“HUBUNGAN MOTIVASI KERJA PERAWAT DENGAN PERILAKU EMPATI DI UNIT INTERNA PK SINT CAROLUS JAKARTA PUSAT” (The Relationship between Nurses Work Motivation and Their Empathy Behavior in the Internal Unit of Sint Carolus Hospital Jakarta)
OLEH: KORNIATI (SR. LIDIA, CB) NIM : 2014-12-024
ARTIKEL ILMIAH
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SINT CAROLUS PROGRAM S1B KEPERAWATAN JAKARTA 2016
0
0
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SINT CAROLUS PROGRAM S-1 KEPERAWATAN Laporan Penelitian 25 Januari 2016 Korniati (Sr. Lidia, CB) Hubungan Motivasi Kerja Perawat Dengan Perilaku Empati Di Unit Interna PK Sint Carolus Jakarta Pusat xiii + 93 halaman, 2 diagram, 15 tabel, 11 lampiran
ABSTRAK
Kualitas pelayanan kesehatan dapat didasari oleh Pelayanan keperawatan yang bermutu . Pemberian asuhan keperawatan yang bermutu dan profesional didasari oleh motivasi kerja perawat. Tujuan penelitian ini mengetahui adakah hubungan motivasi kerja perawat dengan perilaku empati di unit interna PK Sint. Carolus Jakarta Pusat. Jenis penelitian kuantitatif menggunakan desain deskriptif korelasi dengan pendekatan cross sectional. Sampel 56 responden, diambil dengan tabel krejcie. Berdasarkan hasil uji korelasi Spearman (rho) hubungan antara motivasi kerja intrinsik perawat dengan perilaku empati, didapatkan hasil nilai p value = 0,000 dengan nilai ɑlpha = 0,005 (p < 0,005) maka ada hubungan antara motivasi kerja intrinsik perawat dengan perilaku empati. Hubungan antara motivasi kerja ektrinsik perawat dengan perilaku empati, nilai p value = 0,132 dengan nilai ɑlpha = 0,005 ( p > 0,005) maka tidak ada hubungan antara motivasi kerja ektrinsik perawat dengan perilaku empati. Hubungan antara motivasi kerja intrinsik dan motivasi ektrinsik perawat dengan perilaku empati, hasil nilai p value = 0,000 dengan nilai ɑlpha = 0,005 ( p < 0,005) maka ada hubungan antara motivasi intrinsik dan motivasi ektrinsik perawat dengan perilaku empati. Saran dari penelitian ini antara lain: Bagi institusi: Perlu adanya peningkatan pendidikan ataupun pelatihan bagi perawat. Melakukan evaluasi terkait pemberian penghargaan atau pengakuan terhadap perawat serta mendorong suasana kerja yang positif dengan saling memberi pujian dan apresiasi. Mengevaluasi sistem pemberian gaji bagi para perawat. Bagi responden: responden perlu memupuk motivasi intrinsik supaya semakin menumbuhkan empati sebagai perilaku profesional didalam pelayanan baik kepada pasien, keluarga pasien, rekan sejawat, ataupun dengan tim kesehatan yang lain.
Kata kunci: motivasi intrinsik, motivasi ektrinsik, perilaku empati Daftar Pustaka : 24 Jurnal, 25 buku ( 2002 – 2015 )
0
SINT CAROLUS SCHOOL OF HEALTH SCIENCES BACHELOR
A Research Report January 25th 2016 Korniati (Sr. Lidia, CB) The Relationship between Nurses Work Motivation and Their Empathy Behavior in the Internal Unit of Sint Carolus Hospital Jakarta xiii + 93 pages, 2 diagrams, 15 tabels, 11 attachments ABSTRACT The quality of health care can be based on a qualified nursing care. Nurses’ work motivation determines the providing of qualified and professional nursing care. The purpose of this research is to know the relation between working motivation of nurses and empathic behavior at the internal unit of PK Sint. Carolus, Jakarta Pusat. This is a quantitative research which used descriptive design correlation with cross sectional approach. As the samples, there are 56 respondents, taken by using krejcie table. According to the result of Spearman’s correlation test (rho), the relation between internal working motivation and empathic behavior shows the result like this: p value score = 0,000 with ɑlpha score = 0,005 (p < 0,005), therefore it shows the relation between internal working motivation and empathic behavior. The relation between external working motivation and empathic behavior shows that p value score = 0,132 with ɑlpha score = 0,005 ( p > 0,005), therefore it does not show the relation between external working motivation and empathic behavior. The relation of internal working motivation and external working motivation of a nurse with empathic behavior shows p value score = 0,000 with ɑlpha score = 0,005 ( p < 0,005), therefore it shows a relation between internal working motivation and external working motivation of a nurse with empathic behavior. There are some suggestions from this research. For the institution: It is recommended that the nurses should obtain better education and training. Some cases should be evaluated such as awarding the nurses some rewards for their good performance, developing positive working atmosphere by giving more compliment and appreciation, and reviewing the salary system. For the respondents: the respondents need to improve inner motivation in order to develop self-empathy which supports professionalism in providing good service to patients, patient’s family, colleague, and the other members of their health care teams. Keywords: internal motivation, external motivation, empathic behavior References : 24 journals, 25 books ( 2002 – 2015 )
1
`
A. PENDAHULUAN a. Latar Belakang Perawat memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan pelayanan kesehatan (Potter & Perry, 2009). Perawat ialah seorang yang sudah dinyatakan lulus dari pendidikan tinggi keperawatan didalam negeri ataupun diluar negeri yang secara resmi telah mendapatkan pengakuan dari pemerintah yang bersadarkan ketentuan Undang-undangan (UU No. 30 Tahun 2014). Dalam menjalankan pelayanan keperawatan, seorang perawat berfokus pada kegiatan pemberian asuhan keperawatan kepada klien. Pemberian asuhan keperawatan secara professional, hal tersebut harus didasari motivasi (Asmuji, 2012). Motivasi adalah sesuatu yang menggerakkan, atau penggerak seseorang untuk melakukan perbuatan sesuai dengan keinginannya. Perbuatan yang dilakukan didasari oleh kebutuhan (Saam & Wahyuti, 2012). Mangkunegara (2000) dalam (Nursalam, 2011) menyatakan bahwa motivasi kerja adalah suatu keadaan yang dapat mempengaruhi menggerakkan, menunjukan, menjaga dan merawat perilaku yang terkait dengan tempat kerja (Nursalam, 2011). Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Herzberg (1959) dalam Asmuji (2012) terdapat 2 jenis motivasi yang mempengaruhi seseorang dalam bekerja yaitu motivasi intrinsik (faktor motivasional) dan motivasi ektrinsik (faktor hygiene). Motivasi intrinsik merupakan segala hal yang menggerakkan seseorang untuk berprestasi yang sumbernya berasal dari dalam diri individu tersebut. Sedangkan motivasi ektrinsik merupakan segala sesuatu yang berasal dari luar diri yang dapat mempengaruhi perilaku individu tersebut dalam menjalani kehidupannya (Asmuji, 2012). Setiap orang juga memiliki kebutuhan dan keinginan yang berbeda, hal itu menyebabkan setiap orang memiliki motivasi yang berbeda yang mempengaruhi kualitas kegiatan seseorang. Motivasi juga mengarahkan dan mengendalikan perilaku seseorang (Asmuji, 2012). Berdasarkan hasil penelitian Martuah Purba tahun 2013 di Rumah Sakit Awal Bross Tangerang dengan responden 38 orang perawat, motivasi kerja perawat berada dalam kategori kurang baik (52,6%) dan kinerja perawat berada dalam kategori kurang baik (55,3%) dengan p value 0,000 (<0,05). Odds Ratio 20,442 2
artinya kemungkinan responden yang memiliki motivasi kerja rendah dan kinerja kurang baik 20,442 kali lebih besar dibandingkan dengan motivasi kerja tinggi. Kesimpulan dari hasil penelitian tersebut yaitu semakin tinggi motivasi kerja maka kinerja perawat juga semakin baik (Martuah, 2013). Perawat yang memiliki kinerja yang baik, dalam pelayanan terhadap klien akan memiliki kemampuan dalam berempati. Empati ialah kemampuan menempatkan diri dalam situasi orang lain dan mengerti benar keadaan batin orang lain dan apa yang menimbulkan respon orang tersebut tanpa emosi kita tenggelam dalam emosi orang lain ( Smith, 1992 dalam Nasir & Muhith, 2011). Skiner (1938) dalam Notoatmodjo (2014) menyatakan bahwa perilaku sebagai tanggapan atau aksi
seseorang terhadap
(Notoatmodjo, 2014).
