HUBUNGAN PEMBERIAN MP-ASI DINI DENGAN STATUS GIZI BAYI DI DESA WONOREGO KECAMATAN PRINGAPUS KABUPATEN SEMARANG ARTIKEL
Oleh Susi Febrian Rahmaningsih 0302143B033
PROGRAM STUDI D-IV KEBIDANAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NGUDI WALUYO 2016 1|F a k t o r - F a k t o r Y a n g Be r h u b u ng a n D e n g a n K e j a d i a n Perdarahan Postpartum di RSUD Ambarawatahun 2015.
FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PERDARAHAN POSTPARTUM DI RSUD AMBARAWA TAHUN 2015 DETERMINE THE FACTORS ASSOCIATED WITH POSTPARTUM HAEMORRHAGE EVENTS IN AMBARAWA’S HOSPITAL IN 2015 Susi Febrian Rahmaningsih*) Puji Lestari**) Eko Susilo**) STIKES NGUDI WALUYO *)Mahasiswa STIKES NGUDI WALUYO **)Dosen Pembimbing STIKES NGUDI WALUYO ABSTRAK Perdarahan Postpartum merupakan salah satu penyebab Angka Kematian Ibu tertinggi di Indonesia tahun 2015. Kasus Perdarahan Postpartum tersebar di seluruh wilayah Provinsi Jawa Tengah salah satunya adalah di RSUD Ambarawa. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Perdarahan Postpartum di RSUD Ambarawa tahun 2015. Metode Penelitian yang digunakan adalah Analitik Observasi dengan pendekatan Crossectional dengan jumlah Populasi 762 orang dan jumlah sampel 262 orang. Analisa data dalam penelitian ini menggunakan Chi Square. Dari hasil analisa Chi Square diperoleh hasil faktor umur p-value=0,032, faktor Paritas p-value=0,00, faktor Riwayat Perdarahan Postpartum p-value=0,03 < α (0,05) sehingga faktor Umur, Paritas dan Riwayat Perdarahan Postpartum berhubungan dengan kejadian Perdarahan Postpartum di RSUD Ambarawa tahun 2015. Sedangkan faktor Mioma uteri p-value 0,059, dan Jarak Kelahiran 0,06 dimana p > α (0,05) yang berarti faktor Mioma Uteri dan Jarak Kelahiran tidak berhubungan dengan kejadian Perdarahan Postpartum di RSUD Ambarawa tahun 2015. Kata Kunci Daftar Bacaan
: Umur, Paritas, Mioma Uteri, Jarak Kelahiran, Riwayat Perdarahan Postpartum, Perdarahan Postpartum. : 19 (2003-2015)
ABSTRACT Postpartum hemorrhage is one of the causes of the highest maternal mortality rate in Indonesia in 2015. Cases of Postpartum Hemorrhage scattered throughout the province of Central Java, one of which is in Ambarawa’s Hospital. The purpose of this study was to determine the Factors Associated with Postpartum Haemorrhage Events in Ambarawa’s hospital in 2015. The research method used is analytical observation with cross sectional approach with a number of 2|F a k t o r - F a k t o r Y a n g Be r h u b u ng a n D e n g a n K e j a d i a n Perdarahan Postpartum di RSUD Ambarawatahun 2015.
people and a population of 762 262 people total sample. Analysis of the data in this study using Chi Square. From the analysis of the results obtained Chi Square age factor p-value = 0.032, Parity factor p-value = 0.00, Postpartum Bleeding history factor p-value = 0.03 <α (0.05) so that the age factor, Parity and History Postpartum hemorrhage Postpartum bleeding related events in Ambarawa’s Hospital in 2015. While the factors of uterine myomas p-value 0.059 and Distance Birth 0.06 where p> α (0.05) which means that factors myoma uteri and Distance Birth is not associated with the incidence of bleeding postpartum in Ambarawa’s Hosital in 2015. Keywords Reading List
: Age, Parity, myoma uteri, Distance Birth, History Postpartum hemorrhage, postpartum hemorrhage. : 19 (2003-2015)
PENDAHULUAN Latar Belakang Kematian maternal merupakan salah satu masalah kesehatan yang terus menjadi perhatian masyarakat dunia. World Health Organization (WHO) memperkirakan 500.000 perempuan meninggal setiap hari. Penyebabnya antara lain akibat komplikasi kehamilan 35 %, proses kelahiran 30 % dan aborsi yang tidak aman 35 %. Sekitar satu perempuan meninggal setiap menit. Sedangkan Angka Kematian Bayi menurut WHO adalah 54 per 1000 kelahiran hidup. Menurut penyebabnya antara lain asfeksia neonaturum 42 %, BBLR 28 %, infeksi besar 18 %, dan lain-lain 12%. (WHO,2012). Tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) ini tersebar di beberapa Negara berkembang, salah satunya Indonesia. Berdasarkan Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) pada tahun 2007, AKI di Indonesia adalah 228/100.000 kelahiran hidup, sedangkan Angka Kematian Bayi (AKB) yaitu 34/1000 kelahiran hidup. Sedangkan tahun 2012 AKI sebesar 359/100.000 kelahiran hidup, sedangkan untuk AKB yaitu 32/1000 kelahiran hidup. Penyebab AKI diantaranya Perdarahan (42 %), pre-eklampsi/eklampsi (13 %), abortus (11 %), infeksi (10 %), partus lama (9 %), lain-lain (15%). Sedangkan penyebab AKB antara lain oleh asfiksia neonatorum sebesar 46 %, BBLR 18 %, infeksi besar 16%, cacat bawaan 4%, tetanus 2% , diare 2%, dan lain-lain 4 %. (SDKI 2012). AKI dan AKB ini tersebar di beberapa wilayah Indonesia, salah satunya adalah Jawa Tengah. Hasil Survey menunjukkan bahwa pada tahun 2014 angka kematian ibu sebanyak 530 kasus , lebih tinggi dari target Millenium Development Goals (MDGs) yang hanya 425. (Dikes Jateng, 2014). Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Jawa Tengah, angka kematian ibu ini meningkat dibandingkan tahun 2013. Pada tahun 2014 angka 3|F a k t o r - F a k t o r Y a n g Be r h u b u ng a n D e n g a n K e j a d i a n Perdarahan Postpartum di RSUD Ambarawatahun 2015.
kematian meningkat , tercatat karena perdarahan 23 %, karena infeksi 4 %, pada saat kehamilan 27 %, dan pada saat bersalin adalah sebesar 17 %. (Dikes Jateng 2014). Angka kematian pada ibu ini tersebar di beberapa wilayah di provinsi Jawa Tengah, salah satunya adalah wilayah Kabupaten Semarang. Menurut Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang tercatat angka kematian ibu tahun 2014 mengalami peningkatan yang cukup tinggi , bila tahun 2013 Angka Kematian Ibu sebanyak 17 kasus maka pada tahun 2014 menjadi 20 kasus. (Dikes Kabupaten Semarang, 2014). Dari data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang tahun 2014, terdapat beberapa penyebab Angka Kematian Ibu, diantaranya adalah perdarahan 8 kasus, emboli air ketuban 2 kasus, penyakit jantung 1 kasus, hipertensi 5 kasus, Echepalitis 1 kasus, Cardiomlopathy 1 kasus, sepsis 1 kasus, infeksi 1 kasus. Angka kematian ibu ini menjadi salah satu indikator dari derajat kesehatan masyarakat. Dari data yang ada, dapat dilihat bahwa salah satu penyebab kematian ibu adalah perdarahan Post Partum. Penyebab terpenting angka Kematian Ibu di Indonesia adalah perdarahan (40-60)%, infeksi (20-30 %), dan keracunan kehamilan (20-30%), sisanya ssekitar 5 % disebabkan penyakit lain yang memburuk saat kehamilan atau persalinan. Perdarahan sebagai penyebab kematian ibu terdiri atas perdarahan antepartum dan perdarahan post partum. Perdarahan Post Partum adalah hilangnya darah lebih dari 500 ml (Prawirohardjo, 2012). Faktor penyebab perdarahan postpartum dibedakan atas dua macam antaralain penyebab langsung dan penyebab tidak langsung. Faktor penyebab perdarahan postpartum secara langsung antara lain disebabkan oleh Atonia Uteri (50-60 %), Retensio Plasenta (16-17 %), Sisa Plasenta (24 %), laserasi jalan lahir (4-5 %), dan kelainan darah (0,5-0,8%). Penyebab utama perdarahan postpartum disebabkan kelainan kontraksi uteri yaitu atonia uteri. Atonia uteri merupakan kegagalan miometrium untuk berkontraksi dengan baik dan mengecil sesudah janin keluar dari rahim. Beberapa faktor predisposisi yang dapat mencetuskan terjadinya atoni uteri meliputi umur yang terlalu muda atau tua, jumlah paritas yang sering terutama pada grande mutipara, uterus yang teregang berlebihan, miometrium yang keletihan seperti pada partus lama dan persalinan yang terlalu cepat, pada persalinan dengan operasi, persalinan akibat induksi oksitosin, akibat anastesi umum, infeksi uterus misalnya chorioamnionitis dan endomyometritis, kelainan pada plasenta seperti pada kasus plasenta previa dan solutio plasenta, riwayat atoni uteri, dan faktor sosial ekonomi yaitu malnutrisi. Atoni uteri juga dapat timbul karena salah penanganan kala III persalinan, dengan memijat uterus dan mendorongnya kebawah dalam usaha melahirkan plasenta, tapi dengan teknik yang salah. (Prawirohardjo, 2012) Penyebab terjadinya perdarahan post partum yang kedua yaitu retensio plasenta. Apabila adanya sisa hasil konsepsi seperti yang terjadi pada kasus retensio plasenta, plasenta acreta dan variasinya, perdarahan postpartum bisa terjadi. Apabila plasenta belum lahir setengah jam setelah janin lahir, hal itu dinamakan retensio plasenta. Hal ini bisa disebabkan karena plasenta belum lepas dari dinding uterus atau plasenta sudah lepas tetapi belum dilahirkan. (Prawirohardjo, 2012). 4|F a k t o r - F a k t o r Y a n g Be r h u b u ng a n D e n g a n K e j a d i a n Perdarahan Postpartum di RSUD Ambarawatahun 2015.
