Immanuel Jurnal Ilmu Kesehatan Volume 9, Nomor 2, Desember 2015
ISSN 1410-234X
Hubungan Pengetahuan dan Kebiasaan Ibu Mencuci Tangan Terhadap Kejadian Diare pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Pameungpeuk Bandung Dwi Hastuti1* 1
STIKes Jenderal Achmad Yani Cimahi Jl. Terusan Jenderal Sudirman-Cimahi 40533 Telp. 022-6631622, Fax. 022-6631624 Email:
[email protected]
Abstrak Diare masih menjadi penyebab utama kematian balita di dunia. Di Indonesia, terdapat sekitar 31.200 anak balita meninggal setiap tahun karena diare. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara faktor-faktor resiko dengan kejadian diare pada balita di wilayah kerja Puskesmas Pameungpeuk Kabupaten Bandung. Metode penelitian yang digunakan adalah survei analitik dengan desain penelitian case control. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 62 responden dengan teknik pengambilan sampel quota sampling. Analisis data dilakukan dengan uji Chi Square dan Kolmogorov Smirnov. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan antara pengetahuan ibu (p=0,046), kebiasaan ibu mencuci tangan (p=0,022), dengan kejadian diare pada balita di wilayah kerja Puskesmas Pameungpeuk Kabupaten Bandung. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi Puskesmas Pameungpeuk untuk melakukan penyuluhan dengan metode yang lebih efektif untuk mengatasi masalah diare. Kata kunci: Diare, Balita, Faktor Resiko
553
Immanuel Jurnal Ilmu Kesehatan Volume 9, Nomor 2, Desember 2015
Latar Belakang Di Indonesia, diare merupakan penyakit endemis dan penyakit potensial Kejadian Luar Biasa (KLB) yang sering disertai dengan kematian. Menurut Badan Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (BP2PL), tingkat KLB diare dari tahun ke tahun sangat bervariasi. Angka kematian diare saat KLB pada tahun 2008 masih cukup tinggi (2,94%), kemudian mengalami penurunan menjadi 0,40% pada tahun 2011. Target Case Fatality Risk (CFR) saat KLB diharapkan kurang dari 1%, tetapi pada tahun 2012 CFR kembali mengalami peningkatan menjadi 1,53% (Kemenkes RI, 2013). Mikroorganisme patogen penyebab diare disebarluaskan lewat jalur orofecal melalui makanan atau air yang terkontaminasi oleh feses atau ditularkan langsung dari feses penderita. Kurangnya air bersih, kepadatan hunian, hygiene yang buruk, kurang gizi, dan kurangnya sanitasi lingkungan merupakan faktor yang dapat meningkatkan resiko terjadinya diare (Wong, et al, 2008). Hasil penelitian systematic review yang dilakukan oleh Adisasmito (2007) pada 18 penelitian ditemukan tiga faktor resiko penyebab diare yang paling sering diteliti dan menunjukkan hasil yang bermakna, yaitu faktor lingkungan, faktor ibu, dan faktor anak. Masa balita ditandai dengan tingkat pertumbuhan yang sangat pesat sehingga membutuhkan zat gizi
ISSN 1410-234X
yang relatif lebih tinggi. Dimana pada masa balita merupakan masa paling penting sekaligus rawan bagi anak sebab anak rentan berbagai gangguan kesehatan. Sebagai orangtua, tentu tidak hanya ingin membebaskan anak dari deritanya, tetapi juga ingin memastikan bahwa gejala yang diderita bukanlah penyakit serius. Beberapa penyakit memang dapat ditangani di rumah, tetapi yang lainnya membutuhkan perawatan dokter. Orangtua yang cukup pengetahuan punya kesempatan yang lebih baik untuk mengidentifikasi penyakit dengan tepat dan segera memberikan penanganan yang semestinya. Namun, para orangtua yang kurang paham perihal kesehatan anak balita, seringkali panik, bahkan bisa jadi akan memberikan penanganan yang salah terhadap balitanya. Penanganan yang salah tersebut bisa membuat penyakit anak bertambah parah (Sudarmoko, 2011). Pengetahuan merupakan hasil tahu, dan terjadi setelah orang melakukan pengindaraan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (Over Behavior). Pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pengalaman, tingkat pendidikan, keyakinan, dan fasilitas. Pengetahuan atau kognitif merupakan faktor yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Pengetahuan yang didasari dengan pemahaman yang
554
Immanuel Jurnal Ilmu Kesehatan Volume 9, Nomor 2, Desember 2015
