Volume 1 No.1, Juni 2012
Hubungan Komitmen Beragama Dengan Kesejahteraan Psikologis Pada Masyarakat Jakarta Usia Dewasa Hapsarini Nelma
Alumni Fakultas Psikologi Universitas Indonesia
Dini Rahma Bintari Fivi Nurwiyanti
Staf Pengajar Fakultas Psikologi Universitas Indonesia
Abstract This study focuses on the relationship between religious commitment to the psychological well-being. The research was done because of the increasing phenomenon of religious activity in the city as a result of the psychological burden caused by the problems in the city. This study used 124 subjects with a characteristic residence in Jakarta, the minimum high school education, aged 24-65 years. This study is a quantitative study using a correlation calculation to determine the relationship between two variables. The results of this study showed a significant relationship between religious commitment to the psychological well-being Keywords: psychological Welfare, Religious Commitment, Community Jakarta. Kota
Jakarta
merupakan
kota
frustrasi, sengketa batin dan sengketa dengan
metropolitan dengan jumlah penduduk yang
orang
tergolong padat. Sebagai sebuah kota besar
semangat
tentunya
penyakit psikosomatis dan lain-lain keluhan
kota
Jakarta
permasalahan-permasalahan
juga
mengalami
kota
seperti
dan
lain,
merasa hidup,
perilaku
hampa,
kehilangan
munculnya yang
berbagai
mencerminkan
banjir, pemukiman kumuh, kemacetan, dan
ketidaktenangan
sebagainya. Permasalahan – permasalahan
Psikologis ini pada akhirnya dapat berujung
kota menyebabkan adanya beban psikologis
pada gangguan jiwa. Data pasien gangguan
sendiri bagi warganya. Menurut Bastaman
jiwa di RSJ Soeharto Heerdjan Grogol, pada
(2001) dikota-kota besar, beban psikologis ini
tahun 2007 berjumlah 17.124 orang. Jumlah
sudah mulai lazim dirasakan dalam kehidupan
ini meningkat menjadi 20.040 orang pada
pribadi dan keluarga. Hal ini terungkap dalam
tahun 2008 (meningkat 17%). Pada RSUP
berbagai keluhan seperti gelisah, serba tidak
Cipto Mangunkusumo pasien gangguan jiwa
puas, perasaan serba ragu dan serba salah,
berjumlah 11.816 orang pada tahun 2007 dan 45
Jurnal Psikologi Pitutur
(Bastaman,2001).
Beban
Volume 1 No.1, Juni 2012
meningkat menjadi 14.983 orang pada tahun
kesejahteraan psikologis (Ryff,1989). Maka
2008 (meningkat 26,8%). Sedangkan pada RS
dapat
Persahabatan, jumlah pasien gangguan jiwa
psikologis
pada tahun 2007 adalah 2.189 orang dan
kesehatan mental.
meningkat menjadi 2.386 orang pada 2008
Belakangan
(meningkat
8,9%)
diartikan
bahwa
merupakan ini
kesejahteraan indikator
terdapat
dari
fenomena
kebangkitan aktifitas keagamaan di Jakarta.
(http://www.jawapos.co.id/halaman/index
Aktifitas keagamaan ini merupakan usaha
.php?act=detail& nid=65958 pada 23 Februari
untuk mengurangi beban psikologis yang
2010). Namun, warga Jakarta yang sehat
dirasakan
mental
psikologis berkurang maka kemungkinan
tetap
permasalahan
mampu
bertahan
ditengah
kota.
Kesehatan
mental
seseorang
warga
Jakarta.
untuk
bila
mengalami
beban
gangguan
merupakan pondasi bagi well being dan
kejiwaan berkurang. Hal ini berarti kesehatan
fungsi efektif untuk individu maupun untuk
mental membaik dan kesejahteraan psikologis
masyarakat.
pun membaik. Secara singkat dapat dikatakan
(http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs
bahwa aktifitas keagamaan yang dilakukan
220/en/ pada 30 Maret 2010). Hal ini dapat
oleh masyarakat Jakarta merupakan usaha
diartikan bahwa bila well being seseorang
untuk
terganggu maka ada indikasi bahwa kesehatan
psikologisnya.
mengkatkan
kesejahteraan
mentalnya juga terganggu. Bila kesehatan mentalnya terganggu maka orang tersebut
Tinjauan Pustaka
akan sulit untuk menyadari kemampuannya,
Kesejahteraan Psikologis
sulit menyesuaikan diri dengan tekanan dalam
Kesejahteraan
psikologis
sendiri
kehidupan sehari-hari, produktifitas terganggu
merupakan konsep yang memandang bahwa
dan pada akhirnya sulit untuk memberikan
kebahagiaan
kontribusi pada masyarakat.