Penyebab terjadinya perdarahan postpartum yang ketiga adalah karena sisa plasenta. Sisa plasenta yang masih melekat pada rahim menyebabkan kontraksi uterus menjadi tidak efektif dan keadaan ini dapat menimbulkan perdarahan. Penyebab perdarahan postpartum yang selanjutnya adalah karena laserasi atau robekan jalan lahir. Jika dalam pemeriksaan didapatkan hasil kontraksi uterus baik, tidak terdapat sisa plasenta namun timbul perdarahan, maka dapat dicurigai terjadi robekan jalan lahir sehingga menyebabkan pendarahan. Pada trauma atau laserasi jalan lahir bisa terjadi robekan perineum, vagina serviks, forniks dan rahim. Keadaan ini dapat menimbulkan perdarahan yang banyak apabila tidak segera diatasi. Laserasi jalan lahir biasanya terjadi karena persalinan secara operasi termasuk seksio sesaria, episiotomi, pimpinan persalinan yang salah dalam kala uri, persalinan pervaginam dengan bayi besar, dan terminasi kehamilan dengan vacuum atau forcep dengan cara yang tidak benar. Keadaan ini juga bisa terjadi secara spontan akibat ruptur uterus, inversi uterus, perlukaan jalan lahir, dan vaginal hematom. Laserasi pembuluh darah dibawah mukosa vagina dan vulva akan menyebabkan hematom. Perdarahan akan tersamarkan dan dapat menjadi berbahaya karena tidak akan terdeteksi selama beberapa jam dan bisa menyebabkan terjadinya syok. Hematoma biasanya terdapat pada daerah-daerah yang mengalami laserasi atau pada daerah jahitan perineum. Episiotomi dapat menyebabkan perdarahan yang berlebihan jika mengenai arteri atau vena yang besar, episitomi luas, ada penundaan antara episitomi dan persalinan, atau ada penundaan antara persalinan dan perbaikan episitomi (Cunningham, 2005). Penyebab perdarahan postpartum yang selanjutnya adalah karena kelainan pembekuan darah. Gejala-gejala kelainan pembekuan darah bisa berupa penyakit keturunan ataupun didapat. Kelainan pembekuan darah bisa berupa hipofibrinogenemia, trombocitopenia, thrombocytopenic purpura idiopatik, sindroma HELLP yang adanya hemolisis, enzim hati yang meningkat serta kadar trombosit yang rendah, disseminated intravaskuler coagulation (DIC), dan dilutional coagulopathy yang bisa terjadi pada transfusi darah lebih dari 8 unit karena darah donor biasanya tidak segar sehingga komponen fibrin dan trombosit sudah rusak. Dalam kaitannya dengan faktor penyebab perdarahan postpartum, terdapat faktor tidak langsung atau faktor resiko antara lain usia, paritas, jarak persalinan < 2 tahun, riwayat perdarahan postpartum sebelumnya, dan partus presipitatus . (Prawirohardjo, 2012) Faktor resiko terjadinya perdarahan postpartum yang pertama adalah usia ibu bersalin, usia yang aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 20-35 tahun, karena pada usia tersebut rahim sudah siap untuk menghadapi kehamilan, mentalnya sudah matang, dan sudah mampu merawat bayi dan dirinya. Kematian maternal pada wanita hamil dan melahirkan pada usia kurang dari usia 20 tahun dan lebih dari 35 tahun ternyata 2 sampai 5 kali lebih tinggi daripada kematian maternal yang terjadi pada usia 20-35 tahun . Pada ibu yang usianya kurang dari 20 tahun, secara fisik dan mentalnya belum siap lagi untuk menghadapi kehamilan dan pesalinan. Selain itu, rahim dan panggul ibu belum berkembang dengan 5|F a k t o r - F a k t o r Y a n g Be r h u b u ng a n D e n g a n K e j a d i a n Perdarahan Postpartum di RSUD Ambarawatahun 2015.
sempurna sehingga perlu diwaspada terhadap gangguan kehamilan. Sebaliknya pada ibu yang berusia lebih dari 35 tahun, mereka cenderung untuk mengalami komplikasi persalinan (Dep. Kes. RI, 2011). Faktor predisposisi yang lainnya adalah ibu-ibu dengan kehamilan lebih dari 1 kali mempunyai risiko lebih tinggi terhadap terjadinya perdarahan postpartum dibandingkan dengan ibu-ibu yang termasuk golongan primigravida. Hal ini dikarenakan fungsi reproduksi mengalami penurunan pada setiap persalinan. Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut perdarahan postpartum yang dapat mengakibatkan kematian maternal. Paritas lebih dari atau sama dengan 4 mempunyai resiko besar untuk terjadinya perdarahan postpartum karena pada grandemultipara otot uterus sering diregangkan sehingga dindingnya menipis dan kontraksinya menjadi lebih lemah, dan anemia. (Saifudin , 2007). Selain itu, pada jarak kelahiran yang terlalu rapat (< 2 tahun) akan mengakibatkan kontraksi uterus menjadi kurang baik dan kesehatan ibu mundur secara progressive. Hal ini menyebabkan angka kejadian perdarahan postpartum lebih tinggi. Selama kehamilan berikutnya dibutuhkan 2-4 tahun agar kondisi tubuh ibu kembali seperti kondisi sebelumnya. Faktor predisposisi yang lainnya adalah kekurangan hemoglobin dalam darah atau anemia dapat menyebabkan komplikasi lebih serius bagi ibu baik dalam kehamilan, persalinan, dan nifas yaitu dapat mengakibatkan salah satunya adalah perdarahan postpartum karena atoni uteri (Cunningham, 2005). Berdasarkan perneliatian yang dilakukan oleh Widyastuti dengan judul hubungan antara factor resiko kejadian perdarahan post partum dengan kejadian perdarahan post partum di Rumah sakit umum daerah Surakarta didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan antara faktor resiko perdarahan post partum dengan kejadian perdarahan post partum di RSUD Surakarta tahun 2012. (Jurnal penelitian oleh Widyastuti, 2012) Kasus Perdarahan Post Partum tersebar di seluruh wilayah Kabupaten Semarang salah satunya di RSUD Ambarawa.(Dikes Kabupaten Semarang,2014). Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan, jumlah kasus Perdarahan Post Partum di RSUD Ambarawa tahun 2014 yaitu sebanyak 62 kasus (12%), kemudian pada tahun 2015 naik menjadi 82 kasus (15%). Diantara hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan, didapatkan data penyebab perdarahan postpartum pada 10 kasus tersebut antara lain 2 orang dialami oleh paritas grandemultipara dan umur > 35 tahun dan 2 orang dengan jarak kelahiran pendek < 2 tahun, dan 3 orang oleh paritas multipara, 1 orang karena mioma uteri, 2 orang karena riwayat perdarahan postpartum (Rekam Medik RSUD Ambarawa,2015). Masalah dalam penelitian ini adalah RSUD Ambarawa menjadi salah satu penyumbang 1 Angka Kematian Ibu di Kabupaten Semarang oleh karena Perdarahan Post Partum dan terdapat ibu bersalin yang tidak beresiko untuk mengalami perdarahan postpartum yang mengalami perdarahan postpartum. 6|F a k t o r - F a k t o r Y a n g Be r h u b u ng a n D e n g a n K e j a d i a n Perdarahan Postpartum di RSUD Ambarawatahun 2015.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Faktor-Faktor yang berhubungan dengan kejadian perdarahan post partum di RSUD Ambarawa tahun 2015. Peruumusan Masalah Penyebab terpenting kematian ibu di Indonesia adalah Karena perdarahan post partum, frekuensinya adalah 40 %. Terdapat faktor-faktor resiko terjadinya perdarahan post partum antara lain grande multipara, jarak persalina dekat kurang adari 2 tahun, partus presipitatus, dll. Dari hasil penelitian-peneliatian yang dilakukan menunjukkan bahwa frekuensi perdarahan post partum dialami oleh ibu yang memiliki faktor resiko terjadinya perdarahan post partum. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka masalah yang akan diteliti adalah apakah Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Perdarahan Post Partum di RSUD Ambarawa tahun 2015? Tujuan Penelitian Tujuan Umum : Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui FaktorFaktor yang berhubungan dengan kejadian perdarahan Post Partum di RSUD Ambarawa tahun 2015. Tujuan Khusus: a) Mengdeskripsikan kejadian perdarahan post partum di RSUD Ambarawa tahun 2015. b) Mendeskripsikan Umur ibu bersalin di RSUD Amabarawa tahun 2015. c) Mendeskripsikan Paritas ibu bersalin di RSUD Ambarawa tahun 2015. d) Mendeskripsikan Mioma Uteri di RSUD Ambarawa tahun 2015. e) Mendeskripsikan Jarak Kelahiran < 2 tahun pada ibu bersalin di RSUD Ambarawa tahun 2015. f) Mendeskripsikan Riwayat Perdarahan Postpartum Sebelumnya pada ibu bersalin di RSUD Ambarawa tahun 2015. g) Menganalisis hubungan antara Umur ibu bersalin yang mengalami perdarahan postpartum dengan kejadian perdarahan postpartum di RSUD Ambarawa tahun 2015. h) Menganalisis Hubungan Antara Paritas ibu bersalin yang mengalami perdarahan postpartum dengan kejadian perdarahan postpartum di RSUD Ambarawa tahun 2015. i) Menganalisis hubungan antara Mioma Uteri pada ibu bersalin dengan kejadian perdarahan postpartum di RSUD Ambarawa tahun 2015. j) Menganalisis hubungan antara Jarak Kelahiran pada ibu bersalin yang mengalami perdarahan postpartum dengan kejadian perdarahan postpartum di RSUD Ambarawa tahun 2015. k) Menganalisis hubungan antara riwayat perdarahan postpartum sebelumnya pada ibu bersalin yang mengalami perdarahan postpartum dengan kejadian perdarahan postpartum di RSUD Ambarawa tahun 2015.
