HUBUNGAN SHALAT TERHADAP KESIAPAN MENGHADAPI KEMATIAN PADA LANSIA DI WILAYAH KELURAHAN GONDRONG KECAMATAN CIPONDOH KOTA TANGERANG
Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)
Oleh : SRI WAHYUNINGSIH 109104000002
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1435 H/ 2014 M
i
ii
iii
RIWAYAT HIDUP
Nama
: Sri Wahyuningsih
Tempat Tanggal Lahir
: Jakarta, 15 September 1991
Agama
: Islam
Status
: Belum Menikah
Alamat
: Jalan KH Mansyur RT 003/05 NO 47 Kelurahan Gondrong Kecamatan Cipondoh- Kota tangerang15140
Telepon
: 085697279965
E-mail
:
[email protected]
Riwayat Pendidikan
:
1. TK IZZUL MUNIR
(1995-1996)
2. MI JAMIATUL GULAMI
(1997-2003)
3. SLTP BINA INSANI
(2003-2006)
4. SMA YP-KARYA
(2006-2009)
Pengalaman Seminar 1. Seminar “Hilangnya Ayat dalam Undang-Undang Anti Rokok” pada tahun 2009 2. Seminar “ Cultural Approach In Holistic Nursing Care In Globalization Era” pada tahun 2009.
iv
3. Seminar “Mencegah Osteopenia Di Masa Muda Sebagai Investigasi Kesehatan Tulang Jangka Panjang” pada tahun 2009 4. Workshop “Uji Kompetensi Profesi Keperawatan” pada tahun 2012 5. Seminar Nasional “Melody For Heart and Brain Health” pada tahun 2012 6. Seminar Nasional “ Uji Kompetensi Nasional Perawat : Meningkatkan Peran dan Mutu Profesi Keperawatan Dalam Menghadapi Tantangan Global” pada tahun 2012
v
vi
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Skripsi, Februari 2014 Sri Wahyuningsih, NIM: 109104000002
Hubungan Shalat Terhadap Kesiapan Menghadapi Kematian Pada Lansia di Wilayah Kelurahan Gondrong Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang xix + 83 halaman + 16 tabel + 2 bagan + 6 lampiran ABSTRAK Lanjut usia merupakan tahap akhir perkembangan manusia dan periode penutupan kehidupan seseorang, beberapa tugas perkembangan yang harus diselesaikan dengan baik diantaranya yaitu mempersiapkan dan menerima kematiannya sendiri. Dalam hal ini shalat yang dilakukan dengan khusyu’ dapat menimbulkan rasa takut kepada Allah SWT, sehingga seseorang akan shalat seakan akan melakukan shalat yang terakhir (karena meninggal). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan shalat terhadap kesiapan menghadapi kematian pada lansia di Wilayah Kelurahan Gondrong Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang. Jenis penelitian adalah kuantitatif dengan pendekatan cross sectional yang dilakukan pada 76 lansia yang berusia 60 keatas. Pengumpulan data menggunakan kuesioner shalat dan kuesioner kesiapan menghadapi kematian. Hasil uji statistik menggunakan uji korelasi Product Moment. Berdasarkan analisa data diperoleh r = 0,008 dengan p value = 0,0948 sehingga Ha tidak diterima. Hasil penelitian secara umum menunjukkan tidak ada hubungan antara shalat terhadap kesiapan menghadapi kematian pada lansia di Wilayah Kelurahan Gondrong Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang. Untuk kesempurnaan hasil pada penelitian ini dapat dilakukan penelitian kembali dengan metode yang berbeda dengan pendekatan metode seperti eksperimen ataupun kualitatif. Kata kunci : shalat, kesiapan menghadapi kematian, lansia Daftar Bacaan : 83 (1982-2014)
vii
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE NURSING SCIENCE STUDY PROGRAM ISLAMIC STATE UNIVERSITY SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Undergraduates Thesis, Februari 2014 Sri Wahyuningsih, NIM: 109104000002 Relationship Between Prayer to Readiness in Facing Death In Elderly in Gondrong Cipondoh Tangerang City xix + 83 pages + 16 tables + 2 charts + 6 appendices
ABSTRACT Advanced age is the final stage of human development and closing the period a person's life. some developmental tasks that must be completed with either of them is to prepare and accept her own death. In this case the prayer is done with humility can cause fear to God, so that someone will pray as if prayer will do the latter (since deceased). This study aimed to determine the relationship of prayer to the readiness to face death in the elderly in Gondrong Cipondoh Tangerang. The study was cross-sectional quantitative approach carried out on 76 elderly aged 60 and above. Data collection using questionnaires and questionnaires prayer readiness to face death The results of the statistical test using product moment correlation test. Based on the analysis of data obtained r = 0,008 with p value = 0.0948 so that Ha is not acceptable. Results of the study generally showed no association between prayer to the readiness to face death in the elderly in Gondrong Cipondoh Tangerang. For perfection results in this study can be conducted research back by different methods such as experimental approaches or qualitative methods.
Keywords : prayer , readiness in facing death , elderly Reference : 83 (1982-2014)
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Hubungan Shalat Terhadap Kesiapan Menghadapi Kematian Pada Lansia Di Wilayah Kelurahan Gondrong Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang” yang disusun dan diajukan sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Keperawatan. Selama proses pendidikan dan penyusunan skripsi ini, penulis banyak menerima bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Ucapan terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada yang terhormat : 1.
Prof. DR (hc). Dr. M. K. Tadjudin, Sp. And. Selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan.
2.
Bapak Ns. Waras Budi Utomo, S. Kep, MKM Selaku Ketua Program Studi IImu Keperawatan (PSIK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.
Ibu Ita Yuanita, S.Kp, M,Kep selaku pembimbing I yang telah membimbing dan memberikan banyak masukan dan saran dalam penulisan skripsi penelitian ini.
4.
Ibu Ns. Eni Nur’aini Agustini, S. Kep, MSc Selaku Sekretaris Program Studi IImu Keperawatan (PSIK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus dosen pembimbing II yang telah membimbing dan banyak memberi saran demi terselesaikannya penulisan skripsi ini.
5.
Ibu Ernawati , S.Kp, M,Kep selaku pembimbing akademik.
ix
6.
Seluruh dosen PSIK yang telah memberikan ilmunya dan segala pengalamannya yang tak ternilai sehingga dapat menjadi pembelajaran bagi kami selaku mahasiswa.
7.
Seluruh staff bidang akademik FKIK dan PSIK yang telah membantu kelancaran hal-hal administratif
8.
Kedua Orang Tua saya tercinta yang selalu memberi kasih sayang, dukungan, do’a dan semangat serta tak pernah lelah mencurahkan semua kasih sayang dan memberikan dukungan secara moril dan materil yang tak terhingga kepada penulis selama proses menyelesaikan penelitian ini.
9.
Sahabat-sahabatku angkatan 2009 (Desi, Nining, Iqbal, Rusmanto, Ummi, Inggar, Riyani, Siska, Ami, Widya, Dewi) yang telah berjuang bersama dalam perkuliahan dan penyusunan skripsi di Ilmu Keperawatan. Dengan memanjatkan doa kepada Allah SWT, penulis berharap semua
kebaikan yang telah diberikan mendapat balasan dari Allah SWT dan semua kesalahan diampuni oleh Allah. Amin.
Jakarta, Februari 2014
Penulis
x
LEMBAR PERSEMBAHAN
Pandanganku tertuju di kejauhan sana .. Dengan senyum yang sudah tak asing lagi bagiku Merekalah orang yang sangat aku hargai dan ku hormati Yang aku cintai dan aku sayangi Merekalah MAMAH dan BAPAK ku Seiring dengan langkahku … terlintas dibenakku atas apa yang telah mëreka lakukan pada hidupku selama ini Mamah …yang telah mengandungku selama 9 bulan Mamah yang sedang memperjuangkan hidup dan matinya untukku Bapak … yang telah mendidikku… Bapak yang rela kerja banting tulang untuk membahagiakanku
Apakah yang dapat aku lakukan untuk membalas mereka ?? Sering aku tutup telinga tak mau dengar nasehat mereka… Sering aku melawan mereka karena kenakalanku Sering aku marah kepada mereka jika tidak mengabulkan keinginanku
Tapi apakah mereka memiliki rasa dendam terhadapku ?? TIDAK.. TIDAK sama sekali… Mereka dapat tulus memaafkan kekhilafanku, Mereka tetap menyayangiku di setiap hembusan nafas mereka… Bahkan mereka tetap menyebut namaku di setiap doa-doa mereka Hingga aku menjadi seperti sekarang ini
BAPAK,, MAMAH.., Yang aku berikan sampai hari ini tidak akan cukup… membalas apa yang BAPAK dan MAMAH berikan… Terima kasih PAK…. Terima kasih MAH….. Aku sayang BAPAK dan MAMAH hingga akhir hayatku… TERIMA KASIH….
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
HAL
LEMBAR PERSETUJUAN .......................................................................... i LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... iii RIWAYAT HIDUP ........................................................................................ v LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................... vi ABSTRAK ...................................................................................................... vii ABSTRACT .................................................................................................... viii LEMBAR PERSEMBAHAN ........................................................................ ix KATA PENGANTAR .................................................................................... xi DAFTAR ISI ................................................................................................... xv DAFTAR BAGAN.......................................................................................... xvi DAFTAR TABEL .......................................................................................... xviii DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xix BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1 A. Latar Belakang ..................................................................................... 1 B. Rumusan Masalah ................................................................................ 5 C. Pertanyaan Penelitian ........................................................................... 5 D. Tujuan Penelitian ................................................................................. 5 1. Tujuan Umum ............................................................................... 5 2. Tujuan Khusus............................................................................... 6 E. Manfaat Penelitian ............................................................................... 6 1. Bagi Pendidikan Keperawatan dan Ilmu Keperawatan ................. 6 2. Bagi Peneliti .................................................................................. 6
3. Bagi Penelitian Selanjutnya .......................................................... 6 F. Ruang Lingkup ..................................................................................... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................... 8 A. Lanjut Usia ........................................................................................... 8 1. Definisi Lanjut Usia ...................................................................... 8 2. Perubahan-Perubahan Pada Lanjut Usia ....................................... 9 A. Masalah Kesehatan Fisik........................................................ 9 B. Masalah Psikososial Lansia.................................................... 10 C. Tugas Perkembangan Lansia.................................................. 11 B. Koping 1. Konsep Mekanisme Koping .......................................................... 12 2. Gaya Koping Positif ...................................................................... 13 3. Gaya Koping Negatif .................................................................... 13 4. Hasil Mekanisme Koping dan penanganannya ............................. 14 C. SHALAT 1. Definisi Shalat ............................................................................... 15 2. Keutamaan dan Manfaat Shalat..................................................... 16 3. Waktu pelaksanaan dan tata cara shalat ........................................ 17 4. Syarat-syarat shalat ....................................................................... 20 5. Rukun shalat .................................................................................. 21 6. Sunnah shalat................................................................................. 21 7. Sunnah-sunnah muakad................................................................. 22 8. Hal-hal yang membatalkan shalat ................................................. 22 9. Definisi dan perintah untuk shalat khusyu .................................... 23 10. Langkah-langkah mencapai shalat khusyu .................................... 25 11. Shalat ditinjau dari aspek psikologis dan kesehatan ..................... 26 12. Kecemasan menghadapi kematian ................................................ 33 13. Kesiapan kematian secara psikis ................................................... 35 14. Kesiapan kematian secara spiritual ............................................... 35 D. Kerangka Teori..................................................................................... 39
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ....... 40 A. Kerangka Konsep ................................................................................. 40 B. Hipotesis............................................................................................... 40 C. Definisi Operasional............................................................................. 41 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN .................................................... 43 A. Desain Penelitian.................................................................................. 43 B. Populasi dan Sampel ............................................................................ 43 C. Teknik Pengambilan Sampel................................................................ 44 D. Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................... 47 E. Instrumen Penelitian............................................................................. 47 F. Hasil uji validitas dan reliabilitas instrument ....................................... 50 G. Tahapan Penelitian ............................................................................... 54 H. Pengolahan Data................................................................................... 56 I. Teknik Analisa Data............................................................................. 57 J. Etika Penelitian .................................................................................... 59 BAB V HASIL PENELITIAN ...................................................................... 61 A. Gambaran Umum Tempat Penelitian ................................................... 61 B. Karakteristik Responden ...................................................................... 62 C. Analisa Univariat ................................................................................. 63 D. Analisa Bivariat.................................................................................... 65 BAB VI PEMBAHASAN............................................................................... 68 A. Distribusi Frekuensi Karakteristik Lanjut Usia di Wilayah Kelurahan Gondrong Kecamatan Cipondoh Kota Tanggerang ............................. 68 B. Hubungan Shalat Terhadap Kesiapan Menghadapi Kematian pada Lanjut usia di Wilayah Kelurahan Gondrong Kecamatan Cipondoh Kota Tanggerang........................................................................................... 81 C. Keterbatasan Peneliti ............................................................................ 80
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................... 82 A. Kesimpulan .......................................................................................... 82 B. Saran ..................................................................................................... 83 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
DAFTAR BAGAN
2.1 Kerangka Teori............................................................................................. 39 3.1 Kerangka Konsep ......................................................................................... 40
DAFTAR TABEL
3.1 Kerangka Konsep .................................................................................... 40 4.1 Pertanyaan Kuisoner Shalat .................................................................... 48 4.2 Skor Skala Likert Shalat.......................................................................... 49 4.3 Pertanyaan Kuisoner Kesiapan Menghadapi Kematian .......................... 49 4.4 Skor Skala Likert Kesiapan Menghadapi Kematian ............................... 50 4.5 Hasil Pertanyaan Validitas Shalat ........................................................... 51 4.6 Hasil Pertanyaan Validitas Kesiapan Menghadapi Kematian ................. 52 4.7 Interpretasi Hasil Uji Hipotesis Berdasarkan Nilai r............................... 57 5.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Lansia di Wilayah KelurahanGondrong Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang ................................................... 61 5.2 Distribusi Skor Shalat Pada Lansia Di Wilayah Kelurahan Gondrong Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang ................................................... 62 5.3 Distribusi Skor Pada Masing-masing Aspek Shalat Pada Lansia di Wilayah Kelurahan Gondrong Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang ................ 62 5.4 Distribusi Skor Kesiapan Menghadapi Kematian Pada Lansia di Wilayah Kelurahan Gondrong Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang ................ 63 5.5 Distribusi Skor Pada Masing-masing Aspek Kesiapan Menghadapi Kematian Pada Lansia di Wilayah Kelurahan Gondrong Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang ...................................................................... 63
5.6 Analisa Hubungan Shalat Terhadap Kesiapan Menghadapi Kematian Pada Lansia di Wilayah Kelurahan Gondrong Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang................................................................................................ 64 5.7 Analisa Hubungan Masing-Masing Aspek Shalat
Terhadap Masing-
Masing Aspek Kesiapan Menghadapi Kematian Pada Lansia di Wilayah Kelurahan Gondrong Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang ................ 65 5.8 Analisa Hubungan Masing-Masing Aspek Shalat
Terhadap Masing-
Masing Aspek Kesiapan Menghadapi Kematian Pada Lansia di Wilayah Kelurahan Gondrong Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang ................ 66
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kuesioner Data Demografi Lampiran 2 Kuesioner Shalat Lampiran 3 Kuesioner Kesiapan Menghadapi Kematian Lampiran 4 Lembar Informed Consent Lampiran 5 Lembar Surat Izin Penelitian Lampiran 6 Lampiran Hasil SPSS
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan suatu bangsa seringkali dilihat dari usia harapan hidup penduduknya. Pertumbuhan penduduk lansia di Indonesia tercatat sebagai yang paling pesat di dunia dalam kurun waktu tahun 1990-2025 (Darmojo, 2009). Diseluruh dunia jumlah lansia saat ini diperkirakan ada 500 juta orang dengan usia rata-rata 60 tahun (Nugroho, 2008). Indonesia berada peringkat keempat setelah Cina, India dan Amerika Serikat untuk pertumbuhan penduduk lansianya dan usia harapan hidup lanjut usia pada tahun 2010 ratarata 72 tahun bahkan ada yang mencapai 80 tahun dengan pertumbuhan penduduk lansia mencapai 23,992 jiwa dan tahun 2020 diperkirakan mengalami peningkatan sebesar 28,882 jiwa (Direktur Pelayanan Sosial Lanjut Usia Kementrian Sosial dalam Direktorat Jendral Rehabilitasi Sosial, 2013). Tahap usia lanjut seseorang akan mengalami banyak perubahan di dalam kehidupannya. Perubahan-perubahan tersebut dapat dilihat seperti perubahan pada fisik, kesehatan, kemampuan motorik, kemampuan mental, minat, lingkungan sosial, status dan masih banyak lagi perubahan yang lain (Santoso, 2009). Salah satu perubahan yang tampak terlihat adalah perubahan fisik. Keadaan fisik yang semakin melemah dan tidak berdaya, menyebabkan lanjut usia bergantung pada orang lain khususnya keluarga (Hurlock, 1993). Kondisi kelemahan dan penurunan kemampuan tersebut menjadi masalah yang serius yang dapat mengakibatkan kecemasan pada lanjut usia.
1
2
Di sisi lain seringkali lanjut usia memandang penurunan dan kelemahan kemampuan fisik sebagai suatu bencana, karena kematian itu sangat dekat dan siap untuk menjemput mereka (Hurlock, 1993). Maryam (2008) menyatakan bahwa jika lansia gagal menyesuaikan kondisi fisiknya yang semakin menurun, maka lansia akan menganggap kematian sebagai suatu ancaman yang dapat menimbulkan ketakutan dan kekhawatiran. Tidak jarang perasaan takut dan khawatir yang berlebihan tersebut menimbulkan gejala-gejala pada lansia yang lebih umum disebut gejala kecemasan. Hal ini dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan oleh Santoso (2010) bahwa lansia yang mengalami kecemasan menjelang kematian di pengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal yang terdiri dari isolasi, depresi, adanya hukuman neraka dan kesepian sedangkan dan eksternal yang terdiri dari sosial yang buruk, cacat fisik dan kematian orang terdekat serta rasa ketergantungan dengan orang lain. Faktor yang mempengaruhi seberapa baik seseorang mengatasi perasaan cemasnya atau memahami bahwa ia akan menghadapi kematian adalah filosofi atau kepercayaan religius (spiritual keagamaan), serta kemampuannya mengatasi masalah (Santrock, 2002). Hal ini dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan oleh Adelina (2005) menunjukkan bahwa ada hubungan positif antara kecerdasan ruhaniah dengan kesiapan menghadapi kematian pada lansia. Semakin tinggi kecerdasan ruhaniah maka semakin tinggi tingkat kesiapan menghadapi kematian pada lansia, sebaliknya semakin rendah kecerdasan ruhaniah maka akan semakin rendah pula tingkat kesiapan menghadapi kematian pada lansia.
