HUBUNGAN POPULASI AWAL DAN TINGKAT KEJADIAN PENYAKIT NEMATODA TERBAWA BENIH PADI (Aphelenchoides besseyi Christie)
ELVINA EFENDI
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
ABSTRAK ELVINA EFENDI. Hubungan Populasi Awal dan Tingkat Kejadian Penyakit Nematoda Terbawa Benih Padi (Aphelenchoides besseyi Christie). Dibimbing oleh SUPRAMANA. Nematoda penyebab penyakit pucuk putih (Aphelenchoides besseyi) merupakan salah satu parasit penting pada padi karena mampu menurunkan produksi hingga 54%. Nematoda ini mampu bertahan dan disebarkan melalui benih. Oleh karena itu, jumlah nematoda yang terbawa pada benih akan memengaruhi kejadian penyakit di pertanaman. Akan tetapi, informasi mengenai hubungan antara jumlah A. besseyi dan kejadian penyakit pucuk putih pada padi belum dilaporkan di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi hubungan populasi awal A. besseyi dengan tingkat kejadian penyakit pucuk putih pada lima kultivar padi di Indonesia, yaitu pada kultivar Ciherang, HIPA 14,IPB 3S, Pertiwi-1, dan Sintanur. Penelitian ini dilakukan pada kondisi rumah kaca dan disusun dalam rancangan percobaan petak terbagi acak lengkap dengan empat ulangan. Peubah-peubah yang diamati adalah tingkat kejadian penyakit, perkembangan gejala, daya kecambah benih, dan pertumbuhan tanaman. Populasi awal A. besseyi berkorelasi positif dengan tingkat kejadian penyakit, menurunkan vigor tanaman, tetapi tidak menurunkan daya kecambah benih. Kata kunci: daya kecambah, korelasi positif, vigor.
ABSTRACT ELVINA EFENDI. Relationship Between Initial Population and Disease Incidence Levels of the Rice Seed-borne Nematode (Aphelenchoides besseyi Christie). Supervised by SUPRAMANA. The white tip nematode (Aphelenchoides besseyi) is an important parasite of rise that cause yield loss up to 54%. The nematodes are able to survive and disseminate through seeds. Therefore, the number of nematodes carried in the seed will affect the disease intensity in the field. However, information about the relationship between number of A. besseyi and disease incidence of white tip on rice has not been reported in Indonesia. This research is aimed to evaluate the relation between initial population of A. besseyi and disease incidence level of white tip on five rice cultivars in Indonesia, that are Ciherang, HIPA 14, IPB 3S, Pertiwi-1, and Sintanur. The experiment was conducted in the green house and arranged in a completely randomized split-plot design with four replications. Disease incidence levels, symptom development, seed germination, and plant growth were observed. Initial population of A. besseyi are correlated positively with the disease incidence levels, reduced plant vigor, but did not reduce the germination of seeds. Keywords: germination, plant vigor, positive correlation.
© Hak Cipta Milik IPB, tahun 2016 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
HUBUNGAN POPULASI AWAL DAN TINGKAT KEJADIAN PENYAKIT NEMATODA TERBAWA BENIH PADI (Aphelenchoides besseyi Christie)
ELVINA EFENDI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Proteksi Tanaman
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
Judul Skripsi
: Hubungan Populasi Awal dan Tingkat Kejadian Penyakit Nematoda Terbawa Benih Padi (Aphelenchoides besseyi Christie) Nama Mahasiswa : Elvina Efendi NIM : A34120001
Disetujui oleh
Dr. Ir. Supramana, M.Si. Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Ir. Suryo Wiyono, M.Sc.Agr Ketua Departemen
Tanggal lulus:
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala atas rahmat dan petunjuknya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian tugas akhir yang berjudul “Hubungan Populasi Awal dan Tingkat Kejadian Penyakit Nematoda Terbawa Benih Padi (Aphelenchoides besseyi Christie)”, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Nematologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman dari November 2015 sampai Maret 2016 dengan topik nematoda terbawa benih padi. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Supramana, M.Si. selaku pembimbing akademik dan pembimbing skripsi yang banyak memberi arahan dan bimbingan selama masa perkuliahan dan pelaksanaan tugas akhir dan juga kepada Dra. Endang Sri Ratna, Ph.D yang memberikan masukan untuk perbaikan skripsi. Ucapan terimaksih juga penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Ali Nurmansyah, M.Si yang telah memberikan arahan dalam penyusunan rancangan perobaan serta analisis data dan juga kepada Ibu Fitrianingrum Kurniawati, SP. M.Si atas bantuannya dalam penyediaan benih sumber inokulum serta dukungan dan diskusinya. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Bapak Gatut Heru Bromo selaku laboran atas bimbingan dan arahannya pada saat orientasi laboratorium; Bapak Iyan dari Balai penelitian padi (Balitpa) Kebun Percobaan Muara untuk bantuannya dalam penyediaan benih sumber inokulum; Bapak Yusuf untuk bantuannya dalam perizinan penggunaan rumah plastik, kegiatan-kegiatan teknis peralatan penelitian; rekan-rekan Laboratorium Nematologi Tumbuhan untuk dukungan, kerjasama, dan diskusinya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Sopiah dan Bapak Adam Wahid Efendi selaku orang tua, keluarga, dan seluruh dosen serta tenaga kependidikan Departemen Proteksi Tanaman, rekan-rekan Proteksi Tanaman 49, dan rekan-rekan lain yang banyak membantu kelancaran studi hingga menyelesaikan program pendidikan S1 dengan memberikan semangat dan dukungan. Tidak lupa penulis sampaikan terima kasih kepada Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi (Dikti) yang telah memberikan beasiswa Bidikmisi kepada penulis sehingga penulis mendapatkan kesempatan untuk berkuliah dan menyelesaikan tugas akhir di IPB. Semoga penelitian ini bermanfaat.
Bogor, Mei 2016 Elvina Efendi
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penyiapan Populasi Awal A. besseyi Eliminasi A. besseyi untuk Memperoleh Benih Bebas Nematoda Penyiapan Benih untuk Penanaman Perhitungan Daya Berkecambah Penanaman Benih dan Pemeliharaan Tanaman Pengamatan Kejadian Penyakit Pucuk Putih Pengamatan Karakter Agronomi Bibit Padi Rancangan Percobaan dan Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN Penyebab Penyakit Pucuk Putih Padi Populasi Awal A. besseyi pada Beberapa Kultivar Padi Perlakuan Panas untuk Eliminasi A. besseyi dan Pengaruhnya terhadap Daya Kecambah Benih Padi Perkembangan Gejala Pucuk Putih Hubungan Populasi Awal dengan Kejadian Penyakit Pucuk Putih Pengaruh Populasi Awal terhadap Pertumbuhan Tanaman SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA
1 1 3 3 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4 5 5 5 5 6 7 8 10 12 14 14 14 14
DAFTAR TABEL 1 2 3 4
Populasi awal A. besseyi pada kelima kultivar padi Persamaan regresi hubungan antara populasi awal dan kejadian penyakit Persamaan regresi hubungan antara populasi awal dan tinggi tanaman Persamaan regresi hubungan antara populasi awal dan panjang akar
6 12 13 13
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4
Gejala pucuk putih dan morfologi A. besseyi Daya berkecambah benih padi dengan dan tanpa perlakuan panas Perkembangan gejala pucuk putih Perkembangan kejadian penyakit pucuk putih pada kelima kultivar
7 9 10 11
DAFTAR LAMPIRAN 1 Populasi awal A. besseyi pada varietas padi Ciherang, HIPA 14, IPB 3S, Pertiwi-1, dan Sintanur 2 Daya berkecambah benih padi pada varietas Ciherang, HIPA-14, IPB 3S, Pertiwi-1, dan Sintanur dengan dan tanpa perlakuan panas 3 Kejadian penyakit pucuk putih pada varietas padi Ciherang, HIPA-14, IPB 3S, Pertiwi-1, dan Sintanur dengan enam tingkatan populasi awal A. besseyi 4 Output regresi kejadian penyakit pucuk putih 5 Tinggi tanaman dan panjang akar 6 Output regresi tinggi tanaman dan panjang akar
18 18 19
21 26 28
