidan desa, 14 orang perawat, 1 orang perawat gigi, 1 orang tenaga gizi, 2 orang sanitarian, 1 orang radiologi, 1 orang analis lab, 1 orang farmasi, 5 orang administrasi dan 17 sukwan. Sepuluh besar penyakit untuk golongan umur 0-4 tahun di UPT Puskesmas Ciampea tahun 2012 antara lain ISPA, diare, gangguan lain pada kulit, commond cold, demam, gejala dan tanda umum lainnya, dermatitis, TP alat nafas lainnya, varicella dan otitis media tidak spesifik (Kantor Camat Ciampea 2012).
11 Karakteristik Contoh Umur dan Jenis Kelamin Contoh Pada penelitian ini contoh yang diambil berusia 0-6 bulan dan dikelompokkan menjadi 1) 0-2 bulan dan 2) 3-6 bulan. Lebih dari separuh (58.9%) contoh berumur 3-6 bulan dan sebesar 41.1% contoh berumur 0-2 bulan. Jumlah contoh dengan jenis kelamin laki-laki lebih banyak (53.5%) dibandingkan jumlah contoh dengan jenis kelamin perempuan (46.4%).
Karakteristik Keluarga Contoh Besar keluarga Menurut UU No 10 tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera, keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami-isteri, suami-isteri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan ankanya. Rata-rata besar keluarga contoh yaitu 3.0±0.9. Sebagian besar (91.1%) keluarga contoh termasuk dalam kategori keluarga kecil (≤ 4 orang). Sebesar 5.4% termasuk dalam kategori keluarga sedang (5-6 orang) dan sebagian kecil (3.6%) termasuk dalam kategori keluarga besar (≥ 7 orang). Usia Ibu Contoh Usia ibu contoh pada penelitian ini berkisar 17-44 tahun dan dikelompokkan menjadi 3 kategori berdasarkan penggolongan umur dalam WNPG (2004) antara lain: 1) 16-18 tahun, 2) 19-29 tahun dan 3) 30-49 tahun. Pada penelitian ini, rata-rata umur ibu contoh 25.3±6.1 tahun. Sebagian besar (76.8%) usia ibu berada pada kategori rentang umur 19-29 tahun, sebesar 17.9% berada pada kategori rentang umur 30-49 tahun dan sebesar 5.4% berada pada kategori rentang umur 16-18 tahun. Pendidikan Orang tua Pendidikan sangat penting dalam pembentukan perilaku dan pengambilan keputusan seseorang seperti keputusan pemberian ASI. Menurut Madanijah (2004), pendidikan ibu sangat penting dan akan berdampak positif pada kesehatan dan status gizi anak. Tingkat pendidikan orang tua contoh dibagi menjadi 5 kategori, yaitu: 0) tidak sekolah atau tidak tamat SD, 1) tamat SD atau sederajat 2) tamat SMP atau sederajat, 3) tamat SMA atau sederajat dan 4) tamat Perguruan Tinggi atau Akademi. Tingkat pendidikan tertinggi orang tua contoh adalah perguruan tinggi sebesar 1.8%. Persentase tamat SMA atau sederajat pada ayah (33.9%) lebih tinggi daripada ibu contoh (21.4%). Persentase tamat SD atau sederajat (32.1%) dan SMP atau sederajat (44.6%) pada ibu lebih besar daripada persentase tamat SD atau sederajat (25%) dan tamat SMP atau sederajat (39.3%) pada ayah. Namun secara keseluruhan sebagian besar pendidikan terakhir ayah dan ibu contoh adalah tamat SMP atau sederajat. Pekerjaan Orang Tua Jenis pekerjaan akan menentukan besarnya waktu yang digunakan dalam pengasuhan anak. Menurut Human Rights Watch (2009), jam kerja yang berlebih
12 dan kurangnya waktu untuk beristirahat berpengaruh langsung terhadap kesehatan dan perkembangan anak karena anak membutuhkan waktu untuk berinteraksi bersama keluarga. Pekerjaan orang tua contoh dikategorikan menjadi pedagang, buruh tani, buruh non tani, PNS/ABRI/Polisi, jasa (tukang ojek, supir dan sebagainya), pegawai swasta, tidak bekerja/IRT dan lainnya. Sebesar 39.3% ayah contoh bekerja sebagai pedagang dan sebagian besar (89.3%) ibu contoh sebagai Ibu Rumah Tangga (IRT) atau tidak bekerja. Pendapatan keluarga Pendapatan dan struktur keluarga berpengaruh terhadap kesehatan. Orang yang termasuk dalam kelas sosial yang lebih rendah memiliki angka kesakitan lebih tinggi, penyakit yang lebih parah dan angka harapan hidup yang lebih rendah (Bastable 1999). Pendapatan keluarga dinyatakan dalam pendapatan/kapita/bulan dari anggota keluarga yang bekerja. Pendapatan per kapita merupakan hasil pembagian dari total pendapatan keluarga dengan jumlah anggota kelurga. Pendapatan per kapita dikategorikan menjadi dua yaitu miskin dan tidak miskin. Pengkategorian ini berdasarkan ketetapan garis kemiskinan menurut BPS (2012) untuk Propinsi Jawa Barat sebesar Rp231 438. Penduduk dikategorikan miskin apabila pendapatan dibawah garis kemiskinan. Pendapatan/kapita/bulan terendah sebesar Rp25 714 dan tertinggi Rp2 666 667. Sebesar 69.6% keluarga contoh memiliki pendapatan perkapita diatas garis kemiskinan Jawa Barat. Namun masih terdapat 30.4% keluarga contoh termasuk dalam kategori miskin dengan pendapatan per kapita di bawah garis kemiskinan. Sebagian besar (91.1%) besar keluarga contoh termasuk dalam kategori keluarga kecil sehingga pendapatan keluarga jika dibagi dengan jumlah keluarga maka lebih dari separuh pendapatan per kapita keluarga di atas garis kemiskinan.
Morbiditas Morbiditas merupakan derajat sakit, cedera, atau gangguan pada suatu populasi. Selain itu, suatu penyimpangan dari status sehat dan sejahtera atau keberadaan suatu kondisi sakit juga disebut morbiditas (Timmreck 2001). Derajat kesehatan masyarakat ditentukan dari indeks kesehatan berupa angka kematian (mortalitas) dan kesakitan (morbiditas) (Budiarto dan Anggraeni 2001). Berdasarkan hasil penelitian, sebagian besar (82.1%) contoh pernah sakit terhitung dari lahir sampai saat penelitian. Jenis penyakit yang paling sering diderita oleh bayi 0-6 bulan yaitu ISPA, demam dan diare. Jenis penyakit lainnya antara lain penyakit kulit, demam berdarah (DBD), sariawan dan hepatitis B. ISPA merupakan infeksi saluran pernapasan akut dengan gejala demam, batuk, nyeri tenggorok, pilek, sesak napas, mengi, atau kesulitan bernapas. ISPA merupakan penyebab utama morbiditas dan mortilitas penyakit menular di dunia. Patogen yang sering menyebabkan ISPA adalah virus, atau infeksi gabungan virus-bakteri. Penyebaran dan dampak penyakit berkaitan dengan 1) kondisi lingkungan (misalnya polutan udara, kepadatan anggota keluarga), kelembaban, kebersihan, musim, temperatur, 2) ketersediaan dan efektivitas pelayanan kesehatan dan langkah pencegahan infeksi untuk mencegah penyebaran (vaksin, akses terhadap pelayanan kesehatan), 2) faktor pejamu (usia, kebiasaan merokok,
13 kemampuan pejamu menularkan infeksi, status kekebalan, status gizi, kondisi kesehatan umum, infeksi sebelumnya), 4) karakteristik patogen (cara penularan, daya tular, jumlah atau dosis mikroba) (WHO 2007). Persentase bayi yang pernah atau sedang menderita ISPA sebesar 66.1%. Demam adalah suatu keadaan dimana suhu rektal lebih dari 38oC o (100.4 F) (Schwartz 1996). Pada umumnya, ketika suhu tubuh naik, pembuluh darah di dalam kulit membesar dan kulit menjadi merah dan terasa panas. Dahi dan bagian atas perut anak merupakan titik yang menunjukkan bahwa anak demam (Sears W dan Sears M 2007). Persentase contoh yang menderita demam sebesar 25%. Diare adalah suatu kondisi dimana seseorang buang air besar dengan frekuensi lebih sering (biasanya tiga kali atau lebih) dalam satu hari dan konsistensinya lembek atau cair. Diare dapat disebabkan oleh infeksi (bakteri, virus), malabsorpsi, alergi, keracunan, imunodefisiensi dan lain-lain namun penyebab yang sering ada di lapangan yaitu infeksi dan keracunan. Diare dikategorikan menjadi dua antara lain diare akut atau diare yang berlangsung kurang dari 14 hari dan diare kronis atau diare yang berlangsung lebih dari 14 hari (Depkes 2011). Persentase bayi yang pernah atau sedang menderita diare sebesar 14.3%. Jenis penyakit selanjutnya yaitu penyakit kulit. Penyakit kulit bisa disebabkan oleh jamur, bakteri, serangga, alergi atau penyebab lainnya. Contoh jenis penyakit kulit antara lain scabies, kusta, bisul, cacar air, cacing gelang dan lain-lain. Penyakit kulit harus segera diobati karena dapat menular dari satu orang ke orang lain. Selain itu, kebersihan diri dan lingkungan harus ditingkatkan sebagai upaya pencegahan terhadap penyakit ini (Heru 1993). Persentase penyakit kulit pada penelitian ini sebesar 7.1%. Hepatitis B disebabkan oleh virus hepatitis B (VHB). Penularan virus hepatitis B berupa darah, saliva, kontak dengan mukosa penderita virus hepatitis B, feses, urin dan lain-lain. Cara penularannya yaitu parenteral dan non parenteral. Parenteral yaitu terjadi penembusan kulit atau mukosa misalnya melalui tusuk jarum atau benda yang sudah tercemar virus hepatitis B dan pembuatan tattoo dan non parenteral karena persentuhan yang erat dengan benda yang tercemar virus hepatitis B. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya hepatitis B antara lain faktor pejamu (umur, jenis kelamin, mekanisme pertahanan tubuh, kebiasaan hidup dan pekerjaan), faktor agen dan faktor lingkungan. Gejala klinis terdiri atas tiga fase yaitu fase praikterik, fase ikterik dan fase penyembuhan (Siregar 2005). Sebagian kecil (3.6%) contoh menderita penyakit hepatitis B. DBD disebabkan virus dengue ditandai dengan demam tinggi, mendadak 2-7 hari, disertai dengan muka kemerahan. Masa kritis terjadi pada akhir fase demam dimana terjadi penurunan suhu yang tiba-tiba yang sering ditandai dengan gangguan sirkulasi yang bervariasi dalam berat ringannya. Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus dengue antara lain manusia, virus dan vektor perantara. Virus dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti (Depkes 2004). Persentase contoh yang mengalami penyakit ini sebesar 1.8 %. Sariawan merupakan suatu luka terbuka yang kecil di dalam mulut yang menimbulkan nyeri. Penyebabnya antara lain kebersihan mulut yang buruk, gizi kurang, infeksi kuman, gangguan hormonal, kelainan darah, pemakaian obat-obatan atau makanan yang merangsang (Depkes 2007a). Persentase contoh yang mengalami sariawan sebesar 1.8 %.
