HUBUNGAN PERILAKU MEROKOK DAN LINGKUNGAN RUMAH DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU DI PUSKESMAS BABAT LAMONGAN Santrie*, Budi Utomo**, Ilkafah***
………….……….…… . …… .....….……. ABSTRAK ………......……….…… …… . .…. Tuberculosis is a problem for human. WHO (Word Health Organisation) estemate will be 1 billion people are infected with tuberculosis in 2002-2020. From 5-10% of that amount will grow o disease, and 40% will end death. Meanwhile, the Puskesmas Babat Lamongan tuberculosis suffer will still be hight. Several factor are likely to be caused of smoking behavior and home envirovmen. The purpose of this reseach is to know correlations smoking behavior and home environment with tuberculosis incident in Puskesmas Babat Lamongan. The method of this resech is cross sectional. The sample is taken concesutive sampling, with inclution criteria is patient who had pulmonary tuberculosis test on Puakesmas Babat Lamongan second smester 2009. Data analysis is by exact fisher’s test with varying degrees significance value 0,05. From exact fisher’s test, the fist hipotesis is known p=0,30 and p<0,05, it means Ho is refused. Second hipotesis is p=0,025 and p<0,05, it means Ho is refused. The conclution is the is significan correlation between smoking behavior with tuberculosis incident, and there is significan correlation between home environment with tuberculosis incident in Puskesmas Babat Lamongan People are advised to avoid smoking behavior and crete a health home enveroment. Nurse should be intensified counseling healthly life without smoking and healthly home enveroment: enough light, ventilation, clien, not dusty and humid. Kata kunci: smoking behavior, home environment, tuberculosis.
menyebabkan perasaan terisolasi atau penolakan karena penyakit menular yang diderita dan dibuktikan dengan perubahan pola perilaku atau penolakan tanggung jawab (Doenges:1999). Sedangkan secara ekonomi, baik keluarga maupun Negara megalami kerugian karena hilanganya tenaga kerja produktif akibat TBC (Depkes RI:2007) WHO memperkirakan bahwa pada tahun 2002-2020, akan ada 1 miliar orang terinfeksi tuberkulosis, dari jumlah tersebut 5-10 persen akan berkembang menjadi penyakit, dan 40 persen yang terkena penyakit tersebut akan berakhir dengan kematian. (Priymbodo:2008) Di Indonesia, TBC merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit kardiovaskuler dan saluran
PENDAHULUAN
... Tuberkulosis (TBC) bukanlah penyakit biasa. TBC sudah dikenal sejak zaman dahulu kala. Pada 1882, Robert Koch, seorang dokter dari Jerman berhasil menemukan Bakteri Tahan Asam (BTA) penyebab TBC dan mengembangkan ekstrak vaksin utuk mencegah dan menyembuhankan penyakit TBC. Meskipun demikian, sampai sekarang, penyakit TBC belum dapat di berantas. Sebaliknya, TBC masih terus membandel, dan cendrung meningkat. (Fajar Ramadhiya Putera: 2006) Selain menyebabkan kematian, secara fisik, TBC dapat menyebabkan seseorang menjadi kurus, lemah, cepat lelah, batuk darah dan sesak nafas. Selain itu secara psikologis, penyakit TBC dapat SURYA