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman pangan yang sangat penting keberadaannya di Indonesia. Selain di Indonesia, padi juga menjadi makanan pokok bagi masyarakat di negara Asia lainnya. Kandungan nutrisi utama pada padi adalah karbohidrat yang menjadi sumber glukosa bagi manusia. Produksi padi relatif mengalami peningkatan selama lima tahun terakhir. Menurut BPS (2016), besarnya produksi padi lima tahun terakhir dari tahun 2011 sampai 2015 berturut-turut yaitu 65.76 juta ton, 69.06 juta ton, 71.28 juta ton, 70.85 juta ton, dan 75.36 juta ton. Pada tahun 2014 terjadi penurunan produksi padi dari produksi 71.28 juta ton pada tahun 2013 menjadi 70.85 juta ton pada tahun 2014 atau turun sebesar 0.43 juta ton (BPS 2016). Padi membutuhkan kondisi optimal untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Syarat pertumbuhan tanaman padi yaitu pada iklim tropis/subtopis dengan curah hujan rata-rata 1 500-2 000 mm/tahun pada ketinggian 0-650 m dpl. Padi memerlukan penyinaran matahari penuh tanpa naungan. Suhu optimum yang dibutuhkan untuk pertumbuhannya yaitu 22-27 oC (Menristek 2000). Sementara itu, permasalahan biotik dalam pencapaian potensi produksi padi dibatasi oleh adanya gangguan organisme pengganggu tumbuhan (OPT) khususnya dari kelompok penyakit tanaman. Beberapa penyakit penting tanaman padi yang dianggap sangat merugikan adalah blas (Pyricularia oryzae), hawar pelepah (Rhizoctonia solani), kresek (Xanthomonas oryzae pv. oryzae), dan tungro (Rice spherical tungro virus dan Rice baciliform tungro virus). Sementara itu, penyakit-penyakit oleh nematoda belum dikategorikan sebagai penyakit penting pada tanaman padi. Beberapa nematoda yang menjadi patogen pada tanaman padi adalah Hirschmaniella oryzae, Ditylenchus dipsaci, Meloidogyne graminicola, dan Aphelenchoides besseyi. A. besseyi merupakan nematoda padi yang paling mendapatkan perhatian karena statusnya yang merupakan OPT Karantina A2 (OPT KA2). Status OPT KA2 untuk A. besseyi menunjukkan bahwa menurut publikasi terakhir, nematoda ini sudah ada di Indonesia dengan penyebaran terbatas yaitu Sumatera, Jawa, dan Kalimantan Selatan (Permentan 2015). Artinya, tidak semua kultivar padi yang digunakan oleh petani dinyatakan bebas dari infestasi A. besseyi. Kegiatan produksi benih, pemuliaan tanaman, dan lalu lintas impor ekspor benih memungkinkan patogen (termasuk nematoda) dapat masuk dan menyebar baik antar daerah maupun antar negara. Perlu diupayakan agar tidak terjadi penyebaran A. besseyi ke daerah-daerah lain di Indonesia khususnya melalui benih. A. besseyi merupakan nematoda parasit tanaman yang dapat terbawa benih dan tersebar dengan luas di hampir seluruh pertanaman padi di dunia (Jamali dan Mousanejad 2011). Benih merupakan inokulum primer bagi penyebaran A. besseyi. Patogen ini akan aktif bergerak menuju titik tumbuh daun dan batang tempat patogen ini memperoleh nutrisi. Suhu optimum bagi perkembangan patogen ini yaitu berkisar antara 21-25 oC, memerlukan lapisan air untuk bergerak aktif, serta dapat bertahan pada kondisi kekeringan selama 2-3 tahun (EPPO
2
2013). Patogen ini dapat menyebar melalui berbagai cara yang meningkatkan kesulitan dalam pengendaliannya. Setiap kultivar tanaman memiliki karakteristik tertentu yang membedakan dari kultivar lainnya secara genetik (Utama dan Haryoko 2009). Salah satu karakteristik dari berbagai kultivar adalah perbedaannya terhadap cekaman biotik seperti infeksi dari patogen (Silitonga 2004). Perbedaan genetik dari kultivarkultivar tersebut dapat terekspresi secara fenotip dalam bentuk perbedaan gejala yang ditimbulkan atau luas infeksi ketika adanya infeksi dan infestasi dari patogen. Ketahanan kultivar padi terhadap suatu patogen merupakan salah satu peubah yang tercantum dalam deskripsi kultivar. Penggunaan benih bersertifikat di kalangan petani masih sangat rendah karena penyediaan yang tidak mencukupi dan kultivar lokal kalah bersaing dengan kultivar impor. Salah satu komponen dalam sertifikasi benih adalah potensi benih dalam membawa patogen sehingga dibutuhkan laporan yang akan menunjukkan apakah benih tersebut mampu membawa suatu mikroorganisme secara efektif (Nurdin 2003). Oleh karena itu, dibutuhkan penelitian mengenai potensi nematoda terbawa benih pada beberapa kultivar padi (Neergard 1969). Pengendalian A. besseyi menjadi perhatian dalam budidaya padi karena mengingat potensi kehilangan hasil yang dapat disebabkannya mencapai 54% (EPPO 2013). Perlakuan benih dengan menggunakan air panas dapat menjadi alternatif pengendalian yaitu dengan mengurangi jumlah individu nematoda pada benih padi (Feng et al. 2013). Selain itu, pengurangan penyebaran inokulum A. besseyi di lapang bisa dilakukan dengan cara menggunakan benih padi bersertifikat (BPTP 2010). Dalam sertifikasi benih, dapat diperoleh informasi mengenai deskripsi dan status ketahanan kultivar terhadap cekaman biotik dan abiotik. Salah satu pengendalian yang diketahui untuk mengendalikan patogen ini adalah dengan cara perlakuan panas. Beberapa cara pengendalian A. besseyi yang telah dilakukan pada penelitian sebelumnya yaitu pengendalian dengan uap panas dan menggunakan pengendalian kimia (Tenente et al. 2006). Menurut Prasad dan Varaprasad (1992), pengendalian A. besseyi dengan uap panas tidak dapat mengeliminasi nematoda. Hal ini dikarenakan beberapa nematoda telah memiliki tingkat resistensi yang cukup tinggi terhadap perlakuan uap panas dan perlakuan kimia. Percobaan lain juga menunjukkan bahwa pengendalian A. besseyi menggunakan fumigasi juga tidak cukup efektif mengeliminasi A. besseyi (Tenente et al. 1994). Perlakuan yang efektif untuk mengendalian A. besseyi saat ini yaitu dengan menggunakan perlakuan air panas dan menggunakan pre-soaking atau perendaman pendahuluan (IRRI 1994). Penelitian tentang A. besseyi di Indonesia belum dilaporkan. Sementara itu di luar negeri, telah banyak penelitian yang dilakukan untuk mengevaluasi hubungan antara populasi nematoda dengan kejadian penyakit, pembentukan malai, dan produksi padi, mengevaluasi pengaruh keberadaan A. besseyi terhadap perkecambahan benih dan vigor tanaman, dan mengevaluasi teknik-teknik pengendalian untuk mengeliminasi A. besseyi. Penelitian-penelitian ini menjadi sangat penting untuk dilakukan mengingat A. besseyi merupakan satu-satunya nematoda yang mampu bertahan di dalam benih dalam jangka waktu penyimpanan benih padi yang relatif panjang.
3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi hubungan populasi awal nematoda A. besseyi pada benih dengan tingkat kejadian penyakit di pembibitan pada kultivar Ciherang, HIPA 14, IPB 3S, Pertiwi-1, dan Sintanur serta pengaruhnya terhadap vigor tanaman. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu acuan pengujian kesehatan benih dalam rangka sertifikasi benih padi bebas patogen.
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Nematologi Tumbuhan Instiut Pertanian Bogor pada bulan Oktober 2015 sampai Februari 2016. Alat dan Bahan Peralatan yang digunakan pada penelitan ini adalah corong Baermann yang dimodifikasi, mikroskop cahaya (compound) dan stereoskopik, baki/nampan, kawat dengan lubang (1 cm2), timbangan digital, kain kasa, water bath, dan hand counter, cawan petri, dan kertas saring. Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah benih padi kultivar Ciherang, HIPA 14, IPB 3S, Sintanur, dan Pertiwi-1, media tanam arang sekam, dan pupuk NPK. Metode Persiapan Populasi Awal dan Sumber Benih Uji Penyiapan Populasi Awal A. besseyi Benih padi kultivar Ciherang, Sintanur, dan HIPA 14 diperoleh dari Balai Penelitian Padi (Balitpa) Muara Ciapus Bogor, sementara kultivar Pertiwi-1 dan IPB 3S diperoleh dari kios pertanian. Ekstraksi diawali dengan menggunting bagian pangkal benih (5 g untuk masing-masing kultivar). Tujuan pengguntingan ini adalah untuk meningkatkan jumlah nematoda yang yang terekstraksi. Setelah digunting, benih dan potongan benih dimasukkan ke dalam kain kasa. Ekstraksi nematoda dilakukan dengan metode modifikasi corong Baermann (IRRI 1994). Inkubasi dilakukan selama 24 jam pada kondisi gelap suhu 27 oC dengan tujuan memodifikasi kondisi sesuai dengan habitat alaminya. Hasil ekstraksi disaring menggunakan saringan 500 mesh. Perhitungan nematoda dibantu menggunakan mikroskop stereoskopik perbesaran 40 kali dan hand counter sehingga diperoleh informasi jumlah inokulum nematoda dalam 5 g benih. Perhitungan nematoda dilakukan dengan cara sampling dan dilakukan pengenceran suspensi nematoda (Coyne et al. 2007).
