HUBUNGAN INTERAKSI SUAMI ISTRI DENGAN KUALITAS PERKAWINAN PADA KELUARGA POLIGAMI (Analisis Kasus di Kota Bekasi)
SALSABILA KHOTIBATUNNISA
DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Hubungan Interaksi Suami Istri dengan Kualitas Perkawinan pada Keluarga Poligami (Analisis Kasus di Kota Bekasi) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juni 2014
Salsabila Khotibatunnisa NIM I24090075
ABSTRAK SALSABILA KHOTIBATUNNISA. Hubungan antara Interaksi Suami Istri dengan Kualitas Perkawinan Keluarga Poligami. Dibimbing oleh HERIEN PUSPITAWATI. Penelitian ini menyoroti tipe perkawinan poligami, yaitu seorang suami yang menikah dengan dua atau lebih istri yang umumnya masih cenderung rentan. Hal ini digambarkan dengan kondisi banyaknya perceraian yang terjadi karena praktik poligami. Penelitan ini bertujuan untuk mengidentifikasi karakteristik keluarga poligami, interaksi suami istri dan kualitas perkawinan keluarga poligami, serta menganalisis hubungan antara interaksi suami-istri dengan kualitas perkawinan keluarga poligami dan perbedaan kualitas perkawinan antara istri pertama dan istri kedua dan seterusnya, Penelitian ini mengunakan analisis deskriptif dan inferensia (korelasi Spearman dan uji beda t-test), terhadap tiga puluh responden yang berdomisili di Kota Bekasi dan dipilih secara purposive. Penelitian ini menemukan bahwa interaksi suami istri keluarga poligami berada pada kategori baik. Temuan lain dari penelitian ini adalah kondisi kualitas perkawinan keluarga poligami yang cukup baik