HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN PERILAKU PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK AEDES AEGYPTI PADA KEPALA KELUARGA DESA BALESONO KECAMATAN NGUNUT KABUPATEN TULUNGAGUNG 2010
TESIS Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Kedokteran Keluarga Minat Utama Pendidikan Profesi Kesehatan
1
2
Oleh:
Sigit Jaka Purnama S.540109119
PROGRAM PASCA SARJANA MAGISTER KEDOKTERAN KELUARGA MINAT UTAMA PENDIDIKAN PROFESI KESEHATAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010
3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Dalam suatu pembangunan kesehatan telah ditetapkan suatu visi yakni mencapai Indonesia sehat 2010. Makna dari visi ini adalah masyarakat Indonesia terbebas dari suatu penyakit termasuk salah satunya penyakit demam berdarah. Sebenarnya penyakit demam berdarah dengue dapat ditekan serendah mungkin dengan pemberantasan vektor penularnya. Pada kenyataan sangat jauh dari harapan tersebut. Hingga saat ini penyakit Demam Berdarah Dengue tetap sebagai salah satu penyakit yang menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Bukti mengenai hal ini dapat dilihat dari angka kejadian penyakit demam berdarah dengue yang terus ada sepanjang musim penghujan sepanjang tahun. Diawali dari sejak ditemukannya penyakit demam berdarah dengue di Surabaya dan Jakarta tahun 1968 dengan insiden 58 penderita dan meninggal 24 penderita (CFR = 41%)” (Depkes RI, 2002). Penyakit ini terus meluas kedaerah lain di Indonesia, bahkan sejak Januari 2004 penyakit ini ditemukan di seluruh Indonesia dengan incidence 26.015 penderita dengan jumlah terbanyak di DKI Jakarta yakni sebanyak 11.534 penderita DBD (Depkes RI, 2004). Demikian juga di Jawa Timur kasus Demam Berdarah Dengue dari tahun ke tahun selalu ada dengan jumlah yang cukup bervariasi. Selengkapnya dapat dilihat pada grafik di bawah ini.
4
Sumber : Laporan SPM Kabupaten/Kota Tahun 2006, Dinkes Jatim Grafik 1. Jumlah Penderita Demam Berdarah Dengue di Jawa Timur dari Tahun 1998-2007 Adapun di Kabupaten Tulungagung pada tahun 2009 ditemukan penderita DBD sebanyak 1633 penderita. Di wilayah kerja Puskesmas Balesono Kecamatan Ngunut Kabupaten Tulungagung, dari 11 Desa yang ada, pada tahun 2007 ditemukan penderita DBD sebanyak 21 penderita, tahun 2008 sebanyak 14 penderita dan tahun 2009 sebanyak 37 penderita dari total 30.329 penduduk. Salah satu desa dengan jumlah penderita terbanyak dan termasuk desa endemis adalah Desa Balesono dimana selama tiga tahun berturut-turut selalu ada penderita yaitu tahun 2007 ada 3 penderita, tahun 2008 ada 5 penderita dan tahun 2009 ada 12 penderita dengan 1 penderita meninggal dunia (Profil Puskesmas Balesono, 2009).
5
Faktor penyebab masih tingginya penderita demam berdarah dengue di berbagai wilayah di Indonesia adalah akibat penyakit DBD merupakan penyakit yang sifatnya menular dengan media penular atau vektor berupa nyamuk baik Aedes aegypti maupun albopictus. Sementara itu vektor Aedes aegypti dan Aedes albopictus masih banyak dijumpai di wilayah Indonesia. Disisi lain dengan adanya kemajuan teknologi dalam bidang transportasi menyebabkan mobilitas penduduk relatif cepat sehingga memudahkan penyebaran sumber penularan dari satu kota ke kota lainnya (Soegijanto, 2004 : 1). Mengingat belum ada obat untuk membasmi virus dengue maka salah satu cara untuk memutuskan rantai penularan dapat dilakukan dengan memutuskan mata rantai penularnya. Dalam hal ini adalah dengan mambasmi nyamuk demam berdarah dengue khususnya Aedes aegypti maupun albopictus. Pada daerah terjangkit dengan radius minimal 100 meter harus dilakukan pengasapan (fogging) untuk membasmi nyamuk dewasa. Pada saat yang bersamaan harus diikuti dengan kegiatan 3M yakni menguras, menutup dan mengubur tempat perindukan nyamuk (container). Kegiatan ini idealnya dilakukan setiap keluarga minimal satu minggu sekali sehingga angka bebas jentik dapat ditingkatkan sampai pada target aman untuk pemberantasan penyakit demam berdarah dengue yakni minimal 95% (Sumber : Subdin P2 Dinkes Propinsi Jawa Timur, 2007). Sebagai bahan evaluasi dapat dilihat dari data yang ada mengenai pemeriksaan jentik yang sudah dilakukan selama ini. Jumlah rumah/bangunan di Jawa Timur tahun 2006 sebanyak 8.439.461 bangunan, yang diperiksa 2.642.199 (31.31%) bangunan, bebas jentik sebanyak 2.161.336 (81,80%). Hal ini
6
memberikan gambaran bahwa angka bebas jentik belum mencapai batas aman 95% (Dinkes Jatim, 2007). Berdasarkan hasil pemeriksaan jentik di Desa Balesono Kecamatan Ngunut Kabupaten Tulungagung pada Bulan Desember 2009 terhadap 100 rumah, ternyata angka bebas jentik masih rendah yakni sebesar 44% dari yang seharusnya 95%. Ini menunjukkan perilaku masyarakat terutama kepala keluarga terhadap pemberantasan sarang nyamuk masih sangat rendah. Kondisi demikian tetap memungkinkan di daerah tersebut terjadi penularan penyakit DBD. Kurangnya perilaku kepala keluarga dalam pemberantasan sarang nyamuk tersebut dapat dipengaruhi oleh banyak faktor. Salah satunya adalah karena ketidaktahuan kepala keluarga terhadap maksud, tujuan, manfaat, dan keuntungan ataupun kerugian jika tidak melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk (3M). Akibatnya timbul sikap negatif atau tidak mendukung terhadap anjuran melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk. Hal ini sesuai konsep “K-A-P” (Knowledge-Attitude-Practice) dalam Notoatmodjo (2003: 131), artinya perilaku seseorang dapat terwujud jika didukung oleh sikap yang positif mengenai perilaku yang harus dilakukannya. Sementara itu sikap yang terbentuk juga harus didukung pengetahuan yang memadai mengenai apa yang akan dilakukannya. Guna meningkatkan perilaku terhadap pemberantasan sarang nyamuk maka perlu ada upaya peningkatan pengtahuan maupun sikap tentang Pemberantasan Sarang Nyamuk Aedes Aegypti dan secara teknis dapat dilakukan melalui pendidikan kesehatan kepada masyarakat tentang pemberantasan sarang nyamuk
7
Mengingat latar belakang permasalahan di atas maka peneliti merasa perlu mengadakan penelitian mengenai pengetahuan, sikap dan perilaku
tentang
pemberantasan sarang nyamuk Aedes Aegypti dengan merumuskan dalam judul penulisan “Hubungan Pengetahuan dan Sikap dengan Perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk Aedes Aegypti pada Kepala Keluarga di Desa Balesono Kecamatan Ngunut Kabupaten Tulungagung Tahun 2010”.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan masalahnya sebagai berikut:
“Adakah
hubungan
pengetahuan
dan
sikap
dengan
perilaku
pemberantasan sarang nyamuk Aedes Aegypti pada kepala keluarga di desa Balesono Kecamatan Ngunut Kabupaten Tulungagung ?”
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui
hubungan
pengetahuan
dan
sikap
dengan
perilaku
pemberantasan sarang nyamuk Aedes Aegypti pada kepala keluarga di Desa Balesono Kecamatan Ngunut Kabupaten Tulungagung. 2. Tujuan Khusus a. Mendiskripsikan hubungan pengetahuan dengan perilaku pemberantasan sarang nyamuk Aedes Aegypti pada kepala keluarga di Desa Balesono Kecamatan Ngunut kabupaten Tulungagung.
8
b. Mendiskripsikan hubungan sikap dengan perilaku pemberantasan sarang nyamuk Aedes Aegypti pada kepala keluarga di Desa Balesono Kecamatan Ngunut kabupaten Tulungagung. c. Mendiskripsikan
hubungan
pengetahuan
dan
sikap
dengan
perilaku
pemberantasan sarang nyamuk Aedes Aegypti pada kepala keluarga di Desa Balesono Kecamatan Ngunut Kabupaten Tulungagung.
D. Manfaat Penelitian 1.
Manfaat Teoritis Penelitian
ini
diharap
mampu
membuktikan
adanya
hubungan
pengetahuan dan sikap dengan perilaku pemberantasan sarang nyamuk Aedes Aegypti pada kepala keluarga di Desa Balesono Kecamatan Ngunut Kabupaten Tulungagung. 2.
Manfaat praktis
a.
Bagi Kepala Keluarga. Sebagai
masukan
bagi
kepala
keluarga
mengenai
pentingnya
pemberantasan sarang nyamuk Aedes Aegypti dan bagaimana cara melakukannya serta manfaat yang diperoleh jika melakukannya. b.
Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan. Sebagai masukan bagi institusi pelayanan kesehatan bahwa pemberian
informasi serta panduan tentang pemberantasan sarang nyamuk Aedes Aegypti pada kepala keluarga sangat diperlukan untuk meningkatan pengetahuan, sehingga dapat bersikap positip terhadap pemberantasan sarang nyamuk Aedes Aegypti.
9
c.
Bagi Institusi Pendidikan Sebagai masukan bagi institusi untuk meningkatkan kemampuan
mahasiswa dalam melakukan pendidikan kesehatan tentang pemberantasan sarang nyamuk Aedes Aegypti. d.
Bagi Peneliti Sebagai media untuk menambah wawasan peneliti bagaimana realita di
lapangan tentang pengetahuan, sikap dan perilaku kepala keluarga terhadap pemberantasan sarang nyamuk aedes aegypti. Selain itu hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan bagi peneliti yang ingin mengadakan penelitian lebih lanjut.
10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori 1. Konsep Pengetahuan a. Definisi Pengetahuan adalah informasi atau maklumat yang diketahui atau disadari seseorang (Irmayanti, 2010). Sedangkan
menurut (Notoadmodjo, 2003)
pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sedangkan menurut Irmayanti (2010) pengetahuan adalah informasi atau maklumat yang diketahui atau disadari oleh seseorang yang tidak dibatasi pada deskripsi, hipotesis, konsep, teori, prinsip dan prosedur. Dalam pengertian lain pengetahuan adalah berbagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan indrawi. Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan indra atau akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya, misalnya ketika seseorang mencicipi masakan yang baru dikenalnya, ia akan mendapatkan pengetahuan tentang bentuk, rasa, dan aroma masakan tersebut. Pengetahuan yang lebih menekankan pengamatan dan pengalaman inderawi dikenal sebagai pengetahuan empiris atau pengetahuan aposteriori.
11
Pengetahuan ini bisa didapatkan dengan melakukan pengamatan dan observasi yang dilakukan secara empiris dan rasional. Pengetahuan empiris tersebut juga dapat berkembang menjadi pengetahuan deskriptif bila seseorang dapat melukiskan dan menggambarkan segala ciri, sifat, dan gejala yang ada pada objek empiris tersebut. Pengetahuan empiris juga bisa didapatkan melalui pengalaman pribadi manusia yang terjadi berulangkali. Misalnya, seseorang yang sering dipilih untuk memimpin organisasi dengan sendirinya akan mendapatkan pengetahuan tentang manajemen organisasi. Selain pengetahuan empiris, ada pula pengetahuan yang didapatkan melalui akal budi yang kemudian dikenal sebagai rasionalisme. Rasionalisme lebih menekankan pengetahuan yang bersifat apriori; tidak menekankan pada pengalaman. Misalnya pengetahuan tentang matematika. Dalam matematika, hasil 1 + 1 = 2 bukan didapatkan melalui pengalaman atau pengamatan empiris, melainkan melalui sebuah pemikiran logis akal budi. Pengetahuan tentang keadaan sehat dan sakit adalah pengalaman seseorang tentang keadaan sehat dan sakitnya seseorang yang menyebabkan seseorang tersebut bertindak untuk mengatasi masalah sakitnya dan bertindak untuk
mempertahankan
kesehatannya
atau
bahkan
meningkatkan
status
kesehatannya. Rasa sakit akan menyebabkan seseorang bertindak pasif dan atau aktif dengan tahapan-tahapannya.
12
b. Domain Pengetahuan Pengetahuan seseorang dapat diklasifikasikan menjadi beberapa macam atas dasar tingakat kemampuan (domain). Atas dasar ini ada beberapa tingkat pengetahuan yang perlu di ketahui antara lain domain kognitif, afektif dan psikomotor menurut Bloom dalam Notoatmodjo (2003 ). 1) Domain Kognitif Aspek kognitif berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi objek sikap. Kepercayaan datang dari apa yang kita lihat atau apa yang telah kita ketahui. Berdasarkan hal itu kemudian terbentuk suatu ide atau gagasan mengenai sifat atau karakteristik umum suatu objek. Sekali kepercayaan itu telah terbentuk, maka akan menjadi dasar pengetahuan seseorang mengenai apa yang dapat di harapkan dari objek tertentu. Dengan demikian, interaksi kita dengan pengalaman dimasa datang akan lebih mempunyai arti dan keteraturan tanpa adanya sesuatu yang menyeder hanakan dan mengatur apa yang kita lihat dan kita temui. Menurut Notoatmodjo (2003 ) aspek kognitif terdiri dari beberapa tingkat kemampuan, yaitu : a) Tahu (Know) Tahu diartikan sebagai kemampuan mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan, tingkat ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain : menyebutkan, menguraikan mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya, contoh: dapat menyebutkan indikasi dilakukannya.