4
Eliminasi A. besseyi untuk Memperoleh Benih Bebas Nematoda Metode perlakuan air panas dengan pre-soaking dilakukan dengan cara merendam benih terlebih dahulu menggunakan air bersuhu 26 oC selama 3 jam. Selanjutnya benih direndam menggunakan water bath bersuhu 55 oC selama 20 menit (IRRI 1994). Setelah dilakukan perendaman, benih diangkat dan dikeringanginkan. Benih yang sudah bebas dari nematoda ini disimpan ke dalam lemari pendingin sampai dengan akan digunakan. Penyiapan Benih untuk Penanaman Setelah diperoleh informasi jumlah nematoda per gram benih, benih tanpa perlakuan panas (benih mengandung nematoda) dicampur dengan benih dengan perlakuan panas (benih bebas nematoda) dengan perbandingan 0:5, 1:5, 2:5, 3:5, 4:5, 5:5 (6 konsentrasi). Setiap proporsi tersebut mengandung 5 g benih bebas nematoda dan dicampur dengan 0, 1, 2, 3, 4, dan 5 g mengandung nematoda. Benih yang mengandung nematoda memiliki jumlah nematoda yang berbeda-beda untuk setiap kultivar bergantung pada hasil perhitungan populasi awal. Percobaan Hubungan Populasi Awal A. besseyi terhadap Daya Kecambah dan Tingkat Kejadian Penyakit Perhitungan Daya Berkecambah Benih yang dihitung daya berkecambahnya dari setiap kultivar adalah benih yang dilakukan perlakuan panas (tidak mengandung nematoda) dan benih yang tidak dilakukan perlakuan panas (mengandung nematoda). Benih ditanam di dalam cawan petri yang sudah dilapisi oleh kertas saring sebanyak 4 lapis. Jumlah benih yang ditanam berjumlah 20 benih setiap cawan. Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 5 kali sehingga jumlah unit percobaan berjumlah 1 000 benih. Inkubasi dilakukan pada kondisi 12 jam gelap dan 12 jam terang pada suhu ruang. Pengamatan dilakukan setiap hari selama 6 hari. Daya berkecambah dihitung dengan jumlah benih yang berkecambah dibagi dengan jumlah benih yang ditanam. Selain itu, diamati pula kecepatan tumbuh benih. Penanaman Benih dan Pemeliharaan Tanaman Benih yang ditanam diambil dari hasil pencampuran benih dengan perlakuan dan tanpa perlakuan yang dipilih secara acak. Benih ditanam sebanyak 3 benih per lubang dengan 4 ulangan serta masing-masing ulangan memiliki 8 unit perobaan. Total unit percobaan adalah 2 880 tanaman (5 kultivar, 6 konsentrasi, 4 ulangan, 8 unit per ulangan, 3 benih per lubang). Tanaman disiram setiap hari dan diberi pupuk NPK dengan konsentrasi 10 g per liter pada hari ke-5 dan ke-10 setelah tanam. Pengamatan Kejadian Penyakit Pucuk Putih Perhitungan kejadian penyakit pucuk putih dilakukan menggunakan rumus n/N x100%, n adalah jumlah tanaman yang bergejala; N adalah jumlah tanaman yang diamati. Pengamatan dilakukan pada 10 – 26 HST dengan interval waktu pengamatan dua hari.
5 Pengamatan Karakter Agronomi Bibit Padi Karakter agronomi yang diamati adalah tinggi tanaman dan panjang akar. Pengamatan ini dilakukan pada akhir masa pengamatan setelah waktu pengamatan kejadian penyakit pucuk putih berakhir. Pengamatan ini dilakukan untuk melihat pengaruh peningkatan populasi A. besseyi terhadap vigor tanaman. Rancangan Percobaan dan Analisis Data Rancangan Percobaan Populasi awal A. besseyi tiap kultivar dan daya berkecambah benih disusun dalam rancangan acak lengkap satu faktor. Kejadian penyakit pucuk putih dan pertumbuhan tanaman disusun dalam rancangan acak lengkap petak terbagi (faktor utama: kultivar, faktor tambahan: konsentrasi nematoda). Analisis Data Perhitungan populasi awal A. besseyi dihitung nilai rata-rata dan standar deviasinya. Data perkembangan insidensi penyakit disajikan dalam bentuk grafik yang diolah dengan menggunakan analisis regresi dengan menambahkan faktor terkoreksi yaitu mengurangi dengan kejadian penyakit pada saat populasi 0 (tidak ada A. besseyi) menggunakan program Microsoft Office Excel 2010. Perbandingan pengaruh antar konsentrasi dari masing-masing kultivar dilihat dari persamaan regresi dan besarnya nilai R2. Daya berkecambah diuji lanjut dengan uji beda nyata jujur (Tukey) dengan α=0.05. Sebelum diolah secara statistik, data daya berkecambah dan kejadian penyakit pucuk putih ditransformasi menggunakan tipe transformasi Arcsin.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penyebab Penyakit Pucuk Putih Padi Aphelenchoides besseyi merupakan patogen tular benih pada padi. A. besseyi dapat ditemukan pada benih tanpa menunjukkan gejala atau gejala berupa garis hitam pada bulir padi. Bibit padi yang terinfeksi A. besseyi akan menunjukkan gejala berupa pucuk putih. Patogen ini melakukan penetrasi ke dalam jaringan tanaman melalui benih, ketika benih mulai ditanam, nematoda menjadi aktif bergerak ke titik tumbuh (daun dan batang) dan menyerap nutrisi secara ektoparasitik (EPPO 2013). Gejala yang ditemukan pada penelitian ini sesuai dengan pernyataan Feng et al. (2013) bahwa gejala akibat patogen ini adalah pucuk menjadi berwarna putih, klorosis, dan mengeriput (Gambar 1 a). Kejadian penyakit yang tinggi dan interaksi yang kondusif dengan faktor abiotik lainnya dapat menyebabkan kematian bibit. Gejala ini sesuai dengan pernyataan Fortuner dan Williams (2013). Pengamatan mikroskopis menunjukkan bahwa A. besseyi memiliki bentuk tubuh ramping dan panjang 0.63 mm (Gambar 1 b). Tipe stilet dari A. besseyi adalah stomatostilet. Terdapat tumpang tindih (overlaping) antara esofagus dan intestine dari A. besseyi (Gambar 1 c). Karakteristik lain dari A. besseyi adalah terdapat mukro pada ujung ekor (Gambar 1 d). Karakter yang ditemukan pada
6
percobaan sesuai dengan ciri morfologi A. besseyi yang dikemukakan oleh EPPO (2013). Gejala penyakit dan morfologi A. besseyi dapat dilihat pada Gambar 1.
a Gambar 1
b
c
d
Gejala pucuk putih pada padi (a), morfologi A. besseyi dengan perbesaran 10 x 10 (b) Bagian anterior dengan perbesaran 40 x10 (c), Bagian posterior dengan perbesaran 40 x 10 (d)
A. besseyi yang telah diisolasi dari benih dapat dipreservasi di lemari pendingin atau dibiakkan pada cendawan Alternaria alternata (Jamali et al. 2008). Gokte dan Mathur (1991) menyatakan bahwa jumlah individu nematoda pada bagian embrio paling banyak yaitu mencapai 480 per 100 butir benih. Sementara itu, jumlah individu nematoda pada bagian tengah dan ujung padi berturut-turut adalah 15 dan 2 individu nematoda. Lokasi patogen ini bertahan pada benih yaitu pada palea benih padi dengan posisi melingkar (EPPO 2013). Cara penyebaran patogen ini yaitu melalui benih dan saluran irigasi (Kementan 2014). Gejala yang ditimbulkan oleh A. besseyi pada tanaman padi dapat berbeda sesuai dengan genotip tanaman padi. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari warna, panjang klorosis, gejala mengeriput pada daun, tinggi tanaman. Selain itu, menurut Tulek et al. (2015), perbedaan respon tanaman terhadap A. besseyi juga dapat dilihat dari bobot benih per malai. Jumlah A. besseyi per gram benih berkorelasi positif dengan kejadian peyakit yang dapat ditimbulkan. Menurut EPPO (2013), dalam satu benih padi dapat mengandung 14 juvenil A. besseyi. Umumnya, aktivitas A. besseyi tinggi terjadi pada curah hujan yang tinggi. Hal tersebut terjadi karena infeksi nematoda bergantung pada keberadaan film air dan terjadi pada suhu 8-30 oC. Gejala pada tanaman dapat mulai dilihat pada 6 hari setelah tanam (HST). Fase yang paling rentan terhadap A. besseyi adalah pembibitan (vegetatif) padi, namun pengaruhnya juga dapat dilihat pada fase generatif berupa penurunan produksi malai (EPPO 2013). Populasi Awal Aphelenchoides besseyi pada Beberapa Kultivar Padi Hasil perhitungan populasi awal nematoda A. besseyi pada beberapa kultivar padi menujukkan bahwa terdapat lebih dari 50 individu nematoda per gram benih padi. Populasi nematoda per gram benih padi dapat dilihat pada Tabel 1.
