Hubungan Pola Asuh Orangtua Dengan Agresivitas Pada Remaja Usia 12-18 Tahun Di Kelurahan Gedawang Kecamatan Banyumanik Kota Semarang. Ifadhatul Nafiah*) Faridah Aini, S.Kep., Ns., M.Kep., Sp.KMB**), Dewi Puspita, S.Kp., M.Sc**) *) Mahasiswa PSK STIKES Ngudi Waluyo Ungaran **) Dosen PSK STIKES Ngudi Waluyo
ABSTRAK Pola asuh orangtua yang cenderung memberikan banyak kebebaskan kepada remaja, kurang memberikan kontrol, tidak memperdulikan remaja malakukan hal yang positif atau negarif, serta kurang memberikan bimbingan dan arahan yang baik. Pola asuh ini akan berdampak buruk bagi remaja diantaranya remaja lebih banyak melakukan perilaku agresif. Tujuan penelitian untuk menganalisis hubungan pola asuh orang tua dengan agresivitas pada remaja usia 12-18 tahun di Kelurahan Gedawang Kecamatan Banyumanik Kota Semarang. Rencana penelitian menggunakan diskriptif korelasi dengan pendekatan cross sectional. Teknik pengumpulan sampling dengan menggunakan simple random, dengan jumlah sampel 85. Cara pengukuran dengan menggunakan kuesioner. Teknik analisis data yang digunakan adalah Uji Chi-Square dengan α=0,05. Hasil penelitian di Kelurahan Gedawang Kecamatan Banyumanik Kota Semarang didapatkan bahwa p value < 0,05 maka ada hubungan pola asuh orangtua dengan agresivitas pada remaja usia 12-18 tahun di Kelurahan Gedawang Kecamatan Banyumanik Kota Semarang, pada pola asuh permisif didapatkan remaja sebagian besar melakukan perilaku agresif sebanyak 16 remaja (61,5%). Disarankan kepada orangtua untuk memberikan bimbingan dan mengajarkan remaja untuk lebih bertanggungjawab, orang tua bersifat objektif, perhatian dan kontrol yang baik bagi remaja. Kata kunci
: Pola Asuh Orangtua, Remaja, Agresivitas.
Daftar pustaka
: 23 pustaka (2004-2014).
ABSTRACT Parenting pattern which tends to give more freedom to the adolescents to give lack of control, to ignore positive or negative attitude and to provide less good guidance and direction can trigger the adolescents to be more aggressive. The research purpose was to know the relationship parenting pattern and of adolescents aged 12-18 years old in village Gedawang, subdistrict Banyumanik Semarang. The research plan used descriptive correlation with cross sectional approach. Sample collection used sample random sampling, with the number of samples of 85. The sample measurement method used questionnaires. The data analysis technique used chi-square test with α=0,05. The research in the village Gedawang Banyumanik Semarang found that p value < 0,05, then there was a the relationship parenting pattern and of adolescents aged 12-18 years old in village Gedawang, subdistrict Banyumanik Semarang. In which most of the adolescents had aggressive behavior in permissive behavior pattern in 16 adolescents (61,5%). The parents should provide guidance and teach the adolescents to be more responsible, to be objective, attentive and good in controlling adolescents. Key words
: The Parenting Patterns, Adolescents, Aggressiveness.
References
: 23 references (2004-2014)
PENDAHULUAN Gunarsa dan Gunarsa (2001) menatakan bahwa remaja adalah masa peralihan dari masa dewasa dengan usia 11 tahun sampai 21 tahun, sampai dengan perubahan fisik, pribadi, kognitif, psikososial dalam rangka pembentukan identitas. Remaja adalah masa peralihan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa, baik secara fisik, akal, kejiwaan, sosial dan emosional (Asmani, 2010). Menurut World Health Organization(WHO), yang disebut remaja adalah mereka yang berada pada tahap transisi antara masa kanak-kanak dan dewasa. Batasan usia remaja menurut WHO adalah 12-24 tahun. Menurut Depkes RI adalah antara 10-19 tahun dan belum menikah (Sarwono, 2012). Peneliti mengambil remaja Usia 12-18 tahun merupakan masa peralihan dari anakanak menuju dewasa. Diri remaja dalam, secara alami tumbuh tuntutan untuk mencari jati diri, dimana masa tersebut terjadi proses pematangan baik pematangan fisik maupun psikologis. Hal tersebut ditandai munculnya kenakalan remaja (Asmani, 2014).
