Hubungan Subordinatif Atributif Sebagai Bahan Aajar Kemahiran Berbicara BIPA Tingkat Lanjut (Advanced) Iyo Mulyono Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung
Pendahuluan Sesuai dengan judulnya, tulisan ini mengetengahkan bahan ajar BIPA dengan topik kalimat kompleks hubungan subordinatif. Mungkin akan muncul pertanyaan, perlukah tata bahasa seperti itu diajarkan. Seperti halnya topik makalah saya dalam KIPBIPA III, topik makalah ini pun diangkat dari pengalaman mengajarkan bahasa Indonesia kepada pembelajar tingkat lanjut (advaced) di Deaken University. Mereka sudah mempelajari bahasa Indonesia selama dua setengah tahun sampai tiga tahun di negerinya. Bahkan, sebagian dari mereka juga pernah ikut kursus bahasa Indoensia di lembaga kerja sama Indonesia – Australia (AIA). Dengan demikian, pertanyaan di atas bisa di perpanjang menjadi pentingkah bahan ajar tata bahasa bagi pembelajar dewasa yang berada pada tingkatan advanced. Dalam “ACTFL Proficienci Guidelines, Generic Descriptions: Speaking” (Brown.1994: 103) dikemukakan bahwa kemampuan berbicara pada level advanced ini di antaranya ditandai dengan kemampuan berbahasa yang memuaskan tuntutan lembaga (sekolah) dan tuntutan tempat bekerja dalam berbagai situasi dan kemampuan mengembangkan narasi serta deskripsi dengan hubungan-hubungan paragraf yang memadai. Jika tingkatan advanced ini dianggap (relatif) sama dengan tingkat tiga dari Foreign Service Institut (Brown. 1994: 100), maka tingkatan profisiensi ini ditandai dengan kemampuan berbicara dengan struktur dan vokabular yang akurat dalam percakapan baik yang tidak formal maupun yang formal. Berdasarkan ciri-ciri di atas, seperti yang dikemukakan Celce-Murcia dalam tabel “Variables That Determine the Importance of Grammar”, bagi pembelajar tingkatan lanjut, penguasaan struktur-struktur gramatika itu begitu penting bahkan jika disampaikan dengan teknik yang tepat, tidak hanya membantu, namun begitu esensial untuk pemercepatan proses belajar bahasa asing (Brown. 1994: 349). Tentang pentingnya penguasaan tata bahasa bagi pembelajar level lanjut itu makin jelas sebab hal ini merupakan kebutuhan sebagian besar pembelajar itu sendiri. Anton Wahyana (KIPBIPA III: 323), berdasarkan angket terhadap 40 responden peserta PIBBI, di antaranya mencatat bahwa 12 responden (30%) menganggap bahwa penguasaan tata bahasa itu sangat penting, 22 responden (55%) mengenggap penting, dan 6 responden (15%) menganggap tidak penting. Hubungan Subordinatif dalam Bahasa Indonesia Hubungan subordinatif merupakan salah satu jenis hubungan antarklausa berdasarkan sifatnya. Hubungan yang lain adalah hubungan koordinatif. Hubungan subordinatif menghasilkan kalimat majemuk subordinatif atau kalimat majemuk bertingkat sedangkan hubungan koordinatif menghasilkan kelimat majemuk koordinatif atau kalimat majemuk setara.