7
Kultivar Ciherang HIPA 14 IPB 3S Pertiwi-1 Sintanur
Tabel 1 Populasi awal per gram benih padi Rataan populasi A. besseyi (individu/g benih) 54.67±16.29 36.27±7.17 40.47±11.38 50.73±23.94 68.07±9.68
Berdasarkan Tabel 1, terlihat bahwa populasi awal nematoda per gram benih jumlah nematoda per gram benih beragam antar kultivar. Menurut Tulek et al. (2015) salah satu kultivar padi di Turki yang termasuk rentan terhadap nematoda terdapat 90 individu nematoda per gram benih padi. Kondisi penyimpanan benih sangat berpengaruh terhadap jumlah nematoda pada benih padi. Populasi nematoda pada benih padi meningkat pada benih yang telah disimpan selama 18 bulan. Begitu juga dengan lama penyimpanan 24 hingga 30 bulan. Benih yang menunjukkan keragaan sehat bukan berarti benih tersebut akan terbebas dari nematoda atau mngandung sedikit nematoda. Kondisi penyimpanan benih sama dengan kondisi untuk A. besseyi dapat bertahan pada benih (Tenente et al. 1994). Perlakuan Panas untuk Eliminasi A. besseyi dan Pengaruhnya terhadap Daya Kecambah Benih Padi Percobaan pengukuran daya kecambah benih menunjukkan bahwa perlakuan panas menggunakan suhu 55 oC selama 20 menit menghasilkan dua informasi. Adanya infeksi A. besseyi tidak menurunkan daya berkecambah benih dapat dilihat pada kode kultivar yang bertanda (-) memiliki daya berkecambah diatas 80% sampai hari ke-6. Informasi lainnya adalah perlakuan air panas tidak mengganggu daya berkecambah benih dapat dilihat pada kode kultivar yang bertanda (+) memiliki daya berkecambah di atas 80% meskipun pada awal pengamatan daya berkecambahnya masih rendah. Namun, seiring peningkatan hari pengamatan daya berkecambah benih meningkat sama dengan kemampuan berkecambah benih normal. Perlakuan yang memiliki daya kecambah yang rendah hingga akhir pengamatan adalah P + yaitu, kultivar Pertiwi-1 yang diberi perlakuan panas. Daya kecambah yang rendah ini berkaitan dengan karakter genetik dari kultivar tersebut setelah menghadapi cekaman suhu tinggi. Metode yang digunakan adalah perlakuan air panas. Perlakuan air panas merupakan metode terbaik untuk mengeliminasi nematoda dibandingkan dengan metode-metode lainnya. Hal ini sesuai dengan publikasi dari IRRI (1994) yang menyatakan bahwa perlakuan panas untuk eliminasi A. besseyi menggunkan suhu 55 oC selama 20 menit dan perlakuan pre-soaking selama 3 jam dapat mengeliminasi 100% A. besseyi. Sementara itu, metode lain seperti perlakuan pada suhu yang sama menggunakan uap panas tidak mampu mengeliminasi nematoda (Prasad dan Varaprasad 1992). Keberadaan nematoda tidak memengaruhi daya kecambah benih padi. Namun, vigor ketika di pertanaman akan dipengaruhi oleh keberadaan nematoda (Tenente et al. 1994). Pengamatan daya kecambah diakhiri pada hari ke-6 karena sudah ditemukan pertumbuhan cendawan dan bakteri terbawa benih. Daya
8
kecambah benih padi baik yang diberi perlakuan panas maupun tanpa perlakuan panas dapat dilihat pada Gambar 2. a
b
c
d
e
f
Gambar 2 Daya kecambah benih padi pada kelima kultivar dengan perlakuan panas (+), tanpa perlakuan panas (-), hari ke-1 sampai 6 (a-f) pada kultivar IPB 3S (I), Sintanur (S), Pertiwi-1 (P), Ciherang (C), Hibrida (H) Perkembangan Gejala Pucuk Putih Nematoda A. besseyi akan menimbulkan gejala berupa warna putih pada pucuk daun padi. Gejala mulai muncul mulai padi berumur 5 hari setelah berkecambah (8 HST). Perkembangan gejala dimulai dari pucuk daun yang lama kelamaan akan memanjang sampai ke pangkal. Gejala pucuk putih akan berkembang dengan diikuti nekrosis. Selain pada tanaman yang benihnya
9 terinfestasi nematoda, gejala juga muncul pada tanaman yang benihnya sudah diberi perlakuan panas. Hal ini diduga karena terjadinya penularan nematoda dari satu tanaman ke tanaman lain. Penelitian sebelumnya juga menyebutkan bahwa penularan antar tanaman dapat terjadi ketika berada dalam satu pertanaman (Mahdavian dan Javadi 2012). Pada saat benih disemaikan A. besseyi anabiosis dengan cepat aktif dan tertarik oleh bagian meristematik. Pada pertumbuhan awal A. besseyi berada pada pelepah daun dengan jumlah sedikit. Nematoda ini memarasit dengan cara ektoparasit di sekitar daerah meristem apikal (Luc et al. 1990). Oleh karea itu, gejala yang disebabkan A. besseyi adalah pucuk berwarna putin. Namun, apabila jaringan meristem apikal mati maka jaringan sekitarnya juga akan terpengaruh. Umumnya fase yang infektif dalam menimbulkan gejala pucuk putih ini adalah fase juvenil 4. Benih dapat terinfeksi oleh semua fase perkembangan kecuali juvenil 2. Penurunan kelembapan pada fase pembungaan padi dapat menyebabkan semua juvenil kecuali juvenil 2 masuk ke dalam fase anabiosis. Hal ini dapat menyebabkan tidak adanya juvenil 2 dalam biji yang terinfeksi (Gokte dan Mathur 1991). Adanya infeksi A. besseyi pada benih padi belum tentu menimbulkan gejala pada daun tetapi gejala muncul di bulir pada malai (Fortuner dan Williams 1975). Menurut Feng et al. (2013) Sama halnya dengan kultivar-kultivar yang lain kultivar padi akan memiliki perbedaan gejala ketika diinfeksi oleh A. besseyi. Perbedaan gejala tersebut dapat dilihat pada contoh sebagai berikut, di negara Cina empat kultivar padi yaitu Huanjing, Nanjing, Ninjing, Wuyunjing menunjukkan gejala yang berbeda dalam hal luas nekrosis serta masa inkubasi dari patogen dan karakter-karatkter lain. Selain itu, di negara Iran disebutkan bahwa gejala dari infeksi A. besseyi pada beberapa kultivar padi menunujukkan pemendekan daun bendera diikuti klorosis dan daun mengeriput (Jamali dan Mousanejad 2011). Gejala pucuk putih dapat meluas atau memanjang hingga 3-5 cm (Mahdavian dan Javadi 2012) (Gambar 31-3). Gejala lanjut dimana daun terlihat mengalami nekrosis (Gambar 34-7). Perkembangan gejala dalam percobaan ini dapat dilihat pada Gambar 3.
10
Gambar 3 Perkembangan gejala pucuk putih, gejala awal pucuk putih (1) pucuk putih memanjang (2) daun keriput (3) nekrosis memanjang (4, 5, 6, 7) Gejala pucuk putih timbul karena A. besseyi menyebabkan disintegrasi selsel floem. Pertumbuhan sel akan terhambat dan tidak terbentuknya kloroplas. Pada infeksi yang tinggi, A. besseyi dapat menyebabkan nekrosis (Fortuner dan Williams 1975). Hubungan Populasi Awal dengan Kejadian Penyakit Pucuk Putih Tingkat kejadian penyakit pucuk putih dengan beberapa populasi awal nematoda pada beberapa kultivar padi sangat beragam. Kejadian penyakit pucuk putih pada padi dengan konsentrasi populasi awal yang tinggi akan menimbulkan tingkat kejadan penyakit yang tinggi pula. Gejala mulai ditemui pada umur tanaman 5 hari dan terus berkembang seiring dengan peningkatan umur tanaman. Penelitian ini belum banyak dilakukan di Indonesia sehingga terbatas pada pengamatan kejadian penyakit di pembibitan. Sementara itu, penelitian mengenai A. besseyi sudah banyak dilakukan di luar negeri. Pengukuran ketahanan kultivar terhadap A. besseyi menggunakan indeks rata-rata infeksi (Jamali dan Mousanejad 2011). Kejadian penyakit pucuk putih di pembibitan ini akan memengaruhi keadaan malai yang terbentuk. Hubungan populasi awal nematoda dengan tingkat kejadian penyakit beberapa kultivar dapat dilihat pada Gambar 4.