7|F a k t o r - F a k t o r Y a n g Be r h u b u ng a n D e n g a n K e j a d i a n Perdarahan Postpartum di RSUD Ambarawatahun 2015.
METODE PENELITIAN Jenis dan Desain Penelitian Desain Penelitian yang digunakan adalah Analitik Observasional dengan pendekatan Crosssectional dengan mengumpulkan data kejadian masa lalu. Data dianalisis dengan aplikasi komputer. Analisis data meliputi analisis univariat dan bivariat. Analisis univariat dilakukan terhadap tiap variabel untuk menghasilkan distribusi frekuensi dari masing-masing variabel tersebut. Analisis bivariat yang digunakan adalah chi-square dengan derajat kemaknaan 0,05. Bila nilai p ≤ α (0,05) berarti hasil perhitungan statistik bermakna (signifikan). Lokasi penelitian Penelitian ini dilakukan di RSUD Ambarawa Kabupaten Semarang. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu bersalin di RSUD Ambarawa tahun 2015 dengan jumlah 762 orang. Sedangkan untuk sampel dalam penelitian ini adalah sebagian dari seluruh ibu bersalin di RSUD Ambarawa tahun 2015 yaitu sebesar 262 orang (Rekam Medik RSUD Ambarawa, 2015). Tehnik yang digunakan dalam memilih sampel adalah Systematic Random sampling. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data Sekunder . Etika yang harus diperhatikan dalam penelitian adalah :Tanpa nama (Anonimity), Kerahasiaan (Confidentiality). Pengolahan Data Proses pengolahan data dibagi dalam beberapa tahap yaitu: Editing (Pemeriksaan data), Coding (pemberian kode), dan Tabulating (Memasukkan Data Kem Master Tabel). Analisa Data Teknik analisis data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah analisis Univariat dan analisis Bivariat. HASIL PENELITIAN Analisis Univariate Gambaran kejadin Perdarahan Postpartum di RSUD Ambarawa tahun 2015. Tabel 5.1. Distribusi kejadian perdarahan Postpartum ibu bersalin di RSUD Ambarawa tahun 2015. No 1 2
Perdarahan Post Partum Ya Tidak Total
Jumlah 69 193 262
Persentase 26.3 73.3 100,0
8|F a k t o r - F a k t o r Y a n g Be r h u b u ng a n D e n g a n K e j a d i a n Perdarahan Postpartum di RSUD Ambarawatahun 2015.
Sumber : Data Sekunder 2015 Berdasarkan tabel 5.1 dapat diketahui jumlah ibu bersalin yang mengalami Perdarahan Postpartum adalah sebanyak 69 orang (26,3%), sedangkan ibu bersalin yang tidak mengalami perdarahan Postpartum sebanyak 193 orang (73,3%). Gambaran Umur Ibu Bersalin di RSUD Ambarawa tahun 2015. Tabel 5.2. Distribusi umur ibu bersalin di RSUD Ambarawa tahun 2015. No Umur 1 Umur Beresiko 2 Umur Tidak Beresiko Total
Jumlah 110 152 262
Persentase 42,0 58,0 100,0
Sumber : Data Sekunder 2015 Dari Tabel 5.2 menunjukan bahwa dari 262 sampel didapatkan yang terbanyak adalah Umur yang tidak beresiko yaitu 152 orang (58,0%) dan yang terendah adalah umur yang beresiko sebanyak 110 orang (42,0%) Gambaran Paritas Ibu Bersalin di RSUD Ambarawa Tahun 2015 Tabel 5.3 Distribusi paritas ibu bersalin di RSUD Ambarawa tahun 2015 N o 1 2 3
Paritas
Jumlah
Persentase
Primipara Multipara Grande multipara Total
125 49 88 262
47,7 18,7 35,1 100,0
Sumber : Data sekunder 2015 Dari Tabel 5.3 menunjukan bahwa 262 sampel didapatkan yang terbanyak adalah paritas primipara yaitu 125 orang 47,7(% dan yang terendah adalah multipara yaitu sebanyak 49 orang ( 18,7%). Gambaran Kejadian Mioma Uteri di RSUD Ambarawa Tahun 2015 Tabel 5.4 Distribusi kejadian Mioma Uteri ibu bersalin tahun 2015 di RSUD Ambarawa tahun 2015. No 1
Mioma Uteri Mioma Uteri
Jumlah 19
Persentase 7,3
9|F a k t o r - F a k t o r Y a n g Be r h u b u ng a n D e n g a n K e j a d i a n Perdarahan Postpartum di RSUD Ambarawatahun 2015.
2 Tidak Mioma Uteri Total
243 262
92,7 100
Sumber : Data Sekunder 2015 Dari tabel 5.4 diketahui frekuensi ibu bersalin yang mengalami Mioma Uteri sebanyak 19 orang (7,3%), sedangkan yang tidak mengalami Mioma Uteri sebanyak 243 orang (92,7%).
Gambaran Jarak Kelahiran Ibu Bersalin di RSUD Ambarawa tahun 2015. Tabel 5.5 Distribusi Jarak Kelahiran ibu bersalin di RSUD Ambarawa tahun 2015. No 1 2
Jarak Kelahiran Beresiko Tidak Beresiko Total
Jumlah 88 174 262
Persentase 33,6 66,4 100,0
Sumber : Data Sekunder : 2015 Dari tabel 5.5 diketahui bahwa jumlah ibu bersalin dengan jarak kelahiran beresiko adalah sebanyak 88 orang (33,6%), sedangkan untuk ibu bersalin dengan jarak kelahiran yang tidak beresiko adalah sebanyak 174 orang (66,4%). Gambaran Kejadian Riwayat Perdarahan Postpartum Ibu Bersalin di RSUD Ambarawa tahun 2015. Tabel 5.6 Distribusi Riwayat Perdarahan Postpartum ibu bersalin di RSUD Ambarawa yahun 2015. No 1 2
Riwayat Partum Ya Tidak Total
Perdarahan
Post
Jumlah
Persentase
24 238 262
9,2 90,8 100,0
Sumber : Data Sekunder 2015 10 | F a k t o r - F a k t o r Y a n g B e r h u b u n g a n D e n g a n K e j a d i a n Perdarahan Postpartum di RSUD Ambarawatahun 2015.
Dari tabel 5.6 diketahui terdapat 24 orang ibu (9,2%) yang memiliki riwayat perdarahan Postpartum, sedangkan 238 orang (90,8%) tidak memiliki riwayat perdarahan Postpartum.
Analisis Bivariat Hubungan antara Umur dengan Kejadian Perdarahan Postpartum di RSUD Ambarawa tahun 2015. Tabel 5.7. Hubungan antara Umur dengan Kejadian Perdarahan Postpartum di RSUD Ambarawa Tahun 2015. Perdarahan Post Partum No 1 2
Umur
Ya
n Umur Beresiko 37 Umur Tidak Beresiko 32 Total 69
% 33,6 21,1 26,3
Tidak n % 73 66,4 120 78,9 193 73,7
pValue
Total n 110 152 262
% 100 0,032 100
Pada tabel 5.7 dapat diketahui bahwa umur ibu bersalin yang mengalami perdarahan postpartum terbanyak adalah umur ibu yang beresiko yaitu sebanyak 37 orang (33,6 %). Dari analisis statistik dengan uji Chi-Squere diperoleh nilai p-value = 0,032 < α (0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara umur dengan perdarahan postpartum. Hubungan antara Paritas dengan Kejadian Perdarahan Postpartum di RSUD Ambarawa Tahun 2015 Tabel 5.8.Hubungan antara Paritas dengan Kejadian Perdarahan Postpartum di RSUD Ambarawa Tahun 2015. No
Paritas
Perdarahan Postpartum Ya Tidak
Total
pValue
11 | F a k t o r - F a k t o r Y a n g B e r h u b u n g a n D e n g a n K e j a d i a n Perdarahan Postpartum di RSUD Ambarawatahun 2015.