13
b) Memahami (Comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginter presentasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. c) Aplikasi (application) Aplikasi diartikan kemampuan menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil. Aplikasi dapat diartikan sebagai penggunaan hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi lain, misalnya dapat menggunakan rumus statistik dalam perhitungan hasil penelitian, dapat menggunakan prinsip siklus pemecahan masalah
(problem solving cycle) di
dalam pemecahan masalah dari kasus yang diberikan. d) Analisis (Analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lainnya. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan 2) Domain afektif Aspek afektif menyangkut emosional subyektif terhadap komponen ini merupakan reaksi emosional yang banyak di pengarui oleh apa yang kita percaya sebagai benar dan berlaku bagi obyek termaksud. Menurut Tjiptojuwono (1996 ) aspek ini dibagi 5 tingkatan dari yang sederhana ke yang komplek yaitu :
14
a) Kemauan menerima Kemauan menerima merupakan suatu keinginan untuk memperhatikan suatu gejala atau rangsangan tertentu. Sebagai contoh adalah partisipasi aktif dari ibu post SC dalam melakukan mobilisasi dini. b) Kemauan menanggapi Kemauan menanggapi menunjuk pada partisipasi dalam kegiatan tertentu. c) Berkeyakinan Berkeyakinan maksudnya berkenaan dengan kemauan menerima system nilai tertentu pada diri individu seperti menunjukkan adanya kepercayaan pada sesuatu, bersikap ilmiah, kesungguhan dalam berkarya, berdisiplin, misalnya yakni yakin akan manfaat mobilisasi dini bagi penyembuhan luka bekas operasi. d) Penerapan karya Penerapan karya maksudnya penerapan atau pengorganisasian nilai berkenaan dengan penerimaan berbagai system nilai yang berbeda-beda dan di integrasikan kepada nilai yang lebih tinggi seperti menyadari antara hak dan tanggung jawab untuk kesejahteraan bersama, bertanggung jawab terhadap suatu pekerjaan tertentu untuk menyelamatkan kehidupan keluarga, menerima kekurangan dan kelebihan diri sendiri. e) Ketekunan atau ketelitian Ketekunan dan ketelitian (mewatak) maksudnya pada tingkat ini suatu system nilai menyatu dengan pribadinya dalam arti semua tingkah lakunya diwarnai oleh keyakinan nilai tersebut seperti selalu bersikap obyektif, konsekuen terhadap perbuatannya, jujur bersedia berkorban dan sebagainya.
15
3) Domain Psikomotor atau Konaktif Aspek psikomotor merupakan aspek perilaku atau aspek konaktif yang menunjukkan bagai mana perilaku atau kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan obyek. Maksud kecenderungan berperilaku menunjukkan bahwa komponen psikomotor atau konaktif meliputi bentuk perilaku yang tidak hanya dilihat secara langsung saja, akan tetapi meliputi pula bentuk-bentuk perilaku yang berupa pertanyaan atau perkataan yang diucapkan oleh seseorang. Memang kemudian masalahnya adalah tidak ada jaminan bahwa kecenderungan berperilaku itu akan benar-benar ditampakkan dalam bentuk perilaku yang sesuai apabila individu berada dalam situasi tertentu. Menurut Tjiptojuwono (1996) tingkatan aspek psikomotor meliputi: a) Persepsi Persepsi berkenaan dengan penggunaan indra dalam melakukan kegiatan seperti melakukan kegiatan pemberantasan sarang nyamuk dengan 3m dengan benar. b) Kesiapan untuk melakukan suatu tindakan Kesiapan untuk melakukan suatu tindakan berkenaan dengan kesiapan mental, kesiapan fisikal dan kesiapan emosi perasaan untuk melakukan tindakan. c) Respon terbimbing Respon berkenaan tindakan melakukan peniruan, mengulangi perbuatan seperti yang diperintahkan.
16
d) Mekanisme Mekanisme adalah kemampuan respon yang telah terlatih dimana seseorang melakukan secara tepat tanpa petunjuk terlebih dahulu. e) Reaksi komplek Reaksi komplek berkenaan dengan kemampuan gerakan motorik yang bersifat memadukan berbagai ketrampilan yang tidak dikuasai lewat mekanisme. f)
Adaptasi Adaptasi adalah suatu kemahiran dalam melakukan sesuatu gerakan
tersebut dimodifikasikan secara otomatis sesuai dengan kondisi. g)
Originasi Originasi adalah ketrampilan seseorang yang menunjuk pada penciptaan
gerakan baru untuk menyesuaikan dengan situasi tertentu. Ketrampilan ini bertaraf tinggi seperti penciptaan pola baru. Guna mengetahui tingkat pengetahuan individu terhadap permasalahan tertentu, harus ada upaya untuk mengukur atau menilainya . pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek penelitian atau responden, sedang kualitas pengetahuan pada masing-masing tingkat pengetahuan dapat dilakukan dengan skoring, skor yang sering digunakan untuk mempermudah dalam mengkategorikan jenjang/ peringkat dalam penelitian biasanya dituliskan dalam prosentase yaitu : Pengetahuan baik 76–100%, Cukup 56-75%,
dan kurang <56%
(Nursalam, 2003). Dijelaskan menurut
(Notoadmodjo, 2003 ) bahwa ”Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan”.
Dalam
prosesnya untuk sampai kepada
17
perilaku ini ternyata harus melalui beberapa tahapan. Hal ini sesuai dengan penelitian Rogers yang dikutip Notoadmodjo (2003) yang mengungkapkan bahwa ”Sebelum orang mengadopsi perilaku baru, di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan”, yakni : (1) Kesadaran (Awareness) Yakni kepala keluarga tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus (objek)
terlebih dahulu. Contoh : kepala keluarga mendapatkan informasi
pentingnya pemberantasan sarang nyamuk, maka kepala keluarga mulai berpikir sebagai responnya terhadap informasi yang di terimanya. (2) Tertarik (Inters) Yakni kepala keluarga mulai tertarik kepada stimulus.
Contoh : kepala
keluarga mulai bertanya-tanya tentang manfaat pemberantasan sarang nyamuk terhadap kejadian penyakit demam berdarah. (3) Evaluasi (Evaluation) Yakni kepala keluarga mulai menimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikapnya sudah lebih baik lagi. Contoh : kepala keluarga mulai melihat orang lain yang melakukan kegiatan pemberantasan sarang nyamuk, apakah memang ada manfaatnya ataukah ada dampak buruk pada keluarganya maupun lingkungannya. (4) Mencoba (Trial) Yakni kepala keluarga telah mencoba perilaku baru. Contoh : kepala keluarga setelah tau manfaat pemberantasan sarang nyamuk dengan melakukan 3m dan ternyata tidak ada dampak buruk pada keluarga dan lingkungannya, maka kepala keluarga mulai melakukan 3 M (Menguras, Menutup, Mengubur).
18
(5) Berperilaku baru (Adoption) Yakni seorang kepala keluarga telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus. Contoh : seorang kepala keluarga setelah mencoba melakukan pemberantasan sarang nyamuk ternyata tidak ada masalah bahkan keadaan keluarganya dan lingkungannya semakin baik, maka kepala keluarga tersebut melanjutkan kebiasaan pemberantasan sarang nyamuk
secara berkala. Namun
dalam
penelitihan
selanjutnya
Rogers
menyimpulkan perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap diatas. Apabila adopsi perilaku didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan langgeng (Longlasting). c. Faktor yang mempengaruhi Pengetahuan Faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang antara lain pendidikan, pengalaman, usia, penyuluhan, media masa dan sosial budaya (Notoadmodjo, 2003) 1) Pendidikan Menurut Dewantoro dalam Tjiptojuwono, dkk., (1996), pendidikan adalah “menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mendapat keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya”. 2) Pengalaman Pengalaman merupakan salah satu sumber pengetahuan yang paling dikenal dan dimanfaatkan, melalui pengalaman orang dapat memperoleh berbagai jawaban atas pertanyaan, persoalan yang mereka hadapi. Kenyaatannya,
19
kemampuan untuk memetik pelajaran dari pengalaman pada umumnya dianggap karakteristik utama dari perilaku cerdas. 3) Usia Menurut Ahmadi,et al (2007 ), mengemukakan bahwa memori atau daya ingat seseorang itu salah satunya dipengaruhi oleh umur. Dari uraian ini maka dapat kita simpulkan bahwa bertambahnya umur seseorang dapat berpengaruh pada pertambahan pengetahuan yang diperolehnya, akan tetapi pada umur-umur tertentu atau menjelang ke usia lanjut kemampuan penerimaan atau mengingat suatu pengetahuan akan berkurang. 4) Penyuluhan Meningkatkan pengetahuan masyarakat juga melalui metode penyuluhan, dengan pengetahuan bertambah seseorang akan merubah perilakunya. 5) Media Masa Dengan majunya teknologi akan tersedia pula bermacam-macam informasi. Menurut Apriadji (1996 ), informasi akan memberikan pengaruh pada pengetahuan seseorang meskipun seseorang mempunyai pendidikan yang rendah tetapi ia mendapatkan informasi yang banyak dari berbagai media misalnya : televisi, radio, surat kabar, majalah, maka hal itu akan dapat meningkatkan pengetahuan sesorang. 6) Sosial Budaya Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa penalaran apakah yang dilakukan baik atau buruk dengan demikian seseorang akan bertambah pengetahuannya (Notoadmodjo, 2003).
20
2. Konsep Sikap a. Difinisi Sikap seseorang terhadap suatu obyek adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable) ataupun perasaan tidak mendukung (unfavorable) terhadap objek tersebut. Formulasi menurut Thrustone mengatakan bahwa sikap adalah derajad afek positif atau afek negatif yang dikaitkan dengan suatu objek psikologis (Azwar, 2008 ). Menurut Purwanto (1998 ), sikap adalah penilaian yang positif atau negatif tentang sistem yang mempengaruhi perasaan emosi yang menghubungkan respon terhadap objek sosial. b. Pembagian Sikap Sikap seseorang selalu diarahkan terhadap sesuatu hal atau objek tertentu, tidak ada satu sikap pun yang tanpa objek
(Purwanto 1998 ). Sikap dibagi
menjadi dua yaitu : 1) Sikap sosial : yaitu kesadaran individu yang menentukan perbuatan nyata, secara berulang-ulang terhadap objek sosial. Sikap ini dinyatakan tidak oleh seseorang saja tetapi diperhatikan oleh orang-orang sekelompoknya. 2) Sikap individual : yaitu sikap yang hanya dimiliki oleh perseorangan dan objeknya bukan merupakan objek sosial. Di samping pembagian sikap atas sosial dan individual, sikap juga dibedakan atas : a) Sikap positif : sikap menunjukkan atau memperlihatkan, menerima, mengakui, menyetujui serta melaksanakan norma yang berlaku dimana individu berada. b) Sikap negatif : sikap menujukkan atau memperlihatkan, penolakan atau tidak setuju terhadap norma-norma yang berlaku dimana individu berada.
21
c. Komponen Pokok Sikap Menurut Alport yang dikutip Notoadmodjo (2005 ) sikap itu terdiri dari 3 komponen pokok, yaitu : 1) Kepercayaan atau keyakinan Ide, dan konsep terhadap obyek. Artinya, bagaimana keyakinan dan pendapat atau pemikiran seseorang terhadap objek. 2) Kehidupan emosional atau evaluasi Orang
terhadap
obyek.Artinya,
bagaimana
penilaian
(terkandung
didalamnya faktor emosi) orang tersebut terhadap objek. 3) Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave) Artinya, sikap merupakan komponen yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka. Sikap adalah ancang-ancang untuk bertindak atau berperilaku terbuka (tindakan). Ketiga komponen ini secara bersama membentuk sikap yang utuh. Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting. Misalnya seorang kepala keluarga yang telah mengetahui pentingnya pemberantasan sarang nyamuk, maka pengetahuan tersebut akan membawa dirinya untuk berpikir dan berusaha agar lingkungannya aman dari penyakit demam berdaran dengue. Dalam berpikir ini, komponen emosi dan keyakinan ikut bekerja sehingga para kepala keluarga berniat untuk mau melakukan gerakan PSN. Dengan demikian, kepala keluarga tersebut mempunyai sikap tertentu terhadap objek yang berupa pemberantasan sarang nyamuk.
22
d. Proses Terbentuknya Sikap Menurut Newcomb yang dikutip Notoadmodjo (2003 ) sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan reaksi terbuka. Lebih jelasnya dapat dilihat pada diagram dibawah ini.
Stimulus Rangsangan
Proses stimulus
Reaksi Sikap (terbuka)
Sika p (tertutup) Gambar 2.1 Diagram Proses Terbentuknya Sikap dan Reaksi Notoadmodjo (2003 ) e. Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Sikap Diantara berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap adalah pengalaman pribadi, kebudayaan, pengaruh orang lain yang dianggap penting, media massa, institusi atau lembaga pendidikan dan lembaga agama serta faktor emosi dalam diri individu (Azwar, 2008 ). 1)
Pengalaman pribadi Apa yang kita alami akan membentuk dan mempengaruhi penghayatan
kita terhadap stimulus. Tanggapan akan menjadi dasar terbentuknya sikap. Untuk dapat mempunyai tanggapan dan penghayatan, seseorang harus mempunyai
23
pengalaman yang berkaitan dengan objek psikologis. Apakah penghayatan itu kemudian akan membentuk sikap positif ataukah sikap negatif akan tergantung pada berbagai faktor lain. Akan tetapi Middlebrook seperti yang dikutip Azwar (2008), mengatakan bahwa tidak adanya pengalaman sama sekali dengan sesuatu objek psikologis cenderung akan membentuk sikap negatif terhadap objek tersebut. 2)
Kebudayaan Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar
terhadap pembentukan sikap kita. Tanpa kita sadari, kebudayaan telah menanamkan garis pengarah sikap kita terhadap berbagai masalah. Kebudayaan telah mewarnai sikap anggota masyarakatnya karena kebudayaan pulalah yang memberi corak pengalaman individu yang menjadi anggota kelompok masyarakat asuhannya. Hanya kepribadian individu yang kuat yang dapat memudarkan dominasi kebudayaan dalam pembentukan sikap individual. 3)
Pengaruh orang lain yang dianggap penting Orang lain merupakan salah satu di antara komponen sosial yang
mempengaruhi sikap. Seseorang yang dianggap penting atau seseorang yang dianggap khusus akan banyak mempengaruhi pembentukan sikap seseorang. 4)
Media massa Media masa sebagai sarana komunikasi yang memberi pengaruh dalam
pembentukan opini seseorang, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah dan lain-lain mempunyai pengaruh dalam pembentukan opini dan kepercayaan seseorang. Dalam penyampaian informasi sebagai tugas
24
pokoknya, media masa membawa pula pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut. Pesan sugesti yang dibawa oleh informasi tersebut apabila cukup kuat akan memberikan dasar afektif dalam menilai sesuatu hal sehingga terbentuklah arah sikap tertentu. 5)
Institusi atau lembaga pendidikan dan lembaga agama Lembaga pendidikan serta lembaga agama sebagai sistem mempunyai
pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Pemahaman akan baik dan buruk, garis pemisah antara sesuatu yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan, diperoleh dari pendidikan dan dari pusat keagamaan serta ajaran-ajarannya. Dikarenakan konsep moral dan ajaran agama sangat menentukan sistem kepercayaan, maka tidaklah mengherankan kalau pada gilirannya kemudian konsep tersebut ikut berperan dalam menentukan sikap individu terhadap sesuatu hal. Apabila terdapat suatu hal yang bersifat kontroversial, pada umumnya oarang akan mencari informasi lain untuk memperkuat posisi sikapnya, atau mungkin juga orang tersebut tidak mengambil sikap memihak. Dalam hal seperti itu, ajaran moral yang diperoleh dari lembaga pendidikan atau dari agama seringkali menjadi determinan tunggal yang menentukan sikap. 6)
Faktor emosional Tidak semua bentuk sikap ditentukan oleh situasi lingkungan dan
pengalaman pribadi seseorang. Kadang-kadang suatu bentuk sikap merupakan
25
pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego. Sikap demikian dapat merupakan sikap yang sementara dan segera berlalu begitu frustasi telah hilang, akan tetapi dapat pula merupakan sikap yang lebih persisten dan bertahan lama. f. Tingkatan Sikap Berbagai tingkatan sikap menurut Notoatmodjo (2003), yaitu : 1) Menerima (receiving) : Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau dan memperhatikan
stimulus
yang diberikan objek.