21
Vol.01, No.V, Aprl 2010
Perilaku Merokok Dan Lingkungan Rumah Dengan Kejadian Tuberkulosis Paru pernafasan, dan pembunuh utama pada penderita HIV/AIDS, serta uratan kedua angka kesakitan setelah ISPA. Bila dihitung dalam hitungan waktu, maka setiap 4 menit terdapat 1 orang Indonesia yang meninggal akibat tuberkulosis. (Dwi Riyanto Agustiar:2007). Penderi TBC Paru di Puskesmas Babat Lamongan masing tinggi. Berdasarkan survy awal di puskesmas Babat pada 02 Juli 2009 dietahui bahwa pada 2006 terdapat 45 orang menderita TBC, dan meningkat menjadi 49 orang pada 2007, dan turun lagi menjadi 45 orang pada 2008 Penyebabnya adalah faktor agen, resistensi obat, heriditer, gizi, imunitas, perhatian pemerintah, pandemi HIV/AIDS, pelayanan kesehatan, peran keluarga, perilaku dan lingkungan Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah kejadian infeksi tuberkulosis tersebut adalah dengan menghindari perilaku merokok dan menciptakan lingkungan rumah yang sehat
HASIL PENELITIAN. .. 1. Perilaku Merokok Tabel 1 Perilaku Merokok pasien yang pernah melakuakan tes Tuberkulosis Perilaku Merokok Bukan Perokok (0 Batang/hari ) Perokok Ringan (1-4 Batang/hari) Perokok Sedang (4-10 Batang/hari) Perokok Berat (> 4 Batang/hari) Total
Frekwensi
Porsen
18
51,4
1
2,9
7
20,0
9
25,7
35
100,0
Berdasarkan tabel 1 di atas, dapat disimpulkan bahwa lebih dari sebagian responden tidak merokok, yaitu sebanyak 18 orang atau 51,4%, dan hanya sebagian kecil perokok ringan, yaitu sebayak 1 orang atau 2,9%
METODOLOGI PENELITIAN
. Metode penelitian menggunakan rancangan cross-sectional. Penelitian dilaksanakan Juli sampai dengan Desember 2009. Sampel berjumlah 35 orang. Sampel diambil secara consecutive sampling, dengan kreteria inklusi pasien yang pernah melakuakan tes tuberkulosis paru pada semester II 2009. pengumpulan data menggunakan kuesioner dan telah dilakukan uji validitas dan reliabelitas. Selanjutnya setelah data terkumpul, diedit dan diberi kode, data dimasukan dalam tabel silang dan Analisis data menggunakan uji Exact Fisher’s, dengan derajat signifikansi 0,05. Jika < 0,05 maka H1 diterima yang artinya ada hubungan perilaku merokok dan lingkungan rumah dengan kejadian tberkulosis paru
SURYA
2. Lingkungan Rumah Tabel 2 Lingkungan rumah pasien yang pernah melakuakan tes Tuberkulosis
Ling RMh Buruk Ling Rmh Cukup Ling Rmh Baik Total
Frekwensi 5 19 11 35
Porsen 14,3 54,3 31,4 100,0
Berdasarkan tabel 2 di atas, dapat disimpulkan bahwa lebih dari sebagian responden tinggal dilingkungan rumah cukup, yaitu sebanyak 19 orang atau 54,3%, dan hanya sebagian kecil yang tinggal dilingkungan rumah yang buruk, yaitu sebayak 5 orang atau 14,3 %
22
Vol.01, No.V, Aprl 2010
Perilaku Merokok Dan Lingkungan Rumah Dengan Kejadian Tuberkulosis Paru 3.