3
Dan Allah SWT berfirman :
َﻛُﻞﱡ ﻧَﻔْﺲٍ ذَاﺋِﻘَﺔُ ا ْﻟ َﻤﻮْتِ ﺛُﻢﱠ إَِﻟ ْﯿﻨَﺎ ﺗُﺮْﺟَﻌُﻮن “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kemudian hanyalah kepada Kami kamu dikembalikan “ (QS. Al-Ankabut: 97). Berdasarkan firman Allah SWT maka sudah jelas pada hakikatnya kematian adalah suatu hal yang pasti datangnya (Shihab, 2002). Individu yang mengetahui dan yakin bahwa kematian adalah nyata dan tidak ada tempat untuk lari akan menerimanya sebagai sesuatu yang nyata tanpa rasa takut (Najati, 2001). Agama selalu dikaitkan dengan ketenangan, karena di dalamnya diajarkan tentang tuntunan hidup (Hawari, 1997). Kehidupan yang saat ini dijalani, juga diterangkan tentang datangnya kematian dan apa yang terjadi sesudahnya, karena itu ajaran agama dapat membuat seseorang memiliki pandangan yang lebih positif terhadap hidup dan mati (Hidayat , 2007). Tidak heran jika usaha untuk merefleksikan kecemasan menjelang kematian dengan melakukan aktivitas-aktivitas keagamaan. Shalat merupakan salah satu ibadah ritual keagamaan umat muslim yang wajib dilaksanakan sebagai wujud rasa syukur dan keimanan kita kepada Allah SWT. Dengan shalat hati menjadi tentram dan jiwa menjadi tenang, tidak gelisah, takut atau khawatir. Salah satu hikmah shalat yaitu sebagai penenang jiwa bagi orang yang resah dan gelisah yang dapat menimbulkan ketenangan hati dan ketentraman batin (Sholikhin, 2009). Shalat juga merupakan proses yang menuntut konsentrasi, dalam bahasa arab hal itu disebut dengan khusyu’. Kekhusyu’an dalam shalat bila diteliti omengandung unsur meditasi. Sebagaimana dengan meditasi, shalat mempunyai pengaruh psikologis. Apabila meditasi dapat mengurangi
4
kecemasan maka shalat yang dilakukan dengan khusyu’ dan ikhlas dapat mengurangi kecemasan dan memberikan ketenangan (Ahsin, 2010). Hal ini dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan oleh Wibisono (2006) bahwa shalat dapat mengurangi kecemasan. Wijaya dan Safitri (2008) juga menyatakan bahwa cara yang dilakukan lansia mengatasi kecemasan dalam menghadapi kematian adalah dengan rutin mengikuti pengajian dan shalat berjamaah. Hasil studi literatur peneliti, menemukan kontroversi dari beberapa penelitian sebelumnya. Dari hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bawah spiritual berpengaruh besar terhadap persepsi lansia dalam menghadapi kematian (Adelina, 2005). Penelitian yang dilakukan oleh (Nelson et al, 2002 dalam Singh & Nizamie, 2003) menemukan hubungan negatif yang kuat antara spiritual well-being skala dan HDRS (Hamilton Depression Ratting Scale) yang digunakan untuk mengukur keadaan seseorang ketika menghadapi kematian. Hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada hubungan antara spiritual keagamaan dengan kesiapan menghadapi kematian. Islam sebagai agama yang dianut oleh sebagian besar penduduk Indonesia dan penganut islam bukan saja besar, melainkan juga merupakan mayoritas mutlak, dalam hal ini salah satu ibadah wajib umat muslim adalah dengan menunaikan shalat (Qodir, 2010). Serta shalat sebagai pedoman kegiatan keagamaan pada umat muslim (Elzaky, 2011). Dan dari perbedaan hasil penelitian tersebut menjadi latar belakang peneliti untuk melakukan penelitian terhadap lansia muslim di Indonesia dalam menghadapi kematian dan peneliti tertarik untuk mengambil judul “ Hubungan Shalat Terhadap
5
Kesiapan Lansia Menghadapi Kematian di Wilayah Kelurahan Gondrong Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang”. B. Rumusan Masalah Kondisi penurunan secara fisik, psikologi dan sosial pada lansia dan kurangnya pemahaman tentang konsep dan penerimaannya terhadap penuaan menjadikan hal tersebut menjadi kecamasan bagi lansia (Hurlock, 1993 & Maryam, 2008) dan Semakin meningkatnya jumlah populasi lansia di Indonesia dan secara fisiologis keilmuwan shalat merupakan ibadah yang istimewa dalam agama islam (Hasan, 2006), serta shalat juga mengurangi kecemasan yang lebih nyata dan lebih besar (Ayyub, 2008), dan shalat yang dilakukan dengan khusyu’ dan ikhlas dapat mengurangi kecemasan dan ketenangan (Ahsin, 2010). Sejauh ini peneliti belum menemukan penelitian yang terkait dengan shalat terhadap kesiapan menghadapi kematian Maka pertanyaan penelitian adalah “Adakah Hubungan Shalat Terhadap Kesiapan Menghadapi Kematian Pada Lansia”? C. Pertanyaan Penelitian Apakah ada hubungan antara shalat terhadap kesiapan menghadapi kematian pada lansia ? D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui “Hubungan Shalat Terhadap Kesiapan Menghadapi Kematian Pada Lansia Di Wilayah Kelurahan Gondrong Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang”.
6
2. Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui kekhusyu’an shalat lansia di Wilayah Kelurahan Gondrong Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang . 2. Untuk mengetahui gambaran kesiapan kematian pada lansia di Wilayah
Kelurahan
Gondrong
Kecamatan
Cipondoh
Kota
Tangerang. 3. Untuk mengetahui hubungan shalat terhadap kesiapan menghadapi kematian pada lansia di Wilayah Kelurahan Gondrong Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang. E. Manfaat Penelitian 1. Bagi Pendidikan Keperawatan dan Ilmu Keperawatan Meskipun hasil penelitian ini tidak menunjukkan adanya hubungan, namun secara teori menyatakan bahwa shalat yang dilakukan dengan khusyu’ dapat menimbulkan rasa takut kepada Allah SWT, sehingga seseorang akan shalat seakan-akan seperti melakukan shalat yang terakhir (karena meninggal). Teori-teori yang ada dalam penelitian ini dapat memberikan referensi dalam memberikan perawatan pada pasien yang memasuki tahap usia lanjut dengan pendekatan spiritual (shalat) 2. Bagi peneliti Peneliti mendapatkan pengetahuan tentang lanjut usia dan bagaimana kesiapan lanjut usia menghadapi kematian dengan pendekatan shalat. 3. Bagi Penelitian Selanjutnya a. Peneliti selanjutnya juga disarankan untuk meneliti faktor lain tentang kesiapan menghadapi kematian pada lansia seperti faktor
7
keluarga, sosial dan perbedaan jenis kelamin. Dalam penelitian sebaiknya subjek yang digunakan memiliki jumlah responden yang homogen. b. Peneliti selanjutnya juga disarankan untuk melakukan penelitian yang sama tetapi dengan menggunakan metode yang berbeda seperti experiment atau meneliti tentang perbedaan kesiapan menghadapi kematian pada individu yang berbeda jenis kelamin. c. Peneliti selanjutnya dapat pula meneliti tentang perbandingan kesiapan menghadapi kematian pada responden yang berbeda agama dengan metode observasi dan wawancara mendalam atau kualitatif F. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini adalah kuantitatif menggunakan desain correlation study dengan pendekatan cross-sectional. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara variabel shalat dengan variabel kesiapan menghadapi kematian. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner shalat dan kuesioner kesiapan menghadapi kematian. `Responden dalam penelitian ini adalah lanjut usia yang berusia 60 tahun keatas. Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2013 di Wilayah Kelurahan Gondrong Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Lanjut Usia a. Definisi Lanjut Usia Penuaan adalah proses alamiah dan berkesinambungan yang mengalami perubahan anatomis, fisiologis, dan biokimia pada tubuh hingga akan mempengaruhi fungsi dan kemampuan tubuh secara keseluruhan (Fatmah, 2010). World Health Organization (WHO) membagi empat tahap batasan umur lansia yaitu : a. Usia Pertengahan (middle age) 46-59 tahun b. Lanjut Usia (elderly) 60-74 tahun c. Tua (old) 75-90 tahun dan d. Usia sangat tua (Very old) yaitu usia diatas 90 tahun (Efendi, 2009). Sedangkan menurut UU pasal 1 ayat 2,3,4 UU No.13 tahun 1998 tentang kesehatan bahwa lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun. Berbeda dengan Depkes RI 2003 (dalam Maryam, 2008) membagi klasifikasi lansia ada lima yaitu sebagai berikut ; a. Pralansia (prasenilis) seorang yang berusia antara 45-59 tahun b. Lansia adalah seorang yang berusia 60 tahun keatas c. Lansia resiko tinggi adalah seorang yang berusia 70 tahun atau lebih/ seorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan
8
9
d. Lansia potensial adalah lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan yang dapat menghasilkan barang atau jasa e. Lansia tidak potensial adalah lansia yang tidak mampu lagi bekerja dan bergantung pada orang lain 2. Perubahan-Perubahan Pada Lanjut Usia a. Masalah Kesehatan Fisik Secara individu pengaruh proses menua dapat menimbulkan berbagai masalah baik secara fisik, biologis, mental dan sosial. Semakin lanjut usia seseorang, maka kemampuan fisiknya akan semakin menurun (Tamher, 2009). Salah satu perubahan tersebut ialah terjadinya degeneratif kulit, tulang, jantung, pembuluh darah, paru-paru, saraf, dan jaringan tubuh lainnya. Pada proses penuaan, lanjut usia mengalami perubahan postur tubuh, rambut yang menjadi putih juga menandai penuaan. Penuaan juga mengubah sistem saraf yang menyebabkan atropi pada otak dan spinal cord (Maryam, 2008) Alat-alat indra perseptual juga mengalami penuaan sejalan dengan usia yang semakin menua serta terjadi penurunan daya tahan tubuh (Santoso & Ismail, 2009). Darmojo (2009) menyatakan bahwa mejadi tua bukanlah suatu penyakit atau sakit, tetapi suatu proses perubahan dimana kepekaan bertambah atau batas kemampuan beradaptasi menjadi berkurang yang sering dikenal dengan Geriatric Giant, dimana lansia mengalami 13 i yaitu; imobilisasi, instabilitas (mudah jatuh), intelektual terganggu (demensia), isolasi (depresi), inkontinensia, impotensi, imunodefisiensi, mudah infeksi, impaksi
10
(konstipasi), iatrogenesis, insomnia, impairment of (gangguan pada) penglihatan, pendengaran, pengecapan, penciuman, komunikasi, integritas kulit, dan inaniation (malnutrisi). b. Masalah Psikososial Lansia Pada umumnya seseorang yang memasuki lanjut usia akan mengalami penurunan fungsi kognitif dan psikomotor. Dengan adanya penurunan kedua fungsi tersebut, lansia juga mengalami perubahan aspek psikososial yang berkaitan dengan kepribadian lansia (Sutarto & Cokro, 2005). Kegagalan seseorang untuk menyesuaikan diri terhadap berbagai perubahan atau kehilangan akan menjadi pencetus depresi bagi lanjut usia. Kurang berfungsinya sistem pendukung seperti keluarga, lingkungan dan teman dapat mempermudah timbulnya depresi. Masalah sosial yang dihadapi pada masa tua biasanya lebih rumit. Untuk memperbaiki situasi sosial pada lanjut usia, lansia perlu didorong agar terlibat dalam kegiatan yang menyenangkan dan berguna. Dalam hal ini Dukungan keluarga sangat penting untuk memberikan motivasi dan dukungan moril bagi lansia, sehingga lansia merasa masih dibutuhkan dan peranannya tidak hilang meskipun sudah usia lanjut (Santoso & Ismail, 2009) c. Tugas Perkembangan Lansia Tugas perkembangan menurut Erickson (1986) pada lansia ialah kesiapan lansia untuk beradaptasi atau menyesuaikan diri terhadap tugas perkembangan usia lanjut dipengaruhi oleh proses
11
tumbuh
kembang
pada
tahap
sebelumnya.
Adapun
tugas
perkembangan lansia menurut Maryam (2008) adalah sebagai berikut : 1) Mempersiapkan diri untuk kondisi pensiun 2) Mempersiapkan diri untuk kondisi yang menurun 3) Membentuk hubungan baik dengan orang seusianya 4) Mempersiapkan kehidupan baru. 5) Melakukan penyesuaian terhadap kehidupan sosial/ masyarakat Mempersiapkan
diri
untuk
kematiannya
dan
kematian
pasangannya Teori perkembangan Erickson (1986) menekankan pentingnya mempelajari apa yang dialami oleh lanjut usia pada saat muda hingga masa tua. Berbagai peristiwa dan pengalamanpengalaman yang telah dilalui dan dihadapi oleh seseorang di masa lalu akan sangat berpengaruh pada kehidupan masa sekarang. (Santoso, 2010) menyatakan bahwa beberapa hal atau keadaan yang terjadi dan dialami oleh seseorang akan membawa orang tersebut sampai pada suatu tahap keberhasilan atau kegagalan dalam melaksanakan tugas perkembangannya. Hal ini berarti pula bahwa apa yang dialami oleh lanjut usia di masa sekarang merupakan pengaruh dari keberhasilan ataupun kegagalan dalam melewati setiap fase perkembangan sebelumnya.
12
B. Koping 1. Konsep Mekanisme Koping Koping adalah mekanisme pertahanan individu untuk mengatasi perubahan atau situasi yang mengancam dan dapat beradaptasi dengan perubahan dan situasi tersebut (Nasir dan Muhith, 2011). Koping merupakan kemampuan yang dimiliki oleh individu. Apabila mekanisme koping gagal direspon oleh individu maka ketidakmampuan tersebut dapat menjadi penyebab utama terjadinya prilaku yang patologis atau menyakiti diri sendiri. (Nasir dan Muhith, 2011; Asmadi 2008). Mekanisme koping akan menjadi lebih efektif bila didukung oleh kekuatan lain dan keyakinan individu, mekanisme koping yang efektif memiliki peranan yang central terhadap ketahanan tubuh terhadap gangguan maupun serangan penyakit baik bersifat fisik, psikis, sosial dan spiritual. (Nursalam dan Kurniawati, 2007). Nasir dan Muhith (2011) menyatakan bahwa mekanisme koping atau gaya koping seseorang dalam merespon suatu perubahan yang dihadapi dibagi menjadi 2 yaitu koping positif dan koping negatif. 2. Gaya koping positif a. Problem Solving Koping yang berfokus pada pemecahan dan mengatasi masalah agar tidak menimbulkan efek yang buruk dan stress yang berkepanjangan.
13
b. Utilizing Sosial Support Tindak lanjut penyelesaian masalah dengan bantuan atau dukungan dari orang-orang terdekat termasuk keluarga, dalam hal ini manusia sebagai makhluk sosial yang mampu memberikan bantuan dalam bentuk saran ataupun masukan. Maka diharapkan upaya untuk penyelesaian masalah akan semakin efektif c. Looking For Silver Lining Diharapkan manusia dapat menerima kenyataan atas segala permasalahan yang dihadapi dan mampu mengambil hikmah dari setiap permasalahan dan selalu berfikir positif. 3. Gaya Koping Negatif a. Avoidance Bentuk pelarian masalah dengan hal-hal negatif seperti pemakain obat-obatan terlarang. Bentuk penyelasaian masalah seperti ini hanya untuk menunda masalah bukan menyelesaikan masalah. b. Self-blame Penyalahan pada diri sendiri akibat masalah yang diderita pada dirinya sendiri sehingga akan berdampak pada aktualisasi diri dan penarikan sosial. c. Wishfull thinking Penyesalan dan bentuk kesedihan yang berkepanjangan akibat kegagalan yang dialami dan penentuan standart yang tinggi. Hal ini merupakan bentuk dari berduka yang disfungsional dan akan
14
berujung pada gangguan kejiwaan. (Nasir dan Muhith, 2011; Asmadi 2008). 4. Hasil Mekanisme Koping dan Penanganannya Pada
waktu
kesehatan
yang
memburuk,
lansia
cenderung
berkonsentrasi pada masalah kematian (Hurlock, 1993) dan menurunnya kondisi fisik, lansia mengalami kecemasan akan datangnya kematian (Keane, 1989). Pemikiran tentang kematian merupakan bagian yang penting pada tahap akhir kehidupan pada setiap individu. Hal ini kadang menyebabkan lansia takut menjalani masa usia lanjutnya (Santrock, 2002). Pada usia tua, kematian seseorang dianggap wajar dibicarakan, dengan pemikiran dan pembicaraan mengenai kematian yang meningkat pada usia lanjut hal ini mungkin dapat membantu usia lanjut untuk menerima kematian (Santrock, 2002). Dengan melakukan kegiatan menyenangkan yang masih mampu dilakukan lansia akan mendapatkan kepuasan dimasa tuanya dan mencapai kebahagiaan di masa tua atau lebih sering disebut dengan optimum aging (Singgih, 2004). Ketika lansia cemas dan stress memikirkan tentang kematiannya maka koping lansia dalam mekanisme cemas dan stress sangat diperlukan (Nasir dan Muhith, 2011), dimana dalam hal ini stress perlu dikaitkan dengan koping (Asmadi, 2008). Ketika mekanisme koping tidak dapat menghilangkan ansietas seseorang maka pemberian obat-obatan yang dapat memblok serotonin, tanpa mempengaruhi norepinefrin atau dopamin. Oleh karena itu, sekarang ini diyakini bahwa mekanisme obat-obatan ini dapat
15
meringankan depresi. Obat-obatan tersebut antara lain venlafaksin, bupropion, mirtazapin dan lain-lain (Stringer, 2006) C. Shalat 1. Definisi Shalat Shalat berasal dari bahasa Arab Shallla-Yushalli-Shalaatan yang mengandung makna doa. Kata Shalli berarti berdoalah, sedangkan shalaataka berarti doamu (Al-Jaziri, 2010) Seperti dijelaskan dalam firman Allah SWT :
ْﻋﻠَﯿﮭِﻢ َ ٌﺳﻤِﯿﻊ َ ُﺳﻜَﻦٌ َﻟﮭُﻢْ وَاﷲ َ َﺻﻠَﻮﺗَﻚ َ َّﻋﻠِﯿﻢُ إن َ ِّﺻﻞ َ َو “Dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.” (At-Taubah: 103). Shalat menurut ahli fikih adalah perkataan dan perbuatan yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam yang mengandung unsur ibadah permohonan (Al-Qahthani, 2010). Shalat merupakan ibadah istimewa yang disyariatkan kepada umat Rasulullah SAW. Hal itu karena perintah shalat diterima langsung oleh Rasulullah SAW dari Allah SWT (Ayanih, 2010). Di dalam Al-Qur’an dijelaskan mengenai kewajiban shalat.
”Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada tuhan (yang hak) selain Aku maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.” (QS. Thaha:14).
16
Firman Allah SWT :
“Dan dirikanlah shalat, sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar (QS. Al-Ankabut:45).” Dapat disimpulkan dari beberapa pengertian dan firman diatas bahwa shalat merupakan ibadah yang meliputi kata-kata dan perbuatan sesuai dengan syarat tertentu yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam (Ayanih, 2010). Dari ayat dan hadist diatas maka sudah jelas pentingnya shalat bagi umat islam, meskipun dalam keadaan takut, bahaya, sakit, ataupun perjalanan jauh shalat haruslah dilaksanakan, hukum shalat adalah fardhu ain (Al-Jaziri, 2010). 2. Keutamaan dan Manfaat Shalat Shalat dipandang sebagai tiang agama oleh sebab itu keutamaan shalat diterangkan dalam sebuah hadist “ Barang siapa yang menjaga shalatnya, maka Allah SWT akan memuliakannya dengan lima perkara yaitu : a. Allah SWT akan mengangkat kesempitan hidupnya b. Allah SWT menyelamatkan dari azab kubur c. Allah SWT memberikan catatan amalnya melalui tangan kanannya d. Ia akan melintasi shiratul mustaqin secepat kilat e. Ia akan masuk surga tanpa hisab (dalam Tebba, 2008). Dalam ajaran islam ibadah shalat mempunyai kedudukan yang tertinggi dibandingkan ibadah-ibadah lainnya. shalat merupakan tiang
17
agama islam. Islam tidak dapat tegak kecuali dengan shalat (Zurinal dan Aminuddin, 2008). Hal ini dijelaskan Rasulullah SAW, dalam hadist “Pokok urusan adalah islam, sedang tiangnya adalah shalat, dan puncaknya adalah berjuang di jalan Allah SWT (fi sabilillah)” (HR.Muslim dalam Zurinal dan Aminuddin, 2008). Selain shalat sebagai tiang agama dan shalat merupakan salah satu rukun islam yang paling pokok karena islam tidak dapat tegak kecuali dengan shalat (Tebba, 2008). Oleh karena itu Rasulullah SAW memerintahkan
para
sahabat
untuk
menjaga
shalatnya
dan
memperingatkan bahaya kekafiran dan kemurtadan yang timbul dari kelalaian dalam menengakkan shalat (Sulaiman, 2007). 3. Waktu Pelaksanaan dan Tata Cara Shalat Sulaiman (2007) bahwa shalat adalah fardhu ‘ain artinya shalat wajib yang dikerjakan oleh setiap muslim yang sudah baligh dan berakal, seperti shalat wajib lima waktu sehari semalam yaitu shalat zuhur, ashar, isya, magrib, subuh dan dikerjakan pada waktu-waktu yang
telah
ditentukan.