2) Merespon (responding) : Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti orang menerima ide tersebut. 3) Menghargai (valuing) : Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah, adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. Misalnya, seorang anggota masyarakat / kepala rumah tangga mengajak para tetangganya yang untuk melakukan kerja bakti melakukan kegiatan pemberantasan sarang nyamuk dengan melakukan 3m 4) Pertanggung
jawaban
(responsible)
yakni
sikap
individu
akan
bertanggungjawab dan siap menanggung segala resiko atas segala sesuatu yang telah dipilihnya (Sunaryo, 2003). Ini merupakan sikap yang paling tinggi, misalnya, seorang kepala rumah tangga mau melakukan kegiatan PSN dengan mengubur kaleng-kaleng bekas walaupun dilarang atau mendapat tantangan dari istrinya sendiri.
26
g. Pengukuran Sikap Pengukuran sikap tidak dapat dilakukan secara cermat melalui cara penanyaan langsung (direct questioning) maupun observasi tingkah laku. Metode pengukuran sikap yang dianggap dapat diandalkan dan dapat memberikan penafsiran terhadap sikap manusia adalah pengukuran melalui skala sikap (attitude scale) (Azwar, 2008 ). Dilihat dari bentuknya, skala sikap tidak lain daripada kumpulan pernyataan sikap (attitude statements). Pernyataan sikap adalah rangkaian kalimat yang mengatakan sesuatu mengenai objek sikap yang diukur. Suatu pernyataan sikap dapat berisi hal-hal positif mengenai objek sikap, yaitu berisi pernyataan yang mendukung atau memihak pada objek sikap. Pernyataan ini disebut pernyataan yang favorable. Contoh pernyataan yang favorable adalah “untuk mencegah Penyakit DBD sebaiknya melakukan PSN satu minggu sekali”. Sebaliknya suatu pernyataan sikap dapat pula berisi hal-hal negatif mengenai objek sikap. Hal negatif dalam pernyataan sikap ini sifatnya tidak memihak atau tidak mendukung terhadap objek sikap, dan karenanya disebut dengan pernyataan yang unfavorable. Sebagai contoh pernyataan yang unfavorable adalah “Fogging cara efektif untuk memberantas syarang nyamuk Aedes Aegypti” (Azwar, 2008 ). Lebih lanjut dijelaskan sebagai kumpulan pernyataan mengenai sikap, maka suatu skala sikap hendaknya berisi sebagian pernyataan favorable dan sebagian pernyataan yang unfavorable.
27
Untuk membuat banyak pernyataan sikap, penyusun skala harus merencanakan langkah-langkah penulisan pernyataan sesuai dengan prosedur yang semestinya serta menuruti suatu kaidah penulisan pernyataan yang jelas. Oleh karena itu perlu adanya perencanaan skala sikap. 3. Konsep Perilaku a. Definisi Perilaku dari pandangan biologis merupakan suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan, jadi pada hakikatnya perilaku manusia adalah suatu aktivitas daripada manusia itu sendiri, oleh sebab itu, perilaku manusia itu mempunyai bentangan yang sangat luas, mencakup: berjalan, berbicara, bereaksi, berpakaian, dan lain-lain. Bahkan kegiatan internal seperti: berpikir, persepsi, dan emosi juga merupakan perilaku manusia (Notoatmodjo, 2003). Seorang ahli psikologis yang bernama John Elder mengatakan bahwa perilaku manusia adalah segenap aktivitas manusia yang dapat atau tidak dapat diamati indera secara langsung. Oleh karena itu perilaku manusia mencakup segala aktivitas manusia yang sangat luas, misalnya berjalan, berbicara, berpakaian bahkan berpikir (Depkes R.I., 2005 ). Sedangkan menurut Lewin (1970) dikutip Notoatmodjo (2003) dan dikutip lagi Suliha (2002) adalah keadaan yang seimbang antara kekuatan pendorong dan penahan, yang dapat berubah apabila terjadi ketidakseimbangan antara kedua kekuatan tersebut di dalam diri seseorang”. Lebih lanjut Notoatmodjo (2003) menjelaskan perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia baik yang dapat diamati langsung maupun tidak dapat diamati langsung”.
28
b. Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Faktor yang mempengaruhi perilaku dibedakan menjadi dua, yakni faktor intern dan ekstern. Faktor intern mencakup : pengetahuan, kecerdasan, persepsi, emosi, motivasi, dan sebagainya yang berfungsi untuk mengolah rangsangan dari luar. Sedang faktor ekstern, meliputi: lingkungan sekitar, baik fisik maupun non fisik seperti: iklim, manusia, sosial ekonomi, kebudayaan, dan lain-lain (Notoatmodjo, 2003). Menurut teori Lawrence Green “perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu faktor predisposisi (predisposing faktors), faktor pemungkin (enabling faktors) dan faktor penguat (reinforcing faktors). 1) Teori Lawrence Green a) Faktor Predisposisi (predisposing faktors) Faktor pendahulu mencakup pengetahuan terhadap kesehatan, tradisi, dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi dan sebagainya. Masalah ini bisa dijelaskan sebagai berikut : untuk berperilaku kesehatan, misalnya melakukan kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) diperlukan pengetahuan dan kesadaran tentang manfaat PSN. Disamping itu, kadang kepercayaan, tradisi, dan sistem nilai masyarakat juga dapat mendorong atau menghambat untuk perilaku PSN tersebut. b) Faktor pemungkin (enabling faktors) Faktor pemungkin mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas bagi masyarakat, misalnya fasilitas kesehatan, ada puskesmas, rumah
29
sakit, poliklinik, posyandu, polindes, pos obat desa, dokter atau bidan praktek swasta dan sebagainya. Sebagai contoh
perilaku pelaksanaan PSN oleh
masyarakat. Masarakat mau melaksanakan PSN satu minggun sekali tidak hanya karena ia tahu manfaatnya saja melainkan masyarakat tersebut dengan mudah dapat melaksanakan PSN satu minggu sekali tanpa perlu biaya yang mahal. c) Faktor penguat (reinforcing faktors) Faktor penguat meliputi sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama, petugas kesehatan, termasuk juga undang-undang, peraturan-peraturan yang terkait dengan kesehatan. Maksudnya untuk berperilaku sehat masyarakat kadang bukan hanya perlu pengetahuan positif, dan dukungan fasilitas saja melainkan diperlukan perilaku contoh (acuan) dari para tokoh masyarakat, tokoh agama, para petugas, petugas kesehatan. Demikian juga undang-undang diperlukan untuk memperkuat perilaku masyarakat tersebut, seperti perilaku melakukan pemberantasan sarang nyamuk dengan melakukan 3M (menguras, menutup, mengubur) tempat-tempat penampungan air, selain kemudahan dalam pelaksanaanya, juga diperlukan semacam anjuran agar masyarakat terutama kepala keluarga melaksanakan melaksanakan PSN minimal 1 minggu sekali agar dapat
memutus
mata
rantai
perkembangbiakan
nyamuk
AedesAegypti”
(Notoatmodjo, 2003). Secara matematis, perilaku menurut Green itu dapat digambarkan sebagai berikut :
B = F (PF, EF, RF).
30
Keterangan : B = Behavior F = Fungsi Pf = Predisposing faktors Ef = Enabling faktors Rf = Reinforcing factors 2) Teori Snehandu B. Kar Kar mengidentifikasi adanya 5 determinan perilaku, yaitu : a) Adanya niat (intention) seseorang untuk bertindak sehubungan dengan objek atau stimulus di luar dirinya. b) Adanya dukungan dari masyarakat sekitarnya (social support). Di dalam kehidupan seseorang di masyarakat, perilaku orang tersebut cenderung memerlukan legitimasi dari masyarakat sekitarnya. Apabila perilaku tersebut bertentangan atau tidak memperoleh dukungan dari masyarakat, maka ia akan merasa kurang atau tidak nyaman. c) Terjangkaunya informasi (accessibility of information), adalah tersedianya informasi terkait dengan tindakan yang akan diambil oleh seseorang. d) Adanya otonomi atau kekebasan pribadi (personnal autonomy) untuk mengambil keputusan. 3) Teori WHO Tim kerja WHO merumuskan ada 4 alasan pokok (determinan) perilaku, yaitu :
31
a) Pemikiran dan perasaan (thoughts and feeling) Hasil pemikiran dan perasaan seseorang, atau lebih tepat diartikan pertimbangan pribadi terhadap objek atau stimulus, merupakan modal awal untuk bertindak atau berperilaku. Seorang kepala rumah tangga akan melakukan kegiatan 3m
(menguras, menutup,
mengubur tempat penampungan air, akan didasarkan pertimbangan untung ruginya, manfaatnya, dan sumber daya atau biaya yang tersedia, dan sebagainya. b) Adanya acuan atau referensi dari seseorang atau pribadi yang dipercayai (personal references). Di dalam masyarakat, dimana sikap paternalistik masih kuat, maka perilaku masyarakat tergantung dari perilaku acuan (referansi) yang pada umumnya adalah para tokoh masyarakat setempat. c) Sumber daya (resources) Sumber daya yang tersedia merupakan pendukung untuk terjadinya perilaku seseorang atau masyarakat. Kalau dibandingkan dengan teori Green, sumberdaya ini adalah sama dengan faktor enabling (sarana dan prasarana atau fasilitas). d) Sosial budaya (culture) setempat Faktor sosio-budaya biasanya sangat berpengaruh terhadap terbentuknya perilaku seseorang. Faktor ini merupakan faktor eksternal terbentuknya perilaku seseorang. Hal ini dapat dilihat dari perilaku tiap etnis di Indonesia yang berbeda-beda, karena tiap etnis mempunyai budaya yang khas. Dari uraian tersebut, teori dari tim WHO ini dapat dirumuskan secara matematis sebagai berikut :
B = F (Tf, Pr, R, C).
32
B = Behavior F = Fungsi Tf = Thoughts and feeling Pr = Personal references R = Recoures C = Culture (Notoatmodjo, 2005 ). 4. Konsep Nyamuk Aedes Aegypti a. Definisi Nyamuk Aedes Aegypti merupakan vektor utama yang dapat menimbulkan kejadian luar biasa penyakit DBD (Demam Berdarah Dengue). Hal ini disebabkan oleh sifat domestik perkembangbiakannya dan ketergantungannya pada darah manusia yang diisap. Spesies ini merupakan spesies yang terpenting dan vektor khusus yang berada di semua negara Asia yang endemis dengan penyakit DBD (Demam Berdarah Dengue). (Soegijanto, 2004 :). b. Ekologi Nyamuk Penular Demam Berdarah Dengue Penyakit demam berdarah dengue melibatkan 3 organisme, yaitu: virus dengue, nyamuk aedes aegypti, dan host manusia (Depkes RI, 2002). Secara alamiah ketiga kelompok organisme tersebut secara individu atau populasi dipengaruhi faktor lingkungan biologik, fisik dan imunitas dari host. Pola perilaku yang terjadi dan status ekologi dari ketiga kelompok organisme tadi dalam ruang dan waktu saling berkaitan dan saling membutuhkan, oleh karena itu dari
33
pengaruh penyakit demam berdarah dengue berbeda derajat endemisitasnya pada suatu lokasi yang lain dan dari tahun ke tahun (Depkes RI, 2002). c. Talsonomi dan Morfologi Nyamuk Aedes Aegypti (Diptera : Culicidae) disebut black-white mosquito, karena tubuhnya ditandai dengan pita atau garis-garis putih keperakan di atas dasar hitam. Di Indonesia nyamuk ini sering disebut sebagai salah satu dari nyamuk-nyamuk rumah. Menurut Richard dan kedudukan nyamuk Aedes Aegypti dalam klasifikasi hewan adalah sebagai berikut : Filum
: Arthropoda Kelas
: Insecta
Bangsa
: Diptera Suku
: Culicidae Marga
: Aedes Jenis
: Aedes Aegypti
Masa pertumbuhan dan perkernbangan nyamuk Aedes Aegypti dapat dibagi menjadi 4 tahap: yaitu telur, larva, pupa, dan dewasa, sehingga termasuk metamorfosis sempurna (holometabola). 1) Telur Telur nyamuk Aedes aegypti setiap kali bertelur, nyamuk betina dewasa dapat mengeluarkan telur sebanyak 100 butir. Telur nyamuk Aedes aegypti berwarna hitam dengan ukuran 0, 80 mm (Depkes RI, 2002:). Telur ini ditempat
34
yang kering (tanpa air) dapat bertahan sampai 6 bulan. Telur itu akan menetas menjadi jentik dalam waktu lebih kurang 2 hari setelah terendam air. Telur diletakkan satu persatu pada permukaan yang basah tepat diatas batas permukaan air. Sebagian besar nyamuk Aedes aegypti betina meletakkan telurnya di beberapa sarang selama satu kali siklus gonotropik. Perkembangan embrio biasanya selesai dalam 48 jam di lingkungan yang hangat dan lembab. Begitu proses embrionasi selesai, telur akan menjalani masa pengeringan yang lama (lebih dari satu tahun).Telur akan menetas pada saat penampungan air penuh, tetapi tidak semua telur akan menetas pada waktu yang sama. Kapasitas telur untuk menjalani masa pengeringan akan membantu mempertahankan kelangsungan spesies ini selama kondisi iklim buruk. 2) Larva Kepompong nyamuk aedes aegypti berbentuk seperti koma, geraknya lamban, sering berada di permukaan air, setelah 1-2 hari akan menjadi nyamuk baru. (Depkes RI, 2005). Larva akan menjalani 4 tahapan perkembangan, lamanya perkembanagan larva akan bergantung pada suhu, ketersediaan makanan, dan kepadatan larva. Pada kondisi optimum, waktu yang dibutuhkan mulai dari penetasan sampai kemunculan nyamuk dewasa akan berlangsung sedikitnya selama 7 hari, termasuk 2 hari menjadi pupa. 3) Pupa Pupa nyamuk Aedes Aegypti bentuk tubuhnya bengkok, dengan bagian kepala-dada (cephalothorax) lebih besar bila dibandingkan dengan bagian
35
perutnya, sehingga tampak seperti tanda baca "koma"' Pada bagian punggung (dorsal) dada terdapat alat bernafas seperti terompet. Pada ruas perut ke-8 terdapat sepasang alat pengayuh yang berguna untuk berenang. Alat pengayuh tersebut berjumbai panjang dan bulu di nomer 7 pada ruas perut tidak bercabang. Pupa adalah bentuk tidak makan, tampak gerakannya lebih lincah bila dibandingkan dengan larva. Waktu istirahat posisi pupa sejajar dengan bidang permukaan air. 4) Dewasa Nyamuk Aedes Aegypti tubuhnya tersusun dari tiga bagian, yaitu kepala dada dan perut. Pada bagian kepala tetdapat sepasang mata majemuk dan antenna yang berbulu. Alat mulut nyamuk betina tipe penusuk-pengisap (Piercingsucking) dan termasuk lebih menyukai manusia (anthropophagus). Sedangkan nyamuk jantan bagian mulut lebih lemah sehingga tidak mampu menembus kulit manusia, karena itu tergolong lebih menyukai cairan tumbuhan (phytophagus). Nyamuk betina mempunyai antena tipe-pilose, sedangkan nyamuk jantan tipe plumose. Dada nyamuk ini tersusun dari 3 ruas, porothorax, mesothorax dan metathorax. setiap ruas dada ada sepasang kaki yang terdiri dari femur (paha), tibia (betis), dan tarsus (tampak). Pada ruas-ruas kaki ada gelang-gelang putih , tetapi padabagian tibia kaki belakang tidak ada gelang putih. Pada bagian dada juga terdapat sepasang sayap tanpa noda-noda hitam. Bagian punggung (mesontum) ada gambaran garis-garis putih yang dapat dipakai untuk membedakan dengan jenis lain.
