HUBUNGAN PERILAKU KEPEMIMPINAN DENGAN IKLIM ORGANISASI (Studi Pada Karyawan Beberapa Perusahaan Manufaktur di Medan) Rinaldy Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Graha Nusantara Tapanuli Selatan Abstract: Leadership is important factor in organization as process in instructing human resource to reach specific-purpose. Good leadership will support creation of organization climate that is conducive. This research is aimed to understand behavioral relation of leadership with job climate. Responder in this research is employees of some manufacturing business in Medan. Data collecting use questioner technique, while data analyzer is correlation or product moment. Research findings show there is positive and significant relation between leadership behavioral with organization climate. Key word: Leadership, Leadership Behavioral, Organizational Climate.
PENDAHULUAN Bila kita membahas masalah iklim, sebenarnya sedang berbicara mengenai sifat-sifat atau ciri-ciri yang dirasa terdapat dalam lingkungan kerja dan timbul terutama karena kegiatan organisasi, yang dilakukan secara sadar atau tidak, dan yang dianggap mempengaruhi perilaku kemudian. Dengan kata lain iklim yang dipandang sebagai kepribadian organisasi seperti yang dilihat oleh para anggotanya. Seorang peneliti Rensis Likert mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi iklim kerja diantaranya, kepemimpinan, motivasi, komunikasi, interaksi pengaruh, pengambilan keputusan. Lebih lengkap Likert menyatakan faktorfaktor tersebut adalah: kualitas kepemimpinan, imbalan yang adil, kadar kepercayaan, tekanan pekerjaan, komunikasi ke atas ke bawah, kesempatan, perasaan melakukan pekerjaan yang bermanfaat, pengendalian, struktur, birokrasi yang nalar, tanggung jawab keikutsertaan, dan keterlibatan pegawai (Davis dan Newstroom, 1996:24). Dari faktor di atas terlihat kepemimpinan sebagai faktor yang mempengaruhi iklim kerja di dalam sebuah organisasi. Dalam mencapai tujuannya, perusahaan memerlukan sebuah kepemimpinan yang efektif yakni kepemimpinan yang mampu mengarahkan seluruh sumber daya perusahaan. Masalah-masalah yang sering timbul dalam sebuah proses kepemimpinan adalah adanya pemimpin yang otoriter, selalu mementingkan pendapat sendiri, tidak menghargai bawahan sebagai seorang manusia, tidak memberi contoh yang baik dalam pelaksanaan kerja, seperti datang bekerja selalu mementingkan pendapat sendiri, tidak menghargai bawahan sebagai seorang manusia, tidak memberi contoh yang baik dalam pelaksanaan kerja, seperti datang bekerja selalu terlambat, tidak memiliki kemampuan yang seharusnya dimiliki oleh seorang pemimpin, dan masalah-masalah lain yang dapat menjadikan organisasi menjadi buruk akibat dipimpin oleh orang yang tidak tepat.
Pemimpin merupakan faktor kritis (crucial factor) yang dapat menentukan maju mundurnya, serta hidup matinya suatu usaha yang merupakan kegiatan bersama, baik yang berbentuk organisasi sosial, lembaga pemerintah maupun badan-badan dan usaha-usaha perdagangan. (Kartini Kartono, 1998: 6). Pada dasarnya, baik buruknya organisasi perusahaan tergantung bagaimana cara seorang memimpin dan proses kepemimpinan di dalam suatu organisasi memiliki pengaruh yang besar dalam membentuk iklim kerja yang kondusif di dalam perusahaan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Field dan Abelson, bahwa salah satu determinan yang mempengaruhi iklim kerja adalah perilaku manajerial (pemimpin) kepada bawahan (Hasibuan, 2000: 376). RUMUSAN MASALAH Untuk mengarahkan penelitian ini, maka masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: Apakah perilaku kepemimpinan memiliki hubungan yang positif dan signifikan dengan iklim kerja. KAJIAN PUSTAKA a. Kepemimpinan