11 A
B
C
D
E
Gambar 4 Perkembangan kejadian penyakit pucuk putih oleh A. besseyi kultivar IPB 3S (A), HIPA 14 (B), Sintanur (C), Ciherang (D), dan Pertiwi-1 (E) pada berbagai populasi awal (PA) Kejadian penyakit pucuk putih cenderung meningkat seiring pertambahan populasi awal nematoda per gram benih padi. Hal ini dapat dilihat pada grafik yang umumnya semua kultivar menunjukkan peningkatan kejadian penyakit sesuai dengan populasi awal nematoda. Tingkat kejadian penyakit pucuk putih pada seluruh kultivar cenderung tinggi pada tingkat populasi awal tinggi. Kejadian penyakit pada kultivar IPB 3S terus bertambah hingga hari ke-5 pengamatan dan pada akhir pengamatan kejadian penyakit terlihat menurun. Kejadian penyakit pada enam tingkatan populasi awal nematoda pada kultivar HIPA 14 terus bertambah seiring bertambahnya hari pengamatan. Penurunan kejadian penyakit pada kultivar HIPA 14 dan Sintanur terlihat pada hari ke-7 pengamatan dan tinggi
12
lagi pada hari ke-8 pengamatan. Pada kultivar Ciherang dan Pertiwi, terjadi penurunan tingkat kejadian penyakit pada hari ke-6 pengamatan. Percobaan ini juga menghasilkan data berupa persamaan regresi linier antara populasi awal dengan tingkat kejadian penyakit pucuk putih. Persamaan regresi linier dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Persamaan regresi linier hubungan antara populasi awal dan tingkat kejadian penyakit oleh A. besseyi Kultivar
Persamaan regresia
Ciherang HIPA 14 IPB 3S Pertiwi-1 Sintanur
Y = 4.27 + 0.73 PA Y = 10.30 + 0.003 PA Y = 7.02 + 0.43 PA Y = -1.06 + 0.65 PA Y = 8.86 + 0.806 PA
a
Kenyataan model F hit > F tabel F hit > F tabel F hit > F tabel F hit > F tabel F hit > F tabel
R2 Pengaruh (%) faktor luar (%) 66.16 33.84 88.38 11.62 57.02 42.98 67.12 32.88 48.07 51.93
Satuan interpretasi: %
Analisis regresi menghasilkan model linier dengan definisi sebagai berikut Y adalah kejadian penyakit pucuk putih dan PA adalah populasi awal nematoda. Misalnya, populasi awal terendah untuk kultivar IPB 3S adalah 8.12 ≈ 9 individu A. besseyi. Analisis regresi untuk kultivar IPB 3S menghasilkan persamaan Y = 7.02 + 0.43 PA. Artinya, ketika populasi awal 9 individu A. besseyi maka kejadian penyakit pada kultivar ini sebesar 7.02%, dan setiap peningkatan 1 satu individu A. besseyi akan meningkatkan kejadian penyakit sebesar 0.43% pada kultivar IPB 3S. Persamaan tersebut menunjukkan kejadian penyakit korelasi positif dengan populasi awal nematoda. Tanda positif pada persamaan menunjukkan bahwa peningkatan populasi awal akan selalu meningkatkan kejadian penyakit. Nilai R2 menunjukkan seberapa besar keragaman data kejadian penyakit yang dihasilkan dipengaruhi oleh populasi awal. Semakin besar nilai R2 menunjukkan model persamaan semakin baik karena itu berarti bahwa hanya ada sedikit faktor di luar percobaan yang memengaruhi besarnya kejadian penyakit. Kejadian penyakit pucuk putih semakin bertambah seiring dengan peningkatan populasi awal. Semakin tinggi populasi awal nematoda maka vigor tanaman akan menurun. Suatu kultivar dapat dikatakan rentan apabila tingkat kejadian penyakit pucuk putih tinggi. Keberadaan nematoda pada benih juga dapat memengaruhi hasil panen. Tulek et al. (2015) menyatakan bahwa semakin banyak individu nematoda pada benih maka akan dapat menurunkan bobot bulir per malai. Setiap kultivar padi menunjukkan perbedaan kerentanan terhadap A. besseyi. Dapat terlihat dari lima persamaan tersebut. Pengaruh Populasi Awal terhadap Pertumbuhan Tanaman Infestasi A. besseyi pada benih padi dapat memengaruhi pertumbuhan tanaman. Beberapa karakter yang diamati pada percobaan ini yaitu panjang akar dan tinggi tanaman. Hasil percobaan dianalisis menggunakan analisis regresi untuk melihat hubungan antara peningkatan jumlah populasi nematoda dan peningkatan pertumbuhan tanaman. Hasil analisis regresi terhadap panjang akar dan tinggi tanaman dapat dilihat pada Tabel 3 dan 4.
13
Tabel 3 Persamaan regresi linier hubungan antara populasi awal A. besseyi dan panjang akar Kenyataan R2 Pengaruh Kultivar Persamaan regresia model (%) faktor luar (%) Ciherang Y = 5.29 + 0.0078 PA F hit > F tabel 24.76 75.24 HIPA 14 Y = 6.26 + 0.049 PA F hit > F tabel 32.17 67.83 IPB 3S Y = 7.41 + 0.061 PA F hit > F tabel 58.35 41.65 Pertiwi-1 Y = 6.26 + 0.04 PA F hit > F tabel 36.62 63.38 Sintanur Y = 8.37 + 0.1 PA F hit > F tabel 81.19 18.81 a
Satuan interpretasi: cm
Tabel 4 Persamaan regresi linier hubungan antara populasi awal A. besseyi dan tinggi tanaman Kenyataan R2 Pengaruh Kultivar Persamaan regresia model (%) faktor luar (%) Ciherang Y = 16.19 + 0.0287 PA F hit > F tabel 65.97 34.03 HIPA 14 Y = 18.89 – 0.056 PA F hit > F tabel 28.93 71.07 IPB 3S Y = 19.03 + 0.03 PA F hit > F tabel 85.22 14.78 Pertiwi-1 Y = 19.33 – 0.038 PA F hit > F tabel 27.85 72.15 Sintanur Y = 19.025 + 0.019 PA F hit > F tabel 85.70 14.30 a
Satuan interpretasi: cm
Hasil pengamatan pengaruh populasi nematoda terhadap pertumbuhan tanaman menunjukkan bahwa infeksi A.besseyi tidak mempengaruhi pertumbuhan akar. Tinggi tajuk menunjukkan respon yang berbeda antar kultivar, namun sebagian besar kultivar tidak terpengaruh pertumbuhan tajuknya akibat infeksi A.besseyi. Hal ini sesuai dengan penelitian Tenente et al. (1994) yang menyatakan bahwa keberadaan nematoda menurunkan vigor tanaman. Penurunan vigor tersebut akan sangat dipengaruhi oleh genetik tanaman dalam hal ini kultivar. Tulek et al. 2015 juga menyatakan bahwa setiap kultivar padi memiliki respon pertumbuhan yang berbeda terhadap keberadaan A. besseyi. Hasil percobaan sama dengan hasil penelitian sebelumnya. Benih padi yang diinokulasikan A. besseyi akan memiliki panjang tajuk, panjang malai, bobot 100 butir benih, dan jumlah bulir per malai yang lebih rendah dibandingkan dengan tanaman yang tidak diinokulasikan A. besseyi. Sementara itu, panjang akar tidak dipengaruhi oleh keberadaan A. besseyi pada benih padi (Feng et al. 2013).
14
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan Populasi awal A. besseyi pada benih berkorelasi positif dengan tingkat kejadian penyakit pucuk putih pada padi kultivar Ciherang, HIPA 14, IPB 3S, Pertiwi-1, dan Sintanur. Infeksi A. besseyi mengurangi tinggi tanaman, tetapi tidak berpengaruh terhadap panjang akar dan perkecambahan benih. Saran Penelitian lanjutan untuk mengevaluasi hubungan populasi awal A. besseyi pada benih terhadap penurunan produksi padi dan evaluasi metode perlakuan air panas terbaik untuk mengeliminasi A. besseyi.
DAFTAR PUSTAKA
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2016. Produksi padi tahun 2010 - 2015 [Internet]. [diunduh 2016 Apr 16]. Tersedia pada http: //www.//bps.go.id /index.php /brs/1122. [BPTP Lampung] Balai Pengkajian Tekologi Pertanian Lampung. 2010. Pengkajian Sistem Penyediaan (>90%) Kebutuhan Benih Unggul Bermutu Padi, Jagung, Kedelai) yang Lebih Murah (>20%) secara Berkelanjutan untuk Mendukung Program Strategis Peningkatan Produksi Padi (>10%), Jagung (>20%), dan kedelai (>20%) di Wilayah Lampung. Lampung(ID): Balai Penelitian Pengembangan Pertanian. Coyne DL, Nicol JM, Cole BC. 2007. Practical Plant Nematology: A Field and Laboratory Guide. Benin(BM): International Institute of Tropical Agriculture (IITA). [EPPO] European Plant Protection Organisation. [2013]. Aphelenchoides besseyi [Internet]. [diunduh 2015 Apr 23]. Tersedia pada http:// www. eppo./ QUARANTINE/nematodes/Aphelenchoides_besseyi/APLOBE_ds.pdf. Feng H, Wei L, Lin M, Zhou Y. 2013. Assessment of rice cultivar in China for field resistance to Aphelenchoides besseyi. Jounal of Integrative Agriculture. 3119(13):1-18. Fortuner R, Williams KJO. 1975. Review of literature on Aphelenchoides besseyi Christie, 1942, the nematode causing “white tip” disease in rice. Helminthological Abstract Series B, Plant Nematology. 44(1):1-40. Gokte N, Mathur VK. 1991. Infection of germinating paddy seed by Aphelenchoides besseyi. Nematol Medit. 19(1991):221. Guei RG, Barra A, Silue D. 2011. Promoting smallholder seed enterprises: quality seed production of rice, maize, sorghum, and millet in northern Cameron. 2011. Internetional Journal of Agricultural Sustainability. 9(1):91-99.