sangat tepat akan menumbuhkan sikap positif, sehingga akhirnya tumbuh suatu bentuk prilaku baru yang diharapkan (Notoatmodjo, 2007). Dari Hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti sebagian besar ibu tidak mengetahui faktorfaktor yang dapat menyebabkan diare. Hal itu menyebabkan kasus diare masih sulit dikendalikan. Karena peran ibu merupakan faktor dominan terhadap kondisi kesehatan anak. Tinjauan Pustaka Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (2009), diare adalah peningkatan frekuensi buang air besar dan berubahnya konsistensi menjadi lebih lunak atau bahkan cair. Menurut WHO, diare adalah buang air besar cair lebih dari 3 kali dalam sehari, dan lebih menitikberatkan pada konsistensi tinja dari pada menghitung frekuensinya. Suriadi dan Yuliani (2010), menyebutkan bahwa diare dapat disebabkan oleh infeksi mikroorganisme patogen, yaitu bakteri (Enteropathogenic escherichia coli, Salmonella, Shigella, Yersinia enterocolitica), virus (Enterovirus echoviruses, Adenovirus, Human retrovirus seperti Agent, Rotavirus), jamur (Candida enteritis), parasit (Giardia clamblia, Crytosporidium), dan protozoa. Wong, et al (2008) menjelaskan bahwa mikroorganisme patogen penyebab diare dapat
ISSN 1410-234X
disebarluaskan lewat jalur orofecal melalui makanan atau air yang terkontaminasi oleh feses atau ditularkan langsung dari feses penderita. Wong, et al (2008) menyebutkan bahwa kurangnya air bersih, hygiene yang buruk, kurang gizi, dan kurangnya sanitasi lingkungan adalah faktor resiko penyebab diare. Adisasmito (2007) juga menyebutkan bahwa faktor anak (status gizi), faktor ibu (pengetahuan dan kebiasaan mencuci tangan), dan faktor lingkungan (sarana air bersih dan jamban) dapat meningkatkan resiko terjadinya diare. Wong, et al (2008) menyebutkan bahwa kurangnya air bersih, hygiene yang buruk, kurang gizi, dan kurangnya sanitasi lingkungan adalah faktor resiko penyebab diare. Adisasmito (2007) juga menyebutkan bahwa faktor anak (status gizi), faktor ibu (pengetahuan dan kebiasaan mencuci tangan), dan faktor lingkungan (sarana air bersih dan jamban) dapat meningkatkan resiko terjadinya diare. Tingkat pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting utnuk terbentuknya tindakan seseorang. Pengetahuan yang didasari pemahaman yang tepat akan menumbuhkan sifat yang positif, sehingga akhirnya tumbuh suatu bentuk prilaku baru yang diharapkan (Notoatmodjo, 2007). Pengetahuan berpengaruh terhadap sikap ibu dalam melakukan perawatan kesehatan terhadap anak. Metodelogi Penelitian
555
Immanuel Jurnal Ilmu Kesehatan Volume 9, Nomor 2, Desember 2015
ISSN 1410-234X
Metode penelitian yang digunakan adalah survei analitik dengan desain penelitian kasus kontrol, dengan pendekatan retrospektif. Teknik pengambilan sampel dengan non-random sampling berjumlah 62 sampel. Instrumen penelitian denggan menggunakan koesioner. Data dianalisis secara univariat dengan
distribusi frekuensi dan bivariate dengan Chi Square(X2). Hasil Penelitian Dari hasil penelitian yang berjudul Hubungan pengetahuan dan cara mencuci tangan terhadap kejaidan diare di wilayah kerja puskesmas pamengpeuk Bandung dengan responden sebanyak 62 ibu diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 1. Hubungan antara Pengetahuan Ibu dengan Kejadian Diare pada Balita Kelompok Total Pengetahuan Ibu Kasus Kontrol F
P (%)
F
P (%)
F
P (%)
Kurang
12
19,35
5
8,06
33
27,42
Baik
19
30,65
26
41,94
29
72,58
Total a Uji Chi Square
31
50
31
50
62
100
Berdasarkan Tabel 1. ibu dengan pengetahuan kurang lebih banyak terdapat pada kelompok kasus (19,35%) dan ibu dengan pengetahuan baik lebih banyak terdapat pada kelompok kontrol (41,94%). Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan p value = 0,046, sehingga dapat disimpulkan bahwa
OR (95% CI)
P value
3,28 (0,99-10,90)
0,046a
ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan ibu dengan kejadian diare pada balita. Ibu berpengetahuan kurang memiliki resiko 3,28 kali lebih besar menyebabkan diare pada anaknya dari pada ibu berpengatahuan baik dengan OR = 3,28.