1
Kedua jenis hubungan antarklausa tersebut memunculkan berbagai makna hubungan antarklausa. Dalam Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (1992: 315,322) dan dalam Kaidah Bahasa Indonesia (Slametmulyana. 1969:197) dikemukakan uraian tetang jenis-jenis makna hubungan antarklausa ini. Hubungan koordinatif mencakup tiga jenis makna, yakni makna penjumlahan atau penambahan, makna perlawanan, dan makna pemilihan. 1) Makna hubungan penjumlahan atau penambahan, di antaranya ditandai dengan penggunaan konjungsi dan, lagi pula, lalu, kemudian, tambahan pula, serta. Contoh: Dia memandangku kemudian bertanya, “Anda dari mana?” Kota ini makmur sekali serta padat penduduknya. 2) Makna hubungan perlawanan di antaranya ditandai dengan penggunaan konjungsi tetapi, akan tetapi, sedangkan, melainkan, padahal. Contoh: Mereka itu bukan mahasiswa melainkan karyawan bank. Fadil belum bangun padahal hari sudah siang. 3) Makna hubungan pemilihan di antaranya ditandai dengan penggunaan konjungsi atau Contoh: Mungkin dia ke kampus atau menjemput orang tuanya ke stasiun. Hubungan subordinatif terdiri atas dua belas jenis makna, yakni makna waktu, sebab (alasan), cara, perbandingan, tujuan, pertentangan (konsesif), isi (penjelasan), syarat, akibat, penegasan, pengecualian, dan makna atributif. Setiap makna hubungan subordinatif tersebut ditandai dengan konjungsi-konjungsi sebagai berikut. 1) Makna hubungan waktu ditandai dengan penggunaan konjungsi sebelum, sejak, semenjak, (se) waktu, selagi, tatkala, ketika, selama, setelah, seusai, begitu, sampai, dan hingga. Contoh: Sejak berkenalan dengan Susilo, berubah sekali perangainya. Setelah dia datang, senanglah kami. 2) Makna hubungan sebab (alasan) ditandai dengan penggunaan konjungsi (oleh) sebab, dan (oleh) karena. Contoh: Harganya pasti mahal sebab kualitasnya sangat bagus. 3) Makna hubungan cara ditandai dengan penggunaan konjungsi dengan, seraya, dan sambil. Contoh: Kami mengheningkan cipta seraya berdoa kepada Tuhan. Dengan perahu kecil ini dia mengunjungi pulau ini. 4) Makna hubungan banding atau perbandingan ditandai dengan penggunaan konjungsi seperti, seolah-olah, daripada, seakan-akan, sebagai, bagaikan, laksana, sebagaimana, dan alih-alih. Contoh: Mereka diam saja seolah-olah tidak tahu persoalannya. Daripada kita menunggu terlalu lama, lebih baik kita menjemputnya. 5) Makna hubungan tujuan ditandai dengan penggunaan konjungsi agar, supaya, untuk, demi, dan bagi. 2
Contoh: Bagi mereka yang pergi kami menyediakan kendaraan bus. Kita berolahraga secara teratur agar kita selalu sehat. 6) Makna hubungan pertentangan, konsesif (TB3I), pengakuan (Slametmulyana) ditandai dengan penggunaan konjungsi walaupun, sungguhpun, biarpun, bagaimanapun, kendatipun, sekalipun, dan meskipun. Contoh: Walaupun hatinya sedih, dia takpernah menangis di hadapanku. Betapapun sayang kepadanya, mereka harus melepasnya pergi. 7) Makna hubungan isi (penjelasan) ditandai dengan penggunaan konjungsi bahwa atau kata tanya seperti dimana, ke pada siapa, dengan apa, dll. Contoh: Kami yakin bahwa dia bisa mengerjakannya dengan baik. Mamik tidak tahu kemana dia harus pergi. 8) Makna hubungan syarat ditandai dengan penggunaan konjungsi jika, apabila, bilamana, kalau, seandainya, andaikata, dan seumpama. Contoh: Hatiku semakin cemas jika teringat akan masalah itu. Masalah kebersihan akan teratasi apabila seluruh warga turut ambil bagian. 9) Makna hubungan akibat ditandai dengan penggunaan konjungsi sehingga, dan sampai-sampai. Contoh: Mereka bekerja keras sehingga tarap hidupnya terus meningkat. 10) Makna hubungan penegasan ditandai dengan penggunaan konjungsi bahkan, dan malah (-an). Contoh: Mereka itu bukan hanya rajin malahan suka bekerja keras. 11) Makna hubungan pengecualian ditandai dengan penggunaan konjungsi selain, dan kecuali. Contoh: Selain berekreasi, kita tidak bisa mengerjakan apa-apa di sini. 12) Makna hubungan atributif ditandai dengan penggunaan konjungsi yang. Contoh: Buku yang sedang dibacanya itu adalah sebuah novel. Dia begitu menyenangi cerita yang ditulis oleh Marga T. Hubungan Subordinatif Atributif sebagai Bahan Ajar BIPA Seperti sudah mereka lazimkan, pembelajar bahasa Indonesia penutur asing tingkat lanjut mengucapkan kalimat majemuk subordinatif atributif dengan struktur seperti berikut. (1) Saya mempunyai kamus bahasa Indonesia diterbitkan oleh Gramedia. (2) Buku bahasa Indonesia ditulis oleh Pak Amran sangat bagus. (3) Paman saya tinggal di Bandung adalah seorang guru. (4) Candi Borobudur terletak tidak jauh dari kota Magelang adalah candi Budha.
