1
HASIL PENELITIAN HUBUNGAN ANTARA PENYESUAIAN DIRI DAN DUKUNGAN SOSIAL TEMAN SEBAYA DENGAN SELF REGULATION TERHADAP MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS AKSELERASI SMP NEGERI 1 PALU
OLEH DR. FATIMAH SAGUNI, M.Si DRS. SAGIR M. AMIN, M.Pd.I
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) DATOKARAMA PALU
TAHUN 2013
2
PENGESAHAN HASIL PENELITIAN KELOMPOK STAIN DATOKARAMA PALU 1.
a. Judul
: Hubungan antara Penyesuaian Diri dan Dukungan Sosial Teman Sebaya dengan Self Regulation terhadap motivasi belajar siswa kelas akselerasi SMP Negeri 1 Palu : : Psikologi : Kelompok
b. Jenis Penelitian c. Bidang Ilmu d. Kategori 2.
3.
4. 5. 6. 7.
Ketua Peneliti a. Nama b. Pangkat/Gol. NIP c. Jabatan Fungsional d. Jabatan Struktural e. Perguruan Tinggi f. Bidang Keahlian g. Jenis Kelamin h. Alamat Anggota Peneliti a. Nama b. Pangkat/Gol. NIP c. Jabatan Fungsional Jumlah Peneliti Lokasi Penelitian Waktu Penelitian Biaya yang Diperlukan Sumber Dana
: : : : : : : :
Dr. Fatimah Saguni, M.Si. Pembina TK-I IV/b.19601231 199103 2 003 Lektor Kepala STAIN Datokarama Palu Psikologi Pendidikan Perempuan Jln. Tentena No. 50 BTN Silae Palu
: : : : : : :
Drs. Sagir, M. Amin M.Ag Penata IV/a/196506121992031004 Lektor Kepala 2 Orang SMP Negeri 1 Palu 6 (enam) Bulan Rp. 16.500.000,- (Enam Belas Juta Lima Ratus Ribu Rupiah) : DIPA STAIN Datokarama Palu Tahun 2013 Palu, 31 Agustus 2013 Ketua Peneliti,
Mengetahui, Kepala P3M STAIN Datokarama Palu
Dr. Muhammad Akbar, SH.,M.Hum NIP. 19700428 200003 1 003
Dr. Fatimah Saguni,M.Si. NIP. 19601231 199103 2 003
Menyetujui: Ketua STAIN Datokarama Palu
Prof. Dr. H. Zainal Abidin, M.Ag. NIP. 19630101 199103 1 007
3
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyelenggaraan pendidikan sekolah di Indonesia dari masa ke masa lebih banyak bersifat klasikal dan berorientasi pada kuantitas untuk dapat melayani sebanyak-banyaknya jumlah siswa. Salah satu usaha perbaikan pembelajaran di Indonesia yang bertujuan meningkatkan mutu pendidikan adalah program percepatan (akselerasi). Program ini merupakan pemberian layanan pendidikan sesuai potensi siswa yang memiliki kecerdasan dan kemampuan belajar yang tinggi. Hal ini sesuai Undang-Undang no 20 pasal 5 ayat 4 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, menegaskan bahwa "Warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus",1 Tujuan diadakannya program akselerasi ini adalah untuk mewadahi siswasiswa yang memiliki kemampuan di atas rata-rata. Pada umumnya dalam satu sekolah terdapat beberapa siswa yang memiliki kecerdasan diatas rata-rata dibanding teman-temannya yang lain. Karena tidak adanya wadah yang bisa menyalurkan kecerdasannya, maka siswa ini cenderung membuat masalah di dalam kelas, dimana mereka cenderung tidak memperhatikan pelajaran, santai, suka mengganggu teman di dalam kelas. Siswa yang memiliki kecerdasan di atas rata-rata ini biasa disebut anak berbakat atau cerdas istimewa. Keunggulan siswa-siswa ini dalam berbagai aspek seperti kemampuan di mata pelajaran, berfikir kreatif-produktif, memimpin, dan
1
Undag-undang RI, Nomor 20 Tahun 2003 tentang “Sistem Pendidikan Nasional”. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), h.10
4
seni. Karena kecerdasan ini melahirkan program akselerasi yang didalamnya berisi siswa-siswa cerdas istimewa. Siswa akselerasi adalah siswa yang mempunyai kecerdasan di atas ratarata yaitu memiliki skor IQ 130. Akan tetapi tidak hanya IQ yang jadi aspek utama, menurut Benbow dan Lubinski, kemampuan dan motivasi tinggi harus dimiliki karena akan lebih cepat memperoleh pengetahuan dan keterampilan dalam mengikuti program akselerasi. Akselerasi lebih menekankan pada kemampuan kognitif dibanding kemampuan afektif dan psikomotorik, membuat pihak sekolah harus menerapkan kurikulum nasional dan muatan lokal yang dimodifikasi dan dikembangkan melalui sistem pembelajaran mencakup pengembangan spiritual, logika, etika, dan estetika serta mengembangkan kemampuan berpikir holistik, kreatif, sistematis, linier, dan konvergen untuk memenuhi tuntutan masa kini dan masa depan yang tentunya berbeda dengan kurikulum siswa reguler.2 Banyaknya tuntutan dan harapan kurikulum tersebut membuat siswa akselerasi harus bekerja keras, mandiri, disiplin, dan bertanggung jawab. Hal ini membuat mereka lebih banyak menghabiskan waktu untuk belajar ataupun mengikuti kursus akademik dibanding bermain dengan teman-teman. Selain itu siwa akselerasi memiliki kebutuhan khusus agar dapat berkembang optimal. Kondisi tersebut semakin tidak diuntungkan dengan adanya labelling dari lingkungan sekitar terhadap siswa akselerasi. Selain itu pada umumnya siswa
2
Pyryt, Acceleration: Strategies and benefits. Paper presented at the 9th annual SAGE conference, (Calgary.Alberta, 1999). hal 6.
5
akselerasi mengalami masalah pada penyesuaian emosional sehingga kurang memperoleh dukungan sosial dari teman sebayanya. Label yang diberikan pada siswa akselerasi sebagai anak pintar dapat dipersepsi negatif atau positif oleh individu yang bersangkutan. Label yang dipersepsi negatif membuat individu menjadi terbebani, hal tersebut cenderung akan membawa efek negatif terhadap perkembangan sisi psikologisnya. Individu akan merasa gagal dan terbuang ketika tidak dapat memenuhi tuntutan lingkungan, serta menjadi tidak percaya diri, merasa tidak berharga dan rendah diri. Hal tersebut dapat menimbulkan perasaan tertolak yang memicu munculnya penyesuaian diri negatif pada siswa akselerasi sehingga berpengaruh buruk terhadap kehidupan sosialnya. Label yang dipersepsi positif oleh siswa membuat individu menjadi pribadi yang merasa berharga, percaya diri, dan berkemampuan tanpa harus menjadi sombong. Hal tersebut dapat membuat siswa akselerasi menjadi positif dan semakin termotivasi dalam belajar. Motivasi merupakan keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar.3 Motivasi menjelaskan apa yang membuat orang melakukan sesuatu, membuat
mereka
tetap
melakukannya,
dan
membantu
mereka
dalam
menyelesaikan tugas-tugas. Hal ini berarti bahwa konsep motivasi digunakan untuk menjelaskan keinginan berperilaku, arah perilaku (pilihan), intensitas
3
Sardiman, A.M. Interaksi dan motivasi belajar mengajar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007) hal 27.
6
perilaku
(usaha,
berkelanjutan),
dan
penyelesaian
atau
prestasi
yang
sesungguhnya.4 Umumnya usia akselerasi SMP masuk kategori usia remaja awal, dimana kekuatan dan pentingnya pertemanan serta jumlah waktu yang dihabiskan dengan teman, lebih besar di masa remaja dibandingkan dengan masa-masa lain sepanjang rentang kehidupan manusia. Kapasitas untuk membangun kedekatan berhubungan dengan penyesuaian diri psikologis dan kompetensi sosial. Remaja yang memiliki pertemanan yang dekat, stabil, dan mendukung pada umumnya memiliki pandangan yang baik tentang dirinya, menjalani pendidikan di sekolah dengan baik, mampu bergaul, serta memiliki kemungkinan yang kecil untuk menjadi kasar, cemas, atau depresi.5 Selain itu pola perilaku dan sikap yang berhasil dibentuk pada awal masa remaja adalah penyesuaian diri dengan lingkungan sosial. Dukungan sosial adalah suatu kenyamanan, perhatian, penghargaan, atau bantuan yang dirasakan oleh individu dari individu lain atau kelompok. Dukungan sosial ini mencakup lima dimensi, yaitu dukungan emosi, dukungan penghargaan, dukungan instrumental, serta dukungan informasi.6 Manusia pada kenyataannya tidak dapat hidup sendiri, ia tidak dapat dipisahkan dengan manusia lain dalam pergaulan sehari-hari. Untuk dapat hidup bersama dengan orang lain, dalam kelompok-kelompok orang harus dapat menyesuaikan diri. Penyesuaian diri adalah menyamakan dirinya atau 4
Pintrich, P. R., & Schunk dalam Elizabeth A. Linnenbrink and Paul R. Pintrich. Motivation as an Enabler for Academic Success. School Psychology Review, 2002, Volume 31, No. 3, pp. 313-327. 5 Buhrmester, D. Need fulfillment, interpersonal competence, and the developmental context of early adolescent friendship. In W. M. Bukowski. A. F. Newcomb & W. W. Hartup (Eds). The company they keep friendship in childhood and adolescent. (New York, 1990) hal 163 6 Sarafino, Health psychology biopsychosocial interactions (4 th edn.) (New York: Wiley. 2002) hal 145.
7
menganggap dirinya bagian dari orang lain. Tujuan dari pendidikan sosial adalah mendidik anak agar dapat menyesuaikan dirinya dalam kehidupan bersama dan ikut ambil bagian secara aktif dalam kehidupan bersama.7 Kegagalan siswa dalam melakukan penyesuaian diri akan berdampak pada perilaku defensif seperti tidak percaya diri, agresif, merasa tidak aman, banyak berkhayal untuk mengimbangi perasaan tidak puasnya, serta menggunakan mekanisme pertahanan seperti rasionalisasi, proyeksi, dan pengalihan.8 Masalah penyesuaian diri di lingkungan sekolah terjadi ketika siswa mulai memasuki lingkungan sekolah yang baru yaitu ketika siswa kelas satu atau menjadi siswa baru. Pada kondisi lingkungan baru cenderung memberikan situasi yang menekan sebab siswa diharapkan mampu beradaptasi dengan lingkungan barunya. Penyesuaian diri yang baik dan dukungan sosial dari teman sebaya akan mempengaruhi motivasi belajar siswa. Motivasi belajar ini cukup memberi pengaruh yang signifikan karena teman cenderung untuk memiliki sikap serta prestasi akademis yang serupa.9 Kondisi lingkungan yang baik akan menjadi motivasi bagi siswa akselerasi untuk lebih berprestasi, walaupun berada di lingkungan akademik yang penuh tekanan. Banyak faktor yang berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa, antara lain kecerdasan. Tapi untuk mengikuti program akselerasi tidak cukup untuk bermodal kecerdasan saja. Benbow dan Lbinski menyatakan bahwa siswa yang memiliki kemampuan dan motivasi tinggi,
7
Abdullah Idi. Sosiologi Pendidikan: Individu, Masyarakat dan Pendidikan. (Australia: Rajawali Pers, 2011.) hal 89 8 Hurlock, 2002. Child Development 5 th ed. (Tokyo: Mc Graw-Hill, 2002) hal 51 9 Hamm, J. V. (2000). Do birds of a feather flock together? The variable bases for African American, Asian American, and European American adolescent selection of similar friends. Developmental psychology, 36 (2), 209-219
8
akan lebih cepat memperoleh pengetahuan dan keterampilan dalam mengikuti program akselerasi.10 Salah satu aspek penyesuaian diri terjadi di lingkungan sekolah yaitu dengan guru dan teman. Jika penyesuaian sosialnya baik dapat dilihat dari penerimaan terhadap otoritas guru, ketertarikan dan partisipasi dalam aktivitasaktivitas di sekolah, bersedia menerima tanggungjawab serta menunjukkan hubungan yang akrab dengan teman, guru, dan pembimbing. Individu sebagai makhluk
sosial
memerlukan
bantuan
orang
lain
untuk
membantunya
menyesuaikan diri dengan lingkungannya, tidak terkecuali pada siswa akselerasi yang membutuhkan dukungan sosial dari teman sebayanya. Penyesuaian diri
menyangkut
aspek kepribadian individu
dalam
interaksinya dengan lingkungan dalam dan luar dirinya. Kelompok teman sebaya adalah tempat untuk membentuk hubungan dekat yang berfungsi sebagai „latihan‟ bagi hubungan yang akan mereka bina di masa dewasa.11 Pengaruh teman sebaya paling kuat pada masa remaja awal yaitu usia 12-13 tahun.12 Siswa yang mendapatkan dukungan sosial yang tinggi dari teman sebaya akan merasa bahwa dirinya dicintai, diperhatikan sehingga meningkatkan rasa harga diri mereka. Seseorang dengan harga diri yang tinggi cenderung memilki rasa kepercayaan diri, keyakinan diri bahwa mereka mampu menguasai situasi dan memberikan hasil yang positif. 10
Pyryt, M.C. Acceleration: Strategies and benefits. Paper presented at the 9th annual SAGE conference, (Calgary.Alberta.1999) hal. 67. 11 Buhrmester, Need fulfillment, interpersonal competence, and the developmental context of early adolescent friendship. In W. M. Bukowski. A. F. Newcomb & W. W. Hartup (Eds). The company they keep friendship in childhood and adolescent, (New York. Cambridge University Press 1990), hal. 185. 12 Ibid., Buhrmester, 1990.
9
Dukungan teman sebaya merupakan tempat untuk membentuk hubungan dekat yang berfungsi sebagai „latihan‟ bagi hububngan yang akan mereka bina di masa dewasa.13 Kelompok teman sebaya membuka sudut pandang baru dan membebaskan mereka untuk membuat penilaian mandiri. Hubungan baik dengan teman sebaya merupakan peran penting agar perkembangan anak menjadi normal.14 Menurut Santrock,15 teman sebaya (peers) adalah anak-anak atau remaja dengan tingkat usia atau tingkat kedewasaan yang sama. Dukungan teman sebaya dapat menjadi positif dan negatif. Salah satu fungsi dari teman sebaya adalah untuk menyediakan berbagai informasi mengenai dunia luar keluarga. Teman sebaya merupakan sumber status, persahabatan dan rasa saling memiliki dan juga merupakan komunitas belajar bagi siswa, di mana peran sosial yang berkaitan dengan kerja dan prestasi dibentuk. Siswa menghabiskan semakin banyak waktu dalam interaksi teman sebaya pada pertengahan masa anak-anak serta masa remaja. Di sekolah biasanya siswa menghabiskan waktu bersama-sama paling sedikit selama enam jam setiap harinya. Bagi siswa hubungan teman sebaya merupakan bagian yang paling besar dalam kehidupannya. Pada usia SMP, siswa mengalami proses sosialisasi, mereka mencari kelompok yang sesuai dengan keinginannya dan bisa saling berinteraksi satu sama
13
Op. Cit 187 Rubin, K.H., Bukowski, W., & Parker, J. (2006). Peer interactions, relationships, and groups. In N. Eisenberg (Ed), Handbook of Child Psychology (6th edition): Social, emotional, and personality development. (pp. 571-645) New York: Wiley. 15 Santrock, John W., 2002, Live – Span Developmen, Alih Bahasa: Achmad Chusairi, Perkembangan Masa Hidup, Edisi Kelima, Jilid 1-2, Jakarta: Penerbit Erlangga. 14
10
lain. Siswa lebih banyak menghabiskan waktu dengan teman sebaya atau kelompok sebaya. Regulasi diri merupakan kemampuan untuk mengatur dan mengarahkan apa
yang
dipikirkan
dan
apa
yang
dirasakan
untuk
kemudian
mengimplementasikannya dalam perilaku guna mencapai kesuksesan dalam pekerjaan, dalam hubungan dengan orang lain dan dalam kesehatan fisik maupun mental.16 Regulasi yang baik cenderung akan membuat siswa lebih percaya diri dan terdorong untuk mencapai prestasi yang maksimal, sehingga berusaha untuk melakukan tindakan-tindakan yang mengarah pada pencapaian tujuan yang diinginkannya. Walaupun mengalami kegagalan, siswa dengan regulasi diri yang baik
mampu
mengevaluasi
kesalahan-kesalahannya
dan
kemudian
memperbaikinya dengan usaha-usaha yang lebih baik lagi.17 Regulasi diri yang baik cenderung membuat siswa percaya pada kemampuannya dan terdorong untuk mencapai prestasi yang maksimal, sehingga berusaha untuk melakukan tindakan-tindakan yang mengarah pada pencapaian tuuan yang diinginkan. Sesesorang yang memiliki regulasi yang baik akan mampu menimbulkan motivasi pada dirinya dalam pencapaian tujuan yang diinginkan.18 Sebaliknya regulasi diri yang kurang, cenderung membuat siswa kurang konsisten dalam mencapai tujuan dan keinginan yang ingin dicapai sehingga siswa kurang termotivasi. Tindakan-tindakan dan perilakunyapun menjadi kurang terarah,
16
Waiten Wayne, , dkk. 2009. Psychology Applied to modern life adjustment in the 21 st Century ninth edition. (USA. Wadsworth Cengage Learning) hal. 161 17 Ormord Jeanne Ellis, 1995. Human Learning Second edition.( New Jersey. PrenticeHall, 1995) hal 153 18 Ibid, Ormord Jeanne Ellis, 1995.