Boleh dikatakan masa remaja adalah masa yang sangat sulit untuk menebak prilaku, kemaauan, serta identitas diri. Karena pada masa inilah setiap remaja memunculkan identitas mereka masingmasing yang kesemuanya itu ketia tidak bisa menebaknya secara manusia dewasa. Para remaja tidak mau dianggap dirinya sebagai anak kecil, namun terkadang kita selaku orang tua melihat mereka selayaknya seorang anak kecil. Para remaja selalu menganggap dirinya sudah dewasa, namun terkadang perilakunya tidak mencerminkan manusia dewasa (Kristo, 2010). Agresivitas adalah merupakan tindakan yang dilakukan untuk menyakiti atau melukai orang lain (Taylor, dkk, 2009). Perilaku agresif adalah segala bentuk perilaku yang disengaja terhadap orang lain dengan tujuan mengganggu, merugikan, melukai ataupun mencelakakan orang lain secara fisik dan psikis, langsung maupun tidak langsung (Anantasari, 2006). Menurut Mappiare (1982), remaja cenderung berperilaku agresif karena ada perubahan fisik dan pesikis dalam proses pertumbuhan dan perkembangan, perilaku agersif dapat dilihat melalui perkelahian-
perklelhian antar kelompok remaja atau tawuran yang sering terjadi dikalangan remaja pria. Barkowitz (2006) mengatakan agresivitas adalah segala bentuk perilaku yang dimaksutkan untuk menyakiti seseorang, baik secara fisik maupun pesikis. Menjelaskan faktor dasar yang menjadi penyebab munculnya perilaku agresif dapat ditinjau dari beberapa pendekatan. Faktor yang mempengaruhi perilaku agresif adalah faktor lingkungan, faktor biologis, faktor budaya, faktor sekolah, faktor amarah, faktor frustasi, faktor pendisiplinan yang keliru dan salah satunya pada faktor pola asuh. Orang tua merupakanlingkungan terdekat bagi remaja. Dimana orang tua adalah lingkungan yang pertama kali menerimakehadiran anak (Sarwono, 2004). Faktor pola asuh orang tua yang menerapkan disiplin dengan tidak konsisten, cenderung membiyarkan, bersikap yang keras dan penuh tuntutan merupakan pemicu perilaku agresif. Dampak perilaku agresif yang dilakukan berturut-turut dalam jangka lama dapat berdampak pada perkembangan kepribadian, tidak hanya mempengaruhi fungsi remaja dan perkembangan perilaku dan emosi pada remaja, tetapi dapat mempengaruhi prestasi akademik, interaksi sosial dengan teman sebaya dan dapat memincu pertengakaran teman sebaya yang lainya secata terus menerus (kulsum dan Jauhari, 2014). Pola asuh orang tua merupakan cara pengasuhan orang tua yang diterapkanpada anak. Banyak ahli menyatakan bahwa pengasuhan remaja merupakan bagian penting dan mendasar,menyiapkan anak untuk menjadi masyarakat yang baik. Interaksi tersebut mencakup seperti mencakupi kebutuhan makan, mendorong keberhasilan dan melindungi, maupun sosialisasi yaitumengajarkan tingkah laku umum yang diterima oleh masyarakat (Wahyuning, dkk. 2003). Pola asuh orang tua merupakan salah satu faktor yang mempunyai peranan penting dalam pembentukan kepribadian anak, keadaan kehidupan keluarga bagi seorang anak dapat dirasakan melalui sikap dari orangyang