Hal ini dapat
memiliki penyakit psikologis namun suatu
merupakan
kondisi positif yang membuat seseorang
indikator dari kesehatan mental. Ryff (dalam
mampu memberdayakan potensi-potensi yang
Ryan & Deci,2001) menggambarkan well
dimilikinya (Ryff dalam Ryan & Deci, 2001).
being sendiri sebagai usaha untuk mencapai
Dimensi-dimensi
kesempurnaan
yaitu :
diartikan bahwa well being
potensi
yang
sesungguhnya
merepresentasikan dari
tidak
hanya
sekedar
kesejahteraan
tidak
psikologis
1. Penerimaan diri (Self Acceptance).
seseorang.
Menurut Ryff (1989) Well being terdiri dari
Orang dengan penerimaan diri tinggi
beberapa fitur-fitur yang menunjukkan fungsi
adalah orang yang memiliki sikap positif
psikologis positif. Fungsi psikologis positif
terhadap diri, mengetahui dan menerima
itu
aspek-aspek dalam diri baik kelemahan
merupakan
dasar
dari
aspek-aspek 46
Jurnal Psikologi Pitutur
Volume 1 No.1, Juni 2012
maupun kelebihan, merasa positif terhadap
dengan standard pribadi. Sedangkan orang
kejadian dimasa lalu. Sedangkan orang
yang memiliki autonomy rendah adalah orang
dengan penerimaan diri rendah adalah orang
yang memberikan perhatian terhadap harapan
yang tidak merasa puas dengan dirinya,
dan evaluasi dari orang lain, bersandar pada
merasa kecewa dengan hal-hal yang telah
perkataan orang lain dalam pengambilan
terjadi dimasa lalu, memiliki masalah terkait
keputusan yang penting, mengikuti tekanan
kualitas diri tertentu, berharap untuk menjadi
sosial baik dalam pikiran maupun tindakan.
berbeda dari dirinya saat ini
4. Penguasaan Lingkungan (Enviromental Mastery).
2. Hubungan positif dengan orang lain. Orang yang memiliki hubungan positif
Orang
yang
memiliki
penguasaan
dengan orang lain yang tinggi adalah orang
lingkungan yang tinggi adalah orang yang
yang hangat, memuaskan, memiliki hubungan
merasa
kepercayaan dengan orang lain, memberikan
menguasai
perhatian terhadap kesejahteraan orang lain,
mengontrol hal-hal kompleks dalam berbagai
memiliki empati, kedekatan, dan afeksi yang
aktivitas,
kuat, memiliki pemahaman akan adanya
kesempatan yang ada dilingkungan, dapat
memberi dan menerima dalam hubungan
memilih atau membuat konteks yang sesuai
dengan orang lain. sedangkan orang dengan
dengan nilai atau kebutuhan pribadinya.
hubungan positif dengan orang lain yang
Sedangkan
orang
dengan
rendah adalah orang yang hanya sedikit
lingkungan
rendah
adalah
memiliki hubungan dekat dan kepercayaan
memiliki kesulitan dalam mengatur aktivitas
dengan orang lain, sulit untuk menjadi hangat,
sehari-hari, merasa tidak mampu mengubah
terbuka, dan memberikan perhatian pada
atau meningkatkan konteks lingkungan, tidak
orang lain, merasa terisolasi dan frustrasi
sadar
dalam hubungan interpersonal dengan orang
dilingkungan, kurang memiliki rasa mampu
lain, serta sulit berkompromi dengan orang
mengendalikan dunia luar.
memiliki dan
mengatur
efektif
terhadap
kemampuan
dalam
untuk
lingkungan, menggunakan
penguasaan orang
kesempatan
yang
yang
ada
lain dalam mempertahankan hubungan yang
5. Tujuan Hidup (Purpose in Life).
penting dengan orang lain.