1 Primipara 2 Multipara 3 Grandemultipara Total
n 20 36 13 69
% 16,0 73,5 14,8 26,3
n 100 11 79 193
% 84,0 26,5 85,2 73,7
n 125 49 88 262
% 100 100 100
0.00
Pada tabel 5.8 dapat diketahui bahwa Paritas ibu bersalin yang mengalami perdarahan postpartum terbanyak adalah Paritas Multipara 36 (73,5%). Dari analisis statistik dengan uji Chi-Squere diperoleh nilai p-value = 0,000. < α (0,05) dan Ini berarti bahwa terdapat hubungan antara Paritas dengan perdarahan postpartum.
Hubungan antara Mioma Uteri dengan Kejadian Perdarahan Postpartum di RSUD Ambarawa Tahun 2015. Tabel 5.9 Hubungan antara Mioma Uteri dengan Kejadian Perdarahan Postpartum di RSUD Ambarawa Tahun 2015.
No 1 2
Mioma Uteri Mioma Uteri Tidak Mioma Uteri Total
Perdarahan Post Partum Total Ya Tidak n % n % n % 9 47,4 10 52,6 19 100 60 24,7 183 75,3 243 100 69 26,3 193 73,7 262
P value
0,059
Pada tabel 5.9 dapat diketahui bahwa ibu bersalin yang mengalami perdarahan postpartum terbanyak adalah ibu yang yang tidak mengalami mioma uteri yaitu sebanyak 60 orang (24,7 %). Dari analisis statistik dengan uji Chi-Squere diperoleh nilai p-value = 0,059 > α (0,05) dan sehingga tidak terdapat hubungan antara Mioma Uteri dengan Kejadian Perdarahan Postpartum. Hubungan antara Jarak Kelahiran dengan Kejadian Perdarahan Postpartum di RSUD Ambarawa Tahun 2015 Tabel 5.10. Hubungan antara Jarak Kelahiran dengan Kejadian Perdarahan Postpartum di RSUD Ambarawa Tahun 2015.
No
Jarak Kelahiran
Perdarahan Post Partum Ya Tidak n % n %
Total n
%
P value
12 | F a k t o r - F a k t o r Y a n g B e r h u b u n g a n D e n g a n K e j a d i a n Perdarahan Postpartum di RSUD Ambarawatahun 2015.
1 2
Beresiko Tidak Beresiko Total
30 39 69
34,1 22,4 88
58 135 193
64,8 77,6 174
88 174 262
100 100
0,06
Pada tabel 5.10 dapat diketahui bahwa ibu bersalin yang mengalami perdarahan postpartum terbanyak adalah ibu bersalin dengan jarak kelahiran yang tidak beresiko yaitu sebanyak 39 orang (22,4%). Dari analisis statistik dengan uji ChiSquere diperoleh nilai p-value = 0,06 > α (0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara Jarak Kelahiran dengan kejadian perdarahan postpartum.
Hubungan antara Riwayat Perdarahan Postpartum dengan Kejadian Perdarahan Postpartum di RSUD Ambarawa Tahun 2015. Tabel 5.11. Hubungan antara Riwayat Perdarahan Postpartum dengan Kejadian Perdarahan Postpartum di RSUD Ambarawa Tahun 2015.
No 1 2
Riwayat Perdarahan Post Partum Ya Tidak Total
Perdarahan Post Partum Ya Tidak n % n % 13 6,3 11 17,7 56 23,5 182 76,5 69 26,3 193 73,7
Total n 21 241 262
p-Value
% 100 100
0,03
Pada tabel 5.11 dapat diketahui bahwa ibu bersalin yang mengalami perdarahan postpartum terbanyak adalah ibu bersalin yang tidak mengalami riwayat perdarahan postpartum yaitu sebanyak 56 orang (33,6 %). Dari analisis statistik dengan uji Chi-Squere diperoleh nilai p-value = 0,041< α (0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara riwayat perdarahan postpartum dengan kejadian perdarahan postpartum. PEMBAHASAN Analisis Univariat. Gambaran Kejadian Perdarahan Postpartum di RSUD Ambarawa tahun 2015 Berdasarkan tabel 5.1 diketahui jumlah ibu bersalin yaitu sebanyak 262 orang dan diketahui dari keseluruhan ibu bersalin tersebut yang mengalami perdarahan Postpartum sebanyak 69 orang (26,3%), sedangkan yang tidak mengalami perdarahan postpartum yaitu sebanyak 193 orang (73,7%). Angka kejadian Perdarahan 13 | F a k t o r - F a k t o r Y a n g B e r h u b u n g a n D e n g a n K e j a d i a n Perdarahan Postpartum di RSUD Ambarawatahun 2015.
Postpartum ini terbilang masih tinggi jika dibandingkan dengan jumlah ibu bersalin yang ada. Seperti yang diketahui bahwa Perdarahan Post partum adalah perdarahan melibihi 500 ml. (Prawirohardjo, 2012). Dari data ini `dapat disimpulkan bahwa angka kejadian perdarahan post partum yang sebesar 14,72% ini hanya merupakan sebagian kecil dari jumlah kejadian yang sebenarnya dari populasi 568 ibu bersalin. Oleh karena itu, masalah kejadian perdarahan post partum primer sangat perlu diperhatikn karena akan berdampak pada mortalitas ibu sehingga menyebabkan kematian. Semakin tinggi angka kejadian perdarahan postpartum maka semakin tinggi pula angka morbiditas ibu sehingga berpotensi kepada mortalitas ibu yang juga akan terus meningkat. Angka kejadian perdarahan Postpartum yang masih tinggi di RSUD Ambarawa ini kemungkinan dapat disebabkan karena beberapa faktor, antara lain karena penyebab dari perdarahan postpartum itu sendiri yaitu karena Atonia uteri, Retensio Plasenta, Res Plasenta dan Perlukaan jalan lahir. Etiologi perdarahan postpartum itulah yang menyebabkan terjadinya Perdarahan Postpartum. Etiologi tersebut adalah penyebab perdarahan Postpartum secara langsung, sedangkan terdapat faktor penyebab perdarahan postpartum secara tidak langsung diantaranya adalah faktor Umur, Paritas, Mioma Uteri, Jarak Kelahiran < 2 tahun, Riwayat perdarahan Postpartum, Anemia, Polihidramnion, Kehamilan Kembar, penanganan Kala III yang salah, Partus Presipitatus, kala II lama (2008). Berdasarkan program pemerintah yang ada, apabila ibu memiliki faktor resiko terjadinya perdarahan postpartum, maka dianjurkan untuk bersalin di rumah sakit. Hal ini bertujuan untuk mengurangi angka kejadian perdarahan postpartum pada ibu bersalin dan untuk mencegah terjadinya angka kematian ibu oleh karena perdarahan postpartum yang merupakan penyebab angka kematiaan ibu pertama di Indonesia. Untuk kasus perdarahan postpartum di RSUD Ambarawa ini kemungkinan penyebanya masih belum bisa dijabarkan, karena dari beberapa faktor yang bersumber dari ibu bersalin terdapat beberapa faktor yang bisa disebabkan oleh kurang terampilnya tenaga kesehatan, kurang lengkapnya alat-alat kesehatan penunjang, serta berbagai kemungkinan yang lain. Seperti yang telah diketahui dampak yang ditimbulkan oleh perdarahan post partum adalah syok hemoraghie, anemia dan sindrom Sheehan. Akibat terjadinya perdarahan, ibu akan mengalami syok dan menurunnya kesadaran akibat banyaknya darah yang keluar. Hal ini menyebabkan gangguan sirkulasi darah ke seluruh tubuh dan dapat menyebabkan hipovolemia berat. Jika hal ini terus terjadi maka akan menyebabkan ibu tidak terselamatkan. Gambaran Umur Ibu Bersalin di RSUD Ambarawa tahun 2015. Dari tabel 5.2 diketahui distribusi umur yang terbanyak ditunjukkan oleh umur yang tidak beresiko yaitu sebanyak 152 orang (58,0 %). Berdasarkan persentase jumlah ibu bersalin yang tidak memiliki resiko yaitu 58,0 % atau setengah dari total ibu bersalin yang ada, terdapat setengah dari ibu bersalin lagi yang memiliki umur beresiko. Hal ini menunjukkan kemungkinan belum 14 | F a k t o r - F a k t o r Y a n g B e r h u b u n g a n D e n g a n K e j a d i a n Perdarahan Postpartum di RSUD Ambarawatahun 2015.