Tabel 2. Hubungan antara Kebiasaan Ibu Mencuci Tangan dengan Kejadian Diare pada Balita Kelompok Total OR P Kebiasaan Ibu Mencuci Tangan Kasus Kontrol (95% CI) value F P (%) F P (%) F P (%) Buruk
21
33,87
12
19,35
33
53,23
Baik
10
16,13
19
30,65
29
46,77
Total a Uji Chi Square
31
50
31
50
62
100
3,33 (1,179,44)
0,022a
556
Immanuel Jurnal Ilmu Kesehatan Volume 9, Nomor 2, Desember 2015
Berdasarkan Tabel 2. dapat dilihat bahwa kebiasaan cuci tangan buruk lebih banyak ditemukan pada kelompok kasus (33,87%) dan kebiasaan cuci tangan baik lebih banyak ditemukan pada kelompok kontrol (30,65%). Hasil uji statistik menunjukkan bahwa ibu dengan kebiasaan mencuci tangan yang buruk memiliki resiko 3,33 kali lebih besar untuk anaknya mengalami diare dari pada ibu dengan kebiasaan mencuci tangan yang baik dan terdapat hubungan yang signifikan antara kebiasaan ibu mencuci tangan dengan kejadian diare pada balita dengan OR = 3,33 dan p value = 0,022. Pembahasan a. Hubungan pengetahuan ibu dengan Kejadian Diare pada Balita Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan ibu dengan kejadian diare pada balita (p = 0,046). Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hardi, Masni, dan Rahma (2012), yaitu ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan ibu dengan kejadian diare pada batita (p = 0,036). Selain itu, penelitian systematic review yang dilakukan oleh Adisasmito (2007) juga menemukan bahwa rendahnya pengetahuan ibu merupakan faktor resiko yang menyebabkan penyakit diare pada bayi dan balita.
ISSN 1410-234X
Notoatmodjo (2007) mengungkapkan bahwa terbentuknya perilaku seseorang diawali dari aspek kognitif atau pengetahuan, yaitu hasil tahu seseorang setelah melakukan pengindaraan terhadap suatu objek. Pengetahuan merupakan domain penting yang mempengaruhi seseorang dalam berperilaku karena perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan bersifat lebih langgeng (long lasting) dibandingkan dengan perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Berdasarkan data penelitian, kurang dari sebagian responden (43,55%) adalah lulusan SMP. Notoatmodjo (2007) mengungkapkan bahwa selain faktor pendidikan, pengetahuan juga dipengaruhi oleh pengalaman dan fasilitas. Pengalaman yang diperoleh dari pengalaman sendiri maupun orang lain, dalam hal ini adalah pengalaman tentang diare dapat memperluas pengetahuan seseorang tentang diare. Fasilitas sebagai informasi tentang diare yang berasal dari televisi, brosur, maupun penyuluhan juga dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang tentang diare. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kurangnya pengetahan ibu tentang diare dapat meningkatkan resiko 3,28 kali pada anak untuk mengalami diare (OR = 3,28). Pengetahuan tentang diare yang penting untuk diketahui adalah berkaitan dengan tanda dan gejala yang harus diwaspadai saat anak diare, cara penyebaran kuman diare,
557
Immanuel Jurnal Ilmu Kesehatan Volume 9, Nomor 2, Desember 2015
dan cara pencegahan diare. Ibu perlu mengetahui bagaimana cara melakukan pencegahan diare, sehingga dengan pengetahuan yang baik ibu dapat melakukan pencegahan diare dan anaknya dapat terbebas dari penyakit diare. b. Hubungan antara Kebiasaan Ibu Mencuci Tangan dengan Kejadian Diare pada Balita Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kebiasaan ibu mencuci tangan dengan kejadian diare pada balita (p = 0,022). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Mansur (2013) yang menemukan bahwa ada hubungan antara kebiasaan cuci tangan pakai sabun sebelum memberikan makan balita (p = 0,000) dan sesudah kontak dengan feses (0,000) dengan kejadian diare akut pada balita di Kabupaten Magelang. Kamilla, Suhartono, dan Endah (2012) dalam penelitiannya juga menemukan hasil yang sama, yaitu ada hubungan antara praktek mencuci tangan dengan sabun sebelum makan (p = 0,002) dan mencuci tangan dengan sabun setelah buang air besar (p = 0,020) dengan kejadian diare pada balita. Tangan merupakan organ tubuh yang paling sering digunakan untuk bersentuhan, sehingga kuman mudah berpindah ke tangan dan menjadi jalur penularan diare.Mencuci tangan merupakan teknik dasar yang paling penting dalam pencegahan dan pengontrolan