Orang yang memiliki tujuan hidup
3. Kemandirian (Autonomy).
adalah
orang
Orang yang memiliki kemandirian yang
kemampuan
yang
merasa
mengarahkan,
memiliki memegang
tinggi adalah orang yang independen dan
keyakinan yang memberikan tujuan bagi
menentukan diri sendiri, dapat bertahan
hidup, merasakan arti kehidupan saat ini
menghadapi
dalam
maupun masa lalu, memiliki tujuan dan
tindakan maupun pikiran, mampu mengatur
objektivitas untuk hidup. Sedangkan orang
perilaku
yang tidak memiliki tujuan hidup adalah
diri
tekanan sendiri,
sosial
baik
mengevaluasi
diri 47
Jurnal Psikologi Pitutur
Volume 1 No.1, Juni 2012
orang yang merasa hidup kurang bermakna,
2. Kelekatan dan hubungan dengan orang
memiliki sedikit tujuan dalam hidupnya,
lain. Nezlek (2000) menemukan bahwa
merasa kurang mampu mengarahkan, tidak
bukan kuantitas interaksi seseorang dengan
melihat tujuan dari kehidupan masa lalu, tidak
orang lain yang dapat memprediksi well
memiliki pandangan atau keyakinan yang
being melainkan kualitas dari interaksi
dapat memberikan makna bagi hidup.
tersebut (Ryan & Deci, 2001).
6.
Pertumbuhan
Pribadi
3. Penelitian mengenai hubungan antara Big
(Personal
Growth)
Five Traits OCEAN dengan dimensi
Orang dengan pertumbuhan pribadi
kesejahteraan
extraversion,
tinggi adalah orang yang merasa terus
bahwa
mengalami perkembangan, melihat dirinya
dan
sedang
hubungan
mengalami
pertumbuhan
dan
psikologis
neuroticism
menunjukkan
conscientiousness, rendah
dengan
memiliki self
dimensi
perkembangan, terbuka pada pengalaman
acceptance,environmental
baru, merasa mengetahui potensi dirinya,
life purpose. Openness dan experience
melihat adanya peningkatan diri dan perilaku
berhubungan dengan dimensi personal
dari waktu ke waktu, mengalami perubahan
growth, agreeableness dan extraversion
yang merefleksikan pengetahuan diri dan
berhubungan
efektifitas. Orang yang pertumbuhan pribadi
relationships, dan
rendah adalah orang yang merasa dirinya
berhubungan dengan autonomy (Schmuttee
mengalami stagnasi, merasa kurang adanya
& Ryff dalam Ryan & Deci, 2001).
peningkatan dan perkembangan diri dari
mastery, dan
positive
dengan
neuroticism rendah
4. Penelitian lain menemukan bahwa ada
waktu ke waktu, merasa bosan dan tidak
hubungan
tertarik terhadap hidup, merasa tidak memiliki
dengan kesejahteraan psikologis (Fatchuri,
kemampuan dalam mengembangkan sikap
2000).
atau perilaku baru.
antara
komitmen
beragama
5. Menurut Zika & Chamberlain (dalam Rathi
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
& Rastogi, 2007) telah ditemukan bahwa
Kesejahteraan Psikologis
makna hidup merupakan prediktor yang
1. Status sosial ekonomi memang tidak
kuat dan konsisten terhadap kesejahteraan
memiliki
hubungan
dengan
dimensi
psikologis seseorang.
kesejahteraan psikologis. Walaupun sosial.
6. Penelitian
lain
menemukan
adanya
ekonomi dapat memberikan akses kepada
hubungan antara tekanan ekonomi dan
sumber-sumber yang dapat meningkatkan
gender dengan kesejahteraan psikologis.
well
Pada wanita hubungan antara gender
being,
variabel
namun
tersebut
hubungan lemah
kedua
(Ryan
&
dengan kesejahteraan psikologis lebih
Deci,2001).
lemah 48
Jurnal Psikologi Pitutur
dibandingkan
dengan
laki-laki
Volume 1 No.1, Juni 2012
(Mills, Grasmick, Morgan, & Wenk,
mengidentifikasikan diri terhadap agamanya,
1992).
kegiatan ritual yang dilakukan individu,
7. Penelitian
mengenai
pernikahan
hubungan
dengan
status
keterlibatan
kesejahteraan
kepercayaan
sehari-hari,
penelitian tersebut menyatakan orang yang
organisasi agama.
sedang tidak terikat ikatan pernikahan janda,
duda)
secara
dalam
pengambilan keputusan dalam kehidupan
psikologis juga telah dilakukan. Hasil
(single,
agama
keanggotaan formal dalam
Worthington (1988) mengembangkan
umum
model yang terdiri dari 3 proposisi yaitu:
memiliki tingkat kesejahteraan psikologis
Proposisi 1 : orang dengan komitmen
yang lebih rendah daripada orang yang
beragama tinggi biasanya mengevaluasi dunia
sedang dalam ikatan pernikahan dalam
mereka melalui 3 dimensi yaitu peran kitab
beberapa dimensi kesejahteraan psikologis
suci atau doktrin, pemimpin agama, dan
(Marks, 1996).
norma –norma kelompok agama mereka.