rangsangan
yang
Berdasarkan kedua
berasal definisi
dari
luar
tersebut
diri
penulis
menyimpulkan bahwa perilaku empati adalah respons seseorang yang muncul berupa kemampuan merasakan dan memahami perasaan orang lain tanpa larut didalam emosi tersebut. Perawat yang berempati dengan klien, maka akan memahami perasaan klien dan tidak ikut tenggelam dalam situasi tersebut (Suryani, 2006). Warneken dan Tomasello (2009) dalam Taufik (2012), menyatakan bahwa empati akan menghasilkan dorongan perilaku untuk berbuat baik atau menolong (Taufik, 2012). Perilaku empati menjadi salah satu dimensi yang akan menentukan mutu pelayanan kesehatan (Muninjaya, 2011). Kualitas pelayanan kesehatan dapat didasari oleh Pelayanan keperawatan yang bermutu. Hal itu akan mengangkat nama baik institusi kesehatan dalam pandangan masyarakat. Hal yang mendasarinnya karena profesi perawat dengan jumlah terbesar, sebagai ujung tombak dan sangat dekat dengan klien yang mengalami penderitaan, kesakitan, kesengsaraan, dan juga dekat dengan keluarga (Nursalam, 2011). Perawat juga selama 24 jam berinteraksi dengan klien (Asmuji, 2012). Pelayanan keperawatan yang bermutu salah satu indikatornya adalah memberikan kepuasan kepada klien (Nursalam, 2011). Kepuasan merupakan keseimbangan atas kualitas jasa pelayanan yang diterima sesuai dengan kebutuhan dan harapan (Tjiptono, 2001). Keluhan klien akan timbul apabila mengalami perilaku caring yang diberikan tidak memuaskan (Nursalam, 3
2011). Berdasarkan hasil penelitian Martiningytas, et al (2013) di RSUD Dr. H. Soewondo Kendal dengan 98 responden klien yang dirawat inap, 70,4% perilaku caring perawat dipersepsikan oleh klien dan kepuasan klien yang menyatakan puas sebesar 56,1%. Caring perawat pelaksana dengan kepuasan klien (p=0,003). Smith, Turkel, dan Wolf (2013) dalam bukunya yang berjudul Caring in Nursing Classics An Essential Resource, mengutip pendapat sister Simone Roach (1987) bahwa caring adalah lokus untuk aturan, prinsip, dan norma-norma yang mengatur perilaku profesional. Atribut caring meliputi compassion
(kasih
sayang),
competence
(kopetensi),
confidence
(kepercayaan diri), conscience (hati nurani), dan commitment (komitmen). Dalam atribut compassion salah satunya yaitu mencoba merasakan apa yang pasien alami. Nursalam pada tanggal 18 Januari 2014, ia menyampaikan bahwa bagi perawat Indonesia isu sentral yang berkembang adalah era globalisasi. Terjadi persaingan, terutama peningkatan peran caring sebagai dasar peningkatan mutu pelayanan kesehatan, dan patient safety. Sementara itu profesi keperawatan masih dalam proses menuju perwujudan diri dan berhadapan dengan tantangan. Konsekuensinya bagi keperawatan yaitu tuntutan masyarakat pada peran perawat semakin profesional dan stigma yang ada di masyarakat yakni; perawat masih dianggap judes, klien suka dibentak-bentak, tidak disiplin dan lain-lain. Stigma tersebut perlu diperbaiki untuk memperbaiki citra perawat dimasyarakat (Nursalam, 2014 ). Data Survey Kepuasan Pasien didapatkan data:
Maret 2014 di PK Sint Carolus
Pada pelayanan perawat indeks kenyataan rata-rata
mengalami penurunan sebesar 0,91%. Secara keseluruhan mutu pelayanan perawat mengalami penurunan. Substansi yang dimiliki kesenjangan negatif tertinggi adalah kecepatan pelayanan sebesar 5,34%, jika dibandingkan survei sebelumnya kecepatan pelayanan (4,32%), maka mutu layanan kecepatan pelayanan mengalami penurunan sebesar 1,02% (BPMKP PK Sint Carolus, 2015). Dimensi penampilan perawat terutama keramahan, kesopanan dan kerelaan membantu didapatkan data indeks kenyataan pelayanan rata-rata penampilan perawat sebesar 84,52% dan indeks harapan rata-rata pelanggan 4
sebesar 89,12% sehingga terdapat kesenjangan negatif sebesar 4,60%. Data survei tahun sebelumnya indeks kenyataan rata-rata juga mengalami penurunan sebesar 0,14%. Secara keseluruhan mutu pelayanan penampilan perawat mengalami penurunan. Subdimensi yang memiliki kesenjangan negatif
tertinggi
adalah
kerelaan
membantu
sebesar
5,37%,
dan
dibandingkan survei sebelumnya (5,21%) maka mutu layanan kerelaan membantu jelas mengalami penurunan sebesar 0,16% (BPMKP PK Sint Carolus, 2015). Pada laporan hasil survei kepuasan pasien Maret 2014 terdapat saransaran dari pasien. Saran yang disampaikan banyak yang positif dan terdapat juga beberapa saran yang negatif. Saran negatif seperti: suster kurang ramah dan ada perawat yang kurang sopan (BPMKP PK Sint Carolus, 2015). Unit interna PK Sint Carolus Jakarta merupakan unit keperawatan dengan mobilitas perawatan yang cukup tinggi. Unit tersebut merawat pasien bukan hanya dengan kondisi sakit sedang, namun juga dengan kondisi sakit berat bahkan menolak perawatan intensif (ICU). Berdasarkan hasil wawancara peneliti kepada salah satu kepala unit ruang keperawatan kelas tiga di unit interna di PK Sint. Carolus yang telah menjabat selama 4 bulan, pada hari Sabtu, 23 Mei 2015 didapatkan informasi fenomena perilaku empati perawat di unit perawatan tersebut. Ia mengatakan: “Pada awalnya empati kurang dihidupi oleh para perawat. Hal itu karena kondisi bangsal yang memiliki pasien yang berat dengan kasus yang komplek dan bor diatas 80%. Akibatnya perawat mudah terpancing emosi pada saat melakukan perawatan. Hal tersebut berdampak pada adanya komplain dari pasien dan keluarganya, serta hubungan dengan sesama perawat. Dalam mengatasi situasi tersebut, apabila ada keluhan langsung ada action untuk mengatasinya. Ia juga melakukan pendekatan kepada para perawat secara personal. Selain itu setiap laporan shift menanamkan empati baik antar perawat ataupun kepada pasien. Ia juga memberikan motivasi untuk bekerja sama dan meningkatkan komunikasi kepada para perawat agar melayani secara profesional. Ia juga menjadi role model bagi para perawat dan karyawan di unit. Segala upaya tersebut menghasilkan perubahan yang lebih baik dari yang sebelumnya.