11
individu kurang bisa mengarahkan perilakunya yang teratur dalam menyelesaikan tugas. Kondisi di lapangan siswa kelas akselerasi SMP Negeri 1 Palu memiliki berbagai kegiatan yang terkait dengan tugas-tugas baik di dalam lingkungan sekolah maupun di luar sekolah berdasarkan wawancara tidak terstruktur pada beberapa siswa, meraka merasa lelah dengan berbagai tugas-tugas dan kegiatan yang mereka harus kerjakan namun mereka tetap menyadari bahwa tugas-tugas tersebut harus diselesaikan. Hal ini tentu memerlukan penyesuaian diri yang baik ditandai dengan ketertarikan dan partisipasi dalam aktivitas-aktivitas di sekolah, bersedia menerima tanggung jawab serta menunjukkan hubungan yang akrab dengan teman serta dapat meregulasi diri yang baik dari siswa itu sendiri sehingga diharapkan dapat termotivasi dalam belajar. Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk menganalisis permasalahan tersebut secara lebih mendalam dalam sebuah penelitian yang berjudul “Hubungan antara penyesuaian diri, dukungan sosial teman sebaya, dan self regulation dengan motivasi belajar Siswa kelas akselerasi di SMP Negeri 1 Palu “.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian tersebut dapat dirumuskan dalam bentuk pertanyaan. 1.
Apakah ada hubungan antara penyesuaian diri dengan motivasi belajar siswa kelas akselerasi di SMPN 1?
12
2.
Apakah ada hubungan antara dukungan sosial teman sebaya dengan motivasi belajar siswa kelas akselerasi SMPN 1?
3.
Apakah ada hubungan antara self rugulation dengan motivasi belajar siswa kelas akselerasi SMPN 1?
D. Kajian Riset Sebelumnya Zahra Agmarina meneliti hubungan dukungan sosial teman sebaya reguler dengan penyesuaian sosial pada siswa kelas 6 akselerasi SD Bina insani Bogor Skripsi Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro 2010.19 Penelitian Fauziah dan Hery menemukan bahwa dukungan sosial dari teman sebaya mempengaruhi penyesuaian sosial siswa akselerasi. Siswa yang mendapat perlakuan tidak menyenangkan dari teman sebaya cenderung menunjukkan tingkat penyesuaian sosial di bawah rata-rata, begitu pula sebaliknya siswa yang mendapat dukungan dari teman sebaya cenderung menunjukkan tingkat penyesuaian sosial yang tinggi.20 Dian Mustika Sari meneliti tentang kepercayaan diri remaja putri overweight ditinjau dari dukungan sosial menemukan bahwa dukungan sosial berupa perhatian, kepedulian dorongan, dan nasehat sangat besar pengaruhnya terhadap kepercayaan diri remaja putrid overweight.21 Amalia Putri Pratiwi menyatakan kemampuan Self-regulated Learning yang dimiliki siswa sangat efektif diterapkan pada proses belajar dengan kurikulum Sekolah Bertaraf
19
Zahra Agmarina meneliti hubungan dukungan sosial teman sebaya reguler dengan penyesuaian sosial pada siswa kelas 6 akselerasi SD Bina insani Bogor Skripsi Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro 2010 20 Fauziah, N. & Nono, H. Y. Dinamika kecerdasan emosi pada siswa akselerasi di SDN Kendangsari 2 Surabaya. Gifted Review: Jurnal Keberbakatan & Kreativitas, 2008)2, 20-30 21 Dian Mustika Sari kepercayaan diri remaja putri overweight ditinjau dari dukungan sosial Skripsi Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata Semarang, 2006
13
Internasional (SBI) di SMA Negeri 3 Surakarta. Siswa dapat tetap fokus meskipun mempunyai beban tugas yang banyak.22 Penelitian-penlitian tersebut hanya membahas satu variabel dengan variabel lain misalnya Zahra Agmarina meneliti hubungan dukungan sosial teman sebaya reguler dengan penyesuaian sosial. Fauziah, N. & Nono, H. Y. Dinamika kecerdasan emosi pada siswa akselerasi di SDN Kendangsari 2 Surabaya. Dian Mustika Sari kepercayaan diri remaja putri overweight ditinjau dari dukungan sosial serta Amalia Putri Pratiwi meneliti Hubungan antara kecerdasan akademis dengan
Self-regulated Learning
pada siswa rintisan sekolah bertaraf
internasional di SMA Negeri 3 Surakarta. Berdasarkan penulusuran dari internet maupun buku-buku bacaan penelitian mengenai hubungan antara penyesuaian diri, dukungan sosial teman sebaya, dan self regulation dengan motivasi belajar Siswa kelas akselerasi di SMP Negeri 1 Palu belum pernah ada yang meneliti.
C. Tujuan penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1.
Hubungan antara penyesuaian diri dengan motivasi belajar siswa kelas akselerasi di SMPN 1
2.
Hubungan antara dukungan sosial teman sebaya dengan motivasi belajar siswa kelas akselerasi SMPN 1
3.
Hubungan antara self rugulation dengan motivasi belajar siswa kelas akselerasi SMPN 1 22
Amalia Putri Pratiwi, Hubungan antara kecerdasan akademis dengan Self-regulated Learning pada siswa rintisan sekolah bertaraf internasional di SMA Negeri 3 Surakarta Skripsi Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro Semarang. 2009
14
E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan sekaligus menambah khazanah ilmu pengetahuan dan pengembangan ilmu psikologi, khususnya psikologi pendidikan. 2. Manfaat praktis a. Pihak sekolah sebagai pengambil kebijakan dalam rangka menentukan program yang tepat untuk akselerasi sehingga mampu mewadahi potensi kognitif, afektif, dan psikomotorik siswa. b. Pihak orangtua agar lebih memperhatikan kondisi psikologis anak.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
15
Pada bab ini akan dibahas mengenai motivasi belajar, penyesuaian diri, dukungan sosial orang tua, dan self regulation. Berikut ini akan dibahas secara berurutan: A. Motivasi Belajar 1. Pengertian Motivasi Belajar Istilah motivasi belajar terdiri dari dua kata yaitu motivasi dan belajar. Pertama, motivasi berasal dari kata motif diartikan sebagai daya upaya yang mendorong sesorang untuk melakukan sesuatu. Motif dapat diartikan sebagai daya penggerak dari dalam diri subjek untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu untuk mencapai suatu tujuan.23 Menurut Santrock,24 motivasi adalah proses yang memberi semangat, arah, dan kegigihan perilaku. Artinya, perilaku yang memiliki motivasi adalah perilaku yang penuh energi, terarah, dan bertahan lama. Dalam kegiatan belajar, maka motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai.
Sejalan dengan pendapat Suryabrata,25 motivasi adalah sesuatu yang mendorong manusia untuk mencapai suatu tujuan. Sedangkan Petri,26 berpendapat bahwa
23
hal 73.
24
Sardiman A.M Interaksi dan motivasi belajar mengajar (Jakarta P.T Grafindo, 2007)
Ibid, Santrock, 2002. Suryabrata, Sumadi, Psikologi Pendidikan. (Ed.5) (Yogyakarta PT>Raja Grapindo Persada, 2006) hal 70 26 Petri, Motivation theory and research. California: (Woodworth Publishing Company. 1981) hal 130. 25
16
motivasi sangat berpengaruh bahkan menentukan tingkah laku manusia baik dalam belajar, mengamati, berpikir, dan mengingat. Pada umumnya, tingkah laku manusia ditentukan oleh adanya motivasi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Menurut
Bambacas
&
Patrickson,27
katagori
motivasi
termasuk
menyiapkan tujuan dan harapan serta mendayagunakan. Dijelaskan oleh Hamm, 28 motivasi belajar ini cukup memberi pengaruh yang signifikan dimana teman cenderung untuk memiliki sikap serta prestasi akademis yang serupa. Dari beberapa pengertian motivasi yang dikemukakan oleh para ahli dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah suatu perubahan energi yang terdapat pada diri seseorang untuk melakukan sesuatu guna mencapai tujuan. Kedua, belajar menurut para ahli pendidikan berbeda namun selalu mengacu pada perinsip yang sama yaitu setiap orang yang melakukan proses belajar akan mengalami suatu proses perubahan dalam dirinya. Menurut teori behavioristik belajar adalah perubahan tingkah laku akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon.29 Menurut Skiner,30 belajar adalah suatu perilaku pada saat orang belajar, maka responnya lebih baik. Sebaliknya bila tidak belajar maka responnya menurun. Jadi belajar adalah proses perubahan tingkah laku berkat pengalaman dan adanya interaksi antara stimulus dan respon.
27
Mary Bambacas, Margaret Patrickson. "Interpersonal communication skills that enhance organisational commitment", Journal of Communication Management, 2008. Vol. 12 Iss: 1, pp.51 - 72 28 Hamm, Do birds of a feather flock together? The variable bases for African American, Asian American, and European American adolescent selection of similar friends. Developmental psychology, 2011, 36 (2), 209-219 29 Asri Budi ningsih. Belajar dan pembelajaran (Jakarta: Rineka Cipta, 2002) hal 20 30 Muhibbin Syah. Psikologi Belajar (Jakarta:Rineka Cipta, 2009) hal 6.
17
Motivasi belajar memiliki beberapa fungsi, yaitu: (1) mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor yang melepaskan energi. Motivasi dalam hal ini merupakan motor penggerak dari setiap kegiatan yang akan dikerjakan, (2) menentukan arah perbuatan, yakni ke arah tujuan yang hendak dicapai. Dengan demikian, motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang harus dikerjakan, (3) menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatanperbuatan apa yang harus dikerjakan yang berguna untuk mencapai tujuan.31 Berdasarkan berbagai pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar merupakan keseluruhan daya penggerak psikis dalam diri mahasiswa yang mampu menimbulkan kegiatan belajar, menumbuhkan gairah, perasaan senang, dan semangat untuk belajar. Mahasiswa dengan motivasi belajar yang kuat akan mencurahkan perhatian, bekerja keras dan konsisten dalam kegiatan belajarnya. 2. Aspek-Aspek Motivasi Belajar Terdapat dua aspek dalam teori motivasi belajar yang dikemukakan oleh Santrock, 32 yaitu: a. Motivasi ekstrinsik, yaitu melakukan sesuatu untuk mendapatkan sesuatu yang lain (cara untuk mencapai tujuan). Motivasi ekstrinsik sering dipengaruhi oleh insentif eksternal seperti imbalan dan hukuman. Misalnya, murid belajar keras dalam menghadapi ujian untuk mendapatkan nilai yang baik. Terdapat dua kegunaan dari hadiah, yaitu sebagai insentif agar mau mengerjakan tugas, dimana tujuannya adalah mengontrol perilaku siswa, dan mengandung informasi tentang penguasaan keahlian. 31
Petri, L.H., 1981. Motivation Theori and Research. (California: Woodworth Publishing Company, 1981) hal 47. 32 Ibid, Santrock, 2002.
18
b. Motivasi intrinsik, yaitu motivasi internal untuk melakukan sesuatu demi sesuatu itu sendiri (tujuan itu sendiri). Misalnya, murid belajar menghadapi ujian karena dia senang pada mata pelajaran yang diujikan itu. Murid termotivasi untuk belajar saat mereka diberi pilihan, senang menghadapi tantangan yang sesuai dengan kemampuan mereka, dan mendapat imbalan yang mengandung nilai informasional tetapi bukan dipakai untuk kontrol, misalnya guru memberikan pujian kepada siswa. Terdapat dua jenis motivasi intrinsik, yaitu: 1) Motivasi intrinsik berdasarkan determinasi diri dan pilihan personal. Dalam pandangan ini, murid ingin percaya bahwa mereka melakukan sesuatu karena kemauan sendiri, bukan karena kesuksesan atau imbalan eksternal. Minat intrinsik siswa akan meningkat jika mereka mempunyai pilihan dan peluang untuk mengambil tanggung jawab personal atas pembelajaran mereka. 2) Motivasi intrinsik berdasarkan pengalaman optimal. Pengalaman optimal kebanyakan terjadi ketika orang merasa mampu dan berkonsentrasi penuh saat melakukan suatu aktivitas serta terlibat dalam tantangan yang mereka anggap tidak terlalu sulit tetapi juga tidak terlalu mudah.
3.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Belajar Menurut Brophy terdapat lima faktor yang dapat mempengaruhi motivasi
belajar siwa33, yaitu:
33
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17468/3/Chapter%20II.pdf diakses tanggal 15 Agustus 2013 hal 14
19
a.
Harapan guru
b.
Instruksi langsung
c.
Umpanbalik (feedback) yang tepat
d.
Penguatan dan hadiah
e.
Hukuman Motivasi dalam belajar memiliki beberapa fungsi, yaitu:
a. Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor yang melepaskan energi. Motivasi dalam hal ini merupakan motor penggerak dari setiap kegiatan yang akan dikerjakan. b. Menentukan arah perbuatan, yakni ke arah tujuan yang hendak dicapai. Dengan demikian, motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang harus dikerjakan. c. Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus dikerjakan yang berguna untuk mencapai tujuan (Petri dalam Saguni).34 Sebagai pendukung kelima faktor di atas, Sardiman (2000) menyatakan bahwa bentuk dan cara yang dapat digunakan untuk menumbuhkan motivasi dalam kegiatan belajar adalah:
a. Pemberian angka, hal ini disebabkan karena banyak siswa belajar dengan tujuan utama yaitu untuk mencapai angka/nilai yang baik. b. Persaingan/kompetisi
34
Saguni Fatimah Pengaruh Metode Pembelajaran terhadap Matakuliah Perencanaan Pembelajaran pada Mahasiswa UIN Makassar. Disertasi 2012) hal 86
20
c. Ego-involvement, yaitu menumbuhkan kesadaran kepada siswa agar merasakan pentingnya tugas dan menerimanya sebagai tantangan sehingga bekerja keras dengan mempertaruhkan harga diri. d. Memberi ulangan, hal ini disebabkan karena para siswa akan menjadi giat belajar kalau mengetahui akan ada ulangan. e. Memberitahukan hasil, hal ini akan mendorong siswa untuk lebih giat belajar terutama kalau terjadi kemajuan. f. Pujian, jika ada siswa yang berhasil menyelesaikan tugas dengan baik, hal ini merupakan bentuk penguatan positif.35 Menurut Max Darsono, ada beberapa faktor yang mempengaruhi motivasi belajar adalah: a.
