HUBUNGAN KUALITAS KOMUNIKASI ISTRI DENGAN KEMAMPUAN MENGELOLA KONFLIK DALAM PERKAWINAN
NASKAH PUBLIKASI Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi
Diajukan oleh: Puri Nugrahaning Tyas F 100 080 158
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2012
HUBUNGAN KUALITAS KOMUNIKASI ISTRI DENGAN KEMAMPUAN MENGELOLA KONFLIK DALAM PERKAWINAN
NASKAH PUBLIKASI Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi
Diajukan oleh : PURI NUGRAHANING TYAS F 100 080 158
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2012
ii
HUBUNGAN KUALITAS KOMUNIKASI ISTRI DENGAN KEMAMPUAN MENGELOLA KONFLIK DALAM PERKAWINAN
Yang diajukan oleh : PURI NUGRAHANING TYAS F 100 080 158
Telah disetujui untuk dipertahankan di depan Dewan Penguji :
16 April 2012 Pembimbing Skripsi,
(W. S. Hertinjung, S.Psi., M.Psi.)
iii
HUBUNGAN KUALITAS KOMUNIKASI ISTRI DENGAN KEMAMPUAN MENGELOLA KONFLIK DALAM PERKAWINAN
Yang diajukan oleh : PURI NUGRAHANING TYAS F 100 080 158
Telah disetujui untuk dipertahankan di depan Dewan Penguji Pada tanggal 24 April 2012 Dan dinyatakan telah memenuhi syarat.
Penguji Utama (W. S. Hertinjung, S.Psi., M.Psi.)
Penguji pendamping I
Setiyo Purwanto, S.Psi., M.Si
Penguji pendamping II
Dra. Zahratul Uyun, M.Si
Surakarta, 24 April 2012 Universitas Muhammadiyah Surakarta Fakultas Psikologi Dekan,
(Susatyo Yuwono, S.Psi, M.Si)
iv
HUBUNGAN KUALITAS KOMUNIKASI ISTRI DENGAN KEMAMPUAN MENGELOLA KONFLIK DALAM PERKAWINAN Puri Nugrahaning Tyas Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Abstract. The purpose of this research is to determine the relationship between quality of communication on his wife with the ability to manage conflict in marriage. Quantitative methods chosen by the researcher to achieve the objectives of this study. Respondents were drawn from population who live around Jetis, Sukoharjo. This study uses the communication quality scale with wife in possesion and the ability to manage conflict in a marriage that was analyzed with a total score. The results of the Pearson product moment analysis of the value of the correlation coefficient (r) of 0.608 with a significance of p = 0.000 (p <0.01) means that there is a very significant positive relationship between wife’s quality communication with the ability to manage conflict in marriage. Effective contribution from wife’s quality communication is 36.9% with the ability to manage conflict in marriage. This means that there are 63.1% for other factors that contribute to the ability to effectively manage conflict in a marriage outside of the variable quality of communication. Keyword : Wife’s Communication Quality, Ability to Managing Conflict of marriage Abstraksi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kualitas komunikasi pada istri dengan kemampuan mengelola konflik dalam perkawinan. Metode kuantitati dipilih oleh peneliti untuk mencapai tujuan penelitian ini. Responden penelitian ini diambil dari populasi istri yang tinggal di Kelurahan Jetis, Kabupaten Sukoharjo. Penelitian ini menggunakan skala kualitas komunikasi istri dan skala kemampuan mengelola konflik dalam perkawinan yang dianalisis dengan total skor. Hasil analisis product moment dari pearson oleh nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,608 dengan signifikansi p = 0,000 (p < 0,01) artinya ada hubungan positif yang sangat signifikan antara kualitas komunikasi istri dengan kemampuan mengelola konflik dalam perkawinan. Sumbangan efektif kualitas komunikasi istri sebesar 36,9 % dengan kemampuan mengelola konflik dalam perkawinan. Hal ini berarti bahwa terdapat 63,1% faktor-faktor lain yang memberikan sumbangan efektif terhadap kemampuan mengelola konflik dalam perkawinan di luar variabel kualitas komunikasi. Kata kunci : Kualitas Komunikasi Istri, Kemampuan Mengelola Konflik perkawinan
v
1
Perkawinan
merupakan
penyesuaian satu dengan yang lainnya.
bersatunya dua orang ke dalam suatu
Sementara
ikatan yang di dalamnya terdapat
penyesuaian,
komitmen
ketegangan
dan
bertujuan
membina
rumahtangga
meneruskan
keturunan,
untuk serta
seseorang
suami
istri
sering
melakukan
juga
emosional
timbul
yang
akan
memunculkan konflik antar pasangan (Hurlock, 2004).
