HUBUNGAN KOMPETENSI PENDAMPING PROGRAM KELUARGA HARAPAN (PKH) DENGAN KEBERLANJUTAN PENDIDIKAN ANAK PESERTA (Kasus di Kelurahan Balumbang Jaya, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor)
NOVA NISA NINDIKA I34061213
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
ABSTRACT NOVA NISA NINDIKA. Relationship of Facilitator Competency on “Program Keluarga Harapan (PKH)” with the Sustainable of Children‟s Education Participants. A Case of Village Kelurahan Balumbang Jaya, Sub-district of Bogor Barat, Bogor Municipality. (Supervised by SITI AMANAH).
The Family Hope Programme known as Program Keluarga Harapan (PKH) is one of poverty reduction program from Indonesian government for Millennium Development Goals. In this program, government provides cash assistance, to support education of the children and health components of the family. Educational component in PKH is developed to improve the participation for ensure achievement nine years basic education. PKH involves facilitator to help the participants of program. Facilitator of community must have a competency. Facilitator should have a certain aspects of the competency in order to assist the participants of the community. The purposes of the study are as follows (1) to analyse the PKH in increasing school participation of children participants, (2) the important role of PKH’s for a sustainability children's education participants, and 3) competence of PKH’s facilitator for sustainability of children's education participants. Research site was Balumbang Jaya village, sub-district Bogor Barat, Bogor Municipality. Site selection is done by purposive sampling, was based on socioeconomic conditions of society in transition from rural communities to urban communities. The population in this study were 191 participants of PKH, and the sampel of this research is 66 people. Data collected in this study consisted of primary data and secondary data. Instrumentation used were a questionnaire, interviews, and observation. Questionnaire tested for validity and reliability with validity test Pearson Product Moment correlation and reliability test split half coefficient. Data processed by the frequency distribution table, Chi Square analysis and Spearman Rank correlation test supported by SPSS Program for Windows version 17,0. Not all characteristics have significant relationship. Socio-economic conditions are not proven to have significant and close relationship with the sustainable of children's education participants (p>0,05). The relationship of competency and the role of facilitator with the sustainable of children’s education participants is low. The role of facilitator have significantly associated with the sustainable of children's education participants only for the role as facilitator and as the motivator with the level of mother’s supervision role (p<0,05). Competency of facilitator (knowing of region condition and sustainability of school children) very have significant relationship with build networks (p<0,05).
Keywords: facilitator, competency, cash assistance, Family Hope Programme, children’s education
RINGKASAN
NOVA NISA NINDIKA. Hubungan Kompetensi Pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) dengan Keberlanjutan Pendidikan Anak Peserta. Kasus di Kelurahan Balumbang Jaya, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor. (Di bawah bimbingan SITI AMANAH).
Program Keluarga Harapan (PKH) merupakan program Pemerintah Indonesia dalam rangka percepatan penanggulangan kemiskinan dan pencapaian target Millennium Development Goals (MDGs) sekaligus pula pengembangan kebijakan di bidang perlindungan sosial. PKH mulai dilaksanakan di Indonesia pada tahun 2007 dimana dilakukan uji coba di 7 provinsi dengan jumlah sasaran program sebanyak 387.928 Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM). Program ini dicanangkan pemerintah pada tanggal 23 Juli 2007 dan diharapkan dapat dilaksanakan secara berkesinambungan setidaknya hingga tahun 2015. Program Keluarga Harapan merupakan program pemberdayaan keluarga bertujuan untuk membebaskan suatu keluarga dari belenggu kemiskinan melalui upaya mandiri keluarga itu. Dalam PKH, pemerintah memberikan bantuan tunai pada komponen pendidikan dan kesehatan. Program Keluarga Harapan memiliki pendamping yang merupakan pelaksana jalannya program dan mendampingi masyarakat dalam setiap kegiatan program. Seorang pendamping masyarakat harus mempunyai kompetensi dan penguasaan strategi dalam membantu masyarakat mendapat akses terhadap komponen pendidikan dan kesehatan PKH tersebut. Pendamping PKH selain harus dapat menjadi seorang fasilitator yang baik, pendamping pun harus dapat memotivasi peserta PKH. Selain itu, pendamping dituntut memiliki keahlian dalam pengawasan dan evaluasi, juga harus mampu menggerakan masyarakat untuk dapat berpartisipasi dalam program. Tujuan dari penelitian ini antara lain, 1) menganalisis peran PKH dalam meningkatkan partisipasi sekolah anak peserta, 2) menganalisis pentingnya peran pendamping PKH bagi keberlanjutan pendidikan anak peserta, dan 3) menganalisis kompetensi pendamping PKH dalam keberlanjutan pendidikan anak peserta. Tempat penelitian di Kecamatan Bogor Barat, sedangkan peserta yang dijadikan populasi penelitian adalah masyarakat Kelurahan Balumbang Jaya, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja, didasarkan atas kondisi sosial ekonomi masyarakat yang mengalami transisi dari masyarakat pedesaan ke masyarakat perkotaan. Pendekatan penelitian dilakukan dengan metode penelitian survai, sedangkan pendekatan kualitatif hanya digunakan untuk menggali informasi mendalam tentang keadaan yang didapatkan dalam penelitian survai. Populasi dalam penelitian ini sebanyak 191 peserta PKH penerima bantuan, dengan jumlah responden yang diambil sebanyak 66 orang peserta. Responden dipilih dengan teknik simple random sampling. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Instrumen pengumpulan data yang dipakai adalah wawancara, observasi dan kuesioner. Sebelum digunakan untuk penelitian, kuesioner diuji validitas dan reliabilitasnya. Dari 60 pernyataan maupun pertanyaan yang diajukan terdapat 15 pernyataan yang dinyatakan valid karena nilainya lebih kecil dari rtabel (rα0,05). Seluruh pernyataan yang tidak valid tersebut diganti dengan pernyataan yang lebih mudah dimengerti oleh responden. Uji reliabilitas instrumen dilakukan dengan menggunakan uji koefisien reliabilitas teknik belah dua. Nilai reliabilitas yang
diperoleh untuk peran dan kompetensi pendamping sudah reliabel dengan nilai sebesar 0.702, dan 0.730. Sedangkan untuk keberlanjutan pendidikan anak peserta kurang reliabel dengan nilai sebesar 0.496. Pertanyaan yang tidak reliabel akan diganti dengan pertanyaan yang lebih dapat dipercaya. Analisis statistik dilakukan dengan uji Chi Square dan uji korelasi Rank Spearman yang diolah dengan menggunakan komputer dengan program SPSS for Windows versi 17.0. Jenis data nominal akan dianalisis menggunakan uji statistik Chi Square. Sedangkan uji statistik Rank Spearman digunakan untuk melihat hubungan jenis data yang berbentuk ordinal. Hubungan kompetensi dan peran pendamping dengan keberlanjutan pendidikan anak peserta dinilai rendah. Kondisi sosial ekonomi tidak terbukti memiliki hubungan yang signifikan dan erat dengan keberlanjutan pendidikan anak peserta (p>0,05). Pada umumnya, peserta memiliki tingkat pendidikan yang rendah yakni hanya mengenyam pendidikan SD. Mayoritas pekerjaan peserta Program Keluarga Harapan adalah sebagai buruh. Jumlah tanggungan rata-rata peserta kurang dari 3 orang. Penghasilan keluarga peserta pun mayoritas sebesar seratus ribu rupiah samapai empat ratus ribu rupiah. Hanya terdapat beberapa variabel yang memiliki hubungan berdasarkan hasil uji Rank Spearman dan uji Chi Square. Peran pendamping berhubungan signifikan dengan keberlanjutan pendidikan anak peserta hanya untuk peran sebagai facilitator dan motivator dengan tingkat peran pengawasan orang tua (p<0,05). Tabel frekuensi hasil survai digunakan untuk memberikan gambaran sejauhmana tingkat peran pendamping. Berdasarkan hasil survai yang dilakukan kepada peserta PKH dinyatakan dimana mayoritas peserta PKH menilai bahwa peran pendamping sebagai fasilitator PKH sudah baik. Kemudian kategori tingkat peran pendamping sebagai motivator menurut hasil survai yang dilakukan kepada peserta PKH menilai bahwa peran pendamping sudah baik. Untuk kategori tingkat peran pendamping sebagai dinamisator mayoritas peserta PKH menilai bahwa peran pendamping sebagai dinamisator sangat rendah. Menurut hasil survai yang dilakukan kepada peserta PKH terlihat bahwa mayoritas peserta PKH menilai bahwa peran pendamping sebagai monev sangat rendah. Kompetensi pendamping berhubungan sangat signifikan untuk kemampuan memahami wilayah dengan keberlanjutan sekolah anak, dan kemampuan membangun jejaring kerja dengan tingkat peran pengawasan orang tua (p<0,05). Tabel frekuensi hasil survai digunakan untuk memberikan gambaran sejauhmana tingkat peran pendamping. Berdasarkan hasil survai yang dilakukan kepada peserta PKH mengenai kategori tingkat kompetensi pendamping berkomunikasi efektif menyatakan dimana peserta menilai bahwa kompetensi pendamping berkomunikasi efektif berada pada taraf sedang. Kemudian kategori tingkat kompetensi pendamping memahami wilayah menurut hasil survai yang dilakukan kepada peserta PKH menyatakan dimana peserta menilai bahwa kompetensi pendamping memahami wilayah berada pada taraf tinggi. Kategori tingkat kompetensi pendamping membangun jejaring kerja menurut hasil survai yang dilakukan kepada peserta PKH menyatakan bahwa peserta menilai kompetensi pendamping tersebut berada pada taraf tinggi. Menurut hasil survai untuk kategori tingkat kompetensi pendamping menerapkan teknik pembelajaran orang dewasa yang dilakukan kepada peserta PKH, peserta menilai bahwa kompetensi pendamping membangun jejaring kerja berada pada taraf rendah.
HUBUNGAN KOMPETENSI PENDAMPING PROGRAM KELUARGA HARAPAN (PKH) DENGAN KEBERLANJUTAN PENDIDIKAN ANAK PESERTA (Kasus di Kelurahan Balumbang Jaya, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor)
NOVA NISA NINDIKA I34061213
Skripsi Sebagai Bagian Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
pada Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh: Nama Mahasiswa : Nova Nisa Nindika Nomor Pokok : I34061213 Judul : Hubungan Kompetensi Pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) dengan Keberlanjutan Pendidikan Anak Peserta. Dapat diterima sebagai syarat kelulusan memperoleh gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Siti Amanah, M.Sc. NIP. 19670903199212 2 001
Mengetahui, Ketua Departemen
Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, M.S. NIP. 19550630 198103 1 003
Tanggal Pengesahan:
ii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “HUBUNGAN KOMPETENSI PENDAMPING PROGRAM KELUARGA HARAPAN (PKH) DENGAN KEBERLANJUTAN PENDIDIKAN ANAK PESERTA (KASUS DI KELURAHAN BALUMBANG JAYA, KECAMATAN BOGOR BARAT, KOTA BOGOR)” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.
Bogor, Januari 2011
Nova Nisa Nindika I34061213
iii
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Indramayu, 04 November 1988 sebagai anak tertua dari dua bersaudara. Anak dari pasangan Sutikno, SH dan Hj. Ani Hariyani. Penulis menyelesaikan sekolah menengah atas pada SMAN 1 Indramayu pada tahun 2006. Kemudian pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Pada tahun kedua di IPB, penulis memilih Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, IPB sebagai jurusan mayor. Untuk mengembangkan kompetensi yang dimiliki, penulis mengambil program SC (Supporting Course) dari Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen. Selama memasuki perkuliahan, penulis mengikuti beberapa organisasi dan kegiatan. Organisasi yang diikuti adalah Organisasi Mahasiswa Daerah Indramayu pada tahun 2007-2008. Kemudian, penulis juga mengikuti beberapa kegiatan kepanitiaan seperti, COMMNEX 2008, Pekan Ekologi Manusia 2009, Training Motivasi pada tahun 2007-2008.
iv
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan kesehatan dan rakhmat-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul “Hubungan Kompetensi Pendamping Program Keluarga Harapan dengan Keberlanjutan Pendidikan Anak Peserta (Kasus di Kelurahan Balumbang Jaya, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor)”. Skripsi ini merupakan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat. Program Keluarga Harapan (PKH) merupakan salah satu program yang diluncurkan oleh Pemerintah. Program Keluarga Harapan adalah suatu program yang memberikan Bantuan Tunai kepada Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM). PKH mulai dilaksanakan di Indonesia pada tahun 2007 dan dapat dilaksanakan secara berkesinambungan sampai tahun 2015. Saat ini PKH berada di 13 provinsi yang tersebar di seluruh Indonesia yaitu Gorontalo, Sulawesi Utara, DKI Jakarta, Sumatra Barat, Jawa Barat, NTT, Jawa Timur, Nangroe Aceh Darussalam, Sumatra Utara, Banten, D.I Yogyakarta, Kalimantan Selatan dan Nusa Tenggara Barat. Salah satu tujuan program PKH yakni pada bidang pendidikan khususnya membantu meringankan kebutuhan sekolah anak. Oleh karena itu tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis hubungan antara kompetensi pendamping dengan pendidikan dari anak peserta Program Keluarga Harapan. Khusunya untuk mengetahui peran dan kemampuan pendamping dalam PKH. Terdapat sejumlah pihak yang berperan dalam penyelesaian penulisan skripsi ini, karena itu perkenankan penulis untuk berterima kasih kepada mereka, khususnya kepada: 1. Ibu Dr. Ir. Siti Amanah, M.Sc. selaku dosen pembimbing, yang telah begitu sabar dalam memberikan bimbingan sekaligus pinjaman atas sejumlah buku teks yang menjadi sumber dalam penulisan. 2. Kedua orang tua kandung saya, Ayahanda Sutikno, khususnya Ibunda tercinta Ani Hariyani, penulis persembahkan skripsi ini untuk beliau yang telah memberikan kasih sayangnya sehingga penulis tidak merasa kekurangan sesuatu apapun, juga penulis persembahkan untuk Bapak Dede Dachwana dan Ibu Yuli sebagai orang tua kedua penulis. 3. Pendamping PKH yang telah membantu dalam memberikan data yang berhubungan dengan materi penelitian ini, antara lain: Bapak Kevin, Ibu Isti, Ibu Eva, Bapak Irman, Ibu ella, Ibu Yuni, dan Bapak Ade. 4. Masyarakat Desa Balumbang Jaya khususnya peserta PKH yang telah bersedia meluangkan waktunya, sehingga penulis dapat memperoleh data guna menyelesaikan penelitiannya. 5. Amel KPM 42 dan Indah Biologi 43 yang merupakan teman seperjuangan dan secara tidak sadar memberikan penulis semangat untuk melanjutkan turun lapang serta terimakasih atas waktu luang yang telah diberikan dalam menemani penulis turun lapang ke desa. 6. Tika KPM 43 atas motivasi, waktu luang dan bantuannya dalam mengajarkan input data uji validitas dan reliabilitas ke dalam SPSS, serta terima kasih sebesarsebesarnya karena telah banyak membantu mengajarkan penulis tentang hal yang tidak diketahui mengenai penulisan skripsi ini. 7. Yuli, Nana, Demul, Indri, Ani, Vani, Aero, Nirmala, Dwi, Dewi, Molen, Come, atas semangat, saran, bantuan, nasihat juga waktu luang untuk berdiskusi tentang penulisan skripsi ini. v
8.
Sahabat-sahabat S2S (Sweet To Six): Sekar Mega P, Evi Novi Yanti, Tianah, Kartika dan Citra Y.N yang merupakan sumber dukungan dan semangat selama menyelesaikan penulisan skripsi. 9. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang sudah membantu dan membimbing penulis dalam menyelesaikan penelitian ini. Penulis menyadari kekurangan yang ada dalam penulisan skripsi ini, oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna perbaikan mutu penulisan karya ilmiah selanjutnya. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak terkait, terutama dalam pengembangan Program Keluarga Harapan di masa depan.
Bogor, Januari 2011
Penulis
vi
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ............................................................................................. v DAFTAR ISI ........................................................................................................... vii DAFTAR TABEL ...................................................................................................
x
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... xii DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... xiii BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................
1
1.1
Latar Belakang ................................................................................................. 1
1.2
Perumusan Masalah .........................................................................................
5
1.3
Tujuan Penelitian .............................................................................................
6
1.4
Kegunaan Penelitian ........................................................................................
7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 8 2.1
2.2
Implementasi Prinsip Pendidikan Orang Dewasa dalam Program Pemberdayaan Masyarakat ...............................................................................
8
2.1.1 Belajar Orang Dewasa ............................................................................
9
Pemberdayaan Masyarakat ............................................................................... 10 2.2.1 Elemen Pemberdayaan Masyarakat ........................................................ 11 2.2.1.1 Partisipasi .................................................................................... 11 2.2.1.2 Kemandirian ................................................................................ 12
2.3
Program Keluarga Harapan (PKH) .................................................................. 13 2.3.1 Ketentuan Penerima Program Keluarga Harapan .................................. 17 2.3.2 Pendidikan Anak Peserta ....................................................................... 18
2.4
Pendampingan .................................................................................................. 19 2.4.1 Peran Pendamping ................................................................................. 19 2.4.2 Kompetensi Pendamping ....................................................................... 22 2.4.3 Teknik-Teknik Pendampingan ............................................................... 23 vii
2.5
Kerangka Pemikiran ........................................................................................ 28
2.6
Hipotesis Penelitian ......................................................................................... 30
2.7
Definisi Operasional ........................................................................................ 31
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ............................................................. 38 3.1
Metode Penelitian ............................................................................................ 38
3.2
Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................................... 38
3.3
Teknik Pemilihan Sampel ................................................................................ 39
3.4
Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data ..................................................... 39
3.5
Teknik Pengolahan dan Analisis Data ............................................................. 40
3.6
Validitas dan Reliabilitas Instrumen ................................................................ 42
BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN ...................................... 44 4.1
Gambaran Umum Kelurahan Balumbang Jaya ............................................... 44 4.1.1 Kondisi Geografis dan Sumberdaya Alam ............................................ 44 4.1.2 Kondisi Demografi ................................................................................ 45 4.1.3 Pendamping Program Keluarga Harapan Kelurahan Balumbang Jaya .................................................................................. 48 4.1.3.1 Pelayan Pendidikan ................................................................... 57 4.1.3.2 Pelayan Kesehatan .................................................................... 60 4.1.3.3 Sistem Pengaduan Masyarakat ................................................. 61
BAB V KONDISI SOSIAL EKONOMI PESERTA PKH .................................... 64 5.1
Gambaran Umum Kondisi Sosial Ekonomi Peserta PKH di Kelurahan Balumbang Jaya ............................................................................................... 64 5.1.1 Usia Responden Peserta PKH ................................................................ 64 5.1.2 Pekerjaan Responden Peserta PKH ........................................................ 65 5.1.3 Pendidikan Terakhir Responden Peserta PKH ....................................... 66 5.1.4 Pendidikan Non Formal Responden Peserta PKH ................................. 67 5.1.5 Jumlah Tanggungan Responden Peserta PKH ....................................... 69
viii
5.1.6 Jumlah Penghasilan Rumahtangga Responden Peserta PKH ................ 70 5.2
Hubungan Kondisi Sosial Ekonomi Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) Peserta PKH di Kelurahan Balumbang Jaya dengan Keberlanjutan Pendidikan Anak Peserta ................................................................................. 72
BAB VI PERAN PENDAMPING BAGI KEBERLANJUTAN PENDIDIKAN ANAK PESERTA PKH ........................................... 75 6.1
Hubungan Peran Pendamping dengan Keberlanjutan Pendidikan Anak Peserta PKH ..................................................................................................... 75 6.1.1 Hubungan Peran Pendamping sebagai Fasilitator dengan Keberlanjutan Pendidikan Anak Peserta PKH ..................................... 77 6.1.2 Hubungan Peran Pendamping sebagai Motivator dengan Keberlanjutan Pendidikan Anak Peserta PKH ....................................
79
6.1.3 Hubungan Peran Pendamping sebagai Dinamisator dengan Keberlanjutan Pendidikan Anak Peserta PKH ....................................
82
6.1.4 Hubungan Peran Pendamping sebagai Pengevaluasi dan Pemantau (Monev) dengan Keberlanjutan Pendidikan Anak Peserta PKH ........................................................................................ BAB VII 7.1
84
KOMPETENSI PENDAMPING DALAM MEMFASILITASI PENDIDIKAN ANAK PESERTA PKH ...................................... 88
Hubungan Kompetensi Pendamping dengan Keberlanjutan Pendidikan Anak Peserta PKH ......................................................................................... 88 7.1.1 Hubungan Kemampuan Berkomunikasi Efektif dengan Keberlanjutan Pendidikan Anak Peserta PKH .................................... 7.1.2 Hubungan Kemampuan Memahami Wilayah dengan Keberlanjutan Pendidikan Anak Peserta PKH .......................................................... 7.1.3 Hubungan Kemampuan Membangun Jejaring Kerja dengan Keberlanjutan Pendidikan Anak Peserta PKH ....................................
90
93 95
7.1.4 Hubungan Kemampuan Menerapkan Teknik Pembelajaran Orang Dewasa dengan Keberlanjutan Pendidikan Anak Peserta PKH ......... 98 BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................101 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 103
ix
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
Tabel 1
Skenario Bantuan PKH .............................................................................
18
Tabel 2
Jenis Data yang Dibutuhkan, Sumber Data dan Metode Pengumpulan Data ...........................................................................................................
40
Analisis Hubungan Variabel yang Diteliti dengan Uji Korelasi Rank Spearman dan Chi Squre .................................................................
41
Jumlah dan Persentase Luas Lahan menurut Penggunaan Lahan, di Kelurahan Balumbang Jaya, 2008 ............................................................
45
Jumlah dan Persentase Penduduk menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin, di Kelurahan Balumbang Jaya, 2008 ...................................
46
Jumlah dan Persentase Penduduk menurut Jenis Pekerjaan, di Kelurahan Balumbang Jaya, 2008 ..............................................................................
47
Jumlah dan Persentase Penduduk menurut Tingkat Pendidikan, di Kelurahan Balumbang Jaya, 2008 .........................................................
47
Jumlah dan Persentase Responden Peserta PKH menurut Kategori Usia, di Kelurahan Balumbang Jaya, 2010 ...............................................
64
Jumlah dan Persentase Responden Peserta PKH menurut Jenis Pekerjaan, di Kelurahan Balumbang Jaya, 2010 ......................................
66
Tabel 10 Jumlah dan Persentase Responden Peserta PKH menurut Tingkat Pendidikan Terakhir, di Kelurahan Balumbang Jaya, 2010 .....................
67
Tabel 11 Jumlah dan Persentase Responden Peserta PKH menurut Kesertaan Pendidikan Non Formal, di Kelurahan Balumbang Jaya, 2010 ............
68
Tabel 12 Jumlah dan Persentase Responden Peserta PKH menurut Jumlah Tanggungan, di Kelurahan Balumbang Jaya, 2010 .................................
69
Tabel 13 Jumlah dan Persentase Rumahtangga Responden Peserta PKH menurut Kategori Jumlah Penghasilan, di Kelurahan Balumbang Jaya, 2010 .........................................................................................................
71
Tabel 14 Analisis Koefisien Korelasi Kondisi Sosial Ekonomi RTSM Peserta PKH dengan Keberlanjutan Pendidikan Anak Peserta .............................
73
Tabel 15 Jumlah dan Persentase Responden Peserta PKH Menurut Kategori Variabel Keberlanjutan Pendidikan Anak Peserta, Kelurahan Balumbang Jaya, 2010 ............................................................................
74
Tabel 3 Tabel 4 Tabel 5 Tabel 6 Tabel 7 Tabel 8 Tabel 9
x
Tabel 16 Nilai Koefisien Korelasi Rank Spearman antara Peran Pendamping dengan Keberlanjutan Pendidikan Anak Peserta PKH ............................
76
Tabel 17 Jumlah dan Persentase Responden Peserta PKH Menurut Kategori Variabel Peran Pendamping Sebagai Fasilitator, Kelurahan Balumbang Jaya, 2010 ............................................................................
79
Tabel 18 Jumlah dan Persentase Responden Peserta PKH Menurut Kategori Variabel Peran Pendamping Sebagai Motivator, Kelurahan Balumbang Jaya, 2010 ............................................................................
81
Tabel 19 Jumlah dan Persentase Responden Peserta PKH Menurut Kategori Variabel Peran Pendamping Sebagai Dinamisator, Kelurahan Balumbang Jaya, 2010 .............................................................................
83
Tabel 20 Jumlah dan Persentase Responden Peserta PKH Menurut Kategori Variabel Peran Pendamping Sebagai Monev, Kelurahan Balumbang Jaya, 2010 ................................................................................................
86
Tabel 21 Nilai Koefisien Korelasi Rank Spearman antara Kompetensi Pendamping dengan Keberlanjutan Pendidikan Anak Peserta PKH .........................................................................................................
88
Tabel 22 Jumlah dan Persentase Responden Peserta PKH Menurut Kategori Variabel Kompetensi Pendamping Berkomunikasi Efektif, Kelurahan Balumbang Jaya, 2010 ...........................................................
90
Tabel 23 Jumlah dan Persentase Responden Peserta PKH Menurut Kategori Variabel Kompetensi Pendamping Memahami Wilayah, Kelurahan Balumbang Jaya, 2010 ..........................................................
94
Tabel 24 Jumlah dan Persentase Responden Peserta PKH Menurut Kategori Variabel Kompetensi Pendamping Membangun Jejaring Kerja, Kelurahan Balumbang Jaya, 2010 ...........................................................
96
Tabel 25 Jumlah dan Persentase Responden Peserta PKH Menurut Kategori Variabel Kompetensi Pendamping Menerapkan Teknik Pembelajaran Orang Dewasa, Kelurahan Balumbang Jaya, 2010 .................................
99
xi
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
Gambar 1 Gambar Struktur Kelembagaan Program Keluarga Harapan .............................................................................................
17
Gambar 2 Kerangka Pemikiran ..........................................................................
30
Gambar 3 Peserta Program Keluarga Harapan ................................................... 116 Gambar 4 Pertemuan Kelompok PKH ............................................................... 116 Gambar 5 Kantor Kelurahan Balumbang Jaya ................................................... 116
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
Lampiran 1 Jadwal Rencana Penelitian .............................................................. 106 Lampiran 2 Hasil Uji Validitas
.......................................................................
107
Lampiran 3 Hasil Uji Reliabilitas ....................................................................... 108 Lampiran 4 Hasil Uji Korelasi Rank Spearman dan Chi Square Hubungan Kondisi Sosial Ekonomi dengan Keberlnjutan Pendidikan Anak Peserta .................................................................................... 110 Lampiran 5 Hasil Uji Korelasi Rank Spearman Hubungan Peran Pendamping dengan Keberlanjutan Pendidikan Anak Peserta ...........................
111
Lampiran 6 Hasil Uji Korelasi Rank Spearman Hubungan Kompetensi Pendamping dengan Keberlanjutan Pendidikan Anak Peserta ...................................................................................
112
Lampiran 7 Tabel Frequensi Peran Pendamping, Kompetensi Pendamping dan Keberlanjutan Pendidikan Anak Peserta ........................................
