HUBUNGAN KELOMPOK TEMAN SEBAYA, STRATEGI KOPING, DAN URUTAN KELAHIRAN DENGAN KECERDASAN SOSIAL PADA MAHASISWI TPB-IPB
AMANIA FARAH
DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa Hubungan Kelompok Teman Sebaya, Strategi Koping, dan Urutan Kelahiran dengan Kecerdasan Sosial pada Mahasiswi TPB-IPB adalah karya saya dengan arahan dari pembimbing skripsi dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Januari 2013
Amania Farah NIM. I24080074
ABSTRACT AMANIA FARAH. The Correlation between Peer Group, Coping Strategy, and Birth Order with The Social Intelligence of Undergraduate Female Student at Tingkat Persiapan Bersama (TPB) Institut Pertanian Bogor (IPB). Supervised by DIAH KRISNATUTI and TIN HERAWATI. The research focused to analyze the relationship between peer group and coping strategy with the social intelligence of undergraduate female student at TPB-IPB in various birth order. The research conducted from March to August 2012 at campus IPB Darmaga, Bogor. It involved 99 active female students as the sample. Cluster random sampling which specific on birth order in each group used as the sampling method in this research. The data analysis used descriptive test, different test (one-way ANOVA), and Pearson correlation test. The results showed that more than half of the samples had quality of peer relationship and coping strategies in sufficient category and social intelligence performance in high category. The results showed that there was significant correlation between the number of peers; birth order; and quality of peer relationships with social intelligence. Keywords: birth order, emotional focused coping, peer group, problem focused coping, social awareness, social facility
ABSTRAK AMANIA FARAH. Hubungan Kelompok Teman Sebaya, Strategi Koping, dan Urutan Kelahiran dengan Kecerdasan Sosial pada Mahasiswi TPB-IPB. Dibimbing oleh DIAH KRISNATUTI dan TIN HERAWATI. Penelitian ini ingin melihat hubungan kelompok teman sebaya, strategi koping, dan urutan kelahiran, dengan kecerdasan sosial pada mahasiswi TPB-IPB. Lokasi penelitian dilakukan di kampus IPB Darmaga, Bogor pada bulan Maret hingga Agustus 2012. Jumlah responden yang diambil dalam penelitian ini adalah 99 orang dengan kriteria mahasiswi TPB-IPB yang masih aktif dalam perkuliahan. Teknik pengambilan responden yaitu cluster random sampling dengan spesifikasi urutan kelahiran di tiap kelompoknya. Data yang dikumpulkan dianalisis dengan uji deskriptif, uji beda one-way ANOVA, dan korelasi Pearson. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari separuh responden memiliki kualitas hubungan pertemanan dan strategi koping pada kategori cukup, sedangkan kecerdasan sosial pada kategori tinggi. Sementara itu, hasil uji korelasi menunjukkan terdapat hubungan antara jumlah teman sebaya, urutan kelahiran dan kualitas hubungan teman sebaya dengan kecerdasan sosial. Kata kunci : fasilitas sosial, kelompok teman sebaya, kesadaran sosial, koping emosi, koping masalah, urutan kelahiran
RINGKASAN AMANIA FARAH. Hubungan Kelompok Teman Sebaya, Strategi Koping, dan Urutan Kelahiran dengan Kecerdasan Sosial pada Mahasiswi TPB-IPB. Dibimbing oleh DIAH KRISNATUTI dan TIN HERAWATI. Salah satu permasalahan bagi para mahasiswi baru adalah kesulitan beradaptasi dengan lingkungan barunya. Tujuan penelitian ini adalah 1) mengidentifikasi karakteristik mahasiswi dan keluarga mahasiswi, 2) mengidentifikasi karakteristik kelompok teman sebaya dan kualitas hubungan pertemanan dengan teman sebaya mahasiswi, 3) mengidentifikasi strategi koping mahasiswi, 4) mengidentifikasi kecerdasan sosial mahasiswi, dan 5) menganalisis hubungan antara kualitas teman sebaya, strategi koping, dan urutan kelahiran dengan kecerdasan sosial. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study. Lokasi penelitian dilakukan di Kampus IPB Darmaga Kabupaten Bogor pada bulan Juni 2012. Teknik pengambilan responden yaitu cluster random sampling dengan jumlah responden 99 orang yang terbagi dalam tiga kelompok, yaitu anak sulung, anak tengah, dan anak bungsu. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Data primer yang dikumpulkan mencakup karakteristik responden dan keluarga responden (urutan kelahiran, daerah asal, usia responden, besar keluarga, usia orang tua, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, dan pendapatan orang tua), kelompok teman sebaya (karakterisik teman sebaya, pola hubungan, dan kualitas pertemanan responden), strategi koping (emotional focused coping dan problem focused coping), dan kecerdasan sosial (kesadaran sosial dan fasilitas sosial) yang dimiliki. Data sekunder berupa keadaan umum asrama serta jumlah mahasiswa TPB yang diperoleh dari website Badan Pengelola Asrama (BPA) Institut Pertanian Bogor dan website Direktorat Tingkat Persiapan Bersama (TPB) Institut Pertanian Bogor. Jenis analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif dan inferensia. Uji deskriptif digunakan untuk melihat sebaran karakteristik keluarga, karakteristik responden, karakteristik dan pola hubungan dengan teman sebaya. Analisis inferensia meliputi uji beda one way ANOVA (Analysis of Variance) yang digunakan untuk melihat perbedaan capaian pada tiap urutan kelahiran, serta analisis korelasi Pearson yang digunakan untuk melihat hubungan antara kelompok teman sebaya, strategi koping, dan urutan kelahiran dengan kecerdasan sosial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari separuh responden (54,5%) berusia 19 tahun dan tergolong remaja akhir. Berdasarkan asal daerah lebih dari separuh responden (62,6%) berasal dari luar Jabodetabek. Persentase terbesar responden (56,6%) memiliki besar keluarga dalam kategori sedang (5-7 orang). Sebagian besar ayah responden (85,9%) dan ibu responden (83,8%) berusia dewasa madya. Persentase terbesar (42,4%) pendidikan ayah Sekolah Menengah Atas (SMA) dan ibu perguruan tinggi (38,4%). Ayah responden paling banyak berprofesi sebagai pegawai negeri sipil (32,3%), sementara itu lebih dari separuh ibu tidak bekerja atau ibu rumah tangga (53,5%). Persentase terbesar (30,3%) pendapatan orang tua berada pada rentang Rp2.500.001-5.000.000. Persentase terbesar responden (34,3%) memiliki jumlah teman sebaya di kelas rata-rata 4-6 orang, sedangkan di asrama (43,4%) dan di tempat lain (71,7%) rata-rata lebih dari 10 orang, memiliki teman sebaya yang seusia baik di kelas (79,8%) maupun di asrama (74,7%), dan persentase terbesar responden (64,6%) di tempat lain memiliki teman sebaya yang usianya campuran.
Persentase terbesar responden (51,5%) bertemu dengan teman sebayanya di kelas setiap 5-6 kali dalam seminggu. Frekuensi pertemuan responden dengan teman sebaya di asrama (73,7%) terjadi hampir setiap hari, sedangkan frekuensi pertemuan responden dengan teman sebaya di tempat lain (34,3%) sekitar 1-2 kali dalam seminggu. Lebih dari separuh responden memiliki lama usia pertemanan di kelas (56,6%) dan asrama (60,6%) 6-12 bulan, sedangkan di tempat lain hampir seluruh responden (82,8%) memiliki lama usia pertemanan lebih dari 12 bulan. Lebih dari separuh responden (70,7%) memiliki kualitas hubungan pertemanan pada kategori cukup. Persentase terbesar responden berada pada kategori tinggi dalam capaian emotional focused coping (51,5%) dan problem focused coping (50,5%). Sementara itu lebih dari separuh responden (50,5%) memiliki capaian strategi koping total berada pada kategori tinggi. Lebih dari separuh responden (51,5 %) memiliki kesadaran sosial yang tinggi baik pada anak sulung (51,5%) dan anak tengah (63,6%), sedangkan anak bungsu (60,6 %) memiliki kesadaran sosial pada kategori cukup. Lebih dari separuh (54,5%) responden memiliki capaian fasilitas sosial yang cukup, begitu juga dengan anak bungsu (69,7%), sedangkan pada anak sulung (54,5%) dan anak tengah (51,5%) memiliki fasilitas sosial yang tinggi. Lebih dari separuh responden memiliki kecerdasan sosial pada kategori cukup, kecuali pada anak sulung (60,6%) yang memiliki kecerdasan sosial yang tinggi. Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa urutan kelahiran berhubungan nyata dan positif dengan kecerdasan sosial. Hal ini menunjukkan bahwa anak sulung memiliki kecerdasan sosial yang lebih tinggi. Hasil lainnya juga menunjukkan bahwa jumlah teman sebaya di kelas, di asrama, dan di tempat lain berhubungan nyata dan positif dengan kecerdasan sosial. Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah teman sebaya di kelas, di asrama, maupun di tempat lain maka akan semakin tinggi kecerdasan sosial mahasiswi. Selain itu kualitas hubungan teman sebaya berhubungan nyata dan positif dengan kecerdasan sosial. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi kualitas teman sebaya maka akan semakin tinggi pula kecerdasan sosial responden. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mahasiswi memiliki kecerdasan sosial dan kualitas pertemanan teman sebaya dengan kategori cukup. Disarankan bagi para mahasiswi untuk lebih meningkatkan lagi hubungan atau interaksi dengan teman sebayanya baik di kelas, di asrama, maupun di tempat lain. Selain itu ada baiknya mahasiswi lebih terbuka dan bersosialisasi dengan lingkungan yang lebih heterogen, agar keterampilan sosial bisa terus diasah. Terdapat hubungan antara kecerdasan sosial dengan jumlah teman sebaya di asrama. Disarankan kepada pihak asrama perlu mengoptimalkan kembali kegiatan-kegiatan yang sudah ada di asrama agar banyak mahasiswi ikut berpartisipasi aktif dalam kegiatan tersebut. Strategi koping antara anak sulung berbeda dengan anak tengah. Saran kepada orang tua agar setiap anak diberikan tanggung jawab, perhatian dan dukungan yang sama tanpa membedakan urutan kelahiran, serta memberikan kesempatan kepada setiap anak untuk berkembang dan mengatasi masalahnya sendiri tanpa rasa cemas yang berlebihan. Kata kunci : fasilitas sosial, kelompok teman sebaya, kesadaran sosial, koping emosi, koping masalah, urutan kelahiran
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2013 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian dan seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
HUBUNGAN KELOMPOK TEMAN SEBAYA, STRATEGI KOPING, DAN URUTAN KELAHIRAN DENGAN KECERDASAN SOSIAL PADA MAHASISWI TPB-IPB
AMANIA FARAH
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen
DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi
: Hubungan Kelompok Teman Sebaya, Strategi Koping, dan Urutan Kelahiran dengan Kecerdasan Sosial pada Mahasiswi TPB-IPB
Nama
: Amania Farah
NRP
: I24080074
Disetujui,
Dr. Tin Herawati, S.P., M.Si. Dosen Pembimbing II
Dr. Ir. Diah Krisnatuti, M.S. Dosen Pembimbing I
Diketahui,
Dr. Ir. Hartoyo, M.Sc Ketua Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen
Tanggal Lulus :
PRAKATA Puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya serta pertolongan-Nya dalam menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan Kelompok Teman Sebaya, Strategi Koping, dan Urutan Kelahiran dengan Kecerdasan Sosial pada Mahasiswi TPB-IPB” ini. Sholawat serta salam semoga tetap tercurah kepada Nabi Muhammad SAW serta para sahabat dan para tabi’in yang mulia. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Allah SWT atas segala nikmat yang diberikan sehingga penulis mendapatkan kesempatan untuk hidup dalam naungan-Nya. 2. Dr. Ir. Diah Krisnatuti, M.S. dan Dr. Tin Herawati, S.P., M.Si selaku dosen pembimbing atas bimbingan, doa, dan arahan yang diberikan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. 3. Dr. Ir. Dwi Hastuti, M.Sc. selaku dosen pembimbing akademik. 4. Dr. Ir. Istiqlaliyah Muflikhati, M.Si. selaku dosen pemandu seminar. 5. Ir. Retnaningsih, M.S. dan Alfiasari, S.P., M.Si. selaku dosen penguji. 6. Keluarga tercinta Bapak Warsiman, Ibu Rusmiati, Mba Ruli, Mba Pebri, dan Bang Iwan atas doa dan dukungannya yang tidak pernah berhenti. 7. Teman seperjuangan; RR. Dewi Suci, Fasih, Ifah, Winda, Iin, Neng, Yuris, Kiki, Yayang, Intan, Fida, Dita, Dela, dan semua teman-teman IKK 45. 8. Sahabat di Citra Islamic 1: mba Nurina, mba Vivi, Niken, Fitri, mba Ratih, Ica, Jalimas, mba Enung, mba Ana, mba Dini; di RC Badoneng: Bhekti, Fitri, Ega. yang selalu menyemangati dan mendoakan 9. Para pejuang Forsia dan FEMA; Rida, Yusti, Rahmi, Dian, Salsa, Aisyah, alm mba Ulfah, Nisrina, Armina, Ilma, Asep, Anom, dan Alna. 10. Mahasiswa TPB 48 atas bantuannya dalam pengumpulan data. 11. Semua pihak yang telah memberikan dorongan, doa, semangat, bantuan, dan kerjasama selama pengerjaan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Bogor, Januari 2013
Amania Farah
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL ....................................................................................
xiii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................
xv
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................
xv
PENDAHULUAN ...................................................................................
1
Latar Belakang ...............................................................................
1
Perumusan Masalah ......................................................................
3
Tujuan Penelitian............................................................................
4
Manfaat Penelitian..........................................................................
4
TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................................
7
Kecerdasan Sosial .........................................................................
7
Strategi Koping ...............................................................................
9
Teman Sebaya ...............................................................................
11
Urutan Kelahiran ............................................................................
13
Hasil Penelitian Terdahulu ..............................................................
15
KERANGKA PEMIKIRAN ......................................................................
17
METODE PENELITIAN .........................................................................
19
Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian ............................................
19
Jumlah dan Cara Pengambilan Responden ...................................
19
Jenis dan Cara Pengumpulan Data ................................................
20
Pengolahan dan Analisis Data........................................................
22
Definisi Operasional .......................................................................
23
HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................
25
Keadaan Umum Lokasi Penelitian ..................................................
25
Karakteristik Responden ................................................................
26
Karakteristik Keluarga ....................................................................
27
Karakteristik Kelompok Teman Sebaya ..........................................
30
Pola Hubungan Pertemanan dengan Kelompok Teman Sebaya ....
32
Kualitas Hubungan Pertemanan Responden dengan Teman Sebaya
34
Strategi Koping ...............................................................................
35
Kesadaran Sosial ...........................................................................
38
Fasilitas Sosial ...............................................................................
40
Kecerdasan Sosial .........................................................................
41
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kecerdasan Sosial ........
42
xii
Pembahasan Umum .......................................................................
43
SIMPULAN DAN SARAN.......................................................................
47
Simpulan ........................................................................................
47
Saran .............................................................................................
47
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................
49
LAMPIRAN ............................................................................................
53
DAFTAR TABEL Halaman
1
Penelitian sebelumnya yang terkait dengan topik penelitian ...........
16
2
Jenis data, peubah, responden, alat dan cara pengukuran, skala data, jumlah item pertanyaan, dan cronbach alpha (α) ...................
21
Sebaran responden berdasarkan usia, urutan kelahiran, rata-rata, dan standar deviasi usia responden ...............................................
26
Sebaran responden berdasarkan asal daerah dan urutan kelahiran ........................................................................................
27
Sebaran responden berdasarkan besar keluarga, urutan kelahiran, rata-rata dan standar deviasi responden ........................
27
Sebaran responden berdasarkan kategori usia ayah, urutan kelahiran, rata-rata, dan standar deviasi responden .......................
28
Sebaran responden berdasarkan kategori usia ibu, urutan kelahiran, rata-rata, dan standar deviasi responden .......................
28
Sebaran responden berdasarkan tingkat pendidikan orang tua menurut urutan kelahiran ...............................................................
29
Sebaran responden berdasarkan pekerjaan orang tua dan urutan kelahiran ........................................................................................
29
10 Sebaran responden berdasarkan tingkat pendapatan orang tua dan urutan kelahiran ......................................................................
30
11 Sebaran responden berdasarkan kategori jumlah teman sebaya dan urutan kelahiran ......................................................................
31
12 Sebaran responden berdasarkan usia teman sebaya menurut lokasi pertemanan dan urutan kelahiran.........................................
32
13 Sebaran responden berdasarkan frekuensi pertemuan teman sebaya menurut lokasi pertemanan dan urutan kelahiran ..............
33
14 Sebaran responden berdasarkan lama usia pertemanan menurut lokasi pertemanan dan urutan kelahiran.........................................
33
15 Sebaran jawaban kualitas hubungan teman sebaya ......................
34
16 Sebaran responden berdasarkan kategori kualitas hubungan pertemanan dengan urutan kelahiran, rata-rata, dan standar deviasi............................................................................................
35
17 Sebaran jawaban emotional focused coping ..................................
36
18 Sebaran responden berdasarkan capaian emosional focused coping dengan urutan kelahiran, rata-rata, dan standar deviasi .....
36
19 Sebaran jawaban problem focused coping .....................................
37
20 Sebaran responden berdasarkan capaian problem focused coping dengan urutan kelahiran, rata-rata, dan standar deviasi .................
37
3 4 5 6 7 8 9
xiv
21 Sebaran responden berdasarkan capaian strategi koping dengan urutan kelahiran, rata-rata, dan standar deviasi ..............................
38
22 Sebaran jawaban kesadaran sosial ................................................
39
23 Sebaran responden berdasarkan capaian kesadaran sosial dengan urutan kelahiran, rata-rata, dan standar deviasi .................
40
24 Jawaban sebaran jawaban fasilitas sosial ......................................
40
25 Sebaran responden berdasarkan capaian fasilitas sosial dengan urutan kelahiran, rata-rata, dan standar deviasi ..............................
41
26 Sebaran responden berdasarkan capaian kecerdasan sosial dengan urutan kelahiran, rata-rata, dan standar deviasi .................
42
27 Faktor-faktor yang berhubungan dengan kecerdasan sosial ..........
42
DAFTAR GAMBAR Halaman 1
Kerangka Pemikiran .......................................................................
18
2
Teknik Pengambilan responden .....................................................
20
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Sebaran responden berdasarkan jawaban terhadap pertanyaan responden mengenai kualitas pertemanan dengan urutan kelahiran .....................................................................................
55
2. Sebaran responden berdasarkan jawaban terhadap pertanyaan responden mengenai emotional focused coping dengan urutan kelahiran .....................................................................................
56
3. Sebaran responden berdasarkan jawaban terhadap pertanyaan responden mengenai problem focused coping dengan urutan kelahiran .....................................................................................
57
4. Sebaran responden berdasarkan jawaban terhadap pertanyaan responden mengenai kesadaran sosial dengan urutan kelahiran
58
5. Sebaran responden berdasarkan jawaban terhadap pertanyaan responden mengenai fasilitas sosial dengan urutan kelahiran .....
59
6. Hasil Uji Validitas dan Realibilitas ...............................................
60
7. Hasil uji post-hoc besar keluarga dengan urutan kelahiran .........
60
8. Hasil uji post-hoc jumlah teman sebaya di tempat lain dengan urutan kelahiran ..........................................................................
60
9. Hasil uji post-hoc problem focused coping dengan urutan kelahiran .....................................................................................
60
10. Hasil uji post-hoc strategi koping total dengan urutan kelahiran ..
60
11. Hasil uji post-hoc fasilitas sosial dengan urutan kelahiran ...........
61
12. Hasil Uji Korelasi Pearson karakteristik responden dan keluarga dengan kecerdasan sosial...........................................................
62
13. Hasil Uji Korelasi Pearson Pola Hubungan Teman Sebaya, Kualitas Pertemanan, dan Kecerdasan Sosial.............................
63
14. Hasil Uji Korelasi Pearson Strategi Koping dan Kecerdasan Sosial ..........................................................................................