yang sudah berani memutuskan untuk
Setiap perkawinan terdiri dari
menikah berarti dia sudah menentukan
dua individu yang unik dan setiap
suatu keputusan yang sangat penting
individu
dan
pengalaman,
sangat
berarti
dalam
memiliki
sejarah
dari
dan
cara
memori,
kehidupannya. Ini merupakan saat
bertingkah laku. Kepribadian dari
yang
masing-masing
spesial
dan
tidak
mudah
pasangan
tersebut
melakukannya. Perencanaan terhadap
dibentuk dan dipengaruhi oleh faktor
pernikahan
proses.
genetik, fisiologis, psikologis, sosial,
Proses yang dilalui oleh pasangan
dan budaya yang dibawa sejak lahir.
yang menikah merupakan awal bagi
Sehingga ketika dua individu tersebut
kedua pasangan untuk saling mengikat
menyatu dalam ikatan perkawinan,
ke dalam suatu ikatan yang syah dan
pasangan
diakui oleh agama serta adat dari
menyatukan perbedaan yag mendasar
masyarakat di sekitarnya (Fatchiah,
tersebut dengan harmonis (Sawitri,
2009).
2005).
harus
Selama perkawinan, biasanya
melalui
tahun-tahun
pasangan harus
suami
awal istri
melakukan
tersebut
Dari didapat
data
dari
harus
mampu
perceraian
pengadilan
yang agama
Sukoharjo, pada tahun 2011 bulan
2
Januari sampai dengan November
tangga
tercatat konflik yang sering terjadi
organisasi,
pada suami istri adalah poligami tidak
dimanapun kita berinteraksi dengan
sehat, krisis akhlak, cemburu, kawin
orang
paksa, ekonomi, tidak ada tanggung
membangun sebuah keluarga utuh,
jawab,
harmonis,
kawin
dibawah
umur,
tapi
juga
masyarakat,
tempat
lain.
kerja,
Untuk
bahagia
itu
dan
dan
dalam
sejahtera
dihukum, gangguan pihak ketiga, dan
diperlukan komunikasi yang sehat di
tidak ada keharmonisan. Pada tahun
antara
2011 dari 939 kasus perceraian,
komunikasi tidak berjalan dengan
terdapat 305 kasus perceraian yang
baik,
dikarenakan
adanya
dalam perkawinan tidak terselesaikan
rumah
dengan baik. Pasangan suami istri
tangga. Salah satu faktor penyebab
biasanya masing-masing cenderung
ketidakharmonisan
ingin
ketidakharmonisan
dalam
tersebut
anggota
maka
keluarga.
penyelesaian
menampilkan
diri
Apabila
konflik
secara
dikarenakan kurang mampunya antara
dominan di atas pasangannya. Hal itu
suami
menyelesaikan
merupakan wujud ketidakmampuan
konflik dalam rumah tangga, sehingga
mereka dalam melakukan komunikasi
konflik
yang efektif, maka akan muncul
istri
tidak
dalam
dapat
diselesaikan
dengan baik, dan berkepanjangan. Konflik yang terjadi pada perkawinan dapat diselesaikan salah satunya
dengan
ketidakpahaman topik pembicaraan, dan
berbeda
cara
pandang
pembicaraan (Sanusi, 2010).
komunikasi.
Penelitian yang dilakukan oleh
Komunikasi hal yang penting dan
Lisa (2009) dengan hipotesis bahwa
tidak hanya terdapat dalam rumah
Pasangan di tahun awal pernikahan (0
3
sampai 6 tahun) akan memiliki tingkat
memastikan
indikator perilaku dari komitmen lebih
melakukan
tinggi,
sedang terjadi, mencari cara untuk
diikuti
dengan
penurunan
adanya analisis
konflik,
konflik
dalam perilaku komunikasi selama
merekonsiliasikan
periode tahun 7 sampai 23 tahun, dan
belah
kenaikan pada 24 tahun ke atas. Dan
menurunkan aspirasi dan mencari
hasil
beberapa aspirasi lagi.