8. Piedmont
(dalam
Shenesey,
2009)
Proposisi 2 : Setiap individu dapat
menemukan bahwa tingkat well being,
dinilai berdasarkan 3 dimensi yang biasanya
kepuasan hidup, dan kesehatan secara
digunakan oleh orang dengan komitmen
signifikan
beragama
berhubungan
dengan
spiritualitas.
untuk
mengevaluasi
dunianya. Proposisi
Komitmen Beragama Worthington
tinggi
(2003)
mendefinisikan
3
:
individu
memiliki
perbedaan dalam batas toleransi terhadap 3
komitmen beragama sebagai tingkat kelekatan
dimensi diatas
seseorang
Faktor-faktor yang Berhubungan dengan
terhadap
nilai,
kepercayaan,
tindakan agama mereka yang digunakan
Komitmen Beragama
dalam kehidupan sehari-hari.
1. Individu yang memiliki ikatan yang kuat
Worthington
menyimpulkan
terhadap komunitas agama tertentu akan
setidaknya ada delapan cara yang biasa
memiliki komitmen beragama yang lebih
dilakukan
tinggi
dibandingkan
beragama yaitu dengan menentukan intensitas
dengan
ikatan
seseorang untuk hadir di rumah ibadah,
komunitasnya (Cornwall, 1987).
untuk
(1988)
mengukur
komitmen
dengan lemah
individu terhadap
keikutsertaan dalam aktivitas terkait rumah
2. Sosialisasi agama ini juga menuntun
ibadah, kesetujuan terhadap teologi agama
terbentuknya pandangan subyektif religius
atau
individu tersebut terhadap dunia yang ada
pun
kebijakan
pemimpin
agama,
frekuensi dalam membaca tulisan-tulisan suci
dihadapannya
yang dijadikan rujukan, self report terkait
mempengaruhi komitmen beragama pada
intensitas
orang dewasa (Cornwall, 1987).
seseorang
untuk 49
Jurnal Psikologi Pitutur
sehingga
dapat
Volume 1 No.1, Juni 2012
3. Faktor demografi tidak memiliki porsi yang
umum memiliki kepribadian trait yang
besar dalam mempengaruhi komitmen
stabil (dalam Traitwein & Husemann,
beragama individu (Cornwall, 1987).
2009) sehingga pengaruh ketidakstabilan
4. Penelitian
lain
menunjukkan
bahwa
kepribadian
sampel
terhadap
kondisi
psikologisnya
dapat
komitmen beragama memiliki hubungan
kesejahteraan
dengan
diminimalisir. Oleh karena itu, dalam
kualitas
hidup
seseorang
(Hadaway & Roof, 1978).
penelitian ini usia subyek harus berada
5. Partisipasi dalam kegiatan-kegiatan agama secara
umum
memberikan
dalam rentang kategori dewasa. Menurut
kontribusi
Sarwono
terhadap well being (Ellison & Gay, 1990).
(1989)
untuk
masyarakat
Indonesia rentang usia remaja yaitu usia 11-24 tahun. Oleh karena itu, pada
Metodologi Penelitian
penelitian ini subyek yang digunakan
Pengambilan Sampel
berusia 24-65 tahun. Batas usia ini dipilih
Metode pengambilan sampel yang akan digunakan
dalam
penelitian
nonprobability sampling
ini
yaitu
berdasarkan pembagian kategori dewasa
adalah
menurut papalia (2007) yaitu dewasa muda
incidental
dan dewasa madya. Dewasa muda dalam
sampling. besar sampel yang digunakan
penelitian
dalam penelitian ini adalah 124 orang.