65
PENDAHULUAN Latar Belakang Pendidikan berperan memperluas wawasan dan meningkatkan rasionalitas seseorang. Pendidikan juga dapat menambah pengetahuan yang bisa diimplementasikan dalam pembangunan suatu negara dan menciptakan berbagai pembaharuan bagi kemajuan bangsa. Menyadari pentingnya peran pendidikan, maka banyak orang yang berusaha keras untuk mendapatkan pendidikan yang lebih baik, hingga ke jenjang perguruan tinggi. Sementar itu jumlah Perguruan Tinggi Negeri (PTN) hanya ada sekitar 2,7 persen jika dibandingkan dengan keseluruhan perguruan tinggi yang ada di Indonesia (Dalle 2012). Jumlah PTN yang terbatas menyebabkan banyak siswa lulusan SMA daerah yang merantau ke daerah lain demi mendapatkan pendidikan yang lebih layak. Dunia mahasiswa dan lingkungan di kampus menjadi lebih majemuk dibandingkan lingkungan di SMA terdahulu. Membentuk interaksi yang baik dengan teman asrama maupun teman sekelas yang sebagian besar merupakan teman baru tidaklah mudah. Perbedaan budaya asal daerah yang dibawa oleh masing-masing mahasiswa merupakan salah satu faktor sulitnya mahasiswa untuk beradaptasi dengan lingkungan baru. Hal ini juga yang melatarbelakangi dibentuknya asrama bagi mahasiswa baru tingkat satu yang biasa disebut dengan Tingkat Persiapan Bersama (TPB) di Institut Pertanian Bogor (IPB). Pada pelaksanaannya asrama ini diwajibkan bagi mahasiswa TPB program sarjana IPB dengan masa kepenghunian satu tahun. Salah satu tujuan dibentuknya asrama adalah membentuk mahasiswa yang peka dan mampu beradaptasi dengan lingkungan yang majemuk (BPA 2011). Beberapa program di asrama dimaksudkan untuk mempermudah mahasiswa beradaptasi dengan kehidupan kampus dan mengasah kemampuan berkomunikasinya, terutama dengan teman sebaya. Pertemanan merupakan sarana untuk mengemukakan pendapat, pengakuan kelemahan, dan mendapatkan bantuan dari masalah sehingga dapat mengasah keterampilan sosial seseorang. Jumlah teman sebaya yang semakin banyak akan membantu remaja untuk lebih mengasah kecerdasan sosial agar dapat diterima oleh kelompok teman sebayanya. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Ghozaly (2011) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang positif signifikan antara kualitas hubungan pertemanan dengan kelompok teman sebaya dan kecerdasan sosial.
2
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Hernawati (2006) kepada mahasiswa TPB-IPB di tahun 2005 menunjukkan bahwa 62,7 persen mahasiswa TPB-IPB memiliki tingkat stress yang tinggi. Beberapa hal yang menjadi sumber permasalahan bagi mahasiswi TPB-IPB antara lain belum pernah mengalami indekos sebelumnya, terlalu banyaknya teman sekamar, kesulitan beradaptasi dengan lingkungan, masalah pribadi, kesulitan berteman, memahami materi kuliah, masalah kesehatan, homesick (rindu keluarga), dan masalah keuangan. Adanya permasalahan pada interaksi dengan lingkungan sekitarnya, membuat mahasiswi melakukan strategi koping. Istilah strategi koping memiliki pengertian sebagai cara yang dilakukan untuk mengubah situasi atau menyelesaikan masalah yang sedang dirasakan atau dihadapi (Rasmun 2004). Untuk mengurangi permasalahan tersebut diperlukan kemampuan pribadi maupun dukungan dari lingkungan. Kecerdasan sosial berhubungan dengan penyesuaian diri mahasiswi dengan lingkungan sosialnya. Mahasiswi yang melakukan koping efektif akan dapat beradaptasi dengan baik dan bisa diterima oleh lingkungan sosialnya, sebaliknya koping yang tidak efektif, akan menghasilkan suatu perilaku yang maladaptif, yakni perilaku yang menyimpang dari keadaan normatif dan dapat merugikan diri sendiri maupun orang lain. Beberapa faktor yang menyebabkan perbedaan strategi koping adalah karakteristik dari individu. Self efficacy yang dimiliki seorang remaja dapat membantu menangani stres yang sedang dialami, namun survey dari American Association of University Women menunjukkan bahwa perempuan mengalami penurunan kepercayaan diri yang besar dan signifikan daripada apa yang dialami oleh laki-laki (Santrock 2007). Sedangkan kepercayaan diri merupakan modal yang penting untuk dapat berinteraksi dengan orang lain. Hal inilah yang mendasari penelitian ini untuk fokus pada mahasiswi. Urutan kelahiran dalam keluarga mempunyai peranan penting dalam perkembangan anak selanjutnya. Karakteristik anak yang menempati urutan kelahiran yang khas, memerlukan perlakuan, pelayanan, atau pengasuhan yang khas juga (Sujanto et al 2004). Meskipun anak-anak memiliki orang tua yang sama dan tumbuh dalam keluarga yang memiliki aturan hampir sama, namun tidak memiliki lingkungan sosial yang sama atau identik (Hjelle dan Ziegler 1992). Anak sulung memiliki karakteristik yang bertanggung jawab lebih daripada adikadiknya. Oleh karena itu biasanya anak sulung berperilaku secara lebih matang karena berhubungan dengan orang dewasa dan karena tanggung jawab yang
3
dipikulnya (Hurlock 1997). Gunarsa dan Gunarsa (2003) menyebutkan anak tengah lebih mudah bergaul, karena tidak hidup dengan kecemasan orang tua yang berlebihan. Sedangkan anak bungsu terlihat mengalami kesulitan karena orang tua terlalu khawatir akan pengaruh lingkungan luar terhadap anaknya. Perbedaan karakteristik dari tiap urutan kelahiran ini memengaruhi interaksi seseorang dengan lingkungan sosialnya. Kelompok teman sebaya, strategi koping yang dilakukan, dan urutan kelahiran diduga berhubungan dengan kecerdasan sosial. Kecerdasan sosial merupakan kecerdasan yang mencakup interaksi dengan orang lain juga berkenaan dengan sosialisasi atau keterampilan interpersonal. Unsur-unsur kecerdasan sosial menurut Goleman (2007) dikelompokkan ke dalam dua kategori besar, yakni kesadaran sosial (apa yang kita rasakan tentang orang lain) dan fasilitas sosial (apa yang selanjutnya dilakukan dengan kesadaran tersebut). Melihat gambaran di atas, maka dipandang perlu untuk melakukan penelitian mengenai hubungan antara kelompok teman sebaya, strategi koping, dan urutan kelahiran dengan kecerdasan sosial pada mahasiswi TPB-IPB. Perumusan Masalah Program pembinaan di asrama TPB-IPB secara tidak langsung dapat meningkatkan kecerdasan sosial. Namun pada kenyataannya, Hernawati (2006) mengungkapkan salah satu masalah yang dihadapi mahasiswa adalah kesulitan beradaptasi dengan lingkungan dan kesulitan berteman. Brofenbrenner dalam Puspitawati (2009) menyatakan bahwa proses sosisalisasi anak sangat dipengaruhi oleh lingkungan mikrosistem. Lingkungan mikrosistem adalah lingkungan dimana anak dapat berinteraksi langsung dengan lingkungan yang ada di sekitarnya seperti keluarga, sekolah, teman sebaya, media, dan tetangga. Ketika remaja berada pada kondisi jauh dari orang tua, teman sebaya merupakan lingkungan mikrosistem yang berinteraksi langsung dengan remaja. Kesenjangan yang terjadi timbul akibat perbedaan karakteristik dari masing-masing individu. Setiap individu memiliki strategi koping sendiri untuk menyelesaikan
permasalahan
yang
dihadapi.
Beberapa
faktor
yang
menyebabkan perbedaan strategi koping adalah karakteristik dari individu. Berdasarkan
survey
dari
American
Association
of
University
Women
menunjukkan bahwa perempuan mengalami penurunan kepercayaan diri yang besar dan signifikan daripada apa yang dialami oleh laki-laki (Santrock 2007). Sedangkan kepercayaan diri merupakan modal yang penting untuk dapat
4
berinteraksi dengan orang lain. Hal inilah yang mendasari penelitian ini untuk fokus pada mahasiswi. Urutan kelahiran dalam keluarga mempunyai peranan penting dalam perkembangan anak selanjutnya. Posisi urutan kelahiran juga dapat
memengaruhi
kepribadian
dan
pola
perilaku
seseorang,
serta
memengaruhi individu tentang peran yang harus dilakukannya, khususnya peran dalam lingkungan sosialnya(Hurlock 1997). Berdasarkan latar belakang di atas, maka penelitian ini dilakukan untuk menjawab pertanyaan: 1. Bagaimana karakteristik responden dan keluarga, karakteristik lingkungan kelompok teman sebaya, strategi koping, dan kecerdasan sosial mahasiswi TPB-IPB? 2. Bagaimana hubungan antara urutan kelahiran, kelompok teman sebaya, dan strategi koping dengan kecerdasan sosial pada mahasiswi TPB-IPB? Tujuan Penelitian Tujuan Umum Secara umum penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara kelompok teman sebaya, strategi koping, dan urutan kelahiran dengan kecerdasan sosial pada mahasiswi TPB-IPB. . Tujuan Khusus Tujuan khusus dari penelitian ini adalah : 1. Mengidentifikasi karakteristik mahasiswi dan keluarga mahasiswi. 2. Mengidentifikasi karakteristik kelompok teman sebaya dan kualitas hubungan pertemanan dengan teman sebaya pada mahasiswi. 3. Mengidentifikasi strategi koping mahasiswi. 4. Mengidentifikasi kecerdasan sosial mahasiswi. 5. Menganalisis hubungan antara kelompok teman sebaya, strategi koping, dan urutan kelahiran dengan kecerdasan sosial. Manfaat Penelitian Beberapa kegunaan dari hasil penelitian ini antara lain, diharapkan dapat memberikan masukan kepada Kemendiknas dan pihak terkait lainnya untuk merumuskan kebijakan bagi peningkatan kualitas mahasiswa.
5
Bagi pihak Badan Pengelola Asrama (BPA) hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai kelompok teman sebaya, strategi koping dan urutan kelahiran dengan kecerdasan sosial pada mahasiswi TPB-IPB. Hal ini dapat menjadi bahan pertimbangan dalam membuat kebijakan dan aturan yang terkait dengan pelayanan jasa di asrama. Bagi mahasiswi yang berdomisili di asrama atau indekos, hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu remaja dalam mengasah keterampilannya dalam bersosialisasi dengan lingkungan barunya. Penelitian ini dapat dijadikan referensi dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan penelitian selanjutnya di masa yang akan datang.
TINJAUAN PUSTAKA Kecerdasan Sosial Salah satu tugas perkembangan remaja adalah penyesuaian sosial. Untuk mencapai tujuan dari pola sosialisasi menuju kedewasaan, remaja harus membuat penyesuaian baru. Bagian terpenting dan tersulit adalah penyesuaian diri dengan meningkatnya pengaruh teman sebaya, perubahan dalam perilaku sosial, pengelompokan sosial yang baru, nilai-nilai baru dalam seleksi persahabatan, nilai-nilai baru dalam dukungan dan penolakan sosial, dan nilainilai baru dalam seleksi pemimpin (Hurlock 1997). Sekolah dan pendidikan tinggi menekankan pada konsep perkembangan keterampilan intelektual dan konsep yang penting bagi kecakapan sosial. Namun, hanya sedikit remaja yang menggunakan kedua konsep ini dalam situasi praktis. Kesempatan remaja untuk menguasai konsep demikian biasanya hanya bisa dipraktekkan oleh remaja yang aktif dalam berbagai aktivitas ekstra kurikuler dibandingkan remaja yang tidak aktif, entah karena harus bekerja sepulang sekolah atau karena tidak diterima oleh teman-temannya (Hurlock 1997). Manusia sebagai makhluk sosial, membutuhkan orang lain dalam kehidupan sehari-hari, maka hubungan antara sesama manusia dalam konteks hubungan sosial tidak dapat dihindari. Menurut Goleman (2007), kecerdasan sosial adalah kemampuan untuk mengerti orang lain dan bagaimana interaksi terhadap situasi sosial yang bebeda. Goleman (2007) menyebutkan bahwa terdapat dua unsur kecerdasan sosial, yaitu kesadaran sosial dan fasilitas sosial. Kesadaran sosial adalah kemampuan untuk dapat merasakan keadaaan batiniah seseorang sampai memahami perasaan dan pikirannya. Kemampuan kesadaran sosial meliputi:
Empati dasar, yaitu berhubungan dengan perasaan dengan orang lain dan merasakan isyarat-isyarat emosi nonverbal.
Penyelarasan, yaitu kemampuan untuk mendengarkan dengan penuh reseptivitas, menyelaraskan diri pada seseorang.
Ketepatan empatik, yaitu kemampuan untuk memahami pikiran, perasaan, dan maksud orang lain.
Pengertian sosial, yaitu kemampuan untuk mengetahui bagaimana dunia sosial bekerja.
8
Sementara itu, fasilitas sosial adalah kemampuan yang bertumpu pada kesadaran sosial untuk memungkinkan interaksi yang mulus dan efektif. Fasilitas sosial meliputi:
Sinkroni, yaitu kemampuan yang ditunjukkan seseorang dalam berinteraksi secara mulus pada tingkat nonverbal.
Presentasi
diri,
yaitu
berhubungan
dengan
cara
seseorang
mempresentasikan diri sendiri secara efektif.
Pengaruh. Pengaruh seseorang akan membentuk hasil interaksi sosial.
Kepedulian, yaitu berhubungan dengan kemampuan untuk peduli akan kebutuhan orang lain dan melakukan tindakan yang sesuai dengan hal itu. Pendapat lain tentang kecerdasan sosial dinyatakan oleh Albrecht (2006).
Secara garis besar, Albrecht menyebut adanya lima elemen kunci yang bisa mengasah kecerdasan sosial kita, yang disingkat menjadi kata SPACE. Kata S merujuk pada kata situational awareness atau kesadaran situasional. Makna dari kesadaran ini adalah sebuah kehendak untuk bisa memahami dan peka akan kebutuhan serta hak orang lain. Elemen yang kedua adalah presense (atau kemampuan membawa diri). Bagaimana etika penampilan, tutur kata dan sapa yang digunakan, gerak tubuh ketika bicara dan mendengarkan adalah sejumlah aspek yang tercakup dalam elemen ini. Elemen yang ketiga adalah authenticity (autensitas) atau sinyal dari perilaku yang akan membuat orang lain menilai kita sebagai orang yang layak dipercaya (trusted), jujur, terbuka, dan mampu menghadirkan ketulusan. Elemen yang keempat adalah clarity (kejelasan). Aspek ini menjelaskan sejauh mana bekal kemampuan seseorang untuk menyampaikan gagasan dan ide secara menyenangkan dan persuasif sehingga orang lain bisa menerimanya dengan tangan terbuka. Seringkali seseorang memiliki gagasan yang baik, namun gagal mengkomunikasikannya secara menarik sehingga orang lain tidak berhasil diyakinkannya. Kecerdasan sosial yang produktif memang hanya akan bisa dibangun dengan baik bila seseorang itu mampu mengartikulasikan segenap pemikirannya dengan penuh kejernihan dan kebeningan. Elemen yang terakhir adalah empathy (atau empati). Aspek ini merujuk pada sejauh mana seseorang dapat berempati pada pandangan dan gagasan orang lain. Sejauh mana ia memiliki ketrampilan untuk bisa mendengarkan dan memahami maksud pemikiran orang lain. Seseorang yang bisa merajut sebuah
9
jalinan relasi yang kuat jika dibekali dengan rasa empati yang kuat pula terhadap sesama rekannya. Strategi Koping Sebuah strategi koping (penanggulangan) diperlukan dalam mengatasi stres, terlepas apakah masalah tersebut besar ataupun kecil. Istilah strategi koping memiliki pengertian sebagai cara yang dilakukan untuk mengubah situasi atau menyelesaikan masalah yang sedang dirasakan atau dihadapi (Rasmun 2004). National Safety Council (1994) menyatakan bahwa ada berbagai macam koping yang bisa dilakukan, tapi tidak semua bisa jadi koping yang efektif. Definisi koping yang efektif adalah suatu proses mental untuk mengatasi tuntutan yang dianggap sebagai tantangan terhadap sifat yang terdapat pada diri seseorang. Strategi koping yang berhasil mengatasi stres harus memiliki empat komponen pokok di bawah ini: 1.
Peningkatan kesadaran terhadap masalah: Fokus obyektif jelas dan perspektif yang utuh terhadap situasi yang sedang berlangsung.
2.
Pengolahan informasi: Suatu pendekatan pengalihan persepsi agar ancaman dapat diredam. Pengolahan informasi meliputi pengumpulan informasi dan pengelolaan sumber daya yang ada untuk memecahkan masalah.
3.
Pengubahan perilaku: Tindakan yang dipilih secara sadar, dilakukan bersama sikap positif yang dapat meringankan, meminimalkan, atau menghilangkan stressor (sumber stres).
4.