113
Lampiran 8 Dokumentasi Penelitian ................................................................... 116
xiii
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Kemiskinan merupakan masalah pokok yang hampir dihadapi oleh semua
negara, termasuk Indonesia. Kemiskinan sebagai sebuah masalah sosial merupakan sebuah masalah kompleks, karena tidak saja berkaitan dengan rendahnya pendapatan dan tingkat konsumsi masyarakat, tapi juga berkaitan dengan kurangnya kesempatan untuk memperoleh akses pendidikan dan kesehatan, rendahnya kemampuan untuk menyampaikan aspirasi dan kurangnya jaminan dari ketidakberdayaan (Sumodiningrat, 1999). Sampai saat ini, pemerintah melakukan berbagai macam strategi, kebijakan dan program pembangunan. Hal tersebut diupayakan agar terlepas dari berbagai masalah yang dihadapi pemerintah Indonesia saat ini. Berbagai permasalan tersebut yakni, masalah kemiskinan, gizi buruk dan kesejahteraan masyarakat. Jumlah penduduk miskin di Indonesia rata-rata meningkat setiap tahunnya. Seperti yang diungkapkan oleh Badan Pusat Statistik dimana jumlah penduduk miskin pada tahun 2004 sebesar 36,10 juta jiwa dan meningkat menjadi sebesar 39,30 juta jiwa pada tahun 2006. Kemudian pada tahun 2007 menjadi sebesar 37,17 juta jiwa, namun masih lebih banyak jika dibandingkan dengan jumlah penduduk miskin pada tahun 2005 yang hanya sekitar 35,10 juta jiwa. Hal ini mengindikasikan bahwa terjadi kenaikan jumlah penduduk miskin di Indonesia pada selang tahun 2004-2006 yakni sebanyak 3,2 juta jiwa, dan sebanyak 2,07 juta jiwa antara selang tahun 2005-2007 (BPS, 2009). Untuk itu pemerintah melakukan berbagai macam upaya dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Program khusus pemberdayaan masyarakat yang dibuat oleh pemerintah bertujuan untuk mendorong menstimulasi masyarakat untuk mengubah cara hidup yang 1
biasa dijalani dengan kehidupan yang lebih berkualitas (quality of life) sehingga masyarakat mampu mencapai taraf kehidupan yang lebih baik. Mekanisme pemberdayaan telah dilakukan cukup lama di Indonesia. Dilakukan oleh berbagai lembaga-lembaga swadaya masyarakat, instansi swasta maupun pemerintah. Dengan adanya pemberdayaan masyarakat inilah, diharapkan upaya masing-masing untuk meningkatkan kapasitasnya sebagai individu maupun sebagai bagian dari kelompok akan tercapai (Susanto dan Adhikerana, 2000). Jumlah penduduk Kota Bogor pada tahun 2008 sebesar 942,204 jiwa dengan total jumlah rumahtangga sebesar 198,250 kepala keluarga (BPS Bogor, 2009). Dengan kepadatan penduduk 7.951 jiwa per Km² (BPS Bogor, 2006). Maka dari itu, Pemerintahan Kota Bogor memiliki tantangan besar dalam menghadapi masalah sosial ekonomi, pendidikan, lingkungan, kesehatan dan ketenagakerjaan. Salah satunya dengan adanya program pemerintah dalam mengatasi masalah sosial ekonomi, kesehatan dan pendidikan yakni dengan Program Keluarga Harapan. Program Keluarga Harapan merupakan program Pemerintah Indonesia dalam rangka percepatan penanggulangan kemiskinan dan pencapaian target Millennium Development Goals (MDGs) sekaligus pula pengembangan kebijakan di bidang perlindungan sosial. Program ini dicanangkan pemerintah pada tanggal 23 Juli 2007 dan diharapkan dapat dilaksanakan secara berkesinambungan setidaknya hingga tahun 2015. Dikoordinasikan oleh Bappenas bersama dengan Kementerian atau lembaga terkait, yaitu Departemen Pendidikan Nasional, Departemen Komunikasi dan Informatika, BPS, dan PT Pos Indonesia. Program Keluarga Harapan (PKH) adalah program pemberian dana bantuan tunai kepada RTSM (Rumah Tangga Sangat Miskin) sepanjang mereka memenuhi persyaratan yang terkait dengan upaya peningkatan kualitas sumberdaya manusia (SDM), yaitu pendidikan dan kesehatan (Tim Penyusun Buku PKH, 2008). 2
Program Keluarga Harapan mulai dilaksanakan di Indonesia pada tahun 2007 dimana dilakukan uji coba di tujuh provinsi dengan jumlah sasaran program sebanyak 387.928 RTSM. Ketujuh provinsi tersebut adalah: Sumatera Barat, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Sulawesi Utara, Gorontalo, dan Nusa Tenggara Timur. Kemudian pada tahun 2008 ditambah sebanyak enam provinsi yaitu NTB, Banten, DI Yogyakarta, NAD, Kalimantas Selatan, Sumatera Utara sebanyak 244.121 RTSM. Program Keluarga Harapan adalah program pemberdayaan keluarga bertujuan untuk membebaskan suatu keluarga dari belenggu kemiskinan melalui upaya mandiri keluarga itu. Dalam upaya meningkatkan fungsi-fungsi keluarga baik sebagai fungsi reproduksi, sosial budaya, keagamaan, cinta kasih, perlindungan, sosialisas, pendidikan, ekonomi keluarga dan pembinaan lingkungan dituntut adanya suatu kemampuan dan kondisi yang menunjang terlaksananya fungsi tersebut sebagai suatu keluarga yang sejahtera seperti apa yang diharapkan (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, 1998). Pemerintah melalui PKH memberikan dana bantuan tunai, khususnya bantuan pada komponen pendidikan dan kesehatan. Komponen kesehatan dikembangkan untuk meningkatkan kesehatan ibu dan anak di Indonesia. Komponen pendidikan dalam PKH dikembangkan untuk meningkatkan angka partisipasi pendidikan dasar wajib sembilan tahun. Bantuan ini diberikan melalui prosedur yang berlaku yang berarti bahwa jika peserta program tidak dapat mengelola dan memanfaatkan bantuan dengan baik maka bantuan itu akan diberhentikan oleh pemerintah. Namun, kenyataannya di lapangan masih terdapat peserta yang belum dapat menggunakan bantuan secara tepat sasaran sesuai dengan tujuan program PKH. Bantuan tersebut tepat sasaran jika digunakan untuk kesehatan ibu hamil dan balita serta pendidikan anak (Johanes, 2010).
3
Program Keluarga Harapan dapat dikatakan sebagai program pemberdayaan yang memiliki agen pendamping, bertugas mendampingi masyarakat. Pendamping dibutuhkan bukan hanya sebagai pembawa program tetapi pendamping dipandang sebagai fasilitator dan edukator bagi masyarakat. Pendamping juga ditugaskan membantu masyarakat dalam memberikan informasi agar mereka dapat membuat keputusan secara benar. Pendamping sebagai agen pembaruan tidak hanya bertugas sebagai penyebar ide-ide baru ke masyarakat. Pendamping dapat pula disebut sebagai tenaga profesional atau petugas penyuluh dari instansi atau lembaga yang ingin memberdayakan masyarakat. Pendamping dalam PKH merupakan pelaksana jalannya program dan mendampingi masyarakat dalam setiap kegiatan program. Pendamping memiliki peranan sangat penting dalam PKH. Hal tersebut terangkum dalam buku pedoman umum yang disusun oleh Tim Penyusun Buku PKH (2008). Seorang pendamping masyarakat harus mempunyai kompetensi dan penguasaan strategi dalam membantu masyarakat. Hal ini penting untuk keberlanjutan dari sebuah program pemberdayaan
PKH.
Agar
masyarakat
dapat
berpartisipasi
dalam
program
pemberdayaan tersebut, pendamping PKH harus mampu memotivasi peserta PKH untuk dapat mencapai kemandirian dan keberdayaan diri. Khususnya memotivasi agar peserta melakukan kewajiban pada komponen pendidikan yakni meningkatkan partisipasi pendidikan dasar wajib sembilan tahun.
4
1.2
Perumusan Masalah Kota Bogor sebagai kota yang berkembang sangat pesat memiliki persoalan
sosial, ekonomi, pengangguran dan rendahnya tingkat pendidikan. Proporsi penduduk miskin Kota Bogor tahun 2007 sekitar 16,7 persen dari total jumlah penduduk Bogor seluruhnya dan jumlah keluarga miskin sebanyak 41.398 keluarga. Jumlah total anak putus sekolah berdasarkan tingkat pendidikan yaitu SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/MA adalah sebesar 463 orang pada tahun 2008. Sebagian besar alasan mereka putus sekolah adalah karena tidak adanya biaya. Kemudian masalah anak jalanan di Kota Bogor juga memerlukan perhatian. Jumlah anak jalanan pada tahun 2002 hingga 2006 mengalami fluktuasi dan ada penurunan jumlah yang signifikan terjadi pada tahun 2004. Kemudian pada tahun 2008 terdapat sekitar 17.288 pencari kerja dan 45.083 pengangguran di Kota Bogor. Hal ini mengindikasikan bahwa lapangan kerja di Kota Bogor sangat terbatas. Fenomena pengangguran yang parah dapat berdampak pada timbulnya permasalahan sosial di Kota Bogor (Amanah et al., 2009). Persoalan tersebut harus segera ditanggulangi melalui program pemberdayaan yang telah dicanangkan pemerintah. Salah satu program tersebut dikenal sebagai Program Keluarga Harapan (PKH). Penanggulangan kemiskinan dan peningkatan kualitas SDM melalui pemberian dana bantuan tunai. Pemberian bantuan pada komponen pendidikan dalam jangka panjang diharapkan mampu memecahkan masalah rendahnya tingkat pendidikan anak dan mengurangi jumlah anak putus sekolah di Kota Bogor. Prinsip PKH adalah pemberian bantuan tunai kepada rumahtangga sangat miskin (RTSM) dengan syarat mereka bersedia mematuhi ketentuan dan persyaratan yang ditetapkan. Ketentuan tersebut harus ditaati peserta agar tujuan program PKH tercapai. Oleh karena itu PKH memiliki pendamping guna mengawasi agar peserta melakukan syarat maupun ketentuan tersebut sebagai kewajiban mereka. Namun, kenyataan di 5
lapang masih banyak peserta PKH yang belum dapat mengelola bantuan dan menaati ketentuan tersebut secara tepat sasaran (Johanes, 2010). Hal tersebut dapat berhubungan dengan peran dan kompetensi pendamping. Sesuai dengan perannya sebagai pendamping dengan tugas-tugasnya dalam membimbing peserta agar pelaksanaan program sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sedangkan kompetensi pendamping yang dimiliki akan sesuai dengan perannya sehingga mampu digunakan pada pelaksanaan kegiatan PKH. Untuk melihat peran dan kompetensi pendamping dalam mengawasi jalannya program khususnya pada komponen pendidikan yakni dalam hal ini peningkatan partisipasi sekolah anak peserta. Beberapa pertanyaan penelitian ini adalah: 1. Apakah partisipasi sekolah anak peserta “PKH” berlanjut setelah keluarga memperoleh dana “PKH”? 2. Sejauh manakah pendamping “PKH” memainkan peran dalam keberlanjutan pendidikan anak peserta? 3. Bagaimanakah kompetensi pendamping “PKH” dalam
keberlanjutan pendidikan
anak peserta?
1.3
Tujuan Penelitian
1. Mengkaji keberlanjutan sekolah anak peserta Program Keluarga Harapan. 2. Menganalisis
peran
pendamping
“PKH”
dalam
memastikan
keberlanjutan
pendidikan anak peserta. 3. Menganalisis kompetensi pendamping “PKH” dalam keberlanjutan pendidikan anak peserta.
6
1.4
Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pembaca khususnya bagi:
1.
Aspek Teoritis: Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya aspek inovasi pembelajaran untuk pemberdayaan serta dapat digunakan sebagai acuan dalam penelitian selanjutnya yang sejenis.
2.
Aspek Praktis: a. Bagi peneliti, sebagai ajang berlatih mengkaji fenomena sosio-ekonomi peserta PKH pada penelitian ini. b. Bagi PKH, hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi pengambilan keputusan dan kebijakan Program Keluarga Harapan selanjutnya. Sehingga kebijakan-kebijakan yang diambil dapat lebih tepat guna memberdayakan peserta PKH. c. Bagi Pendamping, penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu bahan evaluasi keberlangsungan Program Keluarga Harapan dilihat dari kompetensi dan peran pendamping terhadap keberlanjutan pendidikan anak peserta PKH. Sehingga
oleh
pendamping
dapat
dijadikan
sebagai
masukan
guna
perkembangan kegiatan pendampingan selanjutnya. Masukan-masukan tersebut diharapkan dapat membantu pendamping untuk meningkatkan kinerja yang lebih baik lagi.
7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Implementasi Prinsip Pendidikan Pemberdayaan Masyarakat
Orang
Dewasa
dalam Program
Pendidikan orang dewasa adalah proses pendidikan yang diorganisasikan isi atau
pesannya
sedemikian
rupa
dimana
metode
penyampaiannya
maupun
pelaksanaannya di lapangan, terutama ditujukan untuk dapat melanjutkan maupun menggantikan pendidikan disekolah. Tujuan pendidikan orang dewasa adalah agar terjadi proses perubahan perilaku menuju ke arah yang lebih baik dan menguntungkan bagi kehidupan sasaran didik (Setiana, 2005). Pendidikan orang dewasa menurut Bartin (2006) adalah satuan pendidikan yang cenderung non formal dengan peserta didiknya adalah orang dewasa (dewasa dalam pengertian biologis, psikologis ekonomi, hukum, dan sosial), bertujuan untuk membantu orang dewasa belajar menciptakan dan mengembangkan minat baru, pengembangan pengetahuan, peningkatan keterampilan, dan perbaikan sikap mental sesuai dengan keadaan lingkungan. Pendidikan orang dewasa sekarang cenderung ke arah kelompok diskusi yang terlaksana dalam satuan pendidikan non formal seperti kelompok belajar dengan tema memecahkan masalah pekerjaan, individu, keluarga, daerah, nasional, dan internasional. Diskusi kelompok ini semakin meluas kurikulumnya dan makin besar jumlah pesertanya. Misalnya kegiatan pendidikan orang dewasa dalam bentuk lokakarya, seminar, diklat, kursus dan sebagainya. Implementasi pemberdayaan berdasarkan prinsip pendidikan orang dewasa dapat dilihat pada pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Pada pemberdayaan
UMKM, kebutuhan belajar anggota pelaku
8
usaha kecil dalam
meningkatkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan menggunakan model fasilitasi belajar. Dalam penerapan model fasilitasi belajar, agen perubahan atau pengelola program mempelajari langkah-langkah praktis yang dilandasi oleh alasan-alasan filosofis. Model ini berupaya memberdayakan masyarakat dari ketidakmampuan menjadi mampu. Agen perubahan perlu melibatkan anggota kelompok sasaran dalam semua langkah kegiatan pembelajaran mulai proses perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengevaluasian (Saepudin, 2006).
2.1.1 Belajar Orang Dewasa Belajar menurut Syah (2003) merujuk pada Hintzman (1978) adalah suatu perubahan yang terjadi dalam diri organisme, manusia atau hewan, disebabkan oleh pengalaman yang dapat mempengaruhi tingkah laku organisme tersebut. Susanto (2006) mengemukakan suatu contoh landasan belajar bagi orang dewasa yakni, sebagai makhluk sosial yang memiliki akal dan budi setiap individu berhak mengembangkan dirinya dari „saya‟ („I‟) sekarang menjadi „saya yang baru‟ („Me‟) kelak setelah menjalani proses belajar tertentu. Saya „yang baru‟ mengandung konotasi yang berperilaku lebih baik, lebih kompeten, dan lebih bermartabat serta lebih berkepribadian. Houle (1961) seperti dikutip Bartin (2006) menekankan tujuan pendidikan orang dewasa adalah pada penyesuaian minat dan kebutuhan serta membangun kepemimpinan secara formalitas. Tujuan orang dewasa belajar adalah dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Selain itu, Susanto (2006) merujuk pada Adler (1989) mengatakan: “Tujuan dari proses belajar adalah pertumbuhan, tidak seperti tubuh kita maka pikiran kita dapat tumbuh terus selama hayat dikandung badan (The purpose of learning growth, unlike our bodies our minds can continue growing as we continue to
9
live)”. Pengertian belajar disini bisa berarti „belajar apa saja‟, artinya proses belajar tidak senantiasa harus berlangsung tatkala seseorang duduk di bangku sekolah atau bangku kuliah, melainkan dimana saja ia berada.
2.2
Pemberdayaan Masyarakat Pemberdayaan menurut Moeljarto (1996) adalah proses pematahan atau
breakdown dari hubungan atau relasi antara subyek dengan obyek. Proses tersebut melihat pentingnya mengalirnya daya (flow of power) dari subjek ke obyek. Pengaliran daya termasuk didalamnya pemberian kuasa, kebebasan dan pengakuan dari subjek ke objek dengan memberinya kesempatan untuk meningkatkan hidupnya. Dalam pengertian lebih luas, mengalirnya daya merupakan upaya atau cita-cita untuk mereintegrasikan masyarakat miskin ke dalam aspek kehidupan yang lebih luas. Hasil akhir dari proses pemberdayaan adalah beralihnya fungsi individu yang semula objek menjadi subjek (yang baru), sehingga relasi sosial akan bercirikan dengan relasi antar subjek dengan objek yang lain. Nasdian (2006) merujuk pendapat Payne (1979) bahwa tujuan proses pemberdayaan (empowerment) adalah untuk membantu klien memperoleh daya (kuasa) untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan ia lakukan yang terkait dengan diri mereka, termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan. Hal ini dilakukan melalui peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang ia miliki, antara lain melalui transfer daya dari lingkungannya. Pemberdayaan dalam pembangunan menurut Susanto dan Adhikerana (2000) yakni meliputi proses pemberian kekuasaan untuk meningkatkan posisi politik pada kelompok lemah sehingga sama dengan kelompok lainnya. Kemudian Saepudin (2006)
10
mengatakan bahwa pemberdayaan merupakan paket yang tidak bisa dipisahkan dari tujuan comunity development. Masyarakat atau komunitas sasaran ditempatkan sebagai pihak yang akan menerima kekuatan (daya/power) atau sebagai pihak yang diberdayakan, dan bersamaan dengan itu sebuah program atau proyek atau pelaku pelaksana program pendampingan, disebut sebagai pemberdaya.
2.2.1 Elemen Pemberdayaan Masyarakat Elemen pemberdayaan memberikan gambaran kepada peneliti mengenai unsur yang harus ada dalam sebuah program pemberdayaan. Peneliti mengkaitkannya dengan program pendampingan yang sedang diteliti. Elemen pemberdayaan tersebut yakni partisipasi dan terciptanya kemandirian masyarakat (Fauziah, 2007).
2.2.1.1 Partisipasi Nasdian (2006) merujuk pendapat Curties (1978) menyatakan bahwa partisipasi berkaitan dengan pendistribusian kekuasaan dalam masyarakat. Berdasarkan pengertian tersebut, yakni: pertama, menekankan keterlibatan masyarakat pada segala aspek dalam pembangunan. Kedua, bahwa partisipasi berkaitan erat dengan pemberdayaan. Dimana dalam partisipasi terdapat distribusi kekuasaan yang setara. Kekuasaan tersebut mengacu kepada kemampuan masyarakat untuk mendapatkan dan memanfaatkan akses dan kontrol atas sumberdaya yang penting. Partisipasi
merupakan
aspek
penting
dalam
program
pemberdayaan.
Pemberdayaan akan sukses jika ada keterlibatan dari semua pihak yang terlibat khususnya masyarakat yang sedang diberdayakan. Dalam pendampingan keterlibatan masyarakat sangat dibutuhkan sebagai suatu unsur yang sangat menentukan suksesnya suatu pemberdayaan. Oleh karena itu, pendamping perlu memperhatikan dan mengikutsertakan masyarakat dalam setiap kegiatan pemberdayaan. 11
Kemudian Van Den Ban dan Hawkins (1999) mengatakan partisipasi semua pihak sebagai alat yang dapat digunakan untuk menciptakan perubahan dalam program pemberdayaan. “... Partisipasi memungkinkan perubahan-perubahan yang lebih besar dalam cara berfikir manusia. Perubahan dalam tindakan akan lebih sedikit terjadi dan perubahan ini tidak akan bertahan lama jika menuruti saran-saran agen penyuluhan dengan patuh daripada bila mereka ikut bertanggung jawab”. Berdasarkan pernyataan dapat ditarik kesimpulan, agar masyarakat merasa bertanggung jawab terhadap program, masyarakat harus diikutsertakan baik dalam aspek kontrol dan akses terhadap
program
pemberdayaan.
Sehingga
perubahan-perubahan
yang
diinginkan lebih cepat tercipta. Oleh karena itu pendamping harus menekankan partisipasi warga dalam setiap kegiatan.
2.2.1.2 Kemandirian Kemandirian merupakan elemen lain dari pemberdayaan, menurut Prijono dan Pranarka (1996) bahwa memberdayakan rakyat mengandung makna mengembangkan, memandirikan, menswadayakan dan memperkuat posisi tawar-menawar masyarakat lapisan bawah terhadap kekuatan-kekuatan penekan di segala bidang dan sektor kehidupan. Pemberdayaan adalah memberi energi agar yang bersangkutan mampu untuk bergerak secara mandiri. Dalam hal ini, pemberdayaan tidak bersifat selamanya, melainkan sampai target mampu untuk mandiri, dan kemudian dilepas untuk mandiri, meski dari jauh dijaga agar tidak jatuh lagi (Sumodiningrat et al., 2005). Teknik kemandirian menurut Sumodiningrat (1999) yakni bahwa kemandirian adalah proses pembangunan yang diciptakan dari, oleh, dan untuk setiap anggota masyarakat. Sehubungan dengan konsep pemberdayaan masyarakat, kemandirian dikategorikan menjadi tiga, yaitu kemandirian material, kemandirian intelektual dan 12
kemandirian manajemen. Kemandirian material merupakan kemampuan produktif guna memenuhi materi dasar untuk bertahan pada waktu krisis. Kemandirian intelektual merupakan
pembentukan
dasar
pengetahuan
yang
memungkinkan
mereka
menanggulangi bentuk-bentuk dominasi dari pihak luar. Kemandirian manajemen adalah kemampuan untuk membina diri dan menjalani serta mengelola kegiatan kolektif. Pemberdayaan masyarakat mengacu pada kata empowerment, yaitu sebagai upaya untuk mengaktualisasikan potensi yang sudah dimiliki sendiri oleh masyarakat. Jadi, pendekatan pemberdayaan masyarakat lokal yang mandiri sebagai suatu sistem yang mengorganisir diri mereka sendiri (Setiana, 20005).
2.3
Program Keluarga Harapan (PKH) Program Keluarga Harapan atau biasa disebut PKH merupakan program
percepatan penanggulan kemiskinan dan pengembangan sistem jaminan sosial melalui pemberian bantuan tunai bersyarat kepada RTSM (Rumah Tangga Sangat Miskin). Program Keluarga Harapan yang merupakan program lintas Kementerian dengan aktor utama yang terdiri dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Departemen Sosial, Departemen Kesehatan, Departemen Pendidikan Nasional, Departemen Agama, Departemen Komunikasi dan lnformatika, dan Badan Pusat Statistik serta dibantu oleh tim tenaga ahli PKH dan konsultan World Bank. Program Keluarga Harapan dalam jangka panjang diharapkan dapat memutus mata rantai kemiskinan antar generasi keluarga Indonesia. Khususnya meningkatkan kondisi sosial ekonomi RTSM, taraf pendidikan anak-anak RTSM, status kesehatan dan gizi ibu hamil, ibu nifas, dan anak di bawah 6 tahun dari RTSM, serta meningkatkan akses dan kualitas pelayanan pendidikan dan kesehatan bagi RTSM.
13
Pemilihan RTSM berdasarkan 14 kriteria kemiskinan yakni: (1) ukuran rumah kurang dari 8 m2 / orang; (2) lantai rumah yang terbuat dari tanah, bambu, kayu dan semen; (3) tembok yang terbuat dari bambu, kayu, daun rumbia, dan batu bata; (4) Tidak mempunyai fasilitas sanitasi; (5) tidak memiliki sumberdaya listrik; (6) sumberdaya air yang digunakan berupa sumur, sungai, air terjun, dan tidak menggunakan saluran pipa; (7) bahan bakar memasak yakni kayu, minyak tanah, dan arang; (8) frekuensi untuk makan daging dan susu yakni kurang dari atau sekali dalam seminggu; (9) membeli baju baru hanya kurang dari atau hanya sekali dalam setahun; (10) frekuensi makan: kurang dari atau dua kali sehari; (11) kemampuan mengakses pusat kesehatan; (12) jenis pekerjaan utama yaitu petani dengan luas lahan kurang dari 0,5 Ha, buruh peternakan, buruh nelayan, buruh konstruksi, atau pengangguran; (13) tingkat pendidikan tertinggi yakni SD, tidak lulus SD atau tidak pernah sekolah; dan (14) memiliki nilai kekayaan dari tabungan atau lainnya dengan nilai maksimum Rp500.000,00. Komponen PKH difokuskan pada sektor kesehatan dan pendidikan, karena pada kedua sektor inilah inti untuk peningkatan kualitas hidup masyarakat. PKH mulai dilaksanakan di Indonesia pada tahun 2007 dan dapat dilaksanakan secara berkesinambungan sampai tahun 2015. Saat ini PKH berada di 13 provinsi
yang
tersebar diseluruh Indonesia yaitu Gorontalo, Sulawesi Utara, DKI Jakarta, Sumatra Barat, Jawa Barat, NTT, Jawa Timur, Nangroe Aceh Darussalam, Sumatra Utara, Banten, D.I Yogyakarta, Kalimantan Selatan dan Nusa Tenggara Barat. Program Keluarga Harapan merupakan program dalam memenuhi tujuan pembangunan milenium (Millenium Development Goals atau MDGs). Setidaknya ada lima komponen MDGs yang secara tidak langsung akan terbantu yaitu pengurangan
14
penduduk miskin dan kelaparan, pendidikan dasar, kesetaraan gender, pengurangan angka kematian bayi dan balita, dan pengurangan kematian ibu melahirkan. Unit Pelaksana Program Keluarga Harapan pusat adalah pelaksana program yang berada di bawah kendali Direktorat Jenderal Bantuan dan Jaminan Sosial, Departemen Sosial. Unit Pelaksana Program Keluarga Harapan bertugas untuk merancang serta mengelola persiapan dan pelaksanaan program. Selain itu, UPPKH pusat juga melakukan pengawasan terhadap perkembangan di tingkat daerah dan menyediakan bantuan yang dibutuhkan. Sedangkan orang-orang yang bekerja di UPPKH pusat terdiri dari pegawai Departemen Sosial RI, tim asistensi, tenaga ahli, dan praktisi/narasumber yang ahli dibidangnya, serta tenaga pendukung berupa tenaga operator komputer dan tehnical support. Unit Pelaksana Program Keluarga Harapan daerah adalah pelaksana program yang memantau semua kegiatan PKH di tingkat provinsi serta untuk memastikan komitmen daerah terkait dengan PKH terpenuhi. Tim koordinasi PKH di tingkat daerah terdiri dari tim koordinasi PKH provinsi dan tim koordinasi PKH kabupaten dan kota. Unit Pelaksana Program Keluarga Harapan kabupaten/kota adalah pelaksana program yang bertugas untuk mempersiapkan dan memenuhi tanggung jawab kabupaten/kota terhadap pelaksana PKH dalam mengelola serta mengawasi kinerja pendamping. Unit Pelaksana Program Keluarga Harapan Kabupaten/Kota merupakan kunci untuk mensukseskan pelaksanaan PKH dan akan menjadi saluran informasi terpenting antara UPPKH kecamatan dengan UPPKH pusat serta tim koordinasi provinsi dan tim koordinasi kabupaten/kota. Unit Pelaksana Program Keluarga Harapan kecamatan dibentuk di setiap kecamatan yang terdapat peserta PKH. Unit Pelaksana Program Keluarga Harapan kecamatan merupakan ujung tombak PKH karena unit ini akan berhubungan langsung
15
dengan peserta PKH. Personel UPPKH kecamatan terdiri atas pendamping PKH. Dalam pelaksanaan tugas sehari-hari, UPPKH kecamatan bertanggung jawab kepada UPPKH kabupaten/kota dan berkoordinasi dengan camat. UPPKH kecamatan secara umum bertugas untuk melakukan pendampingan kepada RTSM peserta PKH. Pelaksanaan PKH, terdapat tim koordinasi yang membantu kelancaran program di tingkat provinsi. PT Pos bertugas untuk menyampaikan informasi berupa undangan pertemuan, perubahan data, pengaduan, dan sebagainya, serta bantuan ke tangan peserta PKH. Di samping itu, ada lembaga di luar struktur, yang berperan penting dalam pelaksanaan PKH, yakni lembaga pelayanan kesehatan dan pendidikan disetiap kecamatan dimana PKH dilaksanakan. PKH merupakan suatu kelembagaan yang terdiri dari lembaga terkait baik di tingkat pusat, provinsi maupun kabupaten/kota, serta UPPKH (Unit Pelaksana Program Keluarga Harapan) yang dibentuk di tingkat Pusat, Kabupaten/Kota dan Kecamatan. Adapun struktur kelembagaan PKH yaitu :
16
Departemen Sosial (Depsos)
Tim Pengendali PKH
UPPKH Pusat
Tim Pengarah Pusat
PT Pos
Pusat
Tim Teknis Pusat
Tim Koordinasi Teknis Provinsi
DINAS SOSIAL
Tim Koordinasi Teknis Kabupaten/Kota
UPPKH Kabupaten/Kota
Kecamatan Pendamping PKH
Provinsi
Kab./Kot a Kantor Pos Kabupaten/Kota
Kantor/Petugas Pos
Gambar 1. Struktur Kelembagaan Program Keluarga Harapan Keterangan: : garis koordinasi ---------- : garis komando
2.3.1 Ketentuan Penerima Program Keluarga Harapan Penerima bantuan PKH adalah RTSM yang memiliki anggota keluarga yang terdiri dari anak usia 0-15 tahun dan/ibu hamil/nifas dan berada pada lokasi terpilih. Calon penerima terpilih harus menandatangani persetujuan bahwa selama mereka menerima bantuan, mereka akan: 1.
Menyekolahkan anak 7-15 tahun serta anak usia 16-18 tahun namun belum selesai pendidikan dasar 9 tahun wajib belajar;
2.
Membawa anak usia 0-6 tahun ke fasilitas kesehatan sesuai dengan prosedur kesehatan PKH bagi anak; dan
17
3.
Untuk ibu hamil, harus memeriksakan kesehatan diri dan janinnya ke fasilitas kesehatan sesuai dengan prosedur kesehatan PKH bagi ibu hamil.
Tabel 1. Skenario Bantuan PKH Skenario Bantuan
Bantuan per RTSM per Tahun (Rp)
Bantuan tetap
200.000
Bantuan bagi RTSM yang memiliki: a. Anak usia di bawah 6 tahun
800.000
b. Ibu hamil/menyusui
800 000
c. Anak usia SD/MI
400.000
d. Anak usia SMP/MTs
800.000
Rata-rata bantuan per RTSM
1.390.000
Bantuan minimum per RTSM
600.000
Bantuan maksimum per RTSM
2.200.000
Sumber: Pedoman Umum PKH 2008
2.3.2 Pendidikan Anak Peserta Komponen pendidikan dalam PKH dikembangkan untuk meningkatkan angka partisipasi pendidikan dasar wajib sembilan tahun serta upaya mengurangi angka pekerja anak pada keluarga yang sangat miskin. Dalam upaya mengurangi angka putus sekolah maka PKH memberikan dana bantuan bersyarat kepada peserta program. Anak penerima PKH Pendidikan yang berusia 7-18 tahun dan belum menyelesaikan program pendidikan dasar sembilan tahun harus mendaftarkan diri di sekolah formal atau non formal serta hadir sekurang-kurangnya 85 persen waktu tatap muka.
Atas dasar
kewajiban sebagai peserta maka pendamping harus selalu mengawasi dan mendampingi peserta dalam setiap kegiatan. Kemudian pendamping memberikan bimbingan agar orang tua juga mengawasi proses pendidikan anak. Pendamping menginformasikan dalam setiap pertemuan agar dana bantuan tersebut dialokasikan untuk biaya sekolah 18
anak. Pengalokasian dana untuk biaya pendidikan diwajibkan bagi peserta agar bantuan tidak disalah gunakan untuk keperluan lain. Peserta yang sadar akan pentingnya pendidikan anak akan berkomiten terhadap kewajiban tersebut. Oleh karena itu, keberlanjutan PKH dapat dilihat dari komponen keberlanjutan pendidikan anak peserta PKH. Komponen keberlanjutan pendidikan anak peserta dapat dilihat dari tingkat peran pengawasan orang tua, ketepatan pengalokasian dana dari peserta, dan keberlanjutan sekolah anak ke jenjang yang lebih tinggi (Pedoman Operasional PKH, 2008).