14 Tabel 1 Sebaran contoh berdasarkan jenis penyakit yang pernah diderita Jenis penyakit n % ISPA 37 66.1 Demam
Diare Penyakit kulit Hepatitis B DBD Sariawan
14
25.0
8 4 2 1 1
14.3 7.1 3.6 1.8 1.8
Lama dan frekuensi sakit bayi 0-6 bulan cukup bervariasi tergantung dari jenis penyakit yang diderita. Lama dan frekuensi sakit dikategorikan berdasarkan median yaitu rendah jika fekuensi sakit ≤ median dan tinggi jika frekuensi sakit > median. Tabel 2 menunjukkan lama sakit bayi 0-6 bulan berdasarkan masingmasing jenis penyakit. Sebagian besar lama bayi menderita sakit termasuk dalam kategori rendah yaitu ISPA (57.1%), diare (85.7%), DBD (98.2%), sariawan (98.2%), penyakit kulit (92.9%), hepatitis B (96.4%) dan demam (75.0%). Selain itu, lebih dari separuh (58.9%). Total lama sakit dari semua jenis penyakit juga termasuk dalam kategori rendah sebesar 58.9%. Hal tersebut dikarenakan banyak bayi yang tidak menderita penyakit tersebut sehingga lama sakit sebanyak 0 hari yang kemudian dimasukkan ke dalam kategori rendah. Sebaran contoh menurut lama hari sakit berdasarkan jenis penyakit disajikan pada tabel dibawah ini. Tabel 2 Sebaran contoh menurut kategori lama sakit Jenis penyakit ISPA Diare DBD Sariawan Penyakit kulit Hepatitis B Demam Gabungan penyakit
Nilai median 3 0 0 0 0 0 0 5
≤ median (rendah) n % 32 57.1 48 85.7 55 98.2 55 98.2 52 92.9 54 96.4 42 75.0 33 58.9
> median (tinggi) n % 24 42.9 8 14.3 1 1.8 1 1.8 4 7.1 2 3.6 14 25.0 23 41.1
Tabel 3 menunjukkan frekuensi sakit bayi 0-6 bulan berdasarkan masingmasing jenis penyakit. Sebagian besar frekuensi bayi menderita sakit termasuk dalam kategori rendah yaitu ISPA (78.6%), diare (85.7%), DBD (98.2%), sariawan (98.2%), penyakit kulit (92.9%), hepatitis B (96.4%) dan demam (75.0%). Total frekuensi sakit dari semua jenis penyakit juga termasuk dalam kategori rendah sebesar 57.1%. Hal tersebut juga dikarenakan banyak bayi yang tidak menderita penyakit tersebut sehingga frekuensi sakit sebanyak 0 kali yang kemudian dimasukkan ke dalam kategori rendah. Sebagian besar (82.1%) contoh memilki frekuensi sakit terbanyak pada rentang umur 0-2 bulan. Sebaran contoh menurut frekuensi sakit berdasarkan jenis penyakit disajikan pada tabel dibawah ini.
15 Tabel 3 Sebaran contoh menurut kategori frekuensi sakit ≤ median > median Nilai median Jenis penyakit n % n % 1 ISPA 44 78.6 12 21.4 0 Diare 48 85.7 8 14.3 0 DBD 55 98.2 1 1.8 0 Sariawan 55 98.2 1 1.8 0 Penyakit kulit 52 92.9 4 7.2 0 Hepatitis B 54 96.4 2 3.6 Demam Gabungan penyakit
0 1
42 32
75.0 57.1
14 24
25.0 42.9
Suplementasi Vitamin A Berdasarkan WNPG (2004) angka kecukupan vitamin A ibu nifas mendapat tambahan sebesar 350 µg/hari pada 6 bulan pertama masa menyusui maupun pada 6 bulan kedua untuk memenuhi kebutuhan masa menyusui. Sedangkan angka kecukupan vitamin A untuk bayi 0-6 bulan sebesar 375 µg/hari. Jika asupan vitamin A ibu rendah maka vitamin A dalam ASI juga rendah. Kebutuhan dapat dipenuhi melalui asupan makanan yang tinggi vitamin A, suplementasi dan fortifikasi. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian Permaesih (2009) menunjukkan bahwa pemberian 2 kapsul vitamin A dan minyak goreng fortifikasi yang diberikan secara bersama-sama dapat meningkatkan kadar retinol ASI dan cadangan vitamin A dalam hati. Pemberian kapsul vitamin A saja atau konsumsi minyak goreng yang difortifikasi saja dapat meningkatkan kadar retinol ASI dibandingkan dengan plasebo. Pemberian vitamin A dosis tinggi segera setelah melahirkan juga dapat meningkatkan konsentrasi vitamin A dalam ASI. Banyak penelitian yang berhubungan dengan suplementasi vitamin A pada ibu nifas dan hasilnya terdapat beberapa penelitian yang menunjukkan efek positif atau sebaliknya dari suplementasi vitamin A tersebut. Hasil penelitian Stoltzfus et al. (1993) menujukkan bahwa suplementasi vitamin A dosis tinggi pada ibu menyusui merupakan cara yang efektif untuk memperbaiki status vitamin A pada ibu dan bayi. Selain itu, hasil penelitian Basu et al. (2003) menyatakan bahwa suplementasi vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas di India dapat menurunkan morbiditas pada bayi. Penelitian Roy et al. (1997) menyatakan bahwa suplementasi vitamin A pada ibu malnutrisi dapat meningkatkan konsentrasi retinol ASI untuk bayi dan menurunkan lamanya infeksi saluran pernapasan dan demam pada bayi yang disusui. Menurut Depkes (2009b), suplementasi vitamin A dosis tinggi (warna merah) dengan dosis 200 000 IU harus diberikan kepada ibu nifas karena dapat mencegah infeksi pada ibu nifas, kesehatan ibu cepat pulih setelah melahirkan, pemberian 1 kapsul vitamin A merah cukup untuk meningkatkan kandungan vitamin A dalam ASI selama 60 hari dan pemberian 2 kapsul vitamin A merah diharapkan cukup menambah kandungan vitamin A dalam ASI sampai bayi berusia 6 bulan. Selain itu menurut WHO/UNICEF/IVACG (1997), suplementasi vitamin A tersebut berguna untuk mengatasi defisiensi vitamin A serta
16 menurunkan risiko terjadinya penyakit infeksi, morbiditas dan mortalitas pada bayi. Namun terdapat beberapa penelitian yang tidak menunjukkan efek positif dari suplementasi vitamin A. Hasil penelitian Newton et al. (2005) menunjukkan bahwa tidak ditemukan pengaruh suplementasi vitamin A pada ibu nifas dan bayi terhadap respon imun tubuh untuk vaksin tetanus dan polio. Selain itu, Malaba et al. (2005) menyatakan bahwa suplementasi vitamin A pada ibu nifas atau bayi tidak dapat menurunkan mortalitas bayi pada wanita negatif HIV dengan status vitamin A yang cukup. Penelitian Ayah et al. (2007) juga menunjukkan bahwa suplementasi vitamin A pada ibu nifas tidak dapat meningkatkan serum retinol dan simpanan pada bayi. Peningkatan morbiditas dan mortilitas pada anak-anak di negara berkembang berhubungan dengan defisiensi vitamin A (Kjolhede dan Beisel 1996). Faktor utama penyebab anak mengalami defisiensi vitamin A adalah ibu mengalami defisiensi vitamin A sehingga vitamin A yang terkandung dalam ASI juga rendah, bayi sering menderita sakit, ketidakmampuan mengabsorpsi, kehilangan nafsu makan serta peningkatan kebutuhan. Defisiensi vitamin A pada ibu dikarenakan asupan makanan yang rendah vitamin A dan tingginya angka kelahiran yang disertai dengan lamanya menyusui bayi (Miller et al. 2002). Program suplementasi vitamin A bagi ibu nifas sudah dijalankan di Kecamatan Ciampea. Jumlah kapsul vitamin A yang diberikan berjumlah 1 atau 2 kapsul. Kurang dari separuh (42.9%) vitamin A diberikan sebanyak 2 kapsul kepada ibu contoh. Hal tersebut dikarenakan terdapat beberapa kendala yang dihadapi menurut petugas kesehatan setempat. Kendala tersebut antara lain stok terbatas, kurangnya pengetahuan pihak yang diamanatkan untuk membagikan kapsul vitamin A tentang jumlah kapsul yang seharusnya diberikan. Selain itu, program ini juga mengalami kendala seperti banyak ibu yang melahirkan bayi di dukun, kurangnya pengetahuan ibu nifas tentang kapsul