Resolusi damai: Suatu perasaan atau kepuasan bahwa situasi stres telah berhasil diatasi. Lazarus dalam Santrock (2007) percaya bahwa penanganan stres atau
koping terdiri dari dua bentuk, yaitu koping yang berpusat pada masalah (Problem Focused Form Coping Mechanism) dan koping yang berpusat pada emosi (Emotional Focused Form Coping Mechanism). Koping yang berpusat pada masalah (Problem Focused Form Coping Mechanism) adalah istilah Lazarus untuk strategi kognitif dalam penanganan stres atau koping yang digunakan oleh individu dalam menghadapi masalahnya dan berusaha menyelesaikan permasalahan tersebut. Sedangkan Stuart & Sundeen dalam Hernawati
(2005)
menyatakan
bahwa
koping
ini
diarahkan
untuk
mengembangkan sumberdaya yang ada untuk mengatasi masalah atau untuk
10
mengurangi tuntutan situasi yang dapat menimbulkan stres. Tujuan dari koping ini adalah menghadapi tuntutan dengan sadar, realistis, objektif serta rasional. Jenis dari koping ini antara lain koping konfrontasi, isolasi, dan kompromi. Santrock (2007) mencontohkan, bila ada mahasiswa yang memiliki masalah dengan salah satu mata kuliah, maka koping yang dilakukan adalah dengan mendatangi pusat keterampilan belajar di kampus dan mengikuti salah satu program pelatihan untuk mempelajari bagaimana cara belajar yang lebih efektif. Mahasiswa tersebut telah menghadapi masalah dan mencoba untuk melakukan sesuatu untuk mengatasinya. Koping yang berpusat pada emosi (Emotional Focused Form Coping Mechanism) adalah istilah Lazarus untuk strategi penanganan stres di mana individu memberikan respon terhadap situasi stres dengan cara emosional, terutama dengan menggunakan penilaian defensif (bersikap bertahan). Pada penanganan stres yang berfokus pada emosi, seorang remaja bisa saja menghindari sesuatu, merasionalisasi apa yang
telah terjadi padanya,
menyangkal bahwa hal itu tengah terjadi, atau menertawakannya (Santrock 2007). Stuart & Sundeen dalam Hernawati (2005) menyatakan bahwa koping yang berpusat pada emosi (Emotional Focused Form Coping Mechanism) mengarah pada usaha untuk mereduksi atau toleransi stres subjective (somatis, motorik, atau efektif) dari stres emosional yang muncul akibat lingkungan yang menyulitkan. Fungsi koping ini adalah untuk membuat suatu kenyamanan. Jenis dari mekanisme koping ini antara lain: penolakan, rasionalisasi, kompensasi, represi, regresi, sublimasi, identifikasi, proyeksi, konversi, mengalihkan beban, dan reaksi formasi. Santrock (2007) mengungkapkan bahwa ada saat-saat ketika strategi penanganan stres yang berfokus pada emosi menjadi strategi yang adaptif. Penyangkalan misalnya, merupakan salah satu mekanisme psikologis protektif utama yang memungkinkan remaja menghadapi perasaan yang meluap ketika ia harus menghadapi kematian atau keadaan sekarat. Pada situasi yang berbeda, strategi koping yang berfokus pada emosi bukanlah strategi yang adaptif. Remaja yang sedang mengalami masalah di sekolahnya dan memiliki prestasi yang buruk memberikan respon menyangkal, hal ini bukan merupakan tanggapan adaptif. Namun pada kebanyakan kasus, strategi koping yang berfokus pada masalah lebih baik daripada strategi koping yang berfokus pada
11
emosi dan penggunaan mekanisme pertahanan, terutama untuk menangani stres dalam jangka waktu yang panjang. Strategi penanganan stres juga dapat digolongkan menjadi mendekat (approach) dan menghindar (avoidance). Strategi mendekati (approach strategy) meliputi usaha kognitif untuk memahami penyebab stres dan usaha untuk menghadapi penyebab stres tersebut atau konsekuensi yang ditimbulkannya secara langsung. Strategi menghindar (avoidance strategies) meliputi usaha kognitif untuk menyangkal atau meminimalisasikan penyebab stres dan usaha yang muncul dalam tingkah laku, untuk menarik diri atau menghindar dari penyebab stres (Santrock 2007). Adanya dukungan dari orang lain, terutama keluarga dan teman secara konsisten merupakan pertahanan yang baik dalam menghadapi stres pada remaja. Selain itu pola pikir dan kepribadian remaja dapat mempengaruhi remaja dalam menghadapi stres. Satu hal yang penting dalam menangani stres yang efektif adalah bahwa remaja dapat menggunakan lebih dari satu strategi untuk membantu dalam menghadapi stres (Santrock 2007) Beberapa tanda bahaya yang umum dari ketidakmampuan penyesuaian diri remaja menurut Hurlock (1997):
Tidak memiliki tanggung jawab, dapat terlihat dalam perilakunya yang mengabaikan akademiknya, misalkan untuk bersenang-senang
Sikap yang agresif dan sangat yakin pada diri sendiri
Perasaan tidak aman, menyebabkan remaja mengikuti standar-standar dari kelompok
Merasa ingin pulang apabila berada jauh dari lingkungan yang dikenal
Perasaan menyerah
Terlalu banyak berkhayal sebagai akibat dari ketidakpuasan yang diperolehnya dalam kehidupan sehari-hari
Mundur kembali ke tingkat perilaku sebelumnya agar disenangi dan diperhatikan Teman Sebaya Pada masa remaja lanjut, pola pergaulan sudah mengalami pergeseran
dari pola pergaulan yang homoseksual ke arah heteroseksual. Mahasiswa juga merasa lebih bebas untuk bergaul dengan siapa saja, hal ini seiring dengan pergeseran dari kondisi dependensi ke independensi. Masalah pergaulan dapat
12
menjadi masalah yang cukup pelik, baik mengenai percintaan, kesulitan penyesuaian diri dan keterlibatan terhadap pengaruh kelompok pergaulan yang bisa bersifat negatif (Gunarsa dan Gunarsa 2003). Kelompok teman sebaya (peer group) adalah sekelompok anak-anak atau remaja dengan tingkat usia atau kedewasaan yang sama (Santrock 2007). Salah satu fungsi utama dari kelompok teman sebaya adalah untuk saling berbagi informasi mengenai lingkungan di luar rumah remaja. Beberapa ahli teori menyatakan bahwa budaya teman sebaya turut memengaruhi individu untuk mengabaikan nilai-nilai dan kontrol dari orang tua. Menurut Hightower dalam Santrock (2007) hubungan teman sebaya yang harmonis pada masa remaja berhubungan dengan kesehatan mental yang positif pada usia pertengahan. Pemuda yang populer biasanya lebih bisa menjalin komunikasi yang baik, mampu menarik perhatian teman-temannya dan bisa tetap mempertahankan percakapan dengan teman sebayanya dibandingkan dengan pemuda yang tidak populer (Kennedy dalam Santrock 2007). Karena remaja lebih banyak berada di luar rumah bersama dengan teman-teman sebaya sebagai suatu kelompok, maka dapat dimengerti bahwa pengaruh teman-teman sebaya pada sikap, pembicaraan, minat, penampilan, dan perilaku lebih besar daripada pengaruh keluarga. Menurut Hurlock (1997) para remaja tidak lagi memilih teman berdasarkan kemudahannya entah di sekolah maupun di lingkungan terdekatnya. Selain itu persamaan pada kegemaran di dalam suatu kegiatan tidak lagi menjadi faktor yang penting bagi remaja. Dalam suatu penelitian menunjukkan bahwa karena adanya perubahan nilai, maka teman masa kanak-kanak belum tentu menjadi teman dalam masa remaja. Remaja lebih menginginkan teman yang memiliki minat dan nilai-nilai yang sama, yang dapat mengerti, yang bisa memberikan rasa nyaman, dan dapat dipercaya. Remaja juga biasanya lebih memilih berbicara kepada teman sebaya daripada kepada orang tua untuk beberapa hal tertentu. Seperti halnya dengan munculnya nilai baru mengenai teman-temannya, remaja juga memiliki nilai baru dalam menerima atau tidak menerima anggota dalam kelompok sebaya seperti klik, kelompok besar atau geng. Selama masa remaja tidak ada satu sifat atau perilaku tertentu yang akan menjamin penerimaan sosial. Penerimaan bergantung pada sekumpulan sifat dan pola perilaku (sindroma penerimaan) yang disenangi remaja dan dapat menambah
13
gengsi dalam kelompoknya. Beberapa unsur yang umum dari sindorma penerimaan menurut Hurlock (1997) antara lain:
Kesan pertama yang menyenangkan akibat dari penampilan yang menarik, sikap yang tenang, dan gembira.
Reputasi sebagai orang yang menyenangkan
Penampilan diri yang sesuai dengan penampilan teman sebaya
Perilaku sosial yang ditandai dengan kerjasama, tanggung jawab, cerdas, bijaksana, sopan
Matang, terutama dalam pengendalian emosi
Sifat kepribadian yang baik
Status sosial ekonomi yang sama
Tempat
tinggal
yang
dekat
dengan
kelompok
sehingga
dapat
mempermudah hubungan dan partisipasi dalam berbagai kegiatan kelompok Pengelompokkan sosial remaja menurut Hurlock (1997): 1. Teman dekat. Remaja biasanya mempunyai dua atau tiga orang teman dekat, atau sahabat karib yang mempunyai minat dan kemampuan setara. Biasanya saling mempengaruhi satu sama lain meskipun terkadang juga bertengkar. 2. Kelompok kecil. Kelompok ini biasanya terdiri dari kelompok teman-teman dekat. 3. Kelompok besar. Penyesuaian minat berkurang di antara anggotaanggotanya sehingga terdapat jarak sosial yang lebih besar. 4. Kelompok yang terorganisasi. Kelompok yang dibina oleh orang dewasa untuk memenuhi kebutuhan sosial remaja yang tidak memiliki kelompok besar. 5. Kelompok geng. Remaja yang tidak termasuk ke dalam kelompok besar atau klik dan yang merasa tidak puas dengan kelompok yang terorganisir. Urutan Kelahiran Urutan kelahiran mempunyai peranan penting dalam perkembangan anak selanjutnya. Urutan kelahiran merupakan kedudukan urutan kelahiran anak berdasarkan jumlah kelahiran dalam keluarga. Posisi urutan kelahiran dapat memengaruhi seorang anak dalam pencarian identitas dan perhatian orang lain (Erlina dalam Wulanningrum 2009). Menurut Gunarsa & Gunarsa (2003) di
14
dalam keluarga dan hubungan antar anggota keluarga terbentuk pola penyesuaian sebagai dasar bagi hubungan sosial dan interaksi yang lebih luas lagi. Anak sulung memiliki karakteristik yang bertanggung jawab lebih daripada adik-adiknya. Oleh karena itu biasanya anak sulung berperilaku secara lebih matang karena berhubungan dengan orang dewasa dan karena tanggung jawab yang dipikulnya (Hurlock 1997). Gunarsa (2003) menyebutkan anak sulung lebih terlihat mengalami kesulitan karena orang tua terlalu khawatir melihat lingkungan luar dapat mempengaruhi anaknya. Ketika anak ini memiliki adik baru, sikap yang akan ditunjukkan bisa berbeda. Mungkin dengan menarik perhatian secara berlebihan ataupun bersikap sebagai seorang kakak yang baik, tergantung dari penyikapan orang tua dan keluarga dalam menghadapi adaptasi dalam keluarga, dalam hal ini anak-anaknya. Anak tengah mencari persahabatan dengan teman sebaya di luar rumah yang mengakibatkan penyesuaian sosial yang baik (Hurlock 1997). Anak kedua atau anak tengah lebih mudah bergaul, karena tidak hidup dengan kecemasan orang tua yang berlebihan. Dalam menghadapi lingkungan yang masih asing baginya, biasanya anak kedua juga lebih berani menghadapinya. Ketika adiknya lahir, dia juga harus belajar menyesuaikan diri terhadap keadaan yang baru ini. Bila dibandingkan dengan saudaranya yang lain, anak tengah merasa kurang diperhatikan dan bebas dari tekanan oleh adanya kakak yang baik dan adik yang manja (Gunarsa & Gunarsa 2003). Anak bungsu biasanya lebih populer, tetapi karena kurangnya keinginan untuk memikul tanggung jawab lebih, maka biasanya jarang menjadi pemimpin (Hurlock 1997). Hal yang terjadi dengan anak sulung atau anak pertama kembali dialami oleh anak bungsu. Anak bungsu juga terlihat mengalami kesulitan karena orang tua terlalu khawatir akan pengaruh lingkungan luar terhadap anaknya (Gunarsa & Gunarsa 2003).
15
Hasil Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai hubungan teman sebaya, urutan kelahiran, dan strategi koping dengan kecerdasan sosial remaja cukup banyak dilakukan, namun penelitian yang fokus kepada urutan kelahiran masih terhitung sedikit. Kecerdasan sosial yang berhubungan dengan kualitas dan jumlah teman sebaya sejalan dengan penelitian Ghozaly (2011) yang menyatakan bahwa semakin tinggi capaian kualitas teman sebaya dan jumlah teman sebaya baik di kelas, asrama, dan di tempat lain, maka akan semakin tinggi pula keterampilan sosial. Uji regresi linear berganda juga menyatakan bahwa kualitas teman sebaya berpengaruh terhadap keterampilan sosial remaja. Noviasari (2002) menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada kematangan emosional remaja pada anak sulung, anak tengah, dan anak bungsu. Anak sulung memiliki tingkat kematangan emosional lebih tinggi daripada anak bungsu dan anak tengah. Pendapat yang senada juga diungkapkan oleh Lailiyah (2010) yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan motivasi berprestasi antara anak sulung, anak tengah, dan anak bungsu. Penelitian mengenai strategi koping dan kecerdasan emosional yang dilakukan oleh Sa’adah (2008) menyatakan bahwa terdapat hubungan yang positif antara kecerdasan emosional dengan strategi koping, antara lain kecerdasan emosional yang tinggi cenderung memiliki hubungan dengan strategi emotional focused coping tinggi, sementara pada kecerdasan emosional sedang memiliki hubungan dengan problem focused coping sedang, dan kecerdasan emosional rendah cenderung memiliki hubungan dengan emotional focused coping rendah. Hal ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan Moradi et al. (2011) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara strategi koping dengan kecerdasan emosional. Penelitian mengenai mahasiswa baru juga telah banyak dilakukan, seperti yang diungkapkan oleh Kertamuda dan Herdiansyah (2009) yang menunjukkan adanya pengaruh strategi koping yang dipilih terhadap penyesuaian diri pada mahasiswa baru. Charles (2009) mengungkapkan bahwa tidak terdapat perbedaan jenis problem-focused coping dan emotion-focused coping pada anak pertama, tengah, maupun terakhir.
16
Tabel 1 Penelitian sebelumnya yang terkait dengan topik penelitian No 1
Tahun 2011
Penulis Ghozaly LF
2
2002
Noviasari D
3
2010
Lailiyah U.
4
2008
Sa’adah
5
2011
Moradi et al.
6
2009
7
2009
Kertamuda F& Herdiansyah H Charles A
Judul Pengaruh kelompok teman sebaya dan media massa terhadap keterampilan sosial atlet muda di SMA Negeri Ragunan Jakarta Perbedaan kematangan emosional remaja ditinjau dari status urutan kelahiran dalam keluarga
Studi perbedaan motivasi berprestasi antara anak sulung, anak tengah, dan anak bungsu pada siswa MTs. AlMu’awanah, CandiSidoarjo Hubungan antara kecerdasan emosional dengan strategi koping stress dalam menghadapi kesulitan belajar pada siswa MAN Malang I The relationship between coping strategies and emotional intelligence Pengaruh Strategi Koping terhadap Penyesuaian Diri Mahasiswa Baru Perbedaan Jenis Coping Stress Pada Remaja Awal yang Mengalami Konflik Interpersonal dengan Orang tua Berdasarkan Urutan Kelahiran
Hasil Terdapat hubungan yang positif antara usia ibu, jumlah teman sebaya di sekolah, kualitas hubungan pertemanan dengan teman sebaya, dan pemanfaatan media massa dengan keterampilan sosial Terdapat perbedaan yang signifikan pada kematangan emosional remaja pada anak sulung, anak tengah, dan anak bungsu. Anak sulung memiliki tingkat kematangan emosional lebih tinggi daripada anak bungsu dan anak tengah Terdapat perbedaan motivasi berprestasi antara anak sulung, anak tengah, dan anak bungsu.
Terdapat hubungan yang positif antara kecerdasan emosional dengan strategi koping
Terdapat hubungan antara strategi koping dan kecerdasan emosional Terdapat pengaruh strategi koping yang dipilih terhadap penyesuaian diri pada mahasiswa baru. Tidak terdapat perbedaan jenis problem-focused coping dan emotion-focused coping pada anak pertama, tengah, maupun terakhir.
KERANGKA PEMIKIRAN Kecerdasan intelektual tidak sepenuhnya memberikan kontribusi pada kesuksesan seseorang. Salah satu kunci kesuksesan selain kecerdasan intelektual adalah kecerdasan sosial. Salah satu tujuan dibentuknya asrama adalah membentuk mahasiswa yang peka dan mampu beradaptasi dengan lingkungan yang majemuk. Namun sumber permasalahan bagi mahasiswa TPBIPB salah satunya adalah kesulitan beradaptasi dengan lingkungan terutama lingkungan mikronya seperti teman sebaya. Padahal lingkungan pertemanan merupakan sarana untuk mengemukakan pendapat, pengakuan kelemahan, dan mendapatkan bantuan dari masalah sehingga dapat mengasah keterampilan sosial seseorang. Adanya
permasalahan
interaksi
dengan
lingkungan
sekitarnya,
mengharuskan mahasiswi melakukan strategi koping. Strategi koping adalah cara yang dilakukan seseorang untuk mengubah situasi atau menyelesaikan permasalahan yang sedang dihadapi. Mahasiswi yang melakukan koping efektif dapat beradaptasi dengan baik dan bisa diterima oleh lingkungan sosialnya. Urutan
kelahiran
dalam
keluarga
mempunyai
peranan
penting
dalam
perkembangan anak selanjutnya. Lingkungan sosial masing-masing anak tidak akan identik meskipun memiliki orang tua yang sama dan tumbuh dalam keluarga yang memiliki aturan hampir sama. Urutan kelahiran dalam keluarga mempunyai peranan penting dalam perkembangan anak selanjutnya. Posisi urutan kelahiran juga dapat memengaruhi kepribadian dan pola perilaku seseorang, serta memengaruhi individu tentang peran yang harus dilakukannya, khususnya peran dalam lingkungan sosialnya. Kualitas hubungan pertemanan, urutan kelahiran dan strategi koping yang dilakukan diduga berhubungan dengan kecerdasan sosial pada mahasiswi. Kecerdasan sosial berkaitan dengan interaksi individu kepada orang lain, berkenaan dengan sosialisasi atau keterampilan interpersonal. Unsur-unsur kecerdasan sosial dikelompokkan ke dalam dua kategori besar, yakni kesadaran sosial (apa yang seseorang rasakan tentang orang lain) dan fasilitas sosial (apa yang selanjutnya dilakukan dengan kesadaran tersebut). Sehingga diduga interaksi teman sebaya, strategi koping, dan urutan kelahiran berhubungan dengan kecerdasan sosial mahasiswi. Hubungan tersebut disajikan pada Gambar 1.
18
Karakteristik keluarga responden : Besar keluarga Usia orang tua Pendidikan orang tua Pendapatan orang tua Pekerjaan orang tua
Karakteristik responden : Urutan kelahiran anak Usia Asal daerah
Teman sebaya : Karakteristik Jumlah teman sebaya Usia teman sebaya Pola hubungan : Frekuensi pertemuan Lama pertemanan Kualitas pertemanan
Strategi Koping Emotional focused coping Problem focused coping
Kecerdasan Sosial Mahasiswa
Kesadaran sosial Fasilitas sosial
Gambar 1 Kerangka Pemikiran
METODE PENELITIAN Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian Penelitian
ini
menggunakan
desain
cross-sectional
karena
data
dikumpulkan dan diteliti pada satu waktu dan tidak berkelanjutan. Metode yang digunakan adalah metode survey dengan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data. Penelitian ini dilaksanakan di kampus IPB Darmaga Bogor. Lokasi penelitian dipilih secara purposive dengan pertimbangan bahwa mahasiswa baru tingkat satu program sarjana IPB diwajibkan tinggal di asrama TPB-IPB dengan masa kepenghunian satu tahun dan mahasiswa tingkat satu masih dalam masa beradaptasi dengan lingkungan baru (kurang dari setahun). Waktu penelitian termasuk pengumpulan data, pengolahan dan analisis data dilakukan selama lima bulan mulai Maret hingga Agustus 2012. Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh Populasi penelitian adalah seluruh mahasiswi TPB-IPB sejumlah 2045 orang. Sampel penelitian dihitung menggunakan formula Slovin (1960) diacu dalam Umar (2003), sebagai berikut: =
= 95,34 ~ 96 orang
N = populasi penelitian = 2045 orang mahasiswa TPB-IPB (tahun 20112012) n = jumlah sampel penelitian e = margin error (0,1) Berdasarkan perhitungan, jumlah minimal responden dalam penelitian ini adalah 96 orang. Jumlah responden yang diambil dalam penelitian ini adalah 99 orang yang terdiri atas 33 orang anak sulung, 33 orang anak tengah, dan 33 orang anak bungsu dengan kriteria masih merupakan mahasiswi aktif TPB-IPB. Pengambilan contoh dilakukan secara cluster random sampling dengan spesifikasi urutan kelahiran di tiap kelompoknya. Pertama-tama dipilih secara acak enam kelas TPB-IPB yang merupakan 10 persen dari 58 kelas TPB-IPB. Selanjutnya dari enam kelas tersebut didata urutan kelahiran mahasiswi. Berdasarkan data urutan kelahiran tersebut maka diperoleh mahasiswi yang memiliki urutan kelahiran sulung, tengah, dan bungsu. Selanjutnya mahasiswi
20
yang memenuhi kriteria dipilih secara acak dari masing-masing urutan kelahiran. Teknik pengambilan contoh disajikan pada Gambar 2. Mahasiswi TPB-IPB N=2045
Kelas TPB 58 Kelas
Dipilih secara acak 6 kelas TPB Kelas P01
Kelas P20
Kelas P09
Kelas P19
Kelas P02
Kelas S04
Cluster berdasarkan urutan kelahiran
Anak Sulung N=59
Anak Tengah N=43
Anak Bungsu N=42
Dipilih secara acak 33 orang dari masing-masing urutan kelahiran Anak Sulung n=33
Anak Tengah n=33
Anak Bungsu n=33
Gambar 2 Teknik Pengambilan contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan dengan menyebarkan kuesioner yang terstruktur. Data sekunder berupa keadaan umum IPB dan asrama serta jumlah mahasiswi TPBIPB yang diperoleh dari website Badan Pengelola Asrama (BPA) Institut Pertanian Bogor dan website Direktorat Tingkat Persiapan Bersama (TPB) Institut Pertanian Bogor. Data karakteristik yang diambil mencakup karakteristik responden yang meliputi urutan kelahiran, daerah asal, usia responden; data karakteristik keluarga terdiri dari besar keluarga, usia orang tua, pendidikan orang tua,
21
pekerjaan orang tua, dan pendapatan orang tua; data strategi koping yaitu emotional focused coping dan problem focused coping; kelompok teman sebaya yang meliputi karakterisik teman sebaya, pola hubungan, dan kualitas pertemanan responden; tingkat kecerdasan sosial yang mencakup kesadaran sosial dan fasilitas sosial yang dimiliki. Variabel yang diukur dalam penelitian ini disajikan dalam Tabel 2. Tabel 2 Jenis data, peubah, contoh, alat dan cara pengukuran, skala data, jumlah item pertanyaan, dan cronbach alpha (α) Jenis data Primer
Primer
Primer
Variabel
Skala Data
Karakteristik responden Urutan kelahiran responden Usia Asal daerah
Rasio Nominal
Karakteristik keluarga Pendidikan orang tua Pendapatan orang tua Usia orang tua Pekerjaan orang tua Besar Keluarga
Interval Rasio Rasio Nominal Rasio
Teman sebaya Karakterisik Jumlah
Ordinal
Usia
Pola hubungan Frekuensi pertemuan
Lama pertemanan
Alat & Cara Pengukuran
Ordinal
Ordinal
Cronbach Alpha (α)
1 item Kuesioner
Kuesioner
1 item 1 item
-
1 item 1 item 1 item 1 item 1 item
-
3 item Skala : 1) 1-3 orang 2) 4-6 orang 3) 7-9 orang 4) >10 orang 5) tidak ada
Nominal
Ordinal
Item Pertanyaan
Kuesioner (Ghozaly 2011)
3 item Skala : 1) lebih muda 2) seusia 3) lebih tua 4) campuran 5) tidak ada 3 item Skala : 1) 1-2 kali seminggu 2) 3-4 kali seminggu 3) 5-6 kali seminggu 4) setiap hari 5) lain-lain 3 item Skala : 1) <6 bulan 2) 6-12 bulan 3) >12 bulan
-
-
-
-
22 Tabel 2 (Lanjutan) Jenis data
Variabel Kualitas pertemanan
Primer
Koping Strategi Emotional focused coping Problem focused coping
Skala Data Ordinal
Alat & Cara Pengukuran
16 item Skala : 1) sangat tidak setuju 2) tidak setuju 3) setuju 4) sangat setuju
Ordinal
Kuesioner (Hernawati 2006)
Primer
Kecerdasan sosial Kesadaran sosial Fasilitas sosial
Ordinal
Item Pertanyaan
Kuesioner (Wulandari 2009)
Cronbach Alpha (α)
0,595 (cukup reliabel)
20 item Skala : 1) sama sekali tidak membantu 2) sedikit membantu 3) cukup membantu 4) banyak membantu 5) sangat membantu
0,777 (reliabel)
43 item Skala : 1) tidak pernah 2) jarang/hampir tidak pernah 3) pernah 4) sering
0,875 (sangat reliabel)
Pengolahan dan Analisis Data Instrumen yang telah disusun diuji validitas dan reliabilitasnya terlebih dahulu. Data yang diperoleh kemudian diolah melalui proses editing, coding, scoring, entry, cleaning, dan analisis data. Data tersebut kemudian diolah menggunakan Microsoft Excel dan SPSS for Windows. Analisis data yang dilakukan meliputi analisis deskriptif dan inferensia. Analisis yang digunakan untuk masing-masing tujuan penelitian adalah sebagai berikut: 1. Karakteristik keluarga, karakteristik responden, interaksi dengan teman sebaya, strategi koping dan kecerdasan sosial dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif dan tabulasi silang. Hal ini bertujuan untuk memberikan makna terhadap data. 2. Pada saat melakukan pengolahan, data variabel kualitas teman sebaya dan strategi koping diubah ke dalam bentuk rasio dengan cara menjumlahkan setiap jawaban hingga mendapatkan skor komposit. Setelah
mendapatkan
skor
setiap
variabel,
selanjutnya
skor
dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu rendah, cukup, dan tinggi. Untuk menentukan cut off dari kualitas teman sebaya dan strategi koping
23
maka perlu dicari interval kelasnya dengan menggunakan teknik skoring normatif menurut Slamet (1993):
Keterangan : = Interval kelas
Selanjutnya, kualitas pertemanan dibagi ke dalam tiga kategori, yaitu kategori rendah (skor <33), sedang (skor 33-49), dan tinggi (skor ≥50). Strategi koping total dibagi ke dalam tiga kategori, yaitu rendah (skor <47), sedang (skor 47-73), dan tinggi (skor ≥74). Emotional focused coping dibagi ke dalam tiga kategori, yaitu rendah (skor <24), sedang (skor 24-37), dan tinggi (skor ≥37). Problem focused coping dibagi ke dalam tiga kategori, yaitu rendah (skor <24), sedang (skor 24-37), dan tinggi (skor ≥37). 3. Kecerdasan sosial diukur dalam dua dimensi, yaitu dimensi kesadaran sosial dan fasilitas sosial. Setelah ditentukan sebarannya, data variabel kecerdasan sosial diubah ke dalam bentuk rasio dengan cara menjumlahkan setiap jawaban hingga mendapatkan skor komposit. Setelah
mendapatkan
skor
setiap
variabel,
selanjutnya
skor
dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu rendah, cukup, dan tinggi. Untuk menentukan cut off nya digunakan teknik skoring menurut Khomsan (2002), yaitu rendah (<60%), sedang (60%-80%), dan tinggi (>80%). 4. Uji beda one way ANOVA untuk melihat perbedaan karakteristik responden, karakteristik keluarga, interaksi dengan teman sebaya, strategi koping dan kecerdasan sosial antara urutan kelahiran. 5. Uji korelasi Pearson digunakan untuk menganalisa hubungan kecerdasan sosial dengan karakteristik keluarga, karakteristik responden, urutan kelahiran, strategi koping, dan kelompok teman sebaya. Definisi Operasional Remaja adalah individu yang berusia 18-21 tahun yaitu mahasiswa tingkat pertama di perguruan tinggi. Responden adalah mahasiswi tingkat pertama Institut Pertanian Bogor. Karakteristik responden adalah ciri individu yang meliputi usia, urutan kelahiran, dan asal daerah.