Sedangkan dewasa madya antara 41-65
Adapun karakteristik subyek yang akan
tahun.
ini
antara
Pemilihan
24-40
kedua
kategori
dikarenakan
1. Masyarakat Jakarta yaitu individu-individu
tersebut berada dalam usia produktif.
yang bertempat tinggal dalam wilayah
Sedangkan dewasa lanjut tidak digunakan
administratif
Subyek
karena pada usia tersebut tantang hidup
merupakan warga Jakarta yang telah lama
sudah berbeda dengan tantangan pada 2
tinggal di Jakarta walaupun orang tua
kategori lainnya.
Jakarta.
kategori
ini
dijadikan sampel dalam penelitian ini yaitu :
DKI
kedua
tahun.
dewasa
subyek atau daerah asal subyek bukan dari Jakarta.
Analisis Data
2. Pendidikan terakhir subyek adalah SMA.
Pengumpulan data
akan dilakukan
SMA
melalui self-report. Pada penelitian ini subyek
memahami
akan diberikan alat ukur RCI-20 dan SPWB.
pertanyaan-pertanyaan yang ada dalam
Kedua alat ukur tersebut berbentuk kuesioner
kuesioner dengan baik.
dan subyek diminta untuk memberikan respon
Dengan diharapkan
pendidikan subyek
minimal dapat
3. Subyek berada dalam kategori dewasa.
terhadap
Pemilihan sampel kategori dewasa ini
pernyataan-pernyataan
sesuai dengan kondisi dirinya.
dikarenakan pada orang dewasa, secara 50
Jurnal Psikologi Pitutur
tersebut
Volume 1 No.1, Juni 2012
Berikut ini adalah hasil uji reliabilitas
Korelasi Komitmen Beragama dengan
alat ukur setelah uji coba :
Kesejahteraan Psikologis Correlations
Reliabilitas
Alat
Ukur
SUM_RC SUM_PWB
Kesejahteraan SUM_ Pearson RC Correlation
Psikologis Setelah Penghilangan Beberapa Item
Sig. (2-tailed)
Kesejahteraan Psikologis Penerimaan Diri Hubungan Positif dengan Orang Lain Kemandirian Tujuan Hidup Pertumbuhan Pribadi Penguasaan Lingkungan
Hasil
.192*
1
Uji
Coba
Alat
Reliabilitas 0,751 0,765
N
.192
Sig. (2-tailed)
.033
N
124
124 *
1
124
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed) Dari hasil perhitungan korelasi diatas
Komitmen
dapat diketahui :
Beragama Reliabilitas (skor ά) 0,875
124
SUM_ Pearson PWB Correlation
0,690 0,802 0,795 0,818
Ukur
.033
Terdapat hubungan yang signifikan
Item Yang Dihilangkan
positif antara kesejahteraan psikologis dengan
5,9,12,13,10,15,18
komitmen beragama pada masyarakat Jakarta. Hal ini terlihat dari adanya hubungan yang signifikan antara skor total kesejahteraan
Hasil Penelitian Peneliti
mencari
hubungan
psikologis
antara
dengan
skor
total
komtimen
beragama. Dari hasil ini maka hipotesis
komitmen beragama dengan kesejahteraan
alternatif diterima dan hipotesis null ditolak.
psikologis pada 124 subyek. Korelasi kedua
Indeks
variabel ini dicari dengan menggunakan
korelasi
skort
total
komitmen
beragama dengan kesejahteraan psikologis r =
perhitungan Pearson Correlation. Gambaran
0,192. Dari indeks 0.192 ini kemudian
korelasi kedua variabel dapat dilihat pada
diproleh index of determinant sebesar (0,192)2
tabel berikut :
=
0,036.