Kepemimpinan pada intinya merupakan suatu proses mengarahkan para anggota untuk mencapai suatu tuuan tertentu. Untuk melihat lebih jelas makna dari kepemimpinan dapat dilihat pada bagian berikut. Pemimpin adalah individu dalam kelompok yang bertugas membimbing dan mengkoordinir aktivitas-aktivitas kelompok yang relevan dengan tugas orang yang jika ada, pemimpin ditunjuk memikul tanggung jawab primer untuk melaksanakan fungsi-fungsi ini di dalam kelompok. (Kast dan Rosenzweig, 2000: 515). Mengutip pendapat Kimbal Young seperti dikutip Kartono (1998: 40), kepemimpinan adalah bentuk dominasi yang didasari atas kemampuan
95
Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6 No. 2 April 2005
pribadi yang sanggup mendorong atau mengajak orang lain untuk berbuat sesuatu berdasarkan akseptansi/penerimaan kelompoknya, dan memiliki keahlian khusus yang tepat bagi situasi khusus. Menurut Gibson et al (1992: 2630), kepimpinan adalah suatu usaha mempengaruhi orang antarperseorangan (interpersonal), lewat proses komunikasi, untuk mencapai sesuatu atau beberapa tujuan. Stoner (1992: 294) mengemukakan bahwa kepemimpinan manajerial dapat didefinisikan sebagai suatu proses pengarahan dan pemberian pengaruh pada kegiatan-kegiatan dari sekelompok anggota yang saling berhubungan tuagsnya. Davis dan Newstrom (1996: 152) menyatakan bahwa kepemimpinan adalah proses mendorong dan membantu orang lain untuk bekerja dengan antusias mencapai tujuan. Faktor manusialah yang mempertautkan kelompok dan memotivasinya untuk mencapai tujuan. Ralph M. Stodgill seperti dikutip Stoner (1992: 114) menyatakan ada tiga implikasi yang penting dari kepemimpinan: o Pertama, kepemimpinan harus melibatkan orang lain (bawahan/pengikut). o Kedua, kepemimpinan melibatkan distribusi yang tidak merasa dari kekuasaan di antara pemimpin dan anggota kelompok. o Ketiga, selain secara sah dapat mengarahkan bawahan atau pengikut mereka, pemimpin juga dapat mempunyai pengaruh. Dalam teori kepemimpinan terdapat beberapa tipe kepemimpinan, yang menggambarkan bagaimana karakter yang dimiliki oleh seorang pemimpin. Menurut Siagian (1996: 17), tipe kepemimpinan dikategorikan pada lima tipe, yaitu: 1. Tipe pemimpin otokratis Seorang pemimpin otokratis ialah pemimpin yang memiliki ciri, yakni menganggap organisasi milik pribadi, mengidentifiksi tujuan pribadi dengan tujuan organisasi, menganggap bawahan seagai alat semata-mata, tidak mau menerima kritik, saran, dan pendapat, terlalu tergantung pada kekuasaan formalnya, dalam tindakan menggunakan approach yang menganut unsur paksaan dan punitive (bersifat menghukum). Dengan demikian dapat dilihat bahwa tipe pemimpin demikian tidak tepat untuk organisasi modern. Sifat tersebut tidak menghargai hak asasi manusia. 2.
96
Tipe pemimpin yang militeristis Seorang pemimpin yang bertipe militeristis ini ialah seorang pemimpin yang menggunakan sistem perintah untuk menggerakan bawahannya, sering bergantung pada pangkat dan jabatan dalam memberikan perintah kepada para bawahannya, senang pada formalitas yang berlebihan, sukar menerima kritikan dari bawahan, menggemari upacara-upacara untuk
berbagai keadaan. Dari sifat-sifat tersebut seorang pemimpin yang militeristis bukanlah seorang pemimpin yang ideal. 3.
Tipe pemimpin yang paternalistis Pemimpin yang tergolong paternalistis ini adalah seorang yang menganggap bawahannya seorang manusia yang dewasa, bersifat terlalu melindungi, jarang memberikan kesempatan bawahannya untuk mengambil kesimpulan, jarang memberikan kesempatan pada bawahan untuk mengambil inisiatif, sering bersikap mau tahu. Dengan demikian seorang pemimpin yang bersikap demikian sangat diperlukan, akan tetapi sifat–sifat negatif mengalahkan sifat-sifat positif.
4.