24
Urutan kelahiran adalah kedudukan urutan kelahiran anak berdasarkan jumlah kelahiran dalam keluarga, yakni anak sulung, anak tengah dan anak bungsu. Anak sulung adalah anak yang lahir dengan urutan pertama dalam jumlah kelahiran dan mempunyai adik. Anak tengah adalah anak yang memiliki adik dan kakak. Anak bungsu adalah anak yang lahir dengan urutan terakhir dalam jumlah kelahiran dan mempunyai kakak. Karakteristik keluarga responden adalah keadaan keluarga yang meliputi besar keluarga, pendidikan orang tua, pendapatan orang tua, usia orang tua, dan pekerjaan orang tua. Kelompok
teman
sebaya
adalah
sekumpulan
remaja
dengan
tingkat
kedewasaan atau rentang usia yang hampir sama dan memiliki keterikatan secara emosional di antara para anggotanya. Strategi koping adalah cara yang dilakukan individu untuk mengatasi situasi atau masalah yang sedang dihadapi, mencakup emotional focused coping dan problem focused coping. Emotional focused coping adalah strategi koping yang berpusat pada emosi. Problem focused coping adalah strategi koping yang berpusat pada masalah. Kecerdasan sosial adalah kemampuan untuk mengerti orang lain dan bagaimana interaksi terhadap situasi sosial yang berbeda, terdiri dari kesadaran sosial dan fasilitas sosial. Kesadaran sosial adalah perasaan yang dirasakan seorang individu terhadap orang lain. Fasilitas sosial adalah sesuatu yang dilakukan atas kesadaran sosial yang dimiliki.
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian Program Pendidikan Tingkat Persiapan Bersama (TPB)-IPB merupakan suatu unit yang bertugas melaksanakan dan mengkoordinasikan proses belajar mengajar bagi mahasiswa baru IPB selama tahun pertama. Program TPB-IPB dibentuk
pada
tahun
1973
sebagai
wujud
kepedulian
IPB
terhadap
pembangunan bangsa yang dilakukan melalui penerimaan mahasiswa baru dengan undangan ke sekolah menengah di seluruh pelosok tanah air. Tahun 2001, para mahasiswa mulai diwajibkan untuk menetap di asrama TPB-IPB selama tahun pertama perkuliahan. Di dalam satu kamar asrama TPB-IPB dihuni oleh empat orang mahasiswa dengan fasilitas empat tempat tidur susun, meja belajar, rak handuk, gantungan pakaian, dan lemari. Berdekatan dengan asrama tersedia kantin, cafeteria, rumah makan, wartel, rental komputer, apotek dan toko untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Asrama tidak sekedar untuk tempat tinggal, tetapi yang lebih penting adalah merupakan wahana program pembinaan akademik dan multibudaya. Program ini dimaksudkan untuk mempermudah mahasiswa beradaptasi dengan kehidupan kampus, dunia kemahasiswaan dan mengasah kemampuan soft skill, seperti dalam berkomunikasi, berorgansiasi, dan memahami kemajemukan. Untuk tujuan itu, maka Asrama TPB-IPB dilengkapi dengan organisasi pembinaan yang disebut Badan Pengelola Program Akademik, Multi Budaya dan Asrama TPBIPB, yang di dalamnya terdapat Kepala Asrama, Manajer Unit dan Kakak Asrama. Kakak Asrama (Senior Residence) adalah kakak kelas yang tinggal di Asrama TPB-IPB untuk membantu mahasiswa menghadapi masalah-masalah akademik dan non-akademik. Selain pendampingan terhadap mahasiswa baru dengan pendekatan program dan kepengurusan Asrama TPB-IPB, di IPB juga tersedia Tim Bimbingan Konseling (BK), yang terdiri dari dosen-dosen senior IPB. Para mahasiswa dapat berkonsultasi segala urusan dengan Tim BK ini. Kegiatankegiatan yang rutin dilaksanakan antara lain pengajian lorong, makan bersama, social gathering (soga) lorong, soga gedung ,dan sebagainya. Semua kegiatan wajib tersebut dilaksanakan dalam rangka membangun kebersamaan dan membina mental mahasiswa asrama TPB-IPB. Rasa kebersamaan yang dibangun di asrama TPB-IPB, ternyata merupakan suatu aset emosional yang
26
sulit dicari padanannya. Saling tolong-menolong dalam suka dan duka, secara tidak langsung sangat membantu dalam memperlancar studi. Umumnya, suasana emosional untuk saling membantu, terus dibawa setelah keluar dari Asrama TPB-IPB. Selain itu kegiatan terbesar yang dilaksanakan tiap tahun adalah LFAD (Let’s Fight Against Drug) dan diselenggarakan untuk semua mahasiswa TPB-IPB yang bertujuan untuk mengingatkan mahasiswa akan bahaya narkoba. Karakteristik Responden Usia Responden Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata latin adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Hurlock (1997) menyatakan beberapa ciri masa remaja antara lain, masa remaja sebagai periode yang penting, periode peralihan, periode perubahan, sebagai masa mencari identitas, masa yang tidak realistik, dan ambang masa dewasa. Para ahli psikologi pada umumnya membagi masa remaja menjadi beberapa fase seperti diungkapkan oleh Monks et al. (1998) yaitu fase remaja awal (usia antara 12-15 tahun), fase remaja pertengahan (usia antara 15-18 tahun) dan fase remaja akhir (usia antara 18-21 tahun). Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari separuh (54,5%) usia responden adalah 19 tahun yang terkategori pada fase remaja akhir, baik anak sulung (57,6%), anak tengah (51,5%), dan anak bungsu (54,5%). Hasil uji beda menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan usia responden pada berbagai urutan kelahiran (p>0,05). Tabel 3 Sebaran responden berdasarkan usia, urutan kelahiran, rata-rata, dan standar deviasi usia responden Usia 17 tahun 18 tahun 19 tahun 20 tahun Total Rata-rata±SD p-value
Sulung n % 2 6,1 11 33,3 19 57,6 1 3,0 33 100 18,6±0,7
Urutan kelahiran Tengah n % 1 3,0 13 39,4 17 51,5 2 6,1 33 100 18,6±0,7 0,6
Bungsu n % 3 9,1 12 36,4 18 54,5 0 0 33 100 18,4±0,7
Total n 6 36 54 3 99
% 6,1 36,4 54,5 3,0 100 18,5±0,7
Asal Daerah Tanda bahaya yang umum dari ketidakmampuan penyesuaian diri remaja menurut Hurlock (1997) salah satunya adalah merasa ingin pulang bila berada jauh dari lingkungan yang di kenalnya. Perbedaan asal daerah responden
27
menentukan penyesuaian diri mahasiswi karena jarak dan akses dari asrama ke rumah setiap mahasiswi berbeda-beda. Asal daerah responden cukup bervariasi, namun dalam penelitian ini hanya diklasifikasikan menjadi dua yaitu responden yang berasal dari Jabodetabek dan luar Jabodetabek. Tabel 4 menunjukkan bahwa persentase terbesar responden (48,5%) yang berasal dari Jabodetabek adalah anak sulung, sedangkan yang berasal dari luar Jabodetabek adalah anak tengah (78,8%). Menurut Gunarsa dan Gunarsa (2003) anak kedua atau anak tengah biasanya tidak hidup dengan kecemasan orang tua yang berlebihan. Hal ini mungkin yang menyebabkan anak tengah memiliki persentase terbesar responden yang berasal dari luar Jabodetabek karena orang tua lebih memberikan kebebasan kepada anak tengah sehingga lebih banyak anak tengah yang diberikan kesempatan untuk kuliah di tempat yang agak jauh. Tabel 4 Sebaran responden berdasarkan asal daerah dan urutan kelahiran Asal Jabodetabek Luar Jabodetabek Total
Sulung n % 16 48,5 17 51,5 33 100
Urutan kelahiran Tengah n % 7 21,2 26 78,8 33 100
Bungsu n % 14 42,4 19 57,6 33 100
Total n 37 62 99
% 37,4 62,6 100
Karakteristik Keluarga Besar Keluarga Menurut Guhardja et al. (1992), keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat, yang terdiri dari dua orang atau lebih yang berhubungan melalui darah, pernikahan atau adopsi. Besar keluarga adalah jumlah anggota keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Menurut BKKBN (1997) besar keluarga dikategorikan menjadi tiga kategori yaitu keluarga kecil, keluarga sedang, dan keluarga besar. Tabel 5 Sebaran responden berdasarkan besar keluarga, urutan kelahiran, ratarata dan standar deviasi responden Besar Keluarga Keluarga kecil (≤ 4 orang) Keluarga sedang (5-7 orang) Keluarga besar (>7 orang) Total Rata-rata ± SD p-value
Urutan kelahiran Sulung (S) Tengah (T) Bungsu (B) n % n % n % 16 48,5 45,4 1 3,0 15 16 48,5 25 75,8 15 45,4 1 3,0 7 21,2 3 9,1 33 100 33 100 33 100 4,9±1,1 6,6±1,5 5,1±1,7 0,000
Total n 32 56 11 99
% 32,3 56,6 11,1 100 5,54±1,64
28
Berdasarkan Tabel 5, besar keluarga responden berkisar antara 4 sampai 11 orang. Lebih dari setengah responden (56,6 %) berasal dari keluarga sedang dan sebagian kecil lainnya adalah keluarga besar. Hasil uji lanjut posthoc pada Lampiran 7 menunjukkan bahwa perbedaan secara nyata terlihat pada besar keluarga anak tengah yang lebih tinggi dibandingkan besar keluarga anak sulung dan anak bungsu. Usia Orang Tua Pembagian masa dewasa biasanya menunjuk pada perubahan-perubahan fisik dan psikologis tertentu. Pembagian masa dewasa menurut Hurlock (1997) dibagi menjadi tiga kategori, yaitu masa dewasa dini (18-40 tahun), dewasa madya (41-60), dan dewasa lanjut atau lanjut usia (60 tahun ke atas), namun pembagian ini tidak mutlak dan tidak ketat. Tabel 6 Sebaran responden berdasarkan kategori usia ayah, urutan kelahiran, rata-rata, dan standar deviasi responden Urutan Kelahiran Total Sulung Tengah Bungsu n % n % n % n % 1 3,0 1 3,0 0 0,0 2 2,0 Dewasa dini (18-40 tahun) 29 87,9 29 87,9 27 81,8 85 85,9 Dewasa madya (41-60 tahun) 1 3,0 1 3,0 4 12,1 6 6,1 Dewasa akhir atau usia lanjut (>60 tahun) 31 100 31 100 31 100 99 100 Total *) 45±12,5 49,1±10,3 51,0±14,1 48,4±12,5 Rata-rata±SD p-value 0,137 Keterangan : *Anak sulung, tengah dan bungsu dengan ayah yang sudah meninggal Usia Ayah
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar ayah responden (85.9%) dan ibu responden (83.8%) berada pada kategori dewasa madya. Sementara itu sebagian kecil ayah (6,1%) dan ibu responden (1,0%) berusia dewasa akhir. Hasil uji beda menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan usia orang tua pada berbagai urutan kelahiran (p>0,05). Tabel 7 Sebaran responden berdasarkan kategori usia ibu, urutan kelahiran, rata-rata, dan standar deviasi responden Urutan Kelahiran Total Sulung Tengah Bungsu n % n % n % n % Dewasa dini (18-40 tahun) 10 30,3 1 3,0 1 3,0 12 12,1 23 69,7 29 87,9 31 93,9 83 83,8 Dewasa madya (41-60 tahun) Dewasa akhir atau usia lanjut (>60 tahun) 0 0,0 1 3,0 0 0,0 1 1,0 Total *) 33 100 31 100 32 100 99 100 Rata-rata±SD 43,1±4,5 43,8±12,2 47,7±9,6 44,9±9,5 p-value 0,103 Keterangan : *Anak tengah dan anak bungsu dengan ibu yang sudah meninggal Usia Ibu
29
Pendidikan dan Pekerjaan Orang Tua Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendidikan orang tua cukup bervariasi. Persentase terbesar pendidikan ayah pada anak tengah (42,4%) dan anak bungsu (42,4%) berada dalam kelompok perguruan tinggi. Pada anak sulung persentase terbesar (51,5%) pendidikan ayah berada pada kelompok Sekolah Mengah Atas (SMA) dan sederajat. Sementara itu, persentase terbesar pendidikan ibu baik pada anak sulung (33,3%), tengah (45,4%), dan bungsu (36,4%) berada pada perguruan tinggi. Hasil uji beda menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan pendidikan orang tua pada berbagai urutan kelahiran (p>0,05). Tabel 8 Sebaran responden berdasarkan tingkat pendidikan orang tua menurut urutan kelahiran Ayah T (%) Tidak tamat SD 3,0 Tamat SD/sederajat 12,1 Tamat SMP/sederajat 9,1 Tamat SMA/sederajat 33,3 42,4 Tamat perguruan tinggi Total 100 p-value 0,685 Keterangan: S= Sulung, T=Tengah, B=Bungsu Pendidikan
S (%) 6,1 3,0 0,0 51,5 39,4 100
B (%) 0,0 6,1 9,1 42,4 42,4 100
S (%) 6,1 12,1 9,1 4,3 33,3 100
Ibu T (%) 3,0 12, 36,4 21,2 45,4 100 0,909
B (%) 3,0 9,1 12,1 33,3 36,4 100
Apabila ditinjau dari sisi pekerjaan orang tua, ayah responden paling banyak berprofesi sebagai pegawai negeri sipil pada anak sulung (33.3%) dan anak tengah (39,4). Pada anak bungsu persentase terbesar ayah responden bekerja sebagai wiraswasta yaitu sebesar 27,3 persen. Sementara itu, persentase terbesar ibu responden tidak bekerja atau ibu rumah tangga baik pada anak sulung (57,6%), tengah (45,4%), dan bungsu (57,6). Tabel 9 Sebaran responden berdasarkan pekerjaan orang tua dan urutan kelahiran Ayah S (%) T (%) B (%) S (%) Pertanian 3,0 3,0 6,1 3,0 27,3 Wiraswasta 27,3 9,1 9,1 57,6 Tidak bekerja 0,0 3,0 3,0 33,3 39,4 PNS 24,2 24,2 Pensiunan 3,0 12,1 9,1 0,0 Buruh 9,1 9,1 6,1 0,0 Pegawai swasta 6,1 9,1 12,1 6,1 Pegawai BUMN 12,1 3,0 6,1 0,0 Rohaniawan 0,0 3,0 0,0 0,0 Guru Honorer 0,0 3,0 0,0 0,0 Total *) 100 100 100 100 Keterangan: S= Sulung, T=Tengah, B=Bungsu *Total sudah termasuk orang tua yang sudah meninggal Pekerjaan
Ibu T (%) 0,0 9,1 45,4 36,4 0,0 0,0 3,0 0,0 0,0 0,0 100
B (%) 3,0 6,1 57,6 21,2 3,0 0,0 6,0 0,0 0,0 0,0 100
30
Pendapatan Orang Tua Kondisi ekonomi suatu keluarga akan berpengaruh pada hubungan antar anggota keluarga. Salah satu faktor penting pada kehidupan keluarga adalah keadaan sosial ekonomi yang berpengaruh pada kehidupan mental dan fisik individu yang berada dalam keluarga. Status sosial ekonomi yang sama atau sedikit diatas anggota-anggota lain dalam kelompoknya dapat memengaruhi penerimaan remaja dalam anggota kelompoknya (Hurlock 1997). Tabel 10 Sebaran responden berdasarkan tingkat pendapatan orang tua dan urutan kelahiran Pendapatan
Sulung n % 0 0,0 4 12,1 10 30,3 12 36,4 7 21,2 33 100
<500.000 500.001-1.000.000 1.000.001-2.500.000 2.500.001-5000.000 ≥5.000.001 Total p-value
Urutan Kelahiran Tengah Bungsu n % n % 4 12,1 5 15,1 5 15,2 3 9,1 9 36,4 7 21,2 11 33,3 7 21,2 6 18,2 9 27,3 33 100 33 100 0,279
Total % 9 9,1 12 12,1 26 26,3 30 30,3 22 22,2 99 100
n
Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang tua responden memiliki pendapatan yang cukup bervariasi, namun persentase terbesar berkisar antara Rp2.500.001-Rp5.000.000 pada anak sulung (36,4%) dan anak tengah (33,3%). Sementara untuk anak bungsu persentase terbesar untuk pendapatan orang tua berkisar antara Rp1.000.001-2.500.000 yaitu sebesar 36,4 persen. Hasil uji beda menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan pendapatan orang tua responden pada berbagai urutan kelahiran (p>0,05). Karakteristik Kelompok Teman Sebaya Jumlah Teman Sebaya Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase terbesar responden (34,3%) memiliki teman sebaya di kelas rata-rata sejumlah 4-6 orang, serupa dengan anak sulung (42,4%). Anak tengah memiliki teman sebaya di kelas dengan persentase yang sama (27,3%) antara 1-3 orang, 4-6 orang dan lebih dari 10 orang. Persentase terbesar anak bungsu (36,4%) memiliki teman sebaya di kelas sebanyak lebih dari 10 orang. Persentase terbesar anak sulung, anak tengah maupun anak bungsu memiliki jumlah teman sebaya lebih dari 10 orang baik di asrama dan di tempat lain. Jumlah dari hasil penelitian tersebut lebih besar dibandingkan dengan pendapat Hurlock (1997) yang menyebutkan bahwa biasanya remaja memiliki 2-
31
3 orang teman dekat. Hasil uji lanjut posthoc pada Lampiran 8 menunjukkan bahwa perbedaan secara nyata jumlah teman sebaya pada anak bungsu lebih tinggi daripada anak tengah dan jumlah teman sebaya anak sulung lebih tinggi daripada anak tengah. Tabel 11 Sebaran responden berdasarkan kategori jumlah teman sebaya dan urutan kelahiran Jumlah teman sebaya Di Kelas 1-3 orang 4-6 orang 7-9 orang >10 orang Tidak ada Total p-value Di Asrama 1-3 orang 4-6 orang 7-9 orang >10 orang Tidak ada Total p-value Di Tempat lain 1-3 orang 4-6 orang 7-9 orang >10 orang Tidak ada Total p-value
n
Sulung %
Tengah n %
Bungsu n %
n
Total %
3 14 6 10 0 33
9,1 42,4 18,2 30,3 0,0 100
9 9 6 9 0 33
27,3 27,3 18,2 27,3 0,00 100 0,633
6 11 4 12 0 33
18,2 33,3 12,1 36,4 0,00 100
18 34 16 31 0 99
18,2 34,3 16,2 31,3 0,00 100
4 11 6 12 0 33
12,1 33,3 18,2 36,4 0,00 100
6 6 7 14 0 33
18,2 18,2 21,2 42,4 0,00 100 0,304
2 7 7 17 0 33
6,1 21,2 21,2 51,5 0,00 100
12 24 20 43 0 99
12,1 24,2 20,2 43,4 0,00 100
1 4 3 25 0 33
3,0 12,1 9,1 75,8 0 100
5 6 3 19 0 33
15,1 18,2 9,1 57,6 0 100 0,033
1 3 2 27 0 33
3,0 9,1 6,1 81,8 0 100
7 13 8 71 0 99
7,1 13,1 8,1 71,7 0 100
Usia Teman Sebaya Berdasarkan hasil penelitian, usia teman sebaya responden yang tersebar di kelas, asrama, dan tempat lain dominan berusia sama (seusia) dan campuran. Tabel 12 menunjukkan bahwa lebih dari separuh responden memiliki teman sebaya yang seusia dengan responden di kelas (79,8%) dan di asrama (74,7%). Sementara di tempat lain, responden memiliki teman sebaya yang usianya campuran (64,6%). Hal ini disebabkan oleh perbedaan aktivitas yang dilakukan mahasiswi di luar aktivitas akademis atau kampus, seperti organisasi, teman dari daerah asal, dan lain-lain.