36
Gambaran punggung nyamuk Aedes Aegypti berupa sepasang garis lengkung putih (bentuk lyre) pada tepinya dan sepasang garis submedian di tengahnya. Perut terdiri dari 8 ruas dan pada ruas-ruas tersebut terdapat bintikbintik putih. Waktu istirahat posisi nyamuk Aedes Aegypti ini tubuhnya sejajar dengan bidang permukaan yang dihinggapinya. d. Bionomi Nyamuk Aedes Aegypti Telur, larva dan pupa nyamuk Aedes Aegypti tumbuh dan berkembang di dalam air. Genangannya yang disukai sebagai tempat perindukan nyamuk ini berupa genangan air yang tertampung di suatu wadah yang biasa disebut kontainer atau tempat penampungan air bukan genangan air di tanah. Survei yang telah dilakukan di beberapa kota di Indonesia menunjukkan bahwa tempat perindukan yang paling potensial adarah Tempat penampungan air (TPA) yang digunakan sehari-hari seperti drum, tempayan, bak mandi, bak WC, ember dan sejenisnya. Tempat perindukan tambahan adalah disebut non-TPA, seperti tempat minuman hewan, barang bekas, vas bungayang ada airnya, perangkap semut dan lain-lainnya, sedangkan TPA alamiah seperti lubang pohon, lubang batu, pelepah daun, tempurung kelapa, kulit kerang, pangkal pohon pisang, potongan bambu den lain lainnya. Nyamuk Aedes Aegypti lebih tertarik untuk meletakkan telurnya pada tempat penampungan air (TPA) yang berwarna gelap, paling menyukai warna hitam, terbuka lebar, dan terutama yang terletak di tempat-tempat terlindung sinar matahari langsung. Nyarnuk Aedes Aegypti hidup domestik, lebih menyukai tinggal di dalam rumah daipada di luar rumah. Nyamuk betina menggigit dan
37
menghisap darah lebih banyak di siang hari terutama pagi atau sore hari antara pukul 08.00 sampai dengan 12.00 dan 15.00 sampai dengan 17.00 WIB. Kesukaan menghisap darah lebih menyukai darah manusia dari pada hewan, pada siang hari manusia sedang aktif, saat nyamuk menggigit dan belum kenyang, sementara manusia sudah bergerak, nyamuk Aedes Aegypti akan terbang dan menggigit lagi sampai kenyang dan cukup darah untuk pertumbuhan dan perkembangan telurnya. Waktu mencari makanan, selain terdorong oleh rasa lapar, nyamuk Aedes Aegypti juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu bau yang dipancarkan oleh inang, temperatur, kelembaban, kadar karbon dioksida dan warna. e. Siklus Hidup Nyamuk Aedes Aegypti Namuk Aedes Aegypti seperti juga nyamuk Anophelini lainnya mengalami metamorfosis sempurna, yaitu telur-jentik-kepompong-nyamuk. Stadium telur, jentik dan kepompong hidup di dalam air. Pada umumnya telur akan menetas menjadi jentik dalam waktu ±2 hari setelah telur terendam air. Stadium jentik biasanya biasanya berlangsung antara 2-4 hari. Pertumbuhan dari telur menjadi nyamuk dewasa selama 9-10 hari. Umur nyamuk betina dapat mencapai 2-3 bulan (Depkes, 2005) Siklus nyamuk Aedes Aegypti secara lengkap dapat dilihat pada gambar berikut:
38
Sumber : Depkes RI, 2005 Gambar 2.2. Siklus Hidup Nyamuk Aedes f. Lingkungan Hidup Nyamuk Aedes Aegypti Nyamuk Aedes Aegypti bersifat urban hidup di perkotaan dan lebih sering hidup di dalam dan di sekitar rumah (domestik) dan sangat erat hubungannya dengan manusia. Jangkauan terbang (flight range) rata-rata nyamuk Aedes Aegypti adalah sekitar 100 meter tetapi pada keadaan tertentu nyamuk ini dapat terbang sampai beberapa kilometer dalam usahanya untuk mencari tempat perindukan untuk meletakkan telurnya. Nyamuk Aedes Aegypti hidup di dalam dan di sekitar rumah sehingga makanan yang diperoleh semuanya sudah tersedia di situ. Boleh dikatakan bahwa nyamuk betina sangat menyukai darah manusia (anthropophilic) dari pada darah binatang. Kebiasaan menghisap darah terutama pada pagi hari jam 08.00 - 12.00 dan sore hari jam 15.00 - 17.00. Nyamuk betina mempunyai kebiasaan menghisap darah berpindah-pindah berkali-kali dari satu individu ke individu yang lain. Hal ini disebabkan karena pada siang hari manusia yang menjadi sumber makanan
39
darah utamanya dalam keadaan aktif bekerja/bergerak sehingga nyamuk tidak bisa menghisap darah dengan tenang sampai kenyang pada satu individu. Keadaan inilah yang menyebabkan penularan penyakit DBD menjadi lebih mudah terjadi. Tempat perindukan nyamtk Aedes Aegypti yaitu tempat di mana nyamuk Aedes Aegypti meletakkan telurnya terdapat di dalam rumah (indoor) maupun di luar rumah (outdoor). Tempat perindukan yang ada di dalam rumah yang paling utama adalah tempat-tempat penampungan air : bak air mandi, bak air WC, tandon air minum, tempayan, gentong tanah liat, gentong plastik, ember, drum, vas tanaman hias, perangkap semut, dan lain-lain. Sedangkan tempat perindukan di luar rumah (halaman): drum, kaleng bekas, botol bekas, ban bekas, pot bekas, pot tanaman hias yang terisi oleh air hujan, tandon airminum, dan lain-lain. Nyamuk Aedes Aegypti lebih menyukai tempat perindukan yang berwarna gelap, terlindung dari sinar matahari, permukaan terbuka lebar, berisi air tawar jernih dan tenang. Dikatakan bahwa tempat-tempat perindukan nyamuk Aedes ini tidak selalu ada terus-menerus sepanjang tahun. Tempat perindukan yang ada di luar rumah terutama pada musim kemarau akan banyak menghilang, karena airnya mengering. Tetapi tempat perindukan yang ada di dalam rumah boleh dikatakan selalu ada sepanjang tahun. Bila musim hujan tiba maka tempat perindukan di luar rumah akan muncul kembali. Oleh karena itu populasi nyamuk Aedes Aegypti pada waktu musim kemarau menurun jumlahnya dan musim hujan meningkat. Tapi bila hujan sangat lebat dan terus-menerus, tempat perindukan di luar rumah rusak karena airnya tumpah dan mengalir keluar, sehingga telur dan jentik keluar.
40
Dikatakan bahwa jumlah populasi nyamuk Aedes Aegypti pada waktu musim kemarau sangat sedikit walaupun tempat perindukan yang di dalam rumah masih tetap ada. Hal ini disebabkan selain jumlah tempat perindukannya berkurang (yang di luar rumah mengering) juga karena pengaruh suhu udara yang tinggi dan kelembaban udara yang relatif rendah sangat tidak menguntungkan bagi kehidupan nyamuk, akibatnya umur nyamuk lebih pendek dan cepat mati. Sebaliknya pada waktu musim hujan jumlah populasi nyamuk Aedes Aegypti akan meningkat, karena tempat perindukan di luar rumah terbentuk lagi dan suhu yang sejuk serta kelembaban udara yang relatif tinggi sangat menguntungkan bagi kehidupan nyamuk. Nyamuk Aedes Aegypti mempunyai kebiasaan istirahat terutama di dalam rumah di tempat yang gelap, lembab pada benda-benda yang bergantung. Berdasarkan hubungan antara iklim dan jumlah populasi nyamuk Aedes Aegypti, maka dapat diketahui pola musim penularan penyakit DBD (Demam Berdarah Dengue). Secara umum dapat dikatakan bahwa pola musim penularan penyakit DBD (Demam Berdarah Dengue) sejalan dengan pola musim penghujan. g. Upaya Pengendalian Vektor Aedes Aegypti Sebagaimana telah diketahui Aedes Aegypti merupakan vektor utama dari penyakit DBD (Demam Berdarah Dengue). Untuk mengatasi penyakit DBD (Demam Berdarah Dengue). sampai saat ini masih belum ada cara yang efektif, karena sampai saat ini masih belum ditemukan obat anti virus dengue yang efektif maupun vaksin yang dapat melindungi diri terhadap infeksi virus dengue. Oleh karena itu perlu dipikirkan cara penanggulangan penyakit DBD (Demam Berdarah
41
Dengue). dengan melalui pengendalian terhadap nyamuk Aedes Aegypti. ujuan pengendalian vektor utama adalah upaya untuk menurunkan kepadatan populasi nyamuk Aedes Aegypti sampai serendah mungkin sehingga kemampuan sebagai vektor menghilang. Secara garis besar ada 3 cara pengendalian vektor yaitu dengan cara : 1) Pengendalian Cara Kimia Di sini digunakan insektisida yang dapat ditujukan terhadap nyamuk dewasa atau larva. Insektisida yang dapat digunakan terhadap nyamuk dewasa Aedes Aegypti antara dari golongan organochlorine, organophosphor, carbamate, dan pyrethroid. Bahan-bahan insektisida tersebut dapat diaplikasikan dalam bentuk penyemprotan (spray) terhadap rumah penduduk. Insektisida yang dapat digunakan terhadap larva Aedes Aegypti yaitu dari golongan organophosphor (Temephos) dalam bentuk sand granules yang dilarutkan dalam air di tempat perindukannya (abatisasi). 2) Pengendalian cara radiasi Nyamuk dewasa jantan diradiasi dengan bahan radioaktif dengan dosis tertentu sehingga menjadi mandul. Kemudian nyamuk jantan yang telah diradiasi ini dilepaskan ke alam bebas. Meskipun nanti akan ber ovulasi dengan nyamuk betina tapi nyamuk betina tidak akan dapat menghasilkan telur yang fertil. 3) Pangendalian lingkungan. Di sini dapat digunakan beberapa cara antara lain dengan mencegah nyamuk kontak dengan manusia yaitu memasang kawat kasa pada lubang
42
ventilasi rumah, jendela, dan pintu. Sekarang sedang digalakkan oleh pemerintah dan yang paling efektif yaitu dengan cara gerakan 3M satu minggu sekali yaitu : a) Menguras tempat penampungan air dengan menyikat dinding bagian dalam dan dibilas paling sedikit seminggu sekali. b) Menutup rapat tempat penampungan air sedemikian rupa sehingga tidak dapat diterobos oleh nyamuk dewasa. c) Menanam/menimbun dalam tanah barang-barang bekas atau sampah yang dapat menampung air hujan. h. Upaya Pemberantasan vektor epidemi Tujuan pemberantasan vektor selama kurun waktu kejadian epidemi penyakit demam berdarah dengue adalah membunuh vektor sebanyak-banyaknya dan secepat-cepatnya sehingga dapat menekan kepadatan nyamuk dan memutuskan rantai penularan virus. Inti pemberantasan adalah upaya membunuh nyamuk dewasa secara cepat agar penularan penyakit dari seorang penderita kependerita lainnya terputus sebab nyamuk dewasa tersebut berperan sebagai pembawa virus yang mempunyai potensi untuk ditularkan. Di Indonesia, upaya penyemprotan udara telah dilaksanakan tetapi dampak tindakan penyemprotan tidak jelas. Hal ini terjadi karena viremia hilang sebelum kasus terdeteksi dan epidemi menyebar ke wilayah yang berisiko tinggi. i. Upaya Pemberantasan vektor pada periode diantara epidemi Tujuan pengendalian adalah menekan sumber vector. Untuk mencapai tujuan ini dibutuhkan motivasi, pendidikan kesehatan, legalisasi dukungan masyarakat, serta peran aktif dari masyarakat sendiri. Di negara Tropis seperti
43
Asia spesies Aedes aegytpti berkembang biak di tempat penyimpanan air yang dibutuhkan oleh masyarakat. Oleh karena itu tempat tersebut harus betul-betul ditutup rapat sehingga terhindar dari nyamuk yang mungkin dapat berkembang biak di situ. Pemberantasan larva perlu dilaksanakan dengan menggunakan larvacid atau ikan larvivarous yang dapat hidup di air kolam setempat. Dalam hal ini perlu dipikirkan inegrasi manajemen pemberantasanya. Selama 20 tahun yang lampau banyak Negara telah melaksanakan strategi nasionalnya (berdasarkan petunjuk WHO) untuk menekan angka kesakitan DBD (Demam Berdarah Dengue) sesuai dengan kebutuhan local. Hal ini dapat digambarkan sebagai berikut.