Cita-cita atau aspirasi siswa
Cita-cita atau aspirasi adalah suatu target yang ingin dicapai.Cita-cita akan memperkuat motivasi belajar. b.
Kemampuan belajar
Dalam belajar dibutuhkan berbagai kemampuan.Kemampuan ini meliputi beberapa aspek psikis yang terdapat dalam diri siswa, misalnya penghematan, perhatian, ingatan, daya pikir, fantasi. c.
Kondisi siswa
Siswa adalah makhluk yang terdiri dari kesatuan psikofisik. Kondisi siswa yang mempengaruhi motivasi belajar di sini berkaitan dengan kondisi fisik, dan kondisi
35
Sardiman,A.M. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. (Jakarta:Grafindo, 2006) hal.
21
psikologis. Seorang siswa yang kondisi jasmani dan rohani yang terganggu, akan menganggu perhatian belajar siswa, begitu juga sebaliknya. d.
Kondisi lingkungan
Kondisi lingkungan merupakan unsur-unsur yang datang dari luar diri siswa. Kondisi lingkungan yang sehat, kerukuan hidup, ketertiban pergaulan perlu dipertinggi mutunya dengan lingkungan yang aman, tentram, tertib dan indah, maka semangat dan motivasi belajar mudah diperkuat. e.
Unsur-unsur dinamis dalam belajar
Unsur-unsur dinamis dalam belajar adalah unsur-unsur yang keberadaannya dalam proses belajar mengajar tidak stabil, kadang-kadang kuat, kadang-kadang lemah dan bahkan hilang sama sekali. Misalnya keadaan emosi siswa, gairah belajar, situasi dalam keluarga dan lain-lain. f. Upaya guru dalam pembelajaran siswa Upaya yang dimaksud disini adalah bagaimana guru mempersiapkan diri dalam membelajarkan siswa mulai dari penguasaan materi,cara menyampaikannya, menarik perhatian siswa, mengevaluasi hasil belajar siswa, dan lain-lain. Bila upaya-upaya tersebut dilaksanakan dengan berorientasi pada kepentingan siswa, maka diharapkan dapat menimbulkan motivasi belajar siswa.36 Motivasi mempunyai peranan penting dalam proses belajar mengajar baik bagi guru maupun siswa. Bagi guru mengetahui motivasi belajar dari siswa sangat diperlukan guna memelihara dan meningkatkan semangat belajar siswa. Bagi
36
65.
Darsono, Max. Belajar dan Pembelajaran. (Semarang: IKIP Semarang Press, 2000) hal
22
siswa motivasi belajar dapat menumbuhkan semangat belajar sehingga siswa terdorong untuk melakukan kegiatan belajar. 4. Teori motivasi Menurut Sri Mulyani seperti dikutip oleh Darsono teori motivasi dibagi menjadi tiga yaitu: motif berprestasi, motif berafiliasi dan motif berkuasa.37 Dalam Dimyati mengutip pendapat Maslow,38 mengemukakan kebutuhan akan motivasi berdasarkan 5 tingkatan penting yaitu: a.
Kebutuhan fisiologis adalah berkenaan dengan kebutuhan pokok manusia yaitu sandang, papan atau perumahan, pangan.
b.
Kebutuhan akan perasaan aman adalah berhubungan dengan keamanan yang terkait fisik maupun psikis, bebas dari rasa takut dan cemas.
c.
Kebutuhan sosial adalah diterima dalam lingkungan orang lain yaitu pemilikan harga diri, kesempatan untuk maju.
d.
Kebutuhan akan penghargaan usaha menumbuhkan jati diri.
e.
Kebutuhan untuk aktualisasi diri adalah kebutuhan individu menjadi sesuatu yang sesuai kemampuannya.
Kebutuhan-kebutuhan ini hendaknya dapat dipenuhi siswa. Siswa yang memiliki kebutuhan akan motivasi , akan merasa nyaman dalam belajar, dapat giat dan tekun karena berbagai kebutuhannya dapat terpenuhi.
B. Penyesuaian Diri 1. Pengertian Penyesuaian Diri 37 38
Op cit Darsono, Max. dkk. hal. 62. Dimyati. Belajar dan Pembelajaran. (Jakarta: Depdikbud, 2002) hal. 80.
23
Penyesuaian diri dapat dipandang dari dua persfektif. Pertama, kualitas atau efisiensinya. Kedua, proses berlangsungnya. Jika proses penyesuaian diri ditinjau dari sudut kualitas atau episiensinya berarti kita menilai proses itu untuk menilai berhasil atau tidaknya proses penyesuaian diri. Ada empat yang dapat digunakan: (1) kepuasan psikis: penyesuaian diri yang berhasil akan menimbulkan rasa tidak puas yang menjelma dalam bentuk perasaan kecewa, gelisah, lesu, depresi, dan lainnya; (2) efisiensi kerja: penyesuaian diri yang berhasil akan nampak dalam kegiatan yang efisien, sedangkan yang gagal akan nampak dalam kegiatan yang tidak efisien, (3) gejala fisik: penyesuaian diri yang gagal akan tampak dalam gejala fisik; (4) penerimaan sosial: penyesuaian diri yang berhasil akan menimbulkan reaksi setuju dari lingkungan sedangkan yang gagal akan mendapatkan reaksi tidak setuju dari lingkungan.39 Dalam istilah psikologi, penyesuaian diri disebut dengan istilah adjustment. Menurut Davidoff, adjustment merupakan suatu proses untuk mencari titik temu antara kondisi diri dan tuntutan lingkungan.40 Manusia dituntut untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial, kejiwaan dan lingkungan alam sekitarnya. Kehidupan itu secara alamiah juga mendorong manusia untuk terus menerus menyesuaikan diri. Dengan demikian, penyesuaian diri merupakan suatu proses alamiah dan dinamis yang bertujuan mengubah perilaku individu agar terjadi hubungan yang lebih sesuai dengan kondisi lingkungannya.
39
Abdullah Idi. Sosiologi Pendidikan : Individu, Masyarakat dan Pendidikan. Australia. Rajawali Pers, 2011) hal. 102. 40 Enung Fatimah. Psychological Development (Development Abuse Drugs BerbasisSekolah. (Jakarta: Balai Book, 2006) hal 194.
24
Schneiders, menyatakan bahwa penyesuaian diri sebagai kemampuan penguasaan dalam mengembangkan diri sehingga dorongan, emosi dan kebiasaan menjadi terkendali dan terarah.41 Hal itu juga berarti penguasaan dalam memiliki kekuatan-kekuatan terhadap lingkungan yaitu kemampuan menyesuaikan diri dengan realitas berdasarkan cara-cara yang baik, akurat, sehat dan mampu bekerjasama dengan orang lain secara efektif dan efisien serta mampu memanipulasi faktor-faktor lingkungan sehingga penyesuaian diri dapat berlangsung dengan baik. Schneiders juga mengemukakan bahwa penyesuaian diri merupakan satu proses yang mecakup respon-respon mental dan tingkah laku, yang merupakan usaha individu agar berhasil mengatasi kebutuhan, ketegangan, konflik, dan frustasi yang dialami dalam dirinya.42 Usaha individu tersebut bertujuan untuk memperoleh keselarasan dan keharmonisan antar tuntutan dalam diri dengan apa yang diharapkan oleh lingkungan. Scheniders juga mengatakan bahwa individu yang dapat menyesuaikan diri dengan baik adalah individu dengan keterbatasan yang ada pada dirinya, belajar untuk bereaksi terhadap dirinya dan lingkungan dengan cara yang matang, bermanfaat, efisien, dan memuaskan, serta dapat menyelesaikan konflik, frustasi, maupun kesulitan-kesulitan pribadi dan sosial tanpa mengalami gangguan tingkah laku. Menurut Gerungan, bahwa menyesuaikan diri diartikan dalam arti yang luas dan dapat berarti mengubah diri sesuai dengan keadaan lingkungan, tetapi
41
Ali Mohammad dan Mohammad Asrori. Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik.(Jakarta: PT. Bumi Aksara 2005 ) hal. 174 42 Agustiani, Hendriati. Psychological development. (Bandung: PT Refika Aditamas, 2006), hal 146.
25
juga mengubah lingkungan sesuai dengan keadaan (keinginan) diri. Penyesuaian diri dalam arti yang pertama disebut juga penyesuaian diri yang autoplastis (auto = sendiri, plastis = dibentuk), sedangkan penyesuaian diri yang kedua juga disebut penyesuaian diri yang aloplastis (alo = yang lain). Jadi, penyesuaian diri ada artinya “pasif”, di mana kegiatan kita ditentukan oleh lingkungan dan artinya yang “aktif”, di mana kita pengaruhi lingkungan.43 Dari beberapa definisi diatas tentang penyesuaian diri, maka dapat diambil kesimpulan bahwa penyesuaian diri adalah suatu usaha individu yang bersifat aktif dalam mengatasi segala macam tekanan, konflik dan frustasi karena terhambatnya kebutuhan yang ada pada dirinya, sehingga individu tersebut dapat mengambil peran dalam lingkungan sekitarnya yang pada akhirnya dapat tercipta hubungan yang harmonis dan selaras diantara keduanya. 2.
Karakteristik Penyesuaian Diri Sesuai dengan kekhasan perkembangan fase remaja maka penyesuaian diri
di kalangan remaja pun memiliki karakteristik yang khas pula. Menurut Siswanto mengatakan bahwa individu yang mampu menyesuaikan diri yang baik, umumnya memiliki karakteristik sebagai berikut : a.
Memiliki persepsi yang akurat terhadap realita Pemahaman atau persepsi individu terhadap realita berbeda-beda, meskipun realita yang dihadapi adalah sama. b. Kemampuan untuk beradaptasi dengan tekanan stres dan kecemasan Pada dasarnya setiap individu tidak senang bila mengalami tekanan dan kecemasan. Umumnya individu menghindari hal-hal yang menimbulkan tekanan dan kecemasan dengan menyenangi pemenuhan kepuasan yang dilakukan dengan segera. Namun individu yang mampu menyesuaikan diri, tidak selalu menghindari munculnya tekanan dan kecemasan. c. Mempunyai gambaran diri yang positif tentang dirinya 43
Gerungan, WA . Social Psychology. (Bandung: PT Refika Aditama, 2004) hal 55.
26
d.
e.
Pandangan individu terhadap dirinya dapat menjadi indikator dari kualitas penyesuaian diri yang dimiliki. Kemampuan untuk mengekspresikan perasaannya Individu yang dapat menyesuaikan diri dengan baik dicirikan memiliki kehidupan emosi yang sehat. Relasi interpersonal baik Individu yang memiliki penyesuaian diri yang baik mampu mencapai tingkat keintiman yang tepat dalam suatu hubungan sosial dan mampu bertingkah laku secara berbeda terhadap individu yang berbeda karena kedekatan relasi interpersonal.44 Karekteristik itu dapat ditinjau dari: 45 a. Penyesuian Diri Secara Positif Dalah hal ini, individu akan melakukan sesuatu dalam berbagai bentuk diantaranya : 1)
Penyesuaian dengan menghadapi masalah secara langsung.
2)
Penyesuaian dengan melakukan eksplorasi (penjelajahan).
3)
Penyesuaian dengan trial and error atau coba-coba.
4)
Penyesuaian dengan substitusi (mencari pengganti).
5)
Penyesuaian diri dengan menggali kemampuan diri.
6)
Penyesuaian dengan belajar.
7)
Penyesuaian dengan inhibisi dan pengandalian diri.
8)
Penyesuaian dengan perencanaan yang cermat.
b)
Penyesuaian Diri yang Salah
44
Siswanto. (2007). Kesehatan Mental Konsep Cakupan Dan Perkembangannya. (Yogyakarta: CV. Andi offset, 2007) hal 36 45 http://naratekpend.wordpress.com/2012/07/03/penyesuaian-diri-remaja/
27
Kegagalan dalam melakukan penyesuaian diri secara positif, dapat mengakibatkan individu melakukan penyesuaian diri yang salah. Ada tiga macam bentuk reaksi dalam penyesuaian diri yang salah diantaranya : 1)
Reaksi Bertahan (Defence Reaction)
Bentuk khusus reaksi ini antara lain : Rasionalisasi yaitu bertahan dengan mencari alasan untuk membenarkan tindakannya. 2) Reaksi Menyerang (Aggressive Reaction) Sikap ini dilakukan untuk menutupi kegagalannya dari penyesuaian diri yang salah. 3) Reaksi Melarikan Diri (Escape Reaction) Dalam reaksi ini, orang yang mempunyai penyesuaian diri yang salah akan melarikan diri dari situasi yang menimbulkan kegagalannya. Berdasarkan
karakteristik
tersebut
dapat
disimpulkan
bahwa
karakteristik meliputi memiliki persepsi yang akurat terhadap realita, kemampuan untuk mengekspresikan perasaannya, mempunyai gambaran diri yang positif tentang dirinya, relasi interpersonal baikn penyesuian diri secara positif, dan penyesuaian diri yang salah.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Penyesuaian Diri Penentu penyesuaian identik dengan faktor-faktor yang mengatur perkembangan dan terbentuknya pribadi secara bertahap. Penentu-penentu itu dapat dikelompokkan sebagai berikut: a) Kondisi Jasmaniah
28
Struktur jasmaniah merupakan kondisi primer bagi tingkah laku, maka dari itu dapat diperkirakan bahwa sistem saraf, kelenjar, dan otot merupakan faktor yang penting bagi proses penyesuaian diri. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa gangguan-gangguan dalam sistem saraf, kelenjar dan otot dapat menimbulkan gejala-gejala gangguan mental, tingkah laku, dan kepribadian. Dengan demikian, kondisi sistem-sistem tubuh yang baik merupakan syarat bagi tercapainya proses penyesuaian diri yang baik begitu pula sebaliknya. b) Perkembangan, Kematangan, dan Penyesuaian Diri Dalam proses perkembangan, respon anak berkembang dari respon yang bersifat instinktif menjadi respon yang diperoleh melalui belajar dan pengalaman. Dengan pertambahnya usia, kematangan untuk melakukan respon yang menjadi lebih baik dalam proses penyesuaian diri. Dengan kata lain, pola penyesuaian diri akan bervariasi tiap individu sesuai dengan tingkat perkembangan dan kematangan yang dicapainya. c) Penentu Psikologis terhadap Penyesuaian Diri Faktor yang mempengaruhinya adalah: 1) Pengalaman Tentu dalam hidup, individu akan dihadapkan pada pengalaman menyenangkan yang akan membawanya pada penyesuaian diri yang baik dan dilain pihak ada individu yang mendapatkan pengalaman buruk yang akan membawanya pada penyesuaian diri yang traumatik.