3
Saya katakan bahwa kalimat-kalimat di atas merupakan kelaziman di kalangan mereka sebab dalam berdialog misalnya, mereka begitu lancar dan meyakini kebenaran struktur kalimat kompleks di atas. Kelancaran dalam pengucapan dan keyakinan akan kebenaran struktur kalimat ini mungkin terjadi karena kalimatkalimat tersebut merupakan hasil transfer dari struktur kalimat bahasa mereka sendiri, yakni dari kalimat-kalimat berikut: (1) I have Indonesian dictionary published by Gramedia. (2) The book of bahasa Indonesia written by Pak Amran is very good. (3) My uncle living in Bandung is a teacher. (4) Borobudur Temple located not far from Magelang is Buddhism Temple. Dalam bahasa Indonesia, struktur kalimat-kalimat di atas, walaupun maksudnya dapat dipahami dengan pasti, tidak lazim dan juga tidak benar. Dikatakan tidak lazim karena memang tidak ada penutur bahasa Indonesia yang menggunakanya. Dikatakan tidak benar karena struktur tersebut tidak sesuai dengan kaidah kalimat bahasa Indonesia. Secara teoretis keempat kalimat bahasa Indonesia di atas disebut kalimat majemuk yang hubungan antarklausanya bersifat subordinatif. Artinya, salah satu klausanya mendukung salah satu fungsi sintaktis, yakni fungsi keterangan atributif (TB3I. 1992: 329) Satu-satunya penanda hubungan atributif dalam bahasa Indonesia adalah konjungsi yang. Dengan demikian, kalimat-kalimat di atas secara gramatikal harus menggunakan konjungsi yang sebagai alat rangkai klausa yang satu (klausa inti) dengan klausa lainnya (klausa bawahannya). Jika konjungsi tersebut diabaikan, maka hubungan antarklausa pembangun kalimat tersebut dirasakan tidak kohesif atau tidak terpadu. Jadi, kalimat-kalimat di atas harus diucapkan seperti berikut: (1) Saya mempunyai kamus bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Gramedia. (2) Buku bahasa Indonesia yang ditulis oleh Pak Amran sangat bagus. (3) Paman saya yang tinggal di Bandung adalah seorang guru. (4) Borobudur yang terletak tidak jauh dari Magelang adalah candi Budha. Secara hipotetis, kalimat-kalimat di atas merupakan gabungan dua buah kalimat seperti berikut. (1a) Saya mempunyai kamus bahasa Indonesia. (1b) Kamus itu diterbitkan oleh Gramedia. (2a) Buku bahasa Indonesia (itu) ditulis oleh Pak Amran. (2b) Buku bahasa Indonesia (itu) sangat bagus. (3a) Paman saya tinggal di Bandung. (3b) Paman saya itu adalah seorang guru. (4a) Borobudur terletak tidak jauh dari Magelang. (4b) Borobudur itu adalah candi Budha. Pembelajaran Struktur Subordinatif Atributif Salah satu cara pembelajaran struktur yang cenderung tradisional adalah pemanfaatan wacana sebagai sumber struktur yang diajarkan. Struktur yang bersangkutan diajarkan dengan langkah-langkah: struktur yang relevan dipetik dari wacana, dibaca secara berulang-ulang, dibahas, diperluas, dan dilatihkan. Semua langkah menuju penguasaan struktur baik secara intuitif, behavioristik, maupun 4
kognitif sehingga pembelajar menjadi terbiasa dan lancar dalam mengucapkan struktur tersebut. Langkah-langkah pembelajaran yang dimaksud adalah seperti berikut. 1) Memilih wacana yang relevan. Misalnya, wacana yang berjudul “Bali Pulau Sejuta Pura” BALI PULAU SEJUTA PURA Pernahkah Anda mengunjungi Bali? Bali itu sebuah pulau kecil yang dijuluki Pulau Dewata. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, dewata berarti dewa, sifat dewa, atau kedewaan. Jadi “pulau dewata” mengandung arti pulau yang berhubungan dengan sifat dewa atau sifat kedewaan. Penduduk Bali sangat kuat berpegang pada ajaran agama Hindu yang mempercayai adanya tiga dewa. Selain dijuluki Pulau Dewata, Bali juga dijuluki Pulau Sejuta Pura. Di setiap rumah penduduk ada pura yang disebut pura keluarga. Di Bali juga ada pura besar seperti Pura Tanah Lot, Pura Taman Ayun, dan Pura Besakih. Pura-pura ini dikunjungi oleh banyak wisatawan yang berasal dari dalam dan luar negeri. Pura Besakih merupakan pura terbesar di Bali. Karena itu, pura ini disebut Pura Agung Besakih.Latar belakang Pura Besakih adalah Gunung Agung yang pernah meletus pada tanggal 27 Januari 1964. Pura yang terletak di sebuah bukit itu setiap tahun dikunjungi oleh penganut agama Hindu dari seluruh penjuru dunia. Mereka datang untuk menyelenggarakan upacara keagamaan. 