faktor-faktor internal (dalam diri), perilaku merokok juga dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal atau lingkungan Faktor jenis kelamin. Lebih dari sebagian pasien TB paru berjenis kelamin laki-laki 19 orang atau 54,3%. Sebagaimana yang dikatakan oleh Julianty Pradono, dan Ch. M. Kristanti (2007) bahwa lama merokok dan dosis rokok pada laki-laki lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan. Faktor umur, mayoritas pasien TB paru, 33 orang atau 94,3% berusia produktif, 20-49 tahun. Pria muda lebih banyak menjadi perokok, bahkan dua pertiga dan kelompok usia produktif adalah perokok (Sarjani Jamal:2006). Selain itu perilaku merokok juga dipengaruhi oleh faktor perasaan positif (Pleasure relaxation) yaitu merokok dilakukan untuk menambah atau meningkatkan kenikmatan yang didapat, misalnya merokok setelah minum kopi atau makan. Laki-laki cendrung lebih banyak menghabiskan kopi daripada perempuan (Silvan & Tomkins yang dikutif oleh Nasution I.K:2007) Faktor pendidikan, mayoritas pasien TB parut, 30 orang atau 85,7% berpendidkan rendah atau tamat SMP atau sederajat. semakin rendah tingkat pendidikan seseorang maka semakin besar kemungkinannya untuk merokok (Anna Maria Sirait at all: 2001). Faktor Sosial Kultural. Meliputi kebisaan budaya, kelas sosial, tingkat pedidikan, dan pengahsilan. Banyak penelitian yang membuktikan bahwa masyarakat ekonomi rendah merokok lebih banyak dibandingkan dengan masyarakat ekonomi lebih tinggi (Bambang Setiaji:2007). Rokok juga dianggap sebagai simbol dari keakraban diantara warga (Syahrul:2007) Dari pemaparan tersebut di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa perilaku merokok merupakan suatu perilaku yang sangat konflik, yang melibatkan banyak faktor, mulai dari jenis kelamin, usia, pendidikan, pekerjaan dan ekonomi. Dengan demikian maka strategi terbaik untuk memerangi perilaku morokok di masyarakat
Kejadian Tuberkulosis Tabel 3 Kejadian tuberculosis di Puskesmas Babat Lamongan Frekwensi 9
Porsen 25,7
Postif TBC
26
74,3
Total
35
100,0
Negatif TBC
Berdasarkan tabel 3 di atas, dapat disimpulkan bahwa mayoritas responden menderita tuberkulosis paru, yaitu sebanyak 26 orang atau 74,3% dan hanya sebagian kecil yang tidak menderita tuberkulosis paru, yaitu sebayak 9 orang atau 25,7% 4.
Hubungan Perilaku Merokok Dengan Kejadian Tuberkulosis Berdasarkan perhitungan uji Exact Fisher’s tersebut diatas, diperoleh drajat signifikansi 0,030, karena p (0,030)<0,05 maka Ho ditolak dan H1 diterima. Artinya ada hubungan yang signifikan antara perilaku merokok dengan kejadian tuberkulosis paru di puskesmas Babat Lamongan 5.
Hubungan Lingkungan Rumah Dengan Kejadian Tuberkulosis Berdasarkan perhitungan uji Exact Fisher’s tersebut diatas, diperoleh signifikansi 0,025. Karena p<0,05 maka Ho ditolak dan H1 diterima. Artinya ada hubungan yang signifikan antara lingkungan rumah dengan kejadian tuberkulosis paru di puskesmas Babat Lamongan
PEMBAHASAN
.
1)
Perilaku Merokok Berdasarkan tabel 1 dapat disimpulkan bahwa lebih dari sebagian pasien TB paru tidak merokok, yaitu sebanyak 18 orang atau 51,4%, dan hanya sebagian kecil perokok ringan, yaitu sebayak 1 orang atau 2,9%. Hal ini dapat terjadi karena banyak faktor yang dapat mempengaruhi perilaku merokok sebagaimana yang dikatakan oleh Lewin dalam Komalasari & Helmi (2000) bahwa perilaku merokok merupakan fungsi dari lingkungan. Artinya selain dipengaruhi oleh
SURYA
23
Vol.01, No.V, Aprl 2010