29
2) Belajar Proses belajar merupakan suatu dasar yang fundamental dalam proses penyesuaian diri karena melalui belajar ini akan berkembang pola-pola respon yang akan membentuk kepribadian. 3) Determinasi Diri Determinasi diri merupakan faktor-faktor kekuatan yang mendorong seseorang untuk mencapai sesuatu yang baik atau buruk dalam mencapai taraf penyesuaian yang tinggi atau bahkan merusak dirinya. Determinasi mempunyai peranan penting karena keberhasilan dan kegagalan penyesuaian diri akan banyak ditentukan oleh kemampuan individu dalam mengarahkan dan mengendalikan dirinya. 4) Konflik dan penyesuaian Sebenarnya tidak semua konflik itu bersifat menganggu atau merugikan, konflik juga memiliki manfaat memotivasi seseorang untuk meningkatkan kegiatan. Dengan adanya konflik, membuat individu lebih bijaksana dan ahli dalam memecahkan suatu masalah atau mungkin sebaliknya membuat individu itu melarikan diri pada penyesuian diri yang salah. 5) Lingkungan sebagai Penentu Penyesuaian Diri Pengaruh rumah dan keluarga merupakan faktor terpenting karena keluarga merupakan interaksi sosial yang pertama diperoleh individu yang akan dikembangkan oleh masyarakat. Hubungan orang tua dan anak : pola hubungan ini dapat dipengaruhi penyesuian diri yaitu dengan orang tua menerima anaknya dengan baik, memberi kelonggaran dalam bertindak pada anak tanpa adanya
30
disiplin yang berlebihan namun masih tetap dalam pemantauan, tidak memanjakan anak secara berlebihan, dan menerima kehadiran anak sebagai suatu berkah. Kondisi studi menunjukkan bahwa banyak gejala tingkah laku salah satu bersumber dari keadaan lingkungan masyarakat. Pergaulan yang salah di kalangan remaja dapat mempengaruhi pola-pola penyesuaian dirinya. Sekolah mempunyai peranan sebagai media untuk mempengaruhi kehidupan intelektual, sosial, dan moral para siswa. Disamping itu, hasil pendidikan yang diterima anak di sekolah akan merupakan bekal bagi proses penyesuaian diri di masyarakat.46 Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi
proses
penyesuaian
diri
meliputi:
kondisi
jasmaniah
perkembangan, kematangan, dan penyesuaian diri, penentu Psikologis terhadap penyesuaian diri dan lingkungan sebagai penentu penyesuaian diri
C. Dukungan Sosial Teman Sebaya (peer group) 1. Pengertian Dukungan Sosial Kehadiran orang lain dalam kehidupan pribadi sangat diperlukan, mengingat bahwa setiap individu saling membutuhkan untuk memberi dukungan. Membahas dukungan sosial, beberapa ahli mengemukakan definisi-definisi, menurut Cobb dkk bahwa dukungan sosial adalah suatu kenyamanan, perhatian, penghargaan atau bantuan yang dirasakan oleh individu dari individu lain atau kelompok.47
46
Ali Mohammad dan Asrori Mohammad. Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik.(Jakarta: PT. Bumi Aksara 2005) hal 176 47 Sarafino. Health psychology biopsychosocial interactions 4 th edn. (New York: Wiley, 2002) hal 98.
31
Sedangkan Johnson dan Johnson mendefinisikan dukungan sosial sebagai keberadaan individu lain yang dapat diandalkan untuk dimintai bantuan, dorongan dan penerimaan apabila individu mengalami kesulitan.48 Dukungan yang diberikan dari kerabat terdekat dapat menimbulkan perasaan nyaman dalam diri individu. Menurut Smet Bart bahwa dukungan sosial mengacu pada adanya kenyamanan, perhatian, penghargaan atau menolong orang menerima kondisinya, dimana dukungan tersebut menyatakan bahwa adanya penerimaan diri dari individu lain atau sekelompok individu lain terhadap individu yang membutuhkan dukungan sehingga individu tersebut merasa bahwa dirinya diperhatikan, dihargai dan ditolong. Selanjutnya Sarafino, menjelaskan bahwa dukungan sosial mengacu pada kesenangan yang dirasakan, penghargaan akan kepedulian, atau membantu orang menerima dari orang-orang atau kelompok-kelompok lain.49 Dari beberapa definisi diatas dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan dukungan sosial teman sebaya adalah adanya pemberian informasi baik secara verbal maupun non verbal, pemberian bantuan tingkah laku atau materi yang didapat dari teman sebaya yang akrab atau keberadaan mereka yang membuat individu merasa diperhatikan, bernilai, dicintai, dimintai bantuan, dorongan dan penerimaan apabila individu mengalami kesulitan.
2. Dimensi Dukungan Sosial 48
Farhati Feri dan Rosyid Haryanto, F. Karakteristik pekerjaan, dukungan social dan tingkat Burn –out pada non human services corporation. Jurnal Psikologi. No 1.1-12 (Yogyakarta: Universitas Gajah Mada, 1996) hal 4. 49 Smet, Psikologi Kesehatan. (Jakarta: Gramedia Widiasarana, 1994) hal 147
32
Dukungan sosial memiliki beberapa dimensi dalam kehidupan sehari-hari dan dalam setiap aspek kehidupan. Dukungan sosial yang diperlukan bagi seseorang menurut House¸50 dibagi atas empat dimensi, yaitu : a.
Dukungan emosional Mencangkup ungkapan empati, kepedulian dan perhatian terhadap individu yang bersangkutan (misalnya : umpan balik, penegasan).
b.
Dukungan penghargaan Terjadi lewat ungkapan hormat (penghargaan) positif untuk orang itu, dorongan maju atau persetujuan dengan gagasan atau perasaan individu dan perbandingan positif orang itu dengan orang-orang lain, seperti misalnya orang-orang yang kurang mampu atau lebih buruk keadaannya (menambah penghargaan diri)
c.
Dukungan instrumental Mencakup bantuan langsung, seperti jika orang-orang memberi pinjaman uang kepada orang itu atau menolong pekerjaan pada waktu mengalami stress.
d.
Dukungan informatif Mencakup memberi nasehat, petunjuk-petunjuk, saran-saran atau umpan balik. Jadi dalam penelitian ini akan digunakan dimensi dukungan sosial menurut House,51 yang akan dijadikan pedoman dalam membuat skala.
50 51
Smet, op.cit. 137 Smet, op.cit. 138.
33
Banyak penelitian yang sudah mengklasifikasikan jenis dukungan sosial. Dari semua klasifikasi yang ada Sarafino,
52
merangkum menjadi lima dimensi
dukungan: a.
Dukungan emosional, yaitu melibatkan ekspresi empati, pehatian dan kasih sayang terhadap orang lain dalam hal ini seseorang memberikan rasa senang, saling memiliki, adanya pengakuan dan disayang pada saat menghadapi masalah (stress) dimana individu merasa adanya kedekatan dan keterkaitan menimbulkan rasa aman.
b.
Dukungan penghargaan, yaitu terjadi melalui ekspresi individu yang menunjukkan penghargaan yang positif untuk individu lain, dorongan atau persetujuan terhadap ide-ide atau perasaan, individu dan perbandingan positif terhadap individu lain seperti individu yang lebih buruk darinya. Dukungan jenis ini diberikan untuk membangun harga diri individu, rasa memiliki kemampuan dan mempunyai nilai-nilai atau komponen pengetahuan.
c.
Dukungan nyata atau instrumental, yaitu melibatkan bantuan langsung seperti ketika individu lain memberi, meminjamkan sesuatu uang atau menolong tugas-tugasnya.
d.
Dukungan informasional, yaitu memberikan nasehat, saran, dan bimbingan tentang apa yang harus dilakukan individu.
e.
Dukungan jaringan keluarga, yaitu memberikan perasaan sebagai anggota dalam sekelompok individu dan memiliki minat serta aktivitas sosial yang sama. Komponen integrasi termasuk jenis dukungan ini dimana individu 52
Sarafino. Health psychology biopsychosocial interactions 4 th edn. (New York: Wiley, 2002) hal 98.
34
merasa menjadi bagian dari kelompok yang memiliki minat dan perhatian yang sama. Dalam hal ini individu dapat merasa bahagia, nyaman serta memiliki identitas diri.
3. Sumber Dukungan Sosial Teman Sebaya Individu sebagai makhluk sosial selalu membutuhkan individu lain. Kehadiran individu lain didalam kehidupan pribadi individu tidak bersifat dengan sesama melainkan bersama-sama. Interaksi timbal balik ini pada akhirnya akan menciptakan hubungan ketergantungan satu sama lain. Hal ini terjadi karena individu tidak mungkin memenuhi kebutuhan fisik maupun psikologisnya secara sendirian. Individu membutuhkan dukungan, terutama dari individu-individu terdekatnya. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Johnson dan Johnson yang menyatakan bahwa dukungan sosial dapat berasal dari individu-individu penting (significant others) yang dekat bagi individu yang membutuhkan bantuan.53 Selanjutnya menurut Sarafino, individu yang memiliki dukungan sosial percaya bahwa dirinya dicintai, dirawat dan merupakan jaringan sosial sebagaimana keluarga atau organisasi masyarakat yang dapat memberikan pelayanan dengan baik dan saling menjaga setiap waktu saat diperlukan.54 Mitchell menjelaskan tidak semua individu mendapatkan dukungan sosial saat individu tersebut membutuhkan, banyak faktor yang mempengaruhi untuk 53
Farhati Feri dan Rosyid Haryanto, Karakteristik pekerjaan, dukungan social dan tingkat Burn –out pada non human services corporation. Jurnal Psikologi. No 1.1-12 (Yogyakarta: Universitas Gajah Mada, 1996) hal 5. 54 W.F. Mitchell, J. Muysken and M.J. Watts (2002) 'Wage and Productivity Relationships in Australia and the Netherlands, (AIRAANZ Conference, Queenstown, New Zealand, 2002) hal 100
35
merasakan dukungan sosial, dimana hal tersebut tergantung pada komposisi dan struktur jaringan sosial yang terbentuk, menyangkut hubungan individu dengan lingkungan temasuk keluarga dan masyarakat. 55 Hubungan ini dapat berubah tergantung dari jumlah individu yang dimiliki dalam hubungan tetap, frekuensi hubungan, komposisi hubungan, serta keintiman atau kedekatan hubungan individu dengan individu lain.
D. Regulasi Diri (Self-Regulation) 1. Pengertian Regulasi Diri Regulasi diri (self-regulation) dapat diartikan sebagai pengarahan diri atau pengatur diri dalam berprilaku. Self-regulation learning dapat diartikan sebagai “mengatur atau mengarahkan diri dalam belajar” atau belajar dengan mengatur diri. Eggen dan Kauchak mengatakan bahwa regulasi diri pada pelajar adalah proses penggunaan fikiran dan tindakan oleh pelajar untuk mencapai tujuan belajar56. Belajar berdasar regulasi diri menerapkan model umum regulasi diri yang dihubungkan dengan belajar dalam konteks sekolah dan mata pelajaran tertentu. Corno dan Mandinach mengatakan bahwa belajar berdasar regulasi diri adalah usaha sengaja pelajar dalam merencanakan dan memantau kognisi dan afeksinya untuk meraih prestasi akademik yang tinggi.57 Regulasi-diri didefinisikan sebagai upaya-upaya individu atau kelompok untuk mengubah dan mengelola pikiran (thoughts), perasaan (feelings), keinginan 55
Sarafino, ibid 100 Egger, Paul dan Kauchak, Don, (1997), Educational Psychology Windows on Classroom. New Jersey : Prentice - Hall, Inc 57 Corno, L., & Mandinach, E. B. (1983). The role of cognitive engagement in classroom learning and motivation. Educational Psychologist, 18(2), 88-108. 56
36
(desires), dan tindakannya (actions) dalam mencapai tujuan hidup tertentu. Ada yang mengibaratkan regulasi-diri seperti energi otot dari tubuh manusia yang dapat habis setelah dipakai, dan dapat dipulihkan kembali melalui cara tertentu. Diantara cara tertentu itu adalah konseling. Agar anak dapat membangun kompetensi sesuai yang diharapkan di usia sekolah, maka dibutuhkan kemampuan anak dalam mengelola diri tanpa mengendalikan bantuan orang lain, yang disebut sebagai regulasi diri. Susanto, Handy menyatakan bahwa perkembangan regulasi diri sebenarnya sudah mulai berlangsung pada anak mulai masuk lingkungan sekolah, anak-anak dituntut untuk dapat mengikuti proses belajar-mengajar misalnya memusatkan perhatian.58 Regulasi diri adalah kemampuan untuk mengontrol diri sendiri, penggunaan suatu proses yang mengaktifkan pemikiran, perilaku, dan perasaan yang terus menerus dalam upaya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.59 Proses regulasi diri memiliki relevansi yang luas dengan banyak bidang, terutama bidang kesehatan dan pendidikan, yang merupakan bidang dimana pemahaman yang lebih baik menganai bagaimana orang melatih control perilaku mereka sendiri akan berdampak pada meningkatknya keberhasilan masyarakat dalam pendidikan dan kesehatan. Dengan belajar berdasar regulasi diri, secara metakognitif pelajar aktif merencanakan, mengorganisasi, mengatur diri, memantau diri, dan mengevaluasi diri pada berbagai tahap dalam proses belajar. Secara motivasional pelajar yang meregulasi diri dalam belajar menunjukkan
58
Susanto, Handy. 2006. Mengembangkan Kemampuan Self Regulation untuk Meningkatkan Keberhasilan Akademik Siswa. Jurnal Pendidikan Penabur, 07, 64 – 71. 59 Friedman, Howard. S. & Schustack, Miriam. W. 2006. Kepribadaian; Teori Klasik dan Riset Modern. Jakarta: Erlangga.
37
efikasi diri yang tinggi, atribusi diri, dan memiliki minat intrinsik terhadap belajar serta menunjukkan usaha dan persistensi yang tinggi dalam belajar. Secara behavioral, pelajar yang belajar berdasar regulasi diri akan aktif memilih, menstruktur, dan menciptakan lingkungan yang dapat mengoptimalkan belajar, mencari saran, mencari informasi, menempatkan dirinya pada situasi yang memungkinkan untuk belajar, memerintah diri sendiri, dan menghadiahi diri sendiri atas keberhasilan belajarnya (Asmadi Alsa).60 Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pelajar yang belajar berdasar regulasi diri merupakan individu yang memiliki motivasi independen dan merupakan partisipan yang aktif secara metakognisi dalam belajar.
2. Ciri-ciri Regulasi Diri Menurut Wolters, menginformasikan bahwa ciri-ciri yang menonjol dari teori kognitif sosial adalah peranannya menerangkan fungsi regulasi diri. Orang tidak bertindak hanya untuk menyenangkan orang lain atau berdasar preferensi orang lain. Kebanyakan perilaku manusia dimotivasi dan diatur oleh standar internal dan berdasar pada bagaimana hasil penilaiannya terhadap tindakan yang dilakukannya. Setelah seseorang memiliki standar personal, maka jarak atau perbedaan antara kinerja dan standar yang dimiliki, akan mengaktifkan penilaian diri, yang kemudia mempengaruhi perilaku selanjutnya.61
60
Alsa, A. Program belajar, jenis kelamin, belajar berdasarkan regulasi diridan prestasi belajar matematika pada pelajar SMUN di Yogyakarta. Desertasi S-3 Psikologi Pendidikan tidak dipublikasikan. UGM: Yogyakarta, 2005 hal 32 61
Wolters, C. A. 1998. Self-regulated Learning and College Students‟ Regulation of Motivation. Journal of Educational Psyichology, 90(2), 224-235.