15 [IRRI] International Rice Research Institutional. 1994. A Manual of Rice Seed Health Testing. Manila(PH): IRRI. Jamali S, Pourjam E, Alizadeh, Alinia F. 2008. Reproduction of white tip nematode (Aphelenchoides besseyi Christie, 1942) in different monoxenic cultures. Journal of Agriculture Science and Technology. 10:165-171. Jamali S, Mousanejad S. 2011. Resistance of rice cultivars to white tip disease caused by Aphelenchoides besseyi Christie. Journal of Agricultural Technology 7(2):441-447. [Kementan] Kementrian Pertanian. 2013. Rencana Kinerja Tahunan Kementrian Pertanian Tahun 2014. Jakarta (ID): Kementan RI. [Kementan] Kementrian Pertanian. 2014. Pengembangan Metode Kajian Gejala “White Tip” oleh Nematoda Parasit Aphelenchoides besseyi. Depok (ID): Ditjen Tanaman Pangan Balai Besar PPMB-TPH. Luc M, Sikora RA, Bridge J. 1990. Plant Parasitic Nematodes in Subtropical and Tropical Agriculture. Wallingford (UK): CAB International. Mahdavian SE, Javadi S. Distribution of white tip nematode (Aphelenchoides besseyi) in the west part of Mazandaran. Scholarly Journal of Agriculture Science. 2(7):133-136. [Menristek] Kementrian Riset dan Teknologi. 2000. Padi (Oryza sativa) [Internet]. [diunduh pada 2015 Mei 30]. Tersedia pada http://www. ristek. go.id. [Mentan] Menteri Pertanian. 2006. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 511 Tahun 2006 tentang Daftar Komoditi Tanaman Pangan. Jakarta (ID): Kementrian Pertanian. Neergard P. 1969. Seed-Borne Diseases (Inspection for Quarantine in Africa). Copenhagen (DK): Advisory Council of the Inter-African Phytosanitary Council. Nurdin M. 2003. Invetarisasi beberapa mikroorganisme terbawa benih padi yang berasal dari Talang Padang, Kabupaten Tanggamus, Lampung. Jurnal Hama dan Penyakit Tumbuhan Tropika. 3(2):47-50. [Permentan] Peraturan Menteri Pertanian. 2015. Jenis organisme pengganggu tumbuhan karantina. Jakarta (ID): Permentan. Silitonga TS. 2004. Pengelolaan dan pemanfaatan plasma nutfah padi di Indonesia. Buletin Plasma Nutfah. 10(2)56-71. Situmeang M, Purwantoro A, Suandari S. 2014. Pengaruh pemanasan terhadap perkecambahan dan kesehatan benih kedelai (Glycine max (L.) Merrill). Vegetalika. 3(3):27-37. Tenente RCV, Wetzel MMVS, Manso ESBGC, Marques ASA. 1994. Survival of Aphelenchoides besseyi in infested rice seed stored under controlled conditions. Nematologia Brasileira. 18(1994):85-92. Tenente RCV, Sousa AIMD, Gomes VF, Junior AJGR. 2006. Techniques to eradicate Aphelenchoides besseyi Christie (1942) from infested Brachiaria brizantha seeds. Nematology Brasilia 30(3):239-244. Tulek A, Ates SS, Akin K, Surek H, Kaya R, Kepenekci I. 2014. Determining yield losses in rice cultivars resulting from rice white tip nematode Aphelenchoides besseyi in field condition. Pakistan Journal of Nematology. 32(2):149-154.
16
Tulek A, Kepenekci I, Ciftcigil TH, Surek H, Akin K, Kaya R. Reaction of some rice cultivars to the white tip nematoda, Aphelenchoides besseyi, under field conditions in the Thrace region of Turkey. Turkish Journal of Agriculture and Forestry. 39(2015):958-966. Utama MSH, Haryoko W. 2009. Pengujian empat kultivar padi unggul pada sawah gambut bukaan baru di Kabupaten Padang Pariaman. Jurnal Akta Agrosia. (12):156-161.
17
LAMPIRAN
18
Lampiran 1 Populasi awal A. besseyi pada varietas padi Ciherang, HIPA 14, IPB 3S, Pertiwi-1, dan Sintanur Jumlah nematoda pada ulangan ke-i (individu / 5 g benih) 1 2 3 330 180 310 140 200 204 267 160 180 304 117 340 327 394 300
Varietas Ciherang Hibrida 14 IPB-3S Pertiwi-1 Sintanur
Rata-rata 273 182 203 254 341
Lampiran 2 Daya berkecambah benih padi pada varietas Ciherang, HIPA14, IPB 3S, Pertiwi-1, dan Sintanur dengan dan tanpa perlakuan panas Kultivar IPBIPB+ SNTSNT+ PRTPRT+ CHRCHR+ HPAHPA+ a
1 97 19 98 25 95 20 97 5 91 10
a bc a b a d a d a cd
2 99 92 99 85 99 37 98 69 90 69
Daya berkecambah pada hari ke-i (%)a 3 4 5 a 99 a 99 a 99 a a 96 ab 96 a 96 a a 99 a 99 a 99 a ab 92 ab 94 a 95 a a 99 a 100a 100a c 60 c 70 b 75 b a 98 a 98 a 98 a b 89 ab 92 a 97 a a 93 ab 93 a 93 a b 83 b 89 a 92 a
6 96 a 99 a 98 a 99 a 100a 79 b 98 a 97 a 93 a 92 a
Nilai rerata pada lajur yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata pada uji Tukey α=0.05
Lampiran 3 Kejadian penyakit pucuk putih pada varietas padi Ciherang, HIPA-14, IPB 3S, Pertiwi-1, dan Sintanur dengan enam tingkatan populasi awal A. besseyi Estimasi populasi awal (individu) 0 8,12 16,24 24,36 32,48 40,6 Estimasi populasi awal (individu) 0 7,28 14,56 21,84 29,12 36,4 Estimasi populasi awal (individu) 0 13,64 27,28 40,92 54,56 68,2
1 13.54 15.62 31.25 42.7 43.74 54.16
1 9.37 17.71 26.04 22.91 31.25 39.58
1 13.54 15.62 21.87 31.24 35.41 49.99
2 47.92 45.83 53.13 51.04 62.5 66.67
Kejadian penyakit kultivar IPB 3S pada pengamatan ke-i (%) 3 4 5 6 52.08 64.59 69.79 63.54 57.29 66.67 76.04 60.42 68.75 80.21 85.42 67.71 71.88 75 94.79 82.29 76.04 80.21 94.79 89.58 78.13 82.29 94.49 98.96
7 72.92 65.63 76.04 77.08 85.42 85.41
8 77.08 63.54 71.87 80.21 87.5 88.54
2 21.88 37.5 48.96 45.83 52.09 52.09
Kejadian penyakit kultivar HIPA 14 pada pengamatan ke-i (%) 3 4 5 6 25 34.38 29.17 26.04 38.54 44.79 43.75 37.5 53.13 59.38 56.25 56.25 55.21 55.21 60.42 59.37 60.42 50 71.88 63.54 64.58 68.75 75 82.29
7 30.21 42.71 46.87 54.16 58.33 71.87
8 68.75 67.71 71.87 84.37 80.20 86.46
2 30.21 37.49 47.92 56.25 61.46 71.87
Kejadian penyakit kultivar Sintanur pada pengamatan ke-i (%) 3 4 5 6 38.54 56.25 41.67 64.58 52.09 56.25 52.09 73.96 48.96 63.54 69.79 90.62 62.5 75 77.09 87.5 64.58 72.92 77.09 90.63 72.92 77.09 85.42 90.63
7 67.71 63.54 68.75 82.29 81.25 81.25
8 68.75 67.71 71.87 84.51 80.21 86.46
19
20
Estimasi populasi awal (individu) 0 10,92 21,84 32,76 43,68 54,6
Estimasi populasi awal (individu) 0 10,16 20,32 30,48 40,64 50,8
1 10.41 21.87 25 34 39.58 48.95
1 0 1.04 10.41 21.87 21.87 29.16
2 25 42.71 47.92 52.08 48.96 54.17
Kejadian penyakit kultivar Ciherang pada pengamatan ke-i (%) 3 4 5 6 35.42 37.5 52.09 40.62 55.21 52.09 66.67 54.17 61.46 63.54 71.87 54.17 69.8 61.46 81.25 62.5 71.88 73.96 85.42 71.88 61.46 70.84 91.67 83.33
2 12.5 21.88 23.96 35.42 34.37 39.59
Kejadian penyakit kultivar Pertiwi-1 pada pengamatan ke-i (%) 3 4 5 6 18.75 23.96 25 30.21 33.34 38.54 33.34 59.37 36.46 41.67 43.75 58.33 47.92 55.21 55.21 77.08 44.79 52.08 69.79 71.87 57.29 58.34 69.79 81.25
7 57.29 61.46 77.08 78.13 80.20 71.87
8 62.5 77.08 85.42 77.08 8.21 75
7 30.21 42.71 46.87 54.16 58.33