Sebagaimana
firman
Allah
SWT
Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman (An-Nisa: 103). Berdasarkan sabda dan praktik Rasulullah SAW sebagai berikut: a. Shalat Subuh.Waktunya mulai terbit fajar sampai terbit matahari. Sabda Rasulullah SAW, “Waktu shalat shubuh dari terbit fajar
18
selama belum terbit matahari.” (H.R. Muslim) (dalam Tebba, 2008). b. Shalat Zhuhur. Waktunya setelah matahari condong dari pertengahan langit. Sedangkan akhir waktunya adalah apabila bayang-bayang benda telah sama dengan panjangnya. Sabda Rasulullah Saw: “Waktu zhuhur apabalia tergelincir matahari ke sebelah barat, selama belum datang waktu ashar.” (H.R. Muslim) (dalam Tebba, 2008). c. Shalat Ashar.Waktunya mulai bayang-bayang suatu benda telah sedikit lebih panjang atau sampai terbenam matahari. Rasulullah SAW bersabda: “Waktu ashar sebelum terbenam matahari.” (H.R. Muslim) (dalam Tebba, 2008). d. Shalat Maghrib.Waktunya seperti sabda Rasulullah SAW : “Waktu maghrib sebelum hilang mega merah (sfayaq).” (H.R. Muslim) (Tebba, 2008). e. Shalat Isya. Waktunya sehabis waktu maghrib hingga sepertiga malam terakhir (dalam Tebba, 2008). Secara umum, shalat adalah gerakan-gerakan yang dilakukan sesuai dengan tuntunan yang telah dicontohkan Rasulullah SAW seperti yang sudah disebutkan dalam hadist sebelumnya, dan shalat merupakan gerakan-gerakan
yang melibatkan berbagai tubuh.
Pemahaman tentang tata laksana gerakan shalat adalah menurut Zurinal dan Aminuddin (2008) :
19
a. Berdiri tegak menghadap kiblat Gerakan berdiri ketika sholat dan yang terpenting adalah mengkonsentrasikan hati dan pikiran untuk melaksanakan shalat (tidak memikirkan dan membayangkan hal-hal lain selain shalat) b. Berniat dalam hati untuk melaksanakan shalat c. Menggangkat kedua tangan (Takbiratul Ihram) Imam Bukhari berpendapat bahwa shalat yang benar adalah mengangkat kedua tangan terlebih dahulu kemudian takbir (mengucapkan Allahu Akbar), mengangkat tangan adalah mengagungkan Allah SWT, sedangkan takbir adalah menegaskan keagungan Allah SWT. d. Setelah takbir, kedua tangan diturunkan dan diletakkan di bawah dada sambil membaca surat iftitah dan dilanjutkan dengan membaca surat al-fatihah dan beberapa ayat surat yang dikehendaki e. Setelah selesai membaca surat Al-fatihah dan surat lain yang dikehendaki, mengucapkan takbir sambil mengangkat tangan seperti pada takbiratul ihram lalu rukuk’ dengan tuma’ninah f. Setelah itu bangkit dari rukuk’ untuk itidal sambil mengangkat kedua tangan seperti waktu melakukan takbiratul ihram. g. Setelah membaca do’a i’tidal mengucapkan takbir kemudian sujud dan tuma’ninah. h. Kemudian bangkit dari sujud sambil membaca takbir lalu duduk diantara dua sujud dengan tuma’ninah.
20
i. Setelah membaca doa
duduk diantara dua sujud dilanjutkan
dengan sujud kedua dengan cara dan bacaan yang sama dengan sujud yag pertama j. Kemudian bangkit dari sujud dilanjutkan dengan rakaat selanjutnya, hingga sampai pada rakaat terakhir k. Lalu salam dengan menengok kanan terlebih dahulu lalu menengok ke kiri. 4. Syarat- syarat Shalat Syarat sah shalat a. Badan, pakaian dan tempat shalat harus suci dari najis b. Suci dari hadast yaitu hadast kecil dan besar seperti sabda Rasulullah SAW “Allah SWT tidak menerima shalat seseorang diantara kamu apabila ia berhadast sehingga ia berwudhu (HR Bukhari dan Muslim) c. Menutup aurat, adapun aurat laki-laki sekurang-kurangnya antara pusat sampai lutut, sedangkan aurat perempuan adalah seluruh badan kecuali muka dan telapak tangan. d. Mengetahui waktu shalat dan berakhir waktu shalat e. Menghadap kiblat (dalam Sulaiman, 2007) Syarat wajib shalat a. Islam b. Baligh c. Suci dari hadast kecil dan besar d. Berakal
21
e. Dalam keadaaan sadar melihat atau mendengar f. Jaga (tidak dalam kondisi tidur, hilang kesadaran atau mabuk) (dalam Sulaiman, 2007) 5. Rukun Shalat a. Niat b. Berdiri (bagi orang yang lemah tidak diharuskan) c. Takbiratu Ihram (membaca “Allahu Akbar”) d. Membaca surat Al-Fatihah e. Rukuk serta tuma’ninah f. I’tidal serta tuma’ninah g. Sujud dua kali serta tuma’ninah h. Duduk diantara dua sujud serat tuma’ninah i. Duduk akhir atau duduk tawarruk (yaitu duduk dengan telapak kaki kanan dalam posisi terbalik, sedangkan kaki kiri dimasukkan ke bawah kaki kanan) j. Membaca tasyahud akhir k. Memberi salam l. Membaca shalawat atas Nabi Muhammad SAW. m. Menertibkan rukun (dalam Sulaiman, 2007) 6. Sunnah shalat a. Mengangkat tangan pada waktu takbiratul ihram b. Mengangkat tangan ketika rukuk c. Meletakkan tangan kanan diatas tangan kiri atau bersedekap d. Membaca do’a iftitah
22
e. Melihat kearah tempat sujud f. Membaca bacaan “amin” ketika setelah membaca surat AlFatihah g. Membaca surat atau ayat-ayat Al-Qur’an setelah membaca surat Al-Fatihah. h. Membaca “Auzubillah” sebelum membaca “Bismillah” i. Membaca takbir sewaktu berpindah dari satu gerakan kepada gerakan lainnya j. Menyamaratakan kepala dengan pinggul pada saat ruku’ k. Mendengarkan bacaan imam l. Dzikir dan do’a setelah salam (dalam Zurinal dan Aminuddin, 2008) 7. Sunnah-sunnah Muakad Shalat a. Membaca tasyahud pertama sesudah sujud dari rakaat yang kedua sebelum berdiri pada rakaat ketiga b. Qunut sesudah I’tidal (dalam Sulaiman, 2007) 8. Hal-Hal Yang Membatalkan Shalat a. Meninggalkan salah satu rukun dengan sengaja b. Meninggalkan salah satu syarat shalat dengan sengaja c. Sengaja berbicara d. Banyak bergerak e. Makan atau minum (dalam Sulaiman, 2007)
23
9. Definisi dan perintah untuk mengerjakan shalat dengan khusyu’ Secara bahasa, kata khusyu' ( )ﺧﺸ ﻮعberasal dari kata khasya'a ( )ﺧﺸ ﻊyang artinya adalah as-sukun ( )اﻟﺴ ﻜﻮنtenang dan at-tadzallul (ﺬﻟﻞ
)اﻟﺘmenunduk karena merasa hina (Mujieb, 2009). Secara
harfiah khusyu’ berarti tunduk dan menundukkan pandangan. Sedangkan khusyu’ dalam shalat ialah tunduk hati dan segala anggota badan tenang karena Allah SWT (Tebba, 2008). Dan khusyu’ bisa juga
diartikan
dengan
tunduk,
seperti
frman
Allah
SWT
“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya”. (QS. Al-Mukminun: 23). Seperti sabda Rasulullah SAW yang di riwayatkan oleh Abu Hurairah bahwa : Dan hadist lainnya mengatakan : “ Kalau hati seseorang itu khusyuk, maka khusyuk pula segala anggota badannya.” (HR. Hakim dan Tarmizi) (Agustini, 2007). Ketenangan hati adalah pokok kesehatan ruhani atau jiwa dan jasmani. Sedangkan ragu dan gelisah adalah pangkal segala penyakit. Kalau hati telah ditumbuhi penyakit dan tidak segera diobati dengan iman, yaitu iman yang menimbulkan zikir dan menimbulkan ketenangan jiwa, maka celakalah yang akan menimpa orang itu. Dengan shalat yang khusyu’ rasa takut menjadi hilang, dan memelihara shalat dengan baik adalah untuk kepentingan jiwa agar umat muslim yang menjalankannya benar-benar merasakan hubungan dengan Allah SWT (Noor, 2009). Adapun khusyu’ dalam shalat telah
24
dijelaskan di dalam Al-Qur’an dimana khusyu’ dalam shalat tergantung pada tiga arti khusyu’ menurut (Tebba, 2008) : a. Khusyu’ padangan sebagaimana firman Allah SWT “ Sambil menundukkan
pandangan-pandangan
mereka
keluar
dari
kuburan seakan-akan mereka belalang yang berterbangan.” (QS Al-Qamar: 7) b. Khusyu’ di dalam hati terdapat dalam firman Allah SWT “Belumlah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah SWT dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka).” (QS Al- Hadid: 16). c. Khusyu’ suara sebagaimana disebut dalam firman Allah SWT “Pada hati itu manusia mengikuti (menuju kepada suara) penyeru dengan tidak berbelok-belok; dan merendahlah semua suara kepada Yang Maha Pemurah, maka kamu tidak mendengar kecuali bisikan saja.” (QS ThaHa: 108).
Dan dianjurkan
mengeluarkan suara dalam bacaan shalat walaupun sekedar berbisik. Pengertian khusyu’ menurut (Al-Jaziri, 2010) yang dijelaskan oleh pendapat empat mahzab yaitu : a. Hanafi Definisi khusyu’ dalam mahzab Hanafi tidak ditemukan, hanya disebutkan bahwa untuk mendapatkan khusyu’ orang yang shalat harus mengarahkan pandangannya ke tempat sujud.
25
b. Maliki Menurut mahzab Maliki khusyu’ pada dasarnya wajib. Adapun menghadirkan dalam hati saat shalat, bahwa perintah Allah SWT sedang dipatuhi dengan melaksanakan shalat, hukumnya sunnah. c. Syafi’I Khusyu dan mengikuti bacaan (tadabbur) adalah sunnah dalam shalat. Untuk lebih membantu mendapatkan khusyu hendaklah memasuki shalat dengan bergairah dan mengosongkan pikiran dari urusan dunia. d. Hambali Mahzab Hambali menganggap khusyu’ sebagai salah satu dari sekian banyak sunnah dalam shalat. 10. Langkah-langkah Mencapai Shalat Khusyu’ Shalat yang telah memenuhi langkah-langkah khusyu’ secara lahiriah ini belum tentu berhasil meraih tingkat kekhusyu’an dalam shalat. Akan tetapi, setidaknya-tidaknya ia telah mengupayakan secara kongkrit untuk mencapai hal tersebut. Sebab sikap khusyu’ adalah persoalan batin yang tidak dapat dirasakan oleh orang lain. Sebaliknya, seseorang dengan sengaja mengabaikan langkah-langkah tertentu yang diajarkan Rasulullah SAW untuk mencapai tingkat khusyu’ sudah tentu ia tidak akan mendapatkan kekhusyu’an (Sholeh, 2008). Sebab itu, kita perlu mengusahakan secara maksimal langkahlangkah lahiriah yang dituntun Rasulullah SAW agar kita berhasil
26
meraih kehusyu’an dalam shalat. Dalam hal ini Al-Munajjid (2009) menyebutkan
ada
beberapa
cara
mencapai
shalat
dengan
khusyu’antara lain : a. Mempersiapkan diri untuk shalat dengan baik. Persiapan ini bisa dilakukan dengan beberapa langkah seperti menyempurnakan wudhu, menjawab azzan, memakai pakaian yang bersih dan indah b. Menutup aurat dengan sempurna c. Bersikap tenang sewaktu shalat d. Mengingat kematian sewaktu shalat sabda Rasulullah SAW “ Ingatlah kematian dalam shalatmu karena apabila seseorang mengingat kematian sewaktu shalat ia akan berusaha untuk memperbaiki shalatnya” (HR Muslim) (dalam Al-Munajjid, 2009) e. Menjauhkan
segala
sesuatu
yang
dapat
menghilangkan
kosentrasi shalat, baik yang ada diarah kiblat, tempat sujud, maupun pakaian (HR Muslim) (dalam Al-Munajjid, 2009) 11. Shalat ditinjau dari aspek psikologis dan Kesehatan a. Aspek Psikologis Shalat Aspek shalat dan penjelasan shalat telah dijelaskan dalam paragraf sebelumya. Dalam psikologi shalat dapat berfungsi sebagai terapi, hal ini disebabkan dalam shalat terdapat nilai transdental, psikologis, fisiologis dan sosial (Ardani, 2008). Selain itu shalat merupakan proses yang menuntut konsentrasi dalam bahasa arab hal itu disebut dengan khusyu’. Seseorang
27
yang menjalankan shalat dengan khusyu’ dapat menimbulkan rasa takut kepada Allah SWT, dimana rasa takut itu diartikan dengan kondisi spiritual yang sangat penting untuk menyiapkan diri dalam menghadapi kematian dan kehidupan akhirat agar nanti memperoleh kematian yang husnul khatimah (Ahsin, 2010). Kekhusyuan dalam shalat bila diteliti mengandung unsur meditasi. (Van den Berg & Muller, dalam Psycological Research oh the Effect of the Trancendental Meditation Technique on a Number of
Personality Variables 1977 dalam Ahsin, 2010)
mengungkapkan
bahwa
subjek
yang
melakukan
teknik
transcendental meditation menunjukkan : 1) Peningkatan harga diri 2) Kekuatan ego (ego strength) 3) Kepuasan (satisfaction) 4) Aktualisasi diri (self actualization)Percaya diri pada orang lain (trust in other) 5) Peningkatan gambaran diri (self image) (Ahsin, 2010) Hal-hal berikut ditinjau dari aspek psikologis. Sebagaimana dengan meditasi, shalat mempunyai pengaruh psikologis. Apabila meditasi dapat mengurangi kecemasan maka shalat yang dilakukan dengan khusyu’ dan ikhlas dapat mengurangi kecemasan dan memberikan ketenangan (Najati, 2001). Shalat merupakan suatu aktivitas jiwa (soul) termasuk dalam kajian ilmu psikologi transpersonal, karena shalat adalah proses perjalanan
28
spiritual yang penuh makna yang dilakukan seorang manusia untuk menemui Tuhan Semesta Alam (Haryanto, 2003). Shalat adalah salah satu cara ibadah yang berkaitan dengan meditasi transendental, yaitu mengarahkan jiwa kepada Tuhan Sang Pencipta, seperti halnya dalam melakukan hubungan langsung antar hamba dengan Tuhannya. Ketika shalat, jiwa seseorang akan bergerak menuju kepada Allah SWT. Bentuk perjalanan kejiwaan dalam shalat ini oleh para ahli psikologi disebut sebagai proses untuk memasuki kesadaran psikologi transpersonal. Setiap pelaku meditasi membutuhkan objek di dalam mengarahkan pikiran atau jiwanya. (G.Cremers, 1986). Dengan demikian, jiwa menjadi pengendali atas dirinya. Allah SWT berfirman “Setan pun tidak mampu menjangkau keadaan jiwa yang berserah diri kepada Allah SWT Sesungguhnya setan itu tidak ada kekuasaannya atas orang-orang beriman dan bertawakal kepada Tuhannya. Sesungguhnya kekuasaan setan hanyalah atas orang-orang yang mengambilnya jadi pemimpin dan atas orang-orang yang mempersekutukannya dengan Allah SWT. (An Nahl: 100). Pada saat shalat, otak kiri telah bekerja sesuai dengan fungsinya yaitu menghitung, mengatur raka'at, dan membaca secara verbal setiap kalimat yang telah dipola serta mengulangulangnya. Selama ini kita shalat hanya selalu menggunakan tata aturan otak kiri, sementara aktivitas otak kanan dibiarkan karena
29
telah berprinsip: "Yang penting sudah memenuhi syarat sahnya shalat". Padahal Rasulullah SAW telah memperingatkan, bahwa di dalam shalat atau ibadah apa pun kesadaran spiritual (otak kanan) harus diaktifkan, yaitu merasakan kehadiran Allah SWT dihadapan kita (ihsan). Hasilnya tentu akan sangat berbeda kalau dibandingkan dengan ibadah yang dilakukan hanya memenuhi syarat rukunnya saja. Pengguna otak kanan akan memahami dengan emosinya, bagaimana Allah SWT hadir menyambut dan memberikan jawaban-jawaban atas permohonannya, serta mampu merasakan rahmat dan ketenangan yang mengalir secara langsung ke dalam hatinya. semuanya timbul dari aktivitas otak kanan yang bersifat intuitif (Widdowson, 2002). Bila pikiran dan cara berfikir sudah seimbang, tubuh dan jiwa akan mengikuti kehendak pikiran. Ini adalah sinergi yang diharapkan dapat menampilkan kualitas shalat kita secara optimal. Seperti sabda Rasulullah SAW “Sesungguhnya segala perbuatan itu disertai niat. Dan seseorang diganjar sesuai dengan niatnya”. (HR Bukhari Muslim) (G.Cremers, 1986). Banyak orang mengira, bahwa jumlah bacaan dalam setiap gerakan shalat dijadikan sebagai ukuran waktu selesainya sikap berdiri, duduk, rukuk, maupun sujud. Padahal bacaan itu bukanlah sebuah aba-aba dalam shalat kita. Setiap bacaan yang diulangulang merupakan aspek meditasi, autoterapi, autosugesti, berdoa, mencari inspirasi, penyembuhan, menunggu intuisi atau petunjuk,
30
bahkan untuk menemukan sebuah ketenangan yang dalam (Haryanto, 2003). Akibatnya bisa jadi lamanya berdiri mencapai lima menit, duduknya lima menit, sujudnya sepuluh menit, sehingga lamanya shalat bisa mencapai lebih dari setengah jam. Apalagi shalat bukan hanya sebagai terapi mental tetapi juga untuk terapi fisik agar bisa kendor dan rileks. Tentunya tidak mungkin dilakukan dengan terburu-buru, karena aspek meditatif dalarn shalat tidak akan ditemukan (Ahsin, 2010) Hasil penelitian Alvan Goldstein, ditemukan adanya zat endorphin dalam otak manusia yaitu zat yang memberikan efek menenangkan yang disebut endogegonius morphin, bahwa kelenjar endorfina dan enkafalina yang dihasilkan oleh kelenjar pituitrin di otak ternyata mempunyai efek yang mirip dengan opiat (candu) yang memiliki fungsi menimbulkan kenilkmatan (pleasure principle), sehingga disebut opiat endogen. Apabila seseorang dengan sengaja memasukkan zat morfin ke dalam tubuhnya maka akan terjadi penghentian produksi endorphin. shalat yang benar atau melakukan dzikir yang memang banyak memberikan dampak ketenangan (Akbar, 2007). Shalat yang dilakukan mengandung ketenangan dan rileks akan menghasilkan energi tambahan. Pada pengguna narkoba, apabila dilakukan penghentian morphin dari luar secara tiba-tiba, orang akan menggalami sakau (ketagihan yang menyiksa dan gelisah) karena otak tidak lagi memproduksi zat tersebut. Untuk
31
mengembalikan produksi endorphin di dalam otak bisa dilakukan dengan meditasi dalam tubuhnya, sehingga tubuh terasa fresh. Itulah sebabnya mengapa Rasulullah SAW begitu yakin bahwa shalat merupakan jalan yang ampuh untuk mengubahkan perilaku manusia, yang tidak baik menjadi berakhlak mulia (Bagir, 2008). Sebagaimana Allah SWT menegaskan dalam kitab AI Qur'an "Sesungguhnya shalat memiliki kekuatan mengubahkan perilaku manusia dari perbuatan keji dan mungkar (Al Ankabut: 29) b. Aspek Medis Shalat Elzaky (2011) menjelaskan dalam bukunya. Shalat bila ditinjau dari aspek kesehatan menunjukkan efek yang penting bagi tubuh diantaranya adalah perubahan-perubahan hormon yang terjadi di dalam tubuh. Kesesuaian waktu shalat lima waktu sejalan dengan terjadinya perubahan-perubahan biologis dalam tubuh manusia. Hal ini karena tubuh kita sudah memiliki waktu siklus pergantian dan sistem yang tetap. Dalam hal ini penjelasan mengenai efek shalat lima waktu terhadap tubuh dan terjadinya perubahan-perubahan biologis dalam tubuh pada waktu-waktu pergantian shalat lima waktu ialah hormon kortison berfungsi untuk melahirkan energi bagi tubuh dan akan bertambah pesat jumlahnya pada jam 6-9 pagi dimana hal ini erat kaitannya dengan shalat subuh pada waktu-waktu seperti itulah waktunya untuk bekerja dan mencari rezeki seperti yang diriwayatkan dalam hadist “ Ya Allah SWT berkahilah umatKU di pagi hari
32
mereka (HR Tarmizi, Ibnu Majah dan Imam Ahmad dalam Elzaky, 2011)
pada waktu pagi itu pula gas ozon berperan
terhadap fungsi organ saraf dan menggiatkan aktivitas berpikir pada otak dimana hal tersebut dapat memacu pula hormon kortison dan menurunkan fungsi hormon melatonin melalui kelenjar pineal saat itulah aktivitas biologis tubuh mencapai puncaknya, dan dimulailah peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis yang menjadi perangsang produksi hormon-hormon pemicu energi, merangsang kecepatan detak jantung, menaikkan tekanan
darah,
menambah
suplai
darah
ke
otak
serta
meningkatkan respon otak, konsentrasi, koordinasi otak dengan otot penggerak. Peristiwa yang dialami tubuh manusia di waktu tengah hari : 1) Meningkatnya kadar hormon testosteron hingga mencapai puncaknya 2) Meningkatnya hormon adrenalin 3) Meningkatnya aktivitas jantung 4) Meningkatnya aktivitas jatung atau tingginya tekanan darah karena adanya hormon katekolamin Dalam
hal
ini
shalat
ashar
memiliki
peran
dalam
mempersiapkan tubuh dan jantung menghadapi aktivitas baru. Disinilah terbukti bahwa rahasia dari firman Allah SWT untuk memperhatikan dan menjaga shalat ashar seperti dalam firman Allah SWT “Periharalah segala shalat (Mu) dan (periharalah)
33
shalat wusthaa. Berdirilah karena Allah SWT (dalam shalatmu) dengan khusyu’ (Al-Baqarah ; 238). Para ulama tafsir sepakat bahwa shalat wusthaa adalah shalat ashar. Pada waktu ashar hormon
adrenalin
mengalami
peningkatan
dan
dengan
menunaikan shalat ashar berarti kita sedang melakukan aktivitas jantung secara bertahap dan untuk mengurangi kelelahan jantung. Di waktu shalat magrib terjadi penurunan hormon kortison dan produksi hormon melatonin yang merangsang tubuh untuk beristirahat dan tidur akan meningkat, shalat magrib juga dikatakan sebagai terminal transisi bagi perubahan kondisi tubuh. Waktu shalat isya merupakan terminal akhir perjalan aktivitas tubuh manusia. Hal ini disertai meningkatnya jumlah hormon melatonin. Oleh sebab itu disunnahkan untuk melambatkan shalat isya seperti diriwayatkan sebuah hadist. “Akhirkanlah shalat ini, karena kalian telah dimuliakan melebihi umat yang lain dengan sebab shalat ini. Dan tidak ada satu umat pun yang pernah mengerjakannya sebelum kalian” (HR Mu’adz dalam Elzaky, 2011) perubahan-perubahan yang terjadi pada waktu isya dan sesudahnya : 1) Aktifnya sistem saraf parasimpatis 2) Menurunnya kecepatan detak jantung dan suhu tubuh 3) Menurunnya produksi hormon kortizon 4) Aktifnya sistem kekebalan tubuh 5) Meningkatnya produksi hormon melatonin.