38
Pelajar yang meregulasi diri umumnya dicirikan sebagai sebagai pelajar yang aktif, yang mengola pengalaman belajarnya secara efisien dengan banyak cara yang berbeda. Secara teori, pelajar yang belajar berdasar regulasi diri mempunyai banyak strategi kognitif dan metakognitif yang siap dipakai bila diperlukan untuk melaksanakan tugas-tugas belajar. Mereka juga memiliki tujuan belajar yang adaptif dan persisten dalam usahanya mencapai tujuan belajar.62 Regulasi diri merupakan suatu alat bagi siswa untuk menyalurkan keinginan mereka dalam memenuhi kebutuhan kompetensinya.63 Regulasi diri merupakan kemampuan untuk mengaur dan mengarahkan apa yang dipikirkan dan apa yang dirasakan dan untuk kemudian mengimplementasikannya dalam perilaku guna mencapai kesuksesan dalam pekerjaan, dalam hubungan dengan orang lain dan dalam kesehatan fisik maupun mental.64 Pada dasarnya setiap siswa memiliki karakteristik belajar sendiri yang berbeda dengan siswa lainnya yang akan berpengaruh pada akademik. Siswa membutuhkan hal yang berbeda untuk memenuhi tujuan yang diharapkan, maka siswa harus mampu belajar mengatur diri (self regulated learning) mereka harus mampu untuk meraih target yang diharapkan. Selain itu siswa juga harus menentukan sendiri bagaimana mendapat dukungan dari lingkungan agar sukses. Zimmerman juga mengatakan bahwa siswa yang memiliki regulasi diri dalam belajar merupakan siswa yang aktif secara metakognitif, motivasi dan perilakunya dalam proses belajar.65 Regulasi diri dalam belajar juga merupakan
62
Ibid, Wolters, 1998. Elliot Andrew, J. dan Dweck, Carol, S. Hendbook of competence and motivation. (New York: The Guilfod Prees. 2005) hal 6. 64 Waiten, Wayne dkk. Psychology Applied to modern life adjustment in the 21 st Century ninth edition. USA. Wadsworth Cengage Learning, 2009) hal 161. 65 Zimmerman, B. J. 1989. A Social Cognitive View of Self Regulated Learning, 63
39
kemampuan individu yang aktif secara metakognitif yang mempunyai dorongan untuk belajar dan berpartisipasi aktif dalam proses belajar.
Penelitian yang
dilakukan Mo Ching Mok, dkk (2008) di Cina juga menyebutkan, bahwa siswa yang memiliki regulasi diri dalam belajar yang aktif, lebih mungkin untuk mencari bantuan ketika itu memang perlu dilakukan. Siswa mendapatkan manfaat dari perilaku mencari bantuan yaitu dapat meningkatkan kemampuannya dalam menguasai pelajaran mereka.66 Berdasarkan uraian tersebut regulasi diri dicirikan sebagai sebagai pelajar yang aktif, yang mengola pengalaman belajarnya secara efisien dengan banyak cara yang berbeda. Secara teori, pelajar yang belajar berdasar regulasi diri mempunyai banyak strategi kognitif dan metakognitif yang siap dipakai bila diperlukan untuk melaksanakan tugas-tugas belajar. G. Hipotesis Berdasarkan konsep teori yang diuraikan pada bab tinjauan pustaka, maka hipotesis yang diuji dalam penelitian ini yaitu: 1. Ada hubungan antara penyesuaian diri
dengan motivasi belajar. Artinya
semakin baik penyesuaian diri maka akan semakin tinggi motivasi belajarnya. Begitupula sebaliknya, semakin buruk penyesuaian dirinya, maka semakin rendah pula motivasi belajarnya. 2. Ada hubungan positif antara dukungan sosial teman sebaya dengan motivasi belajar. Artinya semakin baik dukungan sosial teman sebaya maka akan semakin tinggi motivasi belajarnya. Begitupula sebaliknya, semakin buruk Journal of Educational Psychology, 81 (3), 1-23. 66 Mo Ching Mok, dkk. 2008. The Use of Help-Seeking by Chinese Secondary School Students: Challenging the Myth of 'the Chinese Learner'', Evaluation & Research in Education, 21(3), 188-213.
40
dukungan sosial teman sebaya, maka semakin rendah pula motivasi belajarnya. 3.
Ada hubungan positif antara self regulation dengan motivasi belajar. Artinya semakin baik regulasi diri pada diri siswa maka akan semakin tinggi motivasi belajarnya. Begitupula sebaliknya, semakin buruk regulasi diri pada siswa, maka semakin rendah pula motivasi belajarnya. Hubungan antara Penyesuaian diri dan Dukungan sosial Teman Sebaya
dengan self regulation terhadap motivasi belajar dapat dilihat pada gambar 1.
Penyesuaian Diri
Dukungan Sosial Teman Sebaya
Motivasi Belajar
Self Regulation
Keterangan:
Gambar 1. Diagram alur analisis Hubungan antara Penyesuaian diri, Dukungan Sosial Teman Sebaya Self Regulation terhadap motivasi belajar.
41
BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini akan dibahas mengenai metode yang akan digunakan dalam penelitian meliputi identifikasi variabel penelitian, definisi operasional variabel, Subjek penelitian, metode pengumpulan data, metode analisis data, dan Jadwal penelitian. Identifikasi penelitian ini menggunakan dua variabel, yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas terdiri dari tiga yaitu variable penyesuaian diri, variable dukungan social teman sebaya dan self regulation. Variabel terikat yaitu motivasi belajar. A. Identifikasi Variabel 1. Variabel Bebas (VB)
: Penyesuaian Diri (X1). : Dukungan Teman Sebaya (X2). : Self Regulation (X3)
2. Variabel Terikat (VT)
: Motivasi Belajar (Y)
B. Definisi Operasional Variabel Penelitian: Untuk membatasi ruang lingkup variabel yang diteliti, maka diberikan pengertian terhadap kelima variabel penelitian dalam definisi operasional. Definisi operasional menurut Kerlinger,67 adalah memberikan arti pada suatu variabel dengan cara menetapkan kegiatan–kegiatan atau tindakan–tindakan yang 67
Kerlinger and Lee, Behavioral Research: Research Methods in Social Sciences (Mexico: McGraw Hill Interamericana, 2002) hal 51
42
perlu untuk mengatur variabel tersebut, dengan merinci hal yang harus dikerjakan. Adapun definisi operasional dari variabel penelitian, adalah sebagai berikut: 1. Motivasi Belajar Motivasi adalah keseluruhan daya penggerak di dalam diri seseorang untuk mencapai
tujuan
belajar
yaitu
mengarahkan,
membangkitkan
dan
mempertahankan kelangsungan kegiatan belajar. Tinggi rendahnya motivasi belajar diungkap berdasarkan skor yang diperoleh melalui skala motivasi belajar. Semakin tinggi skor yang diperoleh seseorang maka semakin tinggi motivasi belajarnya. dan sebaliknya makin rendah skor total yang diperoleh menunjukkan tingkat motivasi belajar yang rendah. 2. Penyesuaian diri adalah kemampuan siswa dalam melakukan suatu reaksi terhadap perubahan yang terjadi, agar tercapai keharmonisan antara diri sendiri dan lingkungannya yang berlangsung secara terus menerus, meliputi lima karakteristik yaitu: respon terhadap realitas yang akurat, mampu mengatasi kecemasan dan stress, memiliki gambaran diri (self image) yang positif, kemampuan untuk mengekspresikan perasaan, dan hubungan interpersonal yang baik, yang diukur berdasarkan skor skala penyesuaian diri. 3. Dukungan teman sebaya merupakan pemberian bantuan dalam bentuk dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan instrumental (materi), maupun dukungan informasi dari orang lain sehingga individu merasa diperhatikan, bernilai, dihargai dan dicintai oleh lingkungannya.
43
4. Regulasi diri (self-regulation) merupakan usaha yang dilakukan seseorang untuk mengatur pikiran, perasaan dan perilakunya untuk dievaluasi sehingga terarah sesuai dengan keinginan, harapan maupun tujuan yang hendak dicapai dalam hidupnya.
C. Populasi dan Sampel Penelitian Populasi didefinisikan sebagai wilayah generalisasi yang terdiri atas subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono). 68 Sampel penelitian ini adalah seluruh siswa/siswi kelas akselerasi SMPN 1 Palu angkatan 2012-2013 sejumlah 21 orang.
D. Teknik Pengumpulan Data Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 18 Juli 2013 secara klasikal pada kelas Akselerasi SMP Negeri 1 Palu. Pengumpulan data menggunakan skala, skala psikologis yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah empat skala, yaitu skala penyesuaian diri, skala teman sebaya, skala self- regulation dan
skala
motivasi belajar. Keempat skala ini menggunakan skala model Likert dengan empat pilihan respon, yaitu SS (sangat sesuai), S (sesuai), TS (tidak sesuai), dan STS (sangat tidak sesuai). Respon dari item favourable akan memiliki bobot nilai empat untuk respon sangat sesuai, tiga untuk respon sesuai, dua untuk respon tidak sesuai, dan satu untuk respon sangat tida k sesuai. Respon dari item
68
Sugiyono. Statistika untuk Penelitian . (Bandung: CV Alfabeta. 2005) h. 55.
44
unfavourable akan memiliki bobot nilai satu untuk respon sangat sesuai, dua untuk respon sesuai, tiga untuk respon tidak sesuai dan empat untuk respon sangat tidak sesuai. 1. Skala penyesuaian diri Skala penyesuaian diri disusun berdasarkan aspek-aspek penyesuaian diri menurut Runyon dan Haber.69 yaitu : a. Persepsi terhadap realitas Individu
mengubah
persepsinya
tentang
kenyataan
hidup
dan
menginterpretasikannya, sehingga mampu menentukan tujuan yang realistik sesuai dengan kemampuannya serta mampu mengenali konsekuensi dan tindakannya agar dapat menuntun pada perilaku yang sesuai. b. Kemampuan mengatasi stres dan kecemasan Individu mampu mengatasi masalah-masalah yang timbul dalam hidup dan mampu menerima kegagalan yang dialami. c. Gambaran diri yang positif Individu mempunyai gambaran diri yang positif baik melalui penilaian pribadi maupun melalui penilaian orang lain, sehingga individu dapat merasakan kenyamanan psikologis. d. Kemampuan mengekspresikan emosi dengan baik Individu dapat mengekspresikan emosi dengan baik dan mampu melakukan kontrol emosi yang baik.
69
Runyon, R.P., Haber, A. 1984. Psychology of Adjustment .( Illinois : The Dorsey Press, 1984) hal 10-19.
45
e. Hubungan interpersonal yang baik Memiliki hubungan interpersonal yang baik berkaitan dengan hakekat individu sebagai makhluk sosial, yang sejak lahir tergantung pada orang lain. Individu yang memiliki penyesuaian diri yang baik mampu membentuk hubungan dengan cara yang berkualitas dan bermanfaat. 2.
Skala dukungan teman sebaya Aspek dukungan sosial teman sebaya yang digunakan dalam penelitian
ini
adalah
dukungan
emosional,
dukungan penghargaan,
dukungan
instrumental, dukungan informative, dan dukungan jaringan sosial. 3. Skala self- regulation Skala regulasi diri diungkap dengan menggunakan skala regulasi diri yang disusun berdasarkan aspek-aspek regulasi diri menurut Bandura dan Schunk, yaitu mengatur standard dan tujuan (setting standards and goals), observasi diri (self observation), penilaian diri (self judgment), reaksi diri (self reaction).70 4. Skala motivasi belajar Skala motivasi belajar yaitu mengarahkan, membangkitkan dan mempertahankan kelangsungan kegiatan belajar.
E. Teknik Analisis Data Data yang sudah dikumpulkan akan dianalisis dengan menggunakan metode statistik, karena metode statistik merupakan cara ilmiah untuk mengumpulkan, menyusun, menyajikan, dan menganalisis data penelitian yang
70
Ormord Jeanne Ellis, 1999. Human Learning Second edition. New Jersey.
46
berupa angka-angka serta menarik kesimpulan yang diteliti dan keputusan yang logis.71 Pada penelitian ini metode analisis data yang digunakan adalah metode statistik dengan menggunakan korelasi Person. Korelasi person atau Product Momen dipilih dalam penelitian ini karena dianggap sesuai dengan jenis data yang digunakan, yaitu untuk jenis skala yang menggunakan skala Likert.72 Nilai korelasi (r) berkisar antara 1 sampai -1, nilai semakin mendekati satu berarti hubungan antara 2 variabel semakin kuat, sebaliknya nilai mendekati 0 berarti hubungan antara 2 variabel semakin lemah.73 Sugiyono dalam Priyatno (2008) memberikan interpretasi koefisien korelasi sebagai berikut: 0,00-0,199 = korelasi rendah 0,20-0,399 = korelasi rendah 0,40-0,599 = korelasi kuat 0,80-1,000 = korelasi sangat kuat.74 Semua perhitungan analisis data ini dilakukan dengan menggunakan bantuan komputer dengan program Statistical Package for Social Science (SPSS) for Windows Release 16.0.
71
Amirul Hadi dan H. Haryono, Metode Penelitian Pendidikan (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2005) Cet. III. Hal 79. 72 Sevilla, dkk., 1993 73 Priyanto, 2008 74 ibid
47
F. Jadwal Penelitian No.
Jenis Kegiatan
1. 2. 3.
Studi Kelayakan Penerimaan Proposal Pengurusan Persyaratan Administrasi Seminar Proposal/Penilaian Proposal Penyusunan Instrumen Penelitian Pengumpulan Data Pengolahan Data Penyusunan Laporan Penelitian Pengetikan Hasil Penelitian Penggadaan dan Penyetoran Hasil Penelitian
4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
TAHUN 2013 Ket Apr Mei Jun Jul Ags Sept X X X X X X X X X X
48
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian Penelitian ini dilakukan di kelas akselerasi SMPN 1 Palu dengan jumlah subyek penelitian 21 siswa. Hasil penelitian dibagi menjadi 3 subbagian yaitu deskripsi dan kategorisasi data penelitian, uji normalitas dan uji linieritas, dan uji hipotesis. Hasil penelitian dapat diuraikan sebagai berikut. 1.
Deskripsi dan Kategorisasi Data Penelitian Berdasarkan data hipotetik variabel penyesuaian diri mempunyai 34 aitem,
dukungan teman sebaya mempunyai 30 aitem, regulasi diri mempunyai 63 aitem dan motivasi belajar mempunyai 34 aitem. Dari keempat variabel tersebut skala yang digunakan mempunyai kategori 1-4 untuk setiap aitemnya. Hasil deskripsi data penelitian dapat dilihat pada tabel 1 berikut.
Variabel
Tabel 1: Deskripsi Data (N = 21) Data Hipotetik Data Empirik Skor Skor Rerata SD Rerata Min Max Min Max
Penyesuaian 34 136 85 diri Dukungan 30 120 75 teman sebaya Regulasi diri 63 252 157,5 Motivasi 34 136 85 belajar Keterangan: Data empirik: data primer diolah 2013
SD
17
65
78
72,24
4,218
11,67
49
81
65,43
6,698
31,5
129
149
142,19
4,262
17
105
119
112,81
4,479
Menurut Azwar (2009), data penelitian yang berhasil dikumpulkan masih berupa data mentah (raw score). Agar data ini dapat dievaluasi maka perlu nilai (grading). Grading adalah proses penerjemahan skor hasil test yang telah
49
dikonversikan ke dalam klasifikasi evaluatif menurut norma atau kriteria yang relevan. Grading ini akan dilakukan pada semua variabel dalam penelitian yaitu penyesuaian diri, dukungan teman sebaya, regulasi diri dan motivasi belajar. Skala penyesuaian diri, dukungan teman sebaya, regulasi diri dan motivasi belajar dalam penelitian ini akan dikategorikan untuk mengetahui tinggi rendahnya nilai subyek. Kategorisasi pada Skala penyesuaian diri, dukungan teman sebaya, regulasi diri dan motivasi belajar ditampilkan pada tabel 2, 3, 4, dan 5. Kategorisasi skala penelitian ini dibuat menjadi tiga bagian, yaitu tinggi, sedang, dan rendah berdasarkan distribusi kurva normal dengan menggunakan rumus deviasi standar (Azwar, 2003). Hasil kategorisasi adalah sebagai berikut. Tabel 2. Kategorisasi penyesuaian diri No. 1. 2. 3.