2.4
Pendampingan Dewi (2008) merujuk pendapat Matias (2008) yang mengatakan bahwa
pendampingan pada dasarnya merupakan upaya untuk menyertakan masyarakat dalam mengembangkan berbagai potensi yang dimiliki sehingga mencapai kualitas kehidupan yang lebih baik. Pendampingan ditujukan untuk membantu masyarakat meningkatkan kegiatan sosial-ekonomi penduduk miskin di desa tertinggal (Sumodiningrat et al., 1999).
2.4.1 Peran Pendamping Suranto (1997) mengatakan bahwa peran pendamping dalam pelaksanaan program IDT sangat menentukan. Peran utama seorang pendamping adalah membantu menghidupkan dan mengembangkan kelompok masyarakat sebagai wadah peningkatan kesejahteraan masyarakat miskin. Dalam proses pembentukan dan pengembangan kelompok, ada tiga peran utama yang dapat dijalankan pendamping, yaitu sebagai pemelancar, pendorong motivasi, dan penghubung. Pendamping program IDT identik dengan penyuluh lapangan yang mencerminkan diri sebagai agen pembaruan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Yusri (1999), penampilan peran penyuluh pertanian berhubungan sangat nyata dengan persepsi petani terhadap 19
kredibilitas penyuluh pertanian. Hal ini sesuai bahwa peran dan kredibilitas penyuluh sangat menentukan dalam suatu program pemberdayaan. Suranto (1997) merujuk pendapat Rogers dan Shoemaker (1986),
agen
pembaruan adalah orang yang aktif berusaha menyebarkan inovasi ke dalam sistem sosial. Dia adalah tenaga profesional (petugas) yang mewakili lembaga pembaruan yakni instansi atau organisasi yang berusaha mengadakan pembaruan masyarakat dengan jalan menyebarkan ide-ide baru. Seorang agen pembaru adalah petugas yang berusaha mempengaruhi keputusan anggota sistem sosial untuk menerima suatu inovasi dalam rangka melaksakan program yang telah ditetapkan oleh lembaga atau instansi tempatnya bekerja. Yusri (1999), mengatakan bahwa peran penyuluh pertanian bukan hanya sekedar menyampaikan informasi hasil-hasil penelitian kepada petani. Lebih luas adalah melakukan kegiatan penyuluhan pertanian untuk mengembangkan kemampuan petani dalam menguasai, memanfaatkan, dan menerapkan teknologi baru sehingga mampu bertani dan berusahatani lebih baik dan lebih menguntungkan. Definisi peranan agen penyuluhan pertanian secara garis besar di atas terangkum dalam pernyataan Van Den Ban dan Hawkins (1999), bahwa dalam membantu petani untuk mencapai tujuan dengan cara sebagai berikut: 1.
Memberi nasihat secara tepat waktu guna menyadarkannya tentang suatu masalah;
2.
Menambahkan kisaran alternatif yang dapat menjadi pilihan;
3.
Memberikan informasi mengenai konsekuensi yang dapat diharapkan dari masingmasing alternatif;
4.
Membantu petani dalam memutuskan tujuan mana yang paling penting;
20
5.
Membantu dalam mengambil keputusan secara sistematis baik secara perorangan maupun berkelompok;
6.
Membantu belajar dari pengalaman dan dari pengujicobaan; dan
7.
Mendorongnya untuk tukar-menukar informasi dengan rekan petani. Secara umum, peran pendamping adalah memperlancar proses dialog,
membantu menghidupkan dan mengembangkan kelompok dalam masyarakat, mempengaruhi keputusan anggota sistem sosial untuk menerima suatu inovasi, menyampaikan informasi hasil-hasil penelitian, mengembangkan kemampuan petani dalam menguasai, memanfaatkan, dan menerapkan teknologi baru juga memfasilitasi dalam pengembangan kesejahteraan masyarakat miskin tanpa berusaha untuk menggurui masyarakat yang diberdayakan. Undang-undang Nomor 16/2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan mengamanatkan bahwa jabatan penyuluh adalah jabatan profesi, artinya seorang penyuluh harus mengabadikan dirinya pada suatu jabatan atau pelayanan penyuluhan karena dirinya merasa terpanggil untuk menjabat pekerjaan sebagai penyuluh. Menurut Sumodiningrat et al. (1999), pendamping bertugas antara lain: pertama, membina penduduk miskin dan kelompok masyarakat sehingga menjadi suatu kebersamaan yang beriorentasi pada perbaikan upaya kehidupan. Kedua, sebagai pemandu (fasilitator), penghubung (komunikator), dan penggerak (dinamisator). Seorang pendamping adalah sebagai pemeran utama atau pemegang kunci di dalam pemberdayaan masyarakat. Tugas utama seorang pendamping adalah mengembangkan kapasitas masyarakat sehingga mampu mengorganisir diri dan menentukan sendiri upaya-upaya yang diperlukan dalam memperbaiki kehidupan mereka. Pendamping bekerja bersama-sama dengan masyarakat untuk membangun kepercayaan diri mereka terhadap kemampuam dan potensi yang sebenarnya mereka 21
miliki. Sedangkan menurut Primahendra (2002), pada dasarnya pendamping memiliki tiga peran dasar, yaitu: 1.
Penasehat kelompok Pendamping memberikan berbagai masukan dan pertimbangan yang diperlukan oleh kelompok dalam menghadapi masalah. Pendamping tidak memutuskan apa yang perlu dilakukan, akan tetapi, kelompoklah yang nantinya membuat keputusan.
2.
Trainer participatoris Pendamping memberikan berbagai kemampuan dasar yang diperlukan oleh kelompok seperti mengelola rapat, pembukuan, administrasi, memecahkan masalah, mengambil keputusan dan sebagainya.
3.
Link person Peran pendamping adalah menjadi penghubung masyarakat dengan berbagai lembaga yang terkait dan diperlukan bagi pengembangan kelompok.
2.4.2 Kompetensi Pendamping Kompetensi menurut Mugniesyah (2005) adalah spesifikasi pengetahuan dan keterampilan dan aplikasi keduanya (dalam suatu industri atau dalam pekerjaan industri atau tingkat industri) terhadap standar kinerja yang dibutuhkan dalam pekerjaan. Dalam konsep yang luas, kompetensi harus: a) berhubungan dengan praktek di tempat kerja yang realistik dan b) harus diekspresikan sebagai hasil (outcomes). Terdapat 4 tahapan kompetensi yakni unconscious incompetence, conscious incompetence, consciouscompetence, unconscious-competence. Istilah kompetensi merujuk pada salah satu rangkaian perilaku yang harus ditunjukkan oleh orang yang bersangkutan dalam rangka mengerjakan tugas-tugas dan fungsi-fungsi suatu jabatan dengan kompeten. Terdapat dua pemahaman mengenai
22
kompetensi yakni kompetensi yang merujuk pada area pekerjaan atau peranan, dan kompetensi yang merujuk pada dimensi-dimensi perilaku yang terletak dibalik kinerja yang kompeten (Prihadi, 2004). Nuryanto (2008) mengambil 10 dimensi kompetensi yang dirasa harus dimiliki oleh penyuluh, yakni: kemampuan penyuluh berkomunikasi secara efektif, kemampuan penyuluh menggunakan media internet untuk pengembangan kompetensi, kemampuan penyuluh membangun jejaring kerja secara sinergis, kemampuan penyuluh mengakses informasi terkait dengan bidang tugasnya, kemampuan penyuluh dalam penguasaan inovasi tepat guna, kemampuan penyuluh bekerjasama dalam tim, kemampuan penyuluh menganalisis masalah, kemampuan penyuluh berpikir secara sistem/logis, kemampuan penyuluh memahami potensi wilayah, dan kemampuan penyuluh memahami kebutuhan petani. Selanjutnya, kesepuluh kompetensi tersebut dijadikan peubah/indikator dalam penelitian untuk menentukan tingkat kompetensi penyuluh dalam pembangunan. Oleh karena itu, berdasarkan ke sepuluh kompetensi di atas yang telah diambil sesuai dengan penelitian ini yaitu: 1) keefektifan komunikasi/sosialisasi, 2) membangun jejaring kerja, 3), dan pemahaman terhadap wilayah.
2.4.3 Teknik-Teknik Pendampingan Teknik-teknik pendampingan dapat diartikan sebagai suatu cara memberdayakan masyarakat yang dilakukan pendamping agar masyarakat dapat mengembangkan potensi diri untuk meningkatkan kesejahteraannya. Teknik yang dapat dilakukan pendamping sangat beragam. Mulai dari yang menggunakan metode bersifat top-down atau bottom-up. Metode top-down merupakan pendekatan yang dalam pengaturannya bersifat terpusat berasal dari mereka yang berada diatas. Seperti yang diungkapkan Nasdian (2006) yakni, sebagai suatu rencana induk ataupun paket program terpadu
23
dimana persepsi, desain, dan instrumen lebih banyak dikembangkan oleh mereka yang berada di atas (top down). Pendamping dalam metode top-down dilihat sebagai perantara pemerintah dalam menggerakan masyarakat. Masyarakat hanya dipandang sebagai objek yang pasif tanpa diberi kesempatan untuk berperan serta dalam mengembangkan dirinya sendiri. Sedangkan bottom-up adalah suatu metode yang lebih menekankan partisipasi masyarakat. Ide-ide dalam pengembangan suatu komunitas berasal dari masyarakat itu sendiri. Pendamping hanya sebagai fasilitator yang memfasilitasi masyarakat. Penyuluh dibentuk bukan hanya untuk memiliki seperangkat keterampilan teknis tetapi perlu memiliki kiat menyuluh dan sikap yang profesional (Nuryanto, 2008). Agar peranan seorang pendamping dalam program pemberdayaan sesuai dengan prinsip dan konsep belajar orang dewasa dengan tetap memperhatikan peran serta masyarakat, maka harus terdapat unsur power dan akses yang setara dalam pemberdayaan. Tugas seorang pendamping adalah memastikan agar masyarakat memiliki akses dan power tersebut. Berikut ini merupakan tahapan yang dapat digunakan pendamping menurut Lippitt et al. (1958): 1.
Tahap pengembangan kebutuhan akan perubahan (unfreezing); Sebelum proses perubahan berencana dimulai, kesulitan yang dihadapi oleh
masyarakat harus diterjemahkan sebagai kesadaran mengenai masalah yang ada (problem awareness). Hal ini merupakan inti dari keinginan untuk berubah dan keinginan untuk mencari bantuan di luar sistem. Tetapi pada kasus-kasus tertentu masyarakat tidak tahu bagaimana harus menggali kebutuhan yang mereka rasakan (felt needs) dan kebutuhan riil (real needs) mereka, serta tidak tahu apa yang menjadi kebutuhan yang dirasakan dan kebutuhan riil mereka. Dalam kasus seperti ini, mereka
24
memerlukan hadirnya agen perubahan (change agen) dari luar sistem untuk membantu dan menstimulasi mereka untuk memikirkan apa yang mereka butuhkan. 2.
Tahap pemantapan relasi kerja dengan agen perubahan (dalam hal ini community worker) merupakan isu utama pada fase ini; Pengembangan relasi ini dibutuhkan karena adanya keterbatasan dari community
worker dan adanya keinginan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat (sistem klien) melalui masyarakat sendiri (self determination). Hal yang sangat penting pada fase kedua adalah ketika sistem klien mulai memikirkan tentang agen perubahan mereka yang potensial. Pembentukan dan pembinaan relasi dengan warga masyarakat sangat diperlukan untuk dapat bekerjasama dengan mereka ke arah perubahan yang direncanakan. Pembinaan relasi akan sangat membantu untuk dapat memperoleh data akurat mengenai kebutuhan dan sumberdaya sistem klien. Serta membentuk kepercayaan warga yang ikut aktif melakukan perubahan dalam masyarakat. 3.
Tahap klarifikasi/diagnosis masalah sistem klien; Pada saat data telah terkumpul, masalah yang semula tampaknya sederhana,
kemungkinan bertambah rumit, karena adanya kepentingan-kepentingan pribadi, kelompok-kelompok yang menolak pembaharuan, masalah-masalah ketergantungan terhadap lembaga tersebut. Pada tahap ini community worker harus mengklarifikasi dan menganalisis hakekat permasalahan sistem klien. 4.
Tahap pengkajian alternatif jalur dan tujuan perubahan, serta penentuan tujuan program dan kehendak untuk melakukan tindakan; Data yang telah dianalisis kemudian ditentukan tujuan operasional dari
program/kegiatan yang akan dilakukan serta alternatif cara yang ditempuh guna mencapai tujuan. Kemudian dari beberapa alternatif akan diputuskan alternatif mana yang akan diterapkan serta kegiatan/program apa yang akan dilaksanakan. Akan tetapi, 25
dalam kaitan dengan upaya mengembangkan kegiatan untuk bertindak, komunitas lokal kadangkala
mempunyai
kendala
yang
terkait
dengan
aspek
kognitif
dan
motivasionalnya. Kelompok yang sudah dibentuk untuk mempelajari masalah yang dihadapi masyarakat mungkin sudah mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang masalah mereka, tetapi hal ini tidak menjamin bahwa gagasan mengenai apa yang akan dikerjakan dan bagaimana cara mengerjakannya akan otomatis muncul mengikuti proses sebelumnya. 5.
Tahap transformasi kehendak ke dalam upaya perubahan yang nyata; Tahap ini merupakan tahapan yang memfokuskan pada upaya mentransfer
perencanaan program (program planning) menjadi pelaksanaan program dalam bentuk kegiatan-kegiatan yang nyata (action program). Kunci keberhasilan dari fase ini sangat ditentukan kepada kemampuan masyarakat dan community worker untuk melakukan kegiatan secara efisien dan efektif. Untuk mengatahui ketidakefisienan kerja, agen perubahan dan sistem klien harus melakukan pemantauan secara progresif, guna mempertahankan atau mencapai kinerja yang mereka butuhkan. Keberhasilan dari program kerja diukur dari bagaimana suatu rencana dan kehendak dapat ditransformasikan kedalam bentuk pencapaian yang aktual (actual achievement). 6.
Tahap generalisasi dan stabilisasi perubahan; dan Perubahan sebagai akibat dari berbagai kegiatan dalam pelaksanaan program
sebagaimana ditetapkan di atas, akan stabil bila dampak perubahan itu akan diikuti kelompok-kelompok lain dalam masyarakat atau meluas pada desa/kelurahan lainnya. Tahap ini
seringkali
disebut
sebagai
proses
institusionalisasi,
yaitu proses
melembagakan perubahan. Prasyarat utama dari tahap ini adalah adanya dukungan dari sistem secara keseluruhan maka diperlukan evaluasi dari pelaksanaan program.
26
7.
Tahap terminasi merupakan akhir dari suatu relasi perubahan. Berakhirnya suatu relasi perubahan dapat terjadi karena waktu bertugas sudah
berakhir atau karena masyarakat itu sudah siap untuk mandiri (mempunyai keterampilan teknis) untuk dapat terus mengembangkan kegiatan yang ada. Dalam proses pengembangan masyarakat, terminasi yang diharapkan adalah siapnya masyarakat untuk mandiri, sehingga tidak lagi diperlukan kehadiran community worker di daerah tersebut. Hal ini dapat terjadi kalau warga masyarakat diikutsertakan sejak tahap awal upaya perubahan berencana. Akan tetapi dalam kenyataan yang ada tidak jarang terminasi terjadi karena adanya keterbatasan dana dari lembaga yang ingin memberikan bantun, dan bukan karena masyarakat sudah mandiri. Pendamping dapat menggunakan falsafah penyuluhan yang telah lama di kembangkan di Amerika Serikat sebagai salah satu teknik pendampingan untuk digunakan dalam pemberdayaan masyarakat. Falsafah tersebut dikenal dengan istilah 3T, yaitu Teach (Pendidikan), Truth (Kebenaran/Keyakinan), Trust (Kepercayaan). Artinya, 1) Bahwa pendidikan adalah untuk mengubah pengetahuan, sikap, dan keterampilan, 2) Membantu masyarakat agar mampu menolong dirinya sendiri, oleh karenanya harus ada kepercayaan dari masyarakat sasaran, 3) Belajar sambil melakukan sesuatu, sehingga ada keyakinan atas kebenaran terhadap apa yang diajarkan. Sehubungan dengan falsafah penyuluhan, terdapat empat hal penting yang harus diperhatikan (Setiana, 2005): 1.
Penyuluh harus bekerja sama dengan masyarakat, dan bukan bekerja untuk masyarakat;
2.
Penyuluh tidak boleh menciptakan ketergantungan, tetapi justru harus mampu mendorong kemandirian;
27
3.
Penyuluhan harus selalu mengacu pada terwujudnya kesejahteraan hidup masyarakat; dan
4.
Penyuluhan harus mengacu pada peningkatan harkat dan martabat manusia sebagai individu, kelompok, dan masyarakat umumnya.
2.5
Kerangka Pemikiran Pemerintah melakukan berbagai macam upaya berupa program pemberdayaan
masyarakat dalam rangka mengurangi kemiskinan. Salah satu program tersebut adalah Program Keluarga Harapan (PKH). Bantuan yang akan diberikan terkait dengan komponen kesehatan dan pendidikan. Komponen pendidikan tersebut dilihat dari keberlanjutan sekolah dari anak peserta program. Pendampingan akan dilihat dari peran dan kompetensi pendamping yang mempengaruhi tercapainya sasaran PKH. Sasaran tersebut khususnya dilihat dari komponen pendidikan yakni apabila partisipasi sekolah anak peserta program mengalami peningkatan. Program Keluarga Harapan menyertakan pendampingan pada peserta program. Penyertaan pendamping tersebut adalah sebagai bentuk pengawasan terhadap terlaksananya PKH secara berkelanjutan. Pelaksanaan PKH dipengaruhi oleh kualitas dari pendamping itu sendiri. Kualitas pendampingan yang akan mempengaruhi keberhasilan PKH yakni dipengaruhi oleh peran dan kompetensi yang dimiliki oleh pendamping. Peran pendamping sebagai fasilitator, motivator, dinamisator dan monev (pengevaluasi dan pemantau) merupakan peran yang harus dijalankan oleh pendamping. Sedangkan kompetensi merupakan kemampuan atau keahlian yang harus dimiliki oleh pendamping. Kompetensi tersebut terangkum dalam kerja dan tugas yang harus diemban oleh pendamping PKH. Kompetensi tersebut mencangkup kemampuan berkomunikasi efektif, memahami wilayah, membangun jejaring kerja dan menerapkan teknik pembelajaran orang dewasa. Peran dan kompetensi ini akan mempengaruhi 28
terhadap capaian keberlanjutan pendidikan anak peserta program. Pengaruh tersebut terlihat dari ketaatan peserta terhadap kewajiban yang harus dilakukan yakni menyekolahkan anaknya minimal pendidikan dasar wajib sembilan tahun. Pendamping dapat melihat ketaatan peserta terhadap kewajiban PKH yakni dilihat dari apakah peserta sebagai orang tua memiliki peran dalam meningkatkan partisipasi sekolah anaknya. Kemudian peserta dapat mengalokasikan dana bantuan sesuai dengan proporsi kebutuhan
biaya
sekolah
sehingga
anak
pendidikannya.
29
tersebut
dapat
terus
melanjutkan
X1. Kondisi Sosial Ekonomi Peserta PKH
X2. Peran Pendamping X2.1: X2.2: X2.3: X2.4:
Fasilitator Motivator Dinamisator Pengevaluasi dan Pemantau (Monev)
X3. Kompetensi Pendamping (Kemampuan) X3.1: X3.2: X3.3: X3.4:
Berkomunikasi Efektif Memahami Wilayah Membangun Jejaring Kerja Menerapkan Teknik Pembelajaran Orang Dewasa
Y1. Keberlanjutan Pendidikan Anak Peserta PKH
X1.1: Kategori Usia X1.2: Jenis Pekerjaan X1.3: Tingkat Pendidikan Terakhir X1.4: Kesertaan Pendidikan Non Formal X1.5: Jumlah Tanggungan X1.6: Kategori Jumlah Penghasilan Rumatangga
Y1.1: Tingkat Peran Pengawasan Orang Tua Y1.2: Ketepatan Alokasi Dana Y1.3: Keberlanjutan Sekolah Anak
Gambar 2. Kerangka Pemikiran Keterangan : = Hubungan = Menunjukan 1 kelompok variabel yg hubungannya tidak akan diteliti 2.6
Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, hipotesis penelitian yang diajukan
adalah sebagai berikut: 1.
Terdapat hubungan positif antara kondisi sosial ekonomi peserta PKH, yaitu kategori usia, jenis pekerjaan, tingkat pendidikan terakhir, kesertaan pendidikan non formal, jumlah tanggungan serta kategori jumlah penghasilan rumahtangga dengan keberlanjutan pendidikan anak peserta PKH yang meliputi tingkat peran pengawasan orang tua, ketepatan alokasi dana, serta keberlanjutan sekolah anak;
2.
Terdapat hubungan positif antara peran pendamping, yaitu pendamping sebagai fasilitator, motivator, dinamisator, serta monev (pengevaluasi dan pemantau) dengan keberlanjutan pendidikan anak peserta PKH yang meliputi tingkat peran
30
pengawasan orang tua, ketepatan alokasi dana, serta keberlanjutan sekolah anak; dan 3.
Terdapat hubungan positif antara kompetensi pendamping, yaitu kemampuan berkomunikasi efektif, memahami wilayah, membangun jejaring kerja dan menerapkan teknik pembelajaran orang dewasa dengan keberlanjutan pendidikan anak peserta PKH yang meliputi tingkat peran pengawasan orang tua, ketepatan alokasi dana, serta keberlanjutan sekolah anak.
2.7 1.
Definisi Operasional Kondisi Sosial Ekonomi RTSM meliputi: kategori usia peserta, jenis pekerjaan, tingkat pendidikan terakhir, kesertaan pendidikan non formal, jumlah tanggungan serta kategori jumlah penghasilan rumahtangga.
a.
Kategori usia adalah tahun lahir responden sejak dilahirkan sampai penelitian ini dilakukan, usia merupakan jenis data ordinal. Untuk keperluan statistik deskriptif maka akan dibagi menjadi tiga kategori yang dibuat oleh Mugniesyah (2006), yaitu: (1) dewasa awal 18-29 tahun, (2) dewasa pertengahan 30-50 tahun, (3) dewasa tua 50 tahun keatas.
b.
Jenis pekerjaan adalah posisi/kedudukan responden untuk melakukan pekerjaan dalam menjalankan unit usahanya masing-masing. Peubah ini diukur dengan skala nominal. Berdasarkan turun lapang dibagi menjadi empat kelompok, yaitu: (1) buruh, (2) ibu rumahtangga, (3) pedagang, (4) pembantu rumahtangga.
c.
Tingkat pendidikan terakhir merupakan jumlah tahun sukses yang telah diselesaikan oleh responden di bangku sekolah, merupakan jenis data ordinal. Untuk keperluan statistik deskriptif maka akan dibagi menjadi tiga kelompok yaitu: (1) pernah mengenyam pendidikan ≤ SD, (2) pernah mengenyam pendidikan SMP, (3) pernah mengenyam pendidikan ≥ SMA/Sederajat. 31
d.
Kesertaan pendidikan non formal merupakan frekuensi/jumlah kesertaan (kali) responden dalam pendidikan luar sekolah berupa pelatihan atau kursus, merupakan jenis data ordinal. Untuk keperluan statistik deskriptif maka akan dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu rendah, sedang, tinggi. Tinggi apabila peserta pernah mengikuti lebih dari tiga kali keikutsertaan dalam pendidikan non formal. Sedang apabila peserta pernah mengikuti satu sampai dua kali pendidikan non formal. Rendah apabila peserta tidak pernah mengikuti pendidikan formal apapun.
e.
Jumlah tanggungan merupakan jumlah keseluruhan anggota keluarga responden (anak/keponakan/cucu yang masuk kategori balita atau anak usia sekolah SD/SMP) yang belum berpenghasilan atau sebagian kebutuhan sehari-harinya masih ditanggung oleh peserta PKH. Indikator ini termasuk jenis data ordinal, dimana untuk keperluan statistik deskriptif maka akan dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu: (1) kurang dari tiga orang, (2) antara tiga sampai lima orang, (3) lebih dari lima orang.
f.
Kategori jumlah penghasilan rumahtangga adalah besarnya jumlah penerimaan dalam bentuk yang dapat diuangkan responden dalam sebulan (rupiah). Diukur dengan pendekatan penghasilan yang diterima oleh rumahtangga dan melalui pendekatan pengeluaran. Penghasilan merupakan jenis data ordinal, dimana untuk keperluan analisis statistik deskriptif, penghasilan dikelompokan menjadi tiga kelompok, yaitu: (1) Rp100.000,00–Rp400.000,00 (2) Rp450.000– 750.000,00 (3) Rp 800.000,00-Rp1.600.000,00.
2.
Peran Pendamping adalah tingkah laku yang diharapkan sesuai dengan pekerjaan. Meliputi indikator: pendamping sebagai fasilitator, sebagai motivator, sebagai dinamisator, dan monev (pengevaluasi dan pemantau). Peran pendamping sebagai
32
pengevaluasi dan pemantau diambil berdasarkan data yang diperoleh dari prasurvai yang dilakukan dilapangan, jenis data diukur dengan skala ordinal. dikategorikan menjadi sangat tinggi, tinggi, rendah dan sangat rendah. a. Fasilitator adalah pendamping sebagai pemandu dalam PKH bagi masyarakat. Dilihat dari berdasarkan intensitas pendamping berada ditengah-tengah peserta program untuk memberikan pemahaman program. Dikategorikan: (1) sangat tinggi apabila ≥ tiga kali setahun, (2) tinggi apabila dua kali setahun, (3) rendah apabila hanya sekali dalam setahun, (4) sangat rendah apabila tidak ada pertemuan sama sekali. b. Motivator adalah pendamping mampu memberikan motivasi atau sugesti positif kepada peserta program. Dilihat dari segi intensitas pendamping memberikan nasihat dan peringatan. Dikategorikan: (1) sangat tinggi apabila sering di pantau dan diingatkan pendamping (≥ tiga kali), (2) tinggi apabila katanya dipantau dan diingatkan tapi tidak pernah melihat secara langsung (dua kali), (3) rendah apabila kadang-kadang dipantau atau hanya sekali diingatkan, (4) sangat rendah apabila tidak ada pemantauan maupun peringatan dari pendamping. c. Dinamisator adalah pendamping mampu menggerakan kelompok peserta sebagai wadah peningkatan kesejahteraan masyarakat miskin. Dilihat dari segi dimana akhirnya kelompok terdedah informasi baru, pendamping mampu memberikan bantuan jika ada permasalahan, peserta memiliki modal usaha dari sebagian dana bantuan. Dikategorikan: (1) Sangat tinggi apabila dijawab dengan tiga kali mendengar, iya ada informasi baru langsung dari pendamping, dan tidak memperbolehkan. (2) Tinggi apabila dijawab dengan 2 kali mendengar, iya ada informasi baru dikemukakan oleh ketua
kelompok, dan pendamping
memperbolehkan. (3) Rendah apabila dijawab dengan satu kali mendengar,
33
ragu-ragu atau kadang-kadang, dan ketua kelompok memperbolehkan. (4) Sangat rendah apabila dijawab dengan tidak mendengar sama sekali, tidak mengetahui dan ragu-ragu. d. Pengevaluasi dan pemantau (monev) adalah pendamping mampu memberikan pengawasan terhadap capaian PKH terutama mengenai pendidikan anak peserta PKH. Dilihat dari segi pengarahan, pengawasan dan evaluasi. Dikategorikan: (1) sangat tinggi apabila dijawab dengan pendamping memberikan pengarahan secara lengkap, iya, menanyakan peserta yang tidak hadir karena ada absen, dan diminta sesudah pencairan setiap semester. (2) Tinggi apabila dijawab pendamping memberikan pengarahan salah satu komponen saja, tidak diminta, tidak menanyakan peserta yang tidak hadir karena tidak ada absen, dan diminta sesudah pencairan setiap 1 tahun sekali. (3) Rendah apabila dijawab tidak tahu atau ragu-ragu. (4) Sangat rendah apabila dijawab tidak memberikan arahan dan tidak diminta maupun ditanya. 3.
Kompetensi pendamping adalah kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang pendamping PKH. Dilihat dari indikator: kemampuan berkomunikasi efektif, memahami
wilayah,
membangun jejaring kerja dan menerapkan teknik
pembelajaran orang dewasa. Kemampuan menerapkan teknik pembelajaran orang dewasa diambil berdasarkan data yang diperoleh dari prasurvai yang dilakukan di lapangan. Masing-masing data yang diperoleh diukur dengan skala ordinal dan dikelompokan dalam tiga kelas yaitu tinggi, sedang dan sangat rendah. a.
Berkomunikasi efektif terjadi ketika pendamping mampu menginformasikan sesuatu kepada peserta dan peserta dapat menangkap apa yang dimaksud oleh pendamping. Dilihat dari pemahaman peserta akan PKH. Dikategorikan: (1)
34
tinggi apabila mengetahui apa itu PKH, (2) sedang apabila menjawab ragu-ragu, (3) rendah apabila menjawab tidak tahu. b.
Memahami wilayah yakni kemampuan pendamping dalam mengetahui dan mengenal kondisi wilayah tempatnya bekerja. Dilihat dari pemahaman kondisi fisik/lingkungan, sosial budaya. Dikategorikan: (1) tinggi apabila menurut peserta pendamping mengetahui lokasi sekolah maupun Posyandu, (2) sedang apabila menjawab ragu-ragu, (3) rendah apabila menjawab tidak tahu.
c.
Membangun jejaring kerja adalah kemampuan pendamping dalam menjalin hubungan dengan pihak-pihak yang terkait dengan PKH secara sinergis. Dilihat dari segi kemampuan berkoordinasi dengan pihak/lembaga yang terkait dengan PKH khususnya sekolahan dan Posyandu, juga kepuasan peserta terhadap kerjasama tersebut. Dikategorikan: (1) tinggi apabila mengetahui hal-hal mengenai PKH, (2) sedang apabila menjawab ragu-ragu, (3) rendah apabila menjawab tidak.
d.