Artinya
menentukan
komitmen
kesejahteraan
beragama psikologis
seseorang sebesar 3,6%. Adapun
hasil
perhitungan
multiple
correlation diperoleh data sebagai berikut :
51
Jurnal Psikologi Pitutur
Volume 1 No.1, Juni 2012
Multiple Correlation Komitmen Beragama Dengan Kesejahteraan Psikologis Model Summary Std. Error Adjusted R of the R Square Square Estimate
Model R
1 .290a .084 .037 8.76779 a. Predictors: (Constant), SUM_PWB_PL, SUM_PWB_K, SUM_PWB_PP, SUM_PWB_HP, SUM_PWB_TH, SUM_PWB_PD
Coefficientsa Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients Model 1
B
(Constant)
Std. Error
Beta
37.097 9.592
Correlations ZeroSig. order
T 3.867
.000
Partial Part
SUM_PWB_PD -.082
.254
-.055
-.325
.746
.130
-.030
-.029
SUM_PWB_HP .167
.258
.079
.646
.520
.164
.060
.057
SUM_PWB_K
.228
.231
.094
.985
.327
.124
.091
.087
SUM_PWB_TH .469
.294
.222
1.599
.113
.221
.146
.141
SUM_PWB_PP .320
.280
.141
1.142
.256
.221
.105
.101
-.181
-1.205
.230
.075
-.111
-.107
SUM_PWB_PL -.281 .233 a. Dependent Variable: SUM_RC
Dari hasil perhitungan diatas, diperoleh
masing-masing dimensi maka hasilnya tidak
R square sebesar 0,084. Hal ini berarti 8,4%
signifikan dengan komitmen beragama.
dari variabilitas komitmen beragama memiliki
Diskusi
hubungan dengan variabilitas kesejahteraan psikologis.
Sedangkan
berdasarkan
Dari penelitian ini diperoleh hasil
data
adanya hubungan signifikan positif kedua
diatas, hubungan komitmen beragama dengan
variabel pada korelasi skor total komitmen
dimensi-dimensi
beragama dengan skor total kesejahteraan
kesejahteraan
psikologis
tidak signifikan. Berdasarkan hasil ini, maka
psikologis,
dapat
dimensi-dimensi
dengan pertumbuhan pribadi dan korelasi
kesejahteraan psikologis baru dapat memiliki
komitmen beragama dengan tujuan hidup.
hubungan
Peneliti
dikatakan dengan
bahwa
komitmen
beragama
korelasi
komitmen
mengasumsikan
beragama
korelasi
positif
manakala dimensi-dimensi tersebut dihitung
antara komitmen beragama dengan dimensi
secara bersama. Sedangkan bila dihitung
pertumbuhan 52
Jurnal Psikologi Pitutur
pribadi
dan
tujuan
hidup
Volume 1 No.1, Juni 2012
kesejahteraan psikologis dikarenakan agama
merupakan ciri masyarakat kota. Begitu pula
memiliki orientasi abstrak yang memberikan
dengan dimensi hubungan positif dengan
arahan
bagaimana
seseorang
seharusnya
orang lain. Budaya Indonesia yang kolektif
melihat
dunia,
membantu
seseorang
lebih mengedepankan nilai-nilai kebersamaan
mendefinisikan
yang
ada
dan kekeluargaan dimana masyarakatnya
memberikan
makna
diajarkan untuk selalu menjaga hubungan
sebagaimana yang telah dijelaskan oleh
baik dengan orang lain baik orang tersebut
Paloutzian (1996). Sedangkan, makna dalam
memiliki komitmen beragama yang tinggi
hidup merupakan prediktor kuat dan konsisten
atau rendah. Dimensi penerimaan diri dalam
bagi
asumsi peneliti tidak memiliki hubungan yang
dihadapannya,
realita serta
kesejahteraan
psikologis
(Zika
&
Chamberlain dalam Rathi & Rastogi, 2007). Walaupun
komitmen
beragama
dikarenakan faktor budaya kolektif Indonesia.
signifikan antara komitmen beragama dengan
Hal ini dikarenakan dalam budaya kolektif
kesejahteraan psikologis, namun hubungan
penilaian orang lain terhadap diri menjadi hal
tersebut lemah. Hal ini dapat
yang
komitmen
hubungan
dengan
yang
persentase
terdapat
signifikan
dilihat dari
beragama
dalam
penting
Sedangkan
untuk
pada
dipertimbangkan.
dimensi
menentukan kesejahteraan psikologis sebesar
lingkungan,
3,6
signifikannya korelasi dimensi penguasaan
%.
Begitu
pula
dengan
dimensi
peneliti
penguasaan
lingkungan
komitmen beragama memberikan kontribusi
dikarenakan karakteristik pendidikan subyek.
sebesar 4,8%. Hal ini menandakan banyak
Dalam penelitian ini subyek yang digunakan
faktor-faktor lain yang turut menentukan
adalah subyek yang berada pada level
kesejahteraan psikologis masyarakat Jakarta
pendidikan yang cukup tinggi (SMA – S3).
selain komitmen beragama.