Skor X ≥ (µ+1σ)
Kategori X ≥ 103
(µ-1σ) ≤ X < (µ+1σ) 67 ≤ X < 103 X ≤ (µ-1σ)
X ≤ 67
Frekuensi Persentase (N) (%)
Tinggi
-
-
Sedang
18
85,7
Rendah
3
14,3
Total
21
100,0
Sumber: Data empirik: data primer diolah 2013 Keterangan: X = skor subjek, µ = Rerata (mean) hipotetik, σ = Deviasi standar (SD) hipotetik Berdasarkan hasil kategori yang telah dilakukan, dapat diketahui terdapat 18 siswa (85,7%) menyatakan bahwa penyesuaian diri siswa akselerasi terhadap kehidupan sosial di SMPN 1 Palu tergolong sedang, sedangkan 3 siswa (14,3%) dalam kategori rendah. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian besar subjek merasakan bahwa penyesuaian diri siswa akselerasi terhadap kehidupan sosial di SMPN 1 Palu cenderung sedang.
50
Tabel 3. Kategorisasi dukungan teman sebaya No.
Skor X ≥ (µ+1σ)
1. 2.
Kategori X ≥ 87,67
(µ-1σ) ≤ X < (µ+1σ) 62,33 ≤ X < 87,67 X ≤ (µ-1σ)
3.
X ≤ 62,33
Frekuensi Persentase (N) (%)
Tinggi
-
-
Sedang
17
81,0
Rendah
4
19,0
Total
21
100,0
Sumber: Data empirik: data primer diolah 2013 Keterangan: X = skor subjek, µ = Rerata (mean) hipotetik, σ = Deviasi standar (SD) hipotetik Berdasarkan hasil kategori yang telah dilakukan, dapat diketahui terdapat 17 siswa (81,0%) menyatakan bahwa dukungan teman sebaya siswa akselerasi di SMPN 1 Palu tergolong sedang, sedangkan 4 siswa (19,0%) dalam kategori rendah. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian besar subjek merasakan bahwa dukungan teman sebaya di SMPN 1 Palu cenderung sedang. Tabel 4. Kategorisasi regulasi diri No.
Skor
Kategori
Frekuensi Persentase (N) (%)
1.
X ≥ (µ+1σ)
X ≥ 190
Tinggi
-
-
2.
(µ-1σ) ≤ X < (µ+1σ)
125 ≤ X < 190
Sedang
21
100,0
3.
X ≤ (µ-1σ)
X ≤ 125
Rendah
-
-
Total
21
100,0
Sumber: Data empirik: data primer diolah 2013 Keterangan: X = skor subjek, µ = Rerata (mean) hipotetik, σ = Deviasi standar (SD) hipotetik Berdasarkan hasil kategori yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa semua siswa yaitu 21 siswa (100,0%) menyatakan bahwa regulasi diri siswa akselerasi di SMPN 1 Palu tergolong sedang, sehingga kesimpulannya adalah
51
sebagian besar subjek merasakan bahwa regulasi diri siswa di SMPN 1 Palu cenderung sedang. Tabel 5. Kategorisasi motivasi belajar No.
Skor
Kategori
Frekuensi Persentase (N) (%)
1.
X ≥ (µ+1σ)
X ≥ 103
Tinggi
21
100,0
2.
(µ-1σ) ≤ X < (µ+1σ)
67 ≤ X < 103
Sedang
-
-
3.
X ≤ (µ-1σ)
X ≤ 67
Rendah
-
-
Total 21 100,0 Sumber: Data empirik: data primer diolah 2013 Keterangan: X = skor subjek, µ = Rerata (mean) hipotetik, σ = Deviasi standar (SD) hipotetik Berdasarkan hasil kategori yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa semua siswa yaitu 21 siswa (100,0%) menyatakan bahwa motivasi belajar siswa akselerasi di SMPN 1 Palu tergolong tinggi, sehingga kesimpulannya adalah sebagian besar siswa di SMPN 1 Palu mempunyai motivasi belajar cenderung tinggi.
2.
Uji Normalitas dan Uji Linieritas Sebelum melakukan uji hipotesis, sebelumnya dilakukan uji prasyarat
yang meliputi uji normalitas dan uji linieritas terhadap penyesuaian diri, dukungan teman sebaya, regulasi diri dan motivasi belajar. Uji normalitas dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui distribusi data penelitian mengikuti distribusi data yang normal atau tidak,sedangkan uji linieritas dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat mempunyai hubungan yang linier (membentuk garis lurus) atau tidak.
52
Berdasarkan statistik parametri, uji normalitas terhadap keempat variabel ada data yang tidak terdistribusi normal yaitu pada variabel regulasi diri (p < 0,05; p = 0,029), sehingga uji normalitas data selanjutnya menggunakan statistik nonparametri. Berdasarkan statistik non-parametri, hasil uji normalitas terhadap variabel penyesuaian diri mempunyai nilai Kolmogorov Smirnov (KS-Z) sebesar 0,674 (p = 0,754; p > 0,050). Variabel dukungan teman sebaya mempunyai nilai Kolmogorov Smirnov (KS-Z) sebesar 0,770 (p = 0,594; p > 0,050). Variabel regulasi diri mempunyai nilai Kolmogorov Smirnov (KS-Z) sebesar 0,914 (p = 0,373; p > 0,050). Variabel motivasi belajar mempunyai nilai Kolmogorov Smirnov (KS-Z) sebesar 0,6547 (p = 0,785; p > 0,050). Kaidah untuk uji normalitas adalah apabila nilai signifikansi dari uji Kolmogorov Smirnov (KS-Z) dengan nilai p 0,050 maka sebaran data mengikuti distribusi normal, sedangkan apabila nilai p < 0,050 maka sebaran data tidak mengikuti distribusi normal. Berdasarkan kaidah tersebut nilai signifikansi dari uji Kolmogorov Smirnov (KSZ) dari variabel penyesuaian diri, dukungan teman sebaya, regulasi diri dan motivasi belajar adalah p > 0,050, maka sebaran data mengikuti distribusi normal (hasil uji normalitas terlihat pada lampiran 2). Kaidah untuk uji linieritas adalah apabila nilai signifikansi < 0,050 maka hubungan antara variabel bebas dengan tergantung merupakan hubungan yang linier. Apabila nilai signifikansi > 0,050 maka hubungan antara variabel bebas dan tergantung bukan merupakan hubungan yang linier. Hasil penelitian (lampiran 3) menunjukkan bahwa hubungan linieritas antara variabel bebas dengan variabel tergantung menunjukkan hubungan yang tidak linier, hal ini ditunjukkan
53
dari hubungan variabel penyesuaian diri dengan motivasi belajar dengan nilai F = 1,712 dan nilai p = 0,220. Hubungan variabel dukungan teman sebaya dengan motivasi belajar dengan nilai F = 0,131 dan nilai p = 0,728. Hubungan variabel regulasi diri dengan motivasi belajar dengan nilai F = 1,493 dan nilai p = 0,247. Berdasarkan uji prasyarat normalitas dan linieritas, dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa uji hipotesis selanjutnya menggunakan uji korelasi Spearman's. Pemilihan uji korelasi Spearman's karena uji normalitas dapat menggunakan statistik non-parametrik dan uji linieritas menunjukkan hubungan yang tidak linier antara variabel bebas dengan variabel terikat. 3.
Uji Hipotesis Hasil penelitian hubungan antara penyesuaian diri, dukungan teman
sebaya, dan regulasi diri dengan motivasi belajar siswa kelas akselerasi SMPN 1 Palu menggunakan uji korelasi Spearman’s dapat dilihat pada tabel 6 berikut. Tabel 6. Hubungan antara penyesuaian diri (x1), dukungan teman sebaya (x2), dan regulasi diri (x3) dengan motivasi belajar (y) siswa kelas akselerasi SMPN 1 Palu Koefisien Korelasi Variabel korelasi Determinan Nilai P 2 (r ) R Penyesuaian diri (x1) -0,332 0,076 0,142 Dukungan teman sebaya (x2) 0,044 0,008 0,851 Regulasi diri (x3) 0,322 0,070 0,155 * p < 0,05 = signifikan secara statistic Berdasarkan analisis korelasi Spearman’s, diperoleh koefisien korelasi rx1y = -0,332, rx2y = 0,044, dan rx3y = 0,322 dengan p > 0,01. Hasil ini menunjukkan bahwa ada korelasi negatif antara penyesuaian diri dengan motivasi belajar, sehingga hipotesis diterima, sedangkan hasil penelitian menunjukkan
54
bahwa ada korelasi positif antara dukungan teman sebaya dan regulasi diri dengan motivasi belajar, sehingga hipotesis diterima. Hasil koefisien determinasi (R2) untuk penyesuaian diri = 0,076 menunjukkan bahwa sumbangan penyesuaian diri terhadap motivasi belajar siswa dalam penelitian ini sebesar = 7,6%, dengan kata lain bahwa sebesar 92,4% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak dilibatkan dalam penelitian ini. Hasil koefisien determinasi (R2) untuk dukungan teman sebaya = 0,008 menunjukkan bahwa sumbangan penyesuaian diri terhadap motivasi belajar siswa dalam penelitian ini sebesar = 0,8%, dengan kata lain bahwa sebesar 99,2% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak dilibatkan dalam penelitian ini. Hasil koefisien determinasi (R2) untuk regulasi diri = 0,070 menunjukkan bahwa sumbangan penyesuaian diri terhadap motivasi belajar siswa dalam penelitian ini sebesar = 7,0%, dengan kata lain bahwa sebesar 93,0% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak dilibatkan dalam penelitian ini.
B. Pembahasan 1.
Hipotesis pertama ada hubungan antara penyesuaian diri dengan motivasi belajar siswa kelas akselerasi SMP Negeri 1 Palu Berdasarkan hasil analisis, hipotesis pertama diperoleh korelasi negatif
yang tidak signifikan antara penyesuaian diri dengan motivasi belajar atau r xy
55
sebesar -0,332 dengan p > 0,05 (p = 0,142). Hasil ini menunjukkan bahwa semakin baik penyesuaian diri, maka semakin rendah motivasi belajar siswa kelas akselerasi SMPN 1 Palu, sebaliknya semakin buruk penyesuaian diri, maka akan semakin tinggi motivasi belajar siswa kelas akselerasi SMPN 1 Palu. Besarnya koefisien determinasi (R2) sebesar 0,076. Artinya variabel penyesuaian diri memberikan sumbangan sebesar 7,6% terhadap motivasi belajar siswa kelas akselerasi SMPN 1 Palu. Dengan demikian masih ada 92,4% faktor-faktor lain di luar variabel penyesuaian diri yang tidak dilimbatkan dalam penelitian ini memberikan sumbangan terhadap motivasi belajar. Hasil penelitian ini tidak dapat membuktikan hipotesis penelitian bahwa ada hubungan antara penyesuaian diri dengan motivasi belajar. Artinya tidak ada hubungan antara penyesuaian diri dengan motivasi belajar siswa. Menurut Hurlock (1999)75 penyesuaian diri terhadap perubahan fisik terasa sulit karena adanya kenyataan bahwa sikap individu yang kurang menguntungkan semakin diintensifkan lagi oleh perilaku sosial yang kurang menyenangkan terhadap perubahan normal yang muncul bersama pada tahun-tahun selanjutnya Lebih lanjut Hurlock menyatakan bahwa penyesuaian sebagai orangtua yang memiliki anak remaja, pola kehidupan keluarga yang semakin kompleks, munculnya perubahan perubahan jasmani dan mental merupakan masalah-masalah yang timbul pada masa dewasa madya. Terlebih lagi jika individu tersebut dihadapi pada keadaan yang mengharuskannya menjadi orangtua tunggal karena kehilangan pasangan, baik karena bercerai maupun karena kematian pasangan. 75
Ltd. 2002
Hurlock, Child Development 5 th ed. Tokyo: Mc Graw-Hill. Kogakusha
56
Perubahan fisik yang terpenting pada masa dewasa madya adalah menyesuaiakan diri terhadap perubahan dalam penampilan, perubahan dalam kemampuan indera, perubahan pada keberfungsian fisiologis, perubahan pada kesehatan, perubahan seksual. Schneiders menyatakan bahwa penyesuaian diri merupakan suatu proses yang mencakup respon mental dan tingkah laku individu, yaitu individu berusaha keras agar mampu mengatasi konflik dan frustrasi karena terhambatnya kebutuhan dalam dirinya, sehingga tercapai keselarasan dan keharmonisan antara diri sendiri dengan lingkungannya76. Penyesuaian diri siswa juga didukung oleh berbagai kegiatan ekstrakurikuler dan kegiatan asrama sebagai upaya pendampingan dan pelatihan bagi siswa. Keikutsertaan siswa dalam kegiatan ekstrakurikuler dan kegiatan asrama mendorong siswa untuk bersosialisasi dengan siswa lain, berinteraksi dengan penduduk dan lingkungan sekitar sekolah dan asrama, serta mengembangkan diri sesuai minat dan bakatnya sehingga memperlancar penyesuaian diri. Kondisi keluarga memegang peranan penting terhadap individu dalam melakukan penyesuaian diri, susunan keluarga, banyaknya anggota keluarga, peran sosial individu dalam keluarga, pola hubungan orang tua dengan anaknya dapat mempengaruhi individu dalam melakukan penyesuaian diri.77 Novikarisma Wijaya menemukan bahwa ada hubungan positif dan signifikan antara keyakinan diri akademik dengan penyesuaian diri siswa tahun pertama sekolah asrama SMA Pangudi Luhur van Lith Muntilan. Semakin tinggi keyakinan diri akademik, maka semakin baik penyesuaian diri siswa, dan sebaliknya, semakin
76
Schneiders, A.A.1964. Personal Adjustment and Mental Health. New York : Holt, Reinhart & Winston Inc. 77 Opcit Schneiders, h. 145
57
rendah keyakinan diri akademik, maka semakin buruk penyesuaian diri siswa.78
Setiap lingkungan yang dimasuki siswa mempunyai aturan dan tuntutan tertentu, tuntutan lingkungan dan tuntutan dalam diri manusia berbeda sehingga dapat menimbulkan masalah jika tidak melakukan usaha untuk menyelaraskannya. Sekolah sebagai lingkungan pendidikan yang dipahami sebagai lingkungan kedua setelah lingkungan keluarga memberikan perhatian khusus untuk meningkatkan kegiatan pembelajaran pada siswa dan juga melatih siswa untuk dapat menyesuaikan diri dalam lingkungan yang baru. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri merupakan kemampuan siswa kelas akselerasi SMP Negeri 1 Palu untuk memberi respon pada setiap keadaan yang dihadapi. Kondisi fisik, mental, dan emosional siswa dipengaruhi oleh kemampuan siswa dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Apabila siswa dapat menyesuaikan diri dengan baik sesuai tahap perkembangan dan usianya maka siswa cendrung lebih mudah bergaul dan lebih terbuka dalam menghadapi orang lain serta lebih mudah menerima kelemahankelemahan orang lain. 2. Hipotesi kedua ada hubungan antara dukungan sosial teman sebaya
dengan motivasi belajar siswa kelas akselerasi SMP Negeri 1 Palu Berdasarkan hasil analisis, hipotesis kedua diperoleh korelasi positif yang tidak signifikan antara dukungan teman sebaya dengan motivasi belajar atau rxy sebesar 0,044 dengan p > 0,05 (p = 0,851). Hasil ini menunjukkan bahwa semakin 78
Novikarisma Wijaya. Hubungan antara keyakinan diri akademik dengan penyesuaian diri siswa tahun pertama sekolah Asrama SMA Pangudi luhur Van Lith Muntilan. Skripsi Program studi Psikologi Fakultas kedoteran Universitas Diponegoro Semarang, 2007 hal. 89.