Sumber : Depkes RI, 2005 Gambar 2.3 Pencegahan dan Pemberantasan DBD (Demam Berdarah Dengue).di Indonesia Strategi Pemberantasan Vektor Diukur dengan Menurunnya Angka Kejadian Sakit
44
5. Konsep Pelaksanaan (PSN – DBD) a. Definisi Pemberantasan Sarang Nyamuk demam berdarah dengue yaitu kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat dalam membasmi jentik nyamuk penular demam berdarah dengan cara 3 M. Adapun kegiatan PSN sendiri yaitu : menguras secara teratur terus menerus seminggu sekali, mengganti air secara teratur tiap kurang dari 1 minggu pada vas bunga, tempat minum burung, atau menaburkan abate ke tempat penampungan air, menutup rapat-rapat tempat penampungan air, mengubur/menyingkirkan kaleng- kaleng bekas, plastik, dan barang- barang lainya yang dapat menampung air hujan sehingga tidak menjadi sarang nyamuk. Adapun teknik terpadu dalam pengendalian populasi nyamuk dan jentik yang melibatkan semua metode yang dianggap tepat. Metode tersebut yaitu metode lingkungan/fisik, biologis, maupun kimiawi yang aman, hemat biaya serta ramah lingkungan. Keterangan: Kimia
: pembasmi larvasida dengan kimia dengan istilah Abatisasi
Fisik
: Dengan 3M, yaitu : Menguras, Menutup, dan Mengubur.
Biologi
: Memelihara ikan pemakan jentik
b. Faktor yang Berhubungan dengan Pelaksanaan Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN-DBD) Banyak faktor yang yang mempengaruhi pelaksanaan Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue, yaitu:
45
1) Sikap Hidup Bersih Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus/ obyek. (Notoatmodjo, 2003: 130). Dalam hal ini sikap hidup bersih digambarkan pada seseorang yang rajin dan senang akan kebersihan , dan cepat tanggap dalam masalah maka akan melaksanakan PSN- DBD secara teratur dan mengurangi resiko ketularan penyakit demam bedarah dengue. Menurut Newcomb salah seorang ahli psikologi social menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksana motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas. Lebih dapat dijelaskan lagi bahwa sikap merupakan reaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek. 2) Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB) Pemeriksaan jentik berkala (PJB) merupakan pemeriksaan tempat penampungan air dan tempat perkembangbiakan nyamuk aedes aegypti untuk mengetahui adanya jentik nyamuk, yang dilakukan dirumah dan tempat umum secara teratur setiap bulan sekali untuk mengetahui keadaan populasi jentik nyamuk penular penyakit demam berdarah dengue.(Depkes RI, 2002: 15). Kegiatan ini dilakukan dirumah- rumah dan tempat- tempat umum untuk memeriksa tempat penampungan air dan tempat yang menjadi perkembangbiakan nyamuk aedes aegypti. Biasanya petugas selain melakukan pemeriksaan jentik berkala juga sambil memberikan penyuluhan tentang pemberantasan sarang nyamuk kepada masyarakat atau pengelola tempat- tempat umum. Kunjungan yang berulang-ulang disertai penyuluhan tersebut diharapkan masyarakat dapat
46
termotivasi untuk melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk secara teratur, sehingga dapat mengurangi keberadaan jentik. Untuk pemantauan hasil pelaksanaan pemeriksaan jentik berkala dilakukan secara teratur sekurangkurangnya 3 bulan dengan menggunakan indikator Angka Bebas Jentik (ABJ) yaitu: jumlah rumah atau bangunan yang negatip jentik dibagi jumlah rumah atau bangunan yang diperiksa dikalikan 100%. Hasil pelaksaaan pemeriksaan jentik berkala di RW/ dusun dipantau oleh lurah/kepala desa secara teratur, dengan melakukan pemeriksaan jentik pada 30 rumah yang dipilih secra acak disetiap RW/dusun. Hasil pemeriksaan jentik berkala pada setiap desa/kelurahan dipantau oleh camat dengan menggunakan data hasil pemeriksaan jentik oleh petugas puskesmas di 100 rumah tiap desa/kelurahan yang dipilih secara acak. Selanjutnya hasil pelaksanaan pemeriksaan jentik berkala di rumah dan tempat- tempat umum dipantau secara berjenjang oleh kepala wilayah/daerah tingkat II gubernur, kepala daerah tingkat I dan tingkat pusat. 3) Macam Tempat Penampungan Air Secara fisik macam tempat penampungan air dibedakan lagi berdasarkan bahan tempat penampungan air (logam, plastik, porselin, fiberglass, semen, tembikar, dan lain-lain), warna tempat penampungan air (putih, hijau, coklat, dan lain-lain), volume tempat penampungan air (kurang dari 50 lt, 51-100 lt, 101- 200 lt, dan lain-lain), letak tempat penampungan air (didalam rumah atau diluar rumah), penutup tempat penampungan air (ada atau tidak ada), pencahayaan pada tempat penampungan air (terang atau gelap) (Depkes RI, 2002).
47
Untuk meletakkan telurnya, nyamuk betina tertarik pada kontainer berair yang berwarna gelap, terbuka, dan terutama yang terletak ditempat- tempat yang terlindung dari sinar matahari. Telur diletakkan di dinding kontainer diatas permukaan air, bila terkena air akan menetas menjadi larva/ jentik, setelah 5-10 hari larva menjadi pupa dan 2 hari kemudian menjadi nyamuk dewasa memerlukan waktu 7-14 hari (Depkes RI, 2002). 4) Persediaan Air Bersih Kebutuhan manusia akan air sangat kompleks antara lain untuk minum, masak, mencuci berbagai macam bahan, dan lain-lain. Menurut perhitungan WHO di negara maju tiap orang memerlukan air antara 60- 120 lt per hari. Sedangkan di negara-negara berkembang termasuk Indonesia tiap orang memerlukan air antara 30- 60 lt perhari. Jika persediaan air berpipa tidak adekuat dan hanya keluar pada jam – jam tertentu atau tekananya rendah, maka orang cenderung malas untuk melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk, karena persediaan air bersih hanya cukup untuk kebutuhan sehari- hari. Ada kebutuhan untuk menyimpan air dalam berbagai
jenis
wadah.
Hal
ini
akhirnya
akan
memperbanyak
tempat
perkembangbiakan nyamuk aedes aegypti karena sebagian besar wadah yang digunakan memiliki ukuran yang besar dan berat yang tidak mudah dibuang atau dibersihkan, misalnya: gentong air, ember besar. Dengan demikian, sangatlah penting apabila persediaan air minum dialirkan dalam jumlah, mutu, dan konsistensi yang layak untuk mengurangi keharusan dan penggunaan wadah penyimpanan air yang dapat berfungsi sebagai habitat larva yang paling produktif.
48
5) Pembuangan Sampah Padat Sampah padat seperti kaleng, botol, ember, atau benda tidak terpakai lainya yang berserakan di sekeliling rumah harus dibuang dan dikubur di tempat penimbunan sampah. Barang- barang pabrik dan gudang yang tidak terpakai harus disimpan dengan benar sampai saatnya dibuang. Peralatan rumah tangga dan kebun (ember, mangkuk, dan alat penyiram tanaman) harus disimpan dalam kondisi terbalik untuk mencegah tergenangnya air hujan. Demikian pula kano dan perahu harus diletakkan pada posisi terbalik jika tidak digunakan. Sampah tanaman (batok kelapa, pelepah kakao) harus dibuang dengan benar tanpa menunda- nunda. 6) Tempat Perindukan yang bukan Tempat Penampungan Air Tempat perindukan yang bukan tempat penampungan air adalah tempat – tempat yang bisa menampung air, tetapi bukan untuk keperluan sehari – hari (Depkes RI, 2002: 17), seperti: tempat minum hewan piaraan, barang – barang bekas, vas bunga, perangkap semut, penampungan air dispenser, pot tanaman air, dan barang yang memungkinkan air tergenang yang tidak beralaskan tanah. 7) Tempat minum hewan piaraan Tempat minum hewan piaraan yang dimaksud adalah tempat – tempat minum hewan piaraan yang dimiliki oleh responden yang berada di lingkungan sekitar rumah baik di dalam rumah maupun di luar rumah, misalnya: tempat minum burung, tempat minum ayam, dan hewan piaraan yang lain. 8) Barang-barang bekas Barang-barang bekas yang dimaksud adalah barang-barang yang sudah tidak terpakai yang dapat menampung air, yang berada di dalam maupun di luar
49
rumah responden (Depkes RI, 2002). Barang tersebut antara lain: kaleng, ban bekas, botol, pecahan gelas, dan lain-lain. 9) Vas bunga Vas bunga yang dimaksud adalah vas bunga yang berisi air yang terletak di dalam rumah responden yang memungkinkan nyamuk aedes aegypti berkembangbiak di dalam vas bunga tersebut. 10) Perangkap semut Perangkap semut yang dimaksud adalah tempat perangkap semut yang berisi air yang biasanya diletakkan dibawah kaki meja untuk menvegah semut – semut naik keatas meja yang berisi makanan yang terletak di dalam rumah responden. 11) Penampungan air dispenser Penampungan air dispenser yang dimaksud adalah tempat penampungan air yang menyatu dengan dispenser yang terletak dibawah alat yang digunakan untuk mengalirkan air di dalam wadah / galon dispenser, letaknya di dalam rumah responden 12) Pot tanaman air Pot tanaman air yang dimaksud adalah pot – pot berisi air yang digunakan sebagai media tanaman air untuk hidup, yang terletak di dalam maupun di luar rumah responden. c. Konsep Gerakan Pemberantasan sarang nyamuk (PSN) Gerakan PSN-DBD adalah seluruh kegiatan masyarakat bersama pemerintah yang dilakukan secara berkesinambungan untuk mencegah dan
50
menanggulangi penyakit DBD (Depkes RI, 2005). Tujuan gerakan PSN-DBD adalah membina peran serta masyarakat dalam memberantas jentik nyamuk penularnya, sehingga penularan penyakit DBD dapat di cegah/ dibatasi. Metode yang di gunakan adalah pendekatan edukatif dan persuasif melalui berbagai kegiatan penyuluhan dan motivasi kepada masyarakat. Sasaran penggerakan PSNDBD di desa/kelurahan adalah keluarga yaitu dilaksanakanya PSN-DBD di rumah-rumah
secara
terus-menerus
(Depkes
RI,
2005),
kegiatan
rutin
penggerakan PSN-DBD di desa/kelurahan antara lain: 1) Kunjungan rumah berkala sekurang-kurangnya tiap 3 bulan (untuk penyuluhan dan pemeriksaan jentik) oleh kader ditingkat RT/RW,kader dasawisma atau tenaga lain sesuai kesepakatan masyarakat setempat. 2) Penyuluhan kelompok masyarakat oleh kader dan tokoh masyarakat, antara lain di posyandu, tempat ibadah, dan dalam pertemuan-pertemuan warga masyarakat. 3) Kerja bakti PSN-DBD dan kebersihan lingkungan secara berkala.
B. Penelitian yang Relevan Penelitian yang relevan dengan penelitian ini pernah dilakukan oleh peneliti-peneliti terdahulu yang antara lain : 1. Penelitian Cahya Wibawa (2007) dengan Judul ”(Perbedaan Efektivitas Metode Demontrasi dengan Pemutaran Video tentang Pemberantasan DBD terhadap Peningkatan Pengetahuan dan Sikap anak SD di Kecamatan Wedarijaksa Kabupaten Pati)”. Penelitian tersebut menghasilkan temuan
51
bahwa metode demontrasi lebih efektif dari pada pemutaran video untuk meningkatkan pengetahuan dan perbaikan sikap anak SD di Kecamatan Wedarijaksa Kabupaten Pati. 2. Penelitian Rita Wulandari (2008). Judul penelitian ”Hubungan antara Pengetahuan dan Sikap Kepala Keluarga Tentang Program PSN dengan Keberadaan Larva Aedes Aegypti Di Kabupaten Sragen” Penelitian ini menghasilkan temuan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dan sikap KK tentang Program PSN dengan keberadaan Larva Aedes Aegypti. 3. Penelitian Abdul Rochman (2004) dengan judul ” Hubungan Pengetahuan, Sikap dan Praktik Ibu Rumah Tangga dalam Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue di Desa Plesungan Kecamatan Gondang Rejo Kabupaten Karanganyar Tahun 2004”. Penelitian ini menghasilkan temuan bahwa ada hubungan bermakna antara pengetahuan dengan sikap responden, pengetahuan dengan praktik responden dan sikap dengan praktik responden dalam PSN DBD di Desa Plesungan Kecamatan Gondang Rejo
52
C. Kerangka Berpikir Pada penelitian ini kerangka berpikirnya dapat digambarkan sebagai berikut : Kepala Keluarga
Pengetahuan tentang pemberantasan sarang nyamuk Aedes Aegypti
Sikap pada anjuran pemberantasan sarang nyamuk Aedes Aegypti
Perilaku pemberantasan sarang nyamuk Aedes Aegypti Faktor yang mempengaruhi perilaku : 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Pengalaman pribadi Kebudayaan, pengaruh orang lain yang dianggap penting Media massa Institusi/lembaga pendidikan dan agama Faktor emosi dalam diri individu. Faktor predisposisi (predisposing faktors), pemungkin (enabling faktors) dan penguat (reinforcing faktors).
Keterangan : = diteliti = tidak diteliti Gambar 2.4. Kerangka Berpikir
53
Kepala
Keluarga
memiliki
peran
cukup
penting
dalam
upaya
pemberantasan nyamuk DBD melalui 3M (menguras, menutup, mengubur). Untuk itu harus didukung dengan pengetahuan tentang pemberantasan sarang nyamuk Aedes Aegypti agar memiliki sikap yang mendukung terhadap anjuran untuk melaksanakan
gerakan
3M.