5
Berdasarkan data survei kepuasan pasien Maret 2014 terdapat penurunan mutu pada layanan keperawatan dan didukung data wawancara, peneliti ingin mengetahui apakah ada hubungan motivasi kerja perawat dengan perilaku empati di unit interna PK. Sint. Carolus Jakarta Pusat. Penelitian dilakukan di unit interna sebab unit rawat yang berhubungan dengan tuntutan. PK Sint Carolus sebagai pelayanan kesehatan didalam pemberian pelayanan mengutamakan sentuhan manusiawi, utuh dan terpadu atas dasar cinta kasih. Pelayanan tersebut mengutamakan nilai-nilai caring sebagai sentuhan manusiawi pada klien dan keluarganya. PK Sint Carolus sebagai rumah sakit misi pertama di Indonesia yang usinya akan menuju ke 100 tahun. Pada usia tersebut, sejauh mana perawat menghidupi empati didalam pemberian asuhan kepada klien. Perilaku empati perawat dan motivasi kerja yang baik akan meningkatkan mutu pelayanan, dan mengharumkan nama institusi dimata masyarakat sebagai penerima layanan.
b. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang dan permasalahan di atas penulis tertarik untuk mengadakan penelitian tentang: “Adakah Hubungan Motivasi Kerja Perawat Dengan Perilaku Empati Di Unit Interna PK Sint. Carolus Jakarta Pusat ?”.
c. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum : Diketahui adakah hubungan motivasi kerja perawat dengan perilaku empati di unit interna PK Sint. Carolus Jakarta Pusat. 2. Tujuan Khusus : a. Diketahui hubungan antara motivasi kerja intrinsik perawat dengan perilaku empati di unit interna PK Sint. Carolus Jakarta Pusat. b. Diketahui hubungan antara motivasi kerja ektrinsik perawat dengan perilaku empati di unit interna PK Sint. Carolus Jakarta Pusat. c. Diketahui hubungan antara motivasi kerja intrinsik dan motivasi ektrinsik perawat dengan perilaku empati di unit interna PK Sint. Carolus Jakarta Pusat.
6
B. METODE PENELITIAN a. Populasi dan Sampel Populasi adalah sekelompok orang atau obyek dengan karakteristik sama yang akan diteliti atau diamati ( Imron & Munif, 2010). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat pelaksana di unit interna PK. Sint. Carolus Jakarta Pusat. Jumlah populasi dalam penelitian ini adalah 65 orang perawat pelaksana, data tersebut diperoleh dari staf direktur bagian asuhan. Populasi tersebut berasal dari tiga unit khusus interna di PK Sint. Carolus yaitu unit Lidwina, unit Elisabeth, dan unit Carolus. Sampel adalah bagian dari populasi akan menjadi sasaran atau tujuan penelitian ( Imron & Munif, 2010). Tehnik Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan tabel krejcie dengan populasi 65 orang, jumlah sampel 56 orang perawat. Jumlah perawat pelaksana sebagai populasi penelitian sebanyak 65 orang yang terdiri dari 3 unit keperawatan yaitu: 1) Unit Lidwina
: 20 orang.
2) Unit Elisabeth : 19 orang. 3) Unit Carolus
: 26 orang.
Maka sampel penelitian dari masing-masing unit keperawatan akan diambil dengan menggunakan rumus sebagai berikut: nh =
x n
Keterangan : nh
: Jumlah sampel tiap ruang
Nh
: Jumlah populasi masing-masing ruang
N
: Jumlah populasi
n
: Jumlah sampel
Maka sampel penelitian yang diambil dari setiap unit keperawatan berdasarkan rumus diatas, yaitu: 1) Unit Lidwina Jumlah sampel = 20/65 x 56 = 17 orang perawat. 2) Unit Elisabeth Jumlah sampel = 19/65 x 56 = 16 orang perawat. 7
3) Unit Carolus Jumlah sampel = 26/65 x 56 = 22,4 = 23 orang perawat. Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan tehnik nonprobability sampling dengan cara purposive sampling dimana pengambilan sampel ditentukan oleh peneliti sehingga subjek dalam populasi tidak mempunyai kesempatan yang sama untuk terpilih atau tidak terpilih menjadi sampel. Kriteria sampel penelitian meliputi : 1) Kriteria inklusi yaitu syarat umum yang harus dimiliki subyek penelitian atau populasi supaya dapat diikutsertakan dalam penelitian (Supardi & Restika, 2013). Dalam penelitian ini kriteria inklusi meliputi: a) Perawat pelaksana di unit interna PK Sint. Carolus. b) Perawat yang sudah menjadi karyawan tetap. c) Perawat yang berdinas. 2) Kriteria eksklusi yaitu situasi yang mengakibatkan subyek penelitian yang sesuai kriteria inklusi, namun tidak bisa diikutsertakan dalam penelitian (Supardi & Restika, 2013). a) Bukan perawat pelaksana unit interna PK Sint. Carolus. b) Perawat yang tidak menjadi karyawan tetap. c) Perawat yang tidak berdinas.
b. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Unit Interna PK Sint. Carolus Jakarta Pusat, dengan alasan unit rawat atau kelas tersebut berhubungan dengan tuntutan dimana unit tersebut merawat pasien bukan hanya dengan kondisi sakit sedang, namun juga kondisi sakit berat (menolak perawatan intensif atau ICU). Unit Interna di PK Sint. Carolus terdiri dari 3 unit keperawatan yaitu unit Lidwina, unit Elisabeth, dan unit Carolus. Waktu penelitian ini terdiri dari waktu persiapan dengan uji kuesioner pada tanggal 25-29 Agustus 2015 di RS Panti Rapih Yogyakarta, pelaksanaan penelitian pada tanggal 12 – 30 Oktober 2015 dan penyusunan laporan penelitian yang berlangsung hingga tanggal 19 Januari 2016.
8
c.
Prosedur Pengumpulan Data 1) Tahap persiapan a. Peneliti mengurus surat ijin secara resmi untuk melakukan penelitian di PK. Sint. Carolus dengan menyerahkan surat ijin dari STIK Sint. Carolus kepada Direktur Utama PK. Sint. Carolus Jakarta Pusat. b. Peneliti menyediakan alat tulis dan memperbanyak kuesioner yang akan digunakan sebanyak 56 kuesioner dan 4 kuesioner cadangan yang digunakan jika kuesioner tidak dikembalikan, maka peneliti akan dicari responden pengganti yang sesuai dengan kriteria inklusi. 2) Tahap pelaksanaan a) Setelah mendapatkan balasan surat ijin penelitian dari PK Sint.