58
baik dukungan teman sebaya, maka semakin tinggi motivasi belajar siswa kelas akselerasi SMPN 1 Palu, sebaliknya semakin buruk dukungan teman sebaya, maka akan semakin rendah motivasi belajar siswa kelas akselerasi SMPN 1 Palu. Besarnya koefisien determinasi (R2) sebesar 0,008. Artinya variabel dukungan teman sebaya memberikan sumbangan sebesar 0,8% terhadap motivasi belajar siswa kelas akselerasi SMPN 1 Palu. Dengan demikian masih ada 99,2% faktorfaktor lain di luar variabel dukungan teman sebaya yang tidak dilimbatkan dalam penelitian ini memberikan sumbangan terhadap motivasi belajar. Hasil penelitian ini dapat membuktikan hipotesis penelitian bahwa ada hubungan positif antara dukungan teman sebaya dengan motivasi belajar. Hasil ini menemukan semakin baik dukungan teman sebaya, maka semakin tinggi motivasi belajar siswa siswa kelas akselerasi SMPN 1 Palu, sebaliknya semakin buruk dukungan teman sebaya, maka akan semakin rendah motivasi belajar siswa siswa kelas akselerasi SMPN 1 Palu. Dukungan teman sebaya memotivasi belajar siswa untuk bertanggunjawab dan ikut mematuhi peraturan yang telah mereka buat dalam proses belajar. Bantuan dari teman sebaya meningkatkan persahabatan, kehangantan berteman, saling membantu dan menerima. Lingkungan bersama teman sebaya juga lebih banyak daripada dengan keluarga.
Dukungan
teman
sebaya
memotivasi
belajar
siswa
untuk
bertanggunjawab dan ikut mematuhi peraturan yang telah mereka buat dalam belajar.
59
Menurut Santrock teman sebaya (peers) adalah anak-anak atau remaja dengan tingkat usia atau tingkat kedewasaan yang sama.79 Dukungan teman sebaya dapat menjadi positif dan negatif. Salah satu fungsi dari teman sebaya adalah untuk menyediakan berbagai informasi mengenai dunia luar keluarga. Siswa biasanya mempertahankan pertemanan dengan teman-teman yang mempunyai kesamaan motivasi belajar (Springer).80 Hasil yang diperoleh dari penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Fauziah dan Nono Hery menunjukkan dukungan sosial diperlukan untuk menghilangkan stigma negatif pada siswa akselerasi seperti stigma sombong, eksklusif, dan lain-lain. Bila dukungan sosial telah diperoleh, siswa akselerasi akan merasa nyaman dalam menyesuaikan diri dengan temanteman sebayanya di luar kelas akselerasi.81 Hal yang sama ditemukan oleh Ainil Huda bahwa Peranan teman sebaya dan disiplin belajar dapat mempengaruhi motivasi belajar siswa secara signifikan (Sig= 0,000), serta terdapat pengaruh yang signifikan antara peranan teman sebaya, disiplin belajar, dan motivasi belajar siswa terhadap hasil belajar mata pelajaran ekonomi.82 Proses hubungan sosial kelompok teman sebaya merupakan urutan terpenting dalam proses sosialisasi siswa karena dalam kelompok (peer group) siswa merasakan adanya kesamaan antara siswa satu dengan siswa lain. 79
Santrock, J. W. 2003. Adolescence Perkembangan Remaja Edisi Keenam. Jakarta:
Erlangga. 80
Springer, A.K.. What Motivates Adolesences, especially Eighth Grader to Learn? EDCI 6304 Learning and Cognition School of Education. (Universty of Texas at rownville, 2008) 81 Fauziah, N., & Nono. H. Y. Dinamika kecerdasan emosi pada siswa akselerasi di SDN Kendangsari 1 Surabaya (Gifted Review: Jurnal Keberbakatan & Kreativitas. 2008) hal. 27-28 82 Ainil Huda Pengaruh Peranan Teman Sebaya, Disiplin Belajar Dan Motivasi Belajar Terhadap Hasil Belajar Ekonomi Siswa Kelas X Di SMA Negeri 1 Lembah Melintang Kabupaten Pasaman Barat, 2007 hal. 10.
60
Robinson dalam Papalia mengemukakan bahwa keterlibatan remaja dengan teman sebayanya, selain menjadi sumber dukungan emosional yang penting sepanjang transisi masa remaja, namun sekaligus dapat menjadi sumber tekanan bagi remaja. 83 Menurut Coopersmith menyatakan bahwa ciri-ciri orang dengan harga diri tinggi menunjukkan perilaku-perilaku seperti mandiri, aktif, berani mengemukakan pendapat, dan percaya diri.84 Sedangkan Santrock menyatakan seseorang dengan harga diri yang rendah menunjukkan perilaku seperti kurang percaya diri, cemas, pasif, serta menarik diri dari lingkungan.85 Teman sebaya merupakan sumber penting dukungan sosial yang berpengaruh terhadap rasa percaya diri remaja. Dukungan emosional dan persetujuan sosial dalam bentuk konfirmasi dari orang lain merupakan pengaruh yang penting bagi rasa percaya diri remaja. Sarason, Levine, Basham & Sarason bahwa individu dengan dukungan sosial tinggi memiliki pengalaman hidup
yang lebih baik, harga diri yang lebih tinggi, serta pandangan hidup yang lebih positif dibandingkan dengan individu yang memiliki dukungan sosial yang lebih rendah. 86 Siswa yang diterima oleh teman sebayanya dan punya keahlian sosial yang baik sering kali lebih bagus prestasinya di sekolah dan punya motivasi akademik yang positif (Asher & Cole; Wentzel; dalam Santrock.
87
Mereka memilki harga diri yang
lebih tinggi daripada siswa yang merasa ditolak oleh teman-temannya. Menurut
Coopersmith seseorang dengan harga diri yang tinggi menunujukkan perilaku seperti 83
Papalia, D.E., Olds, S.W., & Feldman, R.D. 2008. Human Development (Psikologi Perkembangan). Jakarta: (Kencana Prenada Media Group, 2008) hal. 617 84 Coopersmith, S. The Antecedents of Self Esteem. (San Francisco, California: W.H. Freemen and Co. 1967) hal. 71 85 Santrock, J.W. Adolescence. Terjemahan: Adelar, S.B., Saragih, S. Jakarta: Erlangga, 2003) hal. 339. 86 Sarason, I.G., Levine, H.M., Basham, R.B., & Sarason, B.R. 1983. Assesing Social Support: The Social Support Questionnaire. (Journal of Personality and Social Psychology, 1983) hal. 137. 87 Santrock, J.W. 2007. Psikologi Pendidikan. Terjemahan: Wibowo, T. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007 hal. 533
61
mandiri, aktif, berani, percaya diri, dan memilki keyakinan diri yang tinggi bahwa dirinya mampu mengendalikan situasi dan memberikan hasil yang positif. 88 bahwa
peran teman sebaya berhubungan dengan motivasi belajar. Teman sebaya bisa menurunkan, menaikkan, atau mempengaruhi motivasi belajar siswa. Tergantung pada orientasi dan motivasi belajar dari teman-teman sebaya yang bernteraksi dalam keseharinnya. Berdasarkan hasil penelitian dan teori-teori dalam uraian tersebut bahwa teman sebaya merupakan sumber penting dukungan sosial yang berpengaruh terhadap rasa percaya diri remaja. Dukungan emosional dan persetujuan sosial dalam bentuk konfirmasi dari orang lain merupakan pengaruh yang penting bagi rasa percaya diri remaja. Bila dukungan sosial telah diperoleh, siswa akselerasi akan merasa
nyaman dalam menyesuaikan diri dengan teman-teman sebayanya di luar kelas akselerasi.
3. Hipotesis ketiga ada hubungan antara self rugulation dengan motivasi belajar siswa kelas akselerasi SMP Negeri 1 Palu Berdasarkan hasil analisis, hipotesis ketiga diperoleh korelasi positif yang signifikan antara regulasi diri dengan motivasi belajar atau rxy sebesar 0,322 dengan p > 0,05 (p = 0,155). Hasil ini menunjukkan bahwa semakin baik regulasi diri, maka semakin tinggi motivasi belajar siswa siswa kelas akselerasi SMPN 1 88
Coopersmith. The Antecedents of Self Esteem. (San Francisco, California: W.H. Freemen and Co. 1967) Hal. 71
62
Palu, sebaliknya semakin buruk regulasi diri, maka akan semakin rendah motivasi belajar siswa siswa kelas akselerasi SMPN 1 Palu. Besarnya koefisien determinasi (R2) sebesar 0,070. Artinya variabel regulasi diri memberikan sumbangan sebesar 7,0% terhadap motivasi belajar siswa kelas akselerasi SMPN 1 Palu. Dengan demikian masih ada 93,0% faktor-faktor lain di luar variabel regulasi diri yang tidak dilimbatkan dalam penelitian ini memberikan sumbangan terhadap motivasi belajar. Hasil penelitian ini dapat membuktikan hipotesis penelitian bahwa ada hubungan positif antara regulasi diri dengan motivasi belajar. Artinya semakin baik regulasi diri, maka semakin tinggi motivasi belajar siswa siswa kelas akselerasi SMPN 1 Palu, sebaliknya semakin buruk regulasi diri, maka akan semakin rendah motivasi belajar siswa siswa kelas akselerasi SMPN 1 Palu. Hasil Penelitian ini mendukung hasil penelitian Cobb bahwa siswa yang memiliki motivasi dan minat tinggi pada materi pelajaran menggunakan lebih banyak strategi self-regulated learning.89 Kaitan dengan uraian tersebut Filho menyatakan bahwa self-regulated learning sebagai suatu keadaan dimana individu yang belajar sebagai pengendali aktivitas belajarnya sendiri, memonitor motivasi dan tujuan akademik, mengelola sumber daya manusia dan benda, serta menjadi perilaku dalam proses pengambilan keputusan dan pelaksana dalam proses belajar.90 Lebih lanjut Zimmerman mengatakan self-regulated learning sebagai kemampuan pebelajar untuk berpartisipasi aktif dalam proses belajarnya, baik secara metakognitif, secara motivasional dan secara behavioral. Secara 89
Opcit Cobb 2003 Filho, M.K.C. (2001). A review on theories of self-regulation of learning. Bull. Grad. Shool Educ. Hiroshima Univ, Part III, 50, 437-445. 90
63
metakognitif, individu yang meregulasi diri merencanakan, mengorganisasi, mengintruksi diri, memonitor dan mengevaluasi dirinya dalam proses belajar. Secara motivasional, individu yang belajar merasa bahwa dirinya kompeten, memiliki keyakinam diri (self-efficacy) dan memiliki kemandirian. Sedangkan secara behavioral, individu yang belajar menyeleksi, menyusun, dan menata lingkungan agar lebih optimal dalam belajar.91 Individu yang belajar berdasarkan regulasi diri selain harus melalui fasefase belajar di atas, juga harus mampu mengaplikasikan berbagai strategi regulasi dalam belajar. Menurut Pintrich dalam Wolters, et.al, strategi pengaturan diri dalam belajar secara umum meliputi tiga macam strategi, yaitu strategi regulasi kognitif, strategi regulasi motivasional, dan strategi regulasi behavioral akademik.92 Strategi regulasi kognitif, merupakan strategi yang berhubungan dengan pemrosesan informasi yang berkaitan dengan berbagai jenis kegiatan kognitif dan metakognitif yang digunakan individu untuk menyesuaikan dan merubah kognisinya, mulai dari strategi memori yang paling sederhana, hingga strategi yang lebih rumit. Strategi regulasi motivasional menurut Wolters dan Rosenthal dalam Wolters, et.al. strategi regulasi motivasional meliputi tujuh strategi yaitu (1) konsekuensi diri, (2) kelola lingkungan (environmental structuring), (3) orientasi penguasaan, (4) meningkatkan motivasi ekstrinsik (extrinsic self-talk), (5) orientasi kemampuan (relative ability self-talk), (6) motivasi intrinsik, dan (7) 91
Zimmerman,B.J. (2004). A social cognitive view of self-regulated academic learning. Journal of Educational Psychology,4, (2), 22-63 92 Wolters, C.A, Pintrich,P.R.,& Karabenick,S.A. Assesing Academic Selfregulated Learning. (Prepared for the Conference on Indicators of Positive, 2003) hal 92 Development:ChildTrends.
64
relevansi pribadi ( relevance enhancement ).93 Strategi regulasi behavioral, merupakan aspek regulasi diri yang melibatkan usaha individu untuk mengontrol tindakan dan perilakunya sendiri Strategi regulasi behavioral yang dapat dilakukan oleh individu dalam belajar meliputi; mengaturi usaha (effort regulation), mengatur waktu dan lingkungan belajar (regulating time and study environmet) serta mencari bantuan (help-seeking).94 Regulasi yang baik cenderung akan membuat siswa lebih percaya diri dan terdorong untuk mencapai prestasi yang maksimal, sehingga berusaha untuk melakukan tindakan-tindakan yang mengarah pada pencapaian tujuan yang diinginkannya. Walaupun mengalami kegagalan, siswa dengan regulasi diri yang baik
mampu
mengevaluasi
kesalahan-kesalahannya
dan
kemudian
memperbaikinya dengan usaha-usaha yang lebih baik lagi. Penelitian yang dilakukan Mo Ching Mok, dkk (2008) di Cina juga menyebutkan, bahwa siswa yang memiliki regulasi diri dalam belajar yang aktif, lebih mungkin untuk mencari bantuan ketika itu memang perlu dilakukan. Siswa mendapatkan manfaat dari perilaku mencari bantuan yaitu dapat meningkatkan kemampuannya dalam menguasai pelajaran mereka Menurut Stone, Schunk & Swartz dalam Cobb self-regulated learning, dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yaitu keyakinan diri (self-efficacy), motivasi dan tujuan. Motivasi merupakan sesuatu yang menggerakkan individu pada tujuan, dengan harapan akan mendapatkan hasil dari tindakannya itu dan adanya
93 94
Opcit Wolters, C.A, Pintrich,P.R.,& Karabenick,S.A. (2003) hal123
Pintrich, P.R.(2004). A conceptual framework for assesing motivation and selfregulated learn in college students. Educational Psychology Review,16, 4386-407.
65
keyakinan diri untuk melakukannya. Selain itu, sikap subyek yang suka menyendiri dan kurang bisa berteman juga menjadi penghambat berkembangnya kemampuan subyek dalam meregulasi diri. Oleh karena prestasi akademik, menurut perspektif kognitif sosial dipandang sebagai hubungan yang kompleks antara kemampuan individu, persepsi diri, penilaian terhadap tugas, harapan akan kesuksesan, strategi kognitif dan regulasi diri, gender, gaya pengasuhan, status sosioekonomi, kinerja dan sikap individu terhadap sekolah. 95 Dapat disimpulkan bahwa regulasi diri merupakan merupakan kegiatan individu yang belajar secara aktif sebagai pengatur proses belajarnya sendiri, mulai dari merencanakan, memantau, mengontrol dan mengevaluasi dirinya secara sistematis untuk mencapai tujuan dalam belajar, dengan menggunakan berbagai strategi baik kognitif, motivasional maupun behavioral.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Dari hasil hasil penelitian dan pembahasan di atas dapat ditarik suatu kesimpulan penelitian sebagai berikut. 1.
Ada hubungan negatif antara penyesuaian diri dengan motivasi belajar pada siswa kelas akselerasi SMP Negeri 1 Palu. Artinya semakin baik penyesuaian
95
Clemons, T.L. (2008). Underachieving gifted students: A social cognitive model. The National Research Centre on The Gifted and talented. Universutay of Virginia.
66
diri maka akan semakin rendah motivasi belajarnya. Begitupula sebaliknya, semakin buruk penyesuaian dirinya, maka semakin tinggi pula motivasi belajarnya. Sumbangan penyesuaian diri terhadap motivasi belajar sebesar 7,6%, sedangkan 92,4% dipengaruhi faktor lain. 2.