sepenuhnya program dari tenaga kesehatan umumnya atau tenaga bidan khususnya berhasil dalam memberikan pendidikan kesehatan kepada pasangan suami isteri dalam hal perencanaan kehamilan, dimana salah satu isi dari program yang diberikan itu adalah tidak hamil dengan usia terlalu tua dan terlalu muda. Maksud dari Usia yang terlalu muda dan terlalu tua itu adalah Usia atau Umur yang beresiko. Usia yang terlalu tua tersebut adalah apabila wanita berusia lebih dari 35 tahun, sedangkan usia terlalu muda itu adalah usia yang kurang dari 20 tahun. Adapun tujuan dari program pemerintah untuk pasangan suami istri umumnya dan pada wanita khususnya agar tidak lagi hamil pada usia yang beresiko, hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi komplikasi kehamilan yang biasanya dialami oleh ibu hamil dan bersalin yang beresiko. Apabila ibu mengalami komplikasi maka dikhawatirkan akan meningkatkan angka mordibitas dan angka kematian atau mortalitas pada ibu bersalin sehingga secara otomatis Angka Kematian Ibu yang merupakan salah satu indicator derajat kesehatan masyarakat di Indonesia tidak dapat diturunkan. Pada hakikatnya umur seorang ibu berkaitan dengan alat-alat reproduksi wanita. Jika ibu hamil ataupun bersalin memiliki umur < 20 tahun dan >35 tahun dapat menyebabkan anemia karena secara biologis belum system reproduksinya belum optimal, emosi yang cenderung labil, mental yang belum matang sehingga mudah mengalami guncangan yang mengakibatkan kurangnya perhatian terhadap pemenuhan kebutuhan zat-zat gizi selama kehamilannya. Sedangkan pada usia 35 tahun terkait dengan kemunduran dan penurunan daya tahan tubuh serta berbagai penyakit yang menimpa di usia ini, semakin tua umur ibu maka akan terjadi kemunduran yang progresif dari endometrium sehingga untuk mencukupi kebutuhan nutrisi janin diperlukan plasenta yang lebih luas (Prawirohardjo, 2012). Untuk menekan angka kejadian ibu hamil dan bersalin di masyarakat khususnya, pemerintah setempat membentuk suatu program yang diserahkan pelaksanaannya kepada bidan, dimana program tersebut bertujuan untuk menurunkan angka kejadian ibu bersalin yang memiliki faktor resiko. Sosialisasi kepada masyarakat luas dan kepada pasangan suami istri, pasangan usia subur serta pihak-pihak lainnya tentang perencanaan kehamilan dengan menyarankanserta menganjurkan wanita menggunakan alat kontrasepsi harus dilakukan oleh tenaga bidan, baik bidan di desa, di puskesmas atau di Rumah sakit setempat. Hal ini nampaknya belum maksimal dilakukan oleh tenaga bidan sehingga masih terdapatnya angka ibu bersalin dengan umur beresiko. Gambaran Paritas Ibu bersalin di RSUD Ambarawa tahun 2015. Dari tabel 5.3 diketahui distribusi paritas terbanyak adalah paritas primipara yaitu sebanyak 125 orang (47,7%), dan sebagian kecilnya lagi yaitu paritas multipara yaitu 49 orang (18,7%). Hal ini sesuai dengan penelitian Miswarti pada tahun 2011 bahwa angka kejadian paritas Primipara sebanyak 54%, paritas Multipara sebanyak 11 % sedangkan paritas Grandemultipara sebanyak 36 %. Paritas adalah banyaknya kelahiran hidup yang dipunyai seorang wanita. 15 | F a k t o r - F a k t o r Y a n g B e r h u b u n g a n D e n g a n K e j a d i a n Perdarahan Postpartum di RSUD Ambarawatahun 2015.
(BKKBN, 2006). Berdasarkan klasifikasinya paritas terbagi atas Primipara, Multipara dan Grandemultipara. Primipara adalah wanita yang pernah melahirkan sebanyak 1 kali (Manuaba,2009). Multipara adalah perempuan yang telah melahirkan anak lebih dari satu kali. Sedangkan grandemultipara adalah perempuan yang telah melahirkan anak 4 atau lebih orang anak. Seperti yang telah diketaui , gambaran paritas ibu bersalin di RSUD Ambarawa adalah paritas primipara, dimana primipara adalah faktor yang aman untuk melahirkan. Namun tidak kemungkinan primipara menjadi salah satu faktor resiko terjadinya komplikasi pada ibu bersalin. Sedangkan untuk persalinan grandemultipara sudah dijelaskan bahwa ibu dengan grandemutipara memiliki resiko 2- 3 kali mengalami komplikasi pada saat bersalin. Jika dilihat dari frekuensi ibu bersalin persalinan tretinggi dialami oleh paritas primipara yaitu sejumlah 125 orang ibu bersalin. Hal ini menunjukkan gambaran yang sangat baik dimana pada tahun sebelumnya persalinan masih didominasi oleh ibu grandemultipara. Dengan angka persalinan primipara yang lebih banyak berarti menurunkan kemungkinan terjadinya komplikasi pada saat persalinan, dimana menurut penelitian yang dilakukan oleh Rohayati (2007) yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Majene menyebutkan bahwa angka kejadian ibu bersalin serta komplikasi terbanyak adalah pada ibu dengan paritas grandemultipara yaitu sebanyak 75% dibandingkan dengan paritas primipara. Gambaran Kejadian Mioma Uteri di RSUD Ambarawa tahun 2015. Dari tabel 5.4 diketahui bahwa ibu bersalin yang tidak mengalami mioma uteri sebanyak 243 orang (92,7%), sedangkan yang mengalami mioma uteri sebanyak 19 orang (7,3%). Angka kejadian Mioma Uteri di RSUD Ambarawa ini tergolong rendah jika dibandingkan dengan kejadian Mioma Uteri pada RSUP NTB pada tahun 2013 yang sebanyak 83 orang atau sekitar 12 % . seperti yang telah diketahui Miometrium adalah otot rahim dan merupakan lapisan dari rahim yang paling tebal dan merupakan otot polos berlapis tiga; yang sebelah luar longitudinal, yang sebelah dalam sirkuler, yang antara kedua lapisan ini beranyaman. Miometrium dalam keseluruhannya dapat berkontraksi dan berelaksasi (Prawirohardjo, 2012). Mioma Uteri adalah salah satu tumor jinak yang terjadi pada otot uterus yaitu miometrium. Mioma uteri dikenal juga dengan sebutan fibromioma, fibroid ataupun leiomiomamerupakan neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan jaringan ikat yangmenumpanginya. Sering ditemukan pada wanita usia reproduksi (2025%),dimana prevalensi mioma uteri meningkat lebih dari 70 % dengan pemeriksaan patologianatomi uterus, membuktikan banyak wanita yang menderita mioma uteriasimptomatik. Walaupun jarang terjadi mioma uteri biasa berubah menjadi malignansi(<1%). Gejala mioma uteri secara medis dan sosial cukup meningkatkan morbiditas,disini termasuk menoragia, ketidaknyamanan daerah pelvis, dan disfungsi reproduksi. Kejadiannya lebih tinggi pada usia di atas 35 tahun, yaitu mendekati angka 40 %.Tingginya kejadian mioma uteri antara usia 35-50 tahun, menunjukkan adanyahubungan mioma uteri dengan estrogen. Mioma uteri dilaporkan belum pernah 16 | F a k t o r - F a k t o r Y a n g B e r h u b u n g a n D e n g a n K e j a d i a n Perdarahan Postpartum di RSUD Ambarawatahun 2015.