Tipe pemimpin yang karismatik Sering dikatakan bahwa pemimpin yang karismatik diberkahi dengan kekuatan gaib (supernatural power), tipe pemimpin ini belum diketahui sifat-sifat dan sebabnya mengapa seorang pemimpin memiliki karismatik dan daya tarik yang sangat besar dan umumnya memiliki pengikut yang jumlahnya besar.
5.
Tipe pemimpin yang Demokratis Kepimpinan gaya ini telah membuktikan bahwa tipe pemimpin seperti ini paling tepat untuk sebuah organisasi moderen karena dalam proses penggerakan bawahannya selalu bertitik tolak dari pendapat bahwa manusia itu adalah makluk yang mulia, ia senang menerima saran, pendapat, dan kritikan-kritikan dari bawahannya, selalu berusaha mensikronisasikan kepentingan dengan kepentingan pribadi dan tujuan daripada bawahannya, lebih mengutamakan kerja sama dalam usaha mencapai tujuan, memberi kebebasan kepada bawahannya untuk memperbaiki apabila bawahan membuat kesalahan, selalu berusaha membuat bawahan lebih sukses daripadanya, berusaha mengembangan kapasitas diri pribadinya sebagai seorang pemimpin. Dari uraian tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa untuk menjadi pemimpin yang tipe demokratis bukanlah suatu hal yang mudah, tetapi karena pemimpin seperti ini yang ideal, maka alangkah baiknya jika semua pemimpin berusaha menjadi seorang pemimpin yang demokratis.
Fungsi dan Azas Kepemimpinan Ada beberapa fungsi dan azas kepemimpinan yang dapat dilihat pada uraian dibawah ini. Kartini Kartono (1998: 64) menyatakan
Hubungan Perilaku Kepemimpinan dengan Iklim Organisasi (Studi pada Karyawan Beberapa Perusahaan Manufaktur di Medan)
fungsi kepemimpinan ialah memandu, menuntun, membimbing, membangun, memberi, atau membangunkan motivasi-motivasi kerja, mengemudikan organisasi, menjalin jaringanjaringan komuniksi yang baik, memberikan supervise (pengawasan) yang efisien, dan membawa para pengikutnya kepada sasaran yang ingin dituju sesuai dengan ketentuan waktu dan perencanaan. Fungsi kepemimpinan di atas pada dasarnya memiliki tujuan yang sama yakni mengarahkan orang lain atau para bawahannya untuk mencapai tujuan dan sasaran tertentu. T. Hani Handoko (1993: 299) menyatakan ada dua fungsi utama kepemimpinan: 1. Fungsi-fungsi yang berhubungan dengan tugas (task related) atau pemecahan masalah. 2. Fungsi-fungsi pemeliharaan kelompok (group maintenance) atau sosial. Fungsi pertama menyangkut pemberian saran penyelesaian, informasi, dan pendapat. Fungsi kedua mencakup segala sesuatu yang dapat membantu kelompok berjalan lebih lancar, persetujuan dengan kelompok lain, penengahan perbedaan pendapat, dan sebagainya. Kartini Kartono (1998: 65) menyebutkan: Azas kepemimpinan yang baik: Kemanusian, yaitu mengutamakan sifat-sifat 1. kemanusian, pembimbingan manusia oleh manusia, untuk mengembangkan potensi dan kemampuan setiap individu, demi tujuantujuan kemanusiaan. 2. Efisiensi, yakni efisiensi teknis maupun sosial, berkaitan dengan terbatasnya sumber-sumber, materil dan manusia, atau prinsip penghematan, dan adanya nilai-nilai ekonomis, serta azas-azas manajemen modern. 3. Kesejahteraan dan kebahagian yang lebih merata menuju pada taraf kehidupan yang lebih tinggi. Jika seorang pemimpin memiliki azas di atas maka dapat dikatakan bahwa seorang pemimpin memiliki kepemimpinan yang baik.