34
C. Kematian 1. Kecemasan Menghadapi Kematian Erikcson (1986) menjelaskan bahwa proses kehidupan seseorang sebelumnya juga menentukan bagaimana seseorang akan bereaksi terhadap ancaman yang dihadapinya di masa sekarang dan nanti. Pandangan umum mengenai kondisi fisik lansia yang semakin melemah dan perubahan lainnya membuat lansia mengganggap masa usia lanjut tidak menyenangkan, selain itu sejalan dengan menurunnya kondisi fisik lansia mengalami kecemasan akan datangnya kematian (Hurlock, 1993). Kecemasan menghadapi kematian pada dasarnya tidak mengetahui hakikat maut, dan menduga kematian mengakibatkan rasa sakit. Atau dikarenakan masih berat untuk meninggalkan orang-orang yang dikasihi dan menghadapi siksa kubur (Shihab, 2002). Berdasarkan hal-hal tersebut padangan lansia tentang konsep hidup dan mati memegang peranan penting dalam kesiapan lanjut usia menghadapi kematian dan kesiapan tersebut dapat mempengaruhi pencapaian optimum aging (Erickson, 1986). Hal ini dibuktikan dengan penelitian Fry (2003) dalam penelitiannya tentang “perceived selfefficacy domains as predictors of fear of the unknown and fear of dying among older adults” menyatakan bahwa semakin kuat efifasi menguasai diri maka semakin rendah tingkat kecemasan menjelang kematian. Pandangan lansia tentang konsep hidup dan mati memegang peranan penting dalam kesiapan lansia untuk menghadapi kematian. Kesiapan menghadapi kematian berarti keadaan lansia yang telah siap untuk
35
menghadapi kematian, menerima akan datangnya kematian (Papalia, 2002), melakukan hal-hal yang diperlukan untuk menghadapi kematian sehingga tidak ada penyesalan saat kematian itu datang (Backer, 1982). Hal-hal yang demikian itu dipengaruhi oleh sudut pandang dan sikap lansia terhadap kematian, pandangan agama serta kepercayaan kepada takdir Allah Swt akan mempengaruhi lansia dalam memandang dan bersikap terhadap kematian (Shihab, 2002). Dari beberapa hal yang telah dikemukakan diatas bahwa kecemasan lansia menghadapi kematian adalah : a. Kematian menimbulkan rasa sakit (Hidayat, 2007) b. Masih berat meninggalkan orang-orang yang dicintai (Shihab, 2002) c. Takut menghadapi siksa kubur (Hidayat, 2007) d. Tidak mengetahui hakikat maut (Shihab, 2002) e. Tidak mengetahui kemana ia akan pergi setelah meninggal nanti (Hidayat, 2007) f. Tidak tahu apa yang terjadi setelah meninggal nanti (Hidayat, 2007) D. Kesiapan menghadapi kematian 1. Kesiapan menghadapi kematian secara psikis yaitu : a. Menerima dirinya yang berbeda dari masa sebelumnya (Hurlock, 1993) b. Mengatasi rasa cemas maupun takutnya pada kematian dan sadar bahwa kematian pasti akan datang (Backer, 1982) c. Memiliki pandangan dan sikap positif terhadap kematian (Shihab, 2002)
36
d. Menerima kematian sebagai suatu hal yang nyata (Najati, 2001) e. Memaknai hidup dengan nilai-nilai positif (Hidayat, 2007) 2. Kesiapan Menghadapi Kematian secara spiritual yaitu : a. Banyak mengingat kematian Rasulullah SAW bersabda” Bahwasanya hati manusia dapat berkarat sebagaimana berkaratnya besi” para sahabat bertanya “ Lalu bagaimana cara menanggulanginya ya Rasul. Lalu Rasulullah SAW bersabda “Dengan membaca Al-Qur’an dan mengingat mati (HR Tirmidzi dan Abu Daud) ( dalam Islah, 2006). b. Mengurus jenazah Jika ada saudara kita yang meninggal alangkah baiknya jika kita
ikut
serta mengurus jenazahnya,
sejak
memandikan,
mengafani, menyalayat, sampai menguburkannya. Hal ini sangat efektif sebagai sarana penyadaran diri bahwa kita suatu saat dan pasti akan seperti jenazah tersebut. tentang shalat jenzah Rasulullah SAW bersabda “ Keutamaan shalat jenazah tidaklah tertandingi walaupun oleh tumpukan bukti uhud (HR Jamaah) (dalam Islah, 2006). c. Sering melaksanakan shalat gaib dan jenazah Hal ini sangat membantu seseorang untuk selalu mengingat bahwa suatu saat kelak semua hamba Allah SWT termasuk dirinya pasti akan di shalatkan orang lain sehingga mendorongnya untuk melakukan amal kebaikan.
37
d. Menjeguk orang sakit Menjeguk orang sakit adalah menjadi hak setiap orang muslim keadaan sakit menandakan bahwa tubuh manusia itu pada hakikatnya sangat lemah di bandingkan kemaha perkasaan Allah SWT. Dengan menjeguk orang sakit kita akan menyadari bahwa kita ada yang memiliki dan sekaligus akan memupuk serta mengikat tali persaudaraan. Selain itu menjenguk orang sakit selalu mengingatkan kita untuk menjaga kesehatan, selalu mengingat Allah SWT dan menggunakan kesehatan itu untuk mengabdi sepenuhnya kepada Allah SWT mempersiapkan diri untuk menghadapnya. e. Ziarah kubur Ziarah kubur sangat berguna untuk mengingatkan kita bahwa manusia yang hidup dipastikan akan menjadi penghuni kubur mendiami alam barzah dan bahwa kuburan itu secara langsung merupakan batas antara hidup dan mati. Setiap saat kita dituntut untuk bersiap-siap untuk menjadi penghuninya. Oleh karenanya tidak ada alasan sedikit pun untuk takut menghadapi kematian. f. Sering berdzikir Berdzikir atau mengingat Allah SWT membantu manusia untuk selalu mengetahui perintah dan larangan Allah SWT. Seringnya berdzikir menjadi pertanda bahwa orang yang melaksanakannya akan dijamin oleh Allah SWT masuk surga. Daya dan kekuatan zikir serta do’a hakikatnya memancar dengan dasyat kelak di hari
38
akhir yang harus kita alami setelah melalui perjalanan menembus pintu kematian. Dalam hal ini memperbanyak istigfar sangat dianjurkan g. Hidup mulia Tidak ada jalan lain untuk mati dalam keadaaan husnul khatimah kecuali dengan hidup mullia. Mulia akhlak dan moralitasnya, mulia cara keberagamannya, mulia dalam pengabdiannya kepada Allah SWT, dan mulia dalam artian takwa dalam segala sisi kehidupanya. Hidup mulia ini sebenarnya cukup sederhana, yakni dengan melaksanakan perintah dan menjauhi semua larangannya h. Berbakti kepada kedua orang tua membuat hati orang tua ridha dan ikhlas. i. Melaksanakan tujuh sunnah harian Rasulullah SAW yaitu shalat tahajud setiap malam, shalat dhuha setiap pagi, selalu menjaga wudhu, besedekah secara konsisten dan continue, beristigfar, shalat jamaah di masjid terutama subuh dan isya dan membaca Al-Qur’an E. Kerangka Teori Kerangka teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah berdasarkan modifikasi dari Hidayat (2007), Shihab (2002), Hurlock (1993), (Backer, 1982), Najati (2001), tentang kesiapan menghadapi kematian secara husnul khatimah, Elzaky (2011) tentang shalat sebagai meditasi, Darmojo (2009) tentang perubahan kesehatan pada lansia serta Nasir dan Muhith (2011) tentang mekanisme koping.
A. Kerangka Konsep
Variabel Independen
Variabel Dependen Kesiapan Menghadapi
Shalat
Kematian pada lansia
Bagan 3.1 Kerangka Konsep
Berdasarkan kerangka konsep diatas, peneliti ingin mengetahui apakah ada hubungan antara shalat terhadap kesiapan menghadapi kematian pada lansia atau justru tidak ada hubungan antara shalat terhadap kesiapan menghadapi kematian pada lansia. B. Hipotesis Adapun hipotesis yang muncul dalam penelitian ini adalah : Ada hubungan antara shalat dengan kesiapan menghadapi kematian pada lansia di Wiilayah Kelurahan Gondrong Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang.
C. Definisi Operasional No 1.
Variabel
Defini Operasional
Variabel
Berkonsentrasi
Independent :
setiap
Shalat
gerakannya,
Cara Ukur
pada Menghitung
ucapan
skor
dari
Alat Ukur
Hasil Ukur
Kuesioner
Semakin tiggi
dan pertanyaan shalat dengan
skor semakin
sehingga menggunakan skala
khusyu shalat
hati dan pikiran akan Likert menimbulkan rasa takut Untuk pernyataan positif dan penuh rasa pasrah (favourable) kepada meliputi
Allah
frekuensi, Sering = 3 dan Jarang = 2
ketentuan kekhusyuan shalat.
2.
Variabel
Keadaan
SWT Selalu = 4
Tidak pernah = 1
menerima Menghitung
skor
dari
Kuesioner
Semakin
dengan pertanyaan shalat dengan
Dependent:
kematian
Kesiapan
realistis serta siap secara menggunakan skala
menghadapi
psikis dan spiritual.
kematian
tinggi
sk
semakin sia
Likert
menghadap
Untuk pernyataan positif
kematian
(favourable) Sangat Setuju = 4 Setuju = 3 Tidak Setuju = 2 Sangat Tidak Setuju = 1
BAB IV METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan menggunakan desain correlation study dengan pendekatan cross-sectional. correlation study yaitu penelitian yang bertujuan untuk mengetahui sejauh mana hubungan antara variabel independen dan variabel dependen (Notoatmodjo, 2006). Rancangan cross-sectional adalah merupakan rancangan penelitian dimana variabel yang termasuk faktor resiko dan variabel-variabel lainnya diobservasi dan diukur hanya satu kali pada satu waktu (Nursalam, 2008). B. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi adalah keseluruhan subjek yang memenuhi kriteria yang ditetapkan oleh peneliti (Sugiyono, 2012). Populasi dalam penelitian ini adalah lansia yang ada di Wilayah Kelurahan Gondrong Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang yang berjumlah 200 orang. 2. Sampel Sampel adalah bagian dari populasi, yang diambil dengan menggunakan teknik tertentu (Sugiyono, 2012). Sampel dalam penelitian ini adalah bagian dari populasi lansia yang berusia diatas 60 tahun yang ada di Wilayah Kelurahan Gondrong Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang yang berjumlah 76 orang. Penentuan sampel dalam penelitian ini menggunakan kriteria inklusi untuk mengurangi bias dari hasil penelitian. Kriteria inklusi adalah kriteri sampel atau populasi yang 43
44
memudahkan peneliti dalam melakukan pengambilan data sampel (Nursalam,
2008).
Sampel
dalam
penelitian
ini
diambil
secara
Proportional Sampling atau sampel berimbang. Kriteria Inklusi a. Lansia pria dan wanita yang berusia 60-90 tahun b. Lansia yang masih memiliki pendengaran yang baik c. Lansia yang beragama islam d. Lansia yang bersedia menjadi responden e. Lansia yang kooperatif f. Lansia yang tinggal bersama keluarga, anak ataupun cucu Kriteria Eksklusi a. Lansia yang menderita penyakit terminal b. Lansia yang menderita gangguan pendengaran c. Lansia yang tinggal sendiri atau lansia pasangan suami istri yang tinggal hanya berdua saja d. Lansia pikun C. Teknik Pengambilan Sampel Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik pengambilan data dengan cara Proportional Sampling. Proportional Sampling adalah cara menentukan anggota sampel dengan mengambil wakilwakil dari tiap-tiap kelompok yang ada dalam populasi yang jumlahnya disesuaikan dengan jumlah anggota subjek yang ada di dalam masing-masing kelompok tersebut (Hidayat, 2008).
45
Pengambilan responden responden dalam penelitian ini dengan cara mendata seluruh lansia yang ada di Wilayah Kelurahan Gondrong Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang yang terdiri dari 6 RW. Peneliti melakukan pendataan jumlah responden lansia sesuai dengan kriteria inklusi penelitian masing RW yang ada di Wilayah Kelurahan Gondrong kepada masing-masing Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang, setelah didapatkan jumlah responden masing RW selanjutnya peneliti melakukan penghitungan untuk dari masing-masing pembagian responden yang ada pada masing-masing masing masing RW ddi Wilayah Kelurahan Gondrong Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang. Penentuan besar sampel dihitung berdasarkan Hipotesis beda dua proporsi (Dahlan, 2010), dengan rumus sebagai berikut:
Keterangan: N
= Jumlah sampel yang dibutuhkan = 1.96 (Derajat kepercayaan 95% CI/Confidence Confidence Interval dengan alfa (α) sebesar 5%) = 0.84
P₁
= 0.5 (Proporsi berdasarkan titik aman)
P₂
= 1-P2 P2 = 1 – 0.5 = 0.5
P̅1- P2 = selisih proporsi minimal yang dianggap bermakna 0.3 P1
= P2 + 0.3 = 0.5 + 0.3 = 0.8
Q1
= 1 – 0.8 = 0.2
P
= populasi total = (P1 + P2) / 2 = (0.8 + 0.5) / 2 = 0.65
46
Q
= 1 – 0.65 = 0.35
n=
,
√ . ,
√ , ( ,
,
,
,
,)
n= 38,4 = 38 x 2 = 76 Untuk mengetahui adanya hubungan shalat terhadap kesiapan lansia menghadapi kematian maka jumlah sampel yang diperlukan sebanyak 76 responden. Berikut ini teknik perhitungan Proposional Sampling berdasarkan jumlah sampel yang dibutuhkan (Machfoedz, 2008).