sangat dekat dan berarti baginya (Sarwono, 2011). Pola asuh yang salah dapat menyebabkan seorang anak melakukan perilaku agresif. Orang tua yang tidak melakukan pantaauan atau tidak ikut serta dalam kehidupan remaja makan remaja tidak mengembangkan kreativitas yang akhirnya anak akan melakukan perilaku agresif diluar lingkungan keluarga (Sarwono, 2004). Perilaku agresif yang mereka lakukan cenderung dilakukan apa yang mereka inginkan. Hal ini tentu saja harus di cegah jangan sampai berkelanjutan. Orang tua sebagai lingkungan terdekat dari remaja mempunyai peranan penting dalam mengendalikan perilaku agresif pada remaja. Meningkatnya perilaku agresif dikalangan remaja mereka melakukan hal semau mereka sendiri untuk mendapatkan sesuatu yang menjadikan keinginannya bahkan sampai menyakiti orang lain. Secara umum, remaja laki-laki lebih banyak menampilkan perilaku agresif, dibandingkan remaja putri. Di Indonesia, menuruk komnas perlindungan anak indonesia (KPAI) pada tahun 2011 ditemukan banyak aduan kekerasan pada anak. Berdasarkan kasus yang masuk, sebanyak 67,8 % terkait dengan kekerasan dan perilaku agresif yang dilakukan pada remaja. Pada tahun 2006 kasus pelanggaran hak yang terpantau sebanyak 13.447.921 kasus dan pada tahun 2007 jumlahnya meningkat menjadi 40.398.625 kasus dan pada tahun 2012 tercatat peningkatan prilaku agresif yang dilakukan remaja (KPAI dalam Maghfiroh, 2013). Perilaku kasus agresif pada remaja di Jakarta sebanyak 70 orang untuk melukai dan menewaskan satu orang pelajar. Tinggi angka kenakalan remaja di Indonesia cukup mengkawatirkan. data kenakalan remaja dari 5 provinsi di Indonesia dengan angka tertinggi adalah Prov. Sumatar Utara, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur (Depkes RI, 2009). Kelurahan Gedawang adalah salah satu desa yang terdapat di Kecamatan Banyumanik Kota Semarang. Desa ini merupakan salah satu desa yang
diperencanakan menjadi salah satu daerah pertumbuhan baru, karena merupakan daerah pinggiran kota semarang. Luas wilayah yang berada di desa Gedawang sebanyak 7.503,41 Ha, jumlah penduduk di Kelurahan Gedawang Kecamatan Banyumanik Kota Semarang sebanyak 10.012 jiwa, penduduk asli sebanyak 9930 jiwa dan pendatang sebanyak 82 jiwa. Ketua karang taruna di dapatkan data yang melakuakan kenakalan remaja tindakan agresivitas dan data pada tahun 2014 terdapat 40 remaja yang melakukan tindakan agresivitas, contohnya prilaku agresif yang dilakukan perkelahian antar teman, ikut balap liar, pemalakan teman sebaya, pencurian barang orang lain. Kelurahan Gedawang Kecamatan Banyumanik Kota Semarang sebagian besar pola asuh anak dilakukan oleh nenek dan saudara karena orang tua meraka bekerja sehingga pengawasan kepada anak menjadi berkurang. Berdasarkan dari studi pendahuluan di Kelurahan Gedawang Kecamatan Banyumanik Kota Semarang pada bulan Oktober 2014 di dapatkan data kenakalan remaja dari ketua karang taruna sebanyak 40 remaja melakukan tindakan agresif dimana jumlah remaja yang berada di Kelurahan Gedawang Kecamatan Banyumanik Kota Semarang sebanyak 550 remaja, 24 remaja melakukan tindakan agresif perkelahian antar kelompok remaja, 8 remaja melakukan balap liar, 7 remaja melakukan pencurian, 1 remaja melakukan pemalakan teman sebaya,saya melakukan wawancaradari 5 remaja gedawang yang telah diwawancara didapatkan informasi: 1 orang remaja mengatakan pola asuh yang didapatkan otoriter dan pernah ikut dalam perkelahian antar kelompok remaja, 1 orang remaja mengatakan pola asuh yang didapatkan demokratis dan menjadi korban pemalakan antar teman sebayanya, dan 3 orang remaja mengatakan mendapatkan pola asuh orang tua permisif dan pernah ikut dalam perkelahian antra kelompok remaja dan balap liar. Hasil wawancara pada tanggal 30 November 2014 dengan 5 orang tua di