dari
penelitian
tersebut
menunjukkan bahwa individu-individu
pihak
aspirasi
yang
(kompromi),
kedua serta
Wirawan (2010) mengatakan
di tahun awal pernikahan (0 sampai 6
bahwa
tahun) dan pernikahan yang lama
mempengaruhi kemampuan mengelola
(lebih dari 24 tahun) memiliki tingkat
konflik
perilaku komunikasi yang lebih tinggi,
asumsi mengenai konflik, persepsi
mempunyai
tentang
mengenai
hubungan masa depan, integritas, dan
ekspektasi
kepuasan
pernikahan.
konfliknya, pola komunikasi dalam
Sementara itu, mereka yang berada
interaksi konflik, kekuasaan yang
pada pernikahan tingkat pertengahan
dimiliki,
(7 sampai 23 tahun) menunjukkan
situasi konflik, sumber yang dimiliki,
tingkat komunikasi yang lebih rendah,
jenis kelamin, kecerdasan emosional,
integritas
kepribadian,
pandangan
dalam
dan
kepuasan
dalam
pernikahan. Pruit
ada
beberapa
yang
dalam perkawinan adalah
penyebab atas
konflik,
reaksi
pengalaman
budaya
lawan
menghadapi
organisansi
sistem sosial, situasi konflik dan posisi dan
Rubin
(2004)
menyebutkan bahwa beberapa tahap dalam mengelola konflik antara lain
dalam
konflik,
menggunakan
salah
pengalaman satu
gaya
4
manajemen konflik, dan keterampilan
tetap tinggal di dalam hati yang paling
berkomunikasi.
dalam dan akan mendasari iklim relasi
Lasswell dan Lasswell (1987)
yang
diciptakan
selanjutnya
oleh
mengemukakan bahwa unsur-unsur
pasangannya. Sebagian orang secara
dari
sadar meyakini bahwa salah satu cara
komunikasi
antara
lain
keterbukaan, kejujuran, kepercayaan,
untuk
empati,
terhadap pasangan adalah dengan
dan
kemampuan
mendengarkan
menurunkan
rasa
terancam
menghindari komunikasi. Namun hasil
Dag Hammarskjold (Sawitri,
taktik
ini
justru
dapat
2005) mengatakan bahwa konflik
mengembangkan persepsi yang salah
perkawinan merupakan konsekuensi
diantara kedua belah pihak. Dan
yang tidak dapat dihindarkan pada
hasilnya akan membuat hubungan
pasangan suami istri. Perkawinan
dengan pasangan semakin tidak aman
tidak akan terhindar dari konflik. Dua
(Sawitri, 2005).
individu yang tinggal dalam satu atap
Menurut
Montgomery
tidak mungkin hidup tanpa konflik,
(Sawitri, 2005), mengatakan bahwa
kecuali jika salah satu pasangan
kualitas komunikasi penting dalam
memutuskan
mengalah
mengelola konflik perkawinan. Bila
dibandingkan berkonfrontasi. Namun,
dua pasangan merasa puas dengan
meskipun
pasangan
relasinya, maka mereka akan dengan
memilih untuk mengalah, tidak berarti
sendirinya lebih menerima pesan yang
bahwa konflik tersebut telah tuntas.
terungkap
Permasalahan yang tidak diungkapkan
pasangannya. Hal ini juga sesuai
oleh salah satu pasangan tersebut akan
dengan
untuk
salah
satu
dalam
Lasswell
pembicaraan
dan
Lobsenz
5
(Sawitri, 2005)
yang menyatakan
Data yang didapat peneliti
bahwa perasaan yang hangat dapat
dari Kantor Urusan Agama (KUA)
memberikan peluang bagi toleransi
Kecamatan Sukoharjo yaitu terdapat
kesalahan-kesalahan
452 pasang penduduk dari Kelurahan
Kesempatan
pasangannya.
untuk
salah
Jetis yang melaksanakan pernikahan
pasangan akan menciptakaan perasaan
antara tahun 2005-2010. Karena data
ragu yang meningkatkan kepercayaan
yang didapat dari KUA tidak semua
antar
menurunkan
pendaftar di KUA tetap tinggal di
serta
dapat
Kelurahan Jetis, ada beberapa istri
menerima sikap yang terlalu serius
yang sudah pindah dan mengikuti
terhadap kata-kata yang dilontarkan
suami. Dengan melihat hambatan
dengan pasangan yang marah.
tersebut,
METODE PENELITIAN
informasi tentang usia perkawinan
pasangan
kecurigaan
berbuat
dan
pasangan
peneliti
mencari
tahu
Penelitian ini menggunakan
penduduk yang tinggal di kelurahan
pendekatan kuantitatif dengan variabel
Jetis dari ketua RT ketika meminta
bebas kualitas komunikasi istri dan variabel
tergantung
kemampuan
mengelola konflik dalam perkawinan. Subjek penelitian ini adalah
ijin. Kemudian peneliti mengambil 100 sampel dari jumlah populasi yang didapat. Alat pengumpul data yang
istri dengan usia perkawinan 1 sampai
digunakan
6 tahun yang memiliki anak minimal 1
komunikasi istri yang terdiri dari 38
yang
aitem dan skala kemampan mengelola
tinggal
di
kabupaten sukoharjo.
kelurahan
jetis,
adalah
skala
kualitas
konflik dalam perkawinan yang terdiri dari 36 aitem.