vitamin A, kurangnya sosialisasi tentang suplementasi vitamin A pada ibu nifas, dan bidan sering lupa untuk memberikan kapsul tersebut. Kapsul vitamin A tersebut diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor. Jumlah kapsul yang diberikan disesuaikan dengan jumlah bayi dan ibu nifas yang membutuhkan sehingga untuk stok kapsul vitamin A tersebut diharapkan cukup untuk memenuhi kebutuhan bayi dan ibu nifas. Kapsul vitamin tersebut diterima oleh Puskesmas Induk Ciampea, kemudian dibagikan kepada bidan dan kader masing-masing desa. Keaktifan dan komunikasi antar tenaga kesehatan sangat diperlukan untuk kelancaran program ini karena pembagian kapsul vitamin A sangat tergantung kepada bidan dan kader masing-masing desa. Jika stok habis maka bidan bisa meminta tambahan kapsul vitamin A baik untuk bayi maupun ibu nifas kepada ahli gizi di Puskesmas Induk sehingga kebutuhan suplemen vitamin A selalu terpenuhi. Namun, dari beberapa kasus ditemukan bahwa stok untuk beberapa desa masih kurang atau terbatas dikarenakan kurangnya keaktifan petugas kesehatan desa tersebut untuk meminta kapsul tambahan di Puskesmas Induk padahal disana tersedia banyak. Sebagian besar ibu contoh mengonsumsi vitamin A yang diberikan. Pemberian kapsul pertama biasanya dilakukan 1–6 jam setelah melahirkan. Sementara kapsul kedua diberikan saat ibu nifas mau pulang. Alasan ibu contoh mengonsumsi vitamin A tersebut adalah karena disuruh bidan atau kader (94.6%) dan hanya sebagian kecil (5.4%) yang mengetahui manfaatnya. Pemberian
17 suplemen vitamin A dilakukan oleh Bidan Desa dan Kader Posyandu. Sebagian besar pemberian suplemen vitamin A dilakukan oleh bidan (89.3%), namun hanya 12.5% dari bidan atau kader yang menjelaskan manfaat atau waktu minum suplemen vitamin A. Menurut Depkes (2009b), sosialisasi mengenai suplementasi vitamin A sangat penting dalam menghasilkan partisipasi sosial yang efektif. Penyebarluasan informasi tentang program suplementasi vitamin A hendaknya dilakukan sebelum bulan vitamin A (Februari dan Agustus) dengan tujuan agar dapat meningkatkan cakupan pemberian kapsul vitamin A. Lebih dari separuh (55.4%) ibu contoh mengaku merasakan manfaat dari konsumsi suplemen vitamin A tersebut. Manfaat yang dirasakan seperti kesehatan ibu cepat pulih setelah melahirkan, namun manfaat secara langsung untuk bayi belum dirasakan oleh ibu. Keseluruhan ibu contoh (100%) tidak pernah mengonsumsi suplemen vitamin A dari luar program. Penyimpanan kapsul vitamin A yang benar sebaiknya dengan menjauhkan kapsul dari sinar matahari langsung, disimpan di tempat sejuk, kering dan tidak lembab serta botol kemasan ditutup rapat. Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan pelaksanaan program suplementasi vitamin A Suplementasi vitamin A Jumlah vitamin A yang diberikan: 1 kapsul 2 kapsul Total Jumlah vitamin A yang dikonsumsi: 1 kapsul 2 kapsul Total Alasan mengonsumsi vitamin A: Disuruh Bidan atau Kader Mengetahui manfaatnya Total Sumber didapatkan vitamin A: Bidan Kader Total Pesan yang disampaikan: Tidak ada pesan yang disampaikan Dijelaskan waktu minum atau manfaatnya Total Manfaat suplemen vitamin A: Merasakan manfaatnya Tidak merasakan manfaatnya Total Konsumsi vitamin A non program: Total
n
%
32 24 56
57.1 42.9 100
33 23 56
58.9 41.1 100
53 3 56
94.6 5.4 100
50 6 56
89.3 10.7 100
49 7 56
87.5 12.5 100
31 25 56 0 0
55.4 44.6 100 0 0
Menurut petugas kesehatan sebagian berpendapat bahwa terdapat manfaat suplementasi vitamin A bagi bayi dan ibu nifas, namun ada juga yang berpendapat bahwa hasil dari program tersebut tidak terlihat. Beberapa manfaat dari program tersebut antara lain untuk kesehatan mata, kulit, serta kekebalan tubuh. Respon
18 ibu nifas yang diberikan vitamin A cukup bagus. Persentase cakupan program suplementasi vitamin A pada ibu nifas di Kecamatan Ciampea pada tahun 2012 sebesar 85.8%. Persentase tersebut sudah melebihi rata-rata cakupan suplementasi vitamin A Kabupaten Bogor yaitu sebesar 78.6% (Dinkes 2012). Target yang ditetapkan oleh Rencana Strategis Depkes mengenai cakupan suplementasi vitamin A sebesar 80% (Depkes 2009b). Data tersebut menujukkan bahwa cakupan suplementasi vitamin A pada ibu nifas di Kecamatan Ciampea sudah melebihi target yang ditetapkan. Data Riskesdas (2010) menunjukkan bahwa pada pasca persalinan atau masa nifas, ibu yang mendapat kapsul vitamin A hanya 52.2 persen dengan persentase tertinggi adalah provinsi Jawa Tengah (65.8%) sedangkan Sumatera Utara menunjukkan persentase yang paling rendah (33.2%). Sementara untuk Jawa barat sebesar 51.4%. Berdasarkan tingkat pendidikan, cakupan ibu nifas yang tidak sekolah mendapat kapsul vitamin A hanya 31% dibanding yang tamat PT (62.5%). Demikian pula kesenjangan yang cukup lebar antara ibu nifas di perkotaan dan perdesaan dimana cakupan suplementasi vitamin A di perkotaan (56.9%) lebih besar daripada di perdesaan (47.3%).
Hubungan Riwayat Pemberian ASI dengan Morbiditas Inisiasi Menyusui Dini (IMD) IMD yaitu proses membiarkan bayi menyusu sendiri setelah kelahiran dengan cara bayi diletakkan di dada ibunya kemudian bayi mencari sendiri puting ibunya. IMD memilki manfaat diantaranya dapat mengurangi perdarahan pada ibu serta kontak langsung antara ibu dan anak dapat meningkatkan kasih sayang (Yuliarti 2010). Data hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari separuh (51.8%) ibu contoh tidak melakukan IMD dan sebesar 48.2% ibu contoh yang melakukan IMD. Sebagian besar (87.5%) ibu memberikan ASI pertama pada waktu lebih dari 30 menit (>30 menit) setelah melahirkan. Menurut Depkes RI (2008), menyusui bayi 30 menit segera setelah melahirkan dapat mencegah pendarahan dan merangsang ASI cepat keluar. Berdasarkan hasil penelitian Fikawati dan Syafiq (2003), ibu yang tidak memberikan immediate breastfeeding (menyusui segera ≤30 menit setelah melahirkan) berisiko memberikan makanan atau minuman pralakteal 1.8 kali sampai 5.3 kali lebih besar dibandingkan ibu yang immediate breastfeeding. Juga ditemukan bahwa ibu yang memberikan immediate breastfeeding 2 sampai 8 kali lebih besar kemungkinannya untuk memberikan ASI secara eksklusif sampai 4 bulan dibandingkan dengan ibu yang tidak immediate breastfeeding. Hasil uji Chi-Square menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara IMD dengan morbiditas (lama dan frekuensi sakit dari masing-masing jenis penyakit serta kejadian sakit) (p>0.05). Selain itu, dilakukan pula uji Chi-Square dari masing-masing variabel independen terhadap total lama dan frekuensi sakit dari gabungan semua jenis penyakit. Total lama dan frekuensi sakit dikategorikan lagi berdasarkan median menjadi rendah dan tinggi. Median total frekuensi sakit yaitu 1 kali dan median total lama sakit yaitu 5 hari. Hasil uji Chi-Square menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara Inisiasi Menyusui Dini (IMD) dengan lama sakit maupun frekuensi sakit (p>0.05).