Carolus yang telah diterima oleh STIK Sint. Pada tanggal 9 Agustus peneliti
melakukan
pelaksanaan
pendekatan
penelitian
secara
dan
menyampaikan
langsung
kepada
rencana Direktur
Keperawatan dan Kepala komite keperawatan. Kepala komite keperawatan akan segera membuat surat kepala unit Lidwina, Elisabeth dan Carolus, tentang pelaksanaan penelitian yang dimulai pada tanggal 12 Oktober dan pengumpulan data kuesioner pada tanggal 19 Oktober 2015. b) Peneliti melakukan pendekatan kepada kepala ruang dan membuat
kontrak waktu untuk mengumpulkan responden dan proses pengisian kuesioner penelitian. Masing-masing kepala unit keperawatan memberikan waktu saat pergantian dinas siang dengan harapan banyak perawat yang akan hadir dan mendengarkan pengarahan. Unit Lidwina Pada hari senin tanggal 12 Oktober 2015 Pkl 13.30 WIB sebelum laporan. Unit Carolus pada tanggal 13 Oktober 2015, Pkl 13.30 WIB sebelum laporan pergantian dinas siang. Dan unit Elisabeth pada tanggal 14 Oktober 2015, Pkl 14.00 sesudah laporan pergantian dinas siang. c) Peneliti melakukan pendekatan pada responden sesuai dengan kontrak
waktu yang diberikan oleh kepala ruang yaitu pada saat pergantian dinas siang. Peneliti menjelaskan tujuan penelitian kepada responden dan memberikan informasi bahwa data yang didapatkan akan dijaga kerahasiaannya. 9
d) Peneliti memberikan surat persetujuan (informed consent) kepada
responden dan memberi kebebasan pada responden untuk menyetujui atau tidak menyetujui surat tersebut. e) Responden yang setuju diminta oleh peneliti untuk menandatangi
surat persetujuan dan peneliti memberikan kuesioner kepada responden. Sebelum mengisi kuesioner peneliti menjelaskan cara pengisian kuesioner, memberi kesempatan pada responden untuk membaca kuesioner, dan meminta agar kuesioner diisi secara lengkap. f) Peneliti memberi kesempatan pada responden untuk bertanya apabila
ada informasi yang kurang jelas. Pengisian kuesioner akan diberi waktu hingga tanggal 19 Oktober 2015, kuesioner dapat dibawa pulang atau diisi pada waktu jam istirahat ataupun selepas jam dinas. g) Peneliti memulai melakukan pengumpulan data pada tanggal 19
Oktober 2015 sesuai dengan shift kerja responden di unit interna PK Sint. Carolus sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Pengumpulan data secara langsung diberikan pada peneliti dan peneliti juga bekerjasama dengan PJ keperawatan di setiap unit dalam proses pengumpulan kuesioner. Pada saat pengumpulan data peneliti secara langsung melakukan pengecekan saat responden mengumpulkan kuesioner. Sedangkan kuesioner yang dikumpulkan pada PJ, peneliti melakukan pengecekan pada kuesioner dan mengecek daftar absensi pengembalian kuesioner untuk melihat jumlah sampel yang belum mengembalikan kuesioner. Kuesioner yang belum dikembalikan diberikan waktu hingga tanggal 24 Oktober 2015. Pada tanggal yang telah ditentukan 3 responden tidak mengembalikan kuesioner. Peneliti berkoordinasi dengan PJ unit Carolus untuk mencari 3 responden yang baru yang sesuai dengan kriteria penelitian. Kuesioner terkumpul lengkap pada tanggal 30 Oktober 2015.
10
d. Instrumen Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan alat pengumpulan data (instrumen penelitian) yang berupa kuesioner. Kuesioner tersebut disusun oleh peneliti mengacu pada kerangka konsep, sedangkan pertanyaan-pertanyaan mengacu pada pada definisi operasional dari setiap variabel penelitian, dan tinjauan pustaka motivasi khususnya teori motivasi dua faktor dan konsep empati. Kuesioner yang digunakan adalah kuesioner tertutup, dalam kuesioner tersebut responden diminta untuk menjawab pertanyaan dengan memilih dari 4 pilihan yang sudah tersedia. Kuesioner tersebut mengacu pada kerangka konsep. Kuesioner penelitian ini terdiri dari 3 jenis kuesioner dan setelah dilakukan uji validitas dan reliabilitas jumlah yang valid dan reliabel sebagai berikut: 1. Kuesioner A terdiri dari 1) Identitas responden yang meliputi: Usia, jenis kelamin, pendidikan terakhir, status perkawinan, dan lama kerja. 2) Faktor motivasi intrinsik terdiri dari 27 pertanyaan yang terkait pertanyaan subvariabel yang meliputi: prestasi, pengakuan atau penghargaan, tanggung jawab, kesempatan untuk maju (pengembangan), dan pekerjaan. Nilai alpha cronbach Motivasi Intrinsik sebesar 0.917. 2. Kuesioner B berisi faktor motivasi ektrinsik terdiri dari 28 pertanyaan yang terkait pertanyaan subvariabel yang meliputi: kondisi tempat kerja, hubungan interpersonal, kebijakan, supervisi, dan gaji. Nilai alpha cronbach’s Motivasi Ektrinsik sebesar 0. 934. 3. Kuesioner C berisi perilaku empati terdiri dari 24 pertanyaan yang terdiri dari pertanyaan yang meliputi: kemampuan mendengarkan dan memahami tanpa larut dalam emosi pasien, siap sedia untuk menolong, peka dan peduli terhadap kebutuhan pasien, kemampuan turut merasakan perasaan orang lain (kemampuan berbelarasa), dan kemampuan memotivasi. Nilai alpha cronbach’s Perilaku Empati sebesar 0.961.
e. Analisis Data a. Analisis univariat Analisis univariat (satu variabel) dapat ditampilkan dalam bentuk distribusi frekuensi, ukuran penyebaran dan nilai rata-rata. Analisa 11
univariat berfungsi untuk mempersiapkan analisa selanjutnya (Supardi dan Rustika, 2013). b. Analisis bivariat Analisis bivariat ( analisa 2 variabel) dapat ditampilkan dalam bentuk tabel silang atau kurva tujuannya untuk melihat apakah kedua variabel tersebut berkorelasi (Supardi dan Rustika, 2013). Penelitian ini analisa tabel silang dua variabel, yaitu variabel independen (faktor motivasi intrinsik dan faktor motivasi ektrinsik) dengan skala ukur ordinal dan variabel dependen (perilaku empati) dengan skala ukur ordinal. Variabel-variabel yang dicari hubungannya menggunakan skala ukur ordinal dan ordinal, maka uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji Korelasi Spearman (rho). Tujuan dari uji Korelasi Spearman (rho) adalah untuk menguji hipotesis hubungan antara dua variabel yaitu variabel (X) dan variabel (Y). Uji Korelasi Spearman (rho) digunakan untuk jenis data ordinal (data yang memiliki urutan atau ranking) baik variabel X maupun Y. Penggunaan rumus Pearson setelah memberi peringkat pada data, dapat meletakkan peringkat-peringkat secara langsung ke dalam rumus yang sudah disederhanakan sebagai berikut: 2 rS =1 - 6ΣD
n(n 2 – 1) Keterangan: rS
: Nilai Korelasi Rank Spearman
n
: Jumlah kasus atau sampel.
D
: Selisih peringkat antara variabel X dan Y untuk tiap subyek.
1&6
: Angka constant.
Rumus khusus diatas akan menghasilkan hasil yang sama yang akan diperoleh dari rumus Pearson (Gravetter & Wallnau, 2002). Analisis bivariat uji statistik menggunakan nilai alpha 0,05 ( Bila p value < 0,05 maka Ho ditolak, sehingga hal itu disimpulkan bahwa ada hubungan 12
antar variabel. Sedangkan bila p value > 0,05 maka Ho diterima, sehingga hal itu dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antar variabel. Pada analisis data penelitian ini uji Korelasi Spearman (rho) dengan menggunakan program SPSS 22.