Perilaku Merokok Dan Lingkungan Rumah Dengan Kejadian Tuberkulosis Paru adalah dengan melibatkan kesemua faktor tersebut, tanpa terkecuali. 2) Lingkungan Rumah Berdasarkan tabel 2 di atas, maka dapat disimpulkan bahwa lebih dari sebagian pasien TB paru tinggal dilingkungan rumah cukup, yaitu sebanyak 19 orang atau 54,3%, dan hanya sebagian kecil yang tinggal dilingkungan rumah yang buruk, yaitu sebayak 5 orang atau 14,3%. Hal tersebut dapat disebabkan karena lebih dari sebagaian pasien TB parut merupakan masyarakat tidak mampu yang bekerja sebagai buruh tani, yaitu 57,1%. Secara teoritis keluaraga yang tidak mampu hanya akan mampu membuat rumah sekedarnya, cukup untuk berlindung dari panas dan hujan saja, tanpa memperhatikan masalah kesehatannya. Selain itu mayoritas pasien TB parut, 30 orang atau 85,7% berpendidkan rendah atau hanya tamat SMP atau sederajat. Sehingga mereka memiliki pengetahuan yang terbatas tentang standar rumah yang sehat, dan juga mereka lebih sulit dalam menerima informasi baru yang berhubungan dengan perumahan yang sehat Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa salah satu cara untuk menciptakan lingkungan rumah yang sehat adalah dengan memberikan pendidikan kesehatan kepada masyarakat tidak mampu tentang lingkungan rumah sehat melalu penyuluhan-penyuluhan di posyandu, jamah pengajian, dan forum lainnya. 3) Kejadian Tuberkulosis Berdasarkan tabel 3 di atas, maka dapat disimpulkan bahwa mayoritas pasien TB paru menderita tuberkulosis paru, yaitu sebanyak 26 orang atau 74,3% dan hanya sebagian kecil yang tidak menderita tuberkulosis paru, yaitu sebayak 9 orang atau 25,7%. Hal tersebut dapat terjadi karena mayoritas pasien TB paru, 30 orang atau 85,7% berpendidkan rendah atau hanya tamat SMP atau sederajat. Sehingga mereka memiliki informasi dan pengetahuan yang terbatas tentang tuberkulosis paru, termasuk cara penularan dan pencegahannya.
SURYA
Selain itu, lebih dari sebagaian pasien TB parut merupakan masyarakat tidak mampu yang bekerja sebagai buruh tani, yaitu 57,1%. Mereka lebih sulit dalam memenuhi kebutuhan gizi sehingga lebih mudah terinfeksi mikobakterium tuberkulosis. Juga lebih dari sebagian pasien TB paru merokok, yaitu sebanyak 18 orang atau 51,4%. Sedangkan rokok dapat merusak sistem kekebalan paru dan tubuh terhadap infeksi dari luar (Tjandra Yoga Aditama:2009) Sedangkan faktor lain adalah lebih dari sebagian pasien TB paru tinggal dilingkungan rumah cukup, yaitu sebanyak 19 orang atau 54,3%, sehingga mereka memilki resiko lebih besar tertular tuberkulosis paru dibanding orang tinggal di lingkungan rumah yang sehat. Dari uraian tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa banyak faktor yang dapat menyebabkan tingginya angka kejaidan tuberkulosis paru di Puskesmas Babat Lamongan, mulai dari faktor pendidikan, ekonomi, perilaku merokok dan lingkungan rumah. 4) Hubungan Perilaku Merokok Dengan Kejadian Tuberkulosis paru Berdasarkan perhitungan uji Exact Fisher’s diperoleh derajat signifikansi hubungan perilaku merokok dan kejadian tuberkulosis sebesar 0,03. selanjutnya karena p (0,03) lebih kecil dari 0,05 maka Ho ditolak dan H1 diterima. Artinya ada hubungan yang signifikan antara perilaku merokok dengan kejadian tuberkulosis paru di puskesmas Babat Lamongan Hal tersebut di atas dapat terjadi karena paru-paru lebih mudah mengalami perlukaan akibat asap rokok dan juga karena merokok dapat menyebabkan daya tahan saluran pernafasan dan paru menurun, sehingga sesorang lebih mudah terserang penyakit tuberkulosis paru. Sebagaimana yang dikatakan oleh Tjandra Yoga Aditama (2009) bahwa rokok merusak mekanisme pertahanan paru yang disebut muccociliary clearance. Bulu-bulu getar dan bahan lain di paru tidak mudah "membuang" infeksi yang sudah masuk