6
Adapun teknik statistik yang
searah (linier) atau tidak. Kemudian
digunakan dalam penelitian ini adalah
peneliti melakukan analisis korelasi
korelasi product moment, yaitu untuk
product moment dengan tujuan untuk
mengetahui
mengetahui
komunikasi
hubungan pasangan
kualitas suami
istri
hubungan
kualitas
komunikasi istri dengan kemampuan
dengan kemampuan mengelola konflik
mengelola konflik dalam pekawinan.
dalam perkawinan.Pertama, peneliti
HASIL DAN PEMBAHASAN
melakukan Perhitungan validitas dan reliabilitas
dengan
Berdasarkan analisis statistik
menggunakan
yang telah dilakukan, maka diperoleh
teknik product moment yaitu untuk
hasil yang menunjukkan bahwa ada
mengetahui aitem-aitem yang layak
hubungan
dan tidak layak untuk dimasukkan ke
antara
dalam skala penelitian. Kemudian
terhadap
peneliti melakukan Uji normalitas
konflik dalam perkawinan. Hal ini
sebaran
dimaksudkan
ditunjukkan
mengetahui
apakah
untuk
sebaran
data
yang
kualitas
sangat
signifikan
komunikasi
kemampuan
istri
mengelola
berdasarkan
hasil
perhitungan teknik analisis product
penelitian mengikuti sebaran distribusi
moment dari Pearson oleh
normal atau tidak. Setelah itu, peneliti
koefisien korelasi (r) sebesar 0,608
melakukan Uji linieritas dimaksudkan
dengan signifikansi p = 0,000 (p <
untuk mengetahui apakah variabel
0,01) artinya ada hubungan positif
bebas (kualitas komunikasi pada istri)
yang sangat signifikan antara kualitas
dengan
tergantung
komunikasi istri dengan kemampuan
(kemampuan mengelola konflik dalam
mengelola konflik dalam perkawinan.
variabel
perkawinan) memiliki korelasi yang
nilai
7
Hubungan bahwa
tersebut semakin
menunjukkan baik
kualitas
saling mengerti dan akan terhindar dari kesalahpahaman (Walgito, 2010).
komunikasi istri maka semakin baik
Sawitri
(2005)
bahwa
kemampuan mengelola konflik dalam
komunikasi merupakan salah satu cara
perkawinan. Hal ini sesuai dengan apa
pasangan
yang
diungkapkan
untuk
mampu
hidup
oleh
Menurut
harmonis satu sama lain. Ketika kedua
Montgomery
(Sawitri,
2005),
pasangan suami istri berkomunikasi,
mengatakan
bahwa
kualitas
maka mereka akan berbagi dalam
komunikasi penting dalam mengelola
sistem interaksi yang akan selalu
konflik
berubah dan selalu bergerak maju
perkawinan.
pasangan
merasa
Bila puas
dua dengan
bersamaan
relasinya, maka mereka akan dengan
perubahan
sendirinya lebih menerima pesan yang
masing-masing pasangan disamping
terungkap
berbagi perasaan, pengasuhan anak,
dalam
pembicaraan
pasangannya.
waktu-waktu
Komunikasi
yang
terbuka
dengan pasangan, maka akan terjalin saling pengertian, apa saja yang baik dalam
perkawinan
dikembangkan
fase
terjadinya
kehidupan
yang
pada
menyenangkan,
dan waktu-waktu dalam menghadapi masalah. Hasil dilakukan
penelitian Marsinah
yang (2005)
dipertahankan,
menunjukkan bahwa pasangan suami
serta apa saja yang tidak baik dalam
istri menjalani fase komunikasi pasca
perkawinan
perkawinan. Pada fase ini komunikasi
Dengan
dan
perlu
dengan
perlu
demikian
dihindarkan. akan
terbentuk
cenderung bersifat semu dan palsu,
sikap saling terbuka, saling mengisi,
karena pasangan suami istri saling
8
menyembunyikan dan selalu berusaha
perilaku komunikasi yang lebih tinggi,
untuk
mempunyai
mengalah
agar
terjalin
pandangan
tentang
kesamaan. Hal ini tidak sesuai dengan
hubungan masa depan, integritas, dan
hasil pada penelitian ini bahwa pada
kepuasan dalam pernikahan.