ISSN 1410-234X
infeksi (Perry dan Potter, 2005). Mencuci tangan terutama saat sebelum makan dan setelah kontak dengan feses telah terbukti berhubungan dengan kejadian diare. Adisasmito (2007) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa perilaku hidup bersih yang dilakukan ibu, yaitu mencuci tangan memiliki hubungan yang bermakna dalam mencegah terjadinya diare pada bayi dan balita. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu dengan kabiasaan mencuci tangan yang buruk, yaitu tidak mencuci tangan sebelum memberikan makan pada anak dan sesudah buang air besar dengan menggunakan sabun dan air mengalir memiliki resiko 3,33 kali untuk terjadi diare pada balita (OR = 3,33). Mencuci tangan dengan air saja terbukti tidak efektif dalam menjaga kesehatan karena air tidak dapat menghilangkan kuman. Penggunaan sabun saat cuci tangan terbukti lebih efektif menghilangkan kuman dengan membersihkan kotoran berupa lemak dan minyak yang merupakan tempat hidup kuman. Cuci tangan juga harus dilakukan dibawah air mengalir agar air hasil mencuci tangan yang mengandung kuman tidak kembali menempel ke tangan. Kebiasaan mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir pada saat-saat penting, yaitu sebelum memberikan makan dan setelah buang air besar dilaporkan oleh UNICEF terbukti dapat mengurangi resiko kejadian diare lebih dari 40%.
558
Immanuel Jurnal Ilmu Kesehatan Volume 9, Nomor 2, Desember 2015
Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan ibu dengan kejadian diare pada balita (p = 0,046). Ibu dengan pengetahuan kurang beresiko 3,28 kali lebih besar menyebabkan diare pada anak dari pada ibu dengan pengetahuan kurang (OR = 3,28); dan terdapat hubungan yang signifikan antara kebiasaan ibu mencuci tangan dengan kejadian diare pada balita (p = 0,022). Ibu dengan kebiasaan mencuci tangan yang buruk beresiko 3,33 kali lebih besar menyebabkan anak mengalami diare dari pada ibu dengan kebiasaan mencuci tangan yang baik (OR = 3,33). Saran Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi Puskesmas Pameungpeuk untuk melakukan penyuluhan dengan metode yang lebih efektif untuk mengatasi masalah diare, melalui perbanyak leaflet atau poster mengenai kejadian diare. Daftar Pustaka Abdullah, M. (2014).Hubungan Faktor Sanitasi Lingkungan dengan Kejadian Diare pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Mongolato Kecamatan Telaga Kabupaten
ISSN 1410-234X
Gorontalo.Thesis.Universitas Negeri Gorontalo. Adisasmito, W. (2007). Faktor Risiko Diare pada Bayi dan Balita di Indonesia: Systematic Review Penelitian Akademik Bidang Kesehatan Masyarakat. Vol. 11. No. 1. 1-10. Agus, S. N. S., Handoyo, Widiyanti, D. A. K., (2009). Analisis Faktor-Faktor Resiko yang Mempengaruhi Kejadian Diare pada balita Di Puskesmas Ambal 1 Kecamatan Ambal Kabupaten Kebumen. Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan. 5 (2): 65-79. Apriyanti, M., Ikob, R., &Fajar, N. A. (2009). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Diare pada Anak Usia 6-24 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Swakelola 11 Ilir Palembang. Arikunto, S. (2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. Behrman, R. E., Kliegman, R. M., & Arvin, A. M. (2000). Ilmu Kesehatan Anak: Nelson. Jakarta: EGC. Brown, K .H. (2003). Symposium: Nutrition and Infection, Prologue and Progress Since 1968. Dahlan, M. S. (2012). Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika.