RW 1 =
33 x 76 = 13 orang 200
RW 2 =
33x 76 = 13 orang 200
RW 3 =
38x 76 = 14 orang 200
RW 4 =
15 x 76 = 6 orang 200
RW 5 =
62 x 76 = 24 orang 200
RW 6 =
15 x 76 = 6 orang 200
Berdasarkan perhitungan diatas, dapat diketahui bahwa sampel yang diambil berdasarkan proporsi jumlah lansia yang ada di Wilayah Kelurahan
47
Gondrong berjumlah 76 orang, yang terdiri dari RW 1 13 orang, RW 2 13 orang, RW 3 14 orang, RW 4 6 orang, RW 5 24 orang dan RW 6 6 orang. D. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Wilayah Kelurahan Gondrong Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang 2. Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2013 Alasan peneliti mengambil di Wilayah Kelurahan Gondrong Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang karena di wilayah tersebut belum pernah dilakukan penelitian terkait dengan shalat terhadap kesiapan menghadapi kematian pada lansia. Selain itu para lansia di daerah tersebut masih banyak yang melakukan kegiatan spiritual lainnya seperti pengajian. Dan kemudahan peneliti untuk mendapatkan izin melakukan penelitian di Wilayah Kelurahan Gondrong Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang. E. Instrument Penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner. Isi kuesioner dalam penelitian ini mewakili variabel dependent (shalat) dan independent (kesiapan menghadapi kematian) yang akan diberikan kepada lansia yang berusia diatas 60 tahun. Pembuatan kuesioner ini bertujuan untuk mengetahui adakah hubungan shalat terhadap kesiapan menghadapi kematian pada lansia (Umar, 2011). Kuesioner dalam penelitian ini dibuat sendiri oleh peneliti dengan mencantumkan setiap pertanyaan mengandung pertanyaan positif atau favorable, hal ini bertujuan untuk memberikan kemudahan lansia dalam mengisi kuesioner ini dengan tidak memberikannya pertanyaan negatif
48
atau unfavorable yang akan membuat lansia bingung dalam mengisi kuesioner. Kuesioner dalam penelitian ini terdiri dari 3 kuesioner diantaranya adalah : 1. Kuesioner Demografi Kuesioner demografi untuk mengetahui karakteristik lansia yang terdiri indentitas diri (Kode data diri, usia, jenis kelamin), pendidikan. 2. Kuesioner Shalat Kuesioner shalat dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kekhusyuan shalat responden (lansia) dengan menggunakan penjumlahan skor dari kuesioner yang diisi. Kuesioner ini di buat sendiri oleh peneliti yang dimodifikasi dari beberapa teori. Kuesioner ini terdiri dari 19 pertanyaan. dalam kuesioner ini terdapat skala Likert yang bersifat favorable. Tabel 4.1 Pertanyaan Kuesioner Shalat Indikator Favorable Jumlah Frekuensi shalat 1, 2, 3 3 Ketentuan shalat Kekhusyuan shalat
4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11 12, 13, 14, 15 16, 17, 18, 19
Jumlah
8 8
19
Skala ini digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi yang dialami oleh masyarakat (Hidayat, 2008). Skala Likert yang digunakan menggunakan skor. Skala Likert yang digunakan untuk mengukur kuesioner ini dengan cara :
49
Tabel 4.2 Skor Skala Likert Shalat Pernyataan Nilai Selalu 4 Sering 3 Jarang 2 Tidak Pernah 1 Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa nilai terendah kuesioner shalat adalah tujuh (7) dan nilai tertinggi adalah dua puluh delapan (28). Adapun skala ukur yang digunakan dalam variable ini adalah skala numerik. 3. Kuesioner kesiapan menghadapi kematian Kuesioner kesiapan kematian dalam penelitian ini menggunakan penjumlahan skor dari kuesioner yang diisi. Kuesioner ini di buat sendiri oleh peneliti yang dimodifikasi dari beberapa teori. Kuesioner ini terdiri dari 14 pertanyaan, dalam kuesioner ini terdapat skala Likert yang bersifat favorable. Tabel 4.3 Pertanyaan Kuesioner Kesiapan Menghadapi Kematian Variabel Indikator favorable Jumlah Kesiapan Psikis 1,2,5 6 menghadapi 6,7,8 kematian Spiritual 3,10,11,4 8 9,12,13,14 Skala ini digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi yang dialami oleh masyarakat (Hidayat, 2008). Skala Likert yang digunakan menggunakan skor. Skala Likert yang digunakan untuk mengukur kuesioner ini dengan cara :
50
Tabel 4.4 Skor Skala Likert Kesiapan Menghadapi Kematian Pernyataan Nilai Selalu 4 Sering 3 Kadang 2 Tidak Pernah 1
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa nilai tertinggi kuesioner kesiapan menghadapi kematian adalah lima puluh dua (52) dan nilai terendah adalah tiga belas (13). Adapun skala ukur yang digunakan dalam variabel ini adalah skala numerik. F. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Instrument Penelitian dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah, maka informasi yang menyangkut validitas dan reabilitas alat ukur harus disampaikan dan diukur (Umar, 2011). Uji penelitian ini akan dilakukan di Wilayah Kelurahan Gondrong Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang pada bulan Oktober November 2013. Validitas dilakukan sebanyak 2 kali dalam penelitian ini. pada hasil uji validitas yang pertama tidak valid dikarenakan Alpha Cronbach kurang dari 0,60 dengan nilai Alpha Cronbach sebesar 0,53 hal ini mungkin dikarenakan pada saat uji validitas peneliti membacakan isi kuesioner kepada lansia untuk mengisinya, jadi hasil yang didapatkan menjadi bias. Lalu dilakukan kembali uji validitas yang kedua dengan hasil Alpha Cronbach lebih dari 0,60. Teknik uji validitas yang kedua berbeda pada uji validitas yang pertama, pada uji validitas yang kedua peneliti mencari lansia untuk mengisi kuesioner, tetapi peneliti menanyakan terlebih dahulu apakah lansia
51
dapat membaca dan menulis, jika lansia tidak dapat membaca dan menulis maka peneliti meminta kepada lansia agar anggota keluarga lansia dapat membacakan kuesioner kepada lansia. Validitas adalah pernyataan alat ukur (kuesioner) sejauh mana dapat mengukur yang ingin diukur atau sejauh mana hasil penelitian mencerminkan keadaan yang sebenarnya. Uji validitas menggunakan korelasi Product Moment dari Pearson. Suatu instrument dikatakan valid atau sahih apabila korelasi tiap butiran memiliki nilai positif dan nilai t hitung > t tabel (Hidayat, 2008). Reliabilitas adalah derajat ketepatan atau ketelitian yang ditunjukkan oleh instrument pengukuran atau kuisoner. Pengukuran reliabilitas menggunakan bantuan software komputer dengan rumus Alpha Cronbach. Suatu variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai Alpha Cronbach > 0,70 (Umar, 2011). a. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Shalat Jumlah pertanyaan dalam kuesioner shalat sebanyak 19 pertanyaan. Berikut distribusi pertanyaan kuesioner shalat : Tabel 4.5 Hasil Pertanyaaan Validitas Shalat Indikator
Uji Validitas 1
Uji Validitas 2
Frekuensi shalat
1, 2, 3 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11 12, 13, 14, 15 16, 17, 18, 19 3
1, 2, 3 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11 12, 13, 14, 15 16, 17, 18, 19 19
Ketentuan shalat Kekhusyukan Total
Pada Saat Penelitian 1, 2, 3 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11 12, 13, 14, 15 16, 17, 18, 19 7
52
Dari hasil uji kuesioner shalat pada uji validitas 1 dinyatakan tidak valid karena nilai Alpha Cronbach > 0,60 yakni sebesar 0,539, sedangkan pada uji validitas yang 2 dinyatakan valid karena nilai Alpha Cronbach > 0,70 yakni sebesar 0,843. Dari hasil uji validitas dan reliabilitas dapat dinyatakan valid dan reliabel karena nilai Alpha Cronbach 0,60 (Hidayat, 2008). Sedangkan pada saat penelitian didapatkan nilai Alpha Cronbach 0,605. Dari hasil uji validitas dan reliabilitas pada dapat dinyatakan valid dan reliabel karena nilai Alpha Cronbach 0,60 (Hidayat, 2008). Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukuran dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Hal ini berati menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran itu tetap konsisten bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama dengan menggunakan alat ukur yang sama (Notoatmodjo, 2006). Pada pertanyaan yang diberi tanda tebal (bold) adalah pertanyaan yang valid. b. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kesiapan Menghadapi Kematian Jumlah
pertanyaan
dalam
kuesioner
kesiapan
menghadapi
kematian sebanyak 14 pertanyaan. Berikut distribusi pertanyaan kuesioner kesiapan menghadapi kematian : Tabel 4.6 Hasil Pertanyaaan Validitas Kesiapan Menghadapi Kematian Indikator Uji Validitas 1 Uji Validitas 2 Pada Saat Penelitian Psikis Spiritual Total
1, 2, 5 6, 7, 8 3, 4, 10, 11 9, 12, 13, 14 4
1, 2, 5 6, 7, 8 3, 4, 10, 11 9, 12, 13, 14 14
1, 2, 5 6, 7, 8 3, 4, 10, 11 9, 12, 13, 14 13
53
Dari hasil uji kuesioner kesiapan menghadapi kematian pada uji validitas 1 dinyatakan tidak valid karena nilai Alpha Cronbach < 0,60 yakni sebesar 0,567 sedangkan pada uji validitas yang 2 dinyatakan valid karena nilai Alpha Cronbach > 0,60 yakni sebesar 0,877. Dari hasil uji validitas dan reliabilitas dapat dinyatakan valid dan reliabel karena nilai Alpha Cronbach 0,60 (Hidayat, 2008). Sedangkan pada saat penelitian didapatkan nilai Alpha Cronbach 0,732. Dari hasil uji validitas dan reliabilitas dapat dinyatakan valid dan reliabel karena nilai Alpha Cronbach 0,60 (Hidayat, 2008). Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukuran dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Hal ini berati menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran itu tetap konsisten bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama dengan menggunakan alat ukur yang sama (Notoatmodjo, 2006). Pada pertanyaan yang diberi tanda tebal (bold) adalah pertanyaan yang valid. Shalat dalam penelitian ini terdiri dari beberapa aspek yaitu diantara adalah frekuensi shalat, ketentuan shalat dan kekhusyuan shalat. dan hasil dari penelitian ini tidak menunjukkan adanya hubungan antara shalat dengan kesiapan menghadapi kematian. Meskipun aspek yang dimasukkan kedalam penelitian ini sudah dapat mewakili dari ketentuan dan syarat-syarat shalat tetapi dari jumlah pertanyaan yang mencakup tentang shalat hanya beberapa pertanyaan yang valid dari kuesioner yang dipakai dalam penelitian ini. dari jumlah pertnyaan kuesioner yang valid dalam aspek frekuensi shalat hanya 2 pertanyaan kuesioner yang valid,
54
untuk aspek ketentuan shalat 3 pertanyaan kuesioner yang valid dan aspek kekhusyuan shalat 2 pertanyaan kuesioner yang valid, dari hasil jumlah kuesioner yang valid hanya sedikit yang dapat mewakili tentang aspek yang ingin diukur dalam penelitian sehingga hasil yang didapatkan tidak bisa mengukur apa yang ingin diukur. Tetapi pada aspek kesiapan menghadapi kematian dibagi menjadi dua item pertanyaan yaitu aspek psikis dan aspek spiritual, dari hasil pertanyaan jumlah kuesioner yang valid masih lebih bagus daripada shalat yakni hanya satu yang tidak valid yaitu pada aspek spiritual. Faktor lain yang mempengaruhi hasil dari penelitian ini juga dapat disebabkan tidak variatifnya jawaban yang diberikan responden dalam pengisian kuesioner dalam penelitian ini. G. Tahapan Penelitian Pengambilan data dalam penelitian ini adalah mengenai shalat terhadap kesiapan menghadapi kematian pada lansia. Penelitian ini mengambil data dengan cara: 1.
Proposal penelitian mendapakan persetujuan dari pembimbing skripsi dilanjutkan dengan mengajukan surat permohonan izin penelitian kepada institusi
pendidikan
penelitian di
sebagai
landasan
permohonan
Kelurahan Gondrong Kecamatan
mengadakan
Cipondoh
Kota
Tangerang yang dipilih sebagai tempat pelaksanaan penelitian. 2.
Peneliti melakukan uji validitas dan reliabilitas kuesioner sebanyak 2 kali karena uji validitas dan reabilitas pertama yang dilakukan di daerah Paninggilan tidak valid, sehingga peneliti melakukan uji validitas dan reabilitas kedua di tempat yang berbeda, peneliti menyebarkan kuesioner
55
kepada keluarga lansia yang dibacakan oleh keluarga apabila lansia tersebut tidak dapat membaca dan menulis. Setelah semua kuesioner selesai peneliti melakukan pengolahan data untuk dilakukan uji validitas dan reabilitas dari setiap butir pertanyaan. 3.
Setelah mendapatkan surat izin dari institusi pendidikan peneliti mengajukan izin terlebih dahulu kepada kepala Kelurahan Gondrong Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang.
4.
Lalu peneliti melakukan pendataan kepada calon responden dengan menjelaskan tujuan dan manfaat penelitian.
5.
Pengambilan responden dalam penelitian ini dengan cara mendata seluruh lansia yang ada di Wilayah Kelurahan Gondrong Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang yang terdiri dari 6 RW yang akan diambil sebagai responden. Peneliti melakukan pendataan jumlah responden lansia yang sesuai dengan kriteria inklusi penelitian kepada masingmasing RW yang ada di Wilayah Kelurahan Gondrong Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang, setelah didapatkan jumlah responden dari masing-masing RW selanjutnya peneliti melakukan penghitungan untuk pembagian responden yang ada pada masing-masing RW di Wilayah Kelurahan Gondrong Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang dengan menggunakan rumus.
6.
Peneliti memberikan lembar persetujuan (informed consent) untuk ditandatangani oleh calon responden apabila setuju menjadi subjek penelitian.
56
7.
Peneliti memberikan penjelasan kepada responden tentang cara pengisian kuesioner dan memberikan kesempatan kepada responden untuk bertanya kepada peneliti apabila ada yang tidak jelas dengan kuesioner.
8.
Apabila ada responden yang tidak dapat membaca dan menulis dalam pengisian kuesioner, peneliti akan meminta bantuan kepada keluarga untuk membantu membacakan kuesioner untuk responden. Hal ini dilakukan peneliti pada saat uji validitas yang kedua, pada saat uji validitas yang pertama peneliti tidak meminta bantuan kepada keluarga pasien, hanya peneliti saja yang membacakan kuesioner kepada responden apabila responden tidak bisa membaca dan menulis. Tapi pada saat akan turun lapangan peneliti memakai teknik yang pertama pada saat uji validitas pertama yakni peneliti yang membacakan kuesioner kepada responden apabila responden tidak bisa membaca dan menulis.
9.
Peneliti memberikan waktu kepada responden untuk mengisi kuesioner.
10. Responden menyerahkan kembali kuesioner yang telah diisi responden kepada peneliti. 11. Setelah lembar kuesioner dipastikan terisi lengkap, kemudian dilakukan pengolahan data menggunakan program komputer. H. Pengolahan Data Dalam proses pengolahan data, peneliti menggunakan langkahlangkah pengolahan data menurut Hidayat (2008) diantaranya:
57
1. Editing Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data atau formulir kuesioner yang diperoleh atau dikumpulkan.Editing dapat dilakukan pada tahap pengumpulan data atau setalah data terkumpul. 2. Coding Coding merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka) terhadap data yang terdiri atasa kategori.Pemberian kode ini sangat penting bila pengolahan dan analisis data menggunakan komputer.Biasanya dalam pemberian kode dibuat juga daftar kode dan artinya dalam satu buku (code book) untuk memudahkan kembali melihat lokasi dan arti suatu kode dari suatu variabel. 3. Entry data Data entry adalah kegiatan memasukkan data yang telah dikumpulkan ke dalam master table atau data base computer, kemudian membuat distribusi frekuensi sederhana. I. Teknik Analisis Data 1. Analisis univariat Analisis univariat menggambarkan data yang dikumpulkan untuk satu variabel, yaitu shalat terhadap kesiapan kematian pada lansia. Bentuknya berbagai macam seperti distribusi frekuensi, tendensi sentral seperti ratarata dan ukuran penyebaran dari variabel seperti standar deviasi ataupun melihat gambaran histogram dari variabel tersebut (Umar, 2002).
58
2. Analisis bivariat Analisis ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel dependen dan independen yaitu hubungan antara shalat terhadap kesiapan lansia menghadapi kematian. Teknik analisa yang dilakukan yaitu dengan analisa uji Korelasi Spearman yang digunakan untuk mengetahui derajat hubungan variabel independen dan variabel dependen dengan menggunakan data interval (Hidayat, 2008). Berdasarkan hasil uji normalitas terhadap skor shalat didapatkan nilai signifikansi uji Kolmogorov-Smirnov (N= > 50) sebesar 0,000 yang berarti bahwa distribusi data tidak normal. Sehingga analisa bivariat yang digunakan yaitu uji Korelasi Spearman. Derajat kepercayaan yang digunakan adalah 95 % dengan α 5%. Kekuatan hubungan dari kedua variabel tersebut ditentukan dengan mengetahui nilai dari kekuatan korelasinya (nilai r) (Dahlan, 2010), sebagai berikut :
No 1 2 3 4 5
Tabel 4.7 Interpretasi Hasil Uji Hipotesis Berdasarkan Nilai r Parameter Nilai Interpretasi
Kekuatan korelasi (r)
0,00-0,199 0,20-0,399 0,40-0,599 0,60-0,799 0,80-1,000
Sangat lemah Lemah Sedang Kuat Sangat kuat
Untuk menetapkan apakah ada hubungan antara variabel independen dan variabel dependen maka menggunakan p value yang dibandingkan dengan tingkat kesalahan (alpha) yang digunakan yaitu 5% atau 0,05. Apabila p value < 0,05 Ho ditolak dan Ha diterima maka hipotesis terbukti, yang berarti ada hubungan antara variabel independen dan
59
dependen. Sedangkan bila p value > 0.05 Ho diterima Ha (hipotesis penelitian) ditolak maka hipotesis ditolak yang berarti tidak ada hubungan antara variabel independen dan dependen. F. Etika Penelitian Penelitian ini menggunakan subjek manusia, maka peneliti harus mengacu kepada norma-norma atau standart-standart moral pribadi dan hubungannya dengan orang lain agar dapat terjamin, bahwa tidak seorang pun yang dirugikan dalam penelitian. Masalah etika penelitian keperawatan sangat penting karena penelitian keperawatan berhubungan langsung dengan manusia. Masalah etika yang harus diperhatikan dalam proses penelitian adalah sebagai berikut (Hidayat, 2008): 1. Lembar persetujuan (Informed consent) Lembar persetujuan ini di berikan kepada responden yang akan diteliti untuk ketersediaannya menjadi responden penelitian. Persetujuan dari responden merupakan hak dari responden yang sebelumnya sudah diberitahunkan oleh peneliti mengenai tujuan penelitian, prosedur pelaksanaan, manfaat penelitian, dan kerahasiaan responden.Lembar persetujuan ini ditandantangani oleh responden yang bersedia menjadi responden penelitian. 2. Tanpa nama (Anonymity) Penelitian ini tidak akan mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan data yang di isi oleh responden, tetapi menuliskan kode pada lembar pengumpulan data yang di berikan kepada responden.
60
3. Kerahasiaan (Confidentially) Kerahasiaan responden akan di jamin oleh peneliti, baik sebuah informasimaupun masalah-masalah lainnya yang diberikan oleh responden.
BAB V HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Tempat Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Wilayah Kelurahan Gondrong Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang. Di Wilayah ini terdiri dari 6 RW yang ada di Wilayah Kelurahan Gondrong Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang ini, di sini masih banyak tempat-tempat kegiatan spiritual (pengajian) yang banyak di dominasi oleh para lansia yang menjadi pesertanya, tempat kegiatan spiritual (pengajian) yang ada di Wilayah Kelurahan Gondrong Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang di setiap RW bisa mencapai 2 sampai 3 tempat kegiatan spiritual (pengajian) dan di dominasi tempat pengajian untuk para wanita sedangkan untuk laki-laki biasa diadakan 2 sampai 4 kali dalam sebulan. Selain kegiatan spiritual (pengajian), ada pula posbindu yang ada di Wilayah Kelurahan Gondrong Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang meskipun saat ini hanya di RW 6 saja yang baru berdiri posbindu dan hanya mencakup para lansia yang ada di Wilayah RW 6 saja. B. Karakteristik Responden Karakteristik responden di bawah ini adalah karakteristik sampel penelitian berdasarkan usia, jenis kelamin dan pendidikan. Berikut adalah kategori responden penelitian, antara lain :
61
62
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Lansia di Wilayah Kelurahan Gondrong Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang Karakteristik Frekuensi Persentase (%) Jenis Kelamin Laki-laki
28
36,8
Perempuan
48
63,2
60-70 Tahun
61
80,3
70-80 Tahun
12
15,8
>90 Tahun
3
3,9
Tidak Sekolah
62
81,6
SD
12
15,8
SMP
2
2,6
SMA
0
0
Perguruan Tinggi
0
0
Umur
Pendidikan
Jenis kelamin perempuan memperoleh jumlah tertinggi yaitu sebesar 48 responden (63,2%). Umur lansia yang berusia 60-70 tahun memperoleh jumlah tertinggi yaitu sebesar (80,3%). Sedangkan pendidikan kategori yang tidak bersekolah memperoleh jumlah tertinggi yaitu (81,6%).