IKLIM KERJA Pengertian Iklim Kerja Swamsburg (1995: 25) menyatakan, iklim organisasi adalah status emosi yang ditunjukkan oleh anggota sistem. Iklim ini dapat formal, rileks, defensive, berhati-hati, menerima, percaya , dan sebagainya. Iklim ini adalah subyektif karyawan atau persepsi mereka tentang organisasi mereka. Steers (1995: 120) menyatakan, bila sebenarnya sedang berbicara mengenai sifat-sifat atau ciri-ciri yang terdapat dalam lingkungan kerja dan timbul terutama karena kegiatan organisasi, yang dilakukan secara sadar atau tidak, dan yang dianggap mempengaruhi perilaku kemudian. Dengan kata lain iklim yang dipandang sebagai kepribadian organisasi seperti
yang dilihat oleh para anggotanya. Menurut Payne & Pugh dalam Steers (1995: 123), yang dimaksud dengan iklim kerja adalah sikap, nilai, norma, dan perasaan yang lazim dimiliki para pekerja sehubungan dengan organisasi mereka. Menurut Heidhrachman Ranupandojo dan Suad Husnan (1992: 150), unsur-unsur yang terdapat di dalam iklim kerja adalah sebagai berikut: 1. Komunikasi 2. Hubungan kerja - Hubungan antara para karyawan. - Hubungan antara karyawan. - Hubungan antara para manajemen Dimensi Iklim Kesulitan pokok yang timbul dalam usaha memahami peranan iklim dalam susunan organisasi adalah ketidakmampuan umum di antara para analis untuk mencapai kesepakatan mengenai apa yang sebenarnya membentuk iklim tersebut. Jadi, walaupun relatif mudah menyetujui suatu definisi umum, tetapi masih terdapat perbedaan pendapat yang besar mengenai dimensi atau komponen khusus mana yang terlibat. Sebagian masalah ini karena keanekaan lingkungan yang teliti (misalnya, organisasi bisnis, laboratorium penelitian dan sekolah dasar, pengembangan, perwakilan pemerintah). Dimensi-dimensi iklim kerja adalah: 1. Struktur tugas. Tingkat perincian metode yang dipakai untuk melaksanakan tugas oleh organisasi. 2. Hubungan imbalan hokum. Tingkat batas pemberian imbalan tambahan seperti promosi dan kenaikan gaji didasarkan pada prestasi dan jasa dan bukan pada pertimbangan-petimbangan lain seperti senioritas, favoritisme, dan seterusnya. 3. Sentralisasi keputusan, batas keputusankeputusan penting dipusatkan pada manajemen atas. 4. Tekanan pada prestasi keinginan pihak pekerjan organisasi untuk melaksanakan pekerjaan organisasi untuk melaksanakan pekerjaan dengan baik dan memberikan sumbangannya bagi sasaran karya organisasi. 5. Tekanan pada latihan dan pengembangan. Tingkat batas organisasi berusaha meningkatkan prestasi individu melalui kegiatan latihan dan pengembangan yang tepat. 6. Keamanan versus risiko tingkat batas tekanan dalam organisasi menimbulkan perasaan kurang aman dan kecemasan pada para anggotanya. 7. Keterbukaan versus ketertutupan. Tingkat batas orang-orang lebih berusaha menutupi kesalahan mereka dan menampilan diri secara baik daripada berkomunikasi bebas dan bekerjasama. 8. Status dan semangat. Perasaan umum di antara para individu bahwa organisasi merupakan tempat bekerja yang baik.
97
Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6 No. 2 April 2005
Pengakuan dan umpan balik tingkat batas seorang individu mengetahui apa pendapat atasannya dan manajemen mengenai pekerjaannya serta tingkat atas dukungan mereka atas dirinya. 10. Kompetensi dan keluwesan organisasi secara umum tingkat batas organisasi mengetahui apa tujuannya dan mengejarnya secara luwes dan kreatif. Termasuk juga batas organisasi mengantisipasi masalah, mengembangkan metode baru, dan mengembangkan keterampilan baru pada pekerja sebelum masalahnya menjadi gawat. (Steers, 1995: 122). 9.