24
Vol.01, No.V, Aprl 2010
Perilaku Merokok Dan Lingkungan Rumah Dengan Kejadian Tuberkulosis Paru karena bulu getar dan alat lain di paru rusak akibat asap rokok. Selain itu, asap rokok meningkatkan tahanan jalan napas (airway resistance) dan menyebabkan "mudah bocornya" pembuluh darah di paru, juga akan merusak makrofag yang merupakan sel yang dapat "memakan" bakteri pengganggu. Asap rokok juga diketahui dapat menurunkan respons terhadap antigen sehingga kalau ada benda asing masuk ke paru tidak lekas dikenali dan dilawan. Dengan mempelajari berbagai teori dan hasil penelitian yang telah diuraikan di atas, terbukti bahwa seseorang yang memiliki perilaku merokok terdapat kecendrungan mengalami tuberkulosis paru lebih besar dibanding orang yang tidak merokok, betapapun kejadian tuberkulosis paru dapat pula terjadi karena faktor lain, sebagaimana pada hasil penelitian di atas bahwa ada pasien TB paru yang tidak merokok dan tetap menderita tuberkulosis paru, sebesar 83,3% Hal tersebut dapat disebabkan karena lebih dari sebagaian pasien TB parut merupakan masyarakat tidak mampu yang bekerja sebagai buruh tani, yaitu 57,1%. Secara teoritis orang yang tidak mampu adalah masyarakat yang rentan terhada pemenuhan kebutuhan gizi, sehingga mereka lebih mudah terserang penyakit termasuk tuberkulosis paru. Selain itu, mayoritas pasien TB paru berpendidikan rendah, tamat SMP kebawah, 85,7%. Secara teoritis orang yang berpendidikan rendah memeliki kemampuan yang terbatas dalam menganalisa fenomina yang terjadi di lingkngannya, termasuk terhadap pencegahan diri dan keluarga dari penularan penyakit tuberkulosis. 5) Hubungan Lingkungan Rumah Dengan Kejadian Tuberkulosis paru Berdasarkan perhitungan uji Exact Fisher’s diperoleh derajat signifikansi hubungan perilaku merokok dan kejadian tuberkulosis sebesar 0,025. Karena p (0,025) lebih kecil dari 0,05 maka Ho ditolak dan H1 diterima, dengan kata lain ada hubungan yang signifikan antara lingkungan rumah dengan kejadian tuberkulosis paru di puskesmas Babat Lamongan
SURYA
Hal tersebut di atas dapat terjadi karena lingkungan rumah yang buruk: berdebu, lembab, gelap, dan jarang dibersihkan merupakan lingkungan yang baik bagi perkebangbiakan mikobakterium tuberkulosis. Sehingga seseorang yang tinggal di lingkungan rumah demikian lebih mudah terserang penyakit tuberkulosis. Sebagaimana yang dikatakan oleh Notoadmodjo (2005) bahwa lantai rumah yang basah dan berdebu merupakan media yang baik bagi perekebang biakan penyakit. Juga Depkes RI: 2002, Notoatmodjo: 2003; Girsang: 1999, seperti yang dikuip oleh Ikeu Nurhidayah et.all (2007) mengatakan bahwa kuman tuberkulosis dapat hidup baik pada lingkungan yang lembab. Selain itu karena air membentuk lebih dari 80% volume sel bakteri dan merupakan hal yang essensial untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup sel bakteri, maka kuman TB dapat bertahan hidup pada tempat sejuk, lembab dan gelap tanpa sinar matahari sampai bertahun-tahun lamanya. Dengan mempelajari berbagai teori dan hasil penelitian yang telah diuraikan di atas, terbukti bahwa seseorang yang tinggal di lingkungan rumah buruk terdapat kecendrungan mengalami tuberkulosis paru lebih besar dibanding orang yang tinggal di lingkungan rumah yang baik, betapapun kejadian tuberkulosis paru dapat pula terjadi karena faktor lain, sebagaimana pada hasil penelitian di atas bahwa ada pasien TB paru yang tinggal di lingkungan rumah yang baik dan tetap menderita tuberkulosis paru, yaitu 8,2%
KESIMPULAN DAN SARAN
.