8 29.17 36.46 39.58 63.54 57.29 71.875
67.71
Lampiran 4 Output regresi kejadian penyakit pucuk putih IPB 3S SUMMARY OUTPUT Regression Statistics Multiple R 0,813397 R Square 0,6616148 Adjusted R Square 0,6433237 Standard Error 7,2242438 Observations 40 ANOVA df Regression Residual Total
Significance SS MS F F 2 3775,550579 1887,775 36,17142 1,96839E-09 37 1931,018868 52,1897 39 5706,569448
Coefficients Intercept X Variable 1 X Variable 2
Standard Error
t Stat
P-value
Lower 95%
Upper 95%
Lower 95,0%
Upper 95,0%
4,2681205 3,494089547 1,221526 0,229613 -2,81157737 11,3478184 2,81157737 11,3478184 0,7398899 0,09946983 7,438335 7,45E-09 0,538344913 0,94143495 0,53834491 0,94143495 -2,056298 0,498520187 -4,1248 0,000202 3,066395465 -1,0461998 3,06639546 -1,0461998
21
22
HIPA 14 SUMMARY OUTPUT Regression Statistics Multiple R 0,693325818 R Square 0,480700689 Adjusted R Square 0,452630456 Standard Error 9,057159754 Observations 40 ANOVA df Regression Residual Total
2 37 39
Coefficients Intercept X Variable 1 X Variable 2
8,863339286 0,806662088 -0,49129762
Significance SS MS F F 2809,588904 1404,794 17,12493 5,43536E-06 3035,189284 82,03214 5844,778188 Standard Error
t Stat
P-value
Lower 95%
Upper 95%
Lower 95,0%
Upper 95,0%
4,380600641 2,023316 0,05031 -0,01260072 17,73927929 0,012600717 17,73927929 0,139096325 5,799306 1,17E-06 0,524826163 1,088498013 0,524826163 1,088498013 0,625003401 -0,78607 0,436831 -1,7576748 0,775079562 -1,7576748 0,775079562
SINTANUR SUMMARY OUTPUT Regression Statistics Multiple R 0,75515412 R Square 0,57025774 Adjusted R Square 0,54702843 Standard Error 8,13204735 Observations 40 ANOVA df Regression Residual Total
2 37 39
Coefficients Intercept X Variable 1
7,01557589 0,43435438
X Variable 2
-1,4455238
Significance SS MS F F 3246,868096 1623,434 24,54906 1,6381E-07 2446,817182 66,13019 5693,685278 Standard Error
t Stat
P-value
3,933159269 1,7837 0,082677 0,066656197 6,516339 1,26E-07 0,56116458
-2,57594 0,014125
Upper 95%
Lower 95,0%
Upper 95,0%
Lower 95% 0,95376177 14,984914 0,953761774 14,9849136 0,2992961 0,5694127 0,299296096 0,56941267 2,58255125 -0,308496 2,582551253 0,30849637
23
24
CIHERANG SUMMARY OUTPUT Regression Statistics Multiple R 0,94117025 R Square 0,88580144 Adjusted R Square 0,87962854 Standard Error 5,6649846 Observations 40 ANOVA df Regression Residual Total
Intercept X Variable 1 X Variable 2
SS MS F 2 9210,324658 4605,162 143,4985 37 1187,405869 32,09205 39 10397,73053
Standard Coefficients Error t Stat P-value 10,3030357 2,739935681 3,76032 0,000586 3,0713E-17 0,058000415 5,3E-16 1 6,62258929 0,390921077 16,94099 5,09E-19
Significance F 3,687E-18
Upper Lower Upper Lower 95% 95% 95,0% 95,0% 4,7513987 15,854673 4,751398689 15,8546727 -0,11752 0,11752 -0,11752 0,11752 5,8305079 7,4146706 5,830507946 7,41467062
PERTIWI-1 SUMMARY OUTPUT Regression Statistics Multiple R 0,8199111 R Square 0,6722542 Adjusted R Square 0,6545382 Standard Error 7,1902551 Observations 40 ANOVA df Regression Residual Total
SS MS F 2 3923,617421 1961,809 37,94618 37 1912,891453 51,69977 39 5836,508874
Coefficients Intercept X Variable 1 X Variable 2
Standard Error
t Stat
P-value
-1,057857 3,477650515 -0,30419 0,762689 0,6471457 0,07912352 8,178929 8,11E-10 1,4883155 0,496174744 2,999579 0,004815
Significance F 1,09E-09
Lower 95%
Upper 95%
Lower 95,0%
Upper 95,0%
-8,104246 5,9885321 8,104246405 5,98853212 0,4868262 0,8074651 0,486826189 0,80746515 0,48297 2,493661 0,48296995 2,493661 25
26
Lampiran 5 Tinggi tanaman dan panjang akar IPB 3S Populasi awal 0 8,12 16,24 24,36 32,48 40,6
1
8 8 8.2 8.9 10.28 9.55
Tinggi tanaman (cm) pada ulangan ke-i 2 3 4
6.12 6.4 8.37 7.25 11 10
10.5 8 12 7.75 8.7 10.2
6.33 8 8.33 6.25 7.5 12.3
1
20 22 22.22 22.57 20.67 23.5
Panjang akar (cm) pada ulangan ke-i 2 3 4
14.5 15.37 17.17 14.14 15 16.11
17 22 21.33 20 22.8 24.5
17 17.17 17.33 18.5 18.37 18.4
HIPA 14 Populasi awal 0 7,28 14,56 21,84 29,12 36,4
1
6.1 6.1 7.1 6.3 9.5 6.6
Tinggi tanaman (cm) pada ulangan ke-i 2 3 4
6.33 5 5.25 5.83 8.6 10
8.77 6.98 8.5 5.65 8.95 7.36
7.06 6.02 6.95 5.92 9.01 7.98
1
19.5 18.4 25 17 15 16.33
Panjang akar (cm) pada ulangan ke-i 2 3 4
20 19.33 17.75 19.5 19.12 17
14.61 16.28 17.59 18.73 15.17 16.55
18.03 18.03 20.11 18.41 16.43 16.62
SINTANUR Populasi awal 0 13,64 27,28 40,92 54,56 68,2
1
6.33 8 8.33 6.25 5 8
Tinggi tanaman (cm) pada ulangan ke-i 2 3 4
8 8 8.2 8.9 10.28 9.55
6.12 6.4 8.37 7.25 11 10
10.5 8 12 7.75 10.5 8.77
1
17 17.5 17.33 18.5 18.37 18.4
Panjang akar (cm) pada ulangan ke-i 2 3 4
20 22 22.33 22.57 20.67 23.5
14.25 15.37 17.17 14.14 15 16.11
17 22 21.33 20 22.8 24.5
CIHERANG Populasi awal 0 10,92 21,84 32,76 43,68 54,6
1
6.67 7.25 7 6.8 5.67 5.67
Tinggi tanaman (cm) pada ulangan ke-i 2 3 4
5.33 4.11 3.57 3.45 4.1 3.88
4.67 4.29 7.83 7.72 7.44 7.88
3.53 5.33 5 5.36 5.17 4.33
1
15 17.67 16.67 15.43 16 17.33
Panjang akar (cm) pada ulangan ke-i 2 3 4
15.67 17 16.4 19 17.63 18.25
16.29 17.2 17.5 18.75 17.2 17
15.67 15.5 17.8 17.33 17.38 17.92
PERTIWI-1 Populasi awal 0 10,16 20,32 30,48 40,64 50,8
1
6 12 4 9.5 10.57 6.5
Tinggi tanaman (cm) pada ulangan ke-i 2 3 4
2.5 6.5 3 7.3 3.3 6.3
6 8 12.67 9 15.5 9.5
7.15 4.5 6 6 7.2 6.5
1
18 16 17 14.5 18 14.14
Panjang akar (cm) pada ulangan ke-i 2 3 4
21.2 22 16.6 17 19.125 17.125
22 10.33 21.67 16.75 16 19.5
20.25 21.4 23.7 19.67 16.5 22 27
IPB 3S (akar) SUMMARY OUTPUT Regression Statistics Multiple R 0.763901923 R Square 0.583546148 Adjusted R Square 0.479432685 Standard Error 0.882991723 Observations 6 ANOVA Df Regression Residual Total
1 4 5
Intercept
Coefficients 7.414880952
X Variable 1
0.061541168
Significance SS MS F F 4.370001429 4.370001 5.604906 0.077033128 3.11869753 0.779674 7.488698958 Standard Error t Stat P-value Lower 95% Upper 95% Lower 95.0% Upper 95.0% 0.639062491 11.60275 0.000315 5.640559028 9.189202877 5.640559028 9.189202877 0.025994507 2.367468 0.077033 0.010631152 0.133713489 -0.01063115 0.133713489
28
Lampiran 6 Output regresi tinggi tanaman dan panjang akar
IPB 3S (tinggi tanaman) SUMMARY OUTPUT Regression Statistics Multiple R 0.923162099 R Square 0.852228261 Adjusted R Square 0.815285326 Standard Error 0.228586706 Observations 6 ANOVA df Regression Residual Total
Intercept X Variable 1
1 4 5
Coefficients 19.0370619 0.032321253