fase komunikasi pasca perkawinan
Sumbangan
efektif
kualitas
atau perkawinan pada usia 1 sampai 6
komunikasi istri sebesar 36,9 %
tahun menunjukkan adanya kualitas
dengan kemampuan mengelola konflik
komunikasi
Duvall
dalam perkawinan. Hal ini berarti
(Hendrick,1992) mengatakan bahwa
bahwa terdapat 63,1% faktor-faktor
tingkat kepuasan pernikahan tinggi di
lain yang memberikan sumbangan
awal pernikahan, kemudian menurun
efektif
setelah kehadiran anak dan kemudian
mengelola konflik dalam perkawinan
meningkat
anak
di luar variabel kualitas komunikasi,
mandiri. Sedangkan menurut Berta
pengaruh lainnya antara lain asumsi
(2007) biasanya dengan bertambahnya
mengenai konflik, persepsi mengenai
usia perkawinan, ada kecenderungn
penyebab konflik, ekspektasi atas
suami istri mengalami penurunan
reaksi
dalam kemampuan untuk bertoleransi.
komunikasi dalam interaksi konflik,
Hal ini sesuai dengan hasil
kekuasaan yang dimiliki, pengalaman
penelitian yang dilakukan oleh Lisa
menghadapi situasi konflik, sumber
(2009) bahwa individu-individu di
yang
tahun awal pernikahan (0 sampai 6
kecerdasan emosional, kepribadian,
tahun) dan pernikahan yang lama
budaya
(lebih dari 24 tahun) memiliki tingkat
situasi konflik dan posisi dalam
yang
kembali
baik.
setelah
terhadap
lawan
kemampuan
konfliknya,
dimiliki,
organisansi
jenis
sistem
pola
kelamin,
sosial,
9
konflik,
pengalaman
menggunakan
perkawinan memiliki rerata empirik
salah satu gaya manajemen konflik,
(RE)
dan
hipotetik (RH) sebesar 62,5 yang
keterampilan
berkomunikasi
Berdasarkan
hasil
analisis
diketahui variabel kualitas komunikasi istri diketahui rerata empirik (RE) sebesar 105,8 dan rerata hipotetik (RH) sebesar 85 yang berarti kualitas komunikasi pada istri pada subjek tergolong tinggi. Kondisi ini dapat di interpretasikan ini
bahwa subjek
dalam penelitian
memiliki kualitas komunikasi yang baik atau positif. Hal ini berarti bahwa komunikasi yang dilakukan oleh istri sudah
berkualitas
dan
mencakup
unsur-unsur pokok komunikasi yang antara
lain
berupa
keterbukaan,
kejujuran, kepercayaan, empati, dan kesediaan
79,75
dan
rerata
berarti kemampuan mengelola konflik
(Wirawan, 2010).
penelitian
sebesar
untuk
mendengarkan
(Lasswell, 1987). Sedangkan variabel kemampuan mengelola konflik dalam
yang dimiliki pada subjek penelitian tergolong tinggi. Kondisi ini dapat diinterpretasikan
bahwa
penelitian
ini
subjek
memiliki
kemampuan
dalam penelitian mengelola
konflik dalam perkawinan yang baik atau positif. Hal ini berarti bahwa kemampuan istri dalam mengelola konflik
dalm
perkawinan
sudah
mencakup aspek-aspek yang meliputi memastikan melakukan
adanya analisis
konflik,
konflik
yang
sedang terjadi, mencari cara untuk merekonsiliasikan
aspirasi
kedua
belah pihak (kompromi), menurunkan aspirasi dan mencari beberapa aspirasi lagi (Rubin dan Pruitt, 2004). Hal ini sesuai dengan pendapat dari Christina (2004) yang mengatakan bahwa pada dasarnya
dalam
melakukan
10
manajemen
konflik
wanita
lebih
semakin
rendah
kualitas
bersikap emosional, ekspresif, sensitif
komunikasi istri, maka semakin
dan taktis. Ketika dalam hubungan
rendah
perkawinan terdapat konflik meskipun
mengelola
sepele, wanita memerlukan sebuah
perkawinan. Hal ini ditunjukkan
keyakinan bahwa hal sepele tersebut
dengan koefisien (r) sebesar 0,608
tidak akan mengganggu hubungan
dengan p= 0,000 (p<0,01) 2.