32
Tabel 12 Sebaran responden berdasarkan usia teman sebaya menurut lokasi pertemanan dan urutan kelahiran Usia teman sebaya Di Kelas Lebih muda Seusia Lebih tua Campuran Tidak ada Total Di Asrama Lebih muda Seusia Lebih tua Campuran Tidak ada Total Di Tempat lain Lebih muda Seusia Lebih tua Campuran Tidak ada Total
n
Sulung %
n
Tengah %
n
Bungsu %
n
Total %
0 27 1 5 0 33
0,0 81,2 3,0 15,1 0,0 100
0 27 1 5 0 33
0,0 81,8 3,0 15,1 0,0 100
1 25 1 6 0 33
3,0 75,8 3,0 18,2 0,0 100
1 79 4 15 0 99
1,0 79,8 4,0 15,2 0,0 100
0 27 1 5 0 33
0,0 81,8 3,0 15,1 0,0 100
1 23 2 7 0 33
3,0 69,7 6,1 21,2 0,0 100
1 24 1 7 0 33
3,0 72,7 3,0 21,2 0,0 100
2 74 4 19 0 99
2,0 74,7 4,0 19,2 0,0 100
1 12 0 20 0 33
3,0 36,4 0,0 60,6 0,0 100
1 8 2 22 0 33
3,0 24,2 6,1 66,7 0,0 100
1 10 0 22 0 33
3,0 30,3 0,0 66,7 0,0 100
3 30 2 64 0 99
3,0 30,3 2,0 64,6 0,0 100
Pola Hubungan Pertemanan dengan Kelompok Teman Sebaya Frekuensi Pertemuan dan Lama Usia Pertemanan Tabel 13 menunjukkan frekuensi pertemuan responden dengan teman sebaya baik di kelas, asrama, maupun di tempat lain. Persentase terbesar responden bertemu dengan teman sebayanya dikelas setiap 5-6 kali dalam seminggu, baik pada anak sulung (51,5%), tengah (45,4%), dan bungsu (57,6%). Frekuensi pertemuan responden dengan teman sebaya di asrama terjadi hampir setiap hari dengan persentase pada anak sulung 63,6 persen, anak tengah 87,9 persen, dan anak bungsu 69,7 persen. Sedangkan frekuensi pertemuan responden dengan teman sebaya di tempat lain cukup jarang yaitu sekitar 1-2 kali dalam seminggu baik untuk anak sulung (36,4%) dan anak bungsu (39,4%). Pada anak tengah pertemuan dengan teman sebaya adalah lain-lain (kurang dari seminggu sekali) dengan persentase sebesar 36,4 persen. Pertemuan responden dengan teman di asrama yang terjadi hampir setiap hari disebabkan karena mahasiswi TPB-IPB memang diwajibkan tinggal di asrama pada tahun pertama perkuliahan. Hal ini juga yang menyebabkan frekuensi pertemuan dengan teman sebaya di tempat lain agak jarang, karena padatnya aktivitas kuliah dan tugas-tugas.
33
Tabel 13 Sebaran responden berdasarkan frekuensi pertemuan teman sebaya menurut lokasi pertemanan dan urutan kelahiran Frekuensi Pertemuan Di Kelas 1-2 kali seminggu 3-4 kali seminggu 5-6 kali seminggu Setiap hari Lain-lain Total Di Asrama 1-2 kali seminggu 3-4 kali seminggu 5-6 kali seminggu Setiap hari Lain-lain Total Di Tempat lain 1-2 kali seminggu 3-4 kali seminggu 5-6 kali seminggu Setiap hari Lain-lain Total
n
Sulung %
Tengah n %
Bungsu n %
n
Total %
0 4 17 12 0 33
0,0 12,1 51,5 36,4 0,0 100
0 7 15 11 0 33
0,0 21,2 45,4 33,3 0,00 100
0 1 19 12 1 33
0,0 3,0 57,6 36,4 3,0 100
0 12 51 35 1 99
0,0 12,1 51,5 35,3 1,0 100
1 4 5 21 2 33
3,0 12,1 15,1 63,6 6,1 100
0 0 4 29 0 33
0,0 0,0 12,1 87,9 0,00 100
0 4 5 23 1 33
0,0 12,1 15,1 69,7 3,0 100
1 8 14 73 3 99
1,0 8,1 14,1 73,7 3,0 100
12 6 3 3 9 33
36,4 18,2 9,0 9,0 27,3 100
9 10 1 1 12 33
27,3 30,3 3,0 3,0 36,4 100
13 8 0 1 11 33
39,4 24,2 0,0 3,0 33,3 100
34 24 4 5 32 99
34,3 24,2 4,0 5,0 32,3 100
Berdasarkan lama usia pertemanan, baik teman di kelas maupun di asrama memiliki persentase terbesar pada rentang 6-12 bulan. Hal ini karena lama studi perkuliahan saat pengambilan data sudah berjalan sekitar 10 bulan. Berbeda dengan teman di tempat lain, persentase terbesar lama usia pertemanan lebih dari 12 bulan atau satu tahun. Tabel 14 Sebaran responden berdasarkan lama usia pertemanan menurut lokasi pertemanan dan urutan kelahiran Lama Usia Pertemanan Kelas <6 bulan 6-12 bulan >12 bulan Total Asrama <6 bulan 6-12 bulan >12 bulan Total Tempat lain <6 bulan 6-12 bulan >12 bulan Total
n
Sulung %
Tengah n %
Bungsu n %
n
Total %
2 16 15 33
6,1 48,5 45,4 100
5 20 8 33
15,1 60,6 24,2 100
2 20 11 33
6,0 60,6 33,3 100
9 56 34 99
9,1 56,6 34,3 100
2 18 13 33
6,1 54,5 39,4 100
2 20 11 33
6,0 60,6 33,3 100
1 22 10 33
3,0 66,7 30,3 100
5 60 34 99
5,0 60,6 34,3 100
0 3 30 33
0,0 9,1 90,9 100
0 6 26 33
0,0 18,2 78,8 100
1 6 26 33
3,0 18,2 78,8 100
1 15 82 99
1,0 15,1 82,8 100
34
Kualitas Hubungan Pertemanan Responden dengan Teman Sebaya Salah satu tugas perkembangan remaja adalah penyesuaian sosial. Untuk mencapai tujuan dari pola sosialisasi menuju kedewasaan, remaja harus membuat penyesuaian baru. Bagian terpenting dan tersulit adalah penyesuaian diri dengan meningkatnya pengaruh teman sebaya, perubahan dalam perilaku sosial, pengelompokkan sosial yang baru, nilai-nilai baru dalam seleksi persahabatan, nilai-nilai baru dalam dukungan dan penolakan sosial, dan nilainilai baru dalam seleksi pemimpin (Hurlock 1997). Tabel15 Sebaran jawaban kualitas hubungan teman sebaya No 1 2 3 4 5 6 7
8 9 10 11 12 13 14 15 16
Pernyataan Saya bersedia jika diajak melakukan hal-hal yang bertentangan dengan aturan* Saya merasa takut jika diasingkan dari kelompok teman sebaya saya Saya lebih nyaman menceritakan masalah saya kepada kelompok teman sebaya daripada orang tua Saya rela melakukan apa saja asalkan bisa dterima oleh kelompok teman sebaya saya* Pengaruh teman sebaya saya sangat besar terhadap diri saya Sejak memiliki teman sebaya saya menjadi lebih ekspresif Saya merasa memperoleh dorongan sosial dan emosional dari kelompok teman sebaya saya (misalkan : memberikan dukungan saat saya sedih dan sedang ada masalah) Jika teman dalam kelompok teman sebaya saya bertengkar, maka saya akan ikut bertengkar atas dasar solidaritas* Kelompok teman sebaya sangat peduli dengan saya Saya lebih memilih nasihat orang tua dibandingkan nasihat dari teman sebaya* Saya mau berteman dengan siapa saja, tanpa memandang suku, ras, agama, status sosial ekonomi dan lain-lain Saya lebih suka menghabiskan waktu bersama dengan teman sebaya saya Kelompok teman sebaya membuat saya lebih mandiri Saya menjadi lebih toleran dengan pendapat yang berbeda dengan saya setelah bergaul dengan kelompok teman sebaya Teman sebaya saya mendukung prestasi akademik saya Setelah memiliki kelompok teman sebaya, saya tidak memerlukan teman yang lain*
1 46,5
Jawaban 2 3 42,4 9,1
4 2,0
7,1
21,2
51,5
20,2
10,1
48,5
33,3
8,1
33,3
58,6
7,1
1,0
6,1 3,0 2,0
27,3 17,2 1,0
60,6 65,7 58,6
6,1 14,1 38,4
40,4
55,6
2,0
2,0
0,0 1,0
3,0 21,2
73,7 46,5
23,2 31,3
1,0
6,1
23,2
69,7
3,0
31,3
53,5
12,1
2,0 1,0
18,2 6,1
69,7 71,7
10,1 21,2
1,0 45,5
8,1 50,5
71,7 2,0
19,2 2,0
Keterangan: 1=sangat tidak setuju, 2=tidak setuju, 3=setuju, 4=sangat setuju *)pertanyaan negatif, skor dibalik
Pada Tabel 15 responden setuju bahwa kelompok teman sebaya dapat membuat responden menjadi lebih ekspresif (65,7%), lebih toleran (71,7%), dan lebih mandiri (69,7%). Responden juga mengaku setuju bahwa kelompok teman sebaya memberikan dorongan sosial-emosional (58,6%) dan dukungan prestasi akademik (71,7%). Responden menjawab setuju bahwa kelompok teman sebaya sangat peduli (73,7%) sehingga responden (53,5%) lebih suka menghabiskan waktu bersama dengan teman sebayanya. Pengaruh kelompok teman sebaya
35
yang besar (60,6%) menyebabkan responden (51,5%) takut jika diasingkan dari kelompok teman sebaya. Namun, hampir seluruh contoh (46,5% sangat tidak setuju; 42,4% tidak setuju) responden sangat tidak bersedia jika diajak melakukan hal-hal yang bertentangan dengan aturan. Sebanyak 48,5 persen responden setuju bahwa lebih nyaman untuk menceritakan permasalahannya kepada orangtua dan 46,5 persen setuju untuk memilih nasehat orangtua dibandingkan dengan nasehat teman sebaya. Lebih dari separuh contoh (69,7%) sangat setuju untuk berteman dengan siapa saja. Sebaran item pernyataan berdasarkan urutan kelahiran pada Lampiran 1 juga memiliki pola jawaban yang relatif sama. Tabel 16 Sebaran responden berdasarkan kategori kualitas hubungan pertemanan dengan urutan kelahiran, rata-rata, dan standar deviasi Kategori kualitas hubungan pertemanan dengan teman sebaya Rendah (<33) Cukup (33-49) Tinggi (>49) Total Rata-rata skor ± SD p-value
Sulung n % 0 0,0 17 51,5 16 48,5 33 100 49,1±3,9
Urutan kelahiran Tengah Bungsu n % n % 1 3,0 0 0,0 28 84,8 25 75,7 4 12,1 8 24,2 33 100 33 100 47,1±4,6 47,9±3,2 0,127
Total n 1 70 28 99
% 1,0 70,7 28,3 100 48,0±3,9
Hasil penelitian menunjukkan hanya 1,0 persen responden yang memiliki kualitas hubungan pertemanan dengan teman sebaya pada kategori rendah dan hanya terlihat pada anak tengah. Sementara itu, 70,7 persen responden total memiliki kualitas hubungan pertemanan pada kategori cukup, baik pada anak sulung, tengah, maupun bungsu. Hasil uji beda menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan kualitas hubungan pertemanan dengan teman sebaya pada berbagai urutan kelahiran (p>0,05). Strategi Koping Sebuah strategi koping diperlukan dalam mengatasi stres, terlepas apakah masalah tersebut besar ataupun kecil. Istilah strategi koping memiliki pengertian sebagai cara yang dilakukan untuk mengubah situasi atau menyelesaikan masalah yang sedang dirasakan atau dihadapi (Rasmun 2004). Lazarus dalam Santrock (2007) percaya bahwa penanganan stres atau koping terdiri dari dua bentuk, yaitu koping yang berpusat pada masalah (Problem Focused Form Coping Mechanism) dan koping yang berpusat pada emosi (Emotional Focused Form Coping Mechanism).