Kelurahan Gedawang Kecamatan Banyumanik Kota Semarang didapatkan : 1 orang tua dengan pola asuh otoriter karena orang tuanya takut anaknya bergaul tidak benar, orang tua meninginkan anaknya menuruti perintah dan aturan orang tua, 1 orang tua dengan pola asuh demokratis, orang tua memberikan tanggung jawab pada anaknya saat di lingkungan rumahnya, 3 orang tua dengan pola asuh permisif, membebaskan anaknya karena orang tua jarang memantau anaknya dirumah dikerenakan bekerja dan pantauan anaknya berkurang. Menurut Devidoff, (2004) adanya perbedaan atau jarak pemisah antara remaja dan orang tuanya, dapat terlihat dalam bentuk hubungan komunikasi yang semakin minimal dan seringkali tidak nyambung kegagalan komunikasi orang tua dan remaja diyakini sebagai penyebab timbulnya perilaku agresif pada remaja. Berdasarkan uraian tersebut peneliti tertarik melakukan penelitian “Hubungan pola asuh orang tua dengan agresivitas pada remaja usia 12-18 tahun di Kelurahan Gedawang Kecamatan Banyumanik Kota Semarang?”. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan pola asuh orang tua dengan agresifitas pada remaja usia 12-18 tahun di Kelurahan Gedawang Kecamatan Banyumanik Kota Semarang. Manfaat penelitian ini bagi orang tua dan masyarakat adalah Secara praktis pada hasil penelitian ini dapat memberikan informasi dan pengetahuan bagi orang tua cara memberikan pola asuh pada anaknya agar tidak berperilaku agresif dan juga untuk mempersiapkan kehidupan yang lebih baik lagi bagi remaja dengan cara memberikan gambaran akan pentingnya peran keluarga terbentuknya perilaku remaja yang baik. Hasil penelitian dapat memberikan pengetahuan pada masyarakat pentingnya keluarga dan cara pola asuh yang benar untuk membentuk generasi remaja yang lebih baik lagi. Pola asuh adalah bagaimana orang tua memperlakukan remaja, mendidik, membimbing, dan mendisiplinkan anak
dalam mencapai proses kedewasaan hingga pada upaya pembentukan norma-norma yang diharapkan masyarakat umumnya (Casmini, 2007). Pola asuh otoriter merupakan suatu bentuk pengasuhan orang tua yang pada umumnya sangat ketat dan kaku ketika berinteraksi dengan ankanya. Orang tua yang berpola asuh otoriter menekankan adanya kepatuhan atau menyalahi norma yang berlaku. Orang tua yang demikian yakin bahwa cara yang keras merupakan cara yang terbaik dalam mendidik ananknya. Orang tua demikian sulit menerima pandangan anaknya, tidak mau memberi kesempatan kepada anaknya untuk mengatur diri mereka sendiri, serta mengharapkan anaknya untuk mematuhi semua peraturan (Yusuf, 2014). Pola asuh yang seimbang (demokratis) akan selalu menghargai individualisasi akan tetapi juga menekan perlunya aturan dan pengaturan. Orang tua dengan pola asuh model ini, penuh dengan cerita kasih, mudah memerinci tetapi menuntut tingkah laku yang baik. Tegas dalam menjaga aturan bersedia memberi hukuman ringan dalam situasi hangat dan hubungan saling mendukung. Anak dari orang tua yang demikian akan merasa tenang dan nyaman. Mereka anak menjadi paham kalau mereka disayangi tetapi sekaligus mengerti terhadap apa yang diharapkan dari orang tua. Jadi anak sejak pra sekolah hingga dewasa akan menunjukan sikap lebih mandiri, mampu mengontrol dirinya, bisa bersikap tegas (Septiari, 2012). Pola asuh permisif merupakan