Melalui
sikap
mendukung
pada
anjuran
pemberantasan sarang nyamuk Aedes Aegypti diharapkan dapat terwujud tindakan nyata dalam 3M. Hal ini sesuai konsep perilaku yang dikenal K-A-P (knowledgeattitude-practice). Meskipun secara konsep demikian, pada kenyataannya seseorang yang telah memiliki pengetahuan baik dan sikap mendukung, tetapi tidak melakukan 3M. Hal ini terjadi karena pada dasarnya perilaku dipengaruhi banyak faktor seperti pengalaman pribadi, kebudayaan, pengaruh orang lain yang dianggap penting, media massa, institusi/lembaga pendidikan dan agama, faktor emosi dalam diri individu dan faktor predisposisi (predisposing faktors), pemungkin (enabling faktors) dan penguat (reinforcing faktors).
D. Hipotesis Penelitian 1. Ada hubungan pengetahuan dengan perilaku pemberantasan sarang nyamuk Aedes Aegypti. 2. Ada hubungan sikap dengan perilaku pemberantasan sarang nyamuk Aedes Aegypti. 3. Ada hubungan pengetahuan dan sikap dengan perilaku pemberantasan sarang nyamuk Aedes Aegypti.
54
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ditinjau dari desain yang digunakan termasuk penelitian korelasional (correlational study) dengan pendekatan cross sectional. Dalam penelitian ini menghubungkan pengetahuan, sikap dan perilaku tentang pemberantasan sarang nyamuk Aedes Aegypti di Desa Balesono Kecamatan Ngunut Kabupaten Tulungagung.
B.
Variabel Penelitian
1. Variabel bebas (Idependent Variabel) a.
Pengetahuan tentang pemberantasan sarang nyamuk Aedes Aegypti.
b.
Sikap tentang pemberantasan sarang nyamuk Aedes Aegypti.
2. Variabel terikat (Dependent Variabel) Perilaku tentang pemberantasan sarang nyamuk Aedes Aegypti.
C. 1.
Definisi Operasional Variabel
Pengetahuan Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui kepala keluarga tentang pemberantasan sarang nyamuk Aedes Aegypty. Indikator : pengertian, tujuan, manfaat, cara dan keuntungan serta kerugian. Alat ukur : Tes, jawaban benar diberi skor 1 dan salah skor 0. Skala pengukuran : Interval.
2.
Sikap Sikap tentang pemberantasan sarang yamuk Aedes aegypti adalah respon psikologis sebagai bentuk
kecenderungan untuk melakukan pemberantasan sarang nyamuk Aedes Aegypti. Indikator: pernyataan setuju, ragu-ragu, tidak setuju, terhadap tujuan, manfaat, cara, keuntungan, kerugian. Alat ukur yang digunakan kuesioner skala likert dengan pilihan untuk pernyataan positif : - Setuju = 3- Ragu = 2- Tidak setuju = 1 Pernyataan negatif:- Setuju = 1- Ragu = 2- Tidak setuju = 3. Skala pengukuran dinyatakan interval. 3.
Perilaku
55
Perilaku pemberantasan sarang nyamuk Aedes aegypti adalah perilaku nyata dalam memberantas sarang nyamuk Aedes aegypti. Indikator : melakukan atau tidak melakukan 3M (menguras, menutup, mengubur) minimal satu minggu sekali. Alat ukur diukur dengan cara observasi dengan hasil penilaian Ya artinya melakukan 3M dibuktikan dengan tidak ditemukannya jentik pada kontainer
=
1 dan Tidak artinya artinya tidak melakukan 3M dibuktikan dengan
ditemukannya satu atau lebih dari satu jentik pada kontainer = 0. Skala pengukuran dinyatakan dalam skala interval.
A.
D. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian Tempat penelitian direncanakan di Desa Balesono Kecamatan Ngunut Kabupaten Tulungagung. 2. Waktu Penelitian Penelitian direncanakan mulai bulan Pebuari 2010 sampai dengan Mei 2010. B.
E. Populasi, Sampel dan Sampling
1. Populasi Penelitian: Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah semua Kepala Keluarga yang ada di Desa Balesono Kecamatan Ngunut Kabupaten Tulungagung
sebanyak 660 kepala keluarga. Namun demikian dalam
Penentuan populasi juga memperhatikan kriteria inklusi dan eksklusi Kriteria inklusi adalah: a. Kepala keluarga yang bisa membaca dan menulis. b. Kepala keluarga yang bersedia menjadi responden. c. Kepala keluarga yang memiliki rumah atau sebagai penanggungjawab menempati rumah.
56
Kriteria eksklusi a. Kepala keluarga yang sedang tidak ada di rumah pada saat pengambilan data. b. Kepala keluarga yang sedang berhalangan atau sakit sehingga tidak dapat mengikuti penelitian. 2. Sampel Penelitian Dalam penelitian ini yang menjadi sampel adalah sebagian dari Kepala Keluarga yang ada di Desa Balesono Kecamatan Ngunut Kabupaten Tulungagung.
Besar sampel ditentukan menurut rumus besar sampel
sebagai berikut : N n =
Keterangan : N
=
besar populasi
n
=
Besar sample
d
=
Tingkat kepercayaan/ketepatan
yang
diinginkan Sesuai dengan rumus tersebut didapatkan besar sampel : N n
= 1
.+
N
660 n
= 1
.+
660
0,05
57
n
=
165 responden
Sesuai dengan rumus diatas maka sampel penelitian sebanyak 165 responden. 3. Tehnik Sampling Tehnik sampling adalah prosedur yang telah ditentukan harus diikuti teknik pengambilan sampel. Pemilihan sampel dilakukan dengan cara proportional random sampling yaitu teknik pengambilan sampel yang secara teoritis semua anggota dalam populasi mempunyai probabilitas atau kesempatan yang sama untuk dipilih menjadi sampel. Teknik random yang dipilih adalah acak tradisional dengan langkah : a.
Menentukan semua anggota populasi yang ada, dalam hal ini pupolasi yang ada di Desa Balesono di Dusun Balekambang, Sanan Wetan dan Sanan Kulon yang memenuhi kriteria inklusi.
b.
Mendaftar semua anggota dalam populasi yang ada di Dusun Balekambang :200 KK, Dusun Sanan Wetan : 220 KK, Dusun Sanan Kulon 240 KK.
c.
Menghitung proportional dan besar sampel masing-masing Dusun dengan cara : Dusun Balekambang = 200 KK / 660 x 100% = 30,3% x 165 = 50 responden Dusun Sanan Wetan = 220 KK / 660 x 100% = 30,3% x 165 = 55 responden
58
Dusun Sanan Kulon = 240 KK / 660 x 100% = 30,3% x 165 = 60 responden Total sampel = 50 + 55 + 60 = 165 responden d.
Memasukkan dalam kotak yang telah diberi lubang penarikan.
e.
Kocok kotak dan mengeluarkan lewat lubang pengeluaran.
f.
Nomor anggota yang keluar ditunjuk sebagai sampel penelitian.
g.
Melakukan terus sampai jumlah yang diinginkan tercapai.
C. F. Teknik Pengumpulan Data 1. Proses Pengumpulan Data Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subyek dan proses pengumpulan karakteristik subyek yang diperlukan dalam suatu penelitian. Proses pengumpulan data dimulai dari pengajuan ijin kepada Ketua Prodi Profesi Pendidikan Kedokteran UNS, dilanjutkan kepada Kepala Desa Balesono Kecamatan Ngunut Kabupaten Tulungagung dan kepada responden. Selanjutnya responden mengisi kuesioner.
2. Instrumen Pengumpulan Data Instrumen yang di pakai dalam penelitian ini adalah kuesioner yaitu suatu alat penggumpul informasi dengan cara mengumpulkan sejumlah pertanyaan tertulis untuk menjawab secara tertulis pula oleh responden. Dalam penelitian ini kuesioner yang digunakan adalah kuesioner tertutup
59
(Closed ended) jenis Multiple choise yang menyediakan beberapa jawaban dan responden hanya memilih satu jawaban yang sesuai dengan pendapatnya. Jenis pertanyaan yang digunakan yaitu pertanyaan mengenai fakta dan pertanyaan – pertanyaan informatif yang sifatnya tertutup untuk menilai Hubungan Pengetahuan dan Sikap dengan Perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk Aedes Aegypti pada Kepala Keluarga. Urutan pertanyaan yang dipergunakan yaitu pertanyaan tentang Karakteristik responden (data umum) sebanyak 4 pertanyaan, pertanyaan pengetahuan kepala keluarga tentang pemberantasan sarang nyamuk sebanyak 15 pertanyaan, pertanyaan tentang sikap kepala keluarga tentang pemberantasan sarang nyamuk 15 pernyataan. 3. Pengumpulan data perilaku pemberantasan sarang nyamuk Aedes Aegypti dilakukan di rumah responden dengan cara observasi di tempat penampungan air (container) untuk melihat ada atau tidak ada jentik di setiap container. Hasil observasi dikategorikan : a. Ya : artinya rumah yang diobservasi sudah melakukan 3M, dibuktikan dengan tidak ditemukan jentik di setiap kontainer (Negatip jentik) b. Tidak : artinya sudah satu minggu atau lebih rumah yang diobservasi tidak melakukan 3M, dibuktikan dengan ditemukannya satu atau lebih jentik nyamuk pada container (Positip jentik). 4. Uji Validitas dan Reliabilitas Sebelum melaksanakan penelitian, kuesioner dilakukan uji validitas dan reliabilitas. Uji coba dilakukan terhadap 30 kepala keluarga yang memiliki
60
karakteristik sama dengan responden. Pengukuran validitas dimaksudkan untuk mengetahui seberapa tinggi alat ukur tersebut mampu mengukur apa yang hendak diukur. Validitas dimaksud adalah validitas isi dengan maksud untuk mengetahui pertanyaan yang dibuat apakah relevan dengan materi pokok dalam penelitian. Dengan demikian pengujian validitas dilakukan terhadap setiap butir test (skor faktor) dengan skor total. Rumus yang digunakan Pearson Product Moment yaitu : n å xy - åx åy r= [ åx2 – (åx)2 ]2 - [ åy2 – (åy)2 ]2
Keterangan : r = koefisien korelasi x = variabel bebas (skor faktor) y = variabel terikat (skor total) n = jumlah sampel Uji reliabilitas dimaksudkan untuk mengetahui ketetapan alat ukur dalam mengukur apa yang hendak diukur. Jadi uji ini untuk mengetahui seberapa jauh alat ukur memberikan hasil yang relatif sama bila dilakukan pengukuran kembali terhadap gejala yang sama. Uji reliabilitas dilakukan dengan menggunakan internal consistency yaitu salah satu cara untuk menguji sampai sejauh mana pengukuran memberi hasil relatif tidak berbeda bila dilakukan pengukuran kembali terhadap
61
subjek yang sama. Rumusnya adalah koefisien reabilitas alpha cornbach sebagai berikut :
åSi2
K ri =
1(K-1)
åSt2
Dimana : ri
= koefisien reliabilitas yang dicari
K
= Mean kuadrat antara subjek
åSi2 = mean kuadrat kesalahan St2
= varian total
5. Hasil uji validitas Pengambilan keputusan bahwa suatu butir soal valid atau tidak, ditentukan oleh perbandingan antara harga r hitung dengan r tabel dimana harga r
table
diperoleh dari daftar r kritis dengan taraf signifikan 5% pada derajad
bebas (db) = n-2. Berdasarkan harga r tabel 5% dan db = 30-2 = 28 diperoleh harga r tabel = 0,374. Pengambilan keputusan dirumuskan sebagai berikut : -
Jika r hitung positif dan > r tabel maka butir tersebut valid.
-
Jika r hitung tidak positif dan < r tabel maka butir tersebut tidak valid.
a. Uji Validitas Pengetahuan
62
Hasil Uji Validitas Kuesioner untuk pengetahuan dapat dilihat pada tabel 3.1 dibawah. Tabel 3.1. Ringkasan Hasil Pengujian Validitas Pengetahuan Pemberantasan Sarang Nyamuk
No Soal
r item
No.1
0,586
No.2
0,570
No.3
0,608
No.4
0,576
No.5
0,651
No.6
0,672
No.7
0,617
No.8
0,587
No.9
0,672
No.10
0,586
No.11
0,592
No.12
0,608
No.13
0,668
No.14
0,586
No.15
0,570
63
Berdasarkan tabel 1. diatas diketahui dari 15 pertanyaan didapatkan semua item memiliki r hitung lebih besar dari 0,374 sehingga dapat dikatakan bahwa semua item valid.
b. Uji Validitas Sikap Hasil Uji Validitas Kuesioner untuk sikap dapat dilihat pada tabel 3.2. Tabel 3.2 Ringkasan Hasil Pengujian Validitas Sikap Pemberantasan Sarang Nyamuk
No Soal
r item
No.1
0,508
No.2
0,746
No.3
0,656
No.4
0,753
No.5
-0,051
No.6
0,753
No.7
0,746
No.8
0,334
64
N0.9
0,511
No.10
0,695
No.11
0,551
No.12
0,511
No.13
0,775
No.14
0,656
No.15
0,753
Berdasarkan tabel 2. diatas diketahui dari 15 pertanyaan didapatkan nilai r tabel (Corrected Item-Total Correlation) yang lebih dari 0,374 ada 13 yaitu item pernyataan nomor 1,2,3,4,6,7,9,10,11,12,13,14,15 maka kedua butir test yang tidak valid yaitu 5 dan 8 di drop out.
c. Uji Validitas Perilaku Hasil Uji Validitas Kuesioner untuk perilaku dapat dilihat pada tabel 3.3. Tabel 3.3 Ringkasan Hasil Pengujian Validitas Perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk
65
No Soal
r item
No.1
0,711
No.2
0,665
No.3
0,696
No.4
0,639
No.5
0,814
No.6
0,475
No.7
0,673
No.8
0,742
No.9
0,616
No.10
0,568
Berdasarkan tabel 3. diatas diketahui dari 10 pertanyaan didapatkan semua item memiliki r hitung lebih besar dari 0,374 sehingga dapat dikatakan bahwa semua item valid.
6. Uji Reliabilitas Uji reliabilitas dilakukan setelah semua butir soal dinyatakan valid. Cara pengambilan keputusan : -
Jika r Alpha positif dan > r tabel maka reliable.