Peneliti berasumsi bahwa orang yang mampu
peneliti
mengasumsikan
tidak
komitmen
tidak
pertumbuhan pribadi dan tujuan hidup dimana
Sedangkan pada dimensi-dimensi lain,
dengan
berasumsi
beragama
mengenyam pendidikan tinggi adalah orang
adanya
yang mampu beradaptasi dengan beban
hubungan yang signifikan antara komitmen
akademis sehingga memiliki
beragama
lingkungan yang baik. Baik mereka memiliki
dengan
kemandirian
lebih
disebabkan karena faktor budaya Indonesia
penguasaan
komitmen beragama yang tinggi atau rendah.
yang kolektif sehingga masyarakat Indonesia
Berdasarkan analisa tambahan yang
cenderung untuk ikut mempertimbangkan
dilakukan peneliti, dapat disimpulkan bahwa
masukan-masukan yang diberi orang lain
perbedaan mean yang signifikan terdapat pada
dalam
maupun
perbedaan mean jenis kelamin signifikan pada
tingkah lakunya. Selain itu, dimensi ini juga
dimensi kesejahteraan psikologis penguasaan
dapat disebabkan oleh sikap individualis yang
lingkungan dan hubungan positif dengan
pengambilan
keputusan
53
Jurnal Psikologi Pitutur
Volume 1 No.1, Juni 2012
orang lain. pada kedua dimensi ini mean
2. Bila ditinjau dari hubungan komitmen
wanita lebih tinggi daripada mean laki-laki.
beragama
Selain itu, perbedaan mean signifikan lainnya
kesejahteraan psikologis maka hasilnya
terdapat pada komitmen beragama antara
tidak ada dimensi kesejahteraan psikologis
orang yang mengikuti organisasi keagamaan
yang
dengan yang tidak. Hal ini sesuai dengan
beragama manakal dimensi-diemsni itu
penelitian sebelumnya yang menyebutkan
berdiri sendiri. Sedangkan bila dimensi-
bahwa individu yang memiliki ikatan yang
dimensi
kuat terhadap komunitas agama tertentu akan
bersamaan maka korelasi dari kedua
memiliki komitmen beragama yang lebih
varibael tersebut menghasilkan nilai yang
tinggi dibandingkan dengan individu dengan
signifikan (kecuali dimensi kemandirian
ikatan
komunitasnya
dengan dimensi hubungan positif) . Hal ini
(Cornwall, 1987). Ikatan yang kuat ini
semakin menegaskan bahwa kesejahteraan
menyebabkan individu dapat dipengaruhi oleh
psikologis adalah variabel yang memiliki
nilai-nilai agama yang ada dikomunitasnya.
hubungan yang erat antara dimensinya.
Salah satu bentuk komunitas keagamaan
Hubungan yang erat ini juga dibuktikan
tersebut adalah organisasi agama. Perbedaan
dengan hubungan yang signifikan antar
mean yang signifikan juga terdapat pada hasil
dimensi-dimensi kesejahteraan psikologis.
lemah
terhadap
dengan
berhubungan
tersebut
dimensi-dimensi
dengan
dihitung
komitmen
secara
uji t-test komitmen beragama dengan usia. Perbedaan
mean
yang
tidak
signifikan
Saran
terdapat pada perbedaan mean kesejahteraan
Berikut ini adalah saran-saran untuk
psikologis berdasarkan usia, status sosio
penelitian lebih lanjut :
ekonomi, dan status pernikahan.
1. Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya rentang pendidikan diperlebar, tidak hanya
Kesimpulan
pada pendidikan tinggi. Hal ini agar dapat
1. Bila dilihat dari adanya hubungan yang
terlihat apakah tingkat pendidikan juga
signifikan antara skor total kesejahteraan
memiliki hubungan dengan kesejahteraan
psikologis dengan skor total komtimen
psikologis seseorang atau tidak.
beragama. Dari hasil ini maka hipotesis
2. Sebaiknya jumlah subyek berdasarkan
alternatif diterima dan hipotesis null
agama yang dianut merata. Hal ini agar
ditolak. Artinya, orang yang memiliki
dapat diketahui apakah ada unsur-unsur
komitmen beragama yang tinggi akan
agama tertentu yang memiliki hubungan
memiliki kesejahteraan psikologis yang
dengan komitmen beragama seseorang.
tinggi pula.