36
Tabel 17 Sebaran jawaban emotional focused coping Pernyataan emotional focused coping
No 1 2
1 7,1 0,0
2 10,1 0,0
Memperlihatkan ketegaran dalam menghadapi masalah Berdoa kepada Tuhan dan yakin akan doa yang dipanjatkan 3 Berusaha menguatkan diri bahwa sudah sepantasnya 1,0 1,0 saya bersyukur dengan apa yang sekarang saya miliki 4 Mengungkapkan perasaan pribadi pada teman atau 2,0 3,0 keluarga 5 Mengkonsumsi makanan kesukaan 1,0 15,2 6 Merawat diri sendiri dengan baik 3,0 14,1 7 Tidak menahan diri untuk marah 18,2 23,2 8 Menangis atau meluapkan kekesalan 7,1 11,1 9 Menjelaskan kondisi diri kepada orang lain agar orang lain 6,1 14,1 memahami 10 Bertekad bahwa saya mampu mengatasi masalah sendiri 5,1 13,1 Keterangan : 1=sama sekali tidak membantu dalam menghadapi stres, 2=sedikit membantu dalam menghadapi stres, 3=cukup membantudalam menghadapi stres, 4=banyak membantudalam menghadapi stres, 5=sangat membantu sekali dalam menghadapi stres
Jawaban 3 4 46,5 19,2 0,0 12,1
5 17,2 87,9
10,1
28,3
59,6
16,2
32,3
46,5
28,3 21,2 26,3 21,2 41,4
27,3 33,3 21,2 25,3 26,3
28,3 28,3 11,1 35,4 12,1
30,3
31,3
20,2
Pada Tabel 17 menunjukkan bahwa responden mengaku bahwa berdoa kepada Tuhan (87,9%), berusaha menguatkan diri untuk selalu bersyukur (59,6%), menangis atau meluapkan kekesalan (35,4%) dan mengungkapkan perasaan pribadi kepada keluarga atau teman (46,5%) sangat membantu sekali dalam menghadapi stres. Namun dengan memperlihatkan ketegaran dalam menghadapi masalah (46,5%), menjelaskan kondisi diri agar bisa dipahami orang lain (41,4%), serta tidak menahan diri melawan amarah (26,3%) responden merasa hanya cukup terbantu dengan koping tersebut. Sebaran item pernyataan berdasarkan urutan kelahiran pada Lampiran 2 juga memiliki pola jawaban yang relatif sama. Tabel 18 Sebaran responden berdasarkan capaian emosional focused coping dengan urutan kelahiran, rata-rata, dan standar deviasi Capaian Emotional focused coping Rendah (<24) Cukup (24-37) Tinggi (>37) Total Rata-rata skor ± SD p-value
Urutan kelahiran Sulung Tengah Bungsu n % n % n % 0 0,0 0 0,0 0 0,0 57,6 18 54,5 11 33,3 19 22 66,7 14 42,4 15 45,4 33 100 33 100 33 100 38,3±4,8 36,4±5,7 37,6±3,4 0,271
Total n % 0 0,0 48 48,5 51 51,5 99 100 37,4±4,7
Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase terbesar total responden berada pada kategori tinggi dalam capaian emotional focused coping, begitu juga pada anak sulung (66,7%). Sementara itu pada anak tengah (57,6%) dan bungsu (54,5%), capaian emotional focused coping persentase terbesarnya berada pada
37
kategori cukup. Hasil uji beda menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan capaian Emotional focused coping pada urutan kelahiran (p>0,05). Tabel 19 Sebaran jawaban problem focused coping Pernyataan problem focused coping
No 1
1 0,0
Jawaban 2 3 4 7,1 29,3 40,4
5 23,2
12,1 5,1
34,3 25,3
50,5 67,7
19,2 43,4 19,2 43,4 18,2 40,4
32,3 21,2 41,4 24,2 33,3 12,1
41,4 13,1 30,3 14,1 36,4 5,1
31,3
22,2
22,2
Mendapatkan bantuan dari orang lain ketika mengerjakan tugas-tugas 2 Melakukan kegiatan yang menyenangkan dengan teman 0,0 3,0 3 Membangun kembali kedekatan hubungan dengan 2,0 0,0 keluarga dan teman 4 Tidur atau istirahat menjadikan saya lebih baik 1,0 6,1 5 Menjalani aktivitas seperti biasa 2,0 20,2 6 Menjalani hobi yang disenangi 1,0 8,1 7 Terlibat dalam aktivitas sosial dan organisasi 2,0 16,2 8 Pergi berjalan-jalan bersama teman 4,0 8,1 9 Ketika mengalami masalah, saya membaca dari media 9,1 33,3 mengenai cara mengatasi masalah yang dihadapi 10 Melakukan sesuatu untuk diri sendiri 8,1 16,2 Keterangan : 1=sama sekali tidak membantu dalam menghadapi stres, 2=sedikit membantu dalam menghadapi stres, 3=cukup membantudalam menghadapi stres, 4=banyak membantudalam menghadapi stres, 5=sangat membantu sekali dalam menghadapi stres
Pada Tabel 19 menunjukkan responden mengaku bahwa melakukan kegiatan yang menyenangkan dengan teman (50,5%), membangun kembali kedekatan hubungan dengan keluarga dan teman (67,7%), dan tidur atau istirahat (41,4%) sangat membantu responden ketika menghadapi masalah. Namun
responden
merasa
hanya
cukup
terbantu
ketika
menghadapi
permasalahan saat menjalani aktivitas seperti biasa (43,4%), terlibat dalam aktivitas sosial dan organisasi (43,4%), membaca dari media mengenai cara mengatasi permasalahan (40,4%) serta melakukan sesuatu untuk diri sendiri (31,3%). Sebaran item pernyataan berdasarkan urutan kelahiran pada Lampiran 3 juga memiliki pola jawaban yang relatif sama, kecuali pernyataan anak tengah (39,4%) yang mengaku hanya cukup terbantu ketika mendapatkan bantuan dari orang lain ketika mengerjakan tugas. Tabel 20 Sebaran responden berdasarkan capaian problem focused coping dengan urutan kelahiran, rata-rata, dan standar deviasi Capaian Problem focused coping Rendah (<24) Cukup (24-37) Tinggi (>37) Total Rata-rata skor ± SD p-value
Urutan kelahiran Sulung Tengah Bungsu n % n % n % 0 0,0 0 0,0 0 0,0 69,7 13 13 39,4 23 39,4 20 60,6 10 60,6 30,3 20 33 100 33 100 33 100 38,5±4,5 35,4±5,4 37,6±4,1 0,027
Total n % 0 0,0 49 49,5 50 50,5 99 100 37,2±4,8
38
Tabel 20 menunjukkan bahwa persentase terbesar responden berada pada kategori tinggi dalam capaian problem focused coping, dimana anak sulung 60,6 persen, dan anak bungsu 60,6 persen. Sementara pada anak tengah, persentase terbesar capaian problem focused coping berada pada kategori cukup (69,7%). Hasil uji lanjut posthoc pada Lampiran 9 menunjukkan bahwa perbedaan secara nyata terlihat pada capaian problem focused coping anak sulung yang lebih tinggi daripada anak tengah. Tabel 21 Sebaran responden berdasarkan capaian strategi koping dengan urutan kelahiran, rata-rata, dan standar deviasi Capaian Strategi koping total Rendah (<47) Cukup (47-73) Tinggi (>73) Total Rata-rata skor ± SD p-value
Urutan kelahiran Sulung Tengah Bungsu n % n % n % 0 0,0 0 0,0 0 0,0 63,6 19 57,6 9 27,3 21 24 72,7 12 36,4 14 42,4 33 100 33 100 33 100 76,8±8,7 71,8±10,2 75,2±6,6 0,065
Total n % 0 0,0 49 49,5 50 50,5 99 100 74,6±8,8
Pada Tabel 21 menunjukkan bahwa persentase terbesar responden berada pada kategori tinggi dalam capaian strategi koping total, sama dengan anak sulung yaitu sebesar 72,7 persen. Persentase terbesar anak tengah (63,6%) dan anak bungsu (57,6%) memiliki capaian strategi koping total pada kategori cukup. Hasil uji lanjut posthoc pada Lampiran 10 menunjukkan bahwa perbedaan secara nyata terlihat pada capaian strategi koping total anak sulung yang lebih tinggi daripada anak tengah. Kesadaran Sosial Dimensi pertama dari kecerdasan sosial adalah kesadaran sosial. Kesadaran sosial adalah kemampuan untuk dapat merasakan keadaaan batiniah seseorang sampai memahami perasaan dan pikirannya. Kemampuan kesadaran sosial meliputi empati dasar (berhubungan dengan perasaan dengan orang lain dan merasakan isyarat-isyarat emosi nonverbal), penyelarasan (kemampuan untuk mendengarkan dengan penuh reseptivitas, menyelaraskan diri pada seseorang), ketepatan empatik (kemampuan untuk memahami pikiran, perasaan, dan maksud orang lain), dan pengertian sosial (kemampuan untuk mengetahui bagaimana dunia sosial bekerja). Berdasarkan hasil penelitian, Tabel 22 menunjukkan bahwa responden sangat suka untuk berteman dengan siapa saja (80,8%), sering merasa senang bisa menjadi tempat “curhat” teman (75,8%), dan dapat menyimpan rahasia
39
teman (68,7%). Sebagian besar responden mengaku mempunyai banyak teman (68,7%) dan memahami bahwa setiap orang memiliki karakter yang berbedabeda (73,7%). Responden juga sering merasa senang apabila mempunyai teman baru (61,6%) dan kebersamaaan dengan teman-teman merupakan saat-saat yang menyenangkan (61,6%). Namun responden masih suka melakukan hal yang disenangi seorang diri (45,5%). Sebaran item pernyataan berdasarkan urutan kelahiran pada Lampiran 4 juga memiliki pola jawaban yang relatif sama, kecuali pada pernyataan ke-12. Anak tengah (30,3%) dan bungsu (54,5%) mengaku jarang menyendiri, berbeda dengan sebagian besar anak sulung yang mengaku pernah (30,3%) dan sering (21,2%) menyendiri dibandingkan berada di tengah orang banyak. Tabel 22 Sebaran jawaban kesadaran sosial No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20.
Pertanyaan Sulit bagi saya menerima dan memahami pandangan teman yang berbeda dengan saya* Saya bersedia menerima suatu kesepakatan rapat bersama teman, walaupun tidak sesuai dengan keinginan saya Saya senang bisa menjadi tempat “curhat” teman Saya dapat menyimpan rahasia teman Saya suka berteman dengan siapa saja Saya mempunyai banyak teman Teman-teman terlihat nyaman bersama saya Saya dapat berteman dengan siapa saja Saya biasanya tidak mau mengorbankan kepentingan saya demi orang lain* Saya seringkali merasa gengsi untuk meminta maaf jika melakukan kesalahan* Saya akan merasa senang apabila mempunyai teman baru Saya lebih suka menyendiri daripada berada di tengah orang banyak* Saya ingin teman-teman mengikuti keinginan saya* Saya merasa senang jika melihat kegembiraan orang lain Saya merasa senang terlibat dalam suatu hubungan sosial Bersama teman adalah saat-saat yang menyenangkan bagi saya Bagi saya yang terpenting adalah kenyamanan saya sendiri* Saya suka melakukan hal-hal yang saya senangi sendiri* Saya adalah orang yang tidak suka dibantah* Saya memahami bahwa setiap orang memiliki karakter yang berbeda-beda
1
2
3
4
8,1
49,5
40,4
2,0
3,0
18,2
61,6
17,2
0,0 1,0 0,0 0,0 0,0 0,0
2,0 2,0 1,0 2,0 5,1 1,0
22,2 28,3 18,2 29,3 44,4 40,4
75,8 68,7 80,8 68,7 50,5 58,6
8,1
56,6
35,4
0,0
25,3
48,5
23,2
3,0
0,0
2,0
36,4
61,6
14,1
38,4
30,3
17,2
25,3 1,0 0,0 0,0 12,1 4,0 12,1
41,4 1,0 2,0 4,0 43,4 34,3 55,6
26,3 35,4 46,5 34,3 31,3 45,5 24,2
7,1 62,6 51,5 61,6 13,1 16,2 8,1
0,0
1,0
25,3
73,7
Keterangan: 1=tidak pernah, 2=jarang/hampir tidak pernah, 3=pernah, 4=sering *)pertanyaan negatif, skor dibalik
Lebih dari separuh responden (51,5%) memiliki kesadaran sosial tinggi. Persentase terbesar responden juga memiliki kesadaran sosial yang tinggi, baik anak sulung (51,5%) dan anak tengah (63,6%). Lebih dari separuh responden anak bungsu (60,6%) memiliki capaian kesadaran sosial pada kategori cukup. Hasil uji beda menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan capaian kesadaran sosial pada urutan kelahiran (p>0,05).
40
Tabel 23 Sebaran responden berdasarkan capaian kesadaran sosial dengan urutan kelahiran, rata-rata, dan standar deviasi Capaian kesadaran sosial Rendah (<60%) Cukup (60%-80%) Tinggi (>80%) Total Rata-rata skor ± SD p-value
Sulung n % 0 0,0 16 48,5 17 51,5 33 100 63,9±5,3
Urutan kelahiran Tengah Bungsu n % n % 0 0,0 0 0,0 20 60,6 12 36,4 21 63,6 13 39,4 33 100 33 100 64,2±5,6 62,9±4,9 0,548
Total n
% 0 0,0 48 48,5 51 51,5 99 100 63,7±5,3
Fasilitas Sosial Dimensi kedua dari kecerdasan sosial adalah fasilitas sosial. Fasilitas sosial adalah kemampuan yang bertumpu pada kesadaran sosial untuk memungkinkan interaksi yang mulus dan efektif. Fasilitas sosial meliputi sinkroni, kemampuan berinteraksi secara mulus pada tingkat nonverbal; presentasi diri, bagaimana seseorang mempresentasikan diri sendiri secara efektif; pengaruh, yang akan membentuk hasil interaksi sosial; dan kepedulian, kemampuan untuk peduli akan kebutuhan orang lain dan melakukan tindakan yang sesuai. Tabel 24 Jawaban sebaran jawaban fasilitas sosial No 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43
Pertanyaan Saya bersedia mendengarkan keluh kesah teman Saya berusaha membantu teman yang sedang mengalami kesulitan Saya seringkali tidak menyadari ketika teman saya mengalami kesulitan* Saya senang berada dalam situasi sosial Saya mampu menyelesaikan perselisihan antar teman dengan adil Mudah bagi saya untuk memulai suatu pembicaraan dengan orang dewasa Di lingkungan baru, saya tidak dapat beradaptasi dengan cepat* Bila teman saya murung, saya segera menanyakannya Saya mengucapkan permisi ketika saya lewat didepan orang lain Saya menyapa ketika bertemu dengan orang yang saya kenal di jalan Saya merasa mudah untuk bekerjasama dengan orang lain Saya tersenyum ketika bertemu dengan orang yang saya kenal atau orang yang tidak saya kenal Saya sulit bersikap ramah dengan orang yang baru saya temui* Saya sering merasa sendiri di tengah kerumunan orang banyak* Saya berusaha menjaga hubungan baik dengan orang lain Saya sering mendamaikan teman yang sedang bermusuhan Saya berupaya memahami orang lain Saya biasa berbagi makanan dengan teman saya Ketika teman membutuhkan bantuan, saya siap membantunnya Saya selalu menjaga perasaan teman Saya akan sangat merasa bersalah jika menyakiti hati orang lain Saya termasuk orang yang sulit untuk memulai pembicaraan dengan orang yang baru saya kenal* Saya adalah orang yang sulit meminta maaf*
1 0,0
2 3,0
3 26,3
4 70,7
0,0
2,0
33,3
64,6
3,0
36,4
49,5
11,1
0,0
5,1
63,6
31,3
1,0
23,2
64,6
11,1
3,0
30,3
44,4
22,2
16,2 0,0 1,0
38,4 13,1 8,1
34,3 43,4 32,3
11,1 43,4 58,6
0,0
4,0
27,3
68,7
0,0
13,1
57,6
29,3
1,0
5,1
45,5
48,5
28,3 16,2 0,0 0,0 0,0 1,0 0,0 0,0 0,0
39,4 39,4 0,0 22,2 1,0 2,0 1,0 3,0 2,0
25,3 35,4 25,3 59,6 42,4 44,4 47,5 40,4 35,4
7,1 9,1 74,7 18,2 56,6 52,5 51,5 56,6 62,6
14,1
36,4
27,3
22,2
30,3
43,4
21,2
5,1
Keterangan: 1=tidak pernah, 2=jarang/hampir tidak pernah, 3=pernah, 4=sering *)pertanyaan negatif, skor dibalik
41
Pada
Tabel
24
lebih
dari
separuh
responden
mengaku
sering
mendengarkan keluh kesah teman (70,7%), berusaha membantu teman yang sedang mengalami kesulitan (64,6%), menyapa ketika bertemu dengan orang yang dikenal ketika di jalan (68,7%), sangat merasa bersalah jika menyakiti hati orang lain (62,6%), dan mengaku berusaha menjaga hubungan baik dengan orang lain (74,7%). Sebanyak 49,5 persen responden mengaku tidak menyadari ketika temannya mengalami kesulitan. Namun Sebaran item pernyataan berdasarkan urutan kelahiran pada Lampiran 5 menunjukkan anak bungsu (48,5%) jarang untuk tidak menyadari apabila ada teman yang sedang kesulitan. Anak tengah mengaku sering merasa sendiri di tengah kerumunan orang (45,4%). Selebihnya sebaran jawaban berdasarkan urutan kelahiran memiliki angka yang relatif sama. Tabel 25 Sebaran responden berdasarkan capaian fasilitas sosial dengan urutan kelahiran, rata-rata, dan standar deviasi Capaian fasilitas sosial Rendah (<60%) Cukup (60%-80%) Tinggi (>80%) Total Rata-rata skor ± SD p-value
Sulung n % 0 0,0 15 45,5 18 54,5 33 100 75,3±6,9
Urutan kelahiran Tengah Bungsu n % n % 0 0,0 0 0,0 23 69,7 16 48,5 17 51,5 10 30,3 33 100 33 100 74,3±7,8 70,9±6,4 0,037
Total n 0 54 45 99
% 0,0 54,5 45,5 100 73,5±7,2
Lebih dari separuh (54,5%) responden memiliki capaian fasilitas sosial yang cukup, begitu juga dengan anak bungsu (69,7%), sedangkan pada anak sulung (54,5%) dan anak tengah (51,5%) memiliki fasilitas sosial yang tinggi. Hasil uji lanjut posthoc pada Lampiran 11 menunjukkan bahwa perbedaan secara nyata terlihat pada capaian fasilitas sosial anak sulung lebih tinggi daripada responden anak bungsu. Kecerdasan Sosial Salah satu penelitian Johnson dan Medinnus (1976) dalam Hurlock (1997) yang meneliti tentang urutan kelahiran dapat memengaruhi perkembangan kepribadian serta pola tingkah laku seseorang, sehingga dalam hal ini diperkirakan juga bahwa urutan kelahiran seseorang dalam keluarga ikut mempengaruhi kecerdasan emosional seseorang khususnya pada remaja.
42
Tabel 26 Sebaran responden berdasarkan capaian kecerdasan sosial dengan urutan kelahiran, rata-rata, dan standar deviasi Kategori kecerdasan sosial Rendah (<60%) Cukup (60%-80%) Tinggi (>80%) Total Rata-rata skor ± SD P-value
Sulung n % 0 0,0 13 39,4 20 60,6 33 100 139,3±10,8
Urutan kelahiran Tengah Bungsu n % n % 0 0,0 0 0,0 17 51,5 25 75,7 16 48,5 8 24,2 33 100 33 100 138,5±12,4 133,9±10,7 0,115
Total n
% 0 0,0 55 55,6 44 44,4 99 100 137,2±11,5
Lebih dari separuh responden memiliki kecerdasan sosial pada kategori cukup (55,6%). Persentase terbesar dari masing-masing urutan kelahiran pun memiliki kecerdasan sosial pada kategori cukup, kecuali pada anak sulung (60,6%) memiliki capaian kecerdasan sosial yang tinggi. Hasil uji beda menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan capaian kecerdasan sosial pada urutan kelahiran antara anak sulung tengah dan bungsu (p>0,05). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kecerdasan Sosial Hasil uji korelasi Pearson pada Tabel 5 menunjukkan bahwa urutan kelahiran berhubungan nyata dan positif dengan kecerdasan sosial pada taraf 0,10 dengan koefisien korelasi 0,194. Hal ini menunjukkan bahwa anak sulung memiliki kecerdasan sosial yang lebih tinggi. Hasil lainnya juga menunjukkan bahwa jumlah teman sebaya di kelas (r=0,184, p<0,10), di asrama (r=0,198, p<0,05), dan di tempat lain (r=0,276, p<0,01) berhubungan nyata dan positif dengan kecerdasan sosial. Maka, semakin banyak jumlah teman sebaya di kelas, di asrama, maupun di kelas maka akan semakin tinggi kecerdasan sosial mahasiswi TPB-IPB. Selain itu kualitas hubungan teman sebaya berhubungan nyata dan positif dengan kecerdasan sosial pada taraf 0,10 dengan koefisien korelasi 0,196. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi kualitas teman sebaya maka akan semakin tinggi pula kecerdasan sosial responden. Tabel 27 Faktor-faktor yang berhubungan dengan kecerdasan sosial Variabel Urutan kelahiran Jumlah teman sebaya di kelas Jumlah teman sebaya di asrama Jumlah teman sebaya di tempat lain Kualitas hubungan teman sebaya Keterangan : *Signifikan pada selang kepercayaan 90% ** Signifikan pada selang kepercayaan 95% *** Signifikan pada selang kepercayaan 99%