Ada hubungan positif antara dukungan sosial teman sebaya dengan motivasi belajar pada siswa kelas akselerasi SMP Negeri 1 Palu. Artinya semakin baik dukungan sosial teman sebaya maka akan semakin tinggi motivasi belajarnya. Begitupula sebaliknya, semakin buruk dukungan sosial teman sebaya, maka semakin rendah pula motivasi belajarnya. Sumbangan dukungan sosial teman sebaya terhadap motivasi belajar sebesar 0,8%, sedangkan 99,2% dipengaruhi faktor lain.
3.
Ada hubungan positif antara self regulation dengan motivasi belajar pada siswa kelas akselerasi SMP Negeri 1 Palu. Artinya semakin baik regulasi diri siswa, maka semakin tinggi motivasi belajarnya. Begitupula sebaliknya, semakin buruk regulasi diri pada siswa, maka semakin rendah pula motivasi belajarnya. Sumbangan self regulation terhadap motivasi belajar sebesar 7,0%, sedangkan 93,0% dipengaruhi faktor lain.
B. Saran 1. Bagi Sekolah Sekolah
merupakan
sarana
pembelajaran
utama
bagi
para
siswa,
hendaknya sekolah memberikan fasilitas yang memadai pada setiap kegiatan
pembelajaran.
Sehingga
siswa
merasa
nyaman
pada
saat
pembelajaran berlangsung. 2. Bagi siswa Dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan Sekolah sehingga termotivasi dalam belajar untuk mencapai prestasi yang diharapkan.
67
3. Bagi keluarga siswa Dapat
menciptakan
lingkungan
keluarga
yang
baik sehingga
dapat
mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi selama menempuh pendidikan di sekolah terutama dalam menumbuhkan motivasi belajar. 4. Kepada peneliti selanjutnya Menggunakan salah satu mata kuliah tertentu dan meneliti pada subyek yang lebih banyak.
68
DAFTAR PUSTAKA Abdullah Idi. Sosiologi Pendidikan: Individu, Masyarakat dan Pendidikan. Australia: Rajawali Pers, 2011. Alsa, A. Program belajar, jenis kelamin, belajar berdasarkan regulasi diridan prestasi belajar matematika pada pelajar SMUN di Yogyakarta. Desertasi S-3 Psikologi Pendidikan tidak dipublikasikan. UGM: Yogyakarta, 2005. Amalia Putri Pratiwi, Hubungan antara kecerdasan akademis dengan Selfregulated Learning pada siswa rintisan sekolah bertaraf internasional di SMA Negeri 3 Surakarta Skripsi Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro Semarang. 2009. Amirul Hadi dan H. Haryono, Metode Penelitian Pendidikan (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2005) Cet. III. Ainil Huda Pengaruh Peranan Teman Sebaya, Disiplin Belajar Dan Motivasi Belajar Terhadap Hasil Belajar Ekonomi Siswa Kelas X Di SMA Negeri 1 Lembah Melintang Kabupaten Pasaman Barat, 2007. Asri Budi ningsih. Belajar dan pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta, 2002. Buhrmester, D. Need fulfillment, interpersonal competence, and the developmental context of early adolescent friendship. In W. M. Bukowski. A. F. Newcomb & W. W. Hartup (Eds). The company they keep friendship in childhood and adolescent New York. Cambridge University Press, 1990. Clemons, T.L. Underachieving gifted students: A social cognitive model. The National Research Centre on The Gifted and talented. Universutay of Virginia, 2008. Cobb, R.J. The relationship between self-regulated learning behaviors and academic performance in web-based course. Disertation, Virginia: Blacksburg, 2003. Coopersmith, S. The Antecedents of Self Esteem. San Francisco, California: W.H. Freemen and Co, 1967. Corno, L., & Mandinach, E. B. The role of cognitive engagement in classroom learning and motivation. Educational Psychologist, 1983. 18 (2), 88-108. Dalyono, M. Psikologi Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta, 2010. Dian Mustika Sari, Kepercayaan diri remaja putri overweight ditinjau dari dukungan social. Skripsi. PPS Universitas Katolik Soegijapranata. Semarang, 2006. Elliot Andrew, J. dan Dweck, Carol, S. Hendbook of competence and motivation. New York: The Guilfod Prees, 2005. Egger, Paul dan Kauchak, Don, Educational Psychology Windows on Classroom. New Jersey : Prentice - Hall, Inc, 1997. Fatimah Saguni. Pengaruh Metode Pembelajaran terhadap Matakuliah Perencanaan Pembelajaran pada Mahasiswa UIN Makassar. Disertasi 2012
69
Farhati Feri dan Rosyid Haryanto, Karakteristik pekerjaan, dukungan social dan tingkat Burn –out pada non human services corporation. Jurnal Psikologi. No 1.1-12 Yogyakarta: Universitas Gajah Mada, 1996. Fatimah Enung, Psychological Development (Development Abuse Drugs BerbasisSekolah. Jakarta: Balai Book, 2006. Fauziah, N. & Nono, H. Y. Dinamika kecerdasan emosi pada siswa akselerasi di SDN Kendangsari 2 Surabaya. Gifted Review: Jurnal Keberbakatan & Kreativitas, 2008. 2, 20-30 Filho, M.K.C. A review on theories of self-regulation of learning. Bull. Grad. Shool Educ. Hiroshima Univ, Part III, 2001 50, 437-445. Friedman, Howard. S. & Schustack, Miriam. W. Kepribadaian; Teori Klasik dan Riset Modern. Jakarta: Erlangga, 2006. Gerungan, WA, Social Psychology. Bandung: PT Refika Aditama, 2004. Hamm, J. V. Do birds of a feather flock together? The variable bases for African American, Asian American, and European American adolescent selection of similar friends. Developmental psychology, 2000 36 (2), 209-219 http://www.psychologymania.com/2012/04/regulasi-diri-self-regulation.html http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17468/3/Chapter%20II.pdf diakses tanggal 15 Agustus 2013 hal 14. http://eprints.uny.ac.id/7711/3/BAB%202%20-%2005602241021.pdf tanggal 10 Juli 2013
diakses
http://naratekpend.wordpress.com/2012/07/03/penyesuaian-diri-remaja/ tanggal 10 Juli 2013
diakses
Hurlock, Child Development 5 th ed. Tokyo: Mc Graw-Hill. Kogakusha Ltd. 2002 Kerlinger, F. and Lee, H. Behavioral Research: Research methods in social sciences. Mexico: McGraw Hill Interamericana, 2002. Mary Bambacas, Margaret Patrickson, "Interpersonal communication skills that enhance organisational commitment", Journal of Communication Management, 2008. Vol. 12 Iss: 1, pp.51 – 72. Muhibbin Syah. Psikologi Belajar. Jakarta:Rineka Cipta, 2009. Mohammad Ali danMohammad Asrori, Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2005. Mo Ching Mok, dkk. The Use of Help-Seeking by Chinese Secondary School Students: Challenging the Myth of 'the Chinese Learner'', Evaluation & Research in Education, 2008 21(3), 188-213. Ngalim M. Purwanto Psikologi Pendidikan. Bandung PT Remaja Rosdakaya, 2004. Novikarisma Wijaya. Hubungan antara keyakinan diri akademik dengan penyesuaian diri siswa tahun pertama sekolah Asrama SMA Pangudi luhur
70
Van Lith Muntilan. Skripsi Program studi Psikologi Fakultas kedoteran Universitas Diponegoro Semarang, 2007. Ormord Jeanne Ellis. Human Learning Second edition. New Jersey, 1999. Papalia, D.E., Olds, S.W., & Feldman, R.D. Human Development (Psikologi Perkembangan). Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008. Petri, L.H. Motivation theory and research. California: Woodworth Publishing Company, 1981. Pintrich, P.R. A conceptual framework for assesing motivation and selfregulated learn in college students. Educational Psychology Review, 2004. 16, 4386407. Pyryt, M.C. Acceleration: Strategies and benefits. Paper presented at the 9th annual SAGE conference, November 6-7, Calgary.Alberta, 1999. Rubin, K.H., Bukowski, W., & Parker, J. Peer interactions, relationships, and groups. In N. Eisenberg (Ed), Handbook of Child Psychology (6th edition): Social, emotional, and personality development. (pp. 571-645) New York: Wiley, 2006. Runyon, R.P., Haber, A. Psychology of Adjustment . Illinois : The Dorsey Press, 1984. Sarafino, Health psychology biopsychosocial interactions (4 th edn.) New York: Wiley. 2002. Sardiman, A.M. Interaksi dan motivasi belajar mengajar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007. Santrock, J.W. Adolescence. Terjemahan: Adelar, S.B., Saragih, S. Jakarta: Erlangga, 2003. Sarason, I.G., Levine, H.M., Basham, R.B., & Sarason, B.R. Assesing Social Support: The Social Support Questionnaire. Journal of Personality and Social Psychology. 1983. 44 (1), 127-139. Siswanto. Kesehatan Mental Konsep Cakupan Dan Perkembangannya. Yogyakarta: CV. Andi offset, 2007. Smet, B. Psikologi Kesehatan. Jakarta: Gramedia Widiasarana, 1994. Suryabrata, Sumadi, Psikologi Pendidikan. (Ed.5) Yogyakarta: PT>Raja Grapindo Persada, 2006. Susanto, Handy. Mengembangkan Kemampuan Self Regulation untuk Meningkatkan Keberhasilan Akademik Siswa. Jurnal Pendidikan Penabur, 2006. 07, 64 – 71. Sugiyono. Statistika untuk Penelitian. (Bandung: CV Alfabeta. 2005). Schneiders, A.A. Personal Adjustment and Mental Health. New York : Holt, Reinhart & Winston Inc, 1964. Springer, A.K.. What Motivates Adolesences, especially Eighth Grader to Learn? EDCI 6304 Learning and Cognition School of Education. Universty of Texas at rownville, 2008.
71
Undag-undang RI, Nomor 20 Tahun 2003, “Sistem Pendidikan Nasional”. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005. Waiten, Wayne dkk. Psychology Applied to modern life adjustment in the 21 st Century ninth edition. USA. Wadsworth Cengage Learning, 2009. Wolters, C.A, Pintrich,P.R.,& Karabenick,S.A. Assesing Academic Selfregulated Learning. Prepared for the Conference on Indicators of Positive Development:ChildTrends, 2003. W.F. Mitchell, J. Muysken and M.J. Watts 'Wage and Productivity Relationships in Australia and the Netherlands, AIRAANZ Conference, Queenstown, New Zealand, 2002. Zahra Agmarina meneliti hubungan dukungan sosial teman sebaya reguler dengan penyesuaian sosial pada siswa kelas 6 akselerasi SD Bina insani Bogor Skripsi Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro 2010 Zimmerman,B.J. A social cognitive view of self-regulated academic learning. Journal of Educational Psychology, 2004. 4, (2), 22-63.
Lampiran 1 HASIL OLAH DATA
72
Descriptives
Descriptive Statistics N
Minimum
Maximum
Mean
Std. Deviation
Motivasi Belajar
21
105
119
112.81
4.479
Penyesuaian Diri
21
65
78
72.24
4.218
Dukungan Teman Sebaya
21
49
81
65.43
6.698
Regulasi Diri
21
129
149
142.19
4.262
Valid N (listwise)
21
Frequencies MOTIVASI BELAJAR
Frequency Percent Valid tinggi
21
Valid Percent
100.0
100.0
Cumulative Percent 100.0
PENYESUAIAN DIRI
Frequency Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Valid sedang
18
85.7
85.7
85.7
rendah
3
14.3
14.3
100.0
21
100.0
100.0
Total
DUKUNGAN TEMAN SEBAYA
73
Frequency Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Valid sedang
17
81.0
81.0
81.0
rendah
4
19.0
19.0
100.0
21
100.0
100.0
Total
REGULASI DIRI
Frequency Percent Valid sedang
Lampiran 2.
21
100.0
Valid Percent 100.0
Cumulative Percent 100.0
74
UJI NORMALITAS Tests of Normality a
Kolmogorov-Smirnov Statistic
df
Shapiro-Wilk
Sig.
Statistic
df
Sig.
Motivasi Belajar
.143
21
.200
*
.926
21
.117
Penyesuaian Diri
.147
21
.200
*
.916
21
.073
Dukungan Teman Sebaya
.168
21
.125
.948
21
.310
Regulasi Diri
.200
21
.029
.880
21
.015
a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance.
Hasil uji normalitas data pada tabel di atas menunjukkan bahwa ada data variabel yang tidak terdistribusi normal yaitu variabel regulasi diri (p < 0,05; p = 0,029), sehingga uji normalitas dilanjutkan menggunakan statistik nonparameteri. Hasil uji non-parametrik dapat dilihat pada tabel sebagai berikut.
NPar Tests
75
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Motivas i Penyesuai Belajar an Diri N
Dukungan Teman Sebaya
Regulasi Diri
21
21
21
21
112.81
72.24
65.43
142.19
Std. Deviation
4.479
4.218
6.698
4.262
Absolute
.143
.147
.168
.200
Positive
.116
.139
.154
.137
Negative
-.143
-.147
-.168
-.200
Kolmogorov-Smirnov Z
.654
.674
.770
.914
Asymp. Sig. (2-tailed)
.785
.754
.594
.373
Normal Parametersa
Most Extreme Differences
Mean
a. Test distribution is Normal.
Berdasarkan statistik non-parametrik, hasil uji normalitas data pada tabel di atas terlihat bahwa variabel motivasi belajar, penyesuaian diri, dukungan teman sebaya dan regulari diri terdistribusi normal (p > 0,05).
Lampiran 3. UJI LINIERITAS
76
Motivasi Belajar * Penyesuaian Diri
ANOVA Table Sum of Squares Motivasi Belajar * Penyesuaian Diri
Between Groups
(Combined)
Mean Square
df
F
Sig.
223.488
10 22.349
1.257
.362
Linearity
30.426
1 30.426
1.712
.220
Deviation from Linearity
193.062
9 21.451
1.207
.385
Within Groups
177.750
10 17.775
Total
401.238
20
Measures of Association
Motivasi Belajar * Penyesuaian Diri
R
R Squared
Eta
Eta Squared
-.275
.076
.746
.557
Motivasi Belajar * Dukungan Teman Sebaya
77
ANOVA Table Sum of Squares Motivasi Belajar * Dukungan Teman Sebaya
Between Groups
(Combined)
Mean Square
df
235.238
Sig.
.763
.681
3.097
.131
.728
232.141
12 19.345
.816
.639
Within Groups
166.000
7 23.714
Total
401.238
Linearity
3.097
Deviation from Linearity
13 18.095
F
1
20
Measures of Association R Motivasi Belajar * Dukungan Teman Sebaya
R Squared .088
.008
Motivasi Belajar * Regulasi Diri ANOVA Table
Eta .766
Eta Squared .586
78
Sum of Squares Motivasi Belajar * Regulasi Diri
Between Groups
(Combined)
Mean Square
df
F
Sig.
195.310
9 21.701
1.159
.402
27.951
1 27.951
1.493
.247
167.358
8 20.920
1.117
.421
Within Groups
205.929
11 18.721
Total
401.238
20
Linearity Deviation from Linearity
Measures of Association R Motivasi Belajar * Regulasi Diri
R Squared .264
.070
Eta .698
Eta Squared .487
79
Lampiran 4. UJI HIPOTESIS
Correlations
Motivasi Penyesuaian Belajar Diri Spearman's rho
Motivasi Belajar Correlation Coefficient
-.332
.044
.322
.
.142
.851
.155
21
21
21
21
-.332
1.000
.075
.068
.142
.
.747
.768
21
21
21
21
Correlation Coefficient
.044
.075
1.000
.186
Sig. (2-tailed)
.851
.747
.
.420
21
21
21
21
Correlation Coefficient
.322
.068
.186
1.000
Sig. (2-tailed)
.155
.768
.420
.
21
21
21
21
N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Dukungan Teman Sebaya
N Regulasi Diri
Regulasi Diri
1.000
Sig. (2-tailed)
Penyesuaian Diri
Dukungan Teman Sebaya
N