-
Jika r Alpha negative atau r Alpha < r tabel maka tidak reliable. Hasil uji reliabilitas kuesioner sikap dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
66
a. Pengetahuan Hasil uji reliabilitas dengan metode “one shot method” didapatkan data sebagai berikut : Tabel 3.4 Hasil Uji Reliabilitas Pengetahuan tentang Pemberantasan Sarang Nyamuk
Cronbach's Alpha
N of Items
,912
15
Berdasarkan tabel 4. diatas diketahui nilai Alpha Cronbach's sebesar 0,912 > 0,700 maka dikatakan bahwa kuesioner sikap reliable. b. Sikap Pemberantasan Sarang Nyamuk Hasil uji reliabilitas kuesioner sikap adalah sebagai berikut. Tabel 3.5 Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner Sikap Pemberantasan Sarang Nyamuk
Cronbach's Alpha
N of Items
,905
15
Berdasarkan tabel 5. diatas diketahui nilai Alpha Cronbach's sebesar 0,905 > 0,700 maka dikatakan bahwa kuesioner persepsi reliable. c. Perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk
67
Hasil uji reliabilitas kuesioner perilaku adalah sebagai berikut. Tabel 3.6 Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner Perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk
Cronbach's Alpha
N of Items
,905
10
Berdasarkan tabel 6. diatas diketahui nilai Alpha Cronbach's sebesar 0,905 > 0,700 maka dikatakan bahwa kuesioner persepsi reliable.
D. G. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data 1. Memeriksa (Editing) Editing merupakan proses edisi yang diperlukan sebagai persiapan guna mengorganisir data. Yang dimaksud editing adalah mengkaji dan meneliti data yang terkumpul apakah sudah baik dan dapat dipersiapkan untuk proses berikutnya. 2. Memberi Tanda Kode (Coding) Coding merupakan upaya mengidentifikasi jenis jawaban atau fakta yang memiliki karakteristik yang sama dan menyusunnya ke dalam kelompok atau kelas yang dinamakan klasifikasi. Tanda kode untuk memberi kode pada variabel penelitian. Adapun dalam penelitian ini adalah : a. Pengetahuan tentang pemberantasan sarang nyamuk Aedes Aegypti : Benar = 1 Salah = 0
68
b. Sikap tentang pemberantasan nyamuk Aedes Aegypti : Pernyataan Positip: Setuju
:3
Ragu
:2
Tidak setuju
:1
Pernyataan Negatip: Setuju
:1
Ragu
:2
Tidak setuju
:3
c. Perilaku pemberantasan nyamuk Aedes Aegypti : Ya
:1
melakukan
Tidak
:0
tidak melakukan
3. Tabulating Data dan Diagram Tabulating adalah penyusunan data dalam bentuk tabel dengan tujuan mengatur observasi/individu sedemikian rupa sehingga observasi/individu yang sama dikumpulkan, dan frekuensi pemunculannya dalam kelompok dapat diamati. Tabulasi data ini dilakukan setelah semua masalah editing dan coding selesai dan tidak ada lagi permasalahan yang timbul. Dalam penelitian ini penyajian data dalam bentuk tabel dilakukan terhadap variabel pengetahuan, sikap, perilaku, hubungan pengetahuan dengan perilaku pemberantasan Sarang nyamuk Aedes Aegypti dan hubungan sikap dengan perilaku pemberantasan Sarang nyamuk Aedes Aegypti.
69
Adapun
untuk
data
umum
meliputi
karakteristik
responden
berdasarkan umur, pendidikan, pekerjaan, informasi dan sumber informasi.
E. H. Teknik Analisis Data Proses analisis data diawali dengan menentukan skala data pada variabel pengetahuan, sikap dan perilaku. Skala data pengetahuan adalah Interval, sikap adalah Interval dan perilaku juga Interval, maka uji statistik yang digunakan adalah Regresi linier ganda. Perhitungan ini mensyaratkan bahwa data yang diuji harus berskala interval atau rasio dan berdistribusi normal (dibuktikan dengan uji kolmogorof Smirnof).
70
BAB 1V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.
Hasil Penelitan
1. Deskripsi Karakteristik Responden Responden yang terpilih sebagai sampel penelitian merupakan kepala keluarga yang ada di Desa Balesono Puskesmas Balesono Kecamatan Ngunut Kabupaten Tulungagung sebanyak 165 KK sesuai dengan kriteria inklusi dalam penelitian yaitu kepala keluarga yang bisa membaca dan menulis, bersedia menjadi responden dan memiliki rumah atau sebagai penanggungjawab menempati rumah. Karakteristik umum responden meliputi umur, pendidikan, informasi dan sumber informasi tentang pemberantasan sarang nyamuk Aedes aegypti pada kepala keluarga yang pernah didapat. 1. Umur
15; 9,1%
1; 0,6% 48; 29,1%
35; 21,2% < 20 tahun 20-35 tahun 36-45 tahun 46-55 tahun
66; 40,0%
Gambar 4.1 Diagram Pie Karakteristik Responden Berdasarkan Umur
>55 tahun
71
Berdasarkan gambar
4.1 dapat digambarkan menurut umur,
responden terbanyak berumur 36-45 tahun yaitu ada 66 responden (40%) dari total 165 responden. 2. Pendidikan
27; 16,4%
30; 18,2%
SD SMP SMA
48; 29,1%
60; 36,4%
PT
Gambar 4.2 Diagram Pie Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan
Berdasarkan gambar
4.2 dapat diketahui pendidikan responden
terbanyak adalah SMA yaitu 60 responden (36,4%) dari total 165 responden. 3. Informasi tentang Pemberantasan Sarang Nyamuk Aedes aegypti
0; 0,0%
Tidak Pernah Pernah
165; 100,0%
Gambar 4.3 Diagram Pie Karakteristik Responden Berdasarkan Informasi
72
Berdasarkan gambar 4.3 dapat diketahui semua responden pernah mendapatkan informasi tentang pemberantasan sarang nyamuk Aedes aegypti yaitu 165 responden (100%) dari total 165 responden.
4. Sumber Informasi tentang Pemberantasan Sarang Nyamuk Aedes aegypti
Petugas kesehatan
18; 10,9%
3; 1,8%
TV/Radio/Internet Buku/Majalah/Koran
144; 87,3%
Gambar 4.4 Diagram
Pie
Karakteristik
Responden
Berdasarkan
Sumber
Informasi tentang Pemberantasan Sarang Nyamuk Aedes aegypti
Berdasarkan gambar 4.4 dapat diketahui hampir seluruh responden mendapatkan informasi tentang pemberantasan sarang nyamuk Aedes aegypti dari petugas kesehatan yaitu ada 144 responden (87,3%) dari total 165 responden.
2. Deskripsi Hasil Penelitian d. Pengetahuan tentang Pemberantasan Sarang Nyamuk Aedes Aegypti
73
Tabel 4.1 Deskripsi Pengetahuan tentang Pemberantasan Sarang Nyamuk Aedes Aegypti
No.
Jenis Olahan Data
Statistik
1
Range
10
2
Sebaran
6-15
3
Mean
10,87
4
SD
2,232
Berdasarkan tabel 4.1 di atas diketahui nilai terendah 6 dan tertinggi 15 dengan rata-rata 10,87. Artinya rata-rata nilai pengetahuan berada diatas nilai tengah, hal ini berarti pengetahuan responden berada pada kategori cukup. Adapun frekuensi pemunculan masing-masing nilai dapat dilihat pada gambar di bawah ini. 60 50 40
49 31
30 20 10 0
14
13 2
21
14
13
6
Nilai 6 Nilai 7 Nilai 8 Nilai 9 Nilai 10
2 Nilai 11
Nilai 12
Nilai 13
Nilai 14
Nilai 15
Gambar 4.5 Diagram Garis Deskripsi Pengetahuan tentang Pemberantasan Sarang Nyamuk Aedes Aegypti
74
e. Sikap tentang Pemberantasan Sarang Nyamuk Aedes Aegypti Tabel 4.2 Deskripsi Sikap Pemberantasan Sarang Nyamuk Aedes Aegypti
No.
Jenis Olahan Data
Statistik
1
Range
26
2
Sebaran
13-39
3
Mean
31,6
4
SD
8,764
Berdasarkan tabel 4.2 di atas diketahui nilai terendah 13 dan tertinggi 39 dengan rata-rata 31,6. Nilai rata-rata mendekati nilai tertinggi, hal ini berarti rata-rata sikap responden sudah baik. Frekuensi pemunculan masingmasing nilai dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
67
19 4 7 6 3 3 2 0 1 0 0 1 4 3
4 4 2 1 0 2 5 3 6 4 7 7
N ila i1 3 N ila i1 N 5 ila i1 N 7 ila i1 9 N ila i2 N 1 ila i2 3 N ila i2 N 5 ila i2 7 N ila i2 N 9 ila i3 1 N ila i3 N 3 ila i3 N 5 ila i3 7 N ila i3 9
80 70 60 50 40 30 20 10 0
Gambar 4.6 Diagram Garis Deskripsi Sikap tentang Pemberantasan Sarang Nyamuk Aedes Aegypti
75
f. Perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk Tabel 4.3 Deskripsi Perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk Aedes Aegypti
No.
Jenis Olahan Data
1
Statistik
Range
62 38-
2
Sebaran
100%
3
Mean
82,88%
4
SD
17,116
Berdasarkan tabel 4.3 di atas diketahui prosentase terendah 38 dan prosentase tertinggi 100 dengan prosentase rata-rata 82,88. Prosentase ratarata mendekati prosentase maksimal, berarti perilaku responden berada pada kategori baik. Frekuensi pemunculan masing-masing nilai dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
57 42
1
8
13 4
1
5
2
2
1
2
3
7
5
4
8
N il a i N 38 ila i N 40 il a i N 50 ila i N 60 il a i N 63 ila i N 67 ila i N 70 ila i N 71 il a i N 75 ila i N 78 ila i N 80 ila i N 83 ila i N 86 il a i N 88 ila i N 89 il a N i 90 ila i1 00
60 50 40 30 20 10 0
76
Gambar 4.7 Diagram Garis Deskripsi Perilaku tentang Pemberantasan Sarang Nyamuk Aedes Aegypti
B.
Analisis Data
1. Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk 16
Pengetahuan
14 12 10 8 6
R Sq Linear = 0.449
4 30
40
50
60
70
80
90
100
Perilaku Gambar 4.8 Scatter Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk Aedes aegypti
Berdasarkan gambar 4.8 dapat dilihat semakin tinggi skor pengetahuan maka semakin tinggi pula skor perilaku pemberantasan sarang nyamuk Aedes aegypti.
77
Tabel 4.4 Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk Aedes aegypti
Variabel
Pearson
p
Correlation Pengetahuan
0,670
0,000
Perilaku 3M
Berdasarkan tabel 4.4 diketahui ada hubungan antara pengetahuan dengan perilaku pemberantasan sarang nyamuk di Desa Balesono Puskesmas Balesono Kabupaten Tulungagung (p=0,000). Arah hubungan positif dan kuat (Correlation Coeficient = +0,670), artinya semakin baik pengetahuan maka perilaku pemberantasan sarang nyamuk Aedes aegypti pada kepala keluarga di Desa Balesono Kecamatan Ngunut Kabupaten Tulungagung Tahun 2010 juga semakin dilakukan. 2. Hubungan Sikap dengan Perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk 40 35
Sikap
30 25 20 15
R Sq Linear = 0.436
10 30
40
50
60
70
Perilaku
80
90
100
78
Gambar 4.9 Scatter Hubungan Sikap dengan Perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk Aedes aegypti
Berdasarkan gambar 4.9 dapat dilihat semakin tinggi skor sikap maka semakin tinggi pula skor perilaku pemberantasan sarang nyamuk Aedes aegypti. Tabel 4.5 Hubungan Sikap dengan Perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk Aedes aegypti
Variabel
Pearson
p
Correlation Sikap
0,660
0,000
Perilaku 3M
Berdasarkan tabel 4.5 diketahui ada hubungan sikap dengan perilaku pemberantasan sarang nyamuk di Desa Balesono Puskesmas Balesono Kabupaten Tulungagung (p=0,000). Arah hubungan positif dan kuat (Correlation Coeficient = +0,660), artinya semakin baik sikap maka perilaku pemberantasan sarang nyamuk Aedes aegypti pada kepala keluarga di Desa Balesono Kecamatan Ngunut Kabupaten Tulungagung Tahun 2010 juga semakin dilakukan. 3. Hubungan Pengetahuan dan Sikap dengan Perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk
79
Tabel 4.6 Hubungan Pengetahuan dan Sikap dengan Perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk Aedes aegypti
Hasil Test Regresi Linier No.
Variabel
R B square
1
Konstanta
27,128
2
Pengetahuan
3,068
3
Sikap
0,709
0,508
Berdasarkan tabel 4.6 diketahui ada hubungan antara pengetahuan dan sikap dengan perilaku pemberantasan sarang nyamuk di Desa Balesono Puskesmas Balesono Kabupaten Tulungagung (p=0,000) dengan persamaan Y = 27,128 + 3,068X1 + 0,709X2.
C.