1. Kesimpulan 1) Lebih dari sebagian pasien yang pernah melakukan tes tuberkulosis paru di Puskesmas Babat Lamongan perokok, yaitu 51,4%, 2) Lebih dari sebagian pasien yang pernah melakukan tes tuberkulosis paru di Puskesmas Babat tinggal dilingkungan rumah cukup, yaitu 54,3%,
25
Vol.01, No.V, Aprl 2010
Perilaku Merokok Dan Lingkungan Rumah Dengan Kejadian Tuberkulosis Paru 3)
4)
5)
Mayoritas pasien yang pernah melakukan tes tuberkulosis paru di Puskesmas Babat Lamongan menderita tuberkulosis paru, yaitu 74,3% Ada hubungan signifikan anatara perilaku merokok dengan kejadian tuberkulosis paru di Puskesmas Babat Lamongan Ada hubungan signifikan anatara lingkungan rumah dengan kejadian tuberkulosis paru di Puskesmas Babat Lamongan
5)
.
DAFTAR PUSTAKA
.
Abdul Aziz Alimul Hidayat, (2007). Metodologi Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisa Data. Salemba Medika. Jakarta
2. Saran Adapun beberapa saran yang direkomendasikan berhubungan dengan penelitian ini adalah: 1) Bagi masyarakat secara keseluruhan hendaknya dapat menghindari perilaku merokok karena terbukti tidak sehat dan memiliki hubungan yang signifikan terhadap kejadian tuberkuosis paru 2) Bagi masyarakat hendaknya perlu memperhatikan kebersihan dan kesehatan lingkungan rumah yang ditinggalinya agar mereka terhindar dari penularan penyakit tuberculosis paru. Lingkungan rumah yang lembab, pengab, berdebu dan kurang ventelasi serta pencahayaan merupakn media yang baik bagi perkembangbiakan tuberculosis paru 3) Bagi Puskesmas Babat Lamongan (khususnya bagian penangulangan tuberkulosis) diharapkan agar lebih mengintensifkan upaya penyuluhan tentang pentingnya menghindari perilaku merokok dan menciptakan lingkungan rumah yang sehat sebagai upaya pencegahan penularan tuberculosis paru baik pada anak maupun pada orang dewasa, sehingga dapat menekan angka penularan dan angka kesakitan akibat tuberkulosis. 4) Bagi keperawatan komunitas, diharapkan agar mengembangkan asuhan keperawatan klien dengan kasus tuberculosis paru secara menyeluruh serta mengintensifkan penyuluhanpenyuluhan, konseling atau pelatihan-
SURYA
pelatihan baik untuk kader maupun untuk masyarakat luas. Bagi peneliti berikutnya hendaknya dapat menggunakan penelitian ini sebagai bahan rujukan atau perbandingan dalam meneliti tuberkulosis paru berikutnya
Amandra Mustika Megarani, (2007). 40 Persen ODHA Meninggal Karena TBC. http://tempointeraktif.com. Diakses :24 juni 2009, jam 17.50Wib Antara, (2008). Risiko Kematian TBC Jauh Lebih Besar Dibanding Flu Burung. http://antara.co.id. Diakses: 24 Juni 2009, jam 20.07Wib Asril Bahar, (2004). “Tuberkulosis paru” dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Cetakan 2. Jakarta: FKUI. Bambang Setiaji, (2007). Henti Rokok : Sehat dan Jauh dari Dosa. http:// promosikesehatan.com. Diakses: 29 juni 