perkawinannya. KESIMPULAN Berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan,
mengambil
peneliti
beberapa
dapat
kesimpulan,
pula
kemampuan
konflik
dalam
Sumbangan
efektif
kualitas
komunikasi
istri
dengan
kemampuan mengelola konflik dalam perkawinan sebesar 36,9 %, sedangkan sumbangan dari faktor lain sebesar 63,1 %, yaitu
yaitu sebagai berikut.
faktor tersebut diperkirakan dari 1.
Ada hubungan positif yang sangat signifikan
antara
kualitas
istri
dengan
komunikasi
kemampuan mengelola konflik dalam
perkawinan.
semakin
tinggi
Artinya, kualitas
komunikasi istri maka semakin tinggi
pula
kemampuan
mengelola
konflik
perkawinan,
dan
dalam sebaliknya
variabel-variabel
lain
yang
berperan dalam mempengaruhi kemampuam mengelola konflik dalam perkawinan, yang antara lain asumsi mengenai konflik, persepsi
mengenai
penyebab
konflik, ekspektasi atas reaksi lawan komunikasi
konfliknya, dalam
pola interaksi
konflik, kekuasaan yang dimiliki,
11
pengalaman menghadapi situasi konflik, sumber yang dimiliki, jenis
kelamin,
kecerdasan
emosional, kepribadian, budaya organisansi sistem sosial, situasi konflik dan posisi dalam konflik, pengalaman menggunakan salah satu gaya manajemen konflik, dan keterampilan berkomunikasi. 3.
Tingkat kualitas komunikasi istri di
Kelurahan
Jetis
tergolong
tinggi. Hal ini ditunjukkan oleh rerata empirik (RE) sebesar 105,8 sedangkan rerata hipotetik (RH) sebesar 85. 4.
Tingkat kemampuan mengelola konflik
dalam
perkawinan
di
Kelurahan Jetis tergolong tinggi. Hal ini di tunjukkan oleh rerata empirik
(RE)
sebesar
79,75
sedangkan rerata hipotetik (RH) sebesar 62,5.
12
DAFTAR RUJUKAN
Adriana. 2011. Cara Ini Cegah Perceraian. http://lifestyle.okezone.com/re ad/2011/01/17/196/414586/car a-ini-ampuh-cegah-perceraian. (25 november 2011) Azwar, S. 2010. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelaja Offset Berta,E,A,P.2007. Usia Kronologis dan Usia Perkawinan sebagai Prediktor Kepuasan Pernikahan pada Kaum Istri Metro Manila. Indonesian Psychological Journal: Anima Vol. 22 Hal. 101-107 Christina S,H.2004. Kuasa Wanita Jawa. Yogyakarta: LKiS Yogyakarta Fatchiah.K.E. 2009. Konseling Pernikahan untuk Keluarga Indonesia. Jakarta: Penerbit Salemba Humanika Hendrick, S & Hendrick, C. (1992). Liking, loving & relating (2nd ed). California: Brooks/ Cole Publishing Company Pacific Grove. Hurlock, E.B. 2004. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Alih bahasa: Istiwidayanti. Yogyakarta: Erlangga (Edisi Kelima) Laswell, M, and Lasswell, T. 1987. Marriage & the family. USA: Wadsworth Lisa M. Both. 2009. Commitment Communication and Length of Marriage: Scratching the
seven-year Itch. Wichita State University Marsinah. 2005. Komunikasi Keluarga dan Perceraian. http://digilib.itb.ac.id/gdl.php? mod=browse&op=read&id=ji ptumm-gdl-s1-2003masniah972-773(25 november 2011) Pruitt.DG & Rubin. JZ. 2004. Teori Konflik Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Sanusi, A. 2010. Manajemen Konflik Rumah Tangga. Yogyakarta : Insania Sawitri,SS. 2005. Konflik Marital: Pemahaman Konseptual dan Alternatif Solusinya. Bandung: Refika Aditama Walgito, B. 2010. Bimbingan dan Konseling Perkawinan. Yogyakarta: Andi Walgito,B. 2010. Psikologi kelompok. Yogyakarta : Andi Officer Wirawan. 2010. Konflik dan Manajemen Kerja. Jakarta: Salemba Humanika