Pembahasan
1. Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk Aedes aegypti Berdasarkan tabel 4.4 diketahui ada hubungan antara pengetahuan dengan perilaku pemberantasan sarang nyamuk di Desa Balesono Puskesmas Balesono Kabupaten Tulungagung (p=0,000). Arah hubungan positif dan
80
kuat (Correlation Coeficient = +0,670), artinya semakin baik pengetahuan maka perilaku pemberantasan sarang nyamuk Aedes aegypti pada kepala keluarga di Desa Balesono Kecamatan Ngunut Kabupaten Tulungagung Tahun 2010 juga semakin dilakukan. Menurut (Notoadmodjo, 2003) pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan suatu obyek tertentu. Pengetahuan merupakan faktor pendahulu bagi terwujudnya perilaku seseorang sesuai dengan konsep K-A-P (knowledge-attitudepractice) (Notoatmodjo, 2003 : 131). Selain itu juga sesuai Green bahwa perilaku ditentukan oleh faktor predisposisi antara lain pengetahuan disamping tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi dan sebagainya. Jika dari hasil penelitian didapatkan ada hubungan antara pengetahuan dengan perilaku pemberantasan sarang nyamuk, maka hasil penelitian ini sesuai dengan konsep perilaku yang telah dikemukakan oleh para ahli perilaku sebelumnya baik Notoatmdjo maupun Green. Secara kronologis dapat dijelaskan melalui pengetahuan yang dimiliki tentang penyakit demam berdarah, cara pemberantasan yang harus dilakukan dengan 3 M (menguras, menutup dan mengubur) tempat air maka responden cenderung memiliki keinginan untuk melaksanakan 3M. Keinginan ini timbul dilatarbelakangi oleh keinginannya untuk tidak terjangkit demam berdarah. Jika dilihat tingkat hubungannya termasuk kategori kuat, artinya
81
pengetahuan
menjadi
faktor
pendahulu
perilaku
3M
yang
perlu
diperhitungkan jika ingin merubah perilaku masyarakat (kepala keluarga) agar mau melaksanakan 3M. Namun demikian jika dilihat kekuatan hubungan masih sebesar 0,670 dari nilai tertinggi 1,000. Hal ini menunjukkan masih ada faktor lain yang berpengaruh terhadap perilaku seperti sikap, persepsi, niat untuk bertindak, kebiasaan, sosial budaya masyarakat, dukungan tokoh masyarakat, tokoh agama, pemerintah desa, petugas kesehatan dan faktor lainya yang tidak dapat dijelaskan melalui penelitian ini. Namun demikian jika dilihat arah hubungan sudah termasuk positif, artinya semakin baik pengetahuan tentang pemberantasan sarang nyamuk maka perilaku pemberantasan sarang nyamuk juga semakin dilakukan. Jadi peningkatan pengetahuan diperlukan dalam rangka meningkatkan perilaku pemberantasan sarang nyamuk Aedes aegypti. 2. Hubungan Sikap dengan Perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk Aedes aegypti Berdasarkan tabel 4.5 diketahui ada hubungan sikap dengan perilaku pemberantasan sarang nyamuk di Desa Balesono Puskesmas Balesono Kabupaten Tulungagung (p=0,000). Arah hubungan positif dan kuat (Correlation Coeficient = +0,660), artinya semakin baik sikap maka perilaku pemberantasan sarang nyamuk Aedes aegypti pada kepala keluarga di Desa Balesono Kecamatan Ngunut Kabupaten Tulungagung Tahun 2010 juga semakin dilakukan.
82
Sikap seseorang terhadap suatu obyek adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable) ataupun perasaan tidak mendukung (unfavorable) terhadap objek tersebut. Formulasi menurut Thrustone mengatakan bahwa sikap adalah derajad afek positif atau afek negatif yang dikaitkan dengan suatu objek psikologis (Azwar, 2008 ).
Sikap mempengaruhi perilaku
seseorang. Hal ini sesuai dengan Notoatmodjo (2003 : 131) yang menjelaskan bahwa perilaku terbentuk dengan didahului oleh faktor sikap seperti dalam konsep K-A-P (knowledge-attitude-practice). Jika
didapatkan
hubungan
antara
sikap
dengan
perilaku
pemberantasan sarang nyamuk, maka hasil penelitian ini juga sesuai dengan konsep perilaku yang dikemukakan Notoatmodjo. Secara kronologis dapat dijelaskan dengan memiliki sikap positif atau mendukung (favourable) maka seseorang di dalam dirinya sudah ada niatan positif untuk berbuat sesuatu sesuai dengan obyek sikapnya. Dalam hal ini jika seseorang telah memiliki sikap positif terhadap pemberantasan sarang nyamuk Aedesa aegypti maka di dalam diri orang tersebut sudah terbersit niat untuk melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk Aedesa aegypti. Jika niat yang ada ini didukung oleh situasi yang memungkinkan, misalnya tidak ada kesibukan, tidak sulit mendapatkan air bersih, maka seseorang juga dengan mudah melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk Aedesa aegypti dengan cara menguras bak air, menutup tempat penampungan air, mengubur kaleng bekas danlainnya.
83
Jika dilihat tingkat hubungannya termasuk kategori kuat, artinya sikap menjadi faktor pendahulu perilaku 3M yang perlu diperhitungkan jika ingin
merubah
perilaku
masyarakat
(kepala
keluarga)
agar
mau
melaksanakan 3M. Namun demikian jika dilihat kekuatan hubungan masih sebesar 0,660 dari nilai tertinggi 1,000. Hal ini menunjukkan masih ada faktor lain yang berpengaruh terhadap perilaku seperti persepsi, niat untuk bertindak, kebiasaan, sosial budaya
masyarakat, dukungan tokoh
masyarakat, tokoh agama, pemerintah desa, petugas kesehatan dan faktor lainya yang tidak dapat dijelaskan melalui penelitian ini. Namun demikian jika dilihat arah hubungan sudah termasuk positif, artinya semakin tinggi skor sikap tentang pemberantasan sarang nyamuk maka semakin tinggi pula skor perilaku pemberantasan sarang nyamuk. Jadi peningkatan sikap diperlukan dalam rangka meningkatkan perilaku pemberantasan sarang nyamuk Aedes aegypti. Hal ini sesuai dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Wulandari (2008). Judul penelitian ”Hubungan antara Pengetahuan dan Sikap Kepala Keluarga Tentang Program PSN dengan Keberadaan Larva Aedes Aegypti Di Kabupaten Sragen” Penelitian ini menghasilkan temuan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dan sikap KK tentang Program PSN dengan keberadaan Larva Aedes Aegypti.
84
3. Hubungan Pengetahuan dan Sikap dengan Perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk Aedes aegypti Berdasarkan tabel 4.6 diketahui ada hubungan antara pengetahuan dan sikap dengan perilaku pemberantasan sarang nyamuk di Desa Balesono Puskesmas Balesono Kabupaten Tulungagung (p=0,000) dengan persamaan Y = 27,128 + 3,068X1 + 0,709X2. Seperti penjelasan sebelumnya pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan suatu obyek tertentu (Notoadmodjo, 2003). Sikap seseorang terhadap suatu obyek adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable) ataupun perasaan tidak mendukung (unfavorable) terhadap objek tersebut. Formulasi menurut Thrustone mengatakan bahwa sikap adalah derajad afek positif atau afek negatif yang dikaitkan dengan suatu objek psikologis (Azwar, 2008 ). Pengetahuan dan sikap mempengaruhi perilaku. Hal ini sesuai dengan konsep K-A-P (knowledge-attitude-practice) yang artinya sebelum terbentuk perilaku harus didahului oleh sikap, sementara sikap yang terbentuk juga didasari oleh pengetahuan. Jika didapatkan ada hubungan antara pengetahuan dan sikap dengan perilaku pemberantasan sarang nyamuk, maka hasil penelitian ini sesuai dengan konsep perilaku yang dikemukakan Notoatmodjo diatas. Dalam hal ini dapat dijelaskan dengan pengetahuan yang dimiliki maka seseorang memiliki pertimbangan yang matang untuk menentukan perilaku. Pada tahap
85
selanjutnya akan dapat menentukan sikap sesuai dengan pertimbangan pengetahuan yang dimilikinya. Dalam hal ini fungsi sikap adalah sebagai pendorong timbulnya minat. Sikap seseorang akan mempengaruhi minat dan mendorong untuk melaksanakan sesuatu. Dibalik kecenderungan yang positif ini sebenarnya tidak semua orang yang memiliki pengetahuan dan sikap yang baik akan terwujud dalam bentuk perilaku nyata. Hal ini disebabkan banyak faktor yang mempengaruhi sikap dan perilaku. Menurut Muhyadi sikap dipengaruhi tiga faktor, yaitu: 1) orang yang membentuk sikap itu sendiri khususnya kondisi intern (kebutuhan, kelelahan, sikap, minat, motivasi, harapan, pengalaman masa lalu dan kepribadian), 2) stimulus berupa obyek maupun peristiwa (benda, orang, proses dan lainnya), 3) stimulus dimana pembentukan sikap itu terjadi baik tempat, waktu maupun suasana (sedih, gembira). Melalui sikap yang benar tentang pemberantasan sarang nyamuk maka kepala keluarga termotivasi untuk melaksanakan 3M. R square sebesar 0,508 artinya bahwa 50,8% perilaku 3M dipengaruhi oleh faktor pengetahuan dan sikap. Sedangkan 49,2% (10050,8%) karena faktor lain yang tidak dapat dijelaskan dalam persamaan regresi tersebut. Faktor lain bisa berupa pengalaman pribadi, kebudayaan, pengaruh orang lain yang dianggap penting, media massa, institusi/lembaga pendidikan dan agama, faktor emosi dalam diri individu dan faktor predisposisi (predisposing faktors), penguat (reinforcing faktors).
pemungkin (enabling faktors) dan
86
Hal ini sesuai dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Rochman (2004) dengan judul ”Hubungan Pengetahuan, Sikap dan Praktik Ibu Rumah Tangga dalam Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN-DBD) di Desa Plesungan Kecamatan Gondang Rejo Kabupaten Karanganyar Tahun 2004”. Penelitian ini menghasilkan temuan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan sikap responden, pengetahuan dengan praktik responden dan sikap dengan praktik responden dalam PSN DBD di Desa Plesungan Kecamatan Gondang rejo.
D. Keterbatasan Penelitian Penilaian
variabel
pengetahuan
dilakukan
hanya
satu
kali
pengukuran. Hal ini memberikan hasil yang kurang valid mengingat perilaku 3M dapat berubah setiap saat sehingga ada unsur kebetulan yakni ketika dilakukan penilaian kebetulan sedang melakukan 3 M atau sedang tidak melakukan 3M.
87
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
4. Kesimpulan
i.
Ada hubungan pengetahuan dengan perilaku pemberantasan sarang nyamuk di Desa Balesono Puskesmas Balesono Kabupaten Tulungagung (p=0,000), positif dan kuat (Correlation Coeficient = +0,670).
ii.
Ada hubungan sikap dengan perilaku pemberantasan sarang nyamuk di Desa Balesono Puskesmas Balesono Kabupaten Tulungagung (p=0,000), positif dan kuat (Correlation Coeficient = +0,660).
iii.
Ada hubungan antara pengetahuan dan sikap dengan perilaku pemberantasan sarang nyamuk di Desa Balesono Puskesmas Balesono Kabupaten Tulungagung (p = 000) dengan Y = 27,128 + 3,068X1 + 0,709X2.
5. Implikasi i.
Hasil penelitian ini memberikan bukti ilmiah tentang pentingnya peningkatan pengetahuan dan sikap tentang pemberantasan sarang nyamuk Aedes aegypti dalam rangka merubah pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat untuk melaksanaan 3M. Hal ini membawa pesan jika ingin meningkatkan cakupan angka bebas jentik menjadi 95% (batas aman dari penularan DBD) maka salah satu metode yang harus ditempuh adalah melalui penyuluhan untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap tentang 3M.
88
ii.
Perlu pendekatan holistic kedokteran keluarga yakni merubah pengetahuan, sikap dan perilaku seseorang secara personal, dimana melalui pendekatan personal ini akan memberikan hasil lebih efektif untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku. Pada akhirnya perilaku 3M dapat terwujud.
iii.
Bagi praktisi kedokteran keluarga perlu menyadari bahwa merubah perilaku pemberantasan sarang nyamuk aedes aegypti secara rutin dan berkala paling tidak seminggu sekali tidak hanya cukup kepada tingkat masyarakat tetapi juga pada tingkat individu khususnya kepala keluarga.
6. Saran 1. Bagi Kepala Keluarga Diharapkan kepala keluarga menjadi motor penggerak kegiatan pemberantasan nyamuk Aedes aegypti dalam keluarganya masing-masing sesuai program Jum’at Bersih atau kegiatan lain yang berorientasi 3M. 2. Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan Diharapkan agar institusi pelayanan kesehatan melaksanakan kegiatan pemeriksaan jentik secara berkala dengan menjalin kerja sama dengan kader kesehatan dari program Desa Siaga. 3. Bagi Institusi Pendidikan Diharapkan agar pihak pendidikan ikut serta dalam rangka peningkatan pengetahuan, sikap dan perilaku 3M melalui kegiatan penyuluhan kelompok atau individu atau penyebaran artikel tentang penyakit demam berdarah dan pemberantasannya.
89
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu dan Munawar Sholeh. 2007. Psikologi Perkembangan. Jakarta : Rineka Cipta. Hal : 123 – 125
Apriadji,
1996,
Informasi
dan
teknologi.
http
//id.wikipedia.org/wiki/
informasi.diakses tanggal 22 Januari 2010. jam 24.00 wib
Azwar, S. 2008. Seri Psikologi, Sikap Manusia, Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta : Liberty. Hal : 5, 31, 87, 107
Depkes R.I. 2002. Pemberantasan Penyakit Menular (P2M). Jakarta : Ditjen P2M-PPLP.Hal : 3 - 21
Depkes, 2004. Pemberantasan Penyakit Menular (P2M). Jakarta : Ditjen P2MPPLP. Hal : 12 - 18
Depkes RI. 2005. Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Indonesia. Jakarta : Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.Hal : 3, 4, 22, 64
90
Dinkes Jatim. 2007. Buku Panduan PSN-DBD Bagi Kader Kesehatan : Subdin P2 Dinkes Propinsi Jawa Timur. Hal : 27 - 35
Irmayanti.
2010.
Pengetahuan.
http://id.wikipedia.org/wiki/Pengetahuan".
Diakses tanggal 22 Januari 2010. Jam : 22.00 wib
Notoatmodjo, S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. Hal : 121 - 126
Notoatmodjo, S. (2005). Promosi Kesehatan (Teori dan Aplikasi). Jakarta : Rineka Cipta. Hal : 53 - 64
Nursalam.
2003.
Konsep
dan
Penerapan
Metodologi
Penelitian
Ilmu
Keperawatan. Surabaya : Salemba Medika. Hal : 121 - 124
Purwanto. 1998. Pengantar Perilaku Manusia untuk Keperawatan. Catakan I. Jakarta : EGC .Hal : 62 - 64
Profil Puskesmas Balesono. 2009. Buku Laporan Kegiatan Tahunan Puskesmas : Puskesmas Balesono
Riwidikdo. 2008. Mengolah Data dengan SPSS Versi 16. Jakarta: Elexmedia Computindo.Hal : 10 - 35
91
Soegijanto, S. 2004. Demam Berdarah Dengue. Surabaya : Airlangga University Press. Hal : 58 - 60
Suliha, U. dkk. 2002. Pendidikan Kesehatan dalam Keperawatan. Jakarta : EGC. Hal : 47 - 50
Subdin P2 Dinkes Propinsi Jawa Timur, 2007. Pemberantasan Demam Berdarah. Hal 7 - 10
Sunaryo. 2003. Psikologi untuk Keperawatan. Jakarta : EGC. Hal : 200 - 204
Tjiptoyuwono, S. dkk. 1996. Pengantar Pendidikan Bagian I. Surabaya : University Press IKIP Surabaya Hal : 20 - 38
92