Kecerdasan sosial (r) 0,194 0,184 0,198 0,273 0,196
* * ** *** *
43
Pembahasan Umum Calhoun dan Acocella (1990) mengungkapkan bahwa setiap manusia dipengaruhi oleh manusia lain. Hasil penelitian menunjukkan kecerdasan sosial berhubungan dengan urutan kelahiran. Hal ini diperkuat dengan pendapat Adler dalam Hjelle dan Ziegler (1992) yang mengemukakan bahwa urutan kelahiran anak dalam keluarga sangat penting dan berpengaruh besar. Meskipun anakanak memiliki orang tua yang sama dan tumbuh dalam keluarga yang memiliki aturan hampir sama, namun mereka tidak memiliki lingkungan sosial yang sama atau identik (Hjelle & Ziegler 1992). Hurlock (1997) mengungkapkan selain kepribadian individu dan pola perilaku, urutan kelahiran juga memengaruhi individu tentang peran yang harus dilakukannya. Anak sulung memiliki karakteristik yang bertanggung jawab lebih daripada adik-adiknya. Oleh karena itu biasanya anak sulung berperilaku secara lebih matang karena berhubungan dengan orang dewasa dan karena tanggung jawab yang dipikulnya (Hurlock 1997). Anak tengah menurut Hurlock (1997) mencari persahabatan dengan teman sebaya di luar rumah yang mengakibatkan penyesuaian sosial yang baik. Sedangkan anak bungsu biasanya lebih populer, tetapi karena kurangnya keinginan untuk memikul tanggung jawab lebih, maka biasanya jarang menjadi pemimpin (Hurlock 1997). Jumlah teman sebaya baik di kelas, di asrama, dan di tempat lain juga berhubungan dengan kecerdasan sosial. Seseorang yang memiliki banyak teman biasanya juga memiliki kecerdasan sosial yang tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat Ghozaly (2011) yang menyebutkan bahwa kelompok teman sebaya memiliki peran yang besar bagi kehidupan di masa yang akan datang. Jumlah teman sebaya yang semakin banyak akan membantu remaja untuk lebih mengasah kecerdasan sosial agar dapat diterima oleh kelompok teman sebayanya. Jumlah teman sebaya di tempat lain yang memiliki hubungan paling kuat dengan kecerdasan sosial daripada jumlah teman sebaya di asrama dan di kelas, karena mahasiswi TPB-IPB masih beradaptasi dengan teman sebayanya di kampus. Lama pertemanan dengan kelompok teman sebaya di tempat lain yang lebih lama menyebabkan mahasiswi masih memiliki keterikatan yang kuat dengan teman sebayanya di tempat lain dibandingkan dengan teman sebaya di asrama dan di kelas walaupun frekuensi pertemuannya lebih sedikit dikarenakan aktivitas di kampus yang menyita cukup banyak waktu. Mahasiswi tetap menjaga
44
hubungan baik dengan kelompok teman sebaya di tempat lain dengan memanfaatkan teknologi yang ada untuk mempermudah komunikasi meskipun tidak bertemu secara tatap muka. Jumlah teman sebaya di asrama yang memiliki hubungan yang lebih kuat dengan kecerdasan sosial dibandingkan jumlah teman sebaya di kelas dapat dilihat dari rata-rata jumlah teman sebaya di asrama yang lebih banyak. Walaupun memiliki lama usia pertemanan yang hampir sama, yaitu 6-12 bulan, tetapi dari sisi frekuensi pertemuan, kelompok teman sebaya di asrama lebih tinggi dibandingkan kelompok teman sebaya di kelas. Kegiatan-kegiatan yang rutin dilaksanakan di asrama secara tidak langsung membangun kebersamaan serta dapat memperluas jaringan dengan teman-teman yang ada di asrama. Interaksi yang dilakukan dengan teman sebaya di asrama pun lebih berkualitas dibandingkan kelompok teman sebaya di kelas. Asrama dapat dikatakan sebagai rumah kedua bagi mahasiswi, karena sebagian besar mahasiswi berasal dari luar Jabodetabek dan mereka tinggal, beraktivitas serta menghabiskan sebagian besar waktunya di asrama (di luar perkuliahan dan organisasi). Jumlah teman sebaya di kelas memiliki hubungan dengan kecerdasan sosial yang tidak begitu erat jika dibandingkan dengan teman sebaya di tempat lain dan di asrama. Hal ini dikarenakan kegiatan-kegiatan di kelas tidak banyak yang menimbulkan interaksi. Interaksi yang timbul lebih banyak berkenaan dengan tugas-tugas kuliah dan kerja kelompok. Frekuensi pertemuan pun lebih sedikit dibandingkan dengan teman di asrama. Kualitas teman sebaya berhubungan dengan kecerdasan sosial. Hal ini sesuai dengan penelitian Ghozaly (2011) yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif signifikan antara kualitas hubungan teman sebaya dengan kecerdasan sosial. Gunarsa dan Gunarsa (2004) menyebutkan remaja lanjut mulai mengembangkan kemampuan hubungan sosialnya baik dengan teman sebaya maupun dengan orang lain yang berbeda tingkat kematangan sosialnya. Pada masa remaja berkembang sifat conformity yaitu kecenderungan untuk menyerah atau mengikuti pendapat, opini, nilai, kebiasaan, dan kegemaran kelompok teman sebaya. Hal ini akan berdampak besar bagi kepribadian remaja apabila kelompok teman sebaya yang diikutinya menunjukkan sikap dan perilaku yang dapat dipertanggungjawabkan (Yusuf 2011). Cronbach dalam Gunarsa dan Gunarsa (2003) menyebutkan bahwa remaja akan berusaha untuk mencapai sifat-sifat kelompok tersebut sehingga timbul
45
perasaan menjadi bagian dari kelompok. Remaja yang ditolak oleh teman sebaya cenderung memiliki masalah penyesuaian diri terbesar (Papalia et al. 2008). Hurlock (1997) berpendapat apabila remaja mendapatkan dukungan dari kelompok teman sebaya, maka akan memperluas kesempatan remaja untuk mempelajari pola perilaku sosial yang lebih matang. Hasil penelitan menunjukkan mahasiswi menjadi lebih ekspresif dan bisa menjadi lebih mandiri sejak memiliki kelompok teman sebaya, dan kelompok teman sebaya mendukung prestasi akademik. Mahasiswi juga menjadi lebih toleran terhadap pendapat yang berbeda dan mau berteman dengan siapa saja tanpa memandang suku, ras, agama, status ekonomi, dan lain-lain. Papalia et al.(2008) menyebutkan bahwa pertemanan dengan teman sebaya pada remaja menjadi lebih resiprokal. Pertemanan yang baik akan memicu penyesuaian sosial yang pada gilirannya akan mendorong pertemanan yang baik. Kepercayaan terhadap teman membantu remaja untuk mengenal identitas diri. Lingkungan pertemanan memberikan tempat untuk mengemukakan pendapat, pengakuan kelemahan, dan mendapatkan bantuan dari masalah. Strategi koping tidak berhubungan dengan kecerdasan sosial. Smet (1994) mengungkapkan bahwa tidak ada satupun metode yang dapat digunakan untuk semua situasi stres. Tidak ada strategi koping yang paling berhasil. Strategi koping yang paling efektif adalah strategi yang sesuai dengan jenis stres dan situasi. Mencari keberhasilan koping yang paling baik lebih rumit daripada menggabungkan strategi koping yang sesuai dengan ciri masing-masing kejadian yang penuh stres. Strategi koping yang rata-rata diterapkan oleh mahasiswi adalah bersyukur dengan apa dimiliki dan berdoa kepada Tuhan ketika sedang dilanda stress. Menurut Hurlock (1997) remaja memiliki beberapa minat seperti minat sosial, minat rekreasi, minat pada agama, dan lain-lain. Minat-minat ini merupakan bagian strategi koping mahasiswi ketika menghadapi permasalahan, seperti melakukan kegiatan yang menyenangkan dengan teman dan lebih memilih pergi berjalan-jalan bersama teman untuk membantu menghadapi masalah. Strategi koping berbeda nyata dengan urutan kelahiran, dimana strategi koping anak sulung lebih baik daripada strategi koping anak tengah. Hal ini dapat disebabkan oleh besar keluarga anak tengah yang lebih besar daripada anak sulung maupun bungsu. Menurut Hurlock (1990) semakin besar jumlah keluarga maka akan semakin kompleks pula sistem interaksi didalamnya. Pembagian
46
sumberdaya dan perhatian orang tua pada keluarga besar, keluarga sedang, ataupun keluarga kecil tentu berbeda. Keluarga besar dengan anggota keluarga yang banyak memiliki pembagian yang lebih kecil daripada keluarga kecil dengan asumsi kedua keluarga tersebut memiliki sumberdaya yang sama. Dari item pertanyaan dapat dilihat bahwa sebagian besar mahasiswi membangun kedekatan hubungan dengan keluarga dan teman untuk membantu dalam menghadapi stres. Maka anak sulung dan bungsu dengan rata-rata jumlah keluarga lebih kecil memiliki strategi koping yang lebih baik daripada anak tengah dengan rata-rata jumlah keluarga yang lebih besar karena sumberdaya yang dimiliki anak sulung lebih tinggi dibandingkan anak tengah. Keterbatasan Penelitian 1. Penelitian ini tidak membatasi karakteristik pengelompokkan sosial remaja yang diukur. 2. Penelitian ini tidak mengukur tingkat stress dan penyebab stress secara spesifik.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Mahasiswi berada pada fase remaja lanjut yang sebagian besar berasal dari luar Jabodetabek. Memiliki besar keluarga sedang dan berbeda nyata pada anak tengah dengan anak sulung dan anak bungsu. Pendapatan keluarga berada pada rentang Rp2.500.001-5.000.000. Usia ayah dan ibu berada pada fase dewasa madya dengan pendidikan terakhir ayah SMA dan ibu perguruan tinggi. Pekerjaan ayah sebagian besar adalah PNS dan ibu adalah ibu rumah tangga. Besar keluarga keluarga berada dalam kategori sedang (5-7 orang) dengan perbedaan yang signifikan antara besar keluarga anak tengah dengan anak sulung dan anak bungsu. Jumlah teman sebaya di kelas paling sedikit jika dibandingkan dengan jumlah teman sebaya di asrama dan di tempat lain. Jumlah teman sebaya di tempat lain memiliki perbedaan yang signifikan antara anak sulung dengan anak tengah. Frekuensi pertemuan dengan teman sebaya di tempat lain paling jarang, serta usianya lebih beragam jika dibandingkan dengan usia teman sebaya di asrama dan si kelas. Lama pertemanan dengan kelompok teman sebaya di kelas dan di asrama 6-12 bulan, dan di tempat lain lebih dari 12 bulan. Kualitas pertemanan mahasiswi dengan teman sebaya berada pada kategori cukup. Mahasiswi memiliki strategi koping total pada kategori tinggi. begitu juga pada capaian emotional focused coping dan problem focused coping. Terdapat perbedaan yang signifikan pada capaian problem focused coping dan strategi koping total antara anak sulung dan anak tengah. Kecerdasan sosial mahasiswi berada
pada
kategori
cukup.
Faktor-faktor
yang
berhubungan
dengan
kecerdasan sosial adalah kualitas teman sebaya, jumlah teman sebaya baik di kelas, di asrama, maupun di tempat lain, serta urutan kelahiran dimana anak sulung memiliki kecerdasan sosial yang lebih tinggi. Saran 1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mahasiswi memiliki kecerdasan sosial dan kualitas pertemanan teman sebaya dengan kategori cukup. Disarankan bagi para mahasiswi untuk lebih meningkatkan lagi hubungan atau interaksi dengan teman sebayanya baik di kelas, di asrama, maupun di tempat lain. Selain itu ada baiknya mahasiswi lebih terbuka dan
48
bersosialisasi
dengan
lingkungan
yang
lebih
heterogen,
agar
keterampilan sosial bisa terus diasah. 2. Terdapat hubungan antara kecerdasan sosial dengan jumlah teman sebaya
di
asrama.
Disarankan
kepada
pihak
asrama
perlu
mengoptimalkan kembali kegiatan-kegiatan yang sudah ada di asrama agar banyak mahasiswi yang ikut berpartisipasi aktif dalam kegiatan tersebut. 3. Strategi koping antara anak sulung berbeda dengan anak tengah. Saran kepada orang tua agar setiap anak diberikan tanggung jawab, perhatian dan dukungan yang sama tanpa membedakan urutan kelahiran. Selain itu orang tua perlu memberikan kesempatan kepada setiap anak untuk berkembang dan mengatasi masalahnya sendiri tanpa rasa cemas yang berlebihan.
DAFTAR PUSTAKA
Albrecht K. 2006. Social Intelligence : The new science of success. San Fransisco : Jossey Bass. Antariksa Y. 2009. Lima dimensi kunci http://strategimanajemen.net [24 April 2012]
dalam
kecerdasan
sosial.
[BKKBN] Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. 1997. Gerakan Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera. Jakarta: Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional [BPA] Badan Pengelola Asrama. 2011. Tujuan. http://asramatpb.ipb.ac.id [3 Februari 2012]. Calhoun JF dan Acocella JR. 1990. Psikologi tentang Penyesuaian dan Hubungan Kemanusiaan. Semarang : IKIP Semarang Press Charles A. 2009. Perbedaan Jenis Coping Stress pada Remaja Awal yang Mengalami Konflik Interpersonal dengan Orang tua berdasarkan Urutan Kelahiran [Abstrak]. Garuda dikti. Dalle J. 2012. Islam, karya dan tradisi ilmiah. http://suar.okezone.com [14 Maret 2012]. Ghozaly LF. 2011. Pengaruh kelompok teman sebaya dan media massa terhadap keterampilan sosial atlet muda di SMA Negeri Ragunan Jakarta [skripsi]. Bogor : Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Goleman D. 2007. Social Intelligence. Jakarta : Pt Gramedia Pustaka Utama. Guhardja S, Puspitawati H, Hartoyo, Hastuti D. 1992. Manajemen Sumberdaya Keluarga. Diktat Kuliah Manajemen Sumber Daya Keluarga, Departemen Gizi Masyarakat Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Gunarsa SD dan Gunarsa Y. 2003. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta: BPK Gunung Mulia. _______________________. 2004. Psikologi Praktis : Anak, Remaja, dan Keluarga. Jakarta: BPK Gunung Mulia Hernawati.2006. Tingkat Stres dan Strategi Koping Menghadapi Stres pada Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama Tahun Akademik 2005/2006. J.Il.Pert.Indon 2006.Vol. 11(2) : 43. Hjelle LA & Ziegler DJ.1992. Personality Theories: Basic Assumptions, Research, and Applications. New York: McGraw-Hill, Inc. Hurlock EB. 1990. Perkembangan Anak. Tjandrasa, penerjemah. Jakarta: Penerbit Erlangga. Terjemahan dari: Child Development. __________. 1997. Psikologi Perkembangan : suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan. Istiwidayanti, Soedjarwo, penerjemah; Sijabat RM, editor. Jakarta: Penerbit Erlangga. Terjemahan dari: Developmental Psychology: A Life-Span Approach, Fifth Edition. Idrus M. 2009. Metode Penelitian Ilmu Sosial. Jakarta: Penerbit Erlangga.
50
Kertamuda F & Herdiansyah H. 2009. Pengaruh Strategi Koping terhadap Penyesuaian Diri Mahasiswa Baru. Jurnal Universitas Paramadina, 6(1), 11-23. Khomsan A. 2002. Pangan dan Gizi untuk Kesehatan. Jakarta : Rajagrafindo Persada. Lailiyah U. 2010. Studi perbedaan motivasi berprestasi antara anak sulung, anak tengah, dan anak bungsu pada siswa MTs. Al-Mu’awanah, Candi-Sidoarjo [skripsi]. Surabaya: Program studi Psikologi, Fakultas Dakwah, Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel. Monks FJ, Knoers AMP, Hadiyono SR. 1998. Psikologi Perkembangan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press Moradi A, Pishva N, Ehsan HB, Hadadi P, Puladi F. 2011. The relationship between coping strategies and emotional intelligence. Journal of Social and Behavioral Science, 30, 748-75. doi:10.1016/j.sbspro.2011.10.146 National Safety Council. 1994. Manajemen Stres. Widyastuti P, penerjemah; Yulianti D, editor. Jakarta: EGC. Terjemahan dari: Stress Management. Noviasari D. 2002. Perbedaan kematangan emosional remaja ditinjau dari status urutan kelahiran dalam keluarga [Abstrak]. Departemen of Pshycology. Papalia DE, Old SW, Feldman RD. 2008. Human Development: Psikologi Perkembangan. Anwar, AK, penerjemah. Jakarta: Kencana. Terjemahan dari: Human Development. Puspitawati H. 2009. Kenakalan Pelajar Dipengaruhi oleh Sistem Sekolah dan Keluarga. Bogor : IPB Press. Raharjo M. 2011. Menurunnya peringkat IPM Indonesia dan kompleksitas persoalan pendidikan. http://mudjiarahardjo.com [3 Februari 2012]. Rasmun. 2004. Stres, Koping, dan Adaptasi. Jakarta : CV Agung Seto Sa’adah ZR. 2008. Hubungan antara kecerdasan emosional dengan strategi koping stress dalam menghadapi kesulitan belajar pada siswa MAN Malang I [skripsi]. Malang: Fakultas Psikologi, Universitas Islam Negeri Malang. Santrock JW. 2007. Remaja, Ed ke-11. Benedictine Widyasinta, penerjemah; Hardani W, editor. Jakarta : Erlangga. Terjemahan dari: Adolescent, eleventh edition. Siswanto. 2007. Kesehatan Mental: Konsep, Cakupan, dan Perkembangannya. Yogyakarta: Penerbit Andi. Slamet Y. 1993. Analisis Kualitatif untuk Data Sosial. Solo: Dabara. Smet B. 1994. Psikologi Kesehatan. Jakarta : PT Grasindo. Sujanto A, Lubis H, Hadi T. 2004. Psikologi Kepribadian. Jakarta: Bumi Aksara Umar H. 2003. Metode Riset Perilaku konsumen Jasa. Jakarta: Ghalia Indonesia. Wulandari A. 2009. Analisis persepsi gaya pengasuhan orang tua, keterampilan sosial, prestasi akademik, dan self-esteem mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (TPB) Institut Pertanian Bogor [skripsi]. Bogor: Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor.