terjadisebelum menarke dan menopause. Di Indonesia angka kejadian mioma uteri ditemukan2,39%-11,87% dari semua penderita ginekologi yang dirawat. Di RSUD Ambarawa kasus Mioma Uteri bukan merupakan kasus baru. Mioma Uteri di RSUD Ambarawa mendapat perhatian khusus dalam hal penangananya. Dapat diprediksikan setiap ibu bersalin di RSUD Ambarawa yang diduga mengalami Mioma Uteri dilakukan pemeriksaan Ultrasonografi. Untuk ibu yang mengalami Mioma uteri dilakukan Penatalaksanaan sesuai ketentuan dan menurut teori yang ada untuk mencegah angka komplikasi akibat Mioma Uteri. Di RSUD Ambarawa ibu dengan Mioma Uteri ditempatkan di Ruang Nifas, dan dilakukan pemantauan-pemantauan atau observasi terhadap pasien penderita. Angka kejadian Mioma uteri yang cukup sedikit ini dapat disebabkan karena pelayanan kesehatan untuk pemeriksaan Ginekologi tersedia, serta di RSUD Ambarawa terdapatnya Fasilitas serta dokter spesialis Obgyn yang dapat melakukan pemeriksaan pada setiap ibu yang memiliki keluhan. Angka kejadian Mioma uteri yang cukup rendah ini kemungkinan juga karena kesadaran masyarakat yang cukup tinggi untuk memeriksakan kesehatannya, gaya hidup yang sehat, karena di wilayah Ambarawa sendiri masih merupakan wilayah pertanian dimana belum banyak faktor-faktor makanan yang bisa menyebabkan terjadinya Mioma Uteri. Gambaran Jarak Kelahiran Ibu Bersalin RSUD Ambarawa tahun 2015 Dari tabel 5.5 diketahui bahwa ibu bersalin dengan Jarak Kelahiran terbanyak adalah jarak kelahiran yang tidak beresiko yaitu 174 orang (66,4%). Sedangkan untuk jarak kelahiran beresiko adalah sebanyak 88 orang (33,6%). Dapat dilihat Jarak kelahiran beresiko RSUD Ambarawa cukup tinggi, yaitu sekitar sepertiga bagian dari angka persalinan 262 orang. Jarak antar kelahiran adalah jarak antara persalinan yang sekarang dengan yang sebelumnya. Jarak persalinan yang memiliki resiko terjadinya komplikasi adalah Jarak Kelahiran <` 2 tahun. Jarak persalinan atau kelahiran yang terlalu dekat dapat menyebabkan komplikasi pada kehamilan. Menurut Suryani (2008) jarak kelahiran sebagai faktor predisposisi perdarahan postpartum karena persalinan yang berturut-turut dalam jangka waktu yang singkat akan mengakibatkan kontraksi uterus yang kurang baik. Bila jarak antar kelahiran dengan anak sebelumnya kurang dari 2 tahun rahim dan kesehatan ibu belum pulih dengan baik. Jarak antar kelahiran yang terlalu dekat dapat menyebabkan terjadinya komplikasi kehamilan. Menurut Moir dan Meyerscough (1972) yang dikutip Suryani (2008) menyebutkan jarak antar kelahiran sebagai faktor predisposisi perdarahan postpartum karena persalinan yang berturut-turut dalam jangka waktu yang singkat akan mengakibatkan kontraksi uterus menjadi kurang baik. Selama kehamilan berikutnya dibutuhkan 2-4 tahun agar kondisi tubuh ibu kembali seperti kondisi sebelumnya. Bila jarak antar kelahiran dengan anak sebelumnya kurang dari 2 tahun, rahim dan kesehatan ibu belum pulih dengan baik. Kehamilan dalam keadaan ini perlu diwaspadai karena ada kemungkinan terjadinya perdarahan pasca persalinan. Jarak kehamilan < 2 tahun menyebabkan angka kejadian perdarahan postpartum lebih tinggi. Selama 17 | F a k t o r - F a k t o r Y a n g B e r h u b u n g a n D e n g a n K e j a d i a n Perdarahan Postpartum di RSUD Ambarawatahun 2015.
kehamilan berikutnya dibutuhkan 2-4 tahun agar kondisi tubuh ibu kembali seperti kondisi sebelumnya. Seterusnya, pemeriksaan antenatal yang baik dan tersedianya fasilitas rujukan bagi kasus risiko tinggi terutama perdarahan yang selalu mungkin terjadi setelah persalinan, mengakibatkan kematian maternal dapat diturunkan. Hal ini disebabkan karena dengan adanya antenatal care tanda-tanda dini perdarahan yang berlebihan dapat dideteksi dan ditanggulangi dengan cepat. (Saifudin 2007). Gambaran Riwayat Perdarahan Post Partum di RSUD Ambarawa tahun 2015 Dari tabel 5.6 dapat diketahui bahwa ibu bersalin yang memiliki riwayat perdarahan post partum adalah sebanyak 24 orang (9,2%). Sedangkan yang tidak memiliki riwayat perdarahan postpartum sebanyak 238 orang 90,8(%). Riwayat Perdarahan Postpartum sebelumnya merupakan salah satu hal yang harus diwaspadai oleh tenaga bidan, karena riwayat perdarahan postpartum yang diderita ibu dahulu kemungkinan besar dapat terjadi kembali pada persalinan saat ini oleh karena itu untuk ibu bersalin dengan riwayat perdarahan postpartum sebelumnya diwajibkan untuk bersalin di Rumah Sakit. RSUD Ambarawa sendiri mendapatkan ibu bersalin yang pernah mengalami riwayat perdarahan postpartum sebelumnya sehingga tenaga bidan khususnya memantau ketat dan lebih terampil dalam pencegahan terjadinya perdarahan postpartum kembali. Riwayat persalinan di masa lampau sangat berhubungan dengan hasil kehamilan dan persalinan berikutnya. Bila riwayat persalinan yang lalu buruk petugas harus waspada terhadap terjadinya komplikasi dalam persalinan yang akan berlangsung. Riwayat persalinan buruk ini dapat berupa abortus, kematian janin, eklampsi dan preeklampsi, sectio caesarea, persalinan sulit atau lama, janin besar, infeksi dan pernah mengalami perdarahan antepartum dan postpartum. Menurut Cuningham Riwayat perdarahan post partum sebelumnya merupakan faktor resiko yang paling besar sehingga segala upaya harus dilakukan untuk menentukan tingkat keparahan dan penyebabnya. Beberapa faktor lain yang dapat menyebabkan terjadinya perdarahan postpartum meliputi penggunaan anestesi umum, rahim yang distensi berlebihan terutama dari kehamilan multipel, janin besar, atau polihidramnion, persalinan lama, persalinan yang terlalu cepat, penggunaan oksitosin untuk induksi persalinan, paritas tinggi terutamanya grande multipara, chorioamnionitis, atau riwayat atoni pada kehamilan sebelumnya. Faktor resiko utama yang mempengaruhi perdarahan postpartum menurut Prawirohardjo (2012) adalah seperti faktor usia, gravida, paritas, jarak antara kelahiran, antenatal care,dan kadar hemoglobin. Hubungan Antara Umur Ibu Bersalin dengan Kejadian Perdarahan Post Partum di RSUD Ambarawa tahun 2015. Dari analisis statistik dengan uji Chi-Squere diperoleh nilai p-value = 0,032. Hubungan variabel dependen dan independen dikatakan signifikan apabila nilai p-value < 0,05. Dari nilai tersebut dapat diketahui bahwa p-value < 18 | F a k t o r - F a k t o r Y a n g B e r h u b u n g a n D e n g a n K e j a d i a n Perdarahan Postpartum di RSUD Ambarawatahun 2015.
0,05 dan Ini berarti bahwa terdapat hubungan antara umur ibu bersalin dengan perdarahan postpartum. Dari tabel 5.7 diketahui dari 110 ibu bersalin yang beresiko terdapat 37 orang ibu (33,6%) mengalami perdarahan Postpartum, sedangkan sisanya 73 orang ibu bersalin (66,4 %) tidak mengalami perdarahan postpartum. Berdasarkan hasil penelitian yang menunjukkan bahwaa terdapat 37 orang ibu bersalin (33,6 %) yang mengalami perdarahan postpartum sudah sesuai dengan teori yang ada , berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Prawirohardjo (2012) menjelaskan bahwa pada hakikatnya umur seorang ibu berkaitan dengan alat-alat reproduksi wanita (Prawirohardjo, 2012). Jika ibu hamil ataupun bersalin memiliki umur < 20 tahun dan > 35 tahun dapat menyebabkan anemia karena secara biologis belum system reproduksinya belum optimal, emosi yang cenderung labil, mental yang belum matang sehingga mudah mengalami guncangan yang mengakibatkan kurangnya perhatian terhadap pemenuhan kebutuhan zat-zat gizi selama kehamilannya. Sedangkan pada usia 35 tahun terkait dengan kemunduran dan penurunan daya than tubuh serta berbagai penyakit yang menimpa di usia ini, semakin tua umur ibu maka akan terjadi kemunduran yang pprogresif dari endometrium sehingga untuk mencukupi kebutuhan nutrisi janin diperlukan plasenta yang lebih luas (Muchtar, 2008). Pada wanita dengan usia > 35 tahun, system reproduksi menurun, terutama pada saat persalinan kekuatan otot uterus untuk berkontraksi berkurang seiring dengan pertambahan usia, sehingga tidak optimalnya uterus dalam berkontraksi ini dapat menyebabkan atonia uteri sehingga terjadi perdarahan postpartum (Prawirohardjo, 2012). Seperti yang telah diketahui dalam teori menyebutkan bahwa umur beresiko atau umur ibu bersalin < 20 tahun dan > 35 tahun adalah salah satu faktor resiko terjadinya perdarahan post partum. Namun pada hasil penelitian yaitu terdapat 73 orang (66,4%) ibu bersalin tidak mengalami perdarahan postpartum, jadi terdapat kesenjangan antara teori dan hasil penelitian. Hal ini kemungkinan dapat dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain frekuensi kunjungan Antenatalcare ibu yang baik, dimana kunjungan antenatalcare itu bertujuan untuk mendeteksi dini kemungkinan komplikasi yang dapat terjadi pada ibu hamil beresiko sehingga dapat dilakukan pencegahan-pencegahan untuk mengurangi terjadinya komplikasi pada saat kehamilan dan persalinan. Contohnya untuk ibu hamil dengan umur < 20 tahun yang rentan terjadi anemia dapat diberikan pendidikan kesehatan serta pemberian tablet tambah darah untuk mengobati anemia untuk ibu yang mengalaminya. Sedangkan untuk ibu hamil yang umurnya > 35 tahun diberikan pendidikan kesehatan bahwa kemungkinan komplikasi dapat terjadi dikarenakan penurunan system reproduksi ibu sehingga dapat rentan terjadinya atonia uteri yang dapat menyebabkan terjadi perdarahan postpartum, karena kekuatan otot uterus yang tidak maksimal dalama berkontraksi disebakan penurunan fungsi organ tubuh oleh karena faktor usia yang semakin bertambah tua. Pada tabel 5.7 juga dapat dilihat terdapatnya ibu bersalin dengan umur tidak beresiko yang mengalami perdarahan postpartum, hal ini disebabkan oleh faktor 19 | F a k t o r - F a k t o r Y a n g B e r h u b u n g a n D e n g a n K e j a d i a n Perdarahan Postpartum di RSUD Ambarawatahun 2015.