Significance SS MS F F 1.205386921 1.205387 23.06878 0.008629267 0.209007528 0.052252 1.414394449 Upper Standard Error t Stat P-value Lower 95% 95% Lower 95.0% Upper 95.0% 0.165438911 115.07 3.42E-08 18.57772985 19.49639 18.57772985 19.49639396 0.006729393 4.802996 0.008629 0.013637461 0.051005 0.013637461 0.051005044
29
30
HIPA 14 (akar) SUMMARY OUTPUT Regression Statistics Multiple R 0.567249499 R Square 0.321771995 Adjusted R Square 0.152214993 Standard Error 1.088586847 Observations 6 ANOVA
1 4 5
Significance SS MS F F 2.248840635 2.248841 1.897722 0.240388252 4.740085291 1.185021 6.988925926
Coefficients 6.266031746
Standard Error t Stat P-value Lower 95% 0.787861317 7.953217 0.001354 4.078578049
df Regression Residual Total
Intercept X Variable 1
0.049241235
0.035744784 1.377578 0.240388
-0.0500022
Upper 95% Lower 95.0% Upper 95.0% 8.453485443 4.078578049 8.453485443 0.148484666 0.050002196 0.148484666
HIPA 14 (tinggi tanaman) SUMMARY OUTPUT Regression Statistics Multiple R R Square Adjusted R Square Standard Error Observations
0.537863 0.289297 0.111621 1.261559 6
ANOVA df Regression Residual Total
Intercept X Variable 1
1 4 5
Coefficients 18.89897 -0.05286
Significance SS MS F F 2.591371468 2.591371 1.628227 0.271006508 6.366119735 1.59153 8.957491204 Standard Lower Upper Error t Stat P-value Lower 95% Upper 95% 95.0% 95.0% 0.913049033 20.69874 3.22E-05 16.36393774 21.4339988 16.3639377 21.4339988 0.041424474 -1.27602 0.271007 -0.16787123 0.06215433 -0.1678712 0.06215433
31
32
SINTANUR (akar) SUMMARY OUTPUT Regression Statistics Multiple R 0.901101678 R Square 0.811984235 Adjusted R Square 0.764980293 Standard Error 0.146233693 Observations 6 ANOVA Df Regression Residual Total
Intercept X Variable 1
1 4 5
SS MS F 0.369409634 0.36941 17.2748117 0.085537172 0.021384 0.454946806
Coefficients 8.37564008 0.010845442
Standard Error t Stat P-value 0.108238027 77.38168 1.6715E-07 0.0026094 4.156298 0.01418766
Significance F 0.014187661
Lower 95% Upper 95% Lower 95.0% Upper 95.0% 8.075123139 8.67615702 8.075123139 8.67615702 0.003600587 0.018090296 0.003600587 0.018090296
SINTANUR (tinggi tanaman) SUMMARY OUTPUT
b m n b
Regression Statistics Multiple R 0.925757105 R Square 0.857026217 Adjusted R Square 0.821282771 Standard Error 0.223067332 Observations 6 ANOVA Df Regression Residual Total
Intercept X Variable 1
1 4 5
SS MS F 1.193080191 1.19308 23.97716 0.199036138 0.049759 1.392116328
Significance F 0.008063398
Coefficients 19.02501334 0.019490723
Standard Error t Stat P-value 0.165108105 115.2276 3.4E-08 0.003980422 4.896648 0.008063
Lower Lower 95% Upper 95% 95.0% Upper 95.0% 18.56659975 19.4834269 18.5665998 19.48342693 0.0084393 0.03054215 0.0084393 0.030542146
33
34
CIHERANG (akar) SUMMARY OUTPUT Regression Statistics Multiple R 0.49761846 R Square 0.247624132 Adjusted R Square 0.059530165 Standard Error 0.3106865 Observations 6 ANOVA Df 1 4 5
SS 0.127075804 0.386104405 0.513180208
Intercept
Coefficients 5.289047619
Standard Error 0.22485838
X Variable 1
0.007803506
0.006801124
Regression Residual Total
Significance MS F F 0.127075804 1.316492 0.315183479 0.096526101
t Stat 23.52168337
P-value 1.94E-05
Lower 95% 4.66474067 1.147384688 0.315183 0.011079443
Upper 95% 5.913354568
Lower 95.0% Upper 95.0% 4.66474067 5.913354568 0.026686455 0.011079443 0.026686455
CIHERANG (tinggi tanaman) SUMMARY OUTPUT Regression Statistics Multiple R 0.812277218 R Square 0.659794279 Adjusted R Square 0.574742849 Standard Error 0.472148805 Observations 6 ANOVA Df Regression Residual Total
Intercept X Variable 1
Significance SS MS F F 1 1.729357232 1.729357 7.757592 0.049552104 4 0.891697976 0.222924 5 2.621055208
Standard Coefficients Error t Stat P-value Lower 95% 16.19702381 0.341716217 47.39905 1.19E-06 15.24826749 0.028787284 0.010335637 2.785245 0.049552 9.09564E-05
Upper Upper 95% Lower 95.0% 95.0% 17.14578013 15.24826749 17.1457801 0.057483612 9.09564E-05 0.05748361
35
36
PERTIWI-1 (akar) SUMMARY OUTPUT Regression Statistics Multiple R 0.605120087 R Square 0.36617032 Adjusted R Square 0.2077129 Standard Error 1.151673058 Observations 6 ANOVA df Regression Residual Total
Intercept X Variable 1
1 4 5
Coefficients 6.265833333 0.041190945
Significance SS MS F F 3.064989375 3.064989 2.310844 0.203108377 5.305403333 1.326351 8.370392708 Standard Lower Error t Stat P-value Lower 95% Upper 95% 95.0% 0.833519765 7.517318 0.001676 3.951611462 8.580055205 3.95161146 0.027096704 1.520146 0.203108 -0.03404157 0.116423457 -0.0340416
Upper 95.0% 8.580055205 0.116423457
PERTIWI-1 (tinggi tanaman) SUMMARY OUTPUT Regression Statistics Multiple R 0.527740219 R Square 0.278509739 Adjusted R Square 0.098137174 Standard Error 1.317520364 Observations 6 ANOVA Df Regression Residual Total
Intercept X Variable 1
SS MS 1 2.680307232 2.680307 4 6.943439643 1.73586 5 9.623746875
Standard Coefficients Error t Stat 19.33089286 0.953551233 20.27253 0.038519404 0.03099878 -1.24261
Significance F F 1.54408 0.28188007
P-value Lower 95% Upper 95% 3.5E-05 16.6834102 21.9783755 0.28188
-0.1245858 0.04754701
Lower Upper 95.0% 95.0% 16.6834102 21.9783755 0.12458582 0.04754701
37
38
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 9 Juni 1994 dari Adam Wahid Efendi dan Sopiah. Penulis adalah putri pertama dari tiga bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan di TK Islam Nurul Hasanah Bogor, SDN Kukupu 1 pada tahun 2006, SMP Negeri 16 Bogor pada tahun 2009, dan SMA PGRI 3 Bogor tahun 2012. Penulis diterima di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2012 melalui jalur Seleksi Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) undangan. Kegiatan intra dan ekstrakulikuler yang pernah diikuti penulis di IPB adalah menjadi asisten praktikum Dasar-Dasar Proteksi Tanaman (2014/2015), Pengantar Nematologi Tumbuhan (2015/2016), Hama Gudang dan Permukiman (2015/2016), Pestisida dalam Proteksi Tanaman (2015/2016), dan Teknik Penyajian Ilmiah (2015/2016). Penulis juga aktif sebagai pengurus Himpunan Mahasiswa Proteksi Tanaman (HIMASITA) pada divisi Akademik dan Prestasi (2014) dan divisi keprofesian (2015) serta pengurus English Conversation Club (ECC) (2015 dan 2016). Pada tahun 2015 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata berbasis Profesi (KKN-P) di Desa Srimahi, Kecamatan Tambun Utara, Kabupaten Bekasi. Penulis melaksanakan pendampingan upaya khusus peningkatan produksi padi, jagung, kedelai (Upsus Pajale) (2015). Selama masa perkuliahan, penulis mendapatkan beasiswa Beasiswa Pendidikan Mahasiswa Berprestasi (Bidik misi) dari Direktorat Pendidikan Tinggi.