2) Memetik kalimat yang mengandung hubungan atributif. (1) Bali itu sebuah pulau kecil yang dijuluki Pulau Dewata. (2) Penduduk Bali sangat kuat berpegang pada ajaran agama Hindu yang mempercayai adanya tiga dewa. (3) Pura-pura ini dikunjungi oleh banyak wisatawan yang berasal dari dalam dan luar negeri. (4) Latar belakang Pura Besakih adalah Gunung Agung yang pernah meletus pada tanggal 27 Januari 1964. (5) Pura yang terletak di sebuah bukit itui setiap tahun dikunjungi oleh penganut agama Hindu dari seluruh penjuru dunia. 3) Membaca kalimat-kalimat di atas dengan nyaring. 4) Mengubah kalimat-kalimat di atas masing-masing menjadi dua kalimat. Misalnya, (1a) Bali itu sebuah pulau kecil. (1b) Bali itu dijuluki Pulau Dewata. (2a) Penduduk Bali sangat kuat berpegang pada ajaran agama Hindu. (2b) Agama Hindu itu mempercayai adanya tiga dewa. (3a) Dan seterusnya. 5
5) Melakukan hal yang sama terhadap kalimat-kalimat di bawah ini. (1) Di Indonesia terdapat banyak suku bangsa yang memiliki budaya dan bahasa yang berbeda-beda. (2) Mereka amat menyenangi puisi yang ditulis oleh sastrawan Angkatan ’45. (3) Tari-tarian daerah yang banyak jenisnya itu menarik untuk dipelajari. (4) Candi yang dibangun pada abad keenam itu luasnya 113m X 113m dan tingginya 40 meter. (5) Peninggalan sejarah yang terletak di sebelah utara kota Magelang itu merupakan monumen yang terbesar dan terindah di belahan dunia selatan. 6) Rangkaikan kalimat-kalimat di bawah ini dengan konjungsi atributif yang! (1a) Indonesia terdiri atas ratusan pulau besar dan kecil (1b) Indonesia terletak di atara dua benua, yakni Asia dan Australia. (2a) Salah satu pulau di antaranya adalah Pulau Jawa. (2b) Pulau ini berpenduduk paling padat. (3a) Di Pulau Jawa ini ada berbagai suku bangsa. (3b) Suku-suku bangsa itu datang dari luar pulau Jawa (4a) Suku-suku bangsa itu memiliki bahasa dan budaya. (4b) Bahasa dan budaya itu sangat beranekaragam. (5a) Bahasa persatuan mereka adalah bahasa Indonesia. (5b) Bahasa Indonesia berasal dari salah satu bahasa daerah yakni bahasa daerah Melayu. 7) Sematkan konjungsi atributif yang ke dalam kalimat-kalimat di bawah ini! (1) Kami mempunyai guru bahasa Indonesia amat pandai berbahasa Inggris. (2) Kampus perguruan tinggi kami terletak di sebelah utara kota Bandung sangat sejuk (3) Perguruan tinggi kami bernama Universitas Pendidikan Indonesia memiliki enam fakultas. (4) Tolong tunjukkan beberapa objek wisata cukup terkenal di kota ini! (5) Kota Bandung dijuluki Kota Kembang merupakan ibu kota Provinsi Jawa Barat. -------------------Pustaka Rujukan Alwasillah, Chaedar A.(1999). Prosiding KIPBIPA III. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. Brown, H.Dauglas.(1980). Principles of Language Learning and Teaching. New Jersey: Prentice Hall. Inc., Englewood Clifs. ______________ (1944) Teaching by Principles. New Jersey: Prentice Hall. Inc., Englewood Clifs. ______________ (1944) Principles of Language Learning and Teaching (Third Edition). New Jersey: Prentice Hall. Inc. Englewood Clifs. Dep. Pendidikan dan Kebudayaan (1992) Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Keraf,Gorys.(1980) Tata Bahasa Indonesia. Ende – Flores: Nusa Indah. 6
Ramlan, M. (1981) Sintaksis Bahasa Indonesia. Yogyakarta:U.P. Karyono. Richards. Jack C. And Richards (Ed.) (1983) Language and Comunication. London and New York: Longman. Slametmulyana.(1969).Kaidah Bahasa Indonesia. Flores: Nusa Indah.
7