19 Hal tersebut diduga bahwa sebagian besar (87.5%) ibu memberikan ASI pertama pada waktu lebih dari 30 menit (>30 menit) setelah melahirkan padahal menurut Depkes (2008), menyusui bayi 30 menit segera setelah melahirkan dapat mencegah pendarahan, merangsang ASI cepat keluar dan meningkatkan durasi menyusui sehingga dapat mengurangi morbiditas. Menurut Edmond et al. (2006), risiko morbiditas dan mortalitas neonatal dan bayi bisa dicegah dengan IMD dan menyusui eksklusif selama 6 bulan. Menurut Clemens et al. (1999), IMD dapat menurunkan risiko tertelannya patogen infeksius Pemberian Kolostrum Kolostrum merupakan cairan kekuningan yang pertama kali keluar. Kolostrum mengandung zat kekebalan terutama immunoglobulin A (IgA) untuk melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi seperti diare, mengandung protein dan vitamin A yang tinggi, serta mengandung karbohidrat dan lemak yang rendah sehingga sesuai dengan kebutuhan gizi bayi pada hari-hari pertama kelahiran bayi (Yuliarti 2010). Sebagian besar (94.6%) ibu contoh memberikan kolostrum kepada bayinya dan hanya sebagian kecil (5.4%) ibu yang tidak memberikan kolostrum dikarenakan ibu menganggap kolostrum merupakan ASI yang kotor dan basi. Hasil uji Chi-Square menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara pemberian kolostrum dengan lama dan frekuensi sakit dari masing-masing jenis penyakit serta kejadian sakit (pernah tidaknya sakit) dengan nilai p>0.05. Selain itu, dilakukan pula uji Chi-Square dari masing-masing variabel independen terhadap lama dan frekuensi sakit dari gabungan semua jenis penyakit. Hasil uji Chi-Square menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara pemberian kolostrum dengan lama dan frekuensi sakit dari gabungan frekuensi dan lama sakit semua jenis penyakit (p>0.05). Kolostrum sangat baik diberikan kepada bayi karena mengandung zat kekebalan terutama immunoglobulin A (IgA) untuk melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi, mengandung protein dan vitamin A yang tinggi, serta mengandung karbohidrat dan lemak yang rendah sehingga sesuai dengan kebutuhan gizi bayi pada hari-hari pertama kelahiran bayi (Yuliarti 2010). Namun, faktor hygiene dalam pemberian kolostrum maupun ASI juga harus diperhatikan karena meskipun diberikan kolostrum, kemungkinan contoh tertular penyakit terutama penyakit infeksi tetap ada jika praktek hygiene ibu contoh buruk. ASI Eksklusif Menurut Kemenkes (2010), pola menyusui dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu 1) menyusui eksklusif, 2) menyusui predominan, 3) menyusui parsial. Menyusui eksklusif adalah praktek menyusui dengan tidak memberikan makanan atau minuman lain kepada bayi termasuk air putih selain menyusui (kecuali obat-obatan dan vitamin atau mineral tetes, namun ASI perah diperbolehkan). Data hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya sebagian kecil (16.1%) contoh yang diberikan ASI eksklusif dan sebesar 83.9% contoh tidak diberikan ASI eksklusif. Persentase contoh yang diberi ASI eksklusif sebagian besar (77.8%) termasuk dalam rentang umur 0-2 bulan dan sebesar 22.2% dalam rentang umur 3-6 bulan. Target yang ditetapkan Pemerintah mengenai ASI
20 eksklusif sebesar 70% dalam setahun (Kemenkes 2012). Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan penelitian Gulo (2002) yang menyebutkan bahwa persentase pemberian ASI eksklusif di Desa Cibanteng, Kecamatan Ciampea sangat rendah sebesar 7.9%. Sebagian besar alasan tidak diberikan ASI eksklusif karena ASI belum keluar atau asi sedikit (40.4%), bayi sering menangis dan ibu menganggap ASI saja tidak cukup sehingga diberikan makanan atau minuman selain ASI (36.2%). Selain itu alasan tidak diberikan ASI eksklusif antara lain karena puting terlalu kecil (4.3%), ibu bekerja atau sibuk (8.5%), serta ibu atau bayi sakit (10.6%). Hasil penelitian Gulo (2002) pada anak umur 0-24 bulan di Desa Cibanteng, Kecamatan Ciampea menyatakan bahwa alasan ibu tidak memberikan ASI secara eksklusif antara lain ASI saja kurang untuk bayi, ibu sakit, anak menangis terus karena lapar, ibu keluar rumah atau bepergian, dan karena tidak tahu tentang ASI eksklusif. Menurut Calder dan Jackson (2000), penyebab utama morbiditas dan mortalitas di negara berkembang adalah gizi kurang dan infeksi. ASI mengandung komponen yang baik bagi bayi sehingga ASI eksklusif sebaiknya diberikan pada bayi 0-6 bulan. Menurut Roesli (2000), angka kesakitan (morbiditas) bayi yang menerima ASI eksklusif lebih rendah daripada bayi yang tidak mendapatkan ASI eksklusif. Menyusui predominan adalah menyusui bayi tetapi pernah memberikan sedikit air atau minuman berbasis air seperti teh sebagai minuman prelakteal sebelum ASI keluar. Persentase ibu contoh yang menyusui predominan sebesar 10.7%. Sedangkan menyusui parsial adalah menyusui bayi serta diberikan makanan buatan selain ASI sebelum bayi berusia enam bulan, baik susu formula, bubur atau makanan lainnya baik diberikan secara kontinyu maupun diberikan sebagai makanan prelakteal. Sebanyak 73.2% contoh menyusui parsial. Hasil uji Chi-Square menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan lama dan frekuensi masing-masing jenis penyakit serta kejadian sakit (p>0.05). Padahal menurut Kemenkes (2010), pemberian ASI eksklusif dapat memberikan perlindungan kepada bayi dan memperkecil risiko beberapa jenis penyakit seperti diare, ISPA, dan penyakit alergi. Selain itu, dilakukan pula uji Chi-Square dari masing-masing variabel independen terhadap lama dan frekuensi sakit dari gabungan semua jenis penyakit. Hasil uji Chi-Square menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan lama dan frekuensi sakit gabungan semua jenis penyakit (p>0.05). Hal ini diduga bahwa terdapat faktor lain yang lebih dominan yang mempengaruhi morbiditas. Lama dan frekuensi menyusui diduga mempengaruhi volume ASI yang diminum sehingga akan berpengaruh terhadap kandungan vitamin A yang diberikan melalui ASI. Selain itu, jika dilihat dari salah satu poin PHBS terlihat bahwa hanya 19.6% ibu contoh yang memilki kebiasaan mencuci tangan menggunakan air bersih dan sabun sebelum menyusui. Faktor lain yang juga diduga mempengaruhi morbiditas adalah kandungan vitamin A dalam ASI. Berdasarkan hasil penelitian Widyaningsih (2007) menunjukkan bahwa sebesar 78.1% tingkat konsumsi vitamin A pada ibu hamil di kecamatan Ciampea termasuk dalam kategori defisit tingkat berat. Hasil tersebut diduga dipengaruhi oleh konsumsi sayur dan buah yang kurang. Berdasarkan hasil penelitian,
21 keluarga yang memilki kebiasaan mengonsumsi buah dan sayur setiap hari hanya sebesar 5.4%. Menurut Miller et al. (2002) sejak hamil sebaiknya ibu mengatur dietnya agar kebutuhan vitamin A dapat terpenuhi karena faktor utama penyebab anak mengalami defisiensi vitamin A adalah ibu mengalami defisiensi vitamin A sehingga vitamin A yang terkandung dalam ASI juga rendah yang dapat menyebabkan bayi sering menderita sakit, ketidakmampuan mengabsorpsi, kehilangan nafsu makan serta peningkatan kebutuhan. Defisiensi vitamin A pada ibu dikarenakan asupan makanan yang rendah vitamin A dan tingginya angka kelahiran yang disertai dengan lamanya menyusui bayi. Selain itu diduga faktor umur karena umur bayi dalam penelitian ini berbeda-beda namun berada pada rentang umur 0-6 bulan. Menurut Anies dalam Harahap (2012) menyebutkan bahwa semakin bertambah umur bayi maka frekuensi terserang diare, batuk, pilek dan panas semakin meningkat. Selain itu diduga karena jumlah bayi yang diberikan ASI eksklusif sedikit (16.1%) dan sebaran data morbiditas terkumpul dalam satu kategori yaitu morbiditas rendah sehingga tidak terlihat hubungannya terhadap morbiditas. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Pratiwi (2008) yang menyebutkan bahwa tidak ditemukan perbedaan frekuensi dan lama ISPA pada subjek yang diberi ASI eksklusif dan non ASI eksklusif di Kecamatan Genuk selama satu bulan pengamatan. Tabel 5 Sebaran contoh menurut riwayat pemberian ASI Riwayat pemberian ASI Pelaksanaan IMD: Ya Tidak Total Waktu pemberian ASI pertama kali: ≤30 menit >30 menit Total Pemberian kolostrum: Ya Tidak Total Pola menyusui: Menyusui eksklusif Menyusui predominan Menyusui parsial Total Kendala menyusui eksklusif: Puting terlalu kecil Asi belum keluar/sedikit Ibu bekerja/sibuk Bayi menangis dan ibu menganggap ASI saja tidak cukup Ibu/bayi sakit Total
n
%
27 29 56
48.2 51.8 100
7 49 56
12.5 87.5 100
53 3 56
94.6 5.4 100
9 6 41 56
16.1 10.7 73.2 100
2 19 4 17 5 47
4.3 40.4 8.5 36.2 10.6 100
22 Pemberian Prelakteal Makanan atau minuman prelakteal merupakan makanan atau minuman yang diberikan kepada bayi baru lahir sebelum ASI keluar (Kemenkes 2010). Hampir separuh (44.6%) contoh diberi makanan atau minuman prelakteal sebelum ASI keluar. Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan Kemenkes (2010) yang menyatakan bahwa sebesar 44.7% bayi umur 0-5 bulan diberi makanan prelakteal. Jenis makanan atau minuman prelakteal yang sering diberikan antara lain susu formula (56%), madu (44%), kopi (16%), pisang (12%), air putih (12%) dan teh (8%). Sebagian besar (72%) alasan diberi makanan atau minuman prelakteal adalah karena ASI belum keluar. Hampir separuh (40%) pemberian makanan atau minuman prelakteal karena inisiatif sendiri, 36% dianjurkan keluarga dan 24% dianjurkan petugas kesehatan. Pada penelitian ini, petugas kesehatan menyarankan memberikan makanan atau minuman prelakteal dikarenakan ibu contoh tidak memungkinkan untuk memberikan ASI. Contoh kasus yang ditemukan seperti ASI tidak keluar dalam waktu beberapa hari pertama meskipun sudah diusahakan dan juga ibu sakit sehingga tidak dapat menyusui. Pemberian makanan atau minuman prelakteal berbahaya bagi bayi karena sering mengandung kuman yang bisa membuat bayi sakit. Selain itu, saluran pencernaan bayi belum cukup kuat untuk mencernakan makanan atau minuman selain ASI (Depkes 1997). Hasil uji Chi-Square menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara pemberian makanan atau minuman prelakteal dengan lama dan frekuensi sakit dari masing-masing jenis penyakit serta kejadian sakit (pernah tidaknya sakit) dengan nilai p>0.05. Selain itu, dilakukan pula uji Chi-Square dari masing-masing variabel independen terhadap lama dan frekuensi sakit dari gabungan semua jenis penyakit. Hasil uji Chi-Square menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara pemberian makanan atau minuman prelakteal dengan lama dan frekuensi sakit dari gabungan frekuensi dan lama sakit semua jenis penyakit (p>0.05) Hasil penelitian menunjukkan bahwa contoh yang tidak diberikan makanan atau minuman prelakteal tetap memilki kemungkinan mengalami sakit dengan morbiditas tinggi. Menurut Darmadi (2008), proses terjadinya penyakit disebabkan oleh tiga faktor yang saling berinteraksi antara lain faktor penyebab penyakit (agen), faktor manusia (host), dan faktor lingkungan. Tabel 8 menunjukkan bahwa hanya sebagian kecil (19.6%) ibu contoh yang memilki kebiasaan mencuci tangan dengan air bersih dan sabun sebelum menyusui. Pada kondisi tersebut proses penularan penyakit mudah terjadi. Selain itu, penularan penyakit bisa terjadi jika contoh sering kontak dengan orang yang menderita penyakit seperti ISPA, penyakit kulit, hepatitis B dan penyakit lainnya. Pemberian Makanan atau Minuman Tambahan Selain ASI Sebagian besar (76.8%) contoh diberikan makanan atau minuman tambahan selain ASI setelah ASI keluar sehingga hanya sedikit contoh yang menyususi eksklusif. Lebih dari separuh (53.5%) contoh diberikan makanan atau minuman tambahan pada umur 0 sampai 1 bulan. Hasil penelitian Madanijah (2004) juga menyebutkan bahwa hampir 50% bayi umur 0-3 bulan telah menerima susu formula. Sebaiknya makanan atau minuman tersebut tidak diberikan kepada bayi baru lahir karena saluran pencernaan bayi belum berkembang secara optimal sehingga dapat meningkatkan morbiditas pada bayi.