C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Analisis Bivariat Analisis bivariat bertujuan untuk melihat korelasi antara variabel independen (faktor motivasi intrinsik dan faktor motivasi ektrinsik) dengan variabel dependen (perilaku empati). Analisa data tersebut menggunakan tabel silang dari masing-masing variabel dengan uji statistik Korelasi Sperman (rho). Hasil uji Korelasi Spearman dipaparkan sebagai berikut: a. Hubungan antara Motivasi Intrinsik dengan Perilaku Empati
Tabel 5.13 Hubungan Motivasi Intrinsik dengan Perilaku Empati Di Unit Interna PK Sint. Carolus Tahun 2015 Motivasi Intrinsik
Perilaku Empati
P value
Tinggi (> Median)
Rendah (< Median)
N
%
N
%
N
%
Tinggi
51
91.1
1
1.8
52
92.9
Rendah
2
3.6
2
3.6
4
7.1
Jumlah
53
94.6
3
5.4
56
100
Jumlah
0,000
(Sumber data : Data Primer, diolah 2015) Pada tabel 5.13 diatas didapatkan hasil analisis bivariat hubungan motivasi intrinsik dengan perilaku empati, dari 56 responden diketahui responden dengan motivasi intrinsik tinggi, memiliki perilaku empati yang tinggi (91.1%), sedangkan responden dengan motivasi intrinsik tinggi, memiliki perilaku empati yang rendah (1.8%). Sebaliknya responden dengan 13
motivasi intrinsik rendah, memiliki perilaku empati yang tinggi (3.6%) dan responden yang memiliki motivasi intrinsik rendah memiliki perilaku empati yang rendah (3.6%). Berdasarkan uji korelasi Spearman (rho) didapatkan hasil nilai p value = 0,000 dengan nilai ɑlpha = 0,005 maka nilai p < 0,005 dari hasil tersebut berarti Ha1: diterima maka ada hubungan antara motivasi intrinsik perawat dengan perilaku empati di unit interna PK Sint. Carolus. Menurut Bernner dan Watson (2010) bahwa empati dapat dan seharusnya diajarkan bagi penyedia layanan kesehatan. Watson mencatat bahwa orientasi perawatan kesehatan menuju penyembuhan dan pemberian perhatian berada di tingkat yang berbeda, hal itu muncul sebagai proses dari dalam (inner process). Empati tidak dapat dipalsukan melalui kepala atau pikiran, sebab empati yang sesungguhnya muncul dari dalam hati. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan hasil jurnal penelitian Buyuk et al (2015) dengan hasil para perawat yang memilih pekerjaan tersebut dengan bebas memiliki nilai ketrampilan berempati lebih tinggi daripada mereka yang memilih pekerjaan tersebut karena permintaan keluarga atau tidak menjadi pengangguran serta perbedaan ini dibuktikan mencolok secara statistis (p<0.05). Menurut pendapat Coke et al., (1978 dalam Hojat, 2007), perilaku pada empati cenderung menjadi altruistik. Orang yang memiliki motivasi altruistik perilaku menolong bertujuan untuk meringankan penderitaan yang dialami oleh orang lain dengan ketulusan hati. Didukung oleh hasil penelitian Rohmah (2010) dengan hasil ada perbedaan yang sangat signifikan tingkat empati dan sikap altruistik pada perawat RSU dan RSJ. Perbandingan skor empirik menunjukan bahwa tingkat empati perawat RSU tergolong tinggi (RE)=112,57, sedangkan tingkat empati perawat RSJ tergolong rendah (RE)=95,80 dan rerata hipotetik (RH)=97,5. Kesimpulan penelitian tersebut bahwa perawat yang memiliki tingkat empati tinggi akan memiliki sikap altruistik yang tinggi pula, sedangkan perawat yang memiliki empati rendah maka memiliki sikap altruistik yang rendah pula.
14
Motivasi intrinsik berhubungan dengan perilaku empati, menurut asumsi peneliti karena perawat pelaksana di unit interna PK Sint. Carolus memiliki motivasi intrinsik yang tinggi dan didalam pelayanan tetap berusaha mengaplikasikan nilai-nilai spiritualitas pelayanan dan juga caring. Peneliti juga berpendapat bahwa motivasi intrinsik berasal dari dalam diri individu dan empati juga lahir dari kedalaman hati. Semakin perawat berempati maka perawat akan semakin mudah tergerak dan peduli untuk menolong orang lain dengan ketulus hati. Maka motivasi intrinsik sangat berhubungan dengan perilaku empati. Motivasi intrinsik melahirkan kualitas pelayanan yang salah satunya ditunjukkan dalam perilaku empati terhadap pasien. Maka motivasi intrinksik perlu dikembangkan supaya perawat semakin memiliki empati yang tinggi. Perawat yang lebih memiliki motivasi intrinsik yang lebih tinggi, motivasi tersebut akan menumbuhkan perilaku empati yang tinggi. Perawat yang memiliki empati maka dalam bekerja bukan semata demi materi, namun memiliki nilai pengabdian yang luhur baik kepada sesama manusia yang dilayani maupun kepada institusi. b. Hubungan antara Motivasi Ektrinsik dengan Perilaku Empati Tabel 5. 14 Hubungan Motivasi Ektrinsik dengan Perilaku Empati Di Unit Interna PK Sint. Carolus Tahun 2015 Motivasi Ektrinsik
Perilaku Empati
Tinggi (> Median)
P value
Rendah (< Median)
Jumlah
N
%
N
%
n
%
Tinggi
49
87.5
2
3.6
51
91.1
Rendah
4
7.1
1
1.8
5
8.9
Jumlah
53
94.6
3
5.4
56
100
0,132
(Sumber : Data Primer, diolah 2015) Pada tabel 5.14 diatas didapatkan hasil analisis bivariat hubungan motivasi ektrinsik dengan perilaku empati, dari 56 responden diketahui 15
responden dengan motivasi ektrinsik tinggi, memiliki perilaku empati yang tinggi (87.5%), sedangkan responden dengan motivasi ektrinsik tinggi, memiliki perilaku empati yang rendah (3.6%). Sebaiknya responden dengan motivasi ektrinsik rendah, memiliki perilaku empati yang tinggi (7.1%) dan sebaliknya responden yang memiliki motivasi ektrinsik rendah memiliki perilaku empati yang rendah (1.8%). Berdasarkan uji korelasi Spearman (rho) didapatkan hasil nilai p value = 0,132 dengan nilai ɑlpha = 0,005 maka nilai p > 0,005 dari hasil tersebut berarti Ha2 ditolak maka tidak ada hubungan antara motivasi ektrinsik perawat dengan perilaku empati di unit interna PK Sint Carolus Jakarta Pusat. Menurut pendapat Bernner dan Watson (2010) bahwa orientasi perawatan kesehatan menuju penyembuhan dan pemberian perhatian berada di tingkat yang berbeda, hal itu muncul sebagai proses dari dalam (inner process). Empati tidak dapat dipalsukan melalui kepala atau pikiran, sebab empati yang sesungguhnya muncul dari dalam hati. Teori Herzberg motivasi Ektrinsik (faktor hygiene atau pemeliharaan) menyebabkan ketidakpuasan ketika tidak ada ataupun ketika ada (Bhutto et al., 2012). Berdasarkan hasil penelitian Putra (2014) motivasi perawat yang tinggi sebesar 62,7% dan kepuasan kerja yang rendah sebesar 52, 2%. Nilai p < 0,000 pada taraf ɑ = 0,005, sehingga Ho ditolak. Maka penelitian tersebut menyimpulkan bahwa ada hubungan antara motivasi dengan kepuasan kerja perawat (Putra, 2014). Hasil penelitian tersebut sesuai dengan hasil jurnal penelitian Buyuk et al (2015) dengan hasil perbedaan yang mencolok secara statistis tidak ditemukan di antara total waktu kerja perawat serta bekerja di wilayah onkologi dan rata-rata angka kemampuan berempatik (p>0.05). Perbedaan yang berbeda secara statistis juga tidak ditemukan antara wilayah kerja mereka (pediatrik/dewasa), unit (pelayanan/poliklinik) serta cara kerja (siang hari/bergantian) dalam onkologi dan rataan angka ketrampilan berempati (p>0.05). Hasil tersebut menyimpulkan bahwa tidak ada perbedaan signifikan secara statistis antara posisi merasa puas dengan pekerjaan dengan nilai keterampilan berempati (p>0.05). Nilai ketrampilan berempati para perawat 16
yang memiliki kesulitan dalam berkomunikasi dengan para pasien secara mencolok lebih tinggi daripada mereka yang tidak memiliki kesulitan dalam berkomunikasi dengan para pasien (p<0.05). Penelitian ini menemukan bahwa
hubungan yang mencolok secara statistik tidak terlihat di antara