lainnya misalnya ibu bersalin memiliki jarak kelahiran beresiko yang diketahui jumlahnya adalah 8 orang, ibu bersalin disertai Mioma uteri 3 orang, dengan jarak kelahiran dan Riwayat perdarahan Postpartum sebelumnya 3 orang, Grandemultipara disertai jarak kelahiran beresiko 3 orang, dengan Paritas Grandemultipara, Miomoa uteri, jarak kelahiran beresiko, dan Riwayat perdarahan postpartum sebelumnya sebelumnya, dan oleh karena penyebab lainnya sebanyak 13 orang. Penyebab lain yang dimaksudkan misalnya oleh karena kesalahan penanganan dalam persalinan, kala II lama, karena kehamilan kembar, poligohidramnion dapat menyebabkan lelahnya uterus dalam berkontraksi sehingga menyebabkan atonia uteri atau karena anemia yang dapat memerparah perdarahan postpartum pada ibu bersalin (Williams, 2010).
Hubungan Antara Paritas Ibu Bersalin dengan Kejadian Perdarahan Post Partum di RSUD Ambarawa tahun 2015. Dari analisis statistik dengan uji Chi-Squere diperoleh nilai p-value = 0,000. Hubungan variabel dependen dan independen dikatakan signifikan apabila nilai p-value < 0,05. Dari nilai tersebut dapat diketahui bahwa p-value < 0,05 dan Ini berarti bahwa terdapat hubungan antara Paritas dengan perdarahan postpartum. Hal ini menunjukkan bahwa hasil penelitian ini sudah sesuai dengan teori yang ada bahwa Paritas berhubungan dengan kejadian perdarahan postpartum dimana dalam teori dijelaskan bahwa Paritas merupakan salah satu dalam faktor resiko terjadinya perdarahan. Paritas yang memiliki resiko mengalami perdarahan adalah paritas grandemultipara. Uterus yang telah melahirkan banyak anak cenderung bekerja tidak efisien dalam semua kala persalinan. Seperti pada grandemultipara yang merupakan salah satu penyebab terjadinya perdarahan postpartum oleh karena atonia uteri. (Prawirohardjo, 2012) Pada tabel 5.8 menunjukkan paritas terbanyak yang mengalami perdarahan postpartum adalah paritas Multipara. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang ada bahwa paritas yang memiliki resiko terjadinya perdarahan postpartum adalah paritas grandemultipara. Berdasarkan hasil penelitian kejadian perdarahan postpartum pada multipara ini kemungkinan disebabkan oleh faktor lain yang dialami ibu bersalin dengan paritas multipara didapatkan ibu bersalin memliliki faktor resiko yang lain misalnya karena mengalami Jarak Kelahiran beresiko sekaligus memiliki Riwayat perdarahan postpartum sebanyak 3 orang, dengan jarak kelahiran beresiko 6 orang, Umur beresiko, memngalami riwayat perdarahan postpartum sebelumnya, segaligus memiliki jarak kelahiran beresiko sebanyak 3 orang, dengan umur beresiko sekaligus memiliki riwayat perdarahan postpartum 3 orang, dengan umur bersiko 3 orang, dengan umur dan jarak kelahiran beresiko 2 orang, dengan umur beresiko sekaligus mioma uteri sebanyak 4 orang, dan oleh karena penyebab lainnya yang tidak termasuk dalam faktor-faktor yang ditelti 20 | F a k t o r - F a k t o r Y a n g B e r h u b u n g a n D e n g a n K e j a d i a n Perdarahan Postpartum di RSUD Ambarawatahun 2015.
sebanyak 7 orang, misalnya ibu yang mengalami anemia yang dapat menyebabkan tidak maksimalnya uterus dalam berkontraksi, karena faktor gizi, karena faktor umur, mungkin ibu bersalin dengan multipara yang mengalami perdarahan postpartum adalah umur yang beresiko. Hal ini menunjukkan bahwa tidak hanya paritas beresiko saja yang dapat mengalami perdarahan postpaurtum, namun paritas multipara juga dapat mengalami perdarahan postpartum. Pada tabel 5.8 menunjukkan terdapat paritas primipara yang mengalami perdarahan postpartum dengan jumlah 20 orang (16,0 %). Jika dilihat dari hasil penelitian, berdasarkan data yang ada paritas multipara yang mengalami perdarahan postpartum ini disebabkan karena terdapat ibu primipara yang memiliki umur beresiko yaitu sebanyak 11 orang, dan disebabkan Karena faktor lainnya sebanyak 9 orang ibu bersalin. Pada tabel 5.8 juga dilihat bahwa paritas grandemultipara adalah paritas yang paling sedikit mengalami perdarahan postpartum jika dibandingkan dengan paritas multipara. Dimana dari penelitian terdapat 13 orang ibu bersalin yang mengalami perdarahan postpartum dan 88 orang tidak mengalami perdarahan postpartum. Grandemultipara adalah salah satu faktor resiko perdarahan postpartum, kekuatan uterus grandemultipara untuk berkontraksi telah menurun karena telah banyak melahirkan anak sehingga menyebabkan atonia uteri dan terjadinya perdarahan postpartum (Muchtar, 2008). Namun dari hasil penelitian menunjukkan hal yang sebaliknya, kemungkinan ini disebabkan karena persiapan yang matang dari tenaga kesehatan serta ibu hamil dan bersalin terutama dilakukannya pemantaun pada saat Antenatal care untuk mendeteksi kemungkinan yang dapat terjadi pada saat bersalin. Selain itu penanganan pada saat persalinan yang tepat dapat mengurangi angka kejadian perdarahan postpartum pada grandemultipara. Hubungan Antara Mioma Uteri dengan Kejadian Perdarahan Post Partum di RSUD Ambarawa tahun 2015. Dari analisis statistik dengan uji Chi-Squere diperoleh nilai p-value = 0,059. Hubungan variabel dependen dan independen dikatakan signifikan apabila nilai p-value < 0,05. Dari nilai tersebut dapat diketahui bahwa p-value > 0,05 dan Ini berarti bahwa tidak terdapat hubungan antara Mioma Uteri dengan Kejadian Perdarahan Postpartum. Dari tabel 5.9 diketahui dari total 19 ibu dengan Mioma Uteri terdapat 9 orang ibu yang mengalami perdarahan postpartum. Mioma Uteri dapat menyebabkan terjadinya perdarahan postpartum karena mioma uteri dapat menghalangi proses kontraksi uterus baik terjadi inersia maupun atonia uteri, sehingga menyebabkan perdarahan pasca persalinan karena adanya gangguan mekanik dalam fungsi miometrium, menyebabkan plasenta sukar lepas dari dasarnya, dan mengganggu proses involusi dalam nifas (Prawirohardjo, 2012). Pada hasil penelitian juga terdapat ibu bersalin dengan Mioma Uteri yang tidak mengalami perdarahan Postpartum, disimpulkan bahwa terdapat kesenjangan antara teori dengan hasil penelitian yang ada, dimana dalam teori dijelaskan bahwa 21 | F a k t o r - F a k t o r Y a n g B e r h u b u n g a n D e n g a n K e j a d i a n Perdarahan Postpartum di RSUD Ambarawatahun 2015.