559
Immanuel Jurnal Ilmu Kesehatan Volume 9, Nomor 2, Desember 2015
Darmadi. (2008). Infeksi Nosokomial. Jakarta: Salemba Medika. Departemen Kesehatan RI. (2009). Seri Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Rumah Tangga. ____. (2011). Buku Saku Petugas Kesehatan Lintas Diare. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Dinas
Kesehatan Kabupaten Bandung. (2013). Laporan Tahunan Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung Tahun 2012. Bandung.
Hardi, A. R., Masni, Rahma. (2012). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Diare pada Batita di Wilayah Kerja Puskesmas Baranglompo Kecamatan Ujung Tanah. Fakultas Kesehatan Masyarakat. UNHAS. Makassar. Jarmiati, Anggraini, D. I,.Wahyuni, A., dkk. (2014). Hubungan antara Status Gizidan Riwayat Pemberian ASI Eksklusif dengan Diare pada Bayi di Poli Rawat Jalandan Rawat Inap Anak RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar lampung. ISSN: 2337-3776. Jeffrie, M. (2009). Diare Persisten. Dalam: Modul Pelatihan Diare. Edisi Pertama. UKK
ISSN 1410-234X
Gastro-Hepatologi. Jakarta.
IDAI:
JPNN. (2012). Diare Dominasi Kematian Balita di Indonesia. http://www.jpnn.com/read/201 2/10/16/143509/DiareDominasi_kematian-Balita-diIndonesia. (Diakses 10 Maret 2014). KementerianKesehatan RI. (2011). Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan: Situasi Diare di Indonesia. Vol. 2. Triwulan 2. Jakarta. Notoatmodjo, S. (2007). PromosiKesehatan&IlmuPeril aku. Jakarta: Rineka Cipta. Nuraeni. (2012). Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Diare pada Balita di Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat Tahun 2012. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia. Depok. Permatasari, D. P. (2012). Perbedaan Durasi Penyembuhan Diare Dehidrasi Ringan-Sedang Balita yang Diberikan ASI dan Seng. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Semarang. Perry, A. G. & Potter, P. A., (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta: EGC. Pujiastuti, S. P. (2003). Hubungan Pengetahuan, Sikap, dan Praktik Ibu terhadap
560
Immanuel Jurnal Ilmu Kesehatan Volume 9, Nomor 2, Desember 2015
Pencegahan Penyakit Diare pada Anak Berusia di Bawah Umur Lima Tahun di Desa Mojogedang Kecamatan Mojogedang Kabupaten Karanganyar. Puskesmas Pameungpeuk. (2013). Laporan Tahunan UPTD Yankes Kecamatan Pameungpeuk Kabupaten Bandung. Bandung. Riyanto, A. (2011). Pengolahan dan Analisis Data Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika. Rosari, A., Rini, E. A., & Masrul. (2013). Hubungan Diare dengan Status gizi Balita di Kelurahan Lubuk Buaya Kecamatan Koto Tengah Kota padang. Jurnal Kesehatan Andalas. 2 (3).
ISSN 1410-234X
Methods. The Journal of Infection Disease. 208: 1794802. UNICEF. (2012). Sekitar 35 Juta Balita Beresiko Jika Target Angka Kematian Anak Tidak Tercapai. http://www.unicef.org/indonesi a/id/media_21393.html. (Diakses tanggal 10 Maret 2014). Wong, D. L., Hockenberry, M., Wilson, D., et al. (2008).Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong. (Edisi 6. Volume 2). Jakarta: EGC.
Sodikin. (2011). Asuhan Keperawatan Anak: Gangguan Sistem Gastrointestinal dan Hepatobilier. Jakarta: Salemba Medika. Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta. Suriadi, & Yuliani, R. (2010). Asuhan Keperawatan pada Anak. (Edisi2). Jakarta: CV Agung Seto. Taniuchi, M., Sobuz, S. U., Begum, S., et al. (2013). Etiology of Diarrhea in Bangladeshi Infants in the First Year of Life Analyzed Using Molecular
561
Immanuel Jurnal Ilmu Kesehatan Volume 9, Nomor 2, Desember 2015
ISSN 1410-234X
562