kondisi setelah melakukan pelatihan dalam komunikasi atau empati dan nilai ketrampilan berempati (p>0.05). Hasil jurnal penelitian Santo et al (2013) bukti empiris menunjukkan bahwa setiap pasien tambahan perperawat dihubungkan dengan peningkatan 23% kejenuhan dan peningkatan 15% dalam kemungkinan ketidakpuasan kerja. Motivasi ektrinsik tidak berhubungan dengan perilaku empati menurut asumsi peneliti dikarenakan motivasi ekrinsik berasal dari luar diri individu yaitu dipengaruhi oleh lingkungan dari luar sedangkan empati lahir dari dalam diri pribadi. Berdasarkan alasan tersebut maka motivasi ektrinsik tidak berhubungan dengan perilaku empati. Empati berasal dari dalam diri dan lahir dari ketulusan hati manusia. c. Hubungan Motivasi Intrinsik dan Motivasi Ektrinsik dengan Perilaku Empati Tabel 5. 15 Hubungan Motivasi Intrinsik dan Motivasi Ektrinsik dengan Perilaku Empati Di Unit Interna PK Sint. Carolus Tahun 2015 Motivasi Intrinsik dan Motivasi Ektrinsik
Perilaku Empati
P value
Tinggi (> Median)
Rendah (< Median)
N
%
N
%
N
%
Tinggi
53
94.6
2
3.6
55
98.2
Rendah
0
0.0
1
1
1.8
Jumlah
53
94.6
3
56
100
1.8 5.4
Jumlah
(Sumber : Data Primer, diolah 2015) 17
0,000
Pada tabel 5.14 diatas didapatkan hasil analisis bivariat hubungan motivasi intrinsik dan motivasi ektrinsik dengan perilaku empati, dari 56 responden diketahui responden dengan motivasi intrinsik dan motivasi ektrinsik tinggi, memiliki perilaku empati yang tinggi (94.6%), sedangkan responden dengan motivasi intrinsik dan motivasi ektrinsik tinggi, memiliki perilaku empati yang rendah (3.6%). Sebaliknya responden dengan motivasi intrinsik dan motivasi ektrinsik rendah, tidak memiliki perilaku empati yang tinggi (0.0%), sedangkan responden yang memiliki motivasi intrinsik dan motivasi ektrinsik rendah memiliki perilaku empati yang rendah (1.8%). Berdasarkan uji korelasi Spearman (rho) didapatkan hasil nilai p value = 0,000 dengan nilai ɑlpha = 0,005 maka nilai p < 0,005 dari hasil tersebut berarti Ha3 diterima maka ada hubungan antara motivasi intrinsik dan motivasi ektrinsik perawat dengan perilaku empati di unit interna PK Sint. Carolus Jakarta Jakarta Pusat. Hasil penelitian tersebut didukung oleh hasil penelitian Ariningtyas (2011) dari penelitian tersebut dengan hasil analisis korelasi rx1y sebesar 0,400; p = 0,000 (p <0,01), maka ada hubungan positif yang sangat signifikan antara kemampuan berempati dengan motivasi kerja. Semakin tinggi berempati maka semakin tinggi pula motivasi kerja. Sumbangan efektif kemampuan berempati terhadap motivasi kerja = 16%. Maka semakin tinggi kemampuan berempati, semakin tinggi pula motivasi kerja perawat. Berdasarkan penelitian Hafni et al. (2011) hasil penelitian menunjukkan persepsi pasien tentang empati perawat berada dalam kategori baik dengan frekuensi 111 orang (75,6%). Kepuasan pasien tentang empati perawat berada dalam katagori puas dengan frekuensi 127 orang (86,4%). Hasil uji Spearman Rank menunjukkan koefesiensi korelasi (rho) sebesar 0,688 dengan nilai signifikan p = 0,000 lebih kecil dari taraf signifikan yaitu 0,05 (p < 0,05). Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah ada hubungan antara persepsi pasien tentang empati perawat dengan kepuasaan pasien di Ruang Rawat Inap RSUD Sleman Yogayakarya (Nur Hafni et al, 2011). Berdasarkan jurnal penelitian Santo et al (2013) dengan hasil penelitian tersebut empati terdiri dari dua faktor yaitu dimensi kognitif 18
(perspektiive talking) dan afektif (compassion). Dimensi kognitif dengan nilai signifikan p= 0,000 (p < 0,05) dan Dimensi afektif dengan nilai signifikan p= 0,74 (p > 0,005). Hasil penelitian membuktikan bahwa kelekatan yang tidak melekat (detached attachment) yang dihasikan oleh pengambilan sudut pandang menjadikan empati sebagai suatu komponen yang berguna bagi profesi keperawatan. Para perawat yang menanggapi dengan pengambilan sudut pandang yang empatik, baik perasaan mereka maupun keinginan untuk menyejajarkan perasaan mereka dengan perasaan pasien tidak muncul. Para perawat “merasakan demi (feel for) para pasien, tapi tidak “merasakan dengan (feel with) mereka. Pembagian emosional semacam ini memiliki sejumlah dampak lanjutan yang sesuai. Ketika para perawat berhasil menata emosi dalam interaksi dengan para pasien, mereka merasa lebih puas dan terikat dengan pekerjaan mereka. Menurut peneliti ini empati merupakan kompetensi emosional yang positif yang dapat membantu para perawat dalam menangani interaksi emosional dengan para pasien dan mengedepankan pengalaman kebahagiaan dalam pekerjaannya (Santo, et al, 2013). Menurut berpendapat Hojat (2007) bahwa berdasarkan konteks perawatan klien, apabila empati digunakan secara berkelebihan maka empati akan menjadi faktor yang “memampukan”, namun jika simpati digunakan secara berkelebihan maka akan menjadi faktor yang “melumpuhkan”. Motivasi intrinsik dan motivasi ektrinsik perawat berhubungan dengan perilaku empati, menurut asumsi peneliti setiap pribadi akan memiliki motivasi baik intrinsik dan ektrinsik, dari hal tersebut tergantung motivasi yang lebih dominan berasal dari intrinsik atau ektrinsik. Motivasi yang paling dominan berhubungan dengan empati adalah motivasi intrinsik. Perawat yang memiliki motivasi yang tinggi, maka perawat tersebut akan memiliki kemampuan berempati yang tinggi pula. Perawat unit interna PK Sint Carolus memiliki motivasi intrinsik yang tinggi, hal itulah yang mendasari para perawat tersebut tetap setia bekerja dan mengabdi didalam institusi. Perawat akan mengutamakan kualitas layanan dan pelayanan keperawatan yang berkualitas dapat diukur dari kepuasan pasien. Selain itu perawat yang memiliki empati yang tinggi akan memiliki kepuasan tersendiri didalam memaknai pekerjaan secara khusus profesi sebagai perawat. Pekerjaan yang 19
dilakukan bukan dimaknai sebagai suatu pengalaman yang melelahkan, namun suatu panggilan yang membahagiakan. Peneliti juga dapat menarik benang merah bahwa perilaku empati sangat penting dimiliki oleh setiap perawat didalam memberikan asuhan keperawatan secara profesional. Perawat tidak akan dapat caring terhadap pasien yang dirawatnya bila tidak memiliki perilaku empati. Perilaku empati menjadi jembatan penghubung bagi perawat didalam mengaplikasikan caring terhadap pasien. Caring akan menjadi dasar untuk meningkatkan mutu pelayanan keperawatan. Perawat yang menghidupi empati sebagai perilaku professional, maka akan meningkatkan citra perawat dan menurunkan stigma perawat dimata masyarakat. Empati perawat juga akan meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit dan caring khususnya empati akan menjadi daya saing untuk menghadapi era globalisasi.
20
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian Hubungan Motivasi Kerja Perawat Dengan Perilaku Empati di Unit Interna PK Sint. Carolus Jakarta Pusat, maka peneliti dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Ada hubungan antara motivasi kerja intrinsik perawat dengan perilaku empati di unit interna PK. Sint. Carolus Jakarta Pusat dengan p value = 0,000 dengan nilai ɑlpha = 0,005 maka nilai p < 0,005. 2. Tidak ada hubungan antara motivasi kerja ektrinsik perawat dengan perilaku empati di unit interna PK. Sint. Carolus Jakarta Pusat dengan p value = 0,132 dengan nilai ɑlpha = 0,005 maka nilai p > 0,005. 3. Ada hubungan antara motivasi kerja intrinsik dan motivasi ektrinsik perawat dengan perilaku empati di unit interna PK. Sint. Carolus Jakarta Pusat dengan p value = 0,000 dengan nilai ɑlpha = 0,005 maka nilai p < 0,005.