2009, jam 15.09Wib Bambang Setiaji, (2007). Kebiasan Merokok http://Promosi dan Kemiskinan. kesehatan.com. Diakses: 15 juni 2009, jam 12.08Wib Bambang Setiaji, (2007). Nggak Usah Ragu Tinggalkan Rokok!. http://Promosi kesehatan. com. Diakses: 15 juni 2009, jam 19.32Wib Bambang Setiaji, (2007). Rokok; Sudah Jatuh Tertimpa Tangga Pula. http://Promosi kesehatan.com. Diakses: 15 juni 2009, jam 19.02Wib BPS Jawa Timur,(2008). Perkembangan Kegiatan Pencegahan dan 26
Vol.01, No.V, Aprl 2010
Perilaku Merokok Dan Lingkungan Rumah Dengan Kejadian Tuberkulosis Paru Ferdinand, (2006). Jumlah Penderita TBC di Indonesia Nomor Tiga di Dunia. http://mediaindo.co. Diakses: 24 Juni 2009, 19.33Wib
Pemberantasan Penyakit Menular di Jawa Timur. Surabaya: BPS Jawa Timur. Budiman Chandra, (2006). Pengantar Kesehatan Lingkungan. Editor, Palupi Widyastuti. Jakarta: EGC.
Fitraya Ramadhanny, (2006). Tragis! 140 Ribu Penderita TBC Meninggal Dunia Tiap Tahun. http://detiknews.com. Diakses: 24 Juni 2009, jam 18.37Wib
Cheta Nilawaty, (2008). Kerugian Akibat Penyebaran TBC Rp 8 Triliun. http://tempointeraktif.com. Diakses: 24 juni 200, jam 19.33Wib.
Ida Bagus Subanada, (2004) “Merokok Pada Remaja” Dalam Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya. Disunting Oleh Soetjiningsih. Sugung Seto. Jakarta: EGC
Depdagri, (2006). 400 Penderita Meninggal Setiap Hari di Indonesia karena TBC. http://depdagri.go.id. Diakses 24 Juni 2009
Ikeu Nurhidayah et,all, (2007). Hubungan Antara Karakteristik Rumah Deengan kejadian tuberkulosis (TBC) Pada anak Di kecamatan Paseh Kabupaten Sumedang. Fakultas Ilmu keperawatan. Universitas Padjadjaran. Bandung: Tidak dipublikasikan
Dempsey, Patricia Ann, (2002). Risert Keperawatan: Buku Ajar dan Latihan. Alih bahasa Palupi W. Ed 4. Jakarta: EGC. Dinkes Jawa Timur, (2008). Jatim Masih Rawan TB. http://inilah.com. Diakses 14 Juni 2009, jam 09.39.
Indri Kemala Nasution, (2007). Perilaku Merokok pada Remaja. Program Studi Psikologi. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Medan: Tidak dipublikasikan
Dewi Sibuea, (2007). Iklan Rokok-Strategi “Efektif” Meningkatkan Jumlah Remaja Perokok. http://promosikesehatan.com. Diakses: 15 juni 2009, jam 19.14Wib.
Julianty Pradono1, Ch. M. Kristanti, (2007). Perokok Pasif Bencana Yang terlupakan. http://promosikesehatan.com. Diakses: 1 Juli 2009, jam 15.30Wib
Doenges, Merilynn E, (1999). Rencana Asuhan Keperawatan: Untuk perencanaan dan Pendukomentasian Perawatan Pasien. Alih bahasa, I made Sumawati. Ed 3 Jakarta: EGC. Dwi Riyanto Agustiar, (2007). Pemerintah Kurang Fokus Atasi Tuberkolosis. http://kompas.com. Diakses: 14 Juni 2009, jam 18.47Wib
Komalasari, D & Helmi AF, (2000). Faktorfaktor Penyebab Perilaku Merokok Pada Remaja. Jurnal Psikologi Universitas 2. Yogyakarta. Gadjah Mada, Universitas Gadjah Mada Press.