pola asuh yang tidak terlalu menuntut atau mengontrol mereka. Orang tua seperti ini memberikan anak melakukan apa yang ia inginkan. Hasilnya anak tidak pernah belajar mengendalikan prilakunya sendiri dan selalu berharap mendapatkan keinginannya. Beberapa orang tua sengaja membesarkan anak mereka dengan cara ini karena mereka percaya bahwa kombinasi antara keterlibatan yang hangat dan sedikit batasan akan menghasilkan anak yang kreatif dan percaya diri. orang tua yang selalu menurutnya jarang belajar menghormati
orang lain dan mengalami kesulitan untuk mengendalikan prilakunya. Mereka mungkinmendemostrasikan, egosentris, tidak menurut aturan, dan sulit dalam hubungan dengan teman sebaya (Santrock, 2007). Remaja adalah remaja berasal dari bahasa Inggris “teenager” yakni manusia usia 13-19 tahun. Remaja dalam bahasa Latin disebut adolescence yang artinya tumbuh atau tumbuh untuk mencapai kematangan (Ali, 2004). Masa remaja adalah masa transisi yang ditandai oleh adanya perubahan fisik, emosi dan psikis. Menurut WHO, yang disebut remaja adalah mereka yang berada pada tahap transisi antara masa kanak-kanak dan dewasa. Batasan usia remaja menurut WHO adalah 12 sampai 24 tahun. Menurut Depkes RI adalah antara 10 sampai 19 tahun dan belum menikah. Remaja adalah anak usia 10-24 tahun yang merupakan usia antara masa kanak-kanak dan masa dewasa dan sebagai titik awal proses reproduksi, sehingga perlu dipersiapkan sejak dini (Sarwono, 2009). Menurut Kulsum dan Jauhar, (2014) Agresivitas adalah tingkah laku yang dijalankan oleh individu dengan tujuan melukai atau mencelakankan individu lain. BAHAN DAN CARA Desain dalam penelitian ini adalah studi deskriptif korelasi yaitu penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel pada suatu situasi atau sekelompok subjek untuk dilihat apakah ada hubungan antara variabel bebas dan terikat. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Cross Sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah 550 remaja usia 12-18 tahun. Teknik pengambilan sampel menggunakan sample random dengan jumlah sampel 85. Pengukuran pola asuh orang tua dengan agresivias pada remaja dengan menggunakan kuesioner. Analisis data yang digunakan adalah Chi-Square. HASIL PENELITIAN A. Analisa Univariat 1. Pola Asuh Orang Tua Tabel 1.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pola Asuh
Orangtua pada Remaja di Kelurahan Gedawang Kecamatan Banyumanik Kota Semarang, 2015. Pola Asuh Frekuensi Persentase Orangtua (%) Permisif 26 30,6 Otoriter 32 37,6 Demokratis 27 31,8 Jumlah 85 100 Berdasarkan tabel 1.1 dapat diketahui bahwa orangtua di Kelurahan Gedawang Kecamatan Banyumanik Kota Semarang, lebih banyak yang menerapkan pola asuh otoriter pada anak remajanya, yaitu sejumlah 32 orang (37,6%). 2. Agresivitas Pada Remaja Tabel 1.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Agresifitas pada Remaja di Kelurahan Gedawang Kecamatan Banyumanik Kota Semarang, 2015 Agresifitas Frekuensi Persentase (%) Agresif 32 37,6 Tidak 53 62,4 Agresif Jumlah 85 100 Berdasarkan tabel 1.2, dapat diketahui bahwa remaja di Kelurahan Gedawang Kecamatan Banyumanik Kota Semarang, sebagian besar tidak memiliki perilaku agresif, yaitu sejumlah 53 remaja (62,4%). Sedangkan yang memiliki perilaku agresif sejumlah 32 remaja (37,6%). B. Analisa Bivariat 1. Hubungan Antara Pola Asuh Orangtua Dengan Agresifitas Pada Remaja Tabel 1.3 Hubungan antara Pola Asuh Orangtua dengan Agresifitas pada Remaja di Kelurahan Gedawang Kecamatan Banyumanik Kota Semarang, 2015