B. Saran Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Unit Interna PK Sint. Carolus Jakarta Pusat pada tahun 2015, serta adanya keterbatasan dalam penelitian ini, maka peniliti menyampaikan beberapa saran sebagai berikut: 1. Bagi Responden Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa motivasi perawat yang berhubungan dengan perilaku empati terutama motivasi intrinsik. Berdasarkan hasil tersebut, maka responden perlu memupuk motivasi intrinsik supaya semakin menumbuhkan empati sebagai perilaku profesional didalam pelayanan baik kepada pasien, keluarga pasien, rekan sejawat, ataupun dengan tim kesehatan yang lain. 2. Bagi Institusi PK Sint. Carolus Hasil penelitian ini dapat memberi sumbangan pemikiran bagi institusi untuk perencanaan kedepan antara lain:
21
a) Data demografi menggabarkan perawat yang berusia diatas 46 tahun (44,6 % ) maka institusi perlu melakukan rekrutmen tenaga perawat yang baru untuk keberlangsungan pelayanan keperawatan di PK Sint. Carolus Jakarta Pusat. b) Hasil sub motivasi intrinsik pengembangan (57,1 %) dan pengakuan atau penghargaan yang rendah (53,6%), maka institusi perlu meningkatkan pendidikan ataupun pelatihan bagi perawat. Institusi juga perlu mengevaluasi terkait pemberian penghargaan ataupun pengakuan terhadap perawat serta mendorong suasana kerja yang positif dengan saling memberi pujian dan mengapresiasi. Berdasarkan karakteristik pendidikan perawat berpendidikan SPK (17,9%) dan D III Keperawatan (71,4%) sedangkan berdasarkan lama kerja (71,4%) perawat dengan lama kerja diatas 10 tahun. Berdasarkan data tersebut maka
institusi
perlu
melakukan
sosialisasi
perencanaan
pengembangan yang jelas bagi setiap perawat. c) Bersadarkan hasil sub motivasi ekstrinsik rendah sebagian besar terdapat pada: gaji dimana 82,1 % responden menyatakan gaji rendah, maka institusi perlu mengevaluasi sistem pemberian gaji bagi para perawat. Berdasarkan kondisi kerja, sebanyak 21,4% responden menyatakan kondisi kerja rendah, maka institusi perlu memperbaiki kondisi tempat kerja secara fisik dan pengadaan sarana dan prasarana yang menunjang pelayanan. d) Hasil penelitian subvariabel perilaku empati yang mengalami sedikit penurunan dibandingkan dengan subvariabel yang lain yaitu kepekaan (89.3%), dan kemampuan memotivasi (87.5%).
Instituasi perlu
membuat program adanya kegiatan evaluasi atau refleksi bersama tentang karya. Mengadakan pembinaan
staf dalam rangka
meningkatkan profesionalitas terutama dalam implementasi nilai-nilai GPCB
( Guiding Principles Spiritualitas Carolus Borromeus)
Pelayanan Kesehatan sebagai nilai lebih yang menjadi Landasan Spiritual dalam budaya organisasi di PK. Sint. Carolus. 3. Bagi STIK Sint. Carolus Mahasiswa STIK Sint Carolus perlu semakin menumbuhkan motivasi dari dalam diri untuk menjadi perawat supaya sungguh menjadi perawat yang 22
profesional yang memiliki empati dan menghidupi caring sebagai jiwa dalam keperawatan. 4. Bagi Peneliti a) Hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi bagi penelitian yang akan datang, perlu melakukan penelitian di unit-unit rawat inap yang lain ataupun unit pelayanan rawat jalan yang ada di PK Sint. Carolus terkait dengan perilaku empati perawat didalam memberikan pelayanan. b) Penelitian ini dengan sampel atau responden berasal dari pihak internal (perawat pelaksana sendiri) maka penelitian selanjutnya diharapkan dari pihak ekternal (pasien, keluarga pasien, petugas kesehatan lain, atau pengguna jasa rumah sakit) untuk keakuratan data yang diperoleh. c) Penelitian ini perlu ditindaklanjuti, maka penelitian yang akan datang dapat dilakukan penelitian untuk melihat apakah lama kerja, usia, dan pendidikan berhubungan atau berpengaruh terhadap perilaku empati perawat. d) Penelitian ini terkait dengan perilaku empati, maka penelitian yang akan datang perlu adanya penelitian kualitatif dan kuantitatif.
23
Daftar Pustaka
Arikunto.S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : PT Rineka Cipta Ariningtyas. T. (2011).“ Hubungan antara Kemampuan Berempati dan Sikap Terhadap Karakteristik Pekerjaan Dengan Motivasi Kerja Perawat Di Rumah Sakit Umum Daerah Sukohardjo”. Skripsi Sarjana diterbitkan, Fakultas Psikologi. Dari http://eprints.ums.ac.id/14567/. Diperoleh 9 Juni 2015. Armstrong.M. (2006). “ A Handbook of Human Resource Management Practice. 10 th Edition. London and Philadelphia : Kogan Page. Asmuji. (2012). Manajemen Keperawatan : Konsep dan Aplikasi, Editor Meita Sandra. Jogyakarta : Ar-Ruzz Media. Badiah. A. et al. (2008).”Hubungan Motivasi Perawat Dengan Kinerja Perawat Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Daerah Panembahan Senopati Bantul Tahun 2008”., dari http://isjd.pdii.lipi.go.id/index.php/Search.html?act=tampil&id =53844&idc=28. Didapat tanggal 26 Januari 2016 Bhutto.N.A. et al. (2012) “ Factors Affecting Job Satisfaction Among Faculty Members Herzberg’s Two Factor Theory Perspective A Study Of Shah Abdul Latif University, Sind, Pakistan”.,http://www.ajbms.org/articlepdf /AJBMS2012015.pdf. Diperoleh 7 Agustus 2015 Bilqis. Y. I. (2007). “ Perbedaan Tingkat Empati Pada Remaja Akhir Ditinjau Dari Keaktifan Menjalankan Ibadah Puasa Ramadhan Di RT 03 RW 1 Lingkungan Singowignyo Singotrunan Bayuwangi..,http://www.lib.uin-malang.ac.id/files /thesis/fullchapter/02410030.pdf. Diperoleh 8 Agustus 2015 BPMKP PK. Sint Carolus. (2015). Laporan Survei Kepuasan Pasien Maret 2014Mei 2015. Diperoleh 19 Mei 2015 Buheli. K. (2010). “Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Perawat Dalam Penerapan Proses Keperaewatan Di RSUD Toto Kabupaten Bone Bolango”., dari http://download.portalgaruda.org/article.php?article=41474&val=3594. Didapat tanggal 26 Januari 2016 Buyuk. E. T. et al. (2015). “Evaluation of Empathetic Skills of Nurses Working in Oncology Units in Samsun, Turkey”, dari http://www.internationaljournalof caringsciences.org/docs/16-Original-Buyuk.pdf. Didapat tanggal 19 Januari 2016 Fatimah. et al (2012). “Gambaran Tipe Empati Perawat Jiwa Di Rumah Sakit Jiwa Tampan Pekanbaru”.,http://eprints.ums.ac.id/ 9316/2 /F100060076.pdf. Diperoleh 9 Juni 2015
24