63
C. Analisa Univariat Data univariat ini berkaitan dengan variabel independen tentang shalat dan variabel dependen adalah kesiapan menghadapi kematian yang masingmasing akan digambarkan secara berturut-turut. Tabel 5.2 Distribusi Skor Shalat Pada Lansia Di Wilayah Kelurahan Gondrong Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang Variabel Mean ± SD Min-Max Shalat
27,25 ± 1,498
7-28
Tabel 5.2 Menunjukkan bahwa nilai rata-rata skor shalat dari total responden di Wilayah Kelurahan Gondrong Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang yaitu 27,25. Variasi nilai skor shalat sebesar 1,498. Sedangkan sebaran nilai skor shalat terendah adalah sebesar 7 dan tertinggi sebesar 28. Tabel 5.3 Distribusi Skor Pada Masing-masing Aspek Shalat Pada Lansia di Wilayah Kelurahan Gondrong Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang Variabel Mean ± SD Min-Max Frekuensi Shalat
7,89 ± 4,19
2-8
Ketentuan Shalat
11,53 ± 8,56
3-12
Kekhusyuan Shalat
7,83 ± 5,51
2-8
Tabel 5.3 Menunjukkan bahwa nilai rata-rata skor dari masing-masing aspek shalat pada frekuensi shalat sebesar 7,89 dan variasi nilai 4,19 dengan jumlah skor terendah 2 dan tertinggi 8. Sedangkan nilai rata-rata pada aspek ketentuan shalat sebesar 11,53 dan variasi nilai 8,56 dengan nilai terendah 3
64
dan tertinggi 12, dan nilai rata-rata pada aspek kekhusyuan shalat 7,83 dan variasi nilai skor sebesar 5,51 dengan nilai terendah 2 dan tertinggi 8. Tabel 5.4 Distribusi Skor Kesiapan Menghadapi Kematian Pada Lansia di Wilayah Kelurahan Gondrong Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang Variabel Mean ± SD Min-Max Kesiapan Menghadapi Kematian
47,63 ± 3,306
13-52
Tabel 5.4 Menunjukkan bahwa nilai rata-rata skor kesiapan menghadapi kematian pada lansia dari total responden di Wilayah Kelurahan Gondrong Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang yaitu 47,63. Variasi nilai skor kesiapan menghadapi kematian sebesar 3,306. Sedangkan sebaran nilai skor kesiapan menghadapi kematian terendah adalah sebesar 13 dan tertinggi sebesar 52. Tabel 5.5 Distribusi Skor Pada Masing-masing Aspek Kesiapan Menghadapi Kematian Pada LansiaDi Wilayah Kelurahan Gondrong Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang Variabel Median ± SD Min-Max Psikis
23,49 ± 1,742
6-24
Spiritual
24,34 ± 2,206
2-7
Tabel 5.5 menunjukkan bahwa nilai rata-rata dari aspek psikis sebesar 23,49 dan nilai variasi 1,742 dengan nilai terendah 6 dan tertinggi 24, sedangkan pada aspek spiritual sebesar 24,34 dan nilai variasi sebesar 2,206 dengan nilai terendah 2 dan nilai tertinggi 7.
65
D. Analisa Bivariat Berdasarkan kerangka konsep, maka analisis bivariat akan menguji hubungan antara variabel independen dan dependen. Variabel independen adalah shalat. sedangkan variabel dependen adalah kesiapan menghadapi kematian. Tabel 5.6 Analisa Hubungan Shalat Terhadap Kesiapan Menghadapi Kematian Pada Lansia di Wilayah Kelurahan Gondrong Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang Variabel Jumlah (n) Korelasi (r) P-value Shalat dengan Kesiapan
76
0,008
0,948
Menghadapi Kematian
Analisa hubungan antara shalat terhadap Kesiapan Menghadapi Kematian Pada Lansia di Wilayah Kelurahan Gondrong Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang menggunakan uji korelasi Product Moment. Hasil penelitian didapatkan koefisien korelasi (r) antara shalat terhadap kesiapan menghadapi Kematian pada lansia di Wilayah Kelurahan Gondrong Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang (r) 0,008 dengan nilai (p) 0,948. Hal ini menggambarkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara shalat terhadap kesiapan menghadapi kematian pada lansia di Wilayah Kelurahan Gondrong Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang.
66
Tabel 5.7 Analisa Hubungan Masing-Masing Aspek Shalat Terhadap Masingmasing Aspek Kesiapan Menghadapi Kematian Pada Lansia di Wilayah Kelurahan Gondrong Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang Variabel Jumlah (n) Korelasi (r) P-value Kesiapan Menghadapi Kematian (Psikis) frekuensi Shalat
76
1
0,896
Ketentuan Shalat
76
0,353
0,111
Kekhusyuan Shalat
76
0,260
0,524
Berdasarkan hasil uji statistik diketahui bahwa tidak adan hubungan yang signifikan antara aspek frekuensi shalat, ketentuan shalat dan kekhusyukan dengan kesiapan menghadapi kematian (psikis) dengan nilai P-value lebih dari 0,05 (p ≥0,05), yaitu sebesar 1 untuk frekuensi shalat menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara frekuensi shalat dengan kesiapan menghadapi kematian (psikis) dengan nilai P-value sebesar 0,896, dan untuk ketentuan shalat sebesar 0,353 menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara ketentuan shalat dengan kesiapan menghadapi kematian (psikis) dengan nilai P-value sebesar 0,111 dan kekhusyukan shalat dengan nilai koefisien korelasi 0,260 menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kekhusyuan shalat dengan kesiapan menghadapi kematian (psikis) dengan nilai P-value sebesar 0,524 pada lansia di Wilayah Kelurahan Gondrong Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang.
67
Tabel 5.8 Analisa Hubungan Masing-Masing Aspek Shalat Terhadap Masingmasing Aspek Kesiapan Menghadapi Kematian Pada Lansia di Wilayah Kelurahan Gondrong Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang Variabel Jumlah (n) Korelasi (r) P-value Kesiapan Menghadapi Kematian (Spiritual) frekuensi Shalat
76
1
0,073
Ketentuan Shalat
76
0,353
0,835
Kekhusyuan Shalat
76
0,260
0,025
Berdasarkan hasil uji statistik diketahui bahwa tidak adan hubungan yang signifikan antara aspek frekuensi shalat, ketentuan shalat dan kekhusyukan dengan kesiapan menghadapi kematian (spiritual) dengan nilai P-value lebih dari 0,05 (p ≥0,05), yaitu sebesar 1 untuk frekuensi shalat menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara frekuensi shalat dengan kesiapan menghadapi kematian (spiritual) dengan nilai P-value sebesar 0,073, dan untuk ketentuan shalat sebesar 0,353 menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara ketentuan shalat dengan kesiapan menghadapi kematian (spiritual) dengan nilai P-value sebesar 0,835 dan kekhusyukan shalat dengan nilai koefisien korelasi 0,260 menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kekhusyuan shalat dengan kesiapan menghadapi kematian (spiritual) dengan nilai P-value sebesar 0,025 pada lansia di Wilayah Kelurahan Gondrong Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang.
BAB VI PEMBAHASAN
Pada bab pembahasan ini akan diuraikan makna hasil penelitian yang dilakukan tentang analisis shalat dengan kesiapan menghadapi kematian pada lansia. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2013 di Wilayah Kelurahan Gondrong Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang dengan pengumpulan data menggunakan kuesioner yang dilakukan oleh peneliti kepada 76 responden. Dalam bab pembahasan ini akan diuraikan perbandingan antara hasil penelitian dengan konsep teoritis dan penelitian sebelumnya. Dan akan dijelaskan tentang keterbatasan penelitian yang telah dilaksanakan. A. Gambaran Karakteristik Lanjut usia di Wilayah Kelurahan Gondrong Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang Gambaran demografi usia dari 76 responden yang diambil dalam penelitian ini sebagian besar adalah usia 60-70 tahun sebanyak 61 responden (80,3%), usia 70-80 tahun sebanyak 12 responden (15,8%) dan usia >90 tahun sebanyak 3 responden (3,9%). Departemen Kesehatan (2014) menjelaskan bahwa penduduk Lanjut usia pada dua tahun terakhir mengalami peningkatan yang signifikan pada tahun 2007, jumlah penduduk lanjut usia sebesar 18,96 juta jiwa dan meningkat menjadi 20.547.541 pada tahun 2009. Dan usia harapan hidup perempuan lebih panjang dibandingkan laki-laki, maka jumlah penduduk lanjut usia perempuan lebih banyak dibandingkan laki-laki (11,29 juta jiwa berbanding 9,26 juta jiwa).
68
69
Dalam teorinya Corr et.al (2008) mengatakan bahwa usia merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi sikap seseorang terhadap kematian. Teori Corr tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Panjaitan (2013) pada subjek penelitian yang beragama Kristen yang menyatakan bahwa usia lanjut usia tidak berhubungan dengan sikap terhadap kematian. Meskipun dalam penelitian ini adalah responden yang beragama muslim. Usia yang semakin tua dan keadaan fungsi tubuh yang menurun mengakibatkan kekuatan fisik lansia menjadi lemah. Bagi beberap lanjut usia yang berhasil menikmati kehidupan di masa tuanya dengan bahagia dan ikhlas hati, fungsi-fungsi fisik yang mengalami penurunan tidak begitu dirasakan sebagai hambatan dalam beraktivitas, namun disisi lain dapat juga terjadi bahwa kelemahan fisik dan mental ini justru dapat menimbulkan suatu perasaan keterasingkan, tak berguna dan keputusasaan pada lanjut usia yang kurang dapat menyesuaikan diri dengan kehidupan di masa tuanya (Maryam, 2008). Perubahan fisik lansia yang terjadi akibat proses penuaan adalah mencakup penerimaan terhadap kematian. Apabila lansia gagal dalam proses kondisinya yang semakin melemah maka lansia akan mengalami kecemasan dalam menghadapi kematian (Tamher & Nurkasiani, 2009). Hidayat (2007) menyatakan bahwa ketakutan akan kematian timbul karena tidak adanya perspektif ketidakmampuan menempatkan kematian kedalam suatu kerangka makna dan nilai yang lebih luas, selain itu gagal dalam memahami dan menghargai hidup.
70
Hawari (1997) menyatakan bahwa kematian sangat menakutkan dikarenakan manusia terlalu memanjakan dirinya dengan kenikmatan dunia, sehingga ketika memasuki hari tua berarti sama saja memasuki fase penyesalan sedangkan kematian adalah puncak kekalahan dan penderitaan. Selain itu ketidaktahuan apa yang terjadi setelah mati juga membuat manusia takut menghadapi kematian. Berdasarkan jenis kelamin responden lanjut usia di Wilayah Kelurahan Gondrong Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang, proporsi jenis kelamin perempuan jauh lebih besar daripada laki-laki dengan jumlah lansia perempuan sebanyak 48 orang (63,2%) dan jumlah lansia laki-laki sebanyak 28 orang (36,8%). Menurut Departemen Kesehatan (2014) jumlah penduduk lanjut usia berdasarkan jenis kelamin lebih banyak jumlahnya pada lanjut usia perempuan 11,29 juta jiwa dibandingkan dengan jumlah lanjut usia laki-laki 9,26 juta jiwa. Hal ini tidak terlepas dari usia harapan hidup lanjut usia perempuan lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki. Perbedaan gender juga dapat merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi psikologi lansia sehingga akan berdampak pada bentuk adaptasi yang digunakan (Tamher & Nurkasiani, 2009). Hal ini sejalan dengan beberapa penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya, dimana penelitian yang dilakukan oleh Pollak (dalam Wong et.al, 1994) menyatakan bahwa wanita mempunyai tingkat kematian yang lebih tinggi dari pada pria. Wong et.al (1994) juga memprediksi bahwa wanita mempunyai skor yang
71
lebih tinggi pada dimensi ketakutan terhadap kematian dan penerimaan terhadap kematian. Dalam menghadapi kematian, masing-masing individu memiliki tingkat kecemasan yang berbeda-beda. Hal ini mungkin saja disebabkan oleh karakteristik tertentu yang membedakan antara pria dan wanita. Menurut Indriyawati & Zulkaida (2006) wanita dinilai sensitif dan memiliki jiwa yang lemah serta tidak menyukai kondisi emosi yang tidak menyenangkan. Sedangkan pria memiliki sifat agresif dan selalu berfikir logis. Berdasarkan karakter antara pria dan wanita, maka dapat diasumsikan bahwa wanita memiliki tingkat kecemasan yang lebih tinggi dibandingkan pria. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kendall (2006) menunjukkan adanya perbedaan tingkat kecemasan antara lansia pria dan wanita terhadap aspek kehidupannya. Lansia wanita memiliki tingkat kecemasan yang lebih tinggi terhadap seluruh aspek kehidupannya daripada lansia pria. Indriyawati & Zulkaida (2006) menyatakan bahwa lansia wanita yang bersuami memiliki tingkat kecemasan yang lebih tinggi dari pada lansia wanita yang berstatus janda dalam hal kecemasan menghadapi kematian. Dilihat dari aspek pendidikan, jenjang pendidikan responden dalam penelitian ini yang tidak bersekolah atau tidak mentamatkan sekolahnya sebanyak 62 orang (81,6%). Pendidikan dasar SD sebanyak 12 orang (15,8%) dan pendidikan SMP sebanyak 2 orang (2,6%). Dari hasil penelitian ini sebagaian besar lanjut usia tidak bersekolah atau tidak mentamatkan pendidikannya.
72
Rendahnya tingkat pendidikan lanjut usia dan tingginya lanjut usia yang tidak bersekolah disebabkan karena belum ada sarana dan prasarana yang mendukung serta pendidikan yang masih terbatas pada masa itu. Kondisi ini berbeda dizaman sekarang dimana pendidikan sudah jauh lebih baik (Departemen Kesehatan, 2014). Pendidikan juga berpengaruh terhadap pandangan lansia tentang kematian.
Kastenbaum,
Kuiken
dan
Madison
(dalam
Bishop,1994)
pengetahuan tentang kematian cukup membantu seseorang untuk lebih realsitis menjelang kematian. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin banyak pengalaman hidup yang dilaluinya, sehingga akan lebih siap dalam menghadapi masalah yang terjadi. Penelitian yang dilakukan oleh Anggraeny (2009) menemukan korelasi yang negatif antara tingkat pendidikan dan kecemasan terhadap kematian. Dibandingkan individu berpendidikan tinggi, individu dengan pendidikan rendah mengekspresikan pandangan yang lebih negatif terhadap kematian. Hasil ini diperkuat oleh Hawari (1997) yang menyatakan bahwa rendahnya tingkat pendidikan membuat individu cenderung memandang kematian sebagai hal yang negatif, yang diperkirakan akan datang cepat dan diasosiakan dengan adanya pederitaan. B. Hubungan Shalat Terhadap Kesiapan Menghadapi Kematian Pada Lanjut Usia di Wilayah Kelurahan Gondrong Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang Hasil penelitian telah menunjukkan nilai rata-rata skor shalat lansia di wilayah Kelurahan Gondrong Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang adalah
73
27,25 dengan variasi nilai skor shalat 1,498. Skor shalat terendah adalah 7 dan tertinggi adalah 28. Penilaian ini didapatkan dari hasil penghitungan skor pada 3 aspek yang diteliti meliputi frekuensi shalat, ketentuan shalat dan kekhusyukan shalat. Hasil uji statistik antara shalat dengan kesiapan menghadapi kematian pada lansia diperoleh P value 0,0948. Dengan demikian hipotesis pada penelitian ini tidak ada hubungan, artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara shalat dengan kesiapan menghadapi kematian pada lansia di Wilayah Kelurahan Gondrong Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang. Selain itu, diperoleh nilai koefisien korelasi (r) sebesar 1. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara shalat dengan kesiapan menghadapi kematian pada lansia di Wilayah Kelurahan Gondrong Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang. Indikator-indikator variabel kesiapan menghadapi kematian yang diuji dalam penelitian ini adalah secara psikis dan spiritual saja. Hasil analisa data menunjukkan bahwa umumnya kesiapan menghadapi kematian pada responden “negatif”. Analisa statistik menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara shalat terhadap kesiapan menghadapi kematian pada lansia. Kesiapan menghadapi kematian pada lansia dipengaruhi oleh berbagai faktor yang tidak diteliti pada penelitian ini diantaranya faktor keluarga, pendidikan, teman sebaya, sosial ekonomi dan media masa (Wong, et.al 1994). Dan salah satu faktor yang di sudah diteliti oleh Pamungkas (2008) menemukan bahwa ada hubungan religiusitas dan dukungan sosial dengan
74
kecemasan lansia menghadapi tutup usia dengan nilai R2 sebesar 0,175 yang artinya masih terdapat 82,5% variabel lain yang mempengaruhi kecemasan lansia tutup usia. Selain faktor-faktor diatas yang mempengaruhi kesiapan menghadapi kematian pada lansia, dalam wawancara yang dilakukan peneliti pada saat melakukan pengambilan data dalam wawancara tersebut para lansia mengungkapkan bahwa ketidaksiapan lansia dipengaruhi oleh perasaan bahwa lansia telah melakukan banyak dosa dan belum cukup banyak melakukan penebusan dosa dan cara lansia memandang kematian secara negatif menyebabkan timbulnya ketidaksiapan menghadapi kematian sehingga mereka kadang mengalami kegelisahan dalam menjalani kegiatan sehari-hari. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian dimana responden dalam penelitian ini didominasi oleh lansia yang tidak sekolah ataupun tidak lulus sekolah sebesar 81,6% hal ini mempengaruhi hasil penelitian. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Anggraeny (2009) yang menyatakan bahwa rendahnya tingkat pendidikan membuat individu cenderung memandang kematian sebagai hal yang negatif, yang diperkirakan akan datang cepat dan diasosiakan dengan adanya pederitaan. Perasaan banyak dosa dan belum cukup banyak melakukan amal kebaikan adalah salah satu pikiran yang selalu ada dibenak lansia, dimana hal tersebut menjadi faktor ketidaksiapan menghadapi kematian pada lansia. Akibatnya jika ketakutan manusia terhadap kematian akan membuat pikiran dan nalurinya akan melakukan penghindaran yang dianggap membahayakan,
75
dalam hal ini lansia akan menghindar apabila berbicara dengan kematian (Santrock, 2002). Dalam islam menghindari kematian tidak dianjurkan, hal ini sesuai dengan Hadist Anas (dalam Samarqandi, 1993) bahwa Rasulullah SAW bersabda “Barang siapa yang senang untuk berjumpa dengan Allah SWT maka Allah SWT akan senang berjumpa dengannya, dan barang siapa yang enggan berjumpa dengan Allah SWT maka Allah SWT pun akan enggan berjumpa dengannya. Yang dimaksud dengan “senang” menurut Samarqandi (1993) disini yaitu ketika orang mukmin akan dicabut nyawanya maka ia mendapartkan berita gembira dengan keridhaan dan surga Allah SWT sehingga ia merasa lebih senang mati dari pada hidup didunia. Menurut Wong, et.al (1994) menghindari kematian yang dilakukan seseorang adalah cara untuk menurunkan tingkat kecemasan akan kematian yang akan dialaminya, dan ini merupakan mekanisme pertahanan yang membuat kematian menjauh dari kesadarannya. Dukungan sosial juga berpengaruh dalam kesiapan menghadapi kematian pada lansia, tetapi hal ini tidak diteliti oleh peneliti. Penurunan fisik pada lanjut usia juga mempengaruhi psikologi dan sosial pada lanjut usia, perubahan sosial yang terjadi pada lansia dapat menyebabkan penurunan peran sosial lanjut usia, dan dapat menjadikan lanjut usia lebih tergantung kepada orang lain ataupun keluarga (Santrock, 2002). Dimana hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Wijaya & Safitri (2008) yang menyatakan bahwa lansia yang tinggal di Panti Sosial Tresna Werdha mempunyai kecemasan yang rendah terhadap persepsi kematian yaitu sebesar 15,9% sisanya 84,1% dipengaruhi oleh faktor lain.