23 Selain itu, pemberian makanan lain akan mengganggu produksi ASI dan mengurangi kemampuan bayi untuk menghisap. Sebagian besar (39.5%) alasan diberikan makanan atau minuman tambahan tersebut adalah karena bayi sering menangis dan ibu menganggap ASI saja tidak cukup. Jenis makanan atau minuman yang sering diberikan adalah bubur (31.9%) dan susu formula (29%). Hasil uji Chi-Square menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara pemberian makanan atau minuman tambahan selain ASI dengan lama dan frekuensi sakit dari masing-masing jenis penyakit serta kejadian sakit (pernah tidaknya sakit) dengan nilai p>0.05. Hasil uji Chi-Square menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara pemberian makanan atau minuman tambahan selain ASI terhadap lama sakit semua jenis penyakit (p=0.032), namun tidak terdapat hubungan antara pemberian makanan atau minuman tambahan selain ASI dengan frekuensi sakit semua jenis penyakit (p>0.05). Dari hasil penelitian ini terlihat bahwa meskipun bayi tidak diberi makanan atau minuman tambahan selain ASI, kemungkinan menderita penyakit seperti yang telah disebutkan diatas tetap ada atau sebaliknya. Hal ini diduga karena hanya sebagian kecil (19.6%) ibu contoh yang mencuci tangan menggunakan air bersih dan sabun sebelum menyusui dan hanya 33.9% ibu contoh yang mencuci tangan menggunakan air bersih dan sabun sebelum dan sesudah memegang makanan. Faktor umur bayi yang tidak homogen, kekebalan tubuh bayi, faktor frekuensi pemberian dan jenis makanan atau minuman tambahan selain ASI serta faktor pejamu, patogen dan vektor penyakit diduga juga dapat mempengaruhi morbiditas. Tabel 6 Sebaran contoh menurut riwayat pemberian makanan prelakteal dan makanan tambahan Riwayat pemberian makanan prelakteal dan tambahan Pemberian makanan/minuman prelakteal: Ya Tidak Total Jenis makanan/minuman prelakteal: Susu formula Kopi Madu Pisang Air putih Teh Total Alasan pemberian makanan/minuman prelakteal: Asi belum keluar Ibu/bayi sakit Tradisi/kepercayaan Agar bayi tidak menangis Belajar memperkenalkan makanan tambahan sejak dini Total Pemberian makanan/minuman tambahan selain ASI: Ya Tidak Total
n
%
25 31 56
44.6 55.4 100
14 4 11 3 3 2 37
56 16 44 12 12 8 148
18 3 2 1 1 25
72 12 8 4 4 100
43 13 56
76.8 23.2 100
24 Lama dan Frekuensi Menyusui Rata-rata bayi menyusui selama 26.6±17.7 menit dan rata-rata frekuensi menyusui dalam sehari sebanyak 12.3±1.4 kali. Menurut Depkes (2007a), menyusui bayi sebaiknya dilakukan sesering mungkin sesuai dengan kebutuhan dan setiap bayi menginginkan. Selain itu, menyusui hendaknya dilakukan secara bergantian antara kedua payudara sampai kosong hingga bayi tenang dan puas biasanya ±10 menit. Menurut Soetjiningsih (1997), sebaiknya menyusui dilakukan tanpa dijadwal (on demand) karena bayi akan menentukan sendiri kebutuhannya. Bayi yang sehat dapat mengosongkan satu payudara sekitar 5-7 menit dan ASI dalam lambung bayi akan kosong dalam waktu 2 jam.
Riwayat Kehamilan Jumlah kehamilan ibu contoh berkisar antara 1-6 kali. Lebih dari separuh (55.4%) ibu contoh baru pertama kali hamil, 33.9% ibu contoh dengan 2 kali kehamilan dan 10.8% ibu contoh yang hamil ≥ 3 kali. Dilihat dari jumlah persalinan, ibu contoh yang memilki jumlah persalinan 1 kali sebanyak 57.1%, 2 kali persalinan sebanyak 33.9% dan ≥ 3 kali persalinan sebanyak 9%. Sebanyak 7.1% ibu contoh pernah mengalami keguguran dengan frekuensi sebanyak satu kali. Menurut Miller et al. (2002), angka kelahiran dapat mempengaruhi status vitamin A pada ibu. Angka kelahiran yang tinggi disertai lamanya menyusui bayi serta asupan makanan yang rendah vitamin A dapat menyebabkan defisiensi vitamin A pada ibu. Tabel 7 Sebaran ibu contoh berdasarkan riwayat kehamilan, persalinan dan keguguran Riwayat kehamilan, persalinan dan keguguran Jumlah kehamilan • 1 kali • 2 kali • ≥ 3 kali Total Jumlah persalinan • 1 kali • 2 kali • ≥ 3 kali Total Riwayat keguguran • Pernah • Tidak pernah Total
Jumlah n
%
31 19 6 56
55.4 33.9 10.8 100
32 19 5 56
57.1 33.9 9 100
4 52 56
7.1 92.9 100
Hubungan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dengan Morbiditas PHBS adalah semua perilaku kesehatan yang dilakukan atas dasar kesadaran oleh anggota keluarga agar dapat menolong dirinya sendiri di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan masyarakat (Depkes 2007b). Dalam
25 penelitian ini terdapat 10 indikator PHBS yang dikembangkan menjadi 15 pertanyaan. Sebagian besar (64.3%) PHBS keluarga contoh termasuk dalam kategori tinggi atau baik dan sebesar 35.7% tergolong dalam kategori rendah. Berdasarkan tabel 8 terdapat 5 item pertanyaan tentang PHBS yang lebih dari separuh belum diterapkan oleh keluarga contoh meliputi 1) pemberian ASI eksklusif, 2) kebiasaan ibu mencuci tangan pakai sabun sebelum dan sesudah memegang makanan, 3) kebiasaan ibu mencuci tangan dengan air bersih dan sabun sebelum menyusui bayi, 4) kebiasaan membersihkan jamban secara teratur dan 5) kebiasaan makan sayur dan buah setiap hari. Tabel 8 Sebaran contoh menurut indikator PHBS No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Pertanyaan Persalinan anak terakhir ditolong oleh tenaga kesehatan Ibu memberikan ASI eksklusif dari lahir sampai sekarang (saat penelitian) Ibu menimbang bayi setiap bulan Air berasal dari air kemasan, air ledeng, air pompa, sumur terlindung, mata air terlindung Sumber air berjarak minimal 10 m dari sumber pencemaran seperti tempat penampungan kotoran,limbah, kandang ternak Ibu selalu mencuci tangan dengan air bersih dan sabun sebelum dan sesudah memegang makanan Ibu selalu mencuci tangan dengan air bersih dan sabun sesudah BAB dan mencebok bayi Ibu selalu mencuci tangan dengan air bersih dan sabun sebelum menyusui bayi Keluarga memilki jamban pribadi di rumah Keluarga memiliki kebiasaan BAB di WC/jamban di rumah Jamban dibersihkan secara teratur Ibu menguras bak mandi minimal sekali seminggu Keluarga makan sayur dan buah setiap hari Keluarga melakukan aktivitas fisik minimal 30 menit setiap hari, seperti menyapu, mengepel, mencuci, berkebun dan lainnya Anggota keluarga tidak merokok di dalam rumah
n 51
% 91.1
9
16.1
48 51
85.7 91.1
43
76.8
19
33.9
41
73.2
11
19.6
43 43
76.8 76.8
21 48 3 56
37.5 85.7 5.4 100
32
57.1
Menurut Depkes (2007b), setiap persalinan harus dibantu oleh tenaga kesehatan agar keselamatan ibu dan bayi lebih terjamin. Selain itu, peralatan yang digunakan lebih aman, bersih dan steril sehingga mencegah terjadinya infeksi dan bahaya kesehatan lainnya. Apabila terdapat kelainan maka akan cepat diketahui oleh tenaga kesehatan sehingga dapat langsung ditolong atau dirujuk ke puskesmas atau rumah sakit. Persentase ibu contoh yang ditolong oleh tenaga kesehatan pada persalinan bayi terakhir cukup tinggi sebesar 91.1%. Menyusui eksklusif adalah praktek menyusui dengan tidak memberikan makanan atau minuman lain kepada bayi termasuk air putih selain menyusui (kecuali obat-obatan dan vitamin atau mineral tetes, namun ASI perah diperbolehkan). UNICEF, WHO dan Pemerintah Indonesia melalui Kementerian