Berdasarkan tabel 1.3 di atas dapat diketahui bahwa remaja dengan pola asuh otoriter sebagian besar tidak memiliki perilaku agresif sejumlah 20 remaja (62,5%), sedangkan Agresifitas Pola pTidak Asuh Agresif Total ² value Agresif Orangtua F % f % f % Permisif 16 61, 1 38,5 26 10 12,31 0,00 Otoriter 12 5 0 62,5 32 0 9 2 Demokra 4 37, 2 85,2 27 10 tis 5 0 0 14, 2 10 8 3 0 Total 32 37, 5 62,4 85 10 6 3 0 remaja dengan pola asuh demokratis sebagian besar juga tidak memiliki perilaku agresif sejumlah 23 remaja (85,2%), dan remaja dengan pola asuh permisif sebagian besar memiliki perilaku agresif sejumlah 16 remaja (61,5%). PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian kepada 85 responden yang menerapkan pola asuh otoriter pada anak remajanya sejumlah 32 orang (37,6%) yang mana pola asuh ini orang tua lebih menginginkan anaknya lebih menghargai orang tua dan menuruti apa yang dikatakan orang tua, yang menerapkan pola asuh demokratis sejumlah 27 (31,8%) yang mana pola asuh demokratis orangtua lebih memberikan tanggungjawab pada anaknya untuk melakukan apa yang dilakukan anaknya dan lebih memberikan kepercayaan lebih pada anaknya dan yang menerapkan pola asuh permisif sejumlah 26 (30,6%) yang mana pola asuh ini orang tua lebih banyak membiyarkan anak remajaknya melakukan apa yang aka lakukan diluar rumah tanpa ada pantauan lebih dan orang tua kebanyakan tidak mempunyai waktu luang unuk memperhatikan anak dilingkungan rumaha dan lingkungan pergaulanya. Ini menunjukkan bahwa
orangtua di Kelurahan Gedawang Kecamatan Banyumanik Kota Semarang, lebih banyak yang menerapkan pola asuh otoriter pada anak remajanya. Hal ini sebagaimana dinyatakan oleh Septiari (2012) bahwa orang tua otoriter meyakini bahwa seorang remaja akan menerima dengan baik setiap perkataan atau setiap perintah orang tuanya, setiap remaja harus melaksanakan tingkah laku yang dipandang baik oleh orang tuanya. Orang tua otoriter mencoba mengontrol remaja dengan peraturan-peraturan yang mereka tetapkan, selalu memberi perintah tanpa mau memberikan penjelasan. Orang tua otoriter selalu menuntut, kurang memberikan otonomi pada anaknya, dan seringkali gagal memberikan kehangatan kepada anaknya. Remaja di Kelurahan Gedawang Kecamatan Banyumanik Kota Semarang yang tidak memiliki perilaku agresif sejumlah 53 remaja (62,4%) dan yang memiliki perilaku agresif sejumlah 32 remaja (37,6%) yang mana prilaku ini mereka dipengaruhi oleh lingkungan pergaulan mereka dimana yang banyak melakukan perkelahian antar teman yang disebabkan karena tersinggung perkatan teman dan mereka lebih mengutamakan emosinya. Ini menunjukkan bahwa remaja di Kelurahan Gedawang Kecamatan Banyumanik Kota Semarang lebih banyak yang tidak memiliki perilaku agresif. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa remaja dengan pola asuh permisif sebagian besar memiliki perilaku agresif sejumlah 16 remaja (61,5%). Hal ini karena sikap permisif orang tua, yang biasanya tidak efektif untuk menghentikan prilaku menyimpang anaknya, sehingga orangtua cenderung membiarkan anak melakukan apa saja dan tidak mau tahu. Akibatnya perilaku agresif ini akan cenderung bersifat menetap. Berdasarkan hasil analisa data dari penelitian pola asuh orangtua dengan agresivitas pada remaja usia 12-18 tahun di Kelurahan Gedawang Kecamatan