51
Wulanningrum D N. 2009. Hubungan antara urutan kelahiran dalam keluarga dengan kecerdasan emosional pada remaja di SMA Muhammadiyah I klaten [skripsi]. Surakarta : Program Sarjana, Universitas Muhammadiyah Surakarta. Yuliyanti C. 2010. Pengaruh dukungan keluarga, dukungan pelatih, dan strategi koping terhadap prestasi atlet muda di SMA Negeri Ragunan Jakarta [skripsi]. Bogor : Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Yusuf S. 2011. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung : Rosda.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Sebaran responden berdasarkan jawaban terhadap pertanyaan responden mengenai kualitas pertemanan dengan urutan kelahiran No 1 2 3 4 5 6 7
8 9 10 11 12 13 14 15 16
Pernyataan Saya bersedia jika diajak melakukan hal-hal yang bertentangan dengan aturan* Saya merasa takut jika diasingkan dari kelompok teman sebaya saya Saya lebih nyaman menceritakan masalah saya kepada kelompok teman sebaya daripada orang tua Saya rela melakukan apa saja asalkan bisa dterima oleh kelompok teman sebaya saya* Pengaruh teman sebaya saya sangat besar terhadap diri saya Sejak memiliki teman sebaya saya menjadi lebih ekspresif Saya merasa memperoleh dorongan sosial dan emosional dari kelompok teman sebaya saya (misalkan : memberikan dukungan saat saya sedih dan sedang ada masalah) Jika teman dalam kelompok teman sebaya saya bertengkar, maka saya akan ikut bertengkar atas dasar solidaritas* Kelompok teman sebaya sangat peduli dengan saya Saya lebih memilih nasihat orang tua dibandingkan nasihat dari teman sebaya* Saya mau berteman dengan siapa saja, tanpa memandang suku, ras, agama, status sosial ekonomi dan lain-lain Saya lebih suka menghabiskan waktu bersama dengan teman sebaya saya Kelompok teman sebaya membuat saya lebih mandiri Saya menjadi lebih toleran dengan pendapat yang berbeda dengan saya setelah bergaul dengan kelompok teman sebaya Teman sebaya saya mendukung prestasi akademik saya Setelah memiliki kelompok teman sebaya, saya tidak memerlukan teman yang lain*
Keterangan:
1 36,4
Sulung 2 3 57,6 6,1
4 0,0
1 54,5
Tengah 2 3 39,4 6,1
4 0,0
1 48,5
Bungsu 2 3 30,3 15,1
4 6,1
6,1 6,1
18,2 51,5
54,5 30,3
21,2 12,1
9,1 24,2
33,3 27,3
42,4 45,4
15,1 3,0
6,1 0,0
12,1 66,7
57,6 24,2
24,2 9,1
39,4
51,5
9,1
0,0
42,4
54,5
0,0
3,0
18,2
69,7
12,1
0,0
3,0 0,0 0,0
27,3 18,2 0,0
60,6 57,6 54,5
9,1 24,2 45,4
12,1 6,1 6,1
36,4 24,2 3,0
45,4 60,6 54,5
6,1 9,1 36,4
3,0 3,0 0,0
18,2 9,1 0,0
75,7 78,8 66,7
3,0 9,1 33,3
39,4
57,6
3,0
0,0
54,5
39,4
0,0
6,1
27,3
69,7
3,0
0,0
0,0 0,0
0,0 15,1
75,7 57,6
24,2 27,3
0,0 3,0
6,1 24,2
72,7 36,4
21,2 36,4
0,0 0,0
3,0 24,2
72,7 45,4
24,2 30,3
0,0
9,1
21,2
69,7
3,0
3,0
27,3
66,7
0,0
6,1
21,2
72,7
0,0 0,0 0,0
30,3 21,2 6,1
51,5 63,6 60,6
18,2 15,1 33,3
9,1 6,1 3,0
33,3 21,2 6,1
45,4 66,7 69,7
12,1 6,1 18,2
0,0 0,0 0,0
30,3 12,1 6,1
63,6 78,8 81,8
6,1 9,1 12,1
0,0 48,5
6,1 42,3
60,6 6,1
33,3 3,0
3,0 48,5
9,1 48,5
66,7 0,0
21,2 3,0
0,0 39,4
9,1 60,6
87,8 0,0
3,0 0,0
1=sangat tidak setuju, 2=tidak setuju, 3=satuju, 4=sangat setuju *)pertanyaan negatif, skor dibalik
55
56
Lampiran 2 Sebaran responden berdasarkan jawaban terhadap pertanyaan responden mengenai emotional focused coping dengan urutan kelahiran No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Pernyataan Memperlihatkan ketegaran dalam menghadapi masalah Berdoa kepada Tuhan dan yakin akan doa yang dipanjatkan Berusaha menguatkan diri bahwa sudah sepantasnya saya bersyukur dengan apa yang sekarang saya miliki Mengungkapkan perasaan pribadi pada teman atau keluarga Mengkonsumsi makanan kesukaan Merawat diri sendiri dengan baik Tidak menahan diri untuk marah Menangis atau meluapkan kekesalan Menjelaskan kondisi diri kepada orang lain agar orang lain memahami Bertekad bahwa saya mampu mengatasi masalah sendiri
Keterangan : 1=sama sekali tidak membantu dalam menghadapi stres, 2=sedikit membantu dalam menghadapi stres, 3=cukup membantudalam menghadapi stres, 4=banyak membantudalam menghadapi stres, 5=sangat membantu sekali dalam menghadapi stres
Sulung 3 4 48,5 21,2 0,0 18,2
1 6,1 0,0
2 9,1 0,0
0,0
0,0
9,1
0,0
0,0
0,0 3,0 18,2 3,0 3,0 6,1
Tengah 3 4 45,4 15,1 0,0 6,1
5 15,1 81,8
1 3,0 0,0
2 9,1 0,0
45,4
45,4
0,0
3,0
9,1
12,1
30,3
57,6
3,0
6,1
12,1 12,1 27,3 9,1 12,1
24,2 15,1 27,3 30,3 42,4
39,4 30,3 24,2 30,3 33,3
24,2 39,4 3,0 27,3 9,1
3,0 6,1 18,2 15,1 9,1
18,2
27,3
39,4
9,1
6,1
Bungsu 3 4 45,4 21,2 0,0 12,1
5 27,3 93,9
1 12,1 0,0
2 12,1 0,0
5 9,1 87,8
21,2
66,7
3,0
0,0
12,1
18,2
66,7
30,3
21,2
39,4
3,0
3,0
6,1
45,4
42,4
18,2 21,2 24,2 15,1 24,2
33,3 21,2 24,2 24,2 36,4
21,2 33,3 15,1 27,3 21,2
24,2 18,2 18,2 18,2 9,1
0,0 0,0 12,1 3,0 6,1
15,1 9,1 18,2 9,1 6,1
27,3 27,3 27,3 9,1 45,4
21,2 35,4 24,2 18,2 24,2
36,4 27,3 12,1 60,6 18,2
9,1
27,3
27,3
30,3
3,0
12,1
36,4
27,3
21,2
Lampiran 3 Sebaran responden berdasarkan jawaban terhadap pertanyaan responden mengenai problem focused coping dengan urutan kelahiran No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Pernyataan Mendapatkan bantuan dari orang lain ketika mengerjakan tugas-tugas Melakukan kegiatan yang menyenangkan dengan teman Membangun kembali kedekatan hubungan dengan keluarga dan teman Tidur atau istirahat menjadikan saya lebih baik Menjalani aktivitas seperti biasa Menjalani hobi yang disenangi Terlibat dalam aktivitas sosial dan organisasi Pergi berjalan-jalan bersama teman Ketika mengalami masalah, saya membaca dari media mengenai cara mengatasi masalah yang dihadapi Melakukan sesuatu untuk diri sendiri
Sulung 3 4 21,2 48,5
1 0,0
2 9,1
0,0 0,0
0,0 0,0
9,1 6,1
0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 9,1
3,0 24,2 9,1 12,1 0,0 30,3
9,1
12,1
Tengah 3 4 39,4 36,4
5 21,2
1 0,0
2 9,1
39,4 18,2
51,5 75,7
0,0 6,1
9,1 0,0
18,2 9,1
21,2 42,4 9,1 48,5 24,2 45,4
36,4 21,2 48,5 27,3 42,4 12,1
39,4 12,1 33,3 6,1 33,3 3,0
0,0 6,1 3,0 3,0 12,1 12,1
6,1 15,1 6,1 15,1 15,1 39,4
36,4
24,2
18,2
9,1
27,3
Bungsu 3 4 27,3 36,4
5 15,1
1 0,0
2 3,0
5 33,3
33,3 33,3
39,4 51,5
0,0 0,0
0,0 0,0
9,1 0,0
30,3 24,2
60,6 75,7
24,2 45,4 24,2 42,4 18,2 36,4
30,3 12,1 39,4 21,2 30,3 9,1
39,4 21,2 27,3 18,2 24,2 3,0
3,0 0,0 0,0 3,0 0,0 6,1
9,1 21,2 9,1 15,1 9,1 30,3
12,1 42,4 24,2 39,4 12,1 39,4
30,3 30,3 36,4 24,2 27,3 15,1
45,4 6,1 30,3 18,2 51,5 9,1
24,2
15,1
24,2
6,1
9,1
33,3
27,3
24,2
Keterangan : 1=sama sekali tidak membantu dalam menghadapi stres, 2=sedikit membantu dalam menghadapi stres, 3=cukup membantudalam menghadapi stres, 4=banyak membantudalam menghadapi stres, 5=sangat membantu sekali dalam menghadapi stres
57
58
Lampiran 4 Sebaran responden berdasarkan jawaban terhadap pertanyaan responden mengenai kesadaran sosial dengan urutan kelahiran No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Pernyataan Sulit bagi saya menerima dan memahami pandangan teman yang berbeda dengan saya* Saya bersedia menerima suatu kesepakatan rapat bersama teman, walaupun tidak sesuai dengan keinginan saya Saya senang bisa menjadi tempat “curhat” teman Saya dapat menyimpan rahasia teman Saya suka berteman dengan siapa saja Saya mempunyai banyak teman Teman-teman terlihat nyaman bersama saya Saya dapat berteman dengan siapa saja Saya biasanya tidak mau mengorbankan kepentingan saya demi orang lain* Saya seringkali merasa gengsi untuk meminta maaf jika melakukan kesalahan* Saya akan merasa senang apabila mempunyai teman baru Saya lebih suka menyendiri daripada berada di tengah orang banyak* Saya ingin teman-teman mengikuti keinginan saya* Saya merasa senang jika melihat kegembiraan orang lain Saya merasa senang terlibat dalam suatu hubungan sosial Bersama teman adalah saat-saat yang menyenangkan bagi saya Bagi saya yang terpenting adalah kenyamanan saya sendiri* Saya suka melakukan hal-hal yang saya senangi sendiri* Saya adalah orang yang tidak suka dibantah* Saya memahami bahwa setiap orang memiliki karakter yang berbeda-beda
Keterangan :
1 9,1
Sulung 2 3 45,4 45,4
3,0
15,1
0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 6,1 12,1 0,0 12,1 24,2 0,0 0,0 0,0 15,1 9,1 6,1 0,0
1=tidak pernah, 2=jarang/hampir tidak pernah, 3=pernah, 4=sering *)pertanyaan negatif, skor dibalik
4 0,0
1 6,1
Tengah 2 3 54,5 36,4
4 3,0
1 9,1
Bungsu 2 3 48,5 39,4
69,7
12,1
6,1
12,1
57,6
24,2
0,0
27,3
57,6
15,1
0,0 0,0 0,0 3,0 0,0 3,0 57,6 57,6
15,1 18,2 24,2 21,2 36,4 33,3 36,4 24,2
84,8 81,8 75,7 75,7 63,6 63,6 0,0 6,1
0,0 3,0 0,0 0,0 0,0 0,0 9,1 33,3
6,1 3,0 3,0 3,0 12,1 0,0 69,7 36,4
30,3 24,2 12,1 24,2 39,4 39,4 21,2 30,3
63,6 69,7 84,8 72,7 48,5 60,6 0,0 0,0
0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 9,1 30,3
0,0 3,0 0,0 0,0 3,0 0,0 42,4 51,5
21,2 42,4 18,2 42,4 57,6 48,5 48,5 15,1
78,8 54,5 81,8 57,6 39,4 51,5 0,0 3,0
0,0 30,3 45,4 0,0 0,0 9,1 42,4 36,4 54,5 3,0
42,4 30,3 21,2 30,3 48,5 30,3 27,3 33,3 30,3 18,2
57,6 21,2 9,1 69,7 51,5 60,6 15,1 21,2 9,1 78,7
0,0 21,2 30,3 3,0 0,0 0,0 15,1 3,0 15,1 0,0
0,0 30,3 30,3 0,0 3,0 3,0 45,4 33,3 54,5 0,0
24,2 27,3 36,4 27,3 42,4 33,3 30,3 48,5 24,2 27,3
75,7 21,2 3,0 69,7 54,5 63,6 9,1 15,1 6,1 72,7
0,0 3,0 21,2 0,0 0,0 0,0 6,1 0,0 15,1 0,0
6,0 54,5 48,5 3,0 3,0 0,0 42,4 33,3 57,6 0,0
42,4 33,3 21,2 48,5 48,5 39,4 36,4 54,5 18,2 30,3
51,5 9,1 9,1 48,5 48,5 60,6 15,1 12,1 9,1 69,7
4 3,0
Lampiran 5 Sebaran responden berdasarkan jawaban terhadap pertanyaan responden mengenai fasilitas sosial dengan urutan kelahiran No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Pernyataan
Saya bersedia mendengarkan keluh kesah teman Saya berusaha membantu teman yang sedang mengalami kesulitan Saya seringkali tidak menyadari ketika teman saya mengalami kesulitan* Saya senang berada dalam situasi sosial Saya mampu menyelesaikan perselisihan antar teman dengan adil Mudah bagi saya untuk memulai suatu pembicaraan dengan orang dewasa Di lingkungan baru, saya tidak dapat beradaptasi dengan cepat* Bila teman saya murung, saya segera menanyakannya Saya mengucapkan permisi ketika saya lewat didepan orang lain Saya menyapa ketika bertemu dengan orang yang saya kenal di jalan Saya merasa mudah untuk bekerjasama dengan orang lain Saya tersenyum ketika bertemu dengan orang yang saya kenal atau orang yang tidak saya kenal 13 Saya sulit bersikap ramah dengan orang yang baru saya temui* 14 Saya sering merasa sendiri di tengah kerumunan orang banyak* 15 Saya berusaha menjaga hubungan baik dengan orang lain 16 Saya sering mendamaikan teman yang sedang bermusuhan 17 Saya berupaya memahami orang lain 18 Saya biasa berbagi makanan dengan teman saya 19 Ketika teman membutuhkan bantuan, saya siap membantunnya 20 Saya selalu menjaga perasaan teman 21 Saya akan sangat merasa bersalah jika menyakiti hati orang lain 22 Saya termasuk orang yang sulit untuk memulai pembicaraan dengan orang yang baru saya kenal* 23 Saya adalah orang yang sulit meminta maaf* Keterangan : 1=tidak pernah, 2=jarang/hampir tidak pernah, 3=pernah, 4=sering *)pertanyaan negatif, skor dibalik
1 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 3,0 18,2 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0
Sulung 2 3 0,0 15,1 3,0 21,2 36,4 54,5 0,0 57,6 15,1 72,7 30,3 45,4 36,4 36,4 9,1 30,3 6,1 30,3 3,0 21,2 9,1 54,5 3,0 48,5
4 84,8 75,7 9,1 42,4 12,1 21,2 9,1 60,6 63,6 75,7 36,4 48,5
1 0,0 0,0 3,0 0,0 3,0 6,1 27,3 0,0 3,0 0,0 0,0 3,0
Tengah 2 3 3,0 27,1 0,0 36,4 24,2 57,6 9,1 54,5 24,2 57,6 21,2 42,4 39,4 21,2 12,1 39,4 6,1 30,3 0,0 24,2 12,1 54,5 0,0 33,3
4 69,7 63,6 15,1 36,4 15,1 30,3 12,1 48,5 60,6 75,7 33,3 63,6
1 0,0 0,0 6,1 0,0 0,0 0,0 3,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0
Bungsu 2 3 6,1 36,4 3,0 42,4 48,5 36,4 6,1 78,8 30,3 63,6 39,4 45,4 39,4 45,4 18,2 60,6 12,1 36,4 9,1 36,4 18,2 63,6 12,1 54,5
4 57,6 54,5 9,1 15,1 6,1 15,1 12,1 21,2 51,5 54,5 18,2 33,3
27,3 15,1 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 15,1
30,3 45,4 0,0 18,2 0,0 0,0 0,0 6,1 0,0 30,3
36,4 30,3 18,2 54,5 33,3 27,3 27,3 30,3 30,3 33,3
6,1 9,1 81,8 27,3 66,7 72,7 72,7 63,6 69,7 21,2
39,4 18,2 0,0 0,0 0,0 3,0 0,0 0,0 0,0 21,2
36,4 27,3 0,0 21,2 0,0 3,0 3,0 3,0 3,0 30,3
12,1 45,4 18,2 57,6 39,4 51,5 45,4 36,4 36,4 30,3
12,1 9,1 81,8 21,2 60,6 42,4 51,5 60,6 60,6 18,2
18,2 15,1 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 6,1
51,5 45,4 0,0 27,3 3,0 3,0 0,0 0,0 3,0 48,5
27,3 30,3 39,4 66,7 54,5 54,5 69,7 54,5 39,4 18,2
3,0 9,1 60,6 6,1 42,4 42,4 30,3 45,4 57,6 27,3
24,2
51,5
15,1
9,1
36,4
36,4
27,3
0,0
30,3
51,5
12,1
6,1
59
60
Lampiran 6 Hasil Uji Validitas dan Realibilitas No 1. 2. 3. 4. 5.
Variabel Kualitas pertemanan Emotional focused coping Problem focused coping Kesadaran sosial Fasilitas sosial
Jumlah item 16 10 10 20 23
Validitas 0,000-0,989 0,000-0,036 0,000-0.001 0,000-0,013 0,000-0,065
Realibilitas 0,595 0,604 0,685 0,725 0,835
Lampiran 7 Hasil uji post-hoc besar keluarga dengan urutan kelahiran Urutan kelahiran (i) sulung
(j) bungsu tengah bungsu sulung tengah sulung
tengah bungsu Keterangan :
Koefisien uji beda (i-j) -0,242 * -1,727 * 1,485 * 1,727 * -1,485 0,242
P-value 0,504 0,000 0,000 0,000 0,000 0,504
*) berbeda nyata
Lampiran 8 Hasil uji post-hoc jumlah teman sebaya di tempat lain dengan urutan kelahiran Urutan kelahiran (i) sulung
(j) bungsu tengah bungsu sulung tengah sulung
tengah bungsu Keterangan :
Koefisien uji beda (i-j) -0,091 * 0,485 * -0,576 * -0,485 * 0,576 0,091
P-value 0,697 0,040 0,015 0,040 0,015 0,697
*) berbeda nyata
Lampiran 9 Hasil uji post-hoc problem focused coping dengan urutan kelahiran Urutan kelahiran (i) sulung
(j) bungsu tengah bungsu sulung tengah sulung
tengah bungsu Keterangan :
Koefisien uji beda (i-j) 0,848 * 3,061 -2,212 * -3,061 2,212 -0,848
P-value 0,464 0,009 0,058 0,009 0,058 0,464
*) berbeda nyata
Lampiran 10 Hasil uji post-hoc strategi koping total dengan urutan kelahiran Urutan kelahiran (i) Sulung tengah bungsu Keterangan :
(j) bungsu tengah bungsu sulung tengah sulung *) berbeda nyata
Koefisien uji beda (i-j) 1,576 * 4,939 -3,364 * -4,939 3,364 -1,576
P-value 0,461 0,022 0,117 0,022 0,117 0,461
61
Lampiran 11 Hasil uji post-hoc fasilitas sosial dengan urutan kelahiran Urutan kelahiran (i) Sulung Tengah Bungsu Keterangan :
(j) Bungsu Tengah Bungsu Sulung Tengah Sulung *) berbeda nyata
Koefisien uji beda (i-j) * 4,364 1,061 3,303 -1,061 -3,303 * -4,364
P-value 0,014 0,544 0,061 0,544 0,061 0,014
62
Lampiran 12 Hasil Uji Korelasi Pearson karakteristik responden dan keluarga dengan kecerdasan sosial
Usia anak Usia anak
Korelasi Pearson Sig. (2-tailed) Urutan Korelasi Pearson kelahiran Sig. (2-tailed) Besar Pearson Correlation keluarga Sig. (2-tailed) Usia ayah Korelasi Pearson Sig. (2-tailed) Usia ibu Korelasi Pearson Sig. (2-tailed) Pendidikan Korelasi Pearson ayah Sig. (2-tailed) Pendidikan ibu Korelasi Pearson Sig. (2-tailed) Pendapatan Korelasi Pearson orang tua Sig. (2-tailed) Kecerdasan Korelasi Pearson sosial Sig. (2-tailed) *. Signifikan pada p<0.10 (2-tailed). **. Signifikan pada p<0.05 (2-tailed). *** Signifikan pada p<0.01 (2-tailed).
Urutan kelahiran 1
.075 .458 1
Besar keluarga .218** .030 -.061 .552 1
Usia ayah .005 .964 -.185 .067 .110 .277 1
Usia ibu .038 .712 ** -.201 .047 -.129 .203 .158 .119 1
Pendidikan ayah -.161 .111 -.025 .809 *** -.389 .000 .163 .108 *** .359 .000 1
Pendidikan ibu -.147 .147 -.032 .752 *** -.300 .003 .066 .519 *** .356 .000 *** .724 .000 1
Pendapatan orang tua -.105 .300 .141 .162 *** -.271 .007 .070 .488 .133 .188 *** .363 .000 *** .457 .000 1
Kecerdasan sosial -.015 .883 .194* .055 -.063 .538 .103 .309 .011 .916 -.030 .770 -.141 .163 -.036 .726 1
Lampiran 13 Hasil Uji Korelasi Pearson Pola Hubungan Teman Sebaya, Kualitas Pertemanan, dan Kecerdasan Sosial
Jumlah Jumlah Frekuensi Usia Kualitas Jumlah Frekuensi Usia Frekuensi Usia teman teman pertemuan pertemanan hubungan Kecerdasan teman pertemuan pertemanan pertemuan pertemanan di di di tempat di tempat teman sosial di kelas di kelas di kelas di asrama di asrama tempat asrama lain lain sebaya lain Jumlah teman Korelasi sebaya di Pearson kelas Sig. (2tailed) Frekuensi Korelasi pertemuan di Pearson kelas Sig. (2tailed) Usia Korelasi pertemanan di Pearson kelas Sig. (2tailed) Jumlah teman Korelasi sebaya di Pearson asrama Sig. (2tailed) Frekuensi Korelasi pertemuan di Pearson asrama Sig. (2tailed)
1
**
.002
-.009
.145
.000
.982
.017
-.080
.868 1
-.083
.147
.412 1
**
.021
-.084
-.113
.184*
.926
.000
.836
.411
.264
.069
-.073
-.117
.138
.042
-.064
-.150
.006
.430
.471
.248
.172
.677
.531
.139
.949
.066
.084
.221
*
.095
.218
*
-.022
.077
.518
.406
.000
.028
.347
.030
.828
.450
1
.167
.092
**
.115
-.136
-.116
.198**
.099
.363
.000
.258
.178
.253
.049
1
.150
-.129
.186
-.219
*
-.118
-.104
.139
.204
.066
.029
.243
.306
.593
**
.678
.465
.420
63
64 Jumlah Jumlah Frekuensi Usia Kualitas Jumlah Frekuensi Usia Frekuensi Usia teman teman pertemuan pertemanan hubungan Kecerdasan teman pertemuan pertemanan pertemuan pertemanan di di di tempat di tempat teman sosial di kelas di kelas di kelas di asrama di asrama tempat asrama lain lain sebaya lain Usia Korelasi pertemanan di Pearson asrama Sig. (2tailed) Jumlah teman Korelasi sebaya di Pearson tempat lain Sig. (2tailed) Frekuensi Korelasi pertemuan di Pearson tempat lain Sig. (2tailed) Usia Korelasi pertemanan di Pearson tempat lain Sig. (2tailed) Kualitas Korelasi hubungan Pearson teman sebaya Sig. (2tailed) *. Signifikan pada p<0.10 (2-tailed). **. Signifikan pada p<0.05 (2-tailed). *** Signifikan pada p<0.01 (2-tailed).
1
-.036
.104
.044
-.095
-.056
.727
.306
.664
.352
.583
1
.112
.092
-.078
.273***
.271
.364
.446
.006
1
-.014
-.119
.055
.891
.242
.590
1
.101
.035
.320
.728
1
.196* .052
Lampiran 14 Hasil Uji Korelasi Pearson Strategi Koping dan Kecerdasan Sosial
Emotional Focused coping Emotional Focused coping
Korelasi Pearson Sig. (2-tailed) Problem Focused coping Korelasi Pearson Sig. (2-tailed) Strategi koping Korelasi Pearson Sig. (2-tailed) Kecerdasan sosial Korelasi Pearson Sig. (2-tailed) ***. Signifikan pada p<0.01 (2-tailed).
1
Problem Focused coping .691*** .000 1
Strategi koping
Kecerdasan sosial ***
.918 .000 *** .921 .000 1
.078 .441 .009 .931 .047 .644 1
65
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 18 Oktober 1990. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Warsiman dan Rusmiati. Penulis menamatkan pendidikannya di SMA Negeri 6 Bekasi. Pada tahun 2008 penulis melanjutkan pendidikan strata satu di Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Selama menuntut ilmu di IPB, penulis mendapatkan beasiswa BBM dari tahun 2010 hingga 2012. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam beberapa organisasi dan kepanitiaan, diantaranya Anggota Divisi Keputrian Forum Syiar Islam FEMA (FORSIA) dan Anggota Divisi Human Development ECO-AGRIFARMA pada periode 2009-2010, Ketua Departemen Informasi dan Komunikasi FORSIA pada periode 2010-2011, dan Sekretaris Departemen Pengembangan Sumber Daya Manusia (PSDM) FORSIA pada periode 2011 sampai 2012. Beberapa kepanitiaan yang pernah penulis ikuti diantaranya adalah Penanggung Jawab Kelompok (PJK) Masa Pengenalan Fakultas Ekologi Manusia 2010 dan Masa Pengenalan Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen 2010, Divisi Acara Muslimah Success Indonesia (MSI) 2010, Ketua Divisi Logistik dan Transportasi Muslimah in Action 2011, Divisi Publikasi Forsia Islamic Festival 2011, dan lainlain.