26 Kesehatan merekomendasikan pada ibu untuk memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan kepada bayinya. Sesudah umur 6 bulan bayi baru dapat diberikan makanan pendamping ASI (MP-ASI) dengan tetap memberikan ASI sampai minimal umur 2 tahun (Kemenkes 2010). Berdasarkan tabel 8 dapat dilihat bahwa persentase ibu yang memberikan ASI eksklusif hanya 16.1%. Hal tersebut dikarenakan banyak ibu yang memberikan makanan atau minuman prelakteal dan makanan atau minuman tambahan selain ASI sebelum bayi berumur 6 bulan. Penimbangan bayi perlu dilakukan setiap bulan untuk memantau pertumbuhan dan perkembangannya. Pada penelitian ini, persentase ibu yang menimbang bayinya setiap bulan sebesar 85.7%. Indikator PHBS selanjutnya yaitu mengenai penggunaan air. Dalam penelitian ini, indikator tersebut dikembangkan menjadi dua pernyataan. Sebesar 91.1% keluarga contoh menggunakan air bersih yang berasal dari sumur terlindung dan sebesar 76.8% keluarga contoh memiliki sumber air berjarak minimal 10 meter dari sumber pencemaran seperti tempat penampungan kotoran, limbah serta kandang ternak. Menurut Depkes (2007b), penggunaan air bersih bermanfaat bagi kesehatan seperti terhindar dari penyakit dan kebersihan anggota keluarga terpelihara. Kebiasaan mencuci tangan dengan air bersih dan sabun perlu diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Indikator tersebut dalam penelitian ini dikembangkan menjadi tiga pernyataan. Ibu contoh yang memilki kebiasaan mencuci tangan dengan menggunakan air bersih dan sabun sebelum dan sesudah memegang makanan sebesar 33.9% dan sebelum menyusui sebesar 19.6%. Namun persentase kebiasaan ibu contoh untuk mencuci tangan menggunakan air bersih dan sabun setelah buang air besar (BAB) atau mencebok bayi cukup tinggi sebesar 73.2%. Tangan dapat menjadi vektor berpindahnya kuman. Oleh karena itu tangan sebaiknya selalu dalam keadaan bersih. Mencuci tangan sebaiknya menggunakan air bersih dan sabun karena jika air tidak bersih maka kuman dan bakteri penyebab penyakit dapat berpindah ke tangan sehingga kuman tersebut dapat masuk ke dalam tubuh dan menimbulkan penyakit. Sabun dapat membersihkan kotoran dan membunuh kuman. Indikator penggunaan jamban sehat dikembangkan menjadi tiga pernyataan dalam penelitian ini. Menurut Depkes (2007b), jamban merupakan suatu ruangan dimana terdapat fasilitas pembuangan kotoran manusia yang dilengkapi dengan unit penampungan kotoran dan air untuk membersihkannya. Lebih dari separuh (76.8%) keluarga contoh memilki jamban pribadi di rumah dan memiliki kebiasaan buang air besar (BAB) di jamban, namun hanya sebesar 37.5% keluarga yang memiliki kebiasaan membersihkan jamban secara teratur. Salah satu cara untuk membersihkan jentik nyamuk dirumah adalah dengan menguras bak mandi minimal seminggu sekali. Persentase keluarga yang menguras bak mandi minimal seminggu sekali sebesar 85.7%. Indikator PHBS selanjutnya yaitu kebiasaan keluarga makan sayur dan buah setiap hari. Anggota keluarga diharapkan mengonsumsi 3 porsi buah dan 2 porsi sayuran atau sebaliknya setiap hari. Persentase keluarga yang memilki kebiasaan mengonsumsi buah dan sayur setiap hari masih rendah sebesar 5.4%. Hal tersebut diduga karena konsumsi buah di desa tersebut hanya mengandalkan penjual buah keliling yang tidak setiap hari berjualan di desa tersebut. Setiap anggota keluarga diharapkan melakukan aktivitas fisik 30 menit setiap hari. Aktifitas fisik yaitu melakukan pergerakan anggota tubuh yang
27 menyebabkan pengeluaran tenaga sehingga bermanfaat untuk pemeliharaan kesehatan fisik, mental dan mempertahankan kualitas hidup agar tetap sehat dan bugar sepanjang hari dimana aktivitas tersebut dapat berupa kegiatan sehari-hari seperti bejalan kaki, berkebun, mencuci piring dan sebagainya (Depkes 2007b). Seluruh (100%) keluarga contoh melakukan aktivitas fisik sekurangnya 30 menit setiap hari. Merokok di dalam rumah sebaiknya tidak dilakukan apalagi di dalam rumah karena rokok mengandung bahan kimia berbahaya seperti nikotin, tar dan carbon monoksida (CO). Lebih dari separuh (57.1%) anggota keluarga contoh tidak merokok di dalam rumah. Hasil uji Chi-Square menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara PHBS dengan kejadian sakit, lama dan frekuensi ISPA, diare, DBD, sariawan, penyakit kulit, hepatitis B dan demam (p p>0,05). Selain itu, dilakukan pula uji Chi-Square dari masing-masing variabel independen terhadap lama dan frekuensi sakit dari gabungan semua jenis penyakit. Hasil uji Chi-Square menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara PHBS dengan lama dan frekuensi sakit dari gabungan frekuensi dan lama sakit semua jenis penyakit (p>0,05). Hasil penelitian ini sejalan dengan Jayanti et al. (2011) yang menunjukkan bahwa PHBS berhubungan positif dengan status gizi, namum tidak berhubungan dengan kejadian sakit.
Hubungan jumlah konsumsi suplemen vitamin A dengan Morbiditas Hasil uji Chi-Square menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara jumlah konsumsi suplemen vitamin A dengan kejadian sakit (pernah tidaknya sakit) dengan nilai p=0.040 namun tidak ada hubungan dengan frekuensi dan lama sakit dari masing-masing jenis penyakit (p>0.05). Selain itu, dilakukan pula uji Chi-Square dari masing-masing variabel independen terhadap lama dan frekuensi sakit dari gabungan semua jenis penyakit. Hasil uji Chi-Square menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara jumlah konsumsi vitamin A dengan lama dan frekuensi sakit dari gabungan frekuensi dan lama sakit semua jenis penyakit (p>0.05). Rata-rata contoh yang ibu nya mengonsumsi 1 kapsul suplemen vitamin A mengalami morbiditas rendah lebih banyak daripada contoh yang ibu nya mengonsumsi 2 kapsul suplemen vitamin A. Hal ini diduga bahwa vitamin A mempunyai cadangan yang disimpan di dalam hati. Dalam keadaan normal, cadangan vitamin A dalam hati dapat bertahan hingga enam bulan. Asam retinoat akan diabsorpsi jika tubuh mengalami kekurangan konsumsi vitamin A (Almatsier 2004).
Hubungan Praktek Imunisasi dengan Morbiditas Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan pada bayi agar tubuh membuat zat anti sebagai upaya pencegahan terhadap penyakit tertentu dengan cara memasukkan vaksin ke dalam tubuh. Melalui imunisasi diharapkan dapat meningkatkan kekebalan tubuh anak terhadap penyakit sehingga dapat
28 menurunkan angka morbiditas, mortalitas dan kecacatan akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (Hidayat 2008). Jadwal pemberian imunisasi pada bayi 0-6 bulan meliputi usia 0 bulan (HB0), 1 bulan (BCG, polio 1), 2 bulan (DPT/HB kombo 1, polio 2), 3 bulan (DPT/HB kombo 2, polio 3), 4 bulan (DPT/HB kombo 3, polio 4) (Depkes RI 2008). Sebagian besar (92.9%) contoh diimunisasi namun hanya 26.9% diimunisasi lengkap berdasarkan umur masingmasing contoh. Hal tersebut dikarenakan beberapa alasan antara lain bayi sakit saat akan diimunisasi, ibu malas ke posyandu, ibu sibuk atau ibu sering lupa dengan jadwal posyandu. Tabel 9 Sebaran contoh menurut kelengkapan imunisasi Pemberian Imunisasi Ya • Lengkap • Tidak lengkap Tidak
n 52 14 38 4
% 92.9 26.9 73.1 7.1
Hasil uji Chi-Square menunjukkan bahwa ada hubungan antara praktek pemberian imunisasi dengan lama dan frekuensi penyakit hepatitis B dengan nilai p=0.017. Menurut Depkes (2009a), imunisasi hepatitis B dapat mencegah penularan penyakit hepatitis B dan kerusakan hati. Namun tidak terdapat hubungan dengan kejadian sakit, lama dan frekuensi penyakit ISPA, demam, diare, DBD, sariawan dan penyakit kulit (p>0.05). Selain itu, tidak terdapat pula hubungan antara kelengkapan imunisasi dengan kejadian sakit, lama dan frekuensi ISPA, demam, diare, DBD, sariawan, hepatitis B dan penyakit kulit (p>0.05). Dilakukan pula uji Chi-Square dari masing-masing variabel independen terhadap lama dan frekuensi sakit dari gabungan semua jenis penyakit. Hasil uji ChiSquare menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara kelengkapan imunisasi dengan lama sakit (p=0.016), namun tidak terdapat hubungan antara kelengkapan imunisasi dengan frekuensi sakit serta pemberian imunisasi dengan lama dan frekuensi sakit (p>0.05). Hal ini diduga bahwa meskipun contoh diberi imunisasi namun waktu pemberian imunisasi tidak sesuai dengan umur dikarenakan bayi sakit atau ada faktor lain. Menurut Sadono et al. (2005), bayi yang tidak mendapatkan imunisasi sesuai umur berisiko menderita ISPA. Selain itu karena daya tahan tubuh tiap anak berbeda-beda dalam menangkal suatu penyakit. Hasil penelitian tersebut sejalan dengan penelitian Layuk et al. (2003) yang menyebutkan bahwa tidak ada hubungan antara status imunisasi dengan kejadian ISPA. Menurut Marhamah et al. (2013), tingginya kejadian ISPA meskipun pada individu yang telah menerima imunisasi lengkap disebabkan karena belum ada vaksin yang dapat mencegah ISPA secara langsung. Kemampuan tubuh anak dalam menangkal suatu penyakit dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti faktor genetik dan kualitas vaksin. Pemberian imunisasi dasar lengkap berguna untuk memberikan perlindungan menyeluruh terhadap penyakit-penyakit berbahaya sehingga tubuh dirangsang untuk memilki kekebalan agar tubuhnya mampu bertahan melawan serangan penyakit berbahaya. Oleh karena itu, imunisasi sebaiknya diberikan secara lengkap dan sesuai umur.