76
Ketika lanjut usia yang sudah ditinggal lebih dulu oleh pasangannya dan takut akan perubahan fisiknya akan mempengaruhi psikologis pada lanjut usia, ia tidak ingin sendiri, takut sendiri atau terisolasi lanjut usia ingin keluarga atau teman-teman berada didekatnya dan ingin orang-orang disekitarnya dapat merasakan ketakutannya (Darmojo, 2009). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Erlangga (2007) yang menemukan bahwa lanjut usia yang tinggal di panti jompo adalah orang-orang yang cemas dalam menjelang kematian karena jauh dari dukungan keluarga. Dan dalam hal ini salah satu faktor kesiapan menghadapi kematian pada lansia dipengaruhi oleh berbagai faktor yang tidak diteliti pada penelitian ini diantaranya faktor keluarga, pendidikan, teman sebaya, sosial ekonomi dan media masa (Wong, et.al 1994). Kualitas kepuasan hidup juga salah satu faktor kesiapan lansia menghadapi kematian (Papalia, 2002). Kepuasan hidup yang didapatkan pada lanjut usia adalah mereka yang dapat beradaptasi terhadap perubahanperubahan yang terjadi baik perubahan fisik maupun mental untuk dapat mencapai kepuasan hidup. Jika para lanjut usia tidak dapat mencapai kepuasan hidup maka hal ini dapat mempengaruhi mereka dalam melaksanakan fungsi sosial serta berperan aktif dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (Menkokesra, 2013). Hal ini tidak terlepas dari lanjut usia memandang tentang konsep hidup dan mati (Hawari, 1997) dan pandangan tersebut juga dipengaruhi oleh faktor pendidikan lanjut usia, dimana Anggraeny (2009) menyatakan bahwa rendahnya tingkat pendidikan membuat individu cenderung memandang kematian sebagai hal yang negatif,
77
yang diperkirakan akan datang cepat dan diasosiakan dengan adanya pederitaan. Status kesehatan tidak diteliti dalam penelitian ini karena untuk menentukan status kesehatan seseorang diperlukan pemeriksaan lengkap secara medis. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Dezutter (2013) didapatkan bahwa status kesehatan berhubungan dengan sikap terhadap kematian pada dimensi penerimaan kematian dengan nilai p=0,03 (p<0,05) sementara pada dimensi lain tidak berhubungan. Dengan beribadah khususnya shalat setiap individu akan memperoleh kedamaian
ruhani
yang
akan
meningkatkan
kemampuan
coping
mechanismnya. Kedamaian dan suasana psikis amat berharga sebagai modal untuk selalu tangguh menghadapi setiap ancaman dan tekanan (Sanusi, 2010). Tidak semua shalat bisa menghadirkan ketentraman bagi jiwa yang melaksanakannya. Tetapi kualitas yang ada dalam ibadah shalat mampu menghadirkan ketentraman dan kebahagiaan asalkan dilakukan dengan baik kebahagiaan asalkan dilakukan dengan baik dan memperhatikan standart yang ditetapkan agama (Sanusi, 2010). Tebba (2006) menyatakan bahwa seseorang yang menjalankan shalat dengan khusyu dapat menimbulkan rasa takut kepada allah swt, dimana rasa takut itu diartikan dengan kondisi spiritual yang sangat penting untuk menyiapkan diri dalam menghadapi kematian dan kehidupan akhirat agar nanti memperoleh kematian yang husnul khatimah (Tebba, 2006). Dari anas RA ia berkata Rasulullah SAW Bersabda “Ingatlah kematian ketika sedang melakukan shalat, karena jika seseorang mengingat kematian ketika shalat,
78
niscaya dia akan selalu melakukan shalat dengan baik. Lakukanlah shalat seperti orang yang tidak menyangka bahwa dia akan melakukan shalat yang lain (karena meninggal) dan jauhilah segala alasan yang menghalanginya (HR muslim dalam Ayanih, 2010). Shalat dalam penelitian ini terdiri dari beberapa aspek yaitu diantara adalah frekuensi shalat, ketentuan shalat dan kekhusyuan shalat. dan hasil dari penelitian ini tidak menunjukkan adanya hubungan antara shalat dengan kesiapan menghadapi kematian. Meskipun aspek yang dimasukkan kedalam penelitian ini sudah dapat mewakili dari ketentuan dan syarat-syarat shalat tetapi dari jumlah pertanyaan yang mencakup tentang shalat hanya beberapa pertanyaan yang valid dari kuesioner yang dipakai dalam penelitian ini. dari jumlah pertnyaan kuesioner yang valid dalam aspek frekuensi shalat hanya 2 pertanyaan kuesioner yang valid, untuk aspek ketentuan shalat 3 pertanyaan kuesioner yang valid dan aspek kekhusyuan shalat 2 pertanyaan kuesioner yang valid, dari hasil jumlah kuesioner yang valid hanya sedikit yang dapat mewakili tentang aspek yang ingin diukur dalam penelitian sehingga hasil yang didapatkan tidak bisa mengukur apa yang ingin diukur. Tetapi pada aspek kesiapan menghadapi kematian dibagi menjadi dua item pertanyaan yaitu aspek psikis dan aspek spiritual, dari hasil pertanyaan jumlah kuesioner yang valid masih lebih bagus daripada shalat yakni hanya satu yang tidak valid yaitu pada aspek spiritual. Faktor lain yang mempengaruhi hasil dari penelitian ini juga dapat disebabkan tidak variatifnya jawaban yang diberikan responden dalam pengisian kuesioner dalam penelitian ini, hal ini juga tidak terlepas dari faktor banyak lansia yang tidak dapat membaca dan menulis hal
79
ini dapat dilihat dari jumlah responden yang tidak sekolah ataupun tidak tamat sekolah mencapai 81,6% dalam penelitian ini sehingga peneliti membantu membacakan responden untuk mengisi kuesioner sehingga hasil yang didapatkan tidak sesuai apa yang ingin diukur dalam penelitian ini. Aspek yang terdapat dalam kesiapan menghadapi kematian yang diteliti dalam penelitian ini diantaranya adalah : a.
Menerima dirinya yang berbeda dari masa sebelumnya (Hurlock, 1993)
b.
Mengatasi rasa cemas maupun takutnya pada kematian dan sadar bahwa kematian pasti akan datang (Backer, 1982)
c.
Memiliki pandangan dan sikap positif terhadap kematian (Shihab, 2002)
d.
Menerima kematian sebagai suatu hal yang nyata (Najati, 2001)
e.
Memaknai hidup dengan nilai-nilai positif (Hidayat, 2007)
f.
Kematian mengakibatkan rasa sakit (Hidayat, 2007)
g.
Masih berat meninggalkan orang-orang yang dicintai (Hidayat, 2007)
h.
Takut menghadapi siksa kubur (Hidayat, 2007)
i.
Tidak mengetahui kemana ia akan pergi setelah meninggal nanti (Hidayat, 2007)
j.
Tidak tahu apa yang terjadi setelah meninggal nanti (Hidayat, 2007) Meskipun begitu aspek yang diteliti tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap kesiapan menghadapi kematian. Hal ini dapat dikarenakan banyak faktor yang tidak diikutsertakan oleh peneliti diantaranya adalah faktor keluarga, pendidikan, teman sebaya, sosial ekonomi dan media masa (Wong, et.al 1994) dan kualitas hidup lansia.
Meskipun kuesioner yang dibuat
80
peneliti menggunakan beberapa teori kesiapan menghadapi kematian tetapi hasil yang didapat belum mengukur aspek yang seharusnya diukur. Hal ini kemungkinan dikarenakan oleh instrumen yang dibuat kurang mengukur aspek yang sebenarnya harus di ukur. Dan faktor lain yang mempengaruhi kesiapan menghadapi kematian selain aspek psikis dan spiritual yang sudah dijelaskan di paragraf sebelumnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi kegagalan dalam membuat kuesioner menurut Bailey (1987) adalah seagai berikut : a.
Responden merasa terganggu dengan adanya informasi yang dirasa menyerang dirinya atau kepentingannya, misalnya takut dirilis di media massa.
b.
Responden merasa takut akan ‘kebodohannya’ dalam menjawab pertanyaan ini.
c.
Responden mengatakan tidak ada waktu untuk menjawabnya, atau merasa itu bukan bidang minatnya Dari faktor-faktor yang disebutkan diatas, memang didapatkan kendala
dalam penyebaran kuesioner peneltian ini. Salah satunya adalah banyak responden yang enggan dan takut dalam mengisi kuesioner dengan alasan yang telah di jelaskan oleh Bailey (1987), selain itu belum adanya kuesioner tetap mengenai penelitian tentang shalat dengan pendekatan penelitian secara kuantitatif menyebabkan hasil instrument untuk mengukur variabel independent dan dependen tidak terukur. Kuesioner dalam penelitian ini hanya di konstruk dari definisi dan pengertian tentang materi yang akan dijadikan bahan penelitian, setelah peneliti membuat kuesioner dari konstruk
81
materi tersebut dengan membuat instrument penelitian yang memuat pertanyaan positif untuk masing-masing instrument penelitian (Muljono & Djaali, 2007). Dimana instrument penelitian ini terdiri dari 2 kuesioner yaitu kuesioner shalat dan kuesioner kesiapan menghadapi kematian. C. Keterbatasan Penelitian Dalam penelitian ini peneliti masih menemukan keterbatasan peneliti, diantaranya yaitu: 1. Alat ukur tentang shalat belum pernah diteliti secara kualitatif sehingga penelitian yang dilakukan secara kuantitatif belum dapat memberikan hasil penilitian yang ingin diukur. 2. Banyak faktor lain yang dapat mempengaruhi kesiapan menghadapi kematian, tetapi faktor-faktor tersebut tidak diikutsertakan oleh peneliti seperti dukungan keluarga, sosial, kualitas kepuasan hidup sehingga hasil yang didapatkan tidak maksimal ataupun sesuai. 3. Peneliti mengobservasi variabel independen dan dependen secara bersamaan (pada periode yang sama) dan tidak dapat digunakan untuk memantau perubahan yang terjadi dalam berjalannya waktu sehingga rawan terhadap bias. 4. Tidak variatifnya jawaban kuesioner dikarenakan kuesioner dibacakan oleh peneliti
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dan data yang diperoleh di Wilayah Kelurahan Gondrong Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang Tahun 2013 dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1.
Karakteristik lansia di Wilayah Kelurahan Gondrong Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang sebagian besar adalah Berjenis Kelamin perempuan sebanyak 48 responden (63,2%), Usia 60-70 tahun sebanyak 61 responden (80,3%) dan riwayat pendidikan Sekolah Dasar (SD) sebanyak 62 orang (81,6%).
2.
Nilai rata-rata skor shalat lansia di Wilayah Kelurahan Gondrong Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang adalah 27,25 dari jumlah skor maksimal 28.
3.
Nilai rata-rata skor kesiapan menghadapi kematian pada lansia di Wilayah Kelurahan Gondrong Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang adalah 47,63 dari jumlah skor maksimal 52.
4.
Tidak Ada hubungan yang bermakna antara shalat dengan kesiapan menghadapi kematian pada lansia di Wilayah Kelurahan Gondrong Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang dengan nilai p value = 0,0948 serta memiliki hubungan negatif dengan nilai r sebesar 0,008 artinya tidak ada hubungan
antara shalat terhadap kesiapan menghadapi
kematian pada lansia di Wilayah Kelurahan Gondrong Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang. 82
83
B. Saran Berdasarkan hasil penelitian, saran yang dapat diajukan antara lain: 4. Bagi Pendidikan Keperawatan dan Ilmu Keperawatan Meskipun hasil penelitian tidak berhubungan namun secara teori menyatakan bahwa shalat yang dilakukan dengan khusyu dapat menimbulkan rasa takut kepada Allah SWT, sehingga seseorang akan shalat seakan-akan seperti melakukan shalat yang terakhir (karena meninggal). Dalam hal ini dapat memberikan referensi dalam memberikan perawatan pada pasien yang memasuki tahap usia lanjut dalam pendekatan spiritual. 5. Bagi Peneliti Selanjutnya a. Peneliti selanjutnya juga disarankan untuk meneliti faktor lain tentang kesiapan menghadapi kematian pada lansia seperti faktor keluarga, sosial dan perbedaan jenis kelamin. Dalam penelitian sebaiknya subjek yang digunakan memiliki jumlah responden yang homogen. b. Peneliti selanjutnya juga disarankan untuk melakukan penelitian yang sama tetapi dengan menggunakan metode yang berbeda seperti experiment atau kualitatif dan dapat pula meneliti tentang perbedaan kesiapan menghadapi kematian pada individu yang berbeda jenis kelamin. c. Peneliti selanjutnya dapat pula meneliti tentang perbandingan kesiapan menghadapi kematian pada responden yang berbeda agama dengan metode observasi dan wawancara mendalam atau kualitatif
DAFTAR PUSTAKA Adelina, Della. Hubungan Kecerdasan Ruhaniah dengan Kesiapan Menghadapi Kematian. Skripsi. Yogyakarta. Fakultas Psikologi Universitas Wangsa Manggala. 2005 Agustini. Terapi Shalat Tahajud. Jakarta: Mizan Publika. 2007 Ahsin, W. Alhafidz. Fikih Kesehatan. Jakarta: Amzah. 2010 Akbar, Muhammad Jihad. Mukjizat ibadah fajar. Jakarta: ALIFBATA. 2007 Al-Jaziri, Abdurrahman. Kitab Shalat Fikih Empat Mahzab. Jakarta: Penerbit Mizan. 2010 Al-Qahthani, said. Panduan Shalat sunnah & shalat Khusus. Jakarta: Almahira. 2010 Al-munajjid, Syaik Muhammad. 33 Faktor yang Membuahkan Kekhusyu’an dalam Shalat: Jakarta: Mizan. 2009 Anggraeny, Sivya. Faktor-faktor Kecemasan Menghadapi Kematian Pada Lansia Di Panti Jompo Kelurahan Kalirejo Kecamatan Lawang. Skripsi. Malang. Fakultas Psikologi Universitas Malang. 2009 Ardani, Tristiadi Ardi. Psikiatri Islam. Malang: Uin Malang Press. 2008 Asmadi. Teknik Prosedural Keperawatan Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta: Salemba Medika. 2008 Ayanih, Ummi. Dahsyatnya Shalat dan Doa Ibu. Jakarta : Raih Asa Sukses. 2010 Ayyub, Hasan Muhammad. Menyiapkan Diri Menggapai Ridha Ilahi. Jakarta: Dar as-Salam, kairo. 2008 Bagir, Haidar. Buat Apa Shalat. Jakarta. Mizan. 2008 Backer. Death And Dying Individuals And Institution. Canada: John Wiley and Sons Inc. 1982 Bailey, J.E. Integrated Production Control Systems : Management Analysis Design. John Wiley & Sons, Inc: New York 1987 Bishop, G.D. Health Psychology Integrating Mind and Body Needham Heights. Allyn and Bacon. 1994 Corr, Nabe & Corr. Death & Dying, Life & Living. USA: WoodsWorth. 2008 Dahlan, Sofiyudin. Teknik Pengambilan Sampel. EGC. 2010
Darmojo, Boedhi. Geriatrik; Ilmi Kesehatan Usia Lanjut. Jakarta: Balai Penerbit. 2009 Dezutter, and other. Role Religion in Attitude Death: Distinguishing between religious belief and style of processing religious content. Diunduh dari: http://ideas.repec.org/p/ner/leuven/urnhd/123456789-120468.html. diakses pada bulan Desember 2013 Djaali & Mujono, Pudji. Pengukuran dalam Bidang Pendidikan. Jakarta: Gunung Mulia. 2007 Efendi, Ferry. Keperawatan Kesehatan Komunitas Teori dan Praktik Dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. 2009 Elzaky, Jamal. Buku Induk Mukjizat Kesehatan Ibadah. Kairo: Syuruq. 2011 Erickson. Vital Involvement in Old Age. New York: W.W. Norton. 1986 Erlangga, Sarvatra Wari. Subjective Well-Being Pada Lansia Penghuni Panti Jompo. Jurnal Psikologi. Jakarta. Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma. 2007 Fatmah. Gizi Usia Lanjut. Jakarta: Penerbit Erlangga. 2010 Fry. Perceived Self-Efficacy Domains as Predictors of Fear of The Unknown and Fear of Dying Among Older Adults Psychology and Aging 18, 474-486. 2003 G.Cremers. Memperkenalkan Psikologi AnalitisKetaksadaran. Jakarta: Gramedia. 1986
Pendekatan
terhadap
Hasan, Aliah B. Purwakania. Psikologi Perkembangan: Menyingkap Rentang Kehidupan Manusia dari Prakelahiran Hingga Pasca Kematian. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2006 Haryanto, Sentot. Psikologi Shalat. Jakarta: Mitra Pustaka. 2003 Hawari, D. Al-Qur’an : Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Dana Bhakti Prima Yasa. 1997 Hidayat, Aziz Alimul. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data. Jakarta: Salemba Medika. 2008 Hidayat, Komarudin. Psikologi Kematian. Jakarta: Penerbit Hikmah. 2007 http://rehsos.kemsos.go.id/modules.php?name=News&file=article&sid=1686. Gerakan Sayangi dan Lindungi Orang Tua. diakses tanggal 12 april 2013
http://menkokesra.go.id diakses tanggal 19 Desember 2013
Hurlock, E.B. Psikologi Perkembangan : Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Alih Bahasa : Istiwidayanti, Soedjarwo. Jakarta: Erlangga (edisi kelima). 1993 Indriyawati, Uni & Zulkaida, Anita. Gambaran Perbedaan Kecemasan Menghadapi Kematian Pada Manula Yang Masih Memiliki Pasangan Dengan Manula yang Sudah Janda. Skripsi. Depok. Fakultas Psikologi. Universitas Gunadarma. 2006 Islah, Gusmian. Doa Menghadapi Kematian Cara Indah Meraih Husnul Khatimah. Jakarta: Mizan. 2006 Keane, R. Essensial of Clinical Geriatric. Singapura: Mc Graw-Hill. 1989 Kendall, P.C. Anxiety State Situation. Journal of Contulting and Clinical Psycology. 2006 Machfoedz, Ircham. Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Penerbit Fitramaya. 2008 Maryam, Siti et al. Mengenal usia lanjut dan perawatannya. Jakarta: Salemba medika. 2008 Mujieb, Abdul. Ensiklopedia Tasawuf Imam Ghazali: Mudah Memahami dan Menjalankan Kehidupan Spiritual. Jakarta: Mizan Publika. 2009 Nasir, Abdul & Muhith, Abdul. Dasar-Dasar Keperawatan Jiwa, Penghantar dan Teori. Jakarta: Penerbit Salemba Medika. 2011 Najati, Muhammad ustman. Psikologi dalam Tinjauan hadist nabi. Jakarta: Mizan. 2001 Noor, Syamsuddin. Mengungkap Rahasia Shalat Para Nabi. Jakarta : PT Wahyu Media. 2009 Nugroho, Adi. Konsep Pengembangan Sistem Basis Data. Bandung: Penerbit Informatika. 2008 Nursalam dan Kurniawati Ninuk Dian. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Terinfeksi. Jakarta: Salemba Medika. 2007 Nursalam. Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. 2008 Notoatmodjo, Soekidjo. Metodologi Penelitian Kesehatan (Edisi Revisi). Jakarta: Rineka Cipta. 2006 Pamungkas, Aris dkk. Hubungan Religius dan Dukungan Sosial Dengan Kecemasan Menghadapi Tutup Usia Pada Lanjut Usia Kelurahan Jebres Surakarta. Skripsi. Surakarta. Fakultas Psikologi Universitas Sebelas Maret. 2008
Panjaitan,MD. Pengaruh Religiusitas terhadap Sikap Terhadap Kematian pada Lanjut Usia. Di unduh dari http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/19289. diakses pada Desember 2013 Papalia. Adult Development And Aging. Singapura: Mc Graw-Hill. 2002 Qodir, Zuly. Muhammadiyah Studies: Reorientasi Gerakan dan Pemikiran Memasuki Abad Kedua. Yogyakarta: Penerbit kanisius. 2010 Samarqandi, Tan Bihul Ghalim. Peringatan Bagi Orang-orang Yang Lupa. Semarang: PT Karya Toha Putra. 1993 Santrock, W. John. Life-Scan Development: Perkembangan Masa Hidup. Jakarta: Erlangga. 2002 Santoso, Dedy. Kecemasan Menjelang Kematian Pada Lanjut Usia. Tesis. Semarang. Universitas Katolik Soegijapranata. 2010 Santoso, Hanna & Ismail, Ardas. Memahami Krisis Lanjut Usia. Jakarta: Gunung Mulia. 2009 Sanusi, M. Kedasyatan Shalat Bagi Kesehatan Manusia. Yogyakarta: Diva Press. 2010 Singgih D. Gunarsa. Dari Anak Sampai Usia Lanjut. Jakarta: Penerbit Lentera. 2004 Shihab, Quraisy. Menjemput Maut Bekal Perjalanan Menuju Allah SWT. Jakarta: Lentera Hati. 2002 Sholeh, Muhammad. Kiat Shalat Khusyu’. Jakarta: Gema Insani. 2008 Sholikhin, Muhammad. The Power Of Sabar. Solo: Salatiga Serangkai. 2009 Singh, A & Nizamie. Kematian dan Sekarat Kesehatan Mental Review diakses dari http://www.psyplexus.com diakses pada april 2013 Stringer, Janet L. Konsep Dasar Farmakologi Panduan Untuk Mahasiswa. Jakarta: EGC. 2006 Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D. Jakarta: ALFABETA. 2012 Sulaiman, Rasjid. Fiqih Islam. Bandung: Sinar Baru Agensindo. 2007 Sutarto, J. Tito & Cokro, C. Ismul. Pensiun Bukan Akhir Segalanya. Jakarta: Penerbit Lentera. 2005 Tamher dan Nurkasiani. Kesehatan Usia Lanjut Dengan Pendekatan Asuhan Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. 2009
Tebba, Sudirman. Nikmatnya Shalat Yang Khusyuk. Tangerang : Pustaka IrVan. 2008 ______________ Nikmatnya Shalat Jamaah. Tangerang : Pustaka IrVan. 2008 ______________ Nikmatnya Shalat. Tangerang : Pustaka IrVan. 2008 ______________ Kiat Sukses Menuju Maut. Tangerang:pustaka irvan. 2006 Umar, Husein. Metode Penelitian Untuk Skripsi Dan Tesis Bisnis. Jakarta: PT Raja Grafindo. 2011 ____________ Metode Riset Bisnis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 2002 Wibisono, Arif. Hubungan Shalat Dengan Kecemasan. Surakarta: Studia Press. 2006 Widdowson Rosalind. Meditasi. Jakarta: Inovasi. 2002 Wijaya, Fredy Setya & Safitri, Rani Merli. Persepsi Terhadap Kematian dan Kecemasan Menghadapi Kematian Pada Lansia. Yogyakarta. Fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana. 2008 Wong, et al. Death Attitude Profile-Revised: A Multidimensional Measure of Attitudes Toward Death. In R.A. Neimeyer (ED) Death Anxiety Hand Book. Research Instrumentation and Aplication. Washington DC: Raylor and Francis. 1994 www. depkes.go.id./download/Buletin Lansia.Pdf diakses pada Januari 2014 Zurinal Z dan Aminuddin. Fiqih Ibadah. Jakarta: Negri Syarif Hidayatullah. 2008
Lembaga Penelitian Islam
Lampiran 1
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FORM
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
ULIR KUESI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
NO. RESPONDEN
:
NAMA PEWAWANCARA
:
TANGGAL WAWANCARA
:
I. BAGIAN A : DATA DEMOGRAFI RESPONDEN
1. Umur Bapak/Ibu saat ini Tuliskan :
3. Pendidikan terakhir a. Tidak Sekolah b. SD
2. Jenis kelamin
c. SMP
( ) Laki-laki
d. SMA
( ) Perempuan
e. Perguruan Tinggi
.