Fugar. (2007). “ Frederick herzberg’s Motivation-Hygiene Theory Revisited: The Consept and Its Applicability to Cleargy (A Study of Fulltime Stipendiary Cleargy of the Global Evangelical Church, Ghana. Journal of Science and Technology Vol.27 (no.I. April), 119-130 Gravetter, F.J & Wallnau, L.B. (2002). Essentials of for Statistics for the Behavioral Sciences, Fourth Edition. Australia: WADSWORTH Hafni. N. et al. (2011).“ Hubungan Persepsi Pasien Tentang Empati Perawat Dengan Kepuasan Pasien di Ruang Rawat Inap RSUD Sleman Yogjakarya”. Jurnal Penelitian (Online) dari http://journal,respati.ac.id/index.php/ medika/article/view/25. Diperoleh 9 Juni 2015. Hakim. A. et al.( 2014). “Pengaruh Hubungan Interpersonal Dan Lingkungan Kerja Terhadap Kepuasan Kerja Perawat Di Rungan UGD RSUD Salewangga Maros”., dari ibrary.stikesnh.ac.id/files/disk1/11/e-library stikes nani hasanuddin-abdulhakim-522-1-45145415-1.pdf. Didapatkan tanggal 26 Januari 2016 Hojat, M. (2007). Empathy in Patient Care: Antecedents, Development, Measurement, and Outcomes. New York: Springer Imron, M., & Munif, A. ( 2010). Metode Penelitian Bidang Kesehatan Bahan Ajar Untuk Mahasiswa. Jakarta : Sagung Seto. KBBI. (2015). Kamus Besar Bahasa Indinesia. Dari http://kbbi.web.id. Diperoleh 22 Juni 2015 Kozier, B., et al. (2011). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses, & Praktik ( Fundamental or Nursing: Concepts, Process, and Practice) Edisi 7 Volume 1 Alih bahasa: Ns. Pamilih Eko karyuni, S. Kep et al. Jakarta: EGC Kiruja. E.K & Elegwa. M. (2013). Journal “Effect of Motivation on Employee Perfomance In Public Middle Level Technical Training Institusional In Kenya” dari http://www.managementjournal.info/download1.php?f=1002042013.pdf. Diperoleh 10 Januari 2016 Marni. S. (2008). “ Pengaruh Motivasi Terhadap Kinerja Perawat Pelaksana Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Swadana Tarutung Tapanuli Utara Tahun 2008.,http://repository.usu,ac,id/bitsream/123456789/6642/1/ 09E1779.pdf Sekolah PaskaSarjana Universitas Sumatera Utara 2009. Diperoleh 8 Agustus 2015 Marquis, B.L., & Huston, C.J., (2010). Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan Teori dan Aplikasi. Edisi 4. 2010. Jakarta : EGC Marcysiak et al (2014) yang berjudul, “ Understanding the concept of empathy in relation to nursing”. Prog Health Sci 2014, Vol 4, No 2 Understanding Concept Empathy Relation Nursing.,http://progress.umb.edu.pl /sites/progress.umb.edu.pl/files/75-81%20Marcysiak.pdf. Diperoleh 11 Juni 2015
25
Martiningytas. L., et al.(2013). “Hubungan Caring Perawat Pelaksana Dengan Kepuasan Pasien Diruang Rawat Inap RSUD Dr. H. Soewondo Kendal”. Jurnal Penelitian (Online) dari https://sholar. Didapat tanggal 23 Mei 2015. Martuah. P. (2013). “Hubungan Motivasi Kerja dan Kinerja Perawat di Rumah Sakit Awal Bross Tangerang Bekasi Tahun 2013”.,http://digilib. esaunggul.ac.id/hubungan-motivasi-kerja-dan kinerja-perawat-di-rumah-sakitawal-bros-tangerang-tahun-2013-811.htm. Diperoleh 23 Mei 2015. Muninjaya. (2011). Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan. Jakarta : EGC. Mudayana.A.A. (2010).” Pengaruh Motivasi dan Beban Kerja Terhadap Kinerja Karyawan di Rumah Sakit Nur Hidayah Bantul”, dari journal.uad.ac.id/ index.php/KesMas/article/download/1098/pdf_17. Diperoleh 10 Januari 2016. Nasir, A., & Muhith, A. (2011). Dasar-Dasar Keperawatan Jiwa : Pengantar dan Teori. Jakarta : Salemba Medika Nursalam, (2014). Caring Sebagai Dasar Peningakatan Mutu Pelayanan Keperawatan dan Keselamatan Pasien. http://ners.unair.ac.id/materikuliah/ NURSALAM-ORASI-18%20 JANUARI-2014.pdf. Diperoleh 22 April 2015 ___________,(2011). Manajemen Keperawatan Aplikasi dalam Keperawatan Professional (Edisi 3). Jakarta : Salemba Medika
Praktik
Notoatmodjo, S. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta. _____________,(2014). Ilmu Perilaku Kesehatan. Cetakan ke 2. Jakarta: PT Rineka Cipta _____________. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta Potter, P.A & Perry, A.G. (2009). Fundamentals of Nursing (Alih bahasa: Ferderika, A). Jakarta : Salemba Medika Putra. M.P. (2014). “ Hubungan Motivasi Dengan Kepuasan Kerja Perawat Di Rumah Sakit Marga Husada Kabupaten Wonogiri.,Http://repository. unhas.ac.id/bitstream/handle/1234567. Diperoleh 7 Agustus 2015. Riley.S. (2005). “Herzberg’s Two Factor Theory of Motivation Applied the Motivation Techniques Within Financial Institutions”.,http://Commons .emich.edu/cgi/viewcontent.c91?article=1118&context=honors. Diperoleh 8 Agustus 2015 Rohmah.R.F. (2010) dengan judul “ Tingkat Empati dan Sikap Altruistik Pada Perawat Rumah Sakit Umum Dengan Rumah Sakit Jiwa., http://eprints.ims.ac.id/9316/2/F100060076.pdf. Diperoleh 11 Juni 2015 Saam, Z & Wahyuti, S. (2013). Psikologi Keperawatan. Ed.1 Cet.2. Jakarta : PT Rajagrafindo Persada Santo, L.D. et al. (2013). Empathy in the emotional interactions with patients. Is it positive for nurse too?, Journal of Nursing and Practice Vol.4 (no.2), 74-81
26
Setiadi. (2013). Konsep dan Praktik Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta : Graha Ilmu Siagian S.P. (2012). Teori Motivasi dan Aplikasinya. Jakarta : Rineka Cipta Sorrell, J.M. (2010). The Need for empathy in the Hospital Experience of Older adults. Journal of Psychosocial Nursing, Vol.48 (no.11), 25-28 Susanti. E.N. (2013). Hubungan Karakteristik Perawat Dengan Motivasi perawat Dalam Pemenuhan Kebutuhan Kebersihan Diri Pasien Di Ruang Rawat Inap RSU dr. H. Koesnadi Bondowoso.,http://repository.unej.ac.id/ bitstream/handle/ 123456789/8389/Ervina%20Novi%20Susanti%20-%20082310101008_1.pdf? sequence=1. Diperoleh tanggal 7 Agustus 2015 Susilo, W. H., dkk. (2014). Biostatistika Lanjut dan Aplikasi Riset. Jakarta : CV. Trans Info Media Supardi, S & Rustika. (2013). Metodologi Riset Keperawatan. Jakarta : CV. Trans Info Media. Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Bandung : Alfabeta Smith, M. C., Turkel, M. C., dan Wolf, Z. R. (2013). Caring in Nursing Classics An Essential Resource. New York: Springer Publishing Campany, LLC Taufik. (2012). Empati Pendekatan Psikologi Sosial Ed.1 Cet.1. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada UU
No.38 Tahun 2014 tentang Keperawatan.,www.hukor.depkes.go.id/upprod_uu/UU pdf. Diperoleh 17 Juni 2015
Wawan, A & Dewi, M. (2011). Teori Pengukuran Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Manusia Dilengkapi Contoh Kuesioner. Yogjakarta : Muha Medika Zaam. Z. (2014). Psikologi Konseling Ed.1 Cet. 2. Jakarta : PT Rajagrafindo Persada
27