29 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Morbiditas (Frekuensi, Lama dan Kejadian Sakit) Uji pengaruh variabel dalam penelitian ini menggunakan uji regresi logistik untuk menguji pengaruh antara variabel independen (X) terhadap satu variabel dependen (Y). Variabel independen yaitu IMD (X1), kolostrum (X2), prelakteal (X3), ASI eksklusif (X4), makanan atau minuman tambahan selain ASI (X5), PHBS (X6), jumlah konsumsi suplemen vitamin A (X7), imunisasi (X8) dan kelengkapan imunisasi (X9). Frekuensi dan lama sakit serta kejadian sakit sebagai variabel dependen (Y) masing-masing diuji menggunakan uji regresi logistik dan diperoleh nilai odds ratio (OR). Uji regresi logistik menunjukkan bahwa jumlah konsumsi vitamin A berpengaruh terhadap kejadian sakit (p=0.021, OR=0.103, 95% CI=0.015-0.715) artinya contoh yang ibunya mengonsumsi 2 kapsul vitamin A dapat terproteksi dari kejadian sakit 0.103 kali dibandingkan contoh yang ibunya mengonsumsi 1 kapsul vitamin A. Hasil uji regresi logistik juga menunjukkan bahwa kelengkapan imunisasi berpengaruh terhadap morbiditas (lama sakit contoh) (p=0.044, OR=0.110, 95% CI=0.013-0.940), artinya contoh yang diberikan imunisasi lengkap dapat terproteksi dari morbiditas 0.110 kali dibandingkan yang tidak diberikan imunisasi lengkap.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Pada penelitian ini contoh yang diambil berusia 0-6 bulan. Lebih dari separuh contoh berumur 3-6 bulan. Jumlah contoh dengan jenis kelamin laki-laki lebih banyak (53.5%) dibandingkan jumlah contoh dengan jenis kelamin perempuan (46.4%). Jenis penyakit yang paling sering diderita contoh antara lain ISPA, demam dan diare. Program suplementasi vitamin A pada ibu nifas sudah berjalan di Kecamatan Ciampea dengan persentase 85.8%. Dilihat dari riwayat pemberian ASI, lebih dari separuh ibu contoh tidak melakukan IMD. Sebagian besar ibu contoh memberikan kolostrum kepada bayinya dan hanya sebagian kecil contoh yang menyusui eksklusif. Hampir separuh contoh diberi makanan atau minuman prelakteal sebelum ASI keluar. Lebih dari separuh contoh diberikan makanan atau minuman tambahan selain ASI setelah ASI keluar. Berdasarkan riwayat kehamilan, lebih dari separuh ibu contoh baru pertama kali hamil. Hasil penelitian menujukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara IMD, kolostrum, prelakteal, ASI eksklusif dengan morbiditas (frekuensi, lama dan kejadian sakit), PHBS dengan morbiditas bayi 0-6 bulan (p>0.05). Terdapat hubungan antara pemberian imunisasi dengan frekuensi dan lama sakit hepatitis B, jumlah konsumsi vitamin A dengan kejadian sakit (pernah/tidaknya sakit), kelengkapan imunisasi dan pemberian makanan atau minuman tambahan selain ASI dengan lama sakit (gabungan lama sakit semua jenis penyakit) (p<0.05). Hasil uji regresi logistik menunjukkan bahwa kelengkapan imunisasi berpengaruh terhadap morbiditas (lama sakit contoh) dimana contoh yang diberikan imunisasi lengkap dapat terproteksi dari morbiditas 0.110 kali dibandingkan yang tidak diberi imunisasi lengkap. Uji regresi logistik juga menunjukkan bahwa jumlah
30 konsumsi vitamin A berpengaruh terhadap kejadian sakit dimana contoh yang ibunya mengonsumsi 2 kapsul vitamin A dapat terproteksi dari kejadian sakit 0.103 kali dibandingkan contoh yang ibunya mengonsumsi 1 kapsul vitamin A. Saran Vitamin A di dalam tubuh sebaiknya diperoleh dari pangan yang menjadi sumber vitamin A. Suplementasi vitamin A perlu diberikan jika tidak mampu memenuhi kebutuhan vitamin A dari makanan namun sasarannya harus jelas dan tepat. Perlunya sosialisasi mengenai program suplementasi vitamin A pada ibu nifas untuk meningkatkan pengetahuan mengenai manfaat dan jumlah kapsul yang seharusnya diberikan.
DAFTAR PUSTAKA Almatsier S. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama. Ambarwati R. 2010. Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta (ID): Nuha Medika. Ayah RA, Mwaniki DL, Magnussen P, Tedstone AE, Marshall T, Alusala D, Luoba A, Kaestel P, Michaelsen KF, Friis H. 2007. The effects of maternal and infant vitamin a supplementation on vitamin a status: a randomized trial in Kenya. British Journal of Nutrition. 98:422–430. Bahiyatun. 2008. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas Normal. Jakarta (ID): EGC. Bastable SB. 1999. Perawat sebagai Pendidik. Jakarta (ID): EGC. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Tingkat Kemiskinan Jawa Barat Maret 2012. BPS [Internet]. [diunduh 4 Februari 2013]. Tersedia pada http://jabar.bps.go.id/ (). Basu S, Sengupta B, Paladhi PKR. 2003. Single megadose vitamin A supplementation of Indian mothers and morbidity in breastfed young infants. Posgrad med j. 79: 397-402. Budiarto, Anggraeni. 2001. Pengantar Epidemiologi Edisi 2. Jakarta (ID): EGC Calder PC, Jackson AA. 2000. Undernutrition, infection and immune function. Nutrition Research Review. (13):3-29 Clemens J, Elyazeed RA, Rao M, MEngg, MPH, Savarino S, Morsy BZ, Kim Y, Wierzba T, Naficy A et al. 1999. Early initiation of breastfeeding and the risk of infant diarrhea in rural Egypt. Pediatrics. 104, e3 Darmadi. 2008. Infeksi Nosokomial. Jakarta (ID): Salemba [Depkes RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2004. Tata Laksana Demam Berdarah Dengue di Indonesia. Jakarta (ID): Depkes RI [Depkes RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2007a. Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas. Jakarta (ID): Depkes RI. [Depkes RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2007b. Rumah Tangga Sehat dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat. Jakarta (ID): Depkes RI. [Depkes RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2008). Buku Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta (ID): Depkes RI dan JICA.
31 [Depkes RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2009a. Berikan Imunisasi Dasar Lengkap untuk Melindungi Si Buah Hati. Jakarta (ID): Depkes RI. [Depkes RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2009b. Panduan Suplementasi Vitamin A. Jakarta (ID): Depkes RI. [Depkes RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Buku saku petugas kesehatan. Jakarta (ID): Depkes RI. [Dinkes] Dinas Kesehatan. 2012. Data Kesehatan Dasar. Bogor (ID): Dinkes Edmond KM, Zandoh C, Quigley MA, Amenga S, Owusu S, Kirkwood BR. 2006. Delayed breastfeeding initiation increases risk of neonatal mortality. Pediatrics. 117: e380. DOI: 10.1542/peds.2005-1496 Fikawati S, Safiq A. 2003. Hubungan antara menyusui segera (immediate breasfeeding) dan pemberian ASI eksklusif sampai dengan empat bulan. J Kedokter Trisakti. vol 22 no 2. Gibney MJ, Margetts BM, Kearney JM, Arab L. 2005. Gizi Kesehatan Masyarakat. Jakarta (ID): EGC Gogia S, Sachdev HS. 2010. Maternal postpartum vitamin a supplementation for the prevention of mortality and morbidity in infancy: a systemic review of randomized controlled trials. International Journal Of Epidemiology. 39: 1217-1226 Gulo R. 2002. Faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian ASI oleh ibu usia remaja kepada anak umur 0-24 bulan. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Gunarsa SD, Gunarsa YSD. 2004. Psikologi Praktis: Anak, Remaja Dan Keluarga. Jakarta (ID): Gunung Mulia. Gupte S. 2002. Recent Advances in Pediatrics (Special Volume 11 Community Pediatrics). New Delhi (IN): Lordson Publisher. Harahap DSN. 2012. Hubungan pemberian MP-ASI dini dengan kejadian penyakit infeksi pada bayi 0-6 bulan di wilayah kerja Puskesmas Sindar Raya Kecamatan Raya Kahean Kabupaten Simalungun tahun 2012. [skripsi]. Medan (ID): Universitas Sumatera Utara Heru A. 1993. Kader Kesehatan Masyarakat. Jakarta (ID): EGC. Hidayat AA. 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan Kebidanan. Jakarta (ID): Salemba medika Human Rights Watch. 2009. Pekerja dalam Bayang-Bayang. Indonesia: Human Rights Watch. Hurlock EB. 1980. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan, Edisi Kelima. Istiwidayanti, Soedjarwo, penerjemah; Sijahar RM, editor. Jakarta (ID): Erlangga. Terjemahan dari: Developmental Psycology a Life-Span Approach, Fifth Edition. Jayanti LD, Effendi YH, Sukandar D. 2011. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) serta perilaku gizi seimbang ibu kaitannya dengan status gizi dan kesehatan balita di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur. Jurnal gizi dan pangan. Vol 6 no 3. Kantor Camat Ciampea. 2012. Selamat Datang di Kecamatan Ciampea. Bogor (ID): Kantor Camat Ciampea. [Kemenkes RI] Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta (ID): Kemenkes RI.