HUBUNGAN KEPEMIMPINAN IKLIM KERJA
DENGAN
Iklim dapat digambarkan sebagai gejala organisasi yang berhubungan dengan kerja kepemimpinan. Hal ini menggarisbawahi pengaruh kepemimpinan yang kuat atas iklim organisasi yang telah ditetapkan banyak studi. Riset juga menunjukkan bahwa perbedaan gaya kepemimpinan menyebabkan perbedaan iklim dalam kelompok kerja. Para pemimpin yang mempunyai iklim emosional yang baik dalam bidang kepemimpinan menegaskan pendapat itu, bahwa suatu tugas pemimpin yang utama adalah untuk iklim organisasi. (Ekvall, 1993) Pada sisi lain harus selalu diingat bahwa iklim juga mempunyai suatu pengaruh atas kepemimpinan, hal ini karena kedua hal tersebut bukan merupakan hubungan searah tetapi merupakan suatu sistem kompleks. (Dormeyer, 2004). Dengan demikian hubungan antara kepemimpinan dengan iklim kerja atau iklim organisasi adalah hubungan yang resiprokal.
METODE PENELITIAN
Responden dalam penelitian ini adalah karyawan-karyawan perusahaan swasta di kota Medan, operasional yang bekerja di beberapa perusahaan manufaktur. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan angket instrumen. Angket disusun dalam skala Likert berbentuk pilihan ganda. Instrumen berlaku berdasarkan indikator hubungan pimpinan dengan anggota, tugas pimpinan, kekuasaan dari pemimpin, sedangkan instrumen iklim kerja diindikasikan dengan sifat kepemimpinan, motivasi yang ada, hubungan komunikasi, interaksi para karyawan, pengambilan keputusan penetapan tujuan, dan pengendalian. Instrumen yang telah disusun, diuji validitas dan reliabilitasnya dengan mengujicobakan kepada 50 orang responden. Hasil pengujian validitas butir untuk instrumen perilaku kepemimpinan dan iklim kerja semuanya valid, demikian juga hasil pengujian
98
reliabilitas memiliki reliabilitas yang cukup tinggi yakni 0,87 untuk instrumen perilaku kepemimpinan dan 0,84 untuk iklim kerja. Angket disebar kepada 200 orang responden, dan responden yang mengembalikan angket sebanyak 138 orang, sedangkan kuisioner yang layak untuk dianalisis hanya sebanyak 72 buah. Pengujian korelasi product moment dari Pearson. HASIL PENELTIAN
Nilai koefisien korelasi diperoleh sebesar 0,65, nilai koefisien korelasi tersebut memiliki arah hubungan positif, artinya baiknya sikap pimpinan diikuti dengan baiknya iklim kerja. Melalui koefisien korelasi tersebut diperoleh nilai koefisien determinasi sebesar 0,4225, secara praktis ini bermakna bahwa iklim kerja dipengaruhi oleh perilaku kepemimpinan sebesar 42,25%, sedangkan sisanya dipengaruhi faktor lain di luar penelitian.
Correlation Iklim kerja
Per kepemimpinan
Pearson correlation Sig. (2-tailed) N Pearson correlation Sig. (2-tailed) N
Iklim kerja 1 . 76
Per kepemimpinan .651 .000 76
.651** .000 76
1 . 76
Hasil pengujian signifikan, diperoleh nilai signifikansi (2-tailed) sebesar 0,000, sehingga nilai tersebut lebih kecil dari probabilitas 0.05. Dengan demikian hasil ini menunjukkan adanya hubungan signifikan perilaku kepemimpinan dengan iklim kerja. Sesuai dengan analisis dari Rensis Likert bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi iklim kerja diantaranya kualitas kepemimpinan, imbalan yang adil, kadar kepercayaan, tekanan pekerjaan, komunikasi ke atas dan kebawah, kesempatan, perasaaan melakukan pekerjaan yang bermanfaat, pengendalian struktur dan birokrasi yang nalar, tanggung jawab keikutsertaan, dan keterlibatan pegawai. (Davis dan Newstroom, 1996: 24). Faktor-faktor di atas memperlihatkan salah satu yang mempengaruhi iklim kerja adalah kepemimpinan, yang dalam penelitian ini difokuskan kepada perilaku kepemimpinan. Peran perilaku kepemimpinan ini sangat penting dalam membentuk iklim kerja yang kondusif di dalam organisasi, sebab pengambil keputusan dalam organisasi adalah para pemimpin. Lebih lanjut, pemimpin merupakan teladan bagi para bawahan. Hasil yang positif dalam penelitian ini memperlihakan bahwa dengan perilaku kepemimpinan yang baik maka iklim organisasi juga akan baik. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ekvall, bahwa para pemimpin mempunyai kesempatan untuk