Mioma Uteri dapat menyebabkan terjadinya perdarahan postpartum namun pada hasilnya terdapat ibu bersalin dengan Mioma Uteri yang tidak mengalami perdarahan postpartum. Dalam penelitian ini diperoleh ibu bersalin dengan Mioma uteri yang tidak mengalami perdarahan Postpartum yaitu sejumlah 10 orang. Kemungkinan penyebabnya adalah karena penatalaksanaan yang tepat dan cepat terhadap kasus tersebut, misalnya dengan observasi serta penanganan yang ketat dan pencegahan terjadinya perdarahan postpartum misalnya dengan persalinan seksio caesaria sehingga meminimalisir terjadinya perdarahan postpartum. Serta pada saat hamil ibu melakukan USG sehingga Mioma uteri dapat dideteksi dini dan dapat merencanakan persalinan yang tepat. Pada tabel 5.9 juga ditemukan ibu bersalin yang tidak mengalami Mioma uteri namun mengalami perdarahan postpartum, jumlahnya adalah 60 orang. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain karena faktor resiko dari ibu bersalin antara lain didapatkan ibu bersalin yang memiliki resiko pada umur, dari hasil penelitian diperoleh ibu bersalin yang yang tidak mengalami Mioma uteri dengan umur beresiko sebanyak 18 orang, Jarak kelahiran sekaligus mengalami riwayat perdarahan pada kehamilan sebelumnya sebanyak 4 orang, dengan umur beresiko sekaligus memiliki riwayat perdarahan postpartum sebanyak 3 orang, ibu bersalin dengan umur sekaligus dengan jarak kelahiran beresiko dan memiliki riwayat perdarahan postpartum sebenyak 4 orang, ibu bersalin dengan umur beresiko dan paritas sebanyak 2 orang, umur beresiko sekaligus dengan paritas grandemultipara dan disertai dengan jarak kelahiran beresiko sebanyak 2 orang, dengan riwayat perdarahan 1 orang, dengan paritas grandemultipara sekaligus dengan jarak kelahiran beresiko sebanyak 2 orang , dengan umur beresiko sekalgus jarak kelahiran beresiko sebanyak 8 orang, dan oleh Karena penyebab yang lainnya sebanyak 16 orang. Hubungan Antara Jarak Kelahiran dengan Kejadian Perdarahan Post Partum di RSUD Ambarawa tahun 2015. Dari analisis statistik dengan uji Chi-Squere diperoleh nilai p-value = 0,06. Hubungan variabel dependen dan independen dikatakan signifikan apabila nilai p-value < 0,05. Dari nilai tersebut dapat diketahui bahwa p-value > 0,05 dan Ini berarti bahwa tidak terdapat hubungan antara Jarak Kelahiran dengan kejadian perdarahan postpartum. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat kesenjangan dengan teori yang ada, dimana dalam teori dijelaskan bahwa Jarak persalinan atau kelahiran yang terlalu dekat dapat menyebabkan komplikasi pada kehamilan. Dari tabel 5.10 diketahui terdapat 30 orang ibu bersalin yang mengalami perdarahan postpartum dari total ibu bersalin yang memiliki jarak kelahiran beresiko yaitu sebanyak 88 orang. Hal ini sudah sesuai dengan teori yang ada bahwa Jarak kelahiran beresiko yaitu < 2 tahun dapat menyebabkan terjadinya pedarahan postpartum karena Menurut Suryani (2008) persalinan yang berturutturut dalam jangka waktu yang singkat akan mengakibatkan kontraksi uterus yang 22 | F a k t o r - F a k t o r Y a n g B e r h u b u n g a n D e n g a n K e j a d i a n Perdarahan Postpartum di RSUD Ambarawatahun 2015.
kurang baik. Bila jarak antar kelahiran dengan anak sebelumnya kurang dari 2 tahun rahim dan kesehatan ibu belum pulih dengan baik. Sedangkan dikatahui terdapat 55 ibu dengan jarak kelahiran beresiko tidak mengalami perdarahan postpartum, hal ini dapat disebabkan karena persiapan persalinan, serta kunjungan antenatal sebagai cara untuk memantau perkembangan kesehatan ibu hamil baik yang beresiko atau yang tidak beresiko sangat efektif, serta persiapan dan penanganan persalinnan yang tepat dapat mencegah terjadinya perdarahan postpartum. Sementara itu terdapat ibu bersalin dengan jarak kelahiran tidak beresiko mengalami perdarahan postpartum. Jika dianalisis dengan hasil penelitian yang ada, penyebab terjadinya perdarahan persalinan pada ibu yang tidak mengalami jarak kelahiran beresiko adalah karena faktor lain diantaranya adalah ibu bersalin memiliki umur beresiko yang dialami oleh 19 orang, dengan umur beresiko sekaligus paritas beresiko dan riwayat perdarahan persalinan sebanyak 2 orang, dengan umur beresikonsegaligus mengalami Mioma uteri sebanyak 2 orang, ibu bersalin dengan Mioma uteri sebanyak 2 orang, dan oleh karena penyebab perdarahan postpartum lainnya yaitu sebanyak 14 orang. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan, terdapat penyebab lain yang mengakibatkan perdarahan postpartum selain dari lima faktor yang diteliti tersebut. Hubungan Antara Riwayat Perdarahan Postpartum dengan Kejadian Perdarahan Post Partum di RSUD Ambarawa tahun 2015. Dari analisis statistik dengan uji Chi-Squere diperoleh nilai p-value = 0,041. Hubungan variabel dependen dan independen dikatakan signifikan apabila nilai p-value < 0,05. Dari nilai tersebut dapat diketahui bahwa p-value > 0,05 dan ini berarti bahwa terdapat hubungan antara riwayat perdarahan postpartum dengan kejadian perdarahan postpartum. Dari tabel 5.11 menunjukkan bahwa terdapat 13 orang ibu dari total 21 ibu bersalin dengan riwayat perdarahan postpartum mengalami perdarahan postpartum kembali, ini sudah sesuai dengan teori yang ada. Menurut Cuningham Riwayat perdarahan post partum sebelumnya merupakan faktor resiko yang paling besar sehingga segala upaya harus dilakukan untuk menentukan tingkat keparahan dan penyebabnya. Ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan Sudarmi 2010 di RSUD Praya bahwa dari 95 % ibu bersalin dengan riwayat perdarahan postpartum mengalami perdarahan postpartum kembali. Hal ini disebabkan karena ibu dengan riwayat perdarahan postpartum memiliki riwayat obstetric yang buruk, kemungkinan sebelumnya ibu mengalami anemia dan penyebab lain pula. Sedangkan menurut tabel 5.11 menunjukkan pula terdapat 11 ibu bersalin dengan riwayat perdarahan postpartum tidak mengalami perdarahan postpartum, ini karena penanganan pada saat persalin sudah tepat dan persiapan persalinan yang tepat serta pemantauan kehamilan yang rutin dapat mengurangi angka kejadian perdarahan postpartum. Dari tabel 5.11 juga dapat dilihat terdapat ibu yang tidak memiliki riwayat perdarahan postpartum yang 23 | F a k t o r - F a k t o r Y a n g B e r h u b u n g a n D e n g a n K e j a d i a n Perdarahan Postpartum di RSUD Ambarawatahun 2015.
mengalami perdarahan postpartum yaitu sebanyak 56 orang. Dari hasil analisis, penyebab perdarahan postpartum dari ibu yang tidak memili`ki Riwayat Perdarahan antaralain disebabkan oleh faktor umur, dimana dideroleh ibu bersalin yang tidak memiliki Riwayat Perdarahan sebanyak 20 orang memiliki umur beresiko (umur < 20 dan > 35 tahun). Sedangkan penyebab yang lainnya adalah terdapat 6 orang ibu yang memiliki jarak kelahiran yang beresiko, 4 orang ibu bersalin memiliki umur beresiko sekaligus jarak kelahiran yang beresiko, 4 orang ibu memiliki umur beresiko sekaligus mengalami Mioma uteri. 3 orang ibu dengan umur beresiko sekaligus dengan paritas yang beresiko yaitu grandemultipara, dan 1 orang ibu dengan jarak kelahiran beresiko dan Mioma Uteri, dan 2 orang ibu dengan umur beresiko sekaligus paritas beresiko, jarak kelhairan Beresiko, dan Miomamauteri. Kemudian 16 orang ibu mengalami perdarahan post partum karena penyebab yang lainnya. Adapun faktor lain yang dapat menyebabkan terjadinya perdarahan postpartum meliputi rahim yang distensi berlebihan terutama dari kehamilan multipel, janin besar, atau polihidramnion, persalinan lama, persalinan yang terlalu cepat, paritas tinggi terutamanya grande multipara, atau riwayat atonia pada kehamilan sebelumnya. Faktor resiko utama yang mempengaruhi perdarahan postpartum menurut Prawirohardjo (2012) adalah seperti faktor usia, gravida, paritas, jarak antara kelahiran, antenatal care,dan kadar haemoglobin. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat ditarik beberapa kesimpulan : 1. Responden yang terbanyak adalah yang tidak mengalami Perdarahan Postpartum sebanyak 193 orang (73,3%). 2. Umur ibu bersalin terbanyak adalah yang beresiko dari total sampel 262 orang adalah sebanyak 152 orang (58,0%). 3. Paritas ibu bersalin terbanyak adalah paritas primipara 125 orang (47,7 %). 4. Ibu bersalin terbanyak adalah yang tidak mengalami Mioma Uteri yaitu 243 orang (92,7%). 5. Jarak kelahiran yang terbanyak adalah yang tidak beresiko yaitu 174 orang (66,4%) 6. Ibu bersalin terbanyak adalah ibu bersalin yang tidak Riwayat perdarahan Postpartum yaitu 238 orang (90,8%). 7. Umur berhubungan dengan kejadian Perdarahan Postpartum di RSUD Ambarawa tahun 2015. 8. Paritas berhubungan dengan kejadian Perdarahan Postpartum di RSUD Ambarawa tahun 2015. 9. Mioma Uteri tidak berhubungan dengan kejadian Perdarahan Postpartum di RSUD Ambarawa tahun 2015. 10. Jarak Kelahiran tidak berhubungan dengan kejadian Perdarahan Postpartum di RSUD Ambarawa tahun 2015. 24 | F a k t o r - F a k t o r Y a n g B e r h u b u n g a n D e n g a n K e j a d i a n Perdarahan Postpartum di RSUD Ambarawatahun 2015.
11. Riwayat perdarahan postpartum berhubungan dengan kejadian Perdarahan Postpartum di RSUD Ambarawa tahun 2015.
25 | F a k t o r - F a k t o r Y a n g B e r h u b u n g a n D e n g a n K e j a d i a n Perdarahan Postpartum di RSUD Ambarawatahun 2015.