Banyumanik Kota Semarang, didapatkan data dari uji Chi-Square diperoleh nilai ² = 12,319 dengan p-value 0,002. Oleh karena p-value 0,002< α (0,05) maka disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara pola asuh orangtua dengan agresivitas pada remaja usia 1218 tahun di kelurahan gedawang kecamatan banyumanik kota semarang. Hubungan ini memiliki arah negatif (karena nilai ² = 12,319) bertanda negatif, ini artinya jika orang tua yang menggunakan pola asuh permisif maka remaja akan bertindak agresif. Adanya hubungan antara pola asuh orangtua dengan perilaku agresif remaja juga dinyatakan oleh Davidoff (dalam buku Kulsum dan Jauhar, 2014) bahwa pola asuh orang tua yang menerapkan disiplin dengan tidak konsisten, misalnya orang tua sering mengancam anak jika anak berani melakukan hal yang menyimpang. Tetapi ketika perilaku tersebut kadang diberikan kadang tidak diberikan hal ini memicu perilaku agresif kepada anak. Ketidakkonsistenan penerapan disiplin juga terjadi bila ada pertentangan pola asuh antara kedua orang tua. KETERBATASAN PENELITAIN Pola asuh orang tua dan agresivias pada remaja dilakukan penelitian selama 1 mingggu untuk mengetahui pola asuh pada remaja yang berprilaku agresif dan tidak agresif dan peneliti tidak melakukan pengontrolan secara internal dan ekternal yang berada di lingkungan teman sekolah. KESIMPULAN Ada hubungan yang signifikan antara pola asuh orang tua dengan agresivitas pada remaja usia 12-18 tahun di Kelurahan Gedawang Kecamatan Banyumanik Kota Semarang dengan p-value 0,002 < α (0,05). SARAN Diharapkan para orangtua agar bisa menjalin komunikasi yang baik dan terbuka dengan remaja, sehingga
orangtua mengetahui dan memahami setiap masalah remaja. DAFTAR PUSTAKA Anantasari, S.Psi., M.Si. (2006). Menyikapi Prilaku Agresif Anak. Yogyakarta : Penerbit Kanisius. Hal 113. Asmani, jamal maamur. (2012). Kiat Mengatasi Kenakalan Remaja di Sekolah. Jogjakarta : Buku Biru. Barkowitz, L. (2006). Agresi : Sebab dan Akibatnya. Jakarta : PT Pustaka Binaman Bersindo. Basri, Drs Hasan. (1995). Remaja Berkualitas: Problematika remaja dan solisinya. Yogyakarta : pustaka pelajar, hal 4. Casmani. (2007). Emosional Parenting Dasar-Dasar Pengasuhan Kecerdasan Emosi Anak. Yogyakarta : P_Idea (Kelompok Pilar Media) Anggota IKAPI. Davidoff, L Linda. (2004). Psikologi Suatu Pengantar. Jakarta : Erlangga. Depkes RI. 2009. Data Kenakalan Remaja, Data Biro Statistik Gajah Mada (UGM). Jakarta : Depkes RI kristo, M. Thomas. (2010). Adalah Para Orang Tua Motivator Terbaik Bagi Remaja. Jakarta : PT Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia. Hal 1&2. Kulsum, Umi, M.pd dan Jauhar, Mohammad, S.pd. (2014). Pengantar Psikologi Sosial. Jakarta : Prestasi Pustakaraya. Mappiare, A. (1982). Pengantar Psikologi. Jakarta : Prestasi Pustakaraya. Sarwono, Sarlito Wirawan. (2004). Psikologi Remaja. Jakarta : PT. Raja Gritindo Persada. Sarwono, Sarlito. (2010). Pengantar Psikologi Umum. Jakarta : Rajawali Pers. Septiari, Bety Bea. (2012). Mencetak Balita Cerdas Dan Pola Asuh Orang Tua. Yogyakarta : Medika Book.
Taylor,
S, E. (2009). Health Psychology. McGraw- Hill International Editions. Widiyarini, Nilam. (2003). Relasi Orang tua & Anak. Jakarta : PT Elex Media Komputindo.