Hubungan Perilaku Kepemimpinan dengan Iklim Organisasi (Studi pada Karyawan Beberapa Perusahaan Manufaktur di Medan)
membangun suatu iklim emosional yang baik. Demikian juga pemimpin dapat merusak iklim organisasi. Hasil penelitian dalam bidang kepemimpinan menegaskan pendapat itu bahwa suatu tugas pemimpin yang utama adalah untuk menciptakan suatu hal positif untuk iklim organisasi. (Ekvall, 1993). Koefisien determinasi yang menunjukkan 42,25% iklim kerja diperngaruhi oleh faktor perilaku kepemimpinan, berarti faktor lain juga berpengaruh, diantaranya yang sangat penting adalah motivasi berprestasi. Seperti dikatakan Herlina (2003), sukses atau tidak usaha dalam mencapai tujuan perusahaan atau organisasi tersebut berpangkal tolak pada tinggi rendahnya motivasi berprestasi karyawan dalam melakukan pekerjaan, dan diduga salah satu faktor lingkungan yang mempengaruhi motivasi berprestasi tersebut adalah iklim organisasi. Dengan demikian pada kajian-kajian berikutnya, selain perilaku kepemimpinan, motivasi juga perlu disertakan dengan kajian yang utuh.
Pengertian, Dasar, dan Masalah. Jakarta: Bumi Aksara. Heididdjracham Ranupandojo, dan Suad Husnan. 1992. Manajemen Personalia.Yogyakarta: BPFE. Herlina, 2003. Hubungan Antara Iklim Organisasi Dengan Motivasi Berprestasi pada Karyawan. Fakultas Skripsi Psikologi Universitas Tarumanegara. Tidak Dipublikasikan. Kartini Kartono. 1998. Pemimpin dan Kepemimpinan: Apakah Kepemimpinan Abnormal itu. Jakarta: Rajawali. Siagian, Sondang P. 1996. Fungsi-Fungsi Manajerial. Jakarta: Bumi Aksara. Steers, Richard M. 1995. Efektivitas Organisasi. Jakarta: Erlangga. Suharsimi Arikunto. 1991. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. Swanburg, R.C. 1995. Pengembangan Keperawatan. Jakarta: EGC.
KESIMPULAN
Hasil penelitian ini memperlihatkan koefisien korelasi yang positif sebesar 0,65 menunjukan baiknya sikap pimpinan diikuti dengan baiknya iklim kerja. Nilai koefisien determinasi sebesar 0,4225, hal ini bermakna bahwa iklim kerja dipengaruhi perilaku kepemimpinan sebesar 42,25%. Pengujian signifikansi hipotesis memperlihatkan nilai signifikansi (2-tailed) sebesar 0,000 lebih kecil dari probabilitas 0,05. Hasil ini menunjukkan adanya hubungan signifikan perilaku kepemimpinan dengan iklim organisasi.
Staf
T. Hani Handoko. 1993. Manajemen. Yogyakarta: Badan Penerbit Fakultas Ekonomi-BPFE. Thoha, Miftah. 2000. Perilaku Organisasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
DAFTAR PUSTAKA
Davis, Keith dan John W. Newstrom, 1996. Perilaku Dalam Organisasi. Edisi Ketujuh. Jakarta: Erlangga. Dormeyer, Sophia, 2004. A Study about the Leadership Style and the Organization Climate at The Swedish civil Air Aviation in Malmostrup. Administrasion http://www.socbetbib.lu,se/epubl/psypdf/PSY3 063.pdf. Ekvall, G. 1993. Ideer, Organizationsklimat. Stocklom: CE Fitzes AB. Gibson, et al 1992: Organisasi dan Manajemen: Perilaku, Struktur, Proses. Jakarta: Erlangga. Glueck, w.F. dan Jauch, Lawrence R. 1994. Manajemen Strategis dan Kebijakan Perusahaan. Jakarta: Erlangga. Hasibuan, Melayu S.P. 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara. Hasibuan,
S.P.
Malayu.
2001.
Manajemen:
99