Penderita Nopiansyah, (2006). Tuberkulosis Masih Tinggi. http://tempo interaktif.com. Diakses: 24 Juni 200, jam 18.24Wib
Moehammad Samoedera Harapan, (2005). 500 Ribu Kasus TBC Baru di RI. http://detiknews.com. Diakses: 24 juni 2009, jam 17.52Wib
Fajar Ramadhiya Putera, (2006) TBC, Bukan Bakteri Biasa. http://wikipedia.org. Diakses: 24 juni 2009, jam 18.34Wib
Nursalam, (2008). Konsep dan Metodologi penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Eko
SURYA
27
Vol.01, No.V, Aprl 2010
Perilaku Merokok Dan Lingkungan Rumah Dengan Kejadian Tuberkulosis Paru Oryza A. Wirawan, (2008). Rokok Sebabkan mayoritas Pasien Masuk RS Paru. http://beritajatim.com. Diakses: 27 juni 2009, jam 11.45Wib
http://promosikesehatan.com. pada 15 juni 2009, jam
Soekidjo Notoadmodjo, (2005). Ilmu Kesehatan Masayarakat; Prinsip– Prinsip Dasar. Jakarta: Renika Cipta.
Priymbodo, (2008). Indonesia Peringkat Ketiga Penderita TB. http://kompas.com. Diakses: 24 Juni 2009, jam 19.31Wib
Syahrul, (2007). Tuntutan Akan Kreatifitas dalam Kampanye Anti Rokok. http:// promosikesehatan.com. Diakses: 15 juni 2009, jam 11.21Wib
Putra Prabu, (2009). Lingkungan Sehat. http://smapgri-wrs.net. Diakses 11 Juli 2009, jam 11.43Wib
Tin Gustina, (2007). Hubungan Kebiasaan Merokok Dengan Fungsi Paru Penderita Tuberkulosis paru di Kabupaten Kulon Progo dan Kota Yogyakarta. Tesis. Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Yogyakarta: Tidak dipublikasikan
Putra Prabu, (2009). Rumah Sehat. http://putraprabu.wordpress.com. Diakses: 11 Juli 2009, jam, 12.00Wib Hubungan Rani Susanti, (2008). Pengetahuan, Sikap dan motivasi Pasien Tuberkolosis Paru Dengan Keteraturan Berobat di Wilayah Kerja Puskesmas Purbaratu Kota Skripsi. STIKES Tasikmalaya. Muhammadiyah Tasikmalaya. Tasikmalaya: Tidak dipublikasikan. Rofiqi Hasan, (2008). Pertahun 485 Ribu Orang Tertular Tuberculosis. http://tempo.co.id. Diakses: 24 Juni 2009, jam 10.31Wib
Tjandra Yoga Aditama, (2009). Rokok dan Tuberkulosis Paru. http://kompas.com. Diakses: 29 Juni 2009, jam 11.26Wib Yusuf Riaman, (2006). Menko Kesra: Waspadai Penyakit ATM.. http://depkes.go.id. Diakses; 24 Juni 2009, jam 12.12Wib Zulkifli Amin dan Asril Bahar, (2006). ”Tuberkulosis Paru” dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. . Jakarta. Penerbit FKUI
Sarjani Jamal, (2006). Pria Desa Berpendidikan Rendah, Perokok Terbanyak. Medika Jurnal Kedokteran Indonesia No. 03 Tahun Ke XXXII, Maret.
Zulkifli Amin dan Asril Bahar (2006) ”Pengobatan Tuberkulosis Mutahir” dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. . Jakarta. Penerbit FKUI.
Sirait A.M, Julianty Pradono, Ida L. Toruan, (2007). Perilaku Merokok (Analisis Data Susenas 2001).
SURYA
Diakses
28
Vol.01, No.V, Aprl 2010