Lampiran 2
BAGIAN B : KUESIONER SHALAT Berilah tanda checklist ( √ ) pada pertanyaan yang tersedia di bawah ini yang mewakili keadaan Bapak/Ibu. S
: SELALU
SR : SERING J
: JARANG
TP : TIDAK PERNAH
NO.
PERTANYAAN
1.
Saya melakukan shalat wajib setiap hari
2.
Saya melaksanakan shalat 5 waktu
3.
Saya shalat tanpa disuruh dari orang lain (Unvalid)
4.
Sebelum shalat saya berwudhu (Unvalid)
5.
Saya shalat menghadap kiblat (Unvalid)
6.
Sebelum shalat saya membersihkan hadast kecil dan besar (Unvalid)
7.
Ketika shalat saya memakai pakaian yang bersih
8.
Saya tidak lupa dengan hitungan rakaat shalat
9.
Selama shalat saya tidak banyak gerak yang dapat membatalkan shalat (Unvalid)
10.
Saya menyempatkan berdzikir seusai shalat
11.
Saya melakukan shalat tepat waktu (Unvalid)
12.
Saya shalat dengan kesadaran penuh (tidak dalam keadaan
S
SR
J
TP
tidur atau mabuk) (Unvalid) 13.
Saya bersikap tenang sewaktu shalat
14.
Selama shalat saya tidak memikirkan hal-hal diluar shalat (Unvalid)
15.
Saya memahami bacaan shalat yang say abaca (Unvalid)
16.
Saya merasa ketika shalat saya seperti dekat dengan Allah SWT
17.
Ketika saya shalat saya hanya melihat ke sujud/sajadah saja (Unvalid)
18.
Ketika shalat saya membaca bacaan shalat dengan suara pelan/didalam hati (Unvalid)
19.
Ketika shalat saya memakai pakaian yang menutup aurat (Unvalid)
Lampiran 3 BAGIAN C : KUESIONER KESIAPAN MENGHADAPI KEMATIAN Berilah tanda checklist ( √ ) pada pertanyaan yang tersedia di bawah ini yang mewakili keadaan Bapak/Ibu. ST
: SANGAT SETUJU
S
: SETUJU
TS
: TIDAK SETUJU
STS
: SANGAT TIDAK SETUJU
NO.
PERTANYAAN
1.
Saya merasa kesehatahan saya tidak lebih baik seperti yang dulu
ST
(muda) 2.
Saya yakin setiap manusia pasti akan mengalami kematian
3.
Saya tidak khawatir dengan keluarga saya ketika saya meninggal nanti karena Allah SWT akan menjaga keluarga saya
4.
Saya yakin kematian tidak menyakitkan
5.
Saya tahu hidup itu hanya sementara
6.
Saya menerima kematian saya sebagai takdir Allah SWT
7.
Saya tahu manusia hidup di dunia hanya untuk ibadah kepada Allah SWT
8.
Untuk
mempersiapkan
kematian,
saya
tidak
pernah
meninggalkan ibadah 9.
Saya menjadi tenang ketika mengingat kematian karena saya merasa masuk syurga
10.
Saya merasa kehidupan akhirat lebih baik dari kehidupan dunia
11.
Saya merasa kehidupan akhirat lebih membahagiakan
S
TS
STS
12.
Saya tidak akan takut akan siksa kubur (Unvalid)
13.
Saya tahu setelah meninggal saya ada di akhirat
14.
Saya tahu apa yang terjadi setelah meninggal nanti
Lampiran 4 Kode
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN RESPONDEN HUBUNGAN SHALAT TERHADAP KESIAPAN MENGHADAPI KEMATIAN PADA LANSIA DI WILAYAH KELURAHAN GONDRONG KECAMATAN CIPONDOH KOTA TANGERANG Assalamualaikum. WR. WB Perkenalkan nama saya Sri Wahyuningsih (109104000002). Saya mahasiswi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Program Studi Ilmu Keperawatan sedang melaksanakan penelitian untuk penulisan skripsi sebagai tugas akhir untuk menyelesaikan pendidikan sebagai Sarjana Keperawatan (S.Kep). Dalam lampiran ini terdapat beberapa pernyataan yang berhubungan dengan penelitian. Untuk keperluan tersebut saya mengharapkan dengan segala kerendahan hati agar kiranya Bapak/Ibu bersedia meluangkan waktunya untuk mengisi kuesioner yang telah disediakan secara sukarela tanpa paksaan dari siapapun. Apabila Bapak/Ibu bersedia saya akan membagikan kuesioner yang harus di isi dengan sejujur-jujurnya dan apa adanya sesuai dengan yang dipertanyakan. Sehingga hasilnya dapat memberikan gambaran yang baik untuk penelitian ini. Kerahasiaan jawaban dan identitas Bapak/Ibu akan dijaga dan hanya diketahui oleh peneliti. Saya ucapkan terima kasih atas bantuan dan keikutsertaan Bapak/Ibu dalam pengisian kuesioner ini. Apakah Bapak/Ibu bersedia? YA / TIDAK Setelah mendapat informasi tentang penelitian ini, saya menyetujui untuk ikut serta dalam penelitian. Saya menyadari bahwa keikutsertaan saya dalam penelitian ini dilakukan secara sukarela dan tanpa dipungut bayaran Tertanda
(Responden)
Lampiran 6 HASIL UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS SHALAT Case Processing Summary N Cases
Valid a
Excluded Total
% 30
100.0
0
.0
30
100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics Cronbach's Alpha
N of Items .843
20
Item-Total Statistics Cronbach's Scale Mean if Item Deleted Shalat Shalat Shalat Shalat Shalat Shalat Shalat Shalat Shalat
Scale Variance if Corrected ItemItem Deleted
Total Correlation
Alpha if Item Deleted
67.7333
33.995
.433
.835
67.5667
35.909
.192
.845
67.5333
36.809
.082
.847
67.5333
34.809
.565
.833
67.4667
36.189
.327
.840
67.4000
37.490
-.019
.846
67.9333
32.064
.550
.829
67.7000
32.907
.682
.825
68.2333
30.806
.660
.822
Shalat Shalat Shalat Shalat Shalat Shalat Shalat Shalat Shalat Shalat Shalat
68.1000
30.852
.690
.821
67.7667
33.771
.460
.834
68.0333
33.137
.469
.833
67.5667
34.806
.523
.834
68.0333
33.344
.485
.833
68.4333
30.875
.607
.826
68.4667
30.878
.561
.829
67.7333
36.478
.069
.852
67.6000
35.421
.301
.840
67.6000
36.179
.216
.843
67.5333
35.430
.423
.837
KESIAPAN MENGHADAPI KEMATIAN Case Processing Summary N Cases
Valid a
Excluded Total
% 30
100.0
0
.0
30
100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics Cronbach's Alpha
N of Items .877
14
Item-Total Statistics Cronbach's Scale Mean if Item Deleted Kematian Kematian Kematian Kematian Kematian Kematian Kematian Kematian Kematian Kematian Kematian Kematian Kematian Kematian
Scale Variance if Corrected ItemItem Deleted
Total Correlation
Alpha if Item Deleted
39.8333
53.592
.199
.881
39.7667
51.978
.446
.874
40.4667
45.016
.794
.855
40.6333
45.137
.684
.861
39.7333
51.651
.511
.873
39.8667
50.395
.648
.868
40.0333
48.861
.695
.864
40.0000
49.034
.745
.864
40.7000
45.459
.643
.863
40.5000
47.293
.642
.864
40.4333
46.185
.638
.864
40.9667
44.309
.600
.867
40.6667
49.540
.304
.884
41.0333
45.275
.488
.877
HASIL UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS PENELITIAN
Distribusi Karakteristik Responden Statistics umur responden N
Valid
sex
pendidikan
sholat
kematian
76
76
76
76
76
0
0
0
0
0
Mean
1.24
.63
.21
98.21
90.74
Median
1.00
1.00
.00
99.00
92.00
1
1
0
100
Std. Deviation
.513
.486
.471
2.531
5.914
Variance
.263
.236
.222
6.408
34.970
2.127
-.557
2.201
-1.864
-1.069
.276
.276
.276
.276
.276
3.812
-1.737
4.305
3.598
.959
.545
.545
.545
.545
.545
Minimum
1
0
0
89
73
Maximum
3
1
2
100
100
25
1.00
.00
.00
97.00
88.00
50
1.00
1.00
.00
99.00
92.00
75
1.00
1.00
.00
100.00
95.00
Missing
Mode
Skewness Std. Error of Skewness Kurtosis Std. Error of Kurtosis
Percentiles
a. Multiple modes exist. The smallest value is shown
Umur Responden Cumulative Frequency
Percent
Valid Percent
Percent
Valid 60-70
61
80.3
80.3
80.3
70-90
12
15.8
15.8
96.1
>90
3
3.9
3.9
100.0
Total
76
100.0
100.0
93
a
Jenis Kelamin Cumulative Frequency
Percent
Valid Percent
Percent
Valid Pria
28
36.8
36.8
36.8
Wanita
48
63.2
63.2
100.0
Total
76
100.0
100.0
Pendidikan Cumulative Frequency
Percent
Valid Percent
Percent
Valid SD
62
81.6
81.6
81.6
SMP
12
15.8
15.8
97.4
SMA
2
2.6
2.6
100.0
Total
76
100.0
100.0
Kuesioner Shalat Case Processing Summary N Cases
Valid a
Excluded Total
% 76
100.0
0
.0
76
100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics Cronbach's Alpha Based on Cronbach's
Standardized
Alpha
Items .605
N of Items .659
7
Item-Total Statistics Cronbach's Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Corrected ItemItem Deleted
Total Correlation
Alpha if Item Deleted
q1
23.28
2.043
.379
.581
q2
23.33
1.664
.587
.494
q7
23.28
2.016
.268
.589
q8
23.51
1.746
.187
.630
q10
23.43
1.262
.491
.496
q13
23.28
2.016
.268
.589
q16
23.39
1.549
.344
.564
Kuesioner Kesiapan Menghadapi Kematian Uji Validitas dan Reliabilitas
Case Processing Summary N Cases
Valid a
Excluded Total
% 76
100.0
0
.0
76
100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Item-Total Statistics Cronbach's Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Corrected ItemItem Deleted
Total Correlation
Alpha if Item Deleted
Q1
43.74
9.796
.462
.710
Q2
43.71
9.728
.666
.702
Q3
43.93
9.662
.311
.721
Q4
44.36
9.832
.080
.773
Q5
43.75
9.523
.648
.697
Q6
43.74
9.583
.654
.698
Q7
43.78
9.269
.635
.692
Q8
43.79
9.288
.604
.694
Q9
44.05
9.517
.255
.731
Q10
44.28
9.323
.357
.716
Q11
44.26
9.183
.396
.711
Q13
44.07
9.582
.252
.731
Q14
44.13
9.476
.263
.730
Uji Reliabilitas Reliability Statistics Cronbach's Alpha
N of Items .732
13
UJI DISTRIBUSI DATA DAN KORELASI Uji Distribusi Data Tests of Normality a
Kolmogorov-Smirnov Statistic
df
Sig.
Shalat
.336
76
.000
Kesiapan Menghadapi Kematian
.189
76
.000
a. Lilliefors Significance Correction
Uji Hubungan Shalat Terhadap Kesiapan Menghadapi Kematian Correlations Kesiapan Menghadapi Kematian
Kekhusuan Shalat Spearman's rho
Shalat
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Kesiapan Menghadapi Kematian
1.000
.008
.
.948
76
76
Correlation Coefficient
.008
1.000
Sig. (2-tailed)
.948
.
76
76
N
Hasil Uji Pada Masing-Masing Aspek Shalat dan Aspek Kesiapan Menghadapi Kematian
Correlations Kesiapan Menghadapi
Frekuensi Shalat Ketentuan Shalat Spearman's rho
Frekuensi Shalat
Correlation Coefficient
1.000
Sig. (2-tailed) N Ketentuan Shalat
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Kekhusyuan Shalat
Kematian Secara Psikis
**
Kematian Secara
Shalat
Psikis .260
*
-.015
.
.002
.024
.896
76
76
76
76
**
1.000
**
-.184
.002
.
.001
.111
76
76
76
76
**
1.000
-.074
.353
*
.260
Sig. (2-tailed)
.024
.001
.
.524
76
76
76
76
-.015
-.184
-.074
1.000
.896
.111
.524
.
76
76
76
76
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
.362
.362
Correlation Coefficient
N Kesiapan Menghadapi
.353
Kekhusyuan
Correlations Kesiapan Menghadapi
Frekuensi Shalat Ketentuan Shalat Spearman's rho
Frekuensi Shalat
Correlation Coefficient
1.000
Sig. (2-tailed) N Ketentuan Shalat
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Kekhusyuan Shalat
Kematian Secara Spiritual
**
Kematian Secara
Shalat
Spiritual .260
*
.207
.
.002
.024
.073
76
76
76
76
**
1.000
**
-.024
.002
.
.001
.835
76
76
76
76
**
1.000
.257
.353
*
*
.260
Sig. (2-tailed)
.024
.001
.
.025
76
76
76
76
Correlation Coefficient
.207
-.024
.257
*
1.000
Sig. (2-tailed)
.073
.835
.025
.
76
76
76
76
N **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
.362
.362
Correlation Coefficient
N Kesiapan Menghadapi
.353
Kekhusyuan
Statistics
N
Valid
psikis
spiritual
menghadapi
menghadapi
kematian
kematian 76
76
0
0
Mean
23.29
24.34
Median
24.00
24.00
24
26
Std. Deviation
1.742
2.206
Variance
3.035
4.868
-2.449
-.288
.276
.276
4.650
-.824
.545
.545
Minimum
18
20
Maximum
24
28
1770
1850
10
20.00
21.00
20
24.00
22.00
Missing
Mode
Skewness Std. Error of Skewness Kurtosis Std. Error of Kurtosis
Sum Percentiles
25
24.00
23.00
30
24.00
23.00
40
24.00
24.00
50
24.00
24.00
60
24.00
25.20
70
24.00
26.00
75
24.00
26.00
80
24.00
26.00
90
24.00
27.00
Statistics kekhusyuan frekuensi shalat ketentuan shalat N
Valid
shalat
76
76
76
0
0
0
Mean
7.89
11.53
7.83
Median
8.00
12.00
8.00
8
12
8
Std. Deviation
.419
.856
.551
Variance
.175
.733
.304
-4.054
-2.180
-3.513
.276
.276
.276
15.627
4.869
12.469
.545
.545
.545
Minimum
6
8
5
Maximum
8
12
8
600
876
595
10
8.00
10.70
7.00
20
8.00
11.00
8.00
25
8.00
11.00
8.00
30
8.00
11.00
8.00
40
8.00
12.00
8.00
Missing
Mode
Skewness Std. Error of Skewness Kurtosis Std. Error of Kurtosis
Sum Percentiles
50
8.00
12.00
8.00
60
8.00
12.00
8.00
70
8.00
12.00
8.00
75
8.00
12.00
8.00
80
8.00
12.00
8.00
90
8.00
12.00
8.00
Statistics Kesiapan Menghadapi Shalat N
Valid
Kematian 76
76
0
0
Mean
27.25
47.63
Median
28.00
48.00
28
50
Std. Deviation
1.498
3.306
Variance
2.243
10.929
Minimum
20
39
Maximum
28
52
Missing
Mode
Sum Percentiles
2071
3620
10
26.00
42.70
20
27.00
45.00
25
27.00
46.00
30
27.00
47.00
40
28.00
48.00
50
28.00
48.00
60
28.00
49.00
70
28.00
50.00
75
28.00
50.00
80
28.00
50.00
90
28.00
51.00