Menerapakan teknik pembelajaran orang dewasa adalah kemampuan yang diterapkan pendamping sebagai bentuk perlakuan menghargai peserta sebagai orang dewasa. Dilihat ketika pendamping menghargai pendapat peserta dan keakraban dengan peserta PKH. Dikategorikan: (1) tinggi apabila peserta menjawab iya, (2) sedang apabila menjawab ragu-ragu, (3) rendah apabila menjawab tidak.
4.
Keberlanjutan pendidikan anak peserta PKH adalah jumlah tahun sukses yang harus diselesaikan oleh anggota keluarga responden (anak/keponakan/cucu). Meliputi indikator: tingkat peran pengawasan orang tua, ketepatan alokasi dana, dan keberlanjutan sekolah anak. Jenis data diukur dengan skala ordinal, dikategorikan menjadi sangat tinggi, tinggi, rendah dan sangat rendah.
35
e. Tingkat peran pengawasan orang tua adalah ketika peserta PKH mampu memberikan perhatian kepada anak/keponakan/cucu yang terdaftar sebagai anggota keluarga peserta PKH. Pengawasan dilihat dari segi membimbing, mendampingi dan mengawasi anak. Dikategorikan: (1) sangat tinggi apabila menjawab dapat bersekolah hingga jenjang kuliah, iya dan lebih dari empat kali, peserta membantu ketika ada tugas sekolah, dan menanyakan pada guru. (2) tinggi apabila menjawab hingga jenjang SMA, iya kurang dari empat kali, dan hanya melakukan kedua hal dari tiga hal tersebut. (3) rendah apabila menjawab hingga jenjang SMP, iya tetapi anggota keluarga lain selain ibu, dan hanya melakukan satu hal dari ketiga hal tersebut. (4) sangat rendah apabila menjawab hingga jenjang SD, tidak pernah, dan tidak melakukan ketiga hal tersebut. f. Ketepatan alokasi dana adalah ketika peserta PKH mampu mengatur keuangan
dana
bantuan,
khususnya
untuk
biaya
pendidikan
anak/keponakan/cucu yang terdaftar sebagai anggota keluarga peserta. Dilihat dari segi kesesuaian terhadap keperluan pendidikan anak. Dikategorikan: (1) sangat tinggi apabila menjawab membelikan keperluan sekolah anak, mencukupi sekali, dan tidak karena segan pada pendamping, (2) tinggi apabila menjawab membelikan keperluan sekolah anak dan sisanya untuk membeli kebutuhan pangan, cukup, dan tidak karena tidak ada sisa (3) rendah apabila menjawab membagi dana bantuan menjadi dua untuk sekolah anak dan keperluan lain, tidak cukup tetapi terbantu, dan setuju untuk membeli beras, (4) sangat rendah
36
apabila menjawab tidak karena untuk membeli kebutuhan tertier, tidak mencukupi, dan setuju untuk membeli kebutuhan tertier. g. Keberlanjutan sekolah anak adalah ketika dana bantuan tersebut dapat mencukupi biaya sekolah anak/keponakan/cucu yang terdaftar sebagai anggota keluarga peserta, yakni diukur dengan minimal berlanjutnya anak/keponakan/cucu peserta PKH sekolah ke jenjang SMP, kecukupan dari jumlah dana bantuan, dan mempunyai kelebihan dana untuk ditabung demi masa depan anak. Dikategorikan: (1) sangat tinggi apabila menjawab iya bisa dan anaknya memang sudah ada yang sekolah SMP, terbantu sekali, dan mampu menabung. (2) tinggi apabila menjawab mudah-mudahan dan tergantung anak, sedikit meringankan, dan mampu menabung sedikit. (3) rendah apabila menjawab tidak tahu dan raguragu, (4) sangat rendah apabila menjawab tidak dapat karena dana bantuan tidak cukup dan tidak bisa menabung karena dana bantuan tidak ada sisa.
37
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1
Metode Penelitian Pendekatan penelitian dilakukan dengan metode penelitian survai. Penelitian
survai menurut Singarimbun dan Effendi (2006) adalah penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data pokok. Penelitian survai dipilih karena diharapkan dapat menggambarkan kondisi populasi peserta PKH dan keberhasilan pendamping dalam memberdayakan masyarakat yang dilihat melalui keberlanjutan pendidikan anak peserta. Serta untuk dapat mengetahui peran dan kompetensi pendamping dalam PKH. Pendekatan kualitatif digunakan untuk menggali informasi yang sifatnya lebih mendalam tentang keadaan yang didapatkan dalam penelitian survai.
3.2
Lokasi dan Waktu Penelitian Pemilihan lokasi penelitian dengan purposive sampling yakni pemilihan lokasi
secara disengaja. Lokasi penelitian adalah di Kelurahan Balumbang Jaya, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor, Jawa Barat. Pertimbangan pemilihan lokasi tersebut adalah karena pada lokasi tersebut masyarakatnya mengalami transisi dari masyarakat pedesaan ke masyarakat perkotaan. Selain itu, pada lokasi tersebut kondisi pendidikan anak relatif tertinggal. Serta kemudahan akses sehingga memudahkan peneliti dalam memperoleh data lapangan yang telah dilakukan pada bulan Juli hingga September 2010.
38
3.3.
Teknik Pemilihan Sampel Populasi dalam penelitian ini sebanyak 191 peserta PKH dari Kelurahan
Balumbang Jaya. Subyek dalam penelitian dibedakan menjadi responden dan informan. Responden dalam penelitian ini adalah pengurus rumahtangga sangat miskin yang mengurus anak pada rumahtangga yang bersangkutan. Pengurus rumahtangga adalah peserta PKH yakni ibu rumahtangga. Sedangkan informan adalah pihak yang terkait dengan PKH yakni pendamping PKH Kelurahan Balumbang Jaya, Kecamatan Bogor Barat. Teknik yang digunakan dalam penentuan jumlah sampel berdasarkan hasil perhitungan menggunakan Rumus Slovin sebagai berikut (Kriyantono, 2009):
n=
N
= 1 + N e²
191 = 65.63 1 + (191x0.01)
Keterangan: n
: jumlah sampel
N
: jumlah populasi
e
: nilai kritis yang digunakan sebesar 10 persen Untuk mempermudah perhitungan, jumlah sampel yang diambil dibulatkan
menjadi 66 orang peserta PKH. Responden dipilih dengan metode pengambilan sampel dengan cara acak sederhana (simple random sampling) dengan menggunakan Microsoft Excel 2007. Kerangka sampling peserta PKH yang sudah ada kemudian di sort acak secara otomatis. Penggunaan simple random sampling mengingat bahwa peserta PKH relatif homogen berdasarkan kondisi sosial ekonomi, dan latar belakang kesukuan.
3.4.
Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data
sekunder. Instrumen pengumpulan data yang dipakai adalah wawancara, observasi dan 39
kuesioner. Data sekunder yang dikumpulkan merupakan dokumen-dokumen yang terkait dengan penelitian Program Keluarga Harapan. Tabel 2. Jenis Data yang Dibutuhkan, Sumber Data dan Metode Pengumpulan Data Data yang dibutuhkan
Keterangan
Sumber
Metode
data
pengumpulan data
Kondisi sosial
Kategori usia, jenis
Primer
wawancara,
ekonomi
pekerjaan, tingkat pendidikan
dan
observasi dan
peserta PKH
terakhir, kesertaan pendidikan Sekunder
penelusuran data
non formal, jumlah
laporan hasil
tanggungan serta kategori
penelitian.
jumlah penghasilan keluarga Pendampingan
Kompetensi pendamping,
Primer
peran pendamping.
observasi
Keberlanjutan
Tingkat peran pengawasan
Pendidikan
orang tua, ketepatan lokasi
anak peserta
dana, keberlanjutan
PKH
pendidikan
3.5
wawancara dan
Primer
wawancara dan observasi
Teknik Pengolahan dan Analisis Data Data yang telah didapatkan akan diolah dengan menggunakan komputer dengan
program SPSS for Windows versi 17.0. Data primer yang didapatkan dari kuesioner merupakan jenis data nominal dan ordinal. Jenis data nominal akan dianalisis menggunakan uji statistik Chi Square. Sedangkan uji korelasi Rank Spearman digunakan untuk melihat hubungan jenis data yang berbentuk ordinal. Tabel frekuensi digunakan untuk mendapatkan deskripsi tentang kondisi sosial ekonomi RTSM penerima bantuan PKH yang meliputi kategori usia peserta, jenis pekerjaan, tingkat
40
pendidikan terakhir, kesertaan pendidikan non formal, jumlah tanggungan serta kategori jumlah penghasilan keluarga. Analisis data kualitatif dimulai dari tahap klasifikasi data dari catatan lapangan dan analisis data untuk mencari relasi alasan (sebab akibat) dengan temuan masalah pada data kuantitatif. Adapun rincian variabel yang akan dianalisis dengan uji statistik Rank Spearman dan Chi Square tertera pada tabel 2.
Tabel 3. Analisis Hubungan Variabel yang Diteliti dengan Uji Korelasi Rank Spearman dan Chi Square Variabel yang dihubungkan Kategori usia dengan keberlanjutan pendidikan anak peserta PKH Jenis pekerjaan dengan keberlanjutan pendidikan anak peserta PKH Tingkat pendidikan terakhir dengan keberlanjutan pendidikan anak peserta PKH Kesertaan pendidikan non formal dengan keberlanjutan pendidikan anak peserta PKH Jumlah tanggungan dengan keberlanjutan pendidikan anak peserta PKH Kategori jumlah penghasilan keluarga dengan keberlanjutan pendidikan anak peserta PKH Fasilitator dengan keberlanjutan pendidikan anak peserta PKH Motivator dengan keberlanjutan pendidikan anak peserta PKH Dinamisator dengan keberlanjutan pendidikan anak peserta PKH Pengevaluasi dan pemantauan (monev) dengan keberlanjutan pendidikan anak peserta PKH Berkomunikasi efektif dengan keberlanjutan pendidikan anak peserta PKH Memahami Wilayah dengan keberlanjutan pendidikan anak peserta PKH Membangun Jejaring Kerja dengan keberlanjutan pendidikan anak peserta Menerapkan teknik pembelajaran orang dewasa dengan keberlanjutan pendidikan anak peserta
41
Rank Spearman
Chi Square
X X X X X X X X X X X X X X
3.6
Validitas dan Reliabilitas Instrumen Menurut Singarimbun dan Effendi (2006), validitas menunjukkan sejauh mana
alat pengukur mengukur sesuatu yang ingin diukur. Sedangkan reliabilitas merupakan indeks yang menunjukan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Pengujian validitas dilakukan dengan uji validitas korelasi Product Moment Pearson dengan program SPSS for Windows versi 17,0. Pengujian dilakukan kepada sepuluh orang responden untuk mengetahui ketepatan dan kelayakan kuesioner sebagai alat ukur penelitian. Dari 60 pernyataan maupun pertanyaan yang diajukan mengenai “Hubungan Kompetensi Pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) dengan Keberlanjutan Pendidikan Anak Peserta”, terdapat 15 pernyataan yang dinyatakan valid karena nilainya lebih kecil dari rtabel (rα0,05). Terdapat lima pernyataan yang valid pada bagian peran pendamping, yaitu pernyataan nomor 3, 6, 14, 16, dan 17. Sedangkan pernyataan yang tidak valid adalah nomor 1, 2, 4, 5, 7 ,8 ,9 ,10 , 11, 12, 13, 15, 18, 19, 20, 21, dan 22. Sedangkan pernyataan untuk bagian kompetensi pendamping terdapat 9 pernyataan yang valid, meliputi pernyataan nomor 4, 5, 8, 9, 10, 12, 14, 16, dan 20. Selanjutnya pada bagian keberlanjutan pendidikan anak peserta hanya terdapat satu pertanyaan yang valid, yakni nomor 17. Seluruh pertanyaan yang tidak valid tersebut diganti dengan pertanyaan yang lebih mudah dimengerti oleh responden. Pengujian reliabilitas kuesioner juga dilakukan dengan menggunakan SPSS for Windows versi 17,0. Pengujiannya dilakukan dengan jumlah item pernyataan kuesioner sebanyak 60 butir pernyataan. Langkah kerja yang digunakan adalah teknik belah dua, yakni dengan membagi butir pernyataan ke dalam dua belahan, yaitu belahan ganjil dan genap. Setelah dilakukan uji reliabilitas kepada 10 orang responden, nilai koefisien reliabilitas (Cronbach’s alpha) yang diperoleh untuk peran pendamping adalah 0,682,
42
dan untuk kompetensi pendamping diperoleh nilai sebesar 0,650. Hal ini berarti sesuai dengan kriteria (lebih dari 0,06) artinya tingkat reliabilitasnya baik dan data hasil kuesioner dapat dipercaya. Sedangkan untuk nilai koefisien reliabilitas (Cronbach’s alpha) dari keberlanjutan pendidikan anak peserta adalah sebesar 0,272. Hal ini berarti belum sesuai dengan kriteria (kurang dari 0,06), artinya tingkat reliabilitasnya kurang baik dan hasil data kuesioener tidak dapat dipercaya. Pernyataan dan pertanyaan yang tidak reliabel tersebut akan diganti dengan pernyataan dan pertanyaan yang lebih dapat dipercaya. Dapat disimpulkan bahwa nilai reliabilitas kuesioner untuk pernyataan peran pendamping dan kompetensi pendamping sudah reliabel dan dapat digunakan untuk penelitian. Sedangkan pertanyaan untuk pendidikan anak peserta masih belum reliabel.
43
BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1
Gambaran Umum Kelurahan Balumbang Jaya
4.1.1
Kondisi Geografis dan Sumberdaya Alam Kelurahan Balumbang Jaya merupakan salah satu kelurahan yang berada
dalam wilayah administratif Kecamatan Bogor Barat. Secara geografis terletak pada 106,48o BT, 60,36o LS dengan ketinggian 160 mdpl dan tinggi curah hujan 2.5 mm3. Kelurahan ini memiliki luas total 123,373 Ha. Kelurahan Balumbang Jaya memiliki batas wilayah sebagai berikut: 1.
Sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Situ Gede
2.
Sebelah selatan berbatasan dengan Kelurahan Margajaya
3.
Sebelah barat berbatasan dengan Desa Babakan
4.
Sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Bubulak Jarak kantor Kelurahan Balumbang Jaya ke Ibu Kota Kecamatan, Kota Bogor,
Provinsi Jawa Barat dan Ibu Kota Negara adalah sebagai berikut: 1.
Ibu Kota Kecamatan Bogor Barat
2.
Ibu Kota Bogor
3.
Ibu Kota Provinsi Jawa Barat
4.
Ibu Kota Negara
6 km 12 km 120 km 60 km
Kelurahan Balumbang Jaya juga memiliki luas total pemukiman 82,277 Ha yang meliputi 12 RW dan 38 RT.
Hal ini menandakan bahwa sebagian besar wilayah
digunakan sebagai pemukiman warga. Pemanfataan untuk areal pertanian hanya sekitar 18,596 Ha dengan luas pemanfaatan sawah irigasi yakni 16 Ha. Sedangkan lahan yang digunakan untuk areal perkantoran dan pemakaman ialah 250 m2 dan 3 Ha.
44
Kelurahan Balumbang Jaya memiliki sumber air bersih yang dimanfaatkan oleh warga dari mata air alam yang berjumlah delapan unit. Selain itu sumber air bersih juga didapat dari sumur galian juga sumur pompa yang masing-masing berjumlah 1.372 unit dan 219 unit. Sedangkan pemanfaatan sumber air bersih dari PAM masih sangat sedikit hanya 8 unit saja.
Tabel 4. Jumlah dan Persentase Luas Lahan menurut Penggunaan Lahan, di Kelurahan Balumbang Jaya, 2008 Lahan/penggunaan
Luas Lahan (ha)
Perumahan/pemukiman 82,277 Persawahan dan sawah irigasi 18,596 Perkantoran 0,250 Pemakaman 3 Total 104,123 Sumber: Data Monografi Kelurahan Balumbang Jaya Tahun 2008
Persentase (%) 79,01 17,86 0,24 2,88 100,00
4.1.2 Kondisi Demografi Total penduduk Kelurahan Balumbang Jaya pada tahun 2008 tercatat sebanyak 11.171 jiwa yang terdiri dari laki-laki sebanyak 5.832 jiwa, perempuan sebanyak 5.339 jiwa dan jumlah Kepala Keluarga (KK) sebanyak 2.988 jiwa dengan kepadatan penduduk 756 jiwa/km. Berdasarkan di lapangan Penduduk Kelurahan Balumbang Jaya mayoritas merupakan penduduk asli yang merupakan Suku Sunda. Namun, terdapat penduduk pendatang yang merupakan mahasiswa. Hal ini disebabkan karena Kelurahan Balumbang Jaya merupakan area yang dekat dengan Universitas Negeri. Selain itu Kelurahan Balumbang Jaya memiliki jumlah keluarga prasejahtera sebanyak 941 keluarga. Hal ini masih cukup tinggi, oleh karena itu pemerintahan daerah harus lebih meningkatkan kesejahteraan masyarakat Balumbang Jaya. Jumlah penduduk Kelurahan Balumbang Jaya berdasarkan kelompok usia dan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 5. Pada tabel terlihat bahwa anak usia pra sekolah
45
(00-04 tahun) cukup tinggi sebanyak 651 jiwa (5,89 persen). Kemudian jumlah anak usia sekolah (05-19 tahun) sebanyak 2.956 jiwa (26,76 persen). Selain itu jumlah penduduk usia produktif (25-29 tahun) sebanyak 1.209 jiwa. Berdasarkan hasil penelitian, sebaran usia responden peserta penerima bantuan PKH bervariasi yang secara keseluruhan berkisar antara 25–57 tahun. Sedangkan mayoritas peserta PKH berdasarkan penelitian berada pada rentang usia 30-50 tahun dimana pada rentang usia tersebut seseorang dianggap sudah memiliki anak usia sekolah SD hingga SMP. Sedangkan, jumlah total penduduk Kelurahan Balumbang Jaya pada rentang usia tersebut ialah sebanyak 3.660 jiwa (33,14 persen). Jadi, peserta PKH Kelurahan Balumbang Jaya yang berjumlah 204 jiwa dari rentang usia 30-50 tahun ialah sebanyak 5,57 persen. Jumlah peserta PKH untuk Kelurahan Balumbang Jaya hanya sekitar 1,85 persen dari keseluruhan penduduk Kelurahan Balumbang Jaya.
Tabel 5. Jumlah dan Persentase Penduduk menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin, di Kelurahan Balumbang Jaya, 2008 Kelompok Umur (tahun)
LakiLaki (jiwa)
Persentase (%)
Perempuan (jiwa)
Persentase (%)
Jumlah
00-04 328 5,64 323 6,18 651 05-09 485 8,34 495 9,47 980 10-14 543 9,33 485 9,28 1 028 15-19 503 8,64 445 8,52 948 20-24 497 8,54 504 9,64 1 001 25-29 705 12,12 504 9,64 1 209 30-34 699 12,01 583 11,16 1 282 35-39 534 9,18 461 8,82 995 40-44 441 7,58 372 7,12 813 45-49 304 5,22 266 5,09 570 50-54 256 4,40 244 4,67 500 55-59 183 3,14 157 3,00 340 60-64 119 2,04 123 2,35 242 65-69 94 1,61 104 1,99 198 70-75 127 2,18 159 3,04 286 Total 5.818 100,00 5.225 100,00 11.043 Sumber: Data Monografi Kelurahan Balumbang Jaya Tahun 2008
46
Persentase (%)
5,89 8,87 9,31 8,58 9,06 10,95 11,61 9,01 7,36 5,16 4,53 3,08 2,19 1,79 2,59 100,00
Kelurahan Balumbang Jaya memiliki penduduk yang beragam bila dilihat dari sisi kepercayaan maupun dari jenis pekerjaan. Sebagai besar penganut kepercayaan penduduk yaitu beragama Islam sebanyak 11.056 orang. Selain itu juga terdapat penduduk yang beragam Kristen 74 orang, Katolik sebanyak 36 orang dan Hindu sebanyak dua orang.
Tabel 6.
Jumlah dan Persentase Penduduk menurut Jenis Pekerjaan, di Kelurahan Balumbang Jaya, 2008
Jenis Pekerjaan
Jumlah
Persentase (%)
Karyawan swasta
899
53,77
Petani
432
25,84
Pegawai Negeri Sipil
165
9,87
Pedagang
158
9,45
TNI/Polri
18
1,08
1.672
100,00
Total
Sumber: Data Monografi Kelurahan Balumbang Jaya Tahun 2008 Penduduk Kelurahan Balumbang Jaya paling banyak bekerja sebagai karyawan swasta yakni sebanyak 899 orang. Sedangkan yang berprofesi sebagai petani sebanyak 432 orang. Kemudian Pegawai Negeri Sipil (PNS) berjumlah 165 orang. Selebihnya ada yang bekerja sebagai pedagang keliling, TNI, POLRI dan montir.
Tabel 7. Jumlah dan Persentase Penduduk menurut Tingkat Pendidikan, di Kelurahan Balumbang Jaya, 2008 Tingkat Pendidikan
Jumlah (Jiwa)
Persentase (%)
Tamatan SD/ Sederajat
3.878
49,58
Tamatan SLTP/ Sederajat
1.624
20,76
Tamatan SLTA/ Sederajat
2.320
29,66
Total
7.822
100,00
Sumber: Data Monografi Kelurahan Balumbang Jaya Tahun 2008
47
Penduduk di Kelurahan Balumbang Jaya sebagian besar memiliki pendidikan yang tidak terlalu tinggi dimana sebagai besar merupakan lulusan SD/Sederajat (Tabel 7). Hal ini didukung dengan adanya fasilitas gedung SD sebanyak tiga buah. Sementara untuk gedung sekolah tingkat pertama yaitu SLTP terdapat satu buah. Hal ini berimplikasi dalam memperoleh pendidikan SLTA, dimana mereka harus bersekolah di luar wilayah kelurahan. Kelurahan Balumbang
Jaya memiliki satu Buah TK juga
memiliki 1 buah lembaga pendidikan agama.
4.1.3 Pendamping Program Keluarga Harapan Kelurahan Balumbang Jaya Pendamping adalah pelaksana PKH di tingkat kecamatan. Pendamping merupakan aktor kunci yang menjembatani para penerima manfaat (peserta PKH) dengan berbagai pihak yang terlibat di tingkat kecamatan dan kabupaten/kota. Pendamping juga melakukan sosialisasi dan pengawasan terhadap peserta dalam menjalankan komitmen mereka. Pendamping bertugas untuk membantu masyarakat miskin agar mendapatkan hak mereka sebagai peserta PKH dan juga memonitoring peserta PKH dalam melaksanakan kewajiban mereka sebagai syarat yang harus dijalankan selama menjadi peserta PKH. Pada dasarnya, pendamping menghabiskan sebagian besar waktunya di lapangan, yakni mengadakan pertemuan dengan ketua kelompok, berdiskusi dengan pelayan kesehatan dan pendidikan, mengunjungi pemuka daerah, serta bertemu dengan peserta PKH itu sendiri. Berikut kriteria pendamping Program Keluarga Harapan, yaitu: a.
Pendidikan DIII/S1 Kesejahteraan Sosial, komunikasi, Psikologi, Pendidikan, Kesehatan, Ekonomi, Hukum, Agama, dan Bidang Ilmu Sosial Lainnya;
b.
Diutamakan memiliki pengalaman dalam kegiatan-kegiatan Bidang Sosial Kemasyarakatan;
c.
Dapat mengoperasikan komputer, minimal MS.Office dan Internet; 48
d.
Diutamakan yang bertempat tinggal di Kecamatan Setempat;
e.
Besedia bekerja purna waktu dan tidak sedang terikat kontrak kerja dengan lembaga/instansi lain;
f.
Usia 23 s/d 45 tahun (pada saatmengikuti sekeksi); dan
g.
Sehat Jasmani dan Rohani. Sasaran awal PKH di Indonesia pada tahun 2007/2008 ialah sebanyak 500.000
RTSM. Sasaran awal PKH untuk Kelurahan Balumbang Jaya yakni sebanyak 204 RTSM. Jumlah peserta PKH menjadi 191 RTSM terhitung sejak Agustus 2010. Terdapat pengurangan jumlah sebanyak 13 peserta. Pengurangan tersebut dikarenakan peserta
telah
menyelesaikan
salah
satu
kewajibannya
dalam
PKH
yakni,
menyekolahkan anaknya hingga jenjang SMP. Kota Bogor menjadi salah satu sasaran Program Keluarga Harapan dengan enam Kecamatan yang menjadi lokasi sasaran yaitu Kecamatan Bogor Barat, Kecamatan Bogor Timur, Kecamatan Bogor Tengah, Kecamatan Bogor Selatan, Kecamatan Bogor Utara dan Kecamatan Tanah Sareal. Dari kecamatan tersebut dipilih para peserta yang berasal dari kelurahan-kelurahan dengan proses pemilihan peserta PKH melalui beberapa tahap, yaitu: Survai di lokasi program untuk mendapat data rumahtangga miskin, pemilihan rumahtangga sangat miskin (RTSM) dari semua rumahtangga yang disurvai sebagai calon peserta PKH, calon peserta tandatangani komitmen sebagai peserta PKH untuk menjadi peserta PKH. Pemilihan peserta PKH dilakukan dengan melakukan survai di lokasi program untuk mendapat data rumahtangga miskin. Untuk tahun 2007 survai tersebut dilakukan oleh BPS dengan data dasar yang diambil dari data daftar penerima subsidi langsung tunai (SLT) kategori sangat miskin dan miskin, dan data pendukung lainnya. Dalam melakukan survai, petugas terdiri atas unsur BPS dan pengawas. Data yang telah
49
disusun tersebut kemudian disaring kembali berdasarkan syarat kepesertaan PKH, yaitu rumahtangga yang memiliki anak 0-15 tahun, Ibu hamil atau anak 15-18 tahun yang belum selesai sembilan tahun wajib belajar. Informasi yang diperoleh dari survai calon peserta tadi digunakan untuk mengurutkan RTSM berdasarkan tingkat kemiskinannya. Agar distribusi RTSM antar kecamatan tersebar secara proporsional, digunakan model statistik yang menetapkan kuota per kecamatan. Penetapan calon peserta PKH dilakukan oleh BPS dan selanjutnya diadakan pertemuan awal yang salah satu kegiatan utamanya adalah melakukan klarifikasi data dan penandatanganan komitmen keikutsertaan. Hasil pertemuan tersebut merupakan acuan untuk menetapkan calon peserta PKH menjadi Peserta PKH. Total pendamping untuk PKH Kecamatan Bogor Barat adalah 13 orang pendamping. Pendamping yang membantu RTSM dalam mengakses fasilitas pendidikan dan kesehatan di Kelurahan Balumbang Jaya sebanyak dua orang. Kedua pendamping saat ini mengurus 191 RTSM peserta PKH di Kelurahan Balumbang Jaya yang meliputi daerah Babakan Lebak, Babakan Lio, Batuhulung, Cilubang dan Sawah Baru. Tugas-tugas persiapan awal program yang dilakukan oleh pendamping, antara lain: 1.
Melakukan pertemuan terbuka dengan calon peserta PKH untuk menginformasikan program; Para peserta berkumpul di kantor desa yang dihadiri oleh pendamping, staf desa, dan kader Posyandu. Dalam pertemuan itu dilakukan kegiatan sosialisasi yang menjelaskan tentang apa itu PKH, manfaat PKH dan bagaimana berpartisipasi dalam program tersebut.
2.
Membentuk kelompok yang terdiri dari ± 25 orang;
50
Kelompok ini kemudian memilih ketua kelompok sebagai koordinator kelompok dan menetapkan jadwal pertemuan rutin kelompok untuk berdiskusi bersama dalam menjalankan program. 3.
Pada pertemuan awal ini juga dilakukan pemeriksaan dan pengisian formulir yang digunakan sebagai alat verifikasi keikutsertaan serta penandatanganan surat persetujuan; dan Alat verifikasi kesertaan, antara lain seperti pemeriksaan akta lahir anak (dan membantu pengadaannya jika belum tersedia), penyusunan jadwal kunjungan dan sebagainya. Sementara itu, surat persetujuan berisikan pernyataan setuju atau tidak si ibu untuk menyekolahkan anak dan/membawa anak ke Posyandu secara rutin setiap bulan. Pasca pertemuan awal maka pendamping UPPKH kecamatan melakukan pelaporan ke UPPKH Kabupaten/Kota terkait dengan pertemuan awal.
4.
Pendamping UPPKH kecamatan pun memfasilitasi pertemuan awal peserta PKH ke Puskesmas setempat dan mendaftarkan anak peserta PKH yang belum sekolah. Pendamping memperkenalkan peserta kepada petugas Posyandu (dokter dan/bidan) serta pendidikan (kepala sekolah dan guru). Pendamping akan mengecek apakah si ibu benar-benar membawa anaknya ke Posyandu atau tidak serta apakah si anak benar-benar sekolah atau tidak. Ketika pencairan dana dilakukan pendamping UPPKH Kecamatan memiliki
tugas utama melakukan pengawasan dan pengamatan selama proses pencairan dana berlangsung. Persiapan yang harus dilakukan pendamping sebelum pencairan dana, yaitu: a.
Memberikan/membagikan kartu peserta PKH kepada ketua kelompok PKH yang kemudian dibagikan kepada seluruh anggota kelompok PKH;
51
Kartu peserta biasanya diberikan kepada setiap ketua kelompok seminggu sebelum pencairan dana atau dibagikan pada saat pencairan dana berlangsung. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Seperti, hilangnya kartu peserta, penggadaian kartu peserta dll. b.
Koordinasi dengan Kantor Pos untuk meminta jadwal pembayaran dan meminta data peserta PKH; dan Hal ini terkait dengan kesiapan kantor dan petugas pos untuk membantu UPPKH kecamatan dalam melakukan pencairan dana. Waktu pencairan dana akan tergantung dari kesiapan dana yang dikirimkan ke kantor Pos. Ketika dana sudah tersedia maka persiapan pencairan dana akan dilakukan.
c.
Menginformasikan jadwal pencairan dana ke setiap ketua kelompok PKH dan memastikan pengambilan dana dilakukan oleh anggota RTSM yang namanya tercantum sebagai peserta. Di Kelurahan Balumbang Jaya, pendamping biasanya akan menginformasikan jadwal pencairan melalui mother leader (ketua kelompok). Pendamping akan mendatangi mereka satu/dua minggu sebelum pencairan. Pendamping tidak hanya bertanggung jawab dalam fase persiapan program, tapi
juga memiliki beberapa tugas rutin, seperti: 1.
Menerima
pemutakhiran
data
peserta
PKH
dan
mengirimkan
formulir
pemutakhiran itu ke UPPKH kabupaten/kota; Formulir pemutakhiran data berfungsi sebagai alat untuk mendata ulang kondisi terakhir (terkini) RTSM peserta. Kondisi ini menyangkut apakah si ibu sedang hamil atau tidak, apakah ada anak bayi atau balita dalam rumahtangga peserta, apakah anak usia sekolah benar-benar masih sekolah atau tidak, dan sebagainya.
52
Biasanya para pendamping akan mengadakan pertemuan kelompok untuk mendata ulang kondisi RTSM terakhir. 2.
Menerima pengaduan dari ketua kelompok dan/atau peserta PKH serta menindaklanjuti pengaduan itu sesuai dengan kebijakan UPPKH kabupaten/kota; Prosedur pengaduan biasanya dari ketua kelompok yang kemudian di tampung oleh pendamping. Jika tidak terselesaikan, maka akan diteruskan kepada koordinator pendamping bahkan UPPKH kota. Namun, kadangkala pengaduan bisa terjadi pada saat rapat pertemuan kelompok berlangsung. Dimana para peserta dapat dengan leluasa menyatakan pendapatnya secara langsung kepada pendamping. Pengaduan biasanya terkait dengan penggunaan dana bantuan, mengenai apakah sisa dana bantuan yang telah digunakan untuk keperluan anak sekolah dan anak balita boleh digunakan untuk keperluan pangan. Selain itu, terlontar juga pengaduan peserta mengenai keinginan kebelanjutan dana pendidikan PKH hingga jenjang SMA. Kemudian pengaduan ini ditanggapi secara positif oleh pendamping. Pendamping mengusahakan pengaduan-pengaduan tersebut agar terealisasi.
3.
Mengunjungi peserta PKH yang tidak memenuhi komitmen; Pendamping akan mengunjungi peserta PKH yang mengalami masalah dalam memenuhi kewajibannya sebagai peserta. Seperti tidak menyekolahkan anaknya juga tidak rajin ke Posyandu.
4.
Melaksanakan pertemuan dengan semua peserta untuk re-sosialisasi program beserta kemajuan/perubahannya; Di Kelurahan Balumbang Jaya, pertemuan dengan ketua kelompok dilaksanakan setiap bulan. Pendamping akan memantau apakah anggota kelompok mother leader telah memenuhi kewajibannya atau belum. Serta menanyakan apakah ada keluhan atau tidak. Pendamping juga memberikan sejumlah informasi terkait PKH.
53
Pertemuan dengan ketua kelompok juga peserta dilaksanakan setiap 4 bulan sekali sebelum dan sesudah pencairan dana. Pada hari kerja, pendamping sering berkunjung ke peserta, sekolah, dan Posyandu. Hal ini dilakukan dalam rangka pemantauan kondisi di lapangan. Apakah peserta, baik pelayan pendidikan maupun pelayan kesehatan benar-benar memenuhi komitmen atau tidak. 5.
Berkordinasi dengan aparat setempat serta pemberi pelayanan pendidikan dan kesehatan; Koordinasi tersebut dalam hal pemantauan di lapangan yakni pada Posyandu dan sekolah-sekolah. Pendamping bekerjasama dengan mereka dalam memantau dan mengisikan buku absen kehadiran anak mereka di Posyandu maupun di sekolahan.
6.
Melakukan pertemuan bulanan dengan ketua kelompok serta pelayan kesehatan dan pendidikan di lokasi pelayanan terkait; dan Pendamping di Kelurahan Balumbang Jaya melakukan pertemuan dengan pelayan kesehatan dan pendidikan dilakukan setiap bulan. Hal ini merupakan bentuk pengecekan dan pemantauan terhadap peserta PKH. Biasanya mereka mendatangi sekolah dan juga mendatangi Posyandu anak-anak peserta PKH.
7.
Mengadakan pertemuan triwulan dan tiap semester dengan seluruh pelaksana kegiatan (UPPKH daerah, pendamping, serta pelayan kesehatan dan pendidikan). Pendamping menunjukkan hasil kegiatan pendampingan, petugas kesehatan dan pendidikan pun memberikan laporan perkembangan peserta. Hasil yang ditunjukkan oleh ketiga pihak ini dievaluasi bersama dengan UPPKH daerah. Pelaksanaan PKH di Kelurahan Balumbang Jaya, sejauh ini belum ada
pelanggaran
yang
dilakukan
oleh
kedua
pendamping.
Artinya,
pendamping
melaksanakan semua tugas dan kegiatan pendampingan dengan baik. Namun, masih ada kekurangan yakni pendamping kurang memahami peserta sebagai individu yang sudah
54
dewasa. Pendamping PKH seyogyanya memahami karakteristik orang dewasa dalam lingkungan sosialnya agar tercipta kondisi lingkungan program yang terkondisikan sesuai tujuan program. Oleh karena kurangnya pendamping mengerti akan konsep pembelajaran terhadap orang dewasa maka kegiatan-kegiatan yang ada di PKH (pertemuan kelompok, rutinitas absen ke Posyandu, dan menyekolahkan anak) akan dianggap sebagai kewajiban yang memaksa mereka tanpa memberikan mereka kesadaran bahwa sebenarnya hal tersebut merupakan sesuatu yang mereka butuhkan. Program ini hanya bersifat program sementara untuk kebutuhan jangka pendek peserta, setelah program ini tidak ada mereka akan kehilangan arah guna kehidupan peserta selanjutnya. Jadi, sebaiknya pendamping memberikan bekal dikemudian hari bagi peserta yang dapat berupa keterampilan dan lain-lain. Pendamping dapat menggunakan teori mengenai tahapan yang dikemukakan oleh Lippitt et al. (1958). Tahapan tersebut terdiri dari: 1) tahap pengembangan kebutuhan akan perubahan, 2) tahap pemantapan relasi kerja dengan agen perubahan, 3) tahap diagnosis masalah klien, 4) tahap pengkajian alternatif jalur dan tujuan perubahan, serta penentuan tujuan program dan kehendak untuk melakukan kehendak, 5) tahap transformasi kehendak dalam upaya perubahan nyata, 6) tahap generalisasi dan stabilisasi perubahan, dan 7) tahap terminasi. Tahapan tersebut dapat digunakan oleh pendamping dan diaplikasikan dalam memberdayakan peserta melalui PKH dengan lebih baik lagi. Pendamping membantu peserta dan menstimulasi untuk memikirkan apa yang sebenarnya mereka butuhkan. Oleh karena itu, pendamping harus membentuk dan membina relasi dengan peserta PKH. Seperti apa yang sudah dilakukan pendamping selama ini dimana menurut peserta, pendamping Kelurahan Balumbang Jaya mampu berbaur dengan peserta PKH. Pendamping juga telah memperluas hubungan relasi tidak hanya dengan peserta tetapi 55
dengan pihak sekolah dan Posyandu. Pembentukan relasi dengan warga sekitar dapat membuat pendamping mengetahui masalah-masalah yang sedang dihadapi. Masalahmasalah yang telah diketahui dianalisis guna menentukan langkah yang diambil selanjutnya. Dari masalah tersebut dapat ditemukan alternatif pemecahan masalahnya untuk nantinya diterapkan dalam program. Peserta PKH mulai disertakan dalam kegiatan. Pendamping harus dapat mendeteksi masalah yang terjadi pada masyarakat. Sehingga pendamping dapat bersama-sama dengan masyarakat mencari solusi permasalahan yang dihadapi. Pendamping pun harus memiliki kompetensi untuk membangkitkan motivasi masyarakat agar turut serta berpartisipasi dalam program pemberdayaan. Masyarakat harus dibuat mandiri oleh pendamping agar tidak tercipta ketergantungan yang terus menerus. Oleh karena itu, secara perlahan-lahan pendamping mengurangi intensitas peranan mereka terhadap kegiatan pemberdayaan. Tahapan tersebut merupakan peran dan tanggung jawab seorang pendamping dalam menciptakan proses perubahan pada masyarakat. Menciptakan perubahan dalam masyarakat tidak bisa langsung dilakukan karena prosesnya bertahap. Tetapi tahapan tersebut dalam pelaksanaan sebenarnya bukanlah merupakan penjenjangan yang ketat, dalam arti setiap tahap tidak harus diselesaikan terlebih dahulu sebelum memasuki tahap selanjutnya. Sejalan dengan Paul (2008), berdasarkan yang ditemukan di lapangan pendamping harus menyadari yang peserta rasakan, kebutuhan mereka dan masalah yang sedang mereka hadapi. Setelah itu pendamping harus mengetahui pembelajaran apa yang cocok untuk diterapkan kepada peserta sebagai orang yang sudah dewasa. Pendamping harus memperlihatkan dalam waktu yang relatif singkat bagaimana proses pembelajaran dapat memberikan keuntungan pada para peserta, apakah dalam memberi 56
kesenangan, meningkatkan harga diri, menjawab pertanyaan yang sering diajukan, atau memberi jawaban bagi kebutuhan mereka. Pembelajaran harus bersifat praktis dan sesuai dengan kebutuhan yang dirasakan oleh peserta, baik yang bersifat pribadi maupun komunitas. Pembelajaran haruslah memperlihatkan relevansinya dengan kehidupan orang-orang dewasa. Pembelajaran haruslah mengikutsertakan keaktifan dan partisipasi para peserta, baik dalam menentukan apa yang harus dipelajari, maupun bagaimana cara untuk mempelajarinya. Pembelajaran haruslah mengupayakan agar para peserta dewasa dapat dianggap sebagai sumberdaya pengetahuan dan pengalaman yang dapat ditimba dan digali bersama. Pembelajaran perlu disusun untuk menjadi tempat yang aman bagi orang dewasa untuk bertumbuh. Atmosfir yang tidak mengancam, dengan kompetisi yang tidak membahayakan, ada kejujuran, kerendahan hati dan rasa hormat satu sama lain akan sangat membantu proses pembelajaran.
4.1.3.1 Pelayanan Pendidikan Sasaran dari adanya aspek pendidikan dalam PKH adalah meningkatkan angka partisipasi pendidikan dasar (wajib belajar sembilan tahun) dan mengurangi angka pekerja anak. Persyaratan yang ditetapkan untuk komponen pendidikan dalam PKH adalah mendaftarkan peserta didik dan memenuhi jumlah kehadiran yang ditetapkan oleh program. Syarat penerima bantuan PKH komponen pendidikan secara lebih terperinci adalah RTSM yang memiliki anak usia 6–15 atau sampai 18 tahun, namun belum menyelesaikan pendidikan dasar sedangkan bagi peserta PKH yang memiliki anak dengan kemampuan terbatas (tuna daksa, keterbelakangan mental, keterbatasan penyerapan dan sejenisnya) memiliki hal pengecualian dalam hal usia. Semua anak dari kelompok ini yang masih mengikuti pendidikan dasar tidak dibatasi rentang usianya. Apabila peserta didik dapat didaftarkan di sekolah khusus (seperti SLB) maupun sekolah umum yang menyediakan program khusus. 57
Rumah Tangga Sangat Miskin yang terpilih sebagai peserta PKH berhak memperoleh bantuan uang apabila telah memenuhi persyaratan yang telah ditentukan. Sanksi bagi peserta Program Keluarga Harapan jika tidak memenuhi persyaratan ialah pengurangan jumlah dana bantuan hingga pencabutan kesertaan keluarga sebagai peserta PKH. Besarnya bantuan tunai untuk peserta PKH bervariasi tergantung jumlah anggota keluarga yang diperhitungkan dalam penerimaan bantuan, baik komponen kesehatan maupun pendidikan. Besarnya bantuan ini di kemudian hari bisa berubah sesuai dengan kondisi keluarga saat itu atau bila peserta tidak dapat memenuhi syarat yang ditentukan. Penerima bantuan haruslah ibu atau wanita dewasa yang mengurus anak pada rumahtangga yang bersangkutan (jika tidak ada ibu, maka nenek, tante/bibi, atau kakak perempuan). Hal ini dimaksudkan agar penggunaan bantuan lebih efektif dan terkontrol jika yang memegang adalah wanita dewasa. Karena wanita dewasa biasanya lebih dipercaya mampu mengontrol keuangan secara efektif dan efisien. Oleh sebab itu, pada kartu kesertaan PKH yang tercantum adalah nama ibu/wanita yang mengurus anak, dan bukan kepala rumahtangga. Untuk itu orang yang harus dan berhak mengambil pembayaran (dana bantuan) adalah orang yang namanya tercantum di kartu PKH. Namun kejadian di lapangan, ketika peserta yang tercantum dalam kartu PKH berhalangan hadir dalam pencairan dana maka anggota keluarganya yang lain boleh mewakili. Syaratnya adalah peserta yang berhalangan harus memberi surat kuasa kepada orang yang mewakilinya tersebut. Alasan yang diterima oleh pendamping dalam perwakilan pengambilan adalah karena peserta yang berhalangan sedang sakit. Bantuan tunai akan dibayarkan kepada peserta setiap empat bulan melalui kantor pos terdekat pada tahun 2007 hingga 2009. Namun, pada tahun 2010 pencairan dana menjadi 4 kali setahun. Sehingga saat ini bantuan tunai akan dibayarkan setiap tiga
58
bulan sekali. Namun, saat ini pencairan baru terjadi sebanyak dua kali pencairan. Bantuan tunai tahap pertama diberikan kepada peserta PKH bila telah menghadiri pertemuan awal yang dikordinasi oleh UPPKH kecamatan dan anak-anak dari RTSM peserta PKH sudah terdaftar di lembaga pendidikan tertentu. Dana triwulan berikutnya akan dibayarkan jika anak-anak dari keluarga peserta PKH sudah memenuhi komitmen pendidikan, yakni 85 persen kehadiran di kelas/kelompok belajar. Ada beberapa lembaga pendidikan formal yang dapat diakses oleh anak dari RTSM peserta PKH, seperti (1) SD, (2) Madrasah Ibtidaiyah (MI), (3) SMP/SMP Terbuka, dan (4) pesantren salafiyah. Di samping itu, terdapat lembaga-lembaga pendidikan non formal yang bisa dimanfaatkan oleh peserta PKH, diantaranya (1) Balai Pengembangan Kegiatan Belajar (BPKB), (2) Sanggar Kegiatan Belajar (SKB), dan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM). Kelurahan Balumbang Jaya memiliki ± 74 RTSM penerima bantuan pendidikan. Selebihnya merupakan penerima dana bantuan gabungan (kesehatan dan pendidikan). Lembaga pendidikan formal yang dapat di akses oleh anak peserta PKH di kelurahan ini, antara lain SDN Balumbang Jaya (Jalan Babakan Lebak RW 06), SDN 4 Darmaga (Kelurahan Balumbang Jaya), SMP Sejahtera (Jalan Babakan Lebak RW 06), SMP 1 Darmaga (Jalan Babakan Darmaga), SMP Kornita (Jalan Darmaga) dan SMPN Terbuka 1 Darmaga (Jalan Babakan Darmaga).
59
4.1.3.2 Pelayanan Kesehatan Komponen kesehatan dalam PKH dikembangkan untuk meningkatkan status kesehatan ibu dan anak. Tenaga kesehatan yang kompeten dibutuhkan untuk (1) membimbing peserta PKH dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan (Puskesmas), (2) melakukan verifikasi apakah peserta PKH telah memenuhi komitmen, seperti memeriksakan kehamilan, dan (3) melayani peserta PKH, diantaranya memberikan kesempatan untuk memeriksakan kesehatan. Peserta yang menerima bantuan komponen kesehatan terdiri atas (1) ibu hamil, (2) ibu nifas, dan (3) anak usia 0–6 tahun. Bantuan tunai akan dibayarkan kepada peserta PKH setiap tiga bulan melalui kantor pos terdekat yakni Kantor Pos Semeru. Dana tahap I diberikan jika peserta menghadiri pertemuan awal yang dikoordinir oleh UPPKH kecamatan dan telah mengunjungi Puskesmas atau Posyandu. Bantuan berikutnya dibayarkan bila anggota PKH telah memenuhi komitmen. Bukti bahwa peserta PKH telah memenuhi komitmen adalah hasil verifikasi oleh petugas kesehatan. Sementara itu, kewajiban peserta PKH meliputi (1) menghadiri pertemuan awal, (2) melakukan kunjungan awal ke Posyandu, dan (3) mematuhi komitmen untuk mengunjungi Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK), seperti Puskesmas. Peserta PKH dapat memanfaatkan berbagai fasilitas kesehatan, yakni: 1. Puskesmas: diharapkan untuk mampu memberikan paket layanan kesehatan; 2. Puskesmas pembantu (Pustu) dan Puskesmas keliling (Pusling): memberikan pelayanan bagi ibu hamil dan bayi yang baru lahir; 3. Polindes (pondok bersalin desa): pelayanan kesehatan dasar bagi ibu hamil, pertolongan persalinan, dan bayi yang baru lahir; dan 4. Posyandu: dikelola oleh para kader kesehatan puskesmas; diharapkan untuk memberikan pelayanan antenatal, perkembangan bayi, serta penyuluhan kesehatan.
60
5. Bidan desa: pemeriksaan ibu hamil serta memberikan pertolongan pertama pada kasus gawat darurat yang menimpa ibu hamil. Fasilitas kesehatan yang ada di Kelurahan Balumbang Jaya adalah Posyandu Dahlia (Babakan Lebak RW 05), Posyandu Anggrek (Babakan Lio RW 10), dan Posyandu Cingcalo (Sawah Baru RW 12). Masing-masing Posyandu merupakan Posyandu terdekat yang ada di daerah peserta PKH. Hal ini memudahkan peserta dalam mengakses fasilitas kesehatan. Fasilitas kesehatan yang dapat diakses peserta tidak hanya terbatas pada ketiga Posyandu tersebut. Rumah sakit pun dapat diakses peserta jika memang dibutuhkan. Hanya dengan menggunakan kartu peserta PKH, maka peserta dapat memperoleh fasilitas pengobatan gratis. Kartu peserta PKH dapat digunakan sebagai jaminan kesehatan sehingga peserta bisa mendapat pelayanan kesehatan secara gratis di rumah sakit manapun. Pendamping bahkan telah menginformasikan bahwa kartu tersebut dapat digunakan untuk keperluan pelayanan kesehatan di rumah sakit seperti bantuan untuk operasi dan sebagainya.
4.1.3.3 Sistem Pengaduan Masyarakat (SPM) Sistem Pengaduan Masyarakat ini berfungsi untuk mengakomodasi segala jenis pengaduan yang terkait dengan pelaksanaan PKH dan tujuannya adalah untuk memfasilitasi penerima bantuan/peserta PKH, masyarakat luas, organisasi nonpemerintah, dan pemerintah baik pusat dan daerah (termasuk pelaksana program) dalam menghadapi permasalahan yang terjadi selama PKH berjalan. Sistem pengaduan yang terjadi di Kelurahan Balumbang Jaya adalah sistem pengaduan langsung antara peserta kepada pendampingnya yang kemudian akan diteruskan kepada UPPKH Kecamatan. Sejauh ini belum ada pengaduan peserta dengan cara mengisi formulir. Cara tersebut dianggap tidak efisien dan kebanyakan peserta 61
tidak mengerti dan memahaminya dengan jelas. Pengaduan tersebut belum tentu ada timbal balik dari UPPKH Pusat, namun pendamping mengaku sudah semaksimal mungkin menyalurkan pengaduan tersebut pada UPPKH Kecamatan untuk ditindak lanjuti. Pengaduan dapat terjadi pada saat pertemuan kelompok, berupa pendapat atau keluhan yang dikemukakan oleh peserta PKH kepada pendamping. Pendamping kemudian meneruskan pengaduan tersebut pada UPPKH Kecamatan Bogor Barat pada saat rapat pertemuan rutin yang berlangsung di Dinas Sosial Kota Bogor untuk di diskusikan. Pengaduan yang dikemukakan oleh peserta biasanya dalam hal kenaikan jumlah dana bantuan, penambahan peserta PKH, dan pengajuan dana bantuan sekolah anak hingga SMA sampai dengan kuliah. Penyampaian pengaduan ini dapat dilakukan dengan dua cara yaitu penyampaian pengaduan secara langsung dan secara tidak langsung. Penyampaian pengaduan secara langsung dilakukan melalui cara-cara sebagai berikut: 1. Melaporkan langsung kepada ketua kelompok peserta PKH, pendamping PKH yang betugas di daerah terdekat dengan pelapor, kantor UPPKH kabupaten/kota baik dengan mendatangi petugas SPM maupun melalui telepon/faksimili/email/surat. 2. Mengisi formulir pengaduan dimana formulir ini dapat diperoleh dari pendamping PKH, kantor pos, kantor UPPKH, sekolah, Puskesmas. Formulir pengaduan memuat data pelapor dan jenis pengaduannya. Jika diperlukan, pendamping dapat membantu peserta dan masyarakat umum dalam mengisi formulir serta meneruskannya ke UPPKH kabupaten/kota. Adapun pengaduan secara tidak langsung dapat disampaikan melalui: 1.
Forum diskusi/musyawarah desa;
62
2.
Hasil
penelitian
perguruan
tinggi,
lembaga
penelitian,
dan
organisasi
kemasyarakatan; 3.
Aparat pengawas fungsional dan penegak hukum;
4.
Lembaga legislatif: Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD); dan
5.
Media massa.
63
BAB V KONDISI SOSIAL EKONOMI PESERTA PKH
5.1
Gambaran Umum Kondisi Sosial Ekonomi Peserta PKH di Kelurahan Balumbang Jaya
5.1.1 Usia Responden Peserta PKH Berdasarkan hasil penelitian, sebaran kategori usia responden peserta penerima bantuan PKH bervariasi yang secara keseluruhan berkisar antara 25–57 tahun. Sesuai dengan kriteria usia Havighurst (1950) yang dikutip oleh Mugniesyah (2006), bahwa mayoritas sebaran usia responden peserta penerima bantuan PKH masuk ke dalam kategori umur dewasa menengah yaitu 30-50 tahun sebanyak 69,69 persen. Kategori dewasa awal sebanyak 18,18 persen dan kategori dewasa tua sebanyak 12,12 persen. Mayoritas peserta PKH usia 25–57 tahun telah memiliki anak usia sekolah wajib belajar sembilan tahun. Peserta usia dewasa menengah relatif lebih matang secara emosional maupun secara fisik. Pada masa usia dewasa menengah peserta PKH sebagai individu memiliki tugas-tugas perkembangan yakni: 1) mencapai dan mempertahankan suatu tingkat kehidupan ekonomi, 2) membantu anak-anak belasan tahun menjadi orang dewasa yang bahagia dan bertanggung jawab, 3) mengembangkan aktivitas waktu senggang dalam kehidupannya, 4) menerima dan menyesuaikan diri pada perubahanperubahan fisik dan psikologis karena usia dan lain-lain. Tabel 8.
Jumlah dan Persentase Responden Peserta PKH menurut Kategori Usia, di Kelurahan Balumbang Jaya, 2010
Kategori Usia (Tahun)
Jumlah (orang)
Persentase (%)
18-29 30-50 >50 Total
12 46 8 66
18,18 69,69 12,12 100,00
64
Sesuai dengan tugas perkembangan pada masa usia tersebut, peserta sebagai orang dewasa yang memiliki tanggungan dalam keluarganya bertanggungjawab untuk mencapai kehidupan ekonomi guna kesejahteraan anak-anaknya. Pendamping melalui PKH telah membantu peserta untuk mencapai kehidupan ekonomi yang lebih baik. Lebih dianjurkan pula agar pendamping selalu berinovasi lebih dari yang telah dicapai sekarang. Mengupayakan peserta agar tidak hanya mendapatkan bantuan dana bagi pendidikan maupun kesehatan tetapi juga memberikan mereka keterampilan agar mereka tidak memiliki ketergantungan ketika bantuan PKH suatu saat sudah tidak ada lagi. Mayoritas peserta PKH masuk kedalam kategori usia produktif, hal ini dikarenakan pada usia produktif kebanyakan dari peserta PKH memiliki anak usia balita dan usia sekolah. Sedangkan sebagian peserta usia >50 tahun masih memiliki anak usia sekolah SMP atau cucu yang didaftarkan sebagai penerima dana bantuan kesehatan atau pendidikan.
5.1.2 Pekerjaaan Responden Peserta PKH Pekerjaan adalah posisi atau kedudukan responden peserta penerima bantuan PKH untuk melakukan pekerjaan dalam menjalankan unit usahanya masing-masing. Sebaran pekerjaan peserta penerima bantuan PKH di Kelurahan Balumbang Jaya bervariasi. Pekerjaan responden tersebut terdiri dari buruh, ibu rumahtangga, pedagang dan pembantu rumahtangga. Sebaran jenis pekerjaan responden peserta penerima bantuan PKH dapat dilihat pada Tabel 9. Sebagian besar pekerjaan responden peserta penerima bantuan PKH adalah buruh yakni sebesar 45,45 persen dari total populasi. Mayoritas peserta penerima bantuan PKH adalah buruh yang terdiri dari buruh cuci, buruh pabrik dan bekerja
65
sebagai cleaning service. Selanjutnya sebanyak 33,33 persen peserta penerima bantuan PKH adalah ibu rumahtangga. Berprofesi sebagai pedagang sebesar 12,12 persen dan bekerja sebagai pembantu rumahtangga sebesar 9,09 persen. Tabel 9. Jumlah dan Persentase Responden Peserta PKH menurut Jenis Pekerjaan, di Kelurahan Balumbang Jaya, 2010 Jenis Pekerjaan Buruh Ibu Rumah Tangga Pedagang Pembantu Rumah Tangga Total
Jumlah (orang)
Persentase (%)
30 22 8 6 66
45,45 33,33 12,12 9,09 100,00
Kebanyakan responden peserta penerima bantuan PKH telah bekerja, mengingat harga-harga kebutuhan semakin meningkat. Selain itu kebanyakan dari mereka memiliki suami yang tidak bekerja juga tidak memiliki penghasilan tetap. Oleh karena itu, untuk membantu menyokong keuangan rumahtangga sebagian besar dari ibu-ibu peserta PKH memilih untuk bekerja. Namun, saat ini yang hanya bekerja sebagai ibu rumahtangga dikarenakan terkait dengan kondisi dimana mereka mempunyai balita yang belum dapat ditinggal bekerja.
5.1.3 Pendidikan Terakhir Responden Peserta PKH Pendidikan terakhir adalah pendidikan formal yang pernah dilalui responden di bangku sekolah. Pendidikan yang pernah dijalani responden bervariasi yang dibagi ke dalam tiga kategori yaitu pendidikan rendah yakni pernah mengenyam pendidikan di bawah atau setingkat ≤ SD, pendidikan sedang yakni pernah mengenyam pendidikan SMP/sederajat dan pendidikan tinggi yakni pernah mengenyam pendidikan SMA/SMK. Sejalan dengan yang dikemukakan Sumarto (2005), bahwa semakin tinggi pendidikan orang tua pun akan mempengaruhi harapan mereka terhadap keberlanjutan
66
pendidikan anak kejenjang yang lebih tinggi lagi. Namun, mayoritas pendidikan peserta PKH hanya setingkat SD sebanyak 43 orang. Hal ini dapat mempengaruhi cara pandang peserta terhadap pendidikan anak mereka. Kejadian di lapang ditemukan bahwa peserta PKH memiliki harapan yang rendah terhadap pendidikan anak mereka. Peserta tidak terlalu berharap banyak terhadap pendidikan kejenjang yang lebih tinggi (universitas). Mereka malah sangat berterimakasih karena atas adanya dana bantuan PKH membuat anak mereka mendapat kesempatan sekolah sampai jenjang SMP. Tidak seperti mayoritas orang tua peserta PKH yang hanya bisa mengenyam pendidikan sampai jenjang SD saja. Tabel 10. Jumlah dan Persentase Responden Peserta PKH menurut Tingkat Pendidikan Terakhir, di Kelurahan Balumbang Jaya, 2010 Tingkat Pendidikan Terakhir
Jumlah (orang)
Pernah Mengenyam Pendidikan Setingkat ≤ SD Pernah Mengenyam Pendidikan SMP/Sederajat Pernah Mengenyam Pendidikan ≥SMA/SMK Total
43 22 1 66
Persentase (%) 65,15 33,33 1,51 100,00
Hasil penelitian yang dapat dilihat pada Tabel 10, menunjukan bahwa mayoritas pendidikan terakhir yang pernah dilalui oleh responden peserta penerima bantuan PKH adalah setingkat ≤ SD sebesar 65,15 persen. Tingkat pendidikan sekolah menengah pertama (SMP) sebesar 33,33 persen dan pernah mengenyam pendidikan sekolah menengah atas (SMA/SMK) sebesar 1,51 persen. Rendahnya pendidikan yang dimiliki oleh sebagian besar RTSM tersebut terjadi karena faktor ekonomi.
5.1.4 Pendidikan Non Formal Responden Peserta PKH Pendidikan non formal merupakan pendidikan luar sekolah yang didapat peserta penerima bantuan PKH dalam bentuk pelatihan atau kursus. Beberapa responden hanya pernah mengalami pelatihan atau kursus di tempat responden itu tinggal. Pendidikan 67
non formal berupa pelatihan atau kursus dapat dijadikan sebagai alternatif untuk menambah pengetahuan di luar pendidikan sekolah. Pengkategorian pendidikan non formal dibagi menjadi tiga berdasarkan frekuensi/jumlah kesertaan, yaitu 1) tidak pernah mengikuti pelatihan atau kursus, 2) pernah mengikuti pelatihan atau kursus satu sampai dua kali semasa hidupnya, 3) pernah mengikuti pelatihan atau kursus lebih dari tiga kali. Tabel 11. Jumlah dan Persentase Responden Peserta PKH menurut Kesertaan Pendidikan Non Formal, di Kelurahan Balumbang Jaya, 2010 Kesertaan Pendidikan Non Formal
Jumlah (orang)
Persentase (%)
49 16 1 66
74,24 24,24 1,51 100,00
Tidak Pernah Mengikuti Pernah Mengikuti 1-2 Kali Pernah Mengikuti Lebih Dari 3 kali Total
Terlihat pada Tabel 11 bahwa mayoritas responden peserta penerima bantuan PKH tidak pernah mengikuti pelatihan atau kursus sebesar 74,24 persen. Kemudian sebesar 24,24 persen adalah responden peserta penerima bantuan PKH yang hanya pernah mengikuti pelatihan atau kursus sebanyak satu atau dua kali. Sedangkan responden peserta PKH yang pernah mengikuti pelatihan atau kursus lebih dari tiga kali hanya sebesar 1,51 persen. Peserta PKH Kelurahan Balumbang Jaya sangat sedikit sekali memiliki keterampilan dilihat dari persentasi kesertaan pendidikan non formal yang pernah diikuti berdasarkan tabel di atas. Seyogyanya pendamping memiliki insiatif sebagai inovasi PKH untuk memberikan mereka pelatihan atau kursus gratis. Hal ini dimaksudkan agar peserta memiliki bekal dikemudian hari jika tiba saatnya bantuan PKH sudah tidak mereka dapatkan lagi. Tujuan PKH sebagai program pemberdayaan akan salah kaprah pada akhirnya kalau program ini tidak menciptakan kemandirian tetapi malah menciptakan ketergantungan bagi peserta.
68
Sebagian responden yang pernah mengikuti pendidikan non formal berasal dari pelatihan atau kursus yang diberikan oleh mahasiswa atau kader Posyandu. Pelatihan tersebut berupa pelatihan pembuatan makanan alternatif untuk bayi, pembuatan kerajinan tangan, dan pelatihan pembuatan kue. Pelatihan yang berasal dari mahasiswa maupun dari kader Posyandu tersebut biasanya tidak dipungut biaya.
5.1.5 Jumlah Tanggungan Responden Peserta PKH Jumlah tanggungan yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan jumlah keseluruhan anggota keluarga responden yang memiliki anak/keponakan/cucu yang masuk kategori balita atau anak usia sekolah SD/SMP. Banyaknya tanggungan yang dimiliki responden peserta penerima bantuan PKH beragam. Dapat dikategorikan menjadi tiga yaitu kategori rendah (memiliki anak kurang dari tiga orang), sedang (memiliki anak tiga sampai lima orang) dan kategori tinggi (lebih dari lima orang). Jumlah tanggungan peserta PKH kebanyakan memiliki kombinasi antara balita dan anak usia sekolah. Sebaran jumlah tanggungan dapat dilihat pada tabel yang ada dibawah ini. Tabel 12. Jumlah dan Persentase Responden Peserta PKH menurut Jumlah Tanggungan, di Kelurahan Balumbang Jaya, 2010 Jumlah Tanggungan
Jumlah (orang)
Persentase (%)
Kurang dari 3 orang
35
53,03
Antara 3 sampai 5 orang
31
46,97
66
100,00
Total
Jumlah tanggungan anggota keluarga berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa mayoritas responden peserta penerima bantuan PKH memiliki jumlah tanggungan kategori rendah sebanyak 53,03 persen. Kemudian sebanyak 46,97 persen adalah jumlah tanggungan keluarga kategori sedang yang dimiliki oleh peserta PKH. 69
Sedangkan jumlah tanggungan kategori tinggi tidak ditemukan dalam pengamatan di lapangan. Hal ini terjadi karena sudah ada anak/keponakan/cucu yang tadinya masih menjadi tanggungan kemudian tidak menjadi tanggungan lagi karena sudah tidak mendapat bantuan PKH atau sudah berhasil hidup mandiri. Johanes (2010) tidak menemukan hal yang sama dengan yang terjadi di lapang saat ini dimana jumlah tanggungan peserta PKH kategori sedang merupakan kategori yang dimiliki oleh sebagian banyak peserta yaitu 51,1 persen. Sedangkan yang paling sedikit adalah kategori tinggi dengan persentase 2,2 persen. Kategori rendah sebanyak 46,7 persen. Telah terjadi pengurangan jumlah tanggungan peserta PKH, hal ini mengindikasikan bahwa ada peserta PKH yang sudah tidak menjadi peserta lagi. Hal ini dapat disebabkan karena peserta sudah „NE‟ (Non Eligable) atau sudah tidak memenuhi syarat sebagai peserta lagi. Dikarenakan sudah ada beberapa anak peserta yang dapat dikatakan telah memenuhi pendidikan dasar sembilan tahun. Selain dapat dikarenakan ada beberapa peserta yang sudah dikatakan telah mampu dalam hal tingkat ekonomi yang datanya selalu diperbaharui oleh pendamping. Terpenuhinya aspek kesehatan pada ibu hamil dan telah terjaminnya anak yang lahir tersebut hingga masa transisi ke anak usia sekolah juga dapat membuat peserta menjadi „NE‟.
5.1.6 Jumlah Penghasilan Rumahtangga Responden Peserta PKH Jumlah penghasilan keluarga adalah besarnya jumlah penerimaan dalam bentuk yang dapat diuangkan oleh responden peserta penerima bantuan PKH dalam sebulan (rupiah). Jumlah penghasilan dibagi menjadi tiga kategori, berdasarkan sebaran pendapatan yang ditemukan dilapangan. Ketiga kategori tersebut yaitu, penghasilan rendah
Rp100.000,00–Rp400.000,00,
penghasilan
sedang
Rp750.000,00, dan penghasilan tinggi Rp800.000,00–Rp1.600.000,00.
70
Rp450.000,00–
Tabel 13 Menunjukkan sebaran jumlah penghasilan responden peserta penerima bantuan PKH di luar dana bantuan PKH. Menurut berita yang bersumber dari Kompas (22 Desember 2009), bahwa Upah Minimal
Regional (UMR) Kota dan
Kabupaten Bogor tahun 2009 adalah Rp987.000,00. Sedangkan berdasarkan tabel dimana pendapatan terendah yang diterima oleh peserta selama sebulan bekerja adalah Rp100.000,00. Pendapatan tertinggi yang diperoleh oleh peserta dalam sebulan adalah Rp1.600.000,00. Peserta yang memiliki penghasilan terendah sebanyak 34,85 persen berada pada kategori pendapatan di bawah UMR Bogor. Penghasilan tertinggi dimiliki oleh sebagian peserta sebanyak 31,82 persen. Hampir sama banyaknya dengan peserta yang berpenghasilan rendah. Namun, peserta yang berpenghasilan di bawah standar UMR lebih banyak mendominasi penghasilan yang dimiliki peserta PKH. Tabel 13. Jumlah dan Persentase Rumahtangga Responden Peserta PKH menurut Kategori Jumlah Penghasilan, di Kelurahan Balumbang Jaya, 2010 Kategori Jumlah Penghasilan (Rp) Penghasilan Rendah 100 000 - 400 000 Penghasilan Sedang 450.000 – 750 000 Penghasilan Tinggi 800 000 – 1 600 000 Total
Jumlah (orang)
Persentase (%)
23
34,85
22
33,33
21
31,82
66
100,00
Penelitian menemukan bahwa mayoritas responden peserta PKH yang memiliki pendapatan rendah yakni sebesar 34,8 persen. Jumlah responden peserta PKH yang memiliki pendapatan sedang yakni sebesar 33,33 persen. Jumlah responden peserta PKH yang berpenghasilan tinggi sebanyak 31,82 persen. Kombinasi perolehan penghasilan keluarga peserta PKH terdiri dari hasil kontribusi antara istri-suami, istri saja, maupun atas kontribusi dari suami saja. Masih banyaknya rumahtangga peserta PKH yang memiliki penghasilan rendah dikarenakan faktor jenis pekerjaan yang
71
dimiliki maupun kontribusi perolehan keuangan yang tidak seimbang yakni istri atau suami saja yang bekerja.
5.2
Hubungan Kondisi Sosial Ekonomi Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) Peserta PKH di Kelurahan Balumbang Jaya dengan Keberlanjutan Pendidikan Anak Peserta Program Keluarga Harapan dapat dianalisis dari kondisi sosial ekonomi RTSM-
nya sebagai suatu ciri khas. Kondisi sosial ekonomi diambil berdasarkan turun lapang yang merupakan ciri khas responden peserta PKH Kelurahan Balumbang Jaya. Komponen itu berupa (1) kategori usia, (2) jenis pekerjaan, (3) tingkat pendidikan terakhir, (4) kesertaan pendidikan non formal, (5) jumlah tanggungan, dan (6) kategori jumlah penghasilan rumahtangga. Sumarto (2005) mengungkapkan bahwa masalah kondisi sosial ekonomi dan harapan masa depan anak dari orangtua pada akhirnya akan menimbulkan masalah bagi orangtua untuk menentukan alternatif pilihan terhadap kelanjutan sekolah anak– anaknya. Masalah tersebut merupakan faktor eksternal yang mempengaruhi motivasi anak untuk melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi. Masa depan pendidikan anak dipengaruhi oleh cara pandang orang tuanya terhadap pendidikan. Ada pengaruh dari kondisi sosial ekonomi dengan motivasi keberlanjutan sekolah anak ke jenjang yang lebih tinggi. Berdasarkan yang terjadi di lapang ditemukan hal yang sama dimana faktor kondisi sosial ekonomi dari peserta mempengaruhi cara pandang mereka terhadap PKH khususnya terhadap berkesinambungnya pendidikan anak peserta PKH. Namun, berdasarkan penelitian bahwa kondisi sosial ekonomi tidak berhubungan erat dengan PKH. Sejalan dengan yang ditemukan oleh Utomo (2009) usia dalam penelitian ini, tidak terbukti memiliki pengaruh terhadap motivasi internal. Penelitian di lapangan pun ditemukan bahwa usia peserta PKH tidak memiliki pengaruh terhadap keberlanjutan pendidikan anak peserta. 72
Peserta PKH memiliki tingkat pendidikan yang sangat rendah, mayoritas dari mereka hanya mengenyam pendidikan SD. Pekerjaan peserta pun kebanyakan sebagai buruh. Mayoritas peserta tidak pernah mengikuti pendidikan non formal seperti kursus dan pelatihan guna menambah wawasan dan pengetahuan. Penghasilan keluarga peserta paling rendah dan paling banyak ialah sekitar Rp100.000,00-Rp400.000,00. Tabel 14. Analisis Koefisien Korelasi Kondisi Sosial Ekonomi RTSM Peserta PKH dengan Keberlanjutan Pendidikan Anak Peserta Kondisi Sosial Ekonomi Peserta PKH Kategori Usia Jenis Pekerjaan Tingkat Pendidikan Terakhir Kesertaan Pendidikan non formal Jumlah tanggungan Kategori Jumlah Penghasilan Rumahtangga
Keberlanjutan Pendidikan Anak Peserta -0,852 0,352 -0,082 -0,582 0,866 0,161
Pengujian statistik Rank Sperman dapat dilihat pada Tabel 14 dilakukan untuk menguji kondisi sosial ekonomi yang terdiri dari kategori usia, jenis pekerjaan, tingkat pendidikan terakhir, kesertaan pendidikan non formal, jumlah tanggungan serta kategori jumlah penghasilan rumahtangga. Sedangkan kondisi sosial ekonomi yakni pekerjaan menggunakan uji statistik Chi Square. Hipotesis mengatakan bahwa “Terdapat hubungan positif antara kondisi sosial ekonomi peserta PKH, yaitu kategori usia, jenis pekerjaan, tingkat pendidikan terakhir, kesertaan pendidikan non formal, jumlah tanggungan serta kategori jumlah penghasilan rumahtangga dengan keberlanjutan pendidikan anak peserta PKH yang meliputi tingkat peran pengawasan orang tua, ketepatan alokasi dana, serta keberlanjutan sekolah anak”. Namun, berdasarkan hasil pengujian statistik Rank Spearman hipotesis tersebut ditolak karena p>0,05. Tetapi untuk kondisi sosial ekonomi yakni jenis pekerjaan yang diuji mengggunakan Chi Square didapatkan koefisien korelasi sebesar 0,352. Hal ini mengindikasikan bahwa hubungan kondisi sosial ekonomi yakni jenis pekerjaan memiliki hubungan erat yang 73
lemah terhadap keberlanjutan pendidikan anak peserta. Hal tersebut dapat disebabkan karena kehomogenitasan kondisi sosial ekomomi dari peserta sendiri. Dimana kondisi sosial ekonomi peserta PKH sudah ditentukan berdasarkan kriteria RTSM. Tabel 15. Jumlah dan Persentase Peserta PKH Menurut Kategori Variabel Keberlanjutan Pendidikan Anak Peserta, Kelurahan Balumbang Jaya, 2010 Variabel
1. Tingkat Peran Pengawasan Orang Tua
Kategori Sangat Rendah Rendah Tinggi Sangat Tinggi
Total 2. Ketepatan Alokasi Dana
Sangat Rendah Rendah Tinggi Sangat Tinggi
Total 3. Keberlanjutan Sekolah Anak
Sangat Rendah Rendah Tinggi Sangat Tinggi
Total
Jumlah (Orang)
Persentase (%)
25 16 21 4 66 8 26 29 3 66 4 41 19 2 66
37,88 24,24 31,82 6,06 100,00 12,12 39,39 43,94 4,55 100,00 6,06 62,12 28,79 3,03 100,00
Tabel 15 merupakan tabel frekuensi yang menyatakan kategori tingkat keberlanjutan pendidikan anak peserta menurut hasil survai yang dilakukan kepada peserta PKH. Tabel tersebut menggambarkan mengenai sejauhmana tingkat keberlanjutan pendidikan anak peserta yang dapat dilihat melalui tingkat peran pengawasan orang tua, ketepatan alokasi dana dan keberlanjutan sekolah anak. Terlihat bahwa peserta memiliki beragam kesadaran mengenai tingkat peran pengawasan terhadap anaknya. Mayoritas sebagaian peserta berturut-turut memililiki tingkat peran pengawasan orang tua sangat kurang baik dan juga baik. Kemudian ketepatan alokasi dana yang dimiliki oleh peserta mayoritas sebagian memiliki kesadaran dengan tingkat kesadaran baik dan kurang baik. Selanjutnya untuk keberlanjutan sekolah anak mayoritas sebagian peserta berturut-turut memiliki kesadaran kurang baik dan juga baik. 74
BAB VI PERAN PENDAMPING BAGI KEBERLANJUTAN PENDIDIKAN ANAK PESERTA PKH
6.1
Hubungan Peran Pendamping dengan Keberlanjutan Pendidikan Anak Peserta PKH Pada perumusan masalah penelitian, telah disebutkan bahwa tujuan penelitian ini
adalah menganalisis hubungan peran pendamping bagi keberlanjutan pendidikan anak peserta PKH. Hubungan peran pendamping yakni fasilitator, motivator, dinamisator, dan pengevaluasi dan pemantauan (selanjutnya akan disebut monev) dengan keberlanjutan pendidikan anak peserta PKH (Tingkat Peran Pengawasan Orang Tua, Ketepatan Alokasi Dana, dan Keberlanjutan Sekolah Anak) dianalisis menggunakan Rank Spearman. Pendamping PKH memiliki peran sebagai penghubung (Suranto, 1997), maksudnya
bahwa
pendamping
memberikan
kemudahan
jalan
agar
peserta
mendapatkan hak-haknya dalam PKH. Misalnya, (1) sebagai penghubung antara pihak Posyandu dengan peserta, agar terjaminnya mutu kesehatan peserta dan anak peserta, (2) sebagai penghubung antara pihak sekolah dengan peserta, agar terjaminnya mutu pendidikan peserta maupun anak peserta PKH. Selain itu pendamping juga mempunyai peran sebagai pemberi motivasi. Dalam hal ini pendamping memberikan nasehat, semangat maupun peringatan mengenai PKH pada setiap pertemuan kelompok. Peran pendamping sangat penting bagi keberlanjutan Program Keluarga Harapan (PKH). Pendamping juga harus mampu membantu menghidupkan dan mengembangkan kelompok masyarakat sebagai wadah peningkatan kesejahteraan masyarakat miskin. Sejalan dengan yang dikemukakan oleh Sumodiningrat et. al (1999) pendamping dalam PKH membantu dan membimbing masyarakat dalam mendapatkan hak yang patut mereka peroleh dari PKH demi perbaikan upaya kehidupan. Pendamping 75
merupakan pejuang bagi penerima manfaat PKH. Hak yang patut mereka peroleh salah satunya adalah akses pendidikan sampai jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP/Sederajat) bagi anak peserta RTSM PKH. Namun, pendamping PKH tidak sepenuhnya membina dan mengembangkan kemampuan peserta dalam menerapkan dan memanfaatkan potensi yang ada untuk kehidupan selanjutnya agar kehidupannya lebih baik lagi. Hal ini tidak sejalan dengan yang dikemukakan oleh Yusri (1999). Pendamping membantu memfasilitasi anak peserta bantuan PKH agar dapat mengenyam pendidikan wajib sembilan tahun. Hal yang dilakukan pendamping agar berjalannya program ini adalah dengan mengawasi penggunaan dana bantuan yang diberikan untuk kebutuhan sekolah anak. Mengadakan pemantauan dan pengecekan ke sekolah-sekolah maupun Posyandu anak peserta PKH, juga mengadakan pertemuan kelompok secara teratur dengan peserta PKH. Sejauh berjalannya program hingga saat ini pendamping telah melakukan tugasnya dengan baik sesuai dengan buku pedoman operasional pendamping yang dibekalkan kepada pendamping PKH. Tabel 16. Nilai Koefisien Korelasi Rank Spearman antara Peran Pendamping dengan Keberlanjutan Pendidikan Anak Peserta PKH
No 1.
2. 3.
Keberlanjutan Pendidikan Anak Peserta Tingkat Peran Pengawasan Orang Tua
Peran Pendamping Fasilitator
Motivator
0,027*
Ketepatan Alokasi Dana Keberlanjutan Sekolah Anak
Keterangan:
Dinamisator
Monev
0,025*
-0,635
0,124
0,811
0,205
-0,977
-0,563
-0,464
0,618
-0,194
-0,185
* berhubungan nyata pada taraf (p <0,05)
76
Hasil pengujian menunjukkan bahwa hanya terdapat dua variabel yang memiliki hubungan signifikan (p<0,05), yaitu hubungan antara variabel peran pendamping (fasilitator dan motivator) dengan variabel keberlanjutan pendidikan anak peserta (tingkat peran pengawasan orang tua). Hal ini mengindikasikan bahwa peran pendamping berhubungan dengan keberlanjutan pendidikan anak peserta hanya untuk peran sebagai fasilitator dan motivator dengan peran pengawasan orang tua. Hal ini berarti bahwa hipotesis 2, “Terdapat hubungan positif antara peran pendamping, yaitu pendamping sebagai fasilitator, motivator, dinamisator, serta monev (pengevaluasi dan pemantau) dengan keberlanjutan pendidikan anak peserta PKH yang meliputi tingkat peran pengawasan orang tua, ketepatan alokasi dana, serta keberlanjutan sekolah anak” hanya terbukti sebagian.
6.1.1 Hubungan Peran Pendamping sebagai Fasilitator dengan Keberlanjutan Pendidikan Anak Peserta PKH Peran pendamping sebagai fasilitator (Sumodiningrat et al., 1999) memiliki hubungan signifikan (p<0,05) dengan keberlanjutan pendidikan anak peserta penerima bantuan PKH dalam hal tingkat pengawasan orang tua namun, tidak berhubungan signifikan dalam hal ketepatan alokasi dana dan keberlanjutan sekolah anak. Hal ini berarti pendamping telah menjalankan tugasnya sebagai fasilitator, salah satunya dengan mengingatkan peserta PKH untuk memberikan perhatian dan pengawasan terhadap anaknya dalam hal pendidikan. Peran pendamping sebagai fasilitator dapat diartikan pula bahwa pendamping bertugas memandu peserta agar tidak salah mengetahui tentang program dana bantuan yang sedang mereka jalankan. Pendamping harus selalu menginformasikan dalam setiap pertemuan kelompok. Pertemuan kelompok pun harus dijadwalkan lebih teratur lagi tidak dijadwalkan secara mendadak atau diadakan pertemuan kelompok ketika akan 77
pencairan dana maupun sesudah pencairan dana saja. Hal ini agar pendamping lebih mudah untuk memberikan panduan kepada peserta. Agar peserta tidak ada yang salah informasi lagi mengenai apa itu Program Keluarga Harapan. Pengawasan orang tua menjadi penting dalam PKH sebagai salah satu bentuk kesadaran dan kepedulian peserta terhadap berjalannya program. Tanpa pengawasan orang tua maka program kesehatan dan pendidikan bagi anak tidak akan berjalan. Pengawasan orang tua dilihat dari kepedulian orang tua terhadap absensi anak sekolah. Anak peserta penerima bantuan PKH yang masih sekolah harus memenuhi kewajibannya untuk bersekolah sampai SMP dengan absensi kehadiran minimal 85 persen. Jika syarat tersebut tidak terpenuhi maka orang tua sebagai peserta dapat dicabut keanggotaannya dari PKH. Tabel 16. menunjukkan bahwa hanya ada satu variabel peran pendamping (fasilitator) yang memiliki hubungan dengan variabel keberlanjutan pendidikan anak peserta (tingkat peran pengawasan orang tua). Sedangkan untuk peran pendamping sebagai fasilitator dengan ketepatan alokasi dana dan keberlanjutan sekolah anak tidak memiliki hubungan yang signifikan. Uji korelasi Rank Spearman menunjukkan angka korelasi positif pada keberlanjutan pendidikan anak peserta penerima bantuan PKH dalam hal tingkat peran pengawasan orang tua. Hal ini berarti arahnya sejajar antara dua variabel, artinya semakin sering pendamping melakukan perannya sebagai fasilitator maka akan semakin baik pula pengawasan yang diberikan oleh peserta penerima bantuan PKH kepada anakanaknya. Pendamping PKH lebih mempunyai peran sebagai fasilitator terkait dengan persoalan keluarga yang dihadapi peserta. Sejalan yang ditemukan oleh Bartin (2006), dalam setiap pertemuan kelompok yang diadakan, pendamping mampu menciptakan diskusi mengenai persoalan-persoalan keluarga yang terkait dengan PKH. 78
Tabel 17. Jumlah dan Persentase Responden Peserta PKH Menurut Kategori Variabel Peran Pendamping Sebagai Fasilitator, Kelurahan Balumbang Jaya, 2010 Variabel
Kategori
Fasilitator
Sangat Rendah Rendah Tinggi Sangat Tinggi
Total
Jumlah (Orang)
Persentase (%)
4 26 29 7 66
6,06 39,39 43,94 10,60 100,00
Tabel 17 merupakan tabel frekuensi yang menyatakan kategori tingkat peran pendamping sebagai fasilitator menurut hasil survai yang dilakukan kepada peserta PKH. Terlihat bahwa mayoritas peserta PKH menilai bahwa peran pendamping sebagai peserta PKH sudah baik. Oleh karena itu, Tabel 17 dapat menggambarkan hasil uji korelasi Rank Spearman bahwa peran pendamping sebagai fasilitator berhubungan erat dengan keberlanjutan pendidikan anak peserta.
6.2
Hubungan Peran Pendamping sebagai Motivator dengan Keberlanjutan Pendidikan Anak Peserta PKH Peran pendamping sebagai motivator (Suranto, 1997) memiliki hubungan
signifikan (p<0,05) dengan keberlanjutan pendidikan anak peserta dalam hal tingkat pengawasan orang tua namun, tidak berhubungan signifikan dalam hal ketepatan alokasi dana dan keberlanjutan sekolah anak. Hal ini berarti pendamping telah menjalankan tugasnya sebagai motivator, salah satunya dengan memberikan semangat dan nasihat kepada peserta agar memenuhi kewajibannya sebagai peserta penerima bantuan PKH. Motivasi yang diberikan kepada peserta berguna sebagai dorongan agar peserta terdorong melakukan tindakan yang diinginkan pendamping. Uji korelasi Rank Spearman pada Tabel 16 menunjukkan angka korelasi positif pada peran pendamping sebagai motivator. Hal ini berarti arahnya sejajar antara dua variabel, artinya semakin sering pendamping melakukan perannya sebagai motivator 79
maka akan semakin baik pula pengawasan yang diberikan oleh peserta penerima bantuan PKH kepada anak-anaknya. Sejalan dengan Primahendra (2002), di lapangan ditemukan peran dasar seorang pendamping PKH adalah sebagai penasehat kelompok, trainer participatoris dan link person. Pendamping PKH Kelurahan Balumbang Jaya memiliki tiga peran dasar tersebut walaupun tidak mencangkup semuanya. Pendamping memiliki kemampuan dalam menasehati yang termasuk ke dalam memotivasi peserta. Pendamping juga memiliki peran sebagai link person antara peserta dengan pihak Posyandu (kesehatan), sekolah (pendidikan) maupun dengan pihak PKH dibawah naungan Dinas Sosial. Pendamping
sebagai
trainer
participatoris
dimana
pendamping
memberikan
kemampuan dasar pada peserta untuk berkelompok seperti mengelola rapat. Peserta memiliki mother leader sebagai ketua kelompok mereka. Mereka memiliki pengaturan keuangan seperti kas kelompok dalam memenuhi kebutuhan untuk mengadakan pertemuan kelompok. Peran pendamping dalam memotivasi yakni agar peserta penerima bantuan PKH selalu melakukan pengawasan dibidang pendidikan terhadap anak-anaknya. Peran pendamping dalam memotivasi tidak berhubungan nyata dengan ketepatan alokasi dana maupun keberlanjutan sekolah anak. Hal ini dapat tejadi karena pendamping hanya sebatas memberikan motivasi, peringatan maupun nasihat kepada peserta namun keputusan selanjutnya tergantung pada peserta maupun anak peserta sendiri. Terbukti berdasakan penelitian bahwa peran pendamping lebih mempunyai peran untuk memotivasi dalam hal pengawasan peserta terkait dengan persoalan yang terjadi di lapangan. Namun, tidak berperan dalam pengambilan tindakan atau keputusan dari peserta itu sendiri. Dalam hal ini tindakan tersebut ada ketika pengalokasian dana bantuan dan penentuan keberlanjutan sekolah anak selanjutnya. Untuk mengatasinya,
80
seyogyanya perlu adanya pelatihan manajemen keuangan bagi peserta PKH dan konseling pendidikan bagi peserta dan anak peserta terhadap pentingnya pendidikan. Tabel 18. Jumlah dan Persentase Responden Peserta PKH Menurut Kategori Variabel Peran Pendamping Sebagai Motivator, Kelurahan Balumbang Jaya, 2010 Variabel
Kategori
Motivator
Sangat Rendah Rendah Tinggi Sangat Tinggi
Total
Jumlah (Orang)
Persentase (%)
4 15 27 20 66
6,06 22,73 40,91 30,30 100,00
Tabel 18 merupakan tabel frekuensi yang menyatakan kategori tingkat peran pendamping sebagai motivator menurut hasil survai yang dilakukan kepada peserta PKH. Terlihat bahwa mayoritas peserta PKH menilai bahwa peran pendamping sebagai peserta PKH sudah baik. Oleh karena itu, Tabel 18 dapat menggambarkan hasil uji korelasi Rank Spearman bahwa peran pendamping sebagai motivator berhubungan erat dengan keberlanjutan pendidikan anak peserta.
6.1.3 Hubungan Peran Pendamping sebagai Dinamisator dengan Keberlanjutan Pendidikan Anak Peserta PKH Uji korelasi yang dilakukan dengan Uji Rank Spearman pada Tabel 16 menunjukkan angka korelasi negatif. Berarti arahnya berkebalikan, dimana jika peran pendamping sebagai dinamisator rendah berarti keberlanjutan pendidikan anak peserta yang tinggi atau kebalikannya. Hal ini mengindikasikan bahwa peran pendamping sebagai dinamisator memiliki hubungan negatif (p>0,05) namun tidak signifikan dengan tingkat peran pengawasan orang tua, ketepatan alokasi dana, dan keberlanjutan sekolah anak. Dengan demikian, peran pendamping sebagai dinamisator tidak berhubungan kuat dengan pengawasan yang dilakukan oleh orang tua, dan tidak berhubungan kuat dengan ketepatan alokasi dana maupun dengan keberlanjutan sekolah anak. Hal ini karena 81
pendamping PKH hanya sedikit memiliki kemampuan mengembangkan kesejahteraan masyarakat miskin dalam hal pengembangan keterampilan bagi peserta. Dapat disebabkan karena kurangnya pelatihan, diklat maupun seminar yang diberikan bagi para pendamping. Pendamping PKH selama empat tahun masa kerja hanya pernah mengalami satu kali masa diklat. Seyogyanya PKH memberikan pelatihan kepada pendamping mengenai teknikteknik pemberdayaan, pendampingan dan pembekalan pengetahuan tentang orang dewasa. Pelatihan tersebut bisa berupa diklat dan seminar. Diharapkan pelatihan tersebut dapat membantu kinerja pendamping agar lebih baik dari sebelumnya. Peran pendamping sebagai dinamisator (Sumodiningrat et al., 1999) maksudnya disini ialah bahwa pendamping harus mampu menggerakan peserta PKH yang dikumpulkan dalam kelompok-kelompok kecil dan masing-masing diketuai oleh mother leader. Kelompok tersebut nantinya memudahkan pendamping dalam memberikan informasi dan pengarahan mengenai PKH. Sejauh ini peserta telah aktif berpartisipasi dalam kelompok PKH. Peserta selalu berkumpul setiap ada pertemuan kelompok karena memang pertemuan kelompok menjadi kewajiban dan memiliki absensi bagi peserta. Setiap pertemuan kelompok peserta aktif bertanya dan berpendapat pada saat pertemuan kelompok berlangsung. Beberapa dari peserta pun mampu memenuhi kewajibannya untuk selalu aktif memeriksakan anaknya ke Posyandu dan juga memeriksakan kehamilan jika memang peserta PKH ada yang sedang hamil. Namun, keaktifan peserta tersebut didasarkan atas peraturan yang mengikat sebagai kewajiban yang memiliki sanksi. Jadi, bukan pendamping yang banyak membuat peserta aktif dikelompok maupun untuk berpartisipasi. Penyebab mengapa peserta aktif dan berpartisipasi ialah peraturan PKH sendiri yang mengikat mereka. Pendamping juga kurang memiliki kemampuan dalam hal menggerakan kelompok peserta sebagai wadah peningkatan
82
kesejahteraan masyarakat miskin. Dibuktikan dari hasil uji analisis statistik (p>0,05), dimana pendamping tidak memiliki kedinamisan dalam membantu peserta PKH untuk mendapatkan lebih dari dana bantuan yang membuat peserta ketergantungan pada program tersebut. Tabel 19. Jumlah dan Persentase Responden Peserta PKH Menurut Kategori Variabel Peran Pendamping Sebagai Dinamisator, Kelurahan Balumbang Jaya, 2010 Variabel
Dinamisator
Kategori Sangat Rendah Rendah Tinggi Sangat Tinggi
Total
Jumlah (Orang)
Persentase (%)
26 19 17 4 66
39,39 28,79 25,76 6,06 100,00
Tabel 19 merupakan tabel frekuensi yang menyatakan kategori tingkat peran pendamping sebagai dinamisator menurut hasil survai yang dilakukan kepada peserta PKH. Terlihat bahwa mayoritas peserta PKH menilai bahwa peran pendamping sebagai dinamisator sangat rendah. Peran tersebut tidak berpengaruh terhadap masing-masing peserta PKH dalam menjalankan keberlanjutan pendidikan anak peserta. Hal ini dapat disebabkan peserta PKH sendiri sudah memiliki kesadaran terhadap keberhasilan anaknya. Walaupun begitu tanpa keseimbangan kemauan yang sama antara peserta dan pendamping PKH maka tidak terjadi hubungan antar kedua variabel tersebut.
6.1.4 Hubungan Peran Pendamping sebagai Pengevaluasi dan Pemantau (Monev) dengan Keberlanjutan Pendidikan Anak Peserta PKH Uji korelasi yang dilakukan dengan Uji Rank Spearman, yang dapat dilihat pada Tabel 16 menunjukkan angka korelasi negatif. Angka korelasi negatif ditunjukan oleh peran pendamping sebagai monev (pengevaluasi dan pemantau) terhadap ketepatan alokasi dana dan keberlanjutan sekolah anak. Sedangkan korelasi positif ditunjukan oleh
83
peran pendamping sebagai monev terhadap tingkat peran pengawasan orang tua. Peran pendamping sebagai monev memiliki hubungan negatif namun tidak signifikan (p>0,05) dengan ketepatan alokasi dana dan keberlanjutan sekolah anak. Dengan demikian, peran pendamping sebagai monev tidak berhubungan dengan pengawasan yang dilakukan oleh orang tua, dan tidak berhubungan dengan pengaturan ketepatan alokasi dana maupun dengan keberlanjutan sekolah anak. Pengawasan dan evaluasi terhadap capaian program PKH yang dilakukan oleh pendamping sebagai bentuk monev tidak berhubungan dengan keberlanjutan pendidikan anak peserta PKH. Peserta PKH sebagai orangtua sudah memiliki kesadaran cukup tinggi terhadap pentingnya sekolah anak (pendidikan wajib sembilan tahun). Sebagian besar peserta sudah menyadari kewajiban dalam memberikan pengawasannya terhadap anakanaknya. Hal ini mengapa peran pendamping sebagai monev tidak berhubungan dengan pengawasan yang dilakukan oleh orang tua. Pendamping memiliki peran dalam memonitoring dan mengevaluasi program khususnya pada peserta PKH. Monitoring pendamping tersebut yakni, (1) pada pengawasan dana bantuan ketika pencairan dana dan pada saat pertemuan kelompok yang berupa nasehat dan peringatan, (2) monitoring juga dilakukan kepada anak peserta PKH, dimana pendamping melakukan kunjungan rutin ke sekolah dan Posyandu. Evaluasi dilakukan dengan melakukan verifikasi setelah pencairan dana yakni pemutakhiran data peserta PKH. Untuk verifikasi pendamping meminta peserta PKH mengumpulkan fotokopi raport dan fotokopi kartu absensi Poyandu anak. Tujuannya adalah guna mengetahui apakah peserta tersebut masih memenuhi syarat sebagai peserta PKH atau tidak. Pengisian formulir pemutakhiran data peserta PKH dikenal istilah “NE” atau Not Eligible. Penggunaan istilah ini memiliki arti bahwa RTSM tersebut sudah tidak memenuhi persyaratan sebagai peserta PKH seperti tidak adanya balita,
84
tidak ada kehamilan serta tidak memiliki anak usia sekolah dalam keluarga tersebut. Peserta PKH yang pindah ketempat lain bukan termasuk “NE” atau Not Eligible. Pengevaluasi dan pemantau (monev) yang dilakukan pendamping tidak mempengaruhi meningkatnya keberlanjutan pendidikan anak peserta PKH berdasarkan uji analisis statistik dimana p>0,05. Hal ini dapat terjadi karena monev yang dilakukan pendamping sebagian besar bersifat fisik. Bersifat fisik yang dimaksud adalah pendamping hanya memerlukan bukti tertulis berupa fotokopi raport, daftar absensi sekolah maupun Posyandu, dan nota pembayaran dari pihak sekolah guna data pemutakhiran PKH. Selain itu, dapat pula dana bantuan tersebut sebenarnya tidak memadai sesuai dengan kebutuhan pendidikan anak. Dana bantuan tersebut juga kemungkinan tidak tepat guna sebagai program pemberdayaan yang diberikan oleh PKH. Oleh karena itu, walaupun pendamping telah melakukan monev sesuai dengan prosedur PKH tetapi tetap saja tidak mempengaruhi terhadap komponen keberlanjutan pendidikan anak peserta. Temuan hasil penelitian berbeda dengan yang dikemukakan oleh Sumodiningrat et al. (2005) bahwa dana bantuan PKH yang tidak bersifat selamanya tetapi malah tidak berusaha menciptakan kemandirian pesertanya. Proses pendampingan PKH masih belum relatif berbasis pada pemberdayaan tidak sejalan yang ditemukan oleh Fauziah (2001) di lapang. Pada pendampingan PKH, tidak terjadi perubahan input yang diterima peserta dengan output yang dihasilkan. Output yang dimaksud ialah tidak adanya pengembangan pengetahuan maupun keterampilan dalam bentuk yang nyata demi keberlangsungan masa depan peserta. Pada PKH Input yang ada hanya berbentuk pengetahuan dan pemahaman mengenai materi PKH, sedangkan output yang dihasilkan hanya berupa pemahaman tentang materi PKH yang menjadi kewajiban mengikat bagi
85
peserta. Program Keluarga Harapan hanya membuat peserta melakukan semua tugastugas yang diberikan karena adanya peraturan dan sanksi. Tabel 20. Jumlah dan Persentase Responden Peserta PKH Menurut Kategori Variabel Peran Pendamping Sebagai Monev, Kelurahan Balumbang Jaya, 2010 Variabel
Monev
Kategori Sangat Rendah Rendah Tinggi Sangat Tinggi
Total
Jumlah (Orang)
Persentase (%)
30 19 15 2 66
45,45 28,79 22,73 3,03 100,00
Tabel 20 merupakan tabel frekuensi yang menyatakan kategori tingkat peran pendamping sebagai monev menurut hasil survai yang dilakukan kepada peserta PKH. Terlihat bahwa mayoritas peserta PKH menilai bahwa peran pendamping sebagai monev sangat rendah. Peran tersebut tidak berpengaruh terhadap masing-masing peserta PKH dalam menjalankan keberlanjutan pendidikan anak peserta. Hal ini dapat disebabkan peserta PKH sendiri sudah memiliki kesadaran terhadap keberhasilan anaknya. Walaupun begitu tanpa keseimbangan kemauan yang sama antara peserta dan pendamping PKH maka tidak terjadi hubungan antar kedua variabel tersebut. Peran pendamping berturut-turut yang paling dimiliki oleh pendamping Kelurahan Balumbang Jaya berdasarkan besarnya nilai koefisien korelasi adalah peran pendamping sebagai motivator dan fasilitator. Kedua peran ini yang paling berhubungan dengan keberlanjutan pendidikan anak peserta. Berarti bahwa peran pendamping baik dalam memberikan nasihat, motivasi maupun peringatan telah mempengaruhi cara berperilaku peserta seingga peserta memenuhi kewajibannya. Sehingga peserta telah mengunjungi pusat kesehatan bagi balita secara rutin dan juga sampai saat ini peserta telah menyekolahkan anaknya.
86
BAB VII KOMPETENSI PENDAMPING DALAM MEMFASILITASI PENDIDIKAN ANAK PESERTA PKH
7.1
Hubungan Kompetensi Pendamping dengan Keberlanjutan Pendidikan Anak Peserta PKH Hubungan antara kompetensi pendamping (kemampuan berkomunikasi efektif,
memahami wilayah, membangun jejaring kerja dan menerapkan teknik pembelajaran orang dewasa) dengan keberlanjutan pendidikan anak peserta PKH (meliputi tingkat peran pengawasan orang tua, ketepatan alokasi dana, dan keberlanjutan sekolah anak). Hubungan tersebut dianalisis menggunakan uji statistik Rank Spearman. Sesuai yang dikemukakan oleh Nuryanto (2008) mengenai aspek-aspek kompetensi salah satunya adalah kemampuan berkomunikasi efektif, memahami wilayah, dan membangun jejaring kerja. Hal ini juga sejalan dengan Standar Kinerja Kompetensi Nasional Indonesia (SKKNI), di lapangan ditemukan bahwa pendamping memiliki beberapa komponen kompetensi menurut SKKNI. Pendamping mampu membangun jejaring kerja, mengumpulkan dan mengolah data potensi wilayah, mengorganisakan pekerjaan, dan melakukan komunikasi dialogis. Kompetensi menurut Mugniesyah (2005), sejalan dengan yang ditemukan di lapangan yakni spesifikasi pengetahuan dan keterampilan yang merupakan aplikasi keduanya terhadap standar kinerja yang dibutuhkan dalam pekerjaan. Kompetensi merupakan kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang pendamping PKH. Kompetensi pendamping yang dilihat pada penelitian ini diukur menggunakan persepsi peserta PKH tentang kompetensi yang dimiliki oleh pendamping. Setelah dilihat berdasarkan persepsi peserta PKH, kemudian ditanyakan kepada pendamping sendiri guna mengetahui kebenarannya.
87
Spesifikasi pengetahuan dan kemampuan pendamping didapatkan dari diklat yang pernah diikuti pendamping ketika mereka pertama kali bekerja sebagai pendamping. Pendamping mendapatkan kuliah pengantar awal mereka bekerja di lapangan menjadi pendamping. Mereka diberikan buku pedoman operasional PKH juga buku saku pendamping. Kebanyakan mereka diberikan materi dengan metode ceramah seperti diberikan kuliah oleh beberapa pemangku jabatan maupun kebijakan yang terkait dengan PKH. Metode dua arah pada diklat terjadi ketika ada sesi tanya jawab, dimana pendamping dari berbagai daerah diberikan kesempatan untuk berbagi pengalaman pertama mereka menjadi pendamping. Pada saat sesi ini pendamping mengungkapkan kendala ataupun permasalahan yang mereka hadapi ketika di lapangan. Diklat yang diberikan oleh UPPKH (Unit Pelaksana Program Keluarga Harapan) pusat tidak memberikan pendamping berupa pelatihan kemampuan (teknik pembelajaran orang dewasa, teknik pertisipasi dan lain-lain) yang menunjang pendamping dalam menghadapi kemungkinan permasalahan yang akan dihadapi peserta. Tabel 21. Nilai Koefisien Korelasi Rank Spearman antara Kompetensi Pendamping dengan Keberlanjutan Pendidikan Anak Peserta PKH Kompetensi Pendamping No
1.
2. 3.
Keberlanjutan Pendidikan Anak Peserta
Tingkat Peran Pengawasan Orang Tua Ketepatan Alokasi Dana Keberlanjutan Sekolah Anak
Keterangan:
Membangun Jejaring Kerja
Menerapkan Teknik Pembelajaran Orang Dewasa
Berkomunikasi efektif
Memahami Wilayah
0,090
0,104
0,004**
0,263
0,695
0,340
0,097
0,376
0,909
0,004**
0,758
0,581
** Hubungan nyata pada p = 0,01 (uji 2 sisi)
Pendamping berada pada tingkatan kompetensi conscious incompetence berdasarkan empat tingkatan kompetensi (Mugniesyah, 2006), yakni pendamping
88
mempunyai sedikit kemampuan dalam penerapan teknik pembelajaran orang dewasa, menjalin hubungan partisipasi, dan teknik pemberian informasi kepada peserta. Pendamping menyadari hal tersebut namun mereka belum mendapatkan kesempatan mempelajari kemampuan tersebut. Dikarenakan kesempatan diklat belum diberikan lagi kepada mereka oleh Unit Pelaksana Program Keluarga Harapan Pusat. Terlihat bahwa berdasarkan hasil pengujian terdapat dua variabel yang memiliki hubungan signifikan (p<0,01), yaitu hubungan antara variabel kompetensi pendamping (memahami wilayah, membangun jejaring kerja) dengan variabel keberlanjutan pendidikan anak peserta (keberlanjutan sekolah anak dan tingkat peran pengawasan orang tua). Hal ini membuktikan bahwa hipotesis 3, “Terdapat hubungan positif antara kompetensi pendamping, yaitu kemampuan berkomunikasi efektif, memahami wilayah, membangun jejaring kerja dan menerapkan teknik pembelajaran orang dewasa dengan keberlanjutan pendidikan anak peserta PKH yang meliputi tingkat peran pengawasan orang tua, ketepatan alokasi dana, serta keberlanjutan sekolah anak” dapat diterima sebagian. Variabel-variabel yang berhubungan sangat signifikan tersebut hanya untuk memahami wilayah dengan keberlanjutan sekolah anak, dan membangun jejaring kerja dengan tingkat peran pengawasan orang tua.
7.1.1 Hubungan Kompetensi Pendamping Berkomunikasi Efektif dengan Keberlanjutan Pendidikan Anak Peserta PKH Kompetensi pendamping tidak terbukti memiliki hubungan signifikan dengan keberlanjutan pendidikan anak peserta PKH. Hal ini dapat terlihat dari hasil uji korelasi Tabel 21 yang menunjukan nilai koefisien korelasi yang lebih besar dari (p>0,05). Berdasarkan uji statistik Rank Spearman terlihat bahwa variabel berkomunikasi efektif (Nuryanto, 2008) dengan keberlanjutan pendidikan anak peserta PKH (tingkat peran pengawasan orang tua, ketepatan alokasi dana, dan keberlanjutan sekolah anak) tidak 89
memiliki hubungan signifikan (p>0,05). Dengan demikian, kompetensi pendamping dalam hal kemampuan berkomunikasi efektif tidak berhubungan kuat dengan keberlanjutan pendidikan anak peserta PKH. Hal ini didukung oleh tabel frekuensi berikut ini: Tabel 22. Jumlah dan Persentase Responden Peserta PKH Menurut Kategori Variabel Kompetensi Pendamping Berkomunikasi Efektif, Kelurahan Balumbang Jaya, 2010 Variabel Berkomunikasi Efektif
Kategori Rendah Sedang Tinggi
Total
Jumlah (Orang)
Persentase (%)
6 33 27 66
9,09 50,00 40,91 100,00
Tabel 22 merupakan tabel frekuensi yang menyatakan kategori tingkat kompetensi pendamping berkomunikasi efektif menurut hasil survai yang dilakukan kepada peserta PKH. Tabel tersebut menyatakan dimana peserta menilai bahwa kompetensi pendamping berkomunikasi efektif berada pada taraf sedang. Namun, hal tersebut tidak didukung oleh peserta sendiri. Hal ini dapat disebabkan karena hambatan internal masing-masing peserta. Berbeda dengan temuan di lapangan yang dikemukakan oleh Van Den Ban dan Hawkins (1999), bahwa seharusnya pendamping sebagai agen penyuluhan bertujuan memberikan pertolongan kepada peserta PKH. Pendamping melakukan komunikasi informasi secara sadar bertujuan untuk membantu dengan memberikan pendapat sehingga peserta dapat membuat keputusan yang tepat. Kemampuan berkomunikasi efektif terjadi ketika pendamping mampu menginformasikan sesuatu kepada peserta dan peserta dapat menangkap apa yang dimaksud oleh pendamping. Temuan hasil di lapangan ini sejalan dengan yang ditemukan Nuryanto (2008), bahwa pendamping memiliki pemahaman cukup baik terkait dengan materi PKH (content PKH). 90
Pendamping sebagai fasilitator cukup mampu memberi gambaran awal dan rangkuman dalam setiap sesi pengajaran PKH, yakni dalam hal pengarahan informasi PKH. Pada akhir pertemuan kelompok pendamping tidak lupa memberikan kesimpulan mengenai konsep-konsep kunci yang ada di PKH. Namun, seyogyanya pendamping tidak hanya melakukan komunikasi informasi berupa materi PKH saja. Karena membantu masyarakat dalam konsep penyuluhan maupun pemberdayaan, komunikasi informasi yang harus diberikan adalah wawasan dan pengetahuan yang memadai untuk pemecahan masalah yang dihadapi dalam mencapai tujuan mereka. Hal ini mengapa kemampuan pendamping berkomunikasi efektif tidak memiliki hubungan dengan keberlanjutan pendidikan anak peserta PKH. Pendamping hanya melakukan metode penguatan agar peserta selalu ingat pada materi yang telah disampaikan. Penguatan juga dilakukan dengan memberikan peserta PKH kesempatan untuk bertanya setelah itu memungkinkan untuk berdiskusi terhadap topik yang banyak ditanyakan oleh peserta. Tetapi, hal itu tidak membuat sebagian peserta memiliki pengetahuan yang memadai tentang PKH. Di lapangan masih banyak ditemukan peserta penerima bantuan yang salah memaknai dana bantuan yang mereka dapatkan. Masih terdapat beberapa peserta yang menganggap PKH sebagai program dana bantuan BOSS yang diberikan sekolah. Selain itu, masih ada pula beberapa peserta yang tidak mengetahui kewajiban dan sanksi sebagai peserta PKH. Peserta sebagai ibu dan orang tua memiliki tugas dalam mengatur keuangan rumahtangga khususnya dalam mengatur dana bantuan yang telah diperoleh. Pendamping telah memberikan pengarahan bahwa dana bantuan tersebut untuk kebutuhan sekolah anak. Peserta pun harus mampu melakukan pengawasan kepada anaknya untuk rajin ke sekolah. Karena hal ini penting guna memenuhi kehadiran anak dalam sekolah sebanyak 85 persen. Namun, pengawasan tersebut tergantung pada
91
kepedulian dari orang tua masing-masing. Walaupun pendamping telah memberikan pengarahan berupa peringatan dan nasehat setiap pertemuan kelompok. Tetapi, kenyataan di lapang masih ada anak peserta yang membolos ke sekolah atau memilih berhenti sekolah. Selain itu, ada sebagian peserta yang tidak menggunakan dana bantuan untuk kepentingan sekolah anaknya. Tetapi digunakan untuk
memenuhi
kebutuhan yang mendesak terlebih dahulu yakni membeli kebutuhan pangan, atau mendahulukan membelikan kebutuhan anak mereka yang sekolah SMA. Karena menurut peserta kebutuhan biaya pendidikan anak peserta lebih mahal dibandingkan dengan anak sekolah SD maupun SMP. Beberapa alasan inilah mengapa kemampuan berkomunikasi efektif dari pendamping tidak memiliki hubungan signifikan dengan keberlanjutan pendidikan anak peserta PKH.
7.1.2 Hubungan Kompetensi Pendamping Memahami Keberlanjutan Pendidikan Anak Peserta PKH
Wilayah
dengan
Uji korelasi Rank Spearman pada Tabel 21 menunjukkan angka korelasi positif yang berarti arahnya sejajar antara dua variabel. Kompetensi pendamping dalam hal kemampuan memahami wilayah (Nuryanto, 2008) memiliki hubungan signifikan (p<0,01) dengan keberlanjutan sekolah anak. Tetapi tidak memiliki hubungan signifikan dengan tingkat peran pengawasan orang tua dan ketepatan alokasi dana. Artinya semakin tinggi pendamping memahami wilayah daerah tempat kerjanya maka akan semakin baik pula hubungan kontak pendamping dengan peserta PKH yang akan mempengaruhi berkesinambungnya sekolah anak. Sedangkan kemampuan memahami wilayah tidak mempengaruhi pengawasan dan pengelolaan dana yang dilakukan orang tua. Karena kemampuan memahami wilayah pendamping PKH hanya pada kemampuan memahami wilayah dan bahasa daerah peserta. Pemahaman kondisi sosial, budaya dan ekonomi tidak diperhatikan pendamping. Padahal pemahaman kondisi sosial, budaya 92
maupun
ekonomi
berguna
untuk
mengetahui
permasalahan
dan
kebutuhan
sesungguhnya yang dirasakan peserta. Hal ini dapat membantu merancang desain PKH yang lebih baik lagi. Dapat disimpulkan bahwa pengawasan dan pengelolaan dana yang dilakukan orang tua tergantung dari kebijakan peserta masing-masing. Pendamping tidak terlibat sejauh itu, pendamping hanya memberikan pengawasan sebatas nasehat dan peringatan. Pemahaman wilayah pendamping berhubungan kuat dengan keberlanjutan sekolah anak. Pendamping mendata dimana anak peserta PKH bersekolah dan mengetahui sekolah-sekolah yang ada di Kelurahan Balumbang Jaya. Jika pendamping tidak mengetahui dimana anak peserta bersekolah maka, pendamping tidak akan bisa melakukan pengawasan terhadap berjalannya program bantuan pendidikan. Kemampuan memahami wilayah adalah kemampuan pendamping dalam mengetahui dan mengenal kondisi dan potensi wilayah tempatnya bekerja meliputi pemahaman kondisi fisik/lingkungan, ekonomi, sosial dan budaya. Pendamping Kelurahan Balumbang Jaya mengenal daerah tempatnya bekerja. Hal ini dikarenakan pendamping yang dipekerjakan adalah yang berasal dari Kota Bogor. Pendamping juga memiliki kemampuan berbahasa lokal yaitu Bahasa Sunda, dimana sebagian besar masyarakat Kelurahan Balumbang Jaya Berbahasa Sunda. Namun, pendamping tidak memiliki kemampuan dalam menggali lebih dalam potensi wilayah Balumbang Jaya. Sehingga apa yang diberikan kepada peserta kurang maksimal. Padahal potensi wilayah dapat dimanfaatkan sebagai inovasi tambahan bagi peserta PKH untuk keberlanjutan program
dengan
memanfaatkan
kelebihan
yang
dimiliki
oleh
peserta
dan
lingkungannya. Keberlanjutan sekolah anak seyogyanya harus dipikirkan demi masa depan anak peserta setelah lepas dari wajib belajar sembilan tahun yang telah diusung oleh PKH.
93
Pendidikan non formal dapat dijadikan alternatif pembekalan untuk keberlanjutan ekonomi peserta PKH agar mereka mempunyai bekal di masa mendatang ketika bantuan PKH sudah tidak mereka dapatkan lagi. Temuan hasil penelitian ini sejalan dengan Nuryanto (2008) bahwa kemampuan memahami wilayah pendamping relatif baik. Tabel 23. Jumlah dan Persentase Responden Peserta PKH Menurut Kategori Variabel Kompetensi Pendamping Memahami Wilayah, Kelurahan Balumbang Jaya, 2010 Variabel Memahami Wilayah
Kategori Rendah Sedang Tinggi
Total
Jumlah (Orang)
Persentase (%)
5 20 41 66
7,58 30,30 62,12 100,00
Tabel 23 merupakan tabel frekuensi yang menyatakan kategori tingkat kompetensi pendamping memahami wilayah menurut hasil survai yang dilakukan kepada peserta PKH. Tabel tersebut menyatakan dimana peserta menilai bahwa kompetensi pendamping memahami wilayah berada pada taraf tinggi. Artinya menurut peserta kemampuan pendamping dalam aspek memahami wilayah sangat baik.
7.1.3 Hubungan Kemampuan Membangun Jejaring Keberlanjutan Pendidikan Anak Peserta PKH
Kerja
dengan
Uji korelasi Rank Spearman pada Tabel 21 menunjukkan angka korelasi positif yang berarti arahnya sejajar antara dua variabel. Variabel kompetensi pendamping dalam hal kemampuan membangun jejaring kerja (Nuryanto, 2008) memiliki hubungan signifikan (p<0.01) dengan keberlanjutan pendidikan anak peserta meliputi tingkat peran pengawasan orang tua. Tetapi tidak memiliki hubungan nyata dengan ketepatan alokasi dana dan keberlanjutan sekolah anak. Semakin baik pendamping membangun
94
jejaring kerja maka akan semakin baik pula capaian PKH di bidang pendidikan anak peserta PKH terhadap tingkat peran pengawasan orang tua. Dengan demikian, kemampuan pendamping membangun jejaring kerja berpengaruh terhadap tingkat peran pengawasan peserta sebagai orang tua. Kompetensi pendamping dalam hal membangun jejaring kerja adalah kemampuan pendamping dalam menjalin hubungan dengan pihak-pihak yang terkait dengan PKH secara sinergis. Hal tersebut meliputi, kemampuan berkoordinasi dengan pihak/lembaga yang terkait dengan PKH khususnya sekolahan dan Posyandu. Dapat pula diartikan bahwa pendamping memiliki kemampuan berkoordinasi yang baik dengan pihak sekolahan dan Posyandu. Ketika pendamping mampu berkoordinasi dengan pihak sekolah maupun Posyandu, pendamping akan dengan mudah mempengaruhi peserta agar selalu memberikan pengawasan kepada anaknya. Keakraban pendamping dengan peserta pun dapat mempengaruhi jalinan kerjasama dengan peserta PKH. Apabila pendamping mampu membawa diri dengan ramah ke dalam lingkungan peserta maka, peserta kemungkinan besar akan melakukan hal yang diarahkan oleh pendamping. Pendamping Kelurahan Balumbang Jaya memiliki sifat ramah dan mudah bergaul kepada peserta oleh karena itu peserta pun dapat dengan mudah dipengaruhi untuk rajin mengawasi anaknya untuk sekolah. Pendamping Kelurahan Balumbang Jaya pun secara teratur berkunjung ke sekolahan dan Posyandu anak peserta PKH untuk berkoordinasi dengan pihak-pihak yang terlibat. Khususnya untuk meminta bantuan pengawasan dan pemberian pertolongan kesehatan secara teratur Seyogyanya pendamping memberikan alternatif lain guna keberlanjutan pendidikan anak peserta PKH. Alternatif tersebut dimana diberikan pembekalan pendidikan non formal untuk peserta maupun anak peserta untuk menjamin
95
kemandirian ekonomi bagi mereka di masa mendatang. Selain itu, pendamping PKH dapat memberikan modal usaha agar peserta PKH memiliki pendapatan diluar dana bantuan. Sejalan dengan temuan Nuryanto (2008) sisi lain dari kemampuan membangun jejaring kerja dapat pula diartikan sebagai kemampuan menjalin kemitraan dengan berbagai pihak lain. Ketika peserta PKH memiliki usaha, pendamping dapat mencari pihak yang mau bekerjasama bagi kelancaran penyaluran produk usaha mandiri masingmasing peserta. Kedua alternatif tersebut dimaksudkan agar anak peserta PKH dapat sekolah sampai jenjang lebih tinggi dari SMP. Sejalan dengan temuan Nuryanto (2008) bahwa kemampuan membangun jejaring kerja dalam hal kemitraan bisnis untuk peserta tidak dimiliki oleh pendamping PKH. oleh karena itu kemampuan membangun jejaring kerja pendamping dalam hal kemitraan sangat rendah. Tabel 24. Jumlah dan Persentase Responden Peserta PKH Menurut Kategori Variabel Kompetensi Pendamping Membangun Jejaring Kerja, Kelurahan Balumbang Jaya, 2010 Variabel Membangun Jejaring Kerja
Kategori Rendah Sedang Tinggi
Total
Jumlah (Orang)
Persentase (%)
4 14 48 66
6,06 21,21 72,73 100,00
Tabel 24 merupakan tabel frekuensi yang menyatakan kategori tingkat kompetensi pendamping membangun jejaring kerja menurut hasil survai yang dilakukan kepada peserta PKH. Tabel tersebut menyatakan dimana peserta menilai bahwa kompetensi pendamping membangun jejaring kerja berada pada taraf tinggi. Artinya menurut peserta kemampuan pendamping dalam aspek membangun jejaring kerja sangat baik.
96
7.1.4 Hubungan Kemampuan Menerapkan Teknik Pembelajaran Orang Dewasa dengan Keberlanjutan Pendidikan Anak Peserta PKH Uji korelasi Rank Spearman yang dapat dilihat pada Tabel 21, menunjukkan angka korelasi positif. Variabel kemampuan menerapkan teknik pembelajaran orang dewasa dengan keberlanjutan pendidikan anak peserta (tingkat peran pengawasan orang tua, ketepatan alokasi dana, dan keberlanjutan sekolah anak) tidak memiliki hubungan signifikan (p>0,05). Dengan demikian, kemampuan pendamping dalam menerapkan teknik pembelajaran terhadap orang dewasa dalam hal ini adalah peserta PKH tidak memiliki pengaruh terhadap keberlanjutan pendidikan anak peserta PKH. Hal ini dikarenakan pendamping PKH relatif tidak menerapkan teknik pembelajaran orang dewasa. Kompetensi pendamping dalam penerapan pembelajaran terhadap orang dewasa yakni kemampuan yang dimiliki pendamping berupa strategi yang dipakai pada peserta yang meliputi gaya dan cara penyampaian informasi juga dalam bentuk menghargai peserta sebagai orang dewasa. Berdasarkan pengamatan di lapangan ditemukan bahwa pendamping memang memiliki gaya dan cara pembelajaran yang monoton untuk penyampaian informasi kepada peserta. Hal ini disebabkan kurangnya pengetahuan pendamping dan tidak adanya pelatihan untuk meningkatkan kemampuan pendamping. Namun,
ketika pertemuan kelompok jika
ada peserta
yang bertanya
dan
mengungkapkan pendapat, pendamping menghargai hal tersebut dengan cara menjawab dan menampung pendapat mereka. Pendamping memerlukan cara-cara khusus dalam memberikan pengajaran terhadap peserta PKH yang memang merupakan orang dewasa dengan mayoritas umur 30 tahun-50 tahun. Orang dewasa sangat berbeda dengan anak-anak, dimana mereka memiliki sudah memiliki kontrol diri, mandiri, telah memiliki pengalaman, sudah memiliki prioritas (Mugniesyah, 2006). Selain itu, biasanya kebutuhan belajar orang 97
dewasa berorientasi pada tugas perkembangan, permasalahan yang mereka hadapi juga pada peran sosial mereka (Paul, 2008). Berdasarkan ciri-ciri tersebut maka pendamping dapat menentukan cara belajar yang cocok bagi peserta agar mudah memahami dan mengingat apa yang telah diinformasikan kepada mereka. Pendamping harus mengetahui apa kebutuhan dan permasalahan yang mereka hadapi. Sejauh ini pendamping PKH lebih menggunakan konsep pengajaran pedagogi dimana pendamping hanya mentransmisikan pengetahuan. Strategi yang dilakukan pendamping pun cenderung menitikberatkan pada metode ceramah. Dimana pendamping dalam pertemuan kelompok biasanya mentransfer pengetahuan tentang PKH walaupun memang pendamping memberikan kesempatan bertanya pada peserta hingga akhirnya memungkinkan adanya diskusi. Walaupun begitu, karena adanya pengulangan terhadap materi tersebut setiap pertemuan kelompok maka pada akhirnya sebagian peserta dapat memahami dan mengetahui beberapa poin kunci dalam PKH. Program Keluarga Harapan belum menerapkan prinsip pendidikan orang dewasa sebagaimana yang dikemukakan oleh Bartin (2006). Program ini tidak bertujuan untuk membantu orang dewasa belajar menciptakan dan mengembangkan minat baru, pengembangan pengetahuan, dan peningkatan kemampuan. Di lapang ditemukan tidak adanya pelatihan pengembangan kemampuan guna membantu peserta untuk keberlangsungan hidupnya agar kualitas hidupnya tetap terjaga setelah tidak adanya PKH.
98
Tabel 25. Jumlah dan Persentase Responden Peserta PKH Menurut Kategori Variabel Kompetensi Pendamping Menerapkan Teknik Pembelajaran Orang Dewasa, Kelurahan Balumbang Jaya, 2010 Variabel Menerapkan Teknik Pembelajaran Orang Dewasa Total
Kategori
Jumlah (Orang)
Persentase (%)
Rendah
38
72,73
Sedang
4
6,06
Tinggi
24
21,21
66
100,00
Tabel 25 merupakan tabel frekuensi yang menyatakan kategori tingkat kompetensi pendamping menerapkan teknik pembelajaran orang dewasa menurut hasil survai yang dilakukan kepada peserta PKH. Tabel tersebut menyatakan dimana peserta menilai bahwa kompetensi pendamping membangun jejaring kerja berada pada taraf rendah. Artinya menurut peserta kemampuan pendamping dalam kemampuan menerapkan teknik pembelajaran orang dewasa. Kompetensi pendamping berturut-turut yang paling dimiliki oleh pendamping Kelurahan Balumbang Jaya berdasarkan besarnya nilai koefisien korelasi adalah kompetensi pendamping dalam memahami wilayah dan membangun jejaring kerja. Kompetensi tersebut yang paling berhubungan dalam mempengaruhi keberlanjutan pendidikan anaka peserta. Sehingga sampai saat ini peserta PKH Kelurahan Balumbang Jaya telah menyekolahkan anaknya.
99
BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN 8.1
Kesimpulan Beberapa kesimpulan yang dapat ditarik berdasarkan hasil penelitian adalah
sebagai berikut: 1)
Mayoritas peserta PKH lebih terbantu dalam menyekolahkan anaknya setelah mendapatkan dana bantuan tersebut. Peserta PKH memiliki tingkat pendidikan yang sangat rendah, pekerjaan peserta pun kebanyakan sebagai buruh, dan penghasilan keluarga mereka paling banyak ialah sebesar Rp100.000,00Rp400.000,00. Kondisi sosial ekonomi tidak terbukti memiliki hubungan yang signifikan dengan keberlanjutan pendidikan anak peserta PKH karena p>0.05;
2)
Peran pendamping berhubungan signifikan dengan keberlanjutan pendidikan anak peserta untuk peran sebagai fasilitator dan motivator dengan tingkat peran pengawasan orang tua. Peran pendamping sebagai fasilitator sangat baik salah satunya dengan mengingatkan peserta PKH untuk memberikan perhatian dan pengawasan terhadap anaknya dalam hal pendidikan. Pendamping pun mampu memotivasi peserta salah satunya dengan memberikan semangat dan nasihat kepada peserta agar memenuhi kewajibannya dalam PKH; dan
3)
Kompetensi pendamping berhubungan sangat signifikan untuk kemampuan memahami wilayah dengan keberlanjutan sekolah anak, dan kemampuan membangun jejaring kerja dengan tingkat peran pengawasan orang tua. Kemampuan memahami wilayah dan pembinaan relasi merupakan keunggulan yang dimiliki oleh pendamping PKH yang berasal dari wilayah yang sama dengan peserta PKH .
100
8.2
Saran Terkait dengan hasil penelitian serta kesimpulan diatas, beberapa saran yang dapat
disampaikan antara lain: 1)
Peran pendamping sebagai fasilitator dan sebagai motivator dinilai berhasil berdasarkan penelitian. Mengingat hanya kedua peran tersebut yang lebih dimiliki oleh pendamping, seyogyanya pendamping dibekali oleh kompetensi yang sesuai dengan perannya yang lain sebagai dinamisator dan sebagai monev. Dalam hal pengembangan keahlian menggerakan partisipasi masyarakat juga memiliki kemampuan pengawasan dan monitoring yang lebih baik;
2)
Program Keluarga Harapan perlu mengadakan pengembangan kapasitas diri bagi para pendamping, dalam hal peningkatan pengembangan kemampuan memahami wilayah dan kemampuan membangun jejaring kerja. Kemampuan memahami wilayah terkait dengan data dan informasi tentang potensi wilayah, aspek sosial maupun lingkungan. Membangun jejaring kerja terkait dengan pengembangan kerjasama untuk kemandirian keluarga peserta PKH. Pengembangan kemampuan pendamping juga sangat dianjurkan khususnya untuk pengembangan kemampuan berkomunikasi dan pembelajaran orang dewasa; dan
3)
Perlu ada tindak lanjut sesudah tercapainya pendidikan wajib 9 tahun bagi anak peserta PKH. Seyogyanya pendamping memberikan alternatif berupa modal usaha bagi peserta. Memfasilitasi peserta maupun anak peserta untuk memperoleh keterampilan dan keahlian berupa kursus maupun pendidikan non formal. Agar peserta dan anak peserta dapat hidup mandiri jika mereka sudah bukan peserta PKH.
101
DAFTAR PUSTAKA
Amanah, Siti, et al. 2009. Profil Gender Kota Bogor 2009. Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Kebudayaan Kota Bogor. Divisi Kajian Wanita-Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat. Institut Pertanian Bogor. Bartin, Tasril. 2006. “Pendidikan Orang Dewasa sebagai Basis Pendidikan Non Formal” dalam Jurnal Teknodik. No. 18 (Desember). Depdiknas. Jakarta. BPS 2006. Indeks Pembangunan Manusia Kota Bogor 2006. Badan Pusat Statistik. Bogor. BPS 2009. Kota Bogor Dalam Angka. Badan Pusat Statistik. Bogor. BPS
2009. Profil Kemiskinan Di Indonesia http://www.bps.go.id/brs_file/kemiskinan-01jul09.pdf.
Maret
2009.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. 1998. Pemberdayaan Nilai Budaya dalam Rangka Mewujudkan Keluarga Sejahtera Daerah Sumatera Barat. Bagian Proyek P2NB Sumatera Utara. Dewi, Dian K. 2008. Proses Pendampingan dalam Program Pemberdayaan Masyarakat. Skripsi. Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Indonesia. Depok. Fauziah, Rahmah N. 2007. Evaluasi Program Pendampingan Kelompok Tani oleh LSM pada Usahatani Sayuran Organik. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Johanes, Parnamian. 2010. Efektivitas Komunikasi Antara Rumahtangga Sangat Miskin Penerima Bantuan Tunai dan Pendamping Program Keluarga Harapan. Skripsi. Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat. Fakultas Ekologi Manusia. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia. 2010. Penetapan SKKNI Sektor Pertanian Bidang Penyuluhan Pertanian. http://lapnaker.jembranakab.go.id/2%20SKKNI/150.%20Penyuluhan%20Perta nian/KKNI%20Penyuluhan%20Pertanian.pdf Kompas. 2009. UMR Tahun Depan di Atas Satu Juta. http://megapolitan.kompas.com/read/2009/12/22/20185159/umr.tahun.depan.di .atas.rp.1.juta
102
Kriyantono, Rachmat. 2009. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Prenada Media Group . Jakarta. Lippit, Ronald. Jeanne Watson dan Bruce Westley. Planned Change. Harcourt, Brace and World, Inc. Newyork. Moeljarto, Vidhyandika. 1996. Pemberdayaan Kelompok Miskin Melalui Program IDT dalam Pemberdayaan, Konsep, Kebijakan dan Implementasi. Editor: Prijono S. Onny, dan Pranarka A.M.W. Centre For Strategic and International Studies. Jakarta. Mugniesyah, Siti Sugiah. 2005. Manajemen Pelatihan. Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat. Institut Pertanian Bogor. 2006. Pendidikan Orang Dewasa. Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat. Institut Pertanian Bogor. Nasdian, Fredian T. 2006. Pengembangan Masyarakat (Community Development). Departemen Komunikasi Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia. Institut Pertanian Bogor. Nuryanto, Bambang G. 2008. Kompetensi Penyuluh dalam Pembangunan Pertanian di Provinsi Jawa Barat. Desertasi. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Paul. 2008. Pembelajaran Orang Dewasa. http://hikmatpembaharuan.wordpress com/2008/12/16/pembelajaran-orang-dewasa-ciri-ciri/ Prihadi, Syaiful F. 2004. Assessment Centre, Identifikasi, Pengukuran dan Pengembangan Kompetensi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Prijono, Onny S, dan Pranarka A.M.W. 1996. Pemberdayaan Konsep, Kebijakan dan Implementasi. Centre For Strategic and International Studies. Jakarta. Primahendra, R. 2002. Panduan Pendampingan Untuk Pemberdayaan Masyarakat. Jakarta. Saepudin, Asep. 2006. “Pengembangan Model Fasilitasi Belajar Dalam Memberdayakan Masyarakat Pelaku Usaha Kecil” dalam Jurnal Teknodik. No. 18 (Desember). Depdiknas. Jakarta. Setiana, Lucie. 2005. Teknik Penyuluhan dan Pemberdayaan Masyarakat. Ghalia Indonesia. Jakarta.
103
Singarimbun M, Effendi S. 2006. Metode Penelitian Survai Edisi Revisi. Jakarta: LP3ES. Sumodiningrat, Gunawan. 1999. Pemberdayaan Masyarakat dan Jaring Pengaman Sosial. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Sumodingrat, Gunawan, Budi Santosa, Maiwan Muhamad. 1999. Kemiskinan: Teori, Fakta dan Kebijakan. IMPAC. jakarta. Sumodiningrat, Gunawan, Nugroho Riant, dan Randy R. Wrihatnolo. 2005. Membangun Indonesia Emas. Elex Media Kompetindo. Jakarta. Sumarto. 2005. Pengaruh Kondisi Sosial Ekonomi dan Pendidikan Orangtua Terhadap Motivasi Melanjutkan Pendidikan ke Perguruan Tinggi pada Siswa SMA NU 01 Wahid Hasyim Talang Tegal. Skripsi. Fakultas Ilmu Sosial. Jurusan Ekonomi. Universitas Negeri Semarang. http://digilib.unnes.ac.id/gsdl/collect /skripsi/archives/HASH0112.dir/doc.pdf. Suranto, Anto. 1997. Sikap Anggota Kelompok Masyarakat (POKMAS) IDT Tehadap Peran dan Karakteristik Pendamping (Studi Kasus di Wilayah Pembantu Gubernur Jawa Tengah Wilayah Surakarta). Tesis. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Susanto, Djoko. 2006. “Proses Belajar: Tantangan dalam Penelitian Bidang Pembangunan Pendidikan Masyarakat” dalam Jurnal Teknodik. No. 18 (Desember). Depdiknas . Jakarta. Susanto, Hari dan Adhikerana Asep S. 2000. “Pendekatan Partisipasi dalam Pembangunan” dalam Pembanguan Berbasis pemberdayaan. PT Sarbi Moerhani Lestari. Bogor. Syah, Muhibbin. 2003. Psikologi Belajar. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. Tim Penyusun Buku PKH. 2008. Pedoman Operasional PKH. Direktorat Kesejahteraan Sosial. Direktorat Jendral Bantuan dan Bantuan Sosial RI. Jakarta. Tim Penyusun Buku PKH. 2008. Pedoman Operasional PKH Bagi Pemberi Pelayan Pendidikan. Direktorat Kesejahteraan Sosial. Direktorat Jendral Bantuan dan Bantuan Sosial RI. Jakarta. Tim Penyusun Buku PKH, 2008. Direktorat Kesejahteraan Sosial. Direktorat Jendral Bantuan dan Bantuan Sosial RI. Jakarta.
104
Utomo, Suryo. 2009. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Internal Auditor untuk Mengikuti Program Sertifikasi Profesi Internasional Studi pada PT Bank Negara Indonesia (persero) Tbk. Tesis. Program Pascasarjana. Universitas Diponegoro Semarang. http://eprints.undip.ac.id/7916/1/Suryo_ Utomo.pdf Van Den Ban, A.W. dan Hawkins H.S. 1999. Penyuluhan Pertanian. Kanisius. Yogyakarta. Yusri, Ahmad. 1999. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi Petani Terhadap Kredibilitas Penyuluh Pertanian. Tesis. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
105
Lampiran 1. Jadwal Rencana Penelitian Juni Kegiatan Bimbingan Proposal dan Kolokium
Juli
Agustus
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
September 1 2 3
1. Penyusunan Draft dan Revisi 2. Konsultasi Proposal 3. Kolokium Studi Lapangan 1. Pra Survei 2. Pengumpulan Data 3. Analisis Data Penulisan Laporan 1. Analisis Lanjutan 2. Penyusunan Draft dan Skripsi Ujian Skripsi 1. Ujian 2. Perbaikan Skripsi
106
4
Oktober 1 2 3
November 4 1 2 3
4
Desember 1 2 3
4
Lampiran 2. Hasil Uji Validitas Pengujian Validitas dilakukan dengan program SPSS 17 for Windows. Kriterianya, instrumen valid apabila nilai korelasi (Pearson Correlation) adalah positif, dan nilai probabilitas korelasi [sig. (2-tailed)]< taraf signifikan (α) sebesar 0.05. 1. Peran Pendamping Nilai Korelasi (Pearson Corellation) V1 V2 V3 V4 V5 V6 V7 V8 V9 V10 V11
Nilai Korelasi (Pearson Corellation)
0,480 Tidak Valid V12 0,135 Tidak Valid V13 0,694* Valid V14 0,546 Tidak Valid V15 0,558 Tidak Valid V16 0,819* Valid V17 0,064 Tidak Valid V18 0,079 Tidak Valid V19 0,380 Tidak Valid V20 0,096 Tidak Valid V21 0,487 Tidak Valid V22 *Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). **Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). 2.
0,257 0,079 0,809** 0,079 0,640* 0,700* 0,131 0,079 0,462 0,079 0,369
Kesimpulan Tidak Valid Tidak Valid Valid Tidak Valid Valid Valid Tidak Valid Tidak Valid Tidak Valid Tidak Valid Tidak Valid
Kompetensi Pendamping Nilai Korelasi (Pearson Corellation)
V1 V2 V3 V4 V5 V6 V7 V8 V9 V10 V11
Kesimpulan
Kesimpulan
Nilai Korelasi (Pearson Corellation)
0,412 Tidak Valid V12 0,501 Tidak Valid V13 0,193 Tidak Valid V14 0,615 Valid V15 0,851** Valid V16 0,424 Tidak Valid V17 0,364 Tidak Valid V18 0,615 Valid V19 0,794** Valid V20 0,790** Valid V21 0,462 Tidak Valid *Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). **Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
107
0,683* 0,215 0,791** 0,233 0,595 0,088 0,315 0,190 0,577 0,412
Kesimpulan Valid Tidak Valid Valid Tidak Valid Valid Tidak Valid Tidak Valid Tidak Valid Valid Tidak Valid
3.
Pendidikan Anak Peserta PKH Nilai Korelasi (Pearson Corellation)
Kesimpulan
0,414 0,372 0,547 0,229 0,127 0,086 0,171 0,112 0,032
Tidak Valid Tidak Valid Tidak Valid Tidak Valid Tidak Valid Tidak Valid Tidak Valid Tidak Valid Tidak Valid
V1 V2 V3 V4 V5 V6 V7 V8 V9
Nilai Korelasi (Pearson Corellation)
Kesimpulan
0,080 0,443 0,122 0,272 0,053 0,318 0.362 0.657*
Tidak Valid Tidak Valid Tidak Valid Tidak Valid Tidak Valid Tidak Valid Tidak Valid Valid
V10 V11 V12 V13 V14 V15 V16 V17
Lampiran 3. Hasil Uji Reliabilitas 1.
Peran Pendamping Reliability Statistics
Cronbach's Alpha
Part 1
Value N of Items
Part 2
Value N of Items Total N of Items
Spearman-Brown Coefficient
a.
b.
.571 11a .589 11b 22
Correlation Between Forms
.525
Equal Length
.688
Unequal Length
.688
Guttman Split-Half Coefficient
.682
The items are: v1, v3, v5, v7, v9, v11, v13, v15, v17, v19, v21. b. The items are: v2, v4, v6, v8, v10, v12, v14, v16, v18, v20, v22.
Nilai koofesien reliabilitas (Cronbach’s Alfa) di atas adalah 0,682. sesuai kriteria, nilai ini sudah lebih besar dari 0.60, maka hasil data memiliki tingkat reliabilitas yang baik, atau dengan kata lain data hasil angket dapat dipercaya. 2.
Kompetensi Pendamping Reliability Statistics
Cronbach's Alpha
Part 1
Value N of Items
Part 2
Value N of Items Total N of Items
Spearman-Brown Coefficient
a.
b.
.583 11a .857 10b 21
Correlation Between Forms
.503
Equal Length
.669
Unequal Length
.669
Guttman Split-Half Coefficient
.650
The items are: v1, v3, v5, v7, v9, v11, v13, v15, v17, v19, v21. b. The items are: v21, v2, v4, v6, v8, v10, v12, v14, v16, v18, v20.
108
Nilai koofesien reliabilitas (Cronbach’s Alfa) di atas adalah 0,650. sesuai kriteria, nilai ini sudah lebih besar dari 0.60, maka hasil data memiliki tingkat reliabilitas yang baik, atau dengan kata lain data hasil angket dapat dipercaya. 3.
Keberlanjutan Pendidikan Anak Peserta Reliability Statistics
Cronbach's Alpha
Part 1
Value N of Items
Part 2
Value N of Items Total N of Items
Spearman-Brown Coefficient
a.
b.
-.209a 9b -.960a 8c 17
Correlation Between Forms
.164
Equal Length
.282
Unequal Length
.282
Guttman Split-Half Coefficient
.272
The items are: v1, v3, v5, v7, v9, v11, v13, v15, v17. The items are: v17, v2, v4, v6, v8, v10, v12, v14, v16.
Nilai koofesien reliabilitas (Cronbach’s Alfa) di atas adalah 0,272 Tidak sesuai kriteria, nilai ini kurang dari 0.60, maka hasil data memiliki tingkat reliabilitas yang kurang baik, atau data hasil angket tidak dapat dipercaya.
109
Lampiran 4. Hasil Uji Korelasi Rank Spearman dan Chi Square Hubungan Kondisi Sosial Ekonomi dengan Keberlanjutan Pendidikan Anak Peserta.
usia Spearman's rho
usia
Correlation Coefficient
Pendidikan Anak Peserta
.012
-.261
*
-.179
Pendidikan Anak Peserta
.067
-.023
.
.927
.034
.150
.593
.852
.012
1.000
.011
.127
-.076
-.216
Sig. (2-tailed)
.927
.
.932
.310
.546
.082
*
.011
1.000
.010
-.092
-.069
Sig. (2-tailed)
jumlah penghasilan keluarga
jumlah penghasilan keluarga
jumlah tanggungan
Correlation Coefficient
pendidikan non formal Correlation Coefficient jumlah tanggungan
pendidikan
1.000
Sig. (2-tailed) pendidikan
pendidikan non formal
-.261 .034
Correlation Coefficient
-.179
.932
.
.933
.462
.582
.127
.010
1.000
.107
.021
Sig. (2-tailed)
.150
.310
.933
.
.395
.866
Correlation Coefficient
.067
-.076
-.092
.107
1.000
.174
Sig. (2-tailed)
.593
.546
.462
.395
.
.161
-.023
-.216
-.069
.021
.174
1.000
.852
.082
.582
.866
.161
.
Correlation Coefficient
Sig. (2-tailed) *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). Symmetric Measures Value Nominal by Nominal N of Valid Cases
Contingency Coefficient
Value
Approx. Sig.
.352
Pearson Chi-Square
.408
Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association
66
N of Valid Cases
df
Asymp. Sig. (2-sided)
a
9
.408
9.548
9
.388
.053
1
.818
9.321
66
a. 11 cells (68,8%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,55.
110
Lampiran 5. Hasil Uji Korelasi Rank Spearman Hubungan Peran Pendamping dengan Keberlanjutan Pendidikan Anak Peserta PKH
fasilitator Spearman's rho
fasilitator
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)
motivator
dinamisator
monev
tingkat peran pengawasan orang tua
ketepatan alokasi dana
motivator
1.000
dinamisator
tingkat peran pengawasan orang tua
monev
.191
-.015
.257
*
Ketepatan alokasi dana
.272
keberlanjutan sekolah anak
*
-.030
-.092
.
.125
.902
.037
.027
.811
.464
Correlation Coefficient
.191
1.000
.073
.110
.276
*
.158
.063
Sig. (2-tailed)
.125
.
.558
.380
.025
.205
.618
Correlation Coefficient
-.015
.073
1.000
-.211
-.059
-.004
-.162
Sig. (2-tailed)
.902
.558
.
.089
.635
.977
.194
Correlation Coefficient
.257
*
.110
-.211
1.000
.191
-.072
-.165
Sig. (2-tailed)
.037
.380
.089
.
.124
.563
.185
*
*
-.059
.191
1.000
.263
*
.129
.025
.635
.124
.
.033
.303
*
1.000
Correlation Coefficient
.272
Sig. (2-tailed)
.027
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)
keberlanjutan sekolah Correlation Coefficient anak Sig. (2-tailed)
.276
.158
-.004
-.072
.263
.811
.205
.977
.563
.033
.
.010
**
1.000
.010
.
-.092
.063
-.162
-.165
.129
.464
.618
.194
.185
.303
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
111
.317
.317
**
-.030
Lampiran 6. Hasil Uji Korelasi Rank Spearman Hubungan Kompetensi Pendamping dengan Keberlanjutan Pendidikan Anak Peserta tingkat peran pengawasan orang tua
ketepatan alokasi dana
keberlanjutan berkomunikasi sekolah anak efektif
memahami wilayah
Spearman's tingkat peran Correlation Coefficient rho pengawasan orang tua Sig. (2-tailed)
1.000
.263
*
.129
.210
.202
.
.033
.303
.090
ketepatan alokasi dana Correlation Coefficient
*
1.000
**
.033
.
.010
Correlation Coefficient
.129
**
Sig. (2-tailed)
.303
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)
Sig. (2-tailed) keberlanjutan sekolah anak
Berkomunikasi efektif
memahami wilayah
bangun jaring kerja menerapkan teknik pembelajaran orang dewasa
menerapkan teknik pembelajaran orang dewasa
bangun jaring kerja **
.140
.104
.004
.263
.049
.119
.206
.111
.695
.340
.097
.376
1.000
.014
**
.039
.069
.010
.
.909
.004
.758
.581
.210
.049
.014
1.000
.138
**
.110
.090
.695
.909
.
.268
.006
.378
**
.138
1.000
.224
.135
.004
.268
.
.071
.280
**
.224
1.000
.141
.263
.317
Correlation Coefficient
.202
.119
Sig. (2-tailed)
.104
.340
.317
.347
.347
.350
.335
**
.206
.039
Sig. (2-tailed)
.004
.097
.758
.006
.071
.
.259
Correlation Coefficient
.140
.111
.069
.110
.135
.141
1.000
Sig. (2-tailed)
.263
.376
.581
.378
.280
.259
.
Correlation Coefficient
.350
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
112
.335
Lampiran 7. Tabel Frequensi Peran Pendamping, Kompetensi Pendamping dan Keberlanjutan Pendidikan Anak Peserta 1.
Peran Pendamping dinamisator
fasilitator Frequency Valid
sangat rendah
4
6.0
Valid Percent 6.1
Cumulative Percent
Frequency Valid
6.1
38.8
39.4
28.8
19
28.4
28.8
54.5
17
25.4
25.8
93.9 100.0
39.4
45.5
tinggi
tinggi
29
43.3
43.9
89.4
sangat tinggi
7
10.4
10.6
100.0
66
98.5
100.0
1
1.5
67
100.0
Total
Total Missing
Valid
Missing Total
sangat rendah
Percent
Total
Valid Percent
4
6.0
6.1
6.1
15
22.4
22.7
28.8
tinggi
27
40.3
40.9
69.7
sangat tinggi
20
29.9
30.3
100.0
Total
66
98.5
100.0
1
1.5
67
100.0
System
6.0
6.1
98.5
100.0
1
1.5
67
100.0
monev
Cumulative Percent
rendah
4 66
System
motivator Frequency
Cumulative Percent
26
38.8
System
Valid Percent
rendah 26
Total
Percent
sangat rendah
rendah sangat tinggi
Missing
Percent
Frequency Valid
113
Cumulative Percent
30
44.8
45.5
77.3
rendah
19
28.4
28.8
31.8
tinggi
15
22.4
22.7
3.0
2
3.0
3.0
100.0
66
98.5
100.0
1
1.5
67
100.0
Total
Total
Valid Percent
sangat rendah
sangat tinggi
Missing
Percent
System
1.
Kompetensi Pendamping bangun jaring kerja keefektifan komunikasi Frequency
Valid
rendah
Percent 6
Valid Percent
9.0
9.1
Frequency
Cumulative Percent
Valid
9.1
4
6.0
6.1
sedang
14
20.9
21.2
27.3
48
71.6
72.7
100.0
66
98.5
100.0
1
1.5
67
100.0
sedang
33
49.3
50.0
59.1
tinggi
27
40.3
40.9
100.0
Total
Total
66
98.5
100.0
1
1.5
67
100.0
Total
Cumulative Percent
Valid Percent
rendah tinggi
Missing System
Percent
Missing System Total
6.1
teknik pembelajaran orang dewasa pemahaman wilyah Frequency Valid
rendah
5
7.5
Valid Percent 7.6
Cumulative Percent
Valid
rendah sedang
7.6
sedang
20
29.9
30.3
37.9
tinggi
tinggi
41
61.2
62.1
100.0
Total
Total
66
98.5
100.0
1
1.5
67
100.0
Missing System Total
Percent
Frequency
Missing Total
114
System
Percent
38
56.7
Valid Percent 57.6
Cumulative Percent 6.1
4
6.0
6.1
42.4
24
35.8
36.4
100.0
66
98.5
100.0
1
1.5
67
100.0
2.
Keberlanjutan Pendidikan Anak Peserta peran pengawasan orang tua Frequency
Valid
Valid Percent
25
37.3
37.9
37.9
rendah
16
23.9
24.2
93.9
tinggi
21
31.3
31.8
69.7 100.0
Total
4
6.0
6.1
66
98.5
100.0
1
1.5
67
100.0
System
Total
keberlanjutan sekolah anak
Cumulative Percent
sangat rendah
sangat tinggi
Missing
Percent
Cumulative Frequency Valid
sangat rendah
6.1
6.1
rendah
41
61.2
62.1
68.2
tinggi
19
28.4
28.8
97.0
2
3.0
3.0
100.0
66
98.5
100.0
1
1.5
67
100.0
Missing System
Frequency Valid
sangat rendah
Cumulative Percent
11.9
12.1
12.1
rendah
26
38.8
39.4
51.5
tinggi
29
43.3
43.9
95.5
3
4.5
4.5
100.0
66
98.5
100.0
1
1.5
67
100.0
Total
Total
Valid Percent
8
sangat tinggi
Missing
Percent
System
115
Percent
6.0
Total
Total
Valid Percent
4
sangat tinggi
alokasi dana
Percent
Lampiran 8. Dokumentasi Penelitian PKH di Kelurahan Balumbang Jaya
Gambar 3. Peserta Program Keluarga Harapan
Gambar 4. Pertemuan Kelompok PKH
Gambar 5. Kantor Kelurahan Balumbang Jaya
116