32 [Kemenkes RI] Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2012. Petunjuk Pelaksanaan Surveilans Gizi. Jakarta (ID): Kemenkes Kjolhede C, Beisel WR. 1996. Vitamin A and the Immune Function. USA (US): The Haworth Medical Press. Layuk RR, Noer NN, Wahiduddin. 2013. Faktor yang berhubungan dengan kejadian ISPA pada balita di Lembang Batu Sura [skripsi]. Makassar (ID): Universitas Hasanuddin. Lemeshow S, David WHJ. 1997. Besar Sampel dalam Penelitian Kesehatan (terjemahan). Yogyakarta (ID): Gadjahmada University Press. Madanijah S. 2004. Dampak intervensi pendidikan “GI-PSI-SEHAT” bagi ibu terhadap konsumsi pangan dan status gizi anak usia dini. Gizi Indon. 27(2):59-76. Malaba LC, Iliff PJ, Nathoo KJ, Marinda E, Moulton LH, Zijenah LS, Zvandasara P, Ward BJ, Zvitambo, Humprey JH. 2005. Effect of postpartum maternal or neonatal vitamin A supplementation on infant mortality among infants born to HIV-negative mothers in Zimbabwe. Am J Clin Nutr. 81:454–60. Marhamah, Arsin AA, Wahiduddin. 2013. Faktor yang behubungan dengan kejadian ISPA pada anak balita di desa Bontongan Kabupaten Enrekang. Jurnal Epidemiologi Universitas Hasanuddin [Internet]. [diunduh tanggal 13 September 2013]. Tersedia pada: http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4602/MARHAM AH_K11109323.pdf?sequence=1. Martins TM, Ferraz IS, Daneluzzi JC, Martinelli CE Jr, Del Ciampo LA, Ricco RG, Jordao AA Jr, Patta MC, Vannucchi H. 2010. Impact of maternal vitamin A supplementation on the mother-infant pair in Brazil. Eur J Clin Nutr. 64(11):1302-7. doi: 10.1038/ejcn.2010.165. Miller M, Humphrey J, Johnson E, Marinda E, Brookmeyer R, Katz J. 2002. Why do children become vitamin A deficient. J Nutr. 132:2867S- 80S. Naibaho E. 2011. Gambaran pemberian kapsul vitamin A untuk ibu nifas oleh penolong persalinan di wilayah kerja puskesmas Poriaha Kecamatan Tapian Nauli Kabupaten Tapanuli Tengah [skripsi]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro. Newton S, Cousens S, Agyei SO, Filteau S, Stanley C, Linsell L, Kirkwood B. 2005. Vitamin A supplementation does not `affect infant’s immune responses to polio and tetanus vaccines. J Nutr. 135: 2669–2673. Nuraeni A. 2012. Hubungan penerapan PHBS keluarga dengan kejadian diare balita di Kelurahan Tawangmas Kota Semarang [tesis]. Depok [ID]: Universitas Indonesia. Permaesih D. 2009. Efikasi suplementasi dan fortifikasi vitamin A pada minyak goreng terhadap status vitamin A dan faktor imunitas air susu ibu [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Pratiwi SA. 2008. Kejadian ISPA pada bayi penerima ASI eksklusif dan non ASI eksklusif usia 1-4 bulan di empat kelurahan di Kecamatan Genuk Semarang [skripsi]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro Roesli U. 2000. Mengenal Asi Eksklusif. Jakarta (ID): Niaga Swadaya Ross JS, Harvey PWJ. 2003. Contribution of breastfeeding to vitamin a nutrition of infants: a simulation model. Buletin of the World Health Organization. 81: 80-86
33 Roy SK, Islam A, Molla A, Akramuzzaman SM, Jahan F, Fuchs G. 1997. Impact of single megadose of vitamin A at delivery on breastmilk of mothers and morbidity of their infants. Europen Journal of Clinical Nutrition. 51: 302307 Sadono W, Adi MS, Zain MS. 2005. Bayi berat lahir rendah sebagai salah satu faktor risiko infeksi saluran pernafasan akut pada bayi (studi kasus di Kabupaten Blora). Jurnal Epidemiologi Universitas Diponegoro. [Internet]. [diunduh tanggal 13 September 2013]. Tersedia pada: http://eprints.undip.ac.id/5249/1/ Sadono_Wiwoho.pdf. Schwartz MW. 1996. Pedoman Klinis Pediatri. Jakarta (ID): EGC. Sears W dan Sears M. 2007. The Baby Book, Segala Hal yang Perlu Anda Ketahui Tentang Bayi Anda Sejak Lahir Hingga Usia Dua tahun. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta. Siregar FA. 2005. Hepatitis B Ditinjau dari Kesehatan Masyarakat dan Upaya Pencegahan. Medan (ID): Universitas Sumatera Utara Slamet Y. 1993. Analisis Kuantitatif untuk Data Sosial. Solo (ID). Dabara Publisher Soetjiningsih. 1997. ASI Petunjuk untuk Tenaga Kesehatan. Jakarta (ID): EGC. Sommer A, West KP. 1996. Vitamin A Deficiency. New York (US): Oxford University Press. Sommer A. 2004. Defisiensi Vitamin A dan Akibatnya (Sadikin V, penerjemah). Jakarta (ID): EGC. Stoltzfus RJ, Hakimi M, Miller KW, Rasmussen KM, Dawiesah S, Habicht JP, Dibley MJ. 1993. High dose vitamin A suplementation of brest feeding Indonesian mother: effects on the vitamin A status of mother and infant. J Nutr. 123: 666-675. Sujudi A. 2004. Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta (ID): Depkes RI Suparyanto. 2012. Ibu Nifas [Internet]. [diunduh 2013 Mei 3]. Tersedia pada http://dr-suparyanto.blogspot.com/2012/07/ibu-nifas.html. Susmiati, Suharti N. 2008. Efek suplementasi vitamin A terhadap pembentukan antibodi pada tikus yang divaksinasi DPT. Project Report. Padang (ID): Lembaga Penelitian Universitas Andalas. Syafrudin, Hamidah. 2007. Kebidanan Komunitas. Jakarta (ID): EGC Timmreck TC. 2001. Epidemiologi Suatu Pengantar. Jakarta (ID): EGC Ulfah IM. 2008. Perilaku hidup bersih dan sehat, pengetahuan gizi dan pola asuh kaitannya dengan diare anak balita, di Desa Cikarawang Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Untoro J, Karyadi E, Wibowo L, Erhardt MW, Gross R. 2005. Multiple micronutrient supplements improve micronutrient status and anemia but not growth and morbidity of Indonesian infants. J Nutr. 135: 639S–645S, 2005 Wahab S. 1996. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Vol 1 E/15. Jakarta (ID): EGC Werner D, Thuman C, Maxwell J. 2010. Apa yang Anda Kerjakan Bila Tidak Ada Dokter. Yogyakarta (ID): Andi Winarno FG. 1995. Gizi dan Makanan. Jakarta (ID): Pustaka Sinar Harapan WHO/UNICEF/IVACG. 1997. Vitamin A supplement: a guide to their use in the treatment and prevention of vitamin A deficiency and Xerofthalmia. Geneva (CH): WHO
34 [WHO] World Health Organization. 2007. Adolescent pregnancy: unmet needs and undone deeds. Geneva (CH): World Health Organization [WHO] World Health Organization. 2007. Pencegahan dan pengendalian infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) yang cenderung menjadi epidemik dan pandemik di fasilitas pelayanan kesehatan. Geneva (CH): WHO. [WHO] World Health Organization. 2011. Guideline vitamin A supplementation in postpartum women. Geneva (CH): World Health Organization Widyaningsih LS. 2007. Kajian konsumsi pangan kaitannya dengan kadar vitamin A serum pada ibu hamil di Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor [WNPG] Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi. 2004. Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi. Jakarta (ID): LIPI. Yuliarti N. 2010. Keajaiban ASI, Makanan Terbaik untuk Kesehatan, Kecerdasan dan Kelincahan Si Kecil. Yogyakarta (ID): Andi
35
LAMPIRAN
36 Lampiran 1 Hasil uji Chi-Square kelengkapan imunisasi terhadap lama sakit Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2-
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
Value df 5.808a 1
.016
Continuity Correctionb
4.384 1
.036
Likelihood Ratio
6.415 1
.011
Pearson Chi-Square
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear
.025 5.698 1
.016
.017
Association N of Valid Cases
53
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.81. b. Computed only for a 2x2 table
Lampiran 2 Hasil regresi logistik semua variabel independen terhadap lama sakit Variables in the Equation 95% C.I.for EXP(B) B Step IMD
S.E.
-1.202
Wald df Sig.
.739 2.645 1 .104
Exp(B) .301
Lower Upper .071
1.280
a
1
Kolostrum
.750
1.641
.209 1 .648
2.117
.085 52.755
prelakteal
-.332
.797
.173 1 .677
.718
.151
3.421
asieksklusif
20.718 19527.685
.000 1 .999 9.943E8
.000
.
makananminumantambahan
20.720 19527.685
.000 1 .999 9.971E8
.000
.
phbs
-1.247
.287
.066
1.249
.391 1 .532
1.569
.382
6.439
1.095 4.066 1 .044
.110
.013
.940
jumlahkonsumsivita kelengkapanimunisasi Constant
.451 -2.208
.750 2.766 1 .096 .720
- 19527.685
.000 1 .999
.000
19.765 a. Variable(s) entered on step 1: IMD, kolostrum, prelakteal, asieksklusif, makananminumantambahan, phbs, jumlahkonsumsivita, kelengkapanimunisasi.
37 Lampiran 3 Hasil uji Chi-square jumlah konsumsi vitamin A terhadap kejadian sakit Chi-Square Tests
Value
df
Asymp. Sig. (2-
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
4.209a
1
.040
Continuity Correction
2.880
1
.090
Likelihood Ratio
4.180
1
.041
Pearson Chi-Square b
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
.073 4.134
1
.046
.042
56
a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.11. b. Computed only for a 2x2 table
Lampiran 4 Hasil uji regresi logistik semua variabel independen terhadap kejadian sakit Variables in the Equation 95% C.I.for EXP(B) B Step IMD
S.E.
-1.420
Wald df Sig. Exp(B) Lower
1.034 1.886 1 .170
Upper
.242
.032
1.835
.000 1 .999
.000
.000
.
.121 1 .728
1.447
.180
11.645
17.381
a
1
Kolostrum
- 20397.349 19.268
Prelakteal
.369
1.064
Asieksklusif
2.855
2.494 1.310 1 .252
Makananminumantambahan
1.142
2.149
.283 1 .595
3.134
.046
211.682
Phbs
-.064
1.053
.004 1 .952
.938
.119
7.386
.987 5.289 1 .021
.103
.015
.715
.403
.045
3.600
Jumlahkonsumsivita Kelengkapanimunisasi Constant
-2.270 -.910
1.118
21.872 20397.349
.663 1 .416
.000 1 .999 3.155E9
a. Variable(s) entered on step 1: IMD, kolostrum, prelakteal, asieksklusif, makananminumantambahan, phbs, jumlahkonsumsivita, kelengkapanimunisasi.
.131 2308.175
38
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kota Manna, Kabupaten Bengkulu Selatan pada tanggal 09 Mei 1991. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara, putri pasangan Bapak Suwandi (Alm) dan Ibu Marfu’ah. Pendidikan TK ditempuh pada tahun 1996-1997 di TK Pertiwi II Bengkulu Selatan. Kemudian pendidikan SD ditempuh pada tahun 1997–2003 di SD Negeri 17 Bengkulu Selatan, kemudian melanjutkan di SMP Negeri 2 Bengkulu Selatan tahun 2003–2006 dan SMA Negeri 2 Bengkulu Selatan tahun 2006–2009. Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB), Fakultas Ekologi Manusia, Departemen Gizi Masyarakat melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2009. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam organisasi, yaitu anggota KOPMA IPB (2009-2010), ketua divisi seni dan olahraga di OMDA IMBR (2010-2011), sekretaris Ecoagrifarma (2011-2012), anggota club tari GM 46, kulinari dan gizi (2011-2012). Juni–Agustus 2012 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Profesi (KKP) di Desa Giritirta, Kecamatan Pejawaran, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah dan Februari 2013 penulis mengikuti Internship Dietetic (ID) di Rumah Sakit Umum Daerah Cibonong. Penulis tercatat sebagai penerima beasiswa BBM.