3. Sebaiknya memperbesar jumlah sampel agar data yang diperoleh lebih represetatif 54
Jurnal Psikologi Pitutur
Volume 1 No.1, Juni 2012
dan lebih bervariasi. Hal ini dikarenakan
mengenai komitmen beragama dengan
masyarakat Jakarta yang multikultural dan
kesejahteraan psikologis ini dilakukan juga
multi etnik sehingga besar kemungkinan
pada masyarakat multikultural di wilayah
akan adanya bias budaya dalam penelitian.
lain agar terlihat konsistensi dari korelasi-
4. Berdasarkan hasil penelitian ini dimana kesejahteraan hubungan
psikologis yang
signifikan
korelasi yang ada.
memiliki
6. Sebaiknya
dilakukan
juga
penelitian
dengan
lanjutan dari analisa tambahan. Hal ini
komitmen beragama, maka hal ini dapat
dikarenakan banyak hasil analisa tambahan
menjadi
promosi
yang berbeda dengan hasil penelitian
psikologis
sebelumnya. Perbedaan pada hasil analisa
masukan
peningkatan
untuk
kesejahteraan
melalui pendekatan religius.
tambahan ini lebih banyak dikarenakan
5. Penelitian ini dilakukan pada masyarakat
perbedaan
budaya
masyarakat
Jakarta yang multikultural dan multietnis
multikultural Jakarta dengan subyek yang
sehingga tidak didominasi oleh agama atau
digunakan pada penelitian sebelumnya.
etnis
tertentu.
Sebaiknya
penelitian
55
Jurnal Psikologi Pitutur
Volume 1 No.1, Juni 2012
Daftar Pustaka Cornwall, M. (1987). The Social Bases Of Religion : A Study Of Factors Influencing Religious Belief And Commitment. Review Of Religious Research , 29, 44-56.Bastaman, H. D. (2001). Integrasi Psikologi dengan Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
review of research on hedonic and eudaimonic well being. annual review , 141-66. Sarwono, S. W. (1989). Psikologi Remaja. Jakarta: Rajawali Pers. Shenesey, J. W. (2009). An Examination Of Spirituality, Religious Commitment, Personality, and Mental Health. South Alabama: University Of South Alabama .
Ellison, C. G., & Gay, D. A. (1990). Region, Religious Commitment, And Life SatisfactionAmong Black Americans. The Sociological Quaterly , 123-147. Fatchuri. (2000). Hubungan Antara Komitmen Beragama Dengan Psychological Well Being Masyarakat Betawi. Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
Trautwein, U., & Husemann, N. (2009). Goal And PersonlityTrait Development In A Transitional Period : Assessing ChangeAnd Stability In Personality Development. Personality And Social Psychology Bulletin , 428-441.
Hadaway, C. K., & Roof, W. C. (1978). Religious Commitmen And The Quality Of Life In American Society. Review Of Religious Research , 295-307.
Worthington, E. L. (1988). Understanding the Values of Religious Clients: A Model and Its Application To Counseling. Journal Of Counseling Psychology , 35, 166-174.
Marks, N. F. (1996). Flying Solo At Midlife. Journal Of Marriage And Family , 58, 917-932.
Worthington, E. L., Wade, N. G., Hight, T. L., McCullough, M. E., Berry, J. T., Ripley, J. S., et al. (2003). The Religious Commitment Inventory-10: Development, Refinement, And Validation Of A Brief ScaleFor Research And Counseling. Journal Of Counseling Psychology , 50, 84-96.
Mills, R. J., Grasmick, H. G., Morgan, C. S., & Wenk, D. (1992). The Effects Of Gender, Family Satisfaction, And Economic Strain On Psychological Well Being. Family Relations , 41, 440-445. Paloutzian, R. F. (1996). Invitation To The Psychology Of Religion. Massachusetts: Allyn & Bacon.
Jawa
Rathi, N., & Rastogi, R. (2007). Meaning In Life And Psychological Well Being In Pre-Adolescents And Adolescents. Journal Of The Indian Academy Of Applied Psychology , 33, 31-38. Ryan, R. M., & Deci, E. L. (2001). On happiness and human potensials: a
56
Pos. (n.d.) February 23, 2010. http://www.jawapos.co.id/halaman/inde x .php?act=detail& nid=65958 World Health Organization. (2007). Mental health: strengthening mental health promotion. March 30, 2010. http://www.who.int/mediacentre/factshe ets /fs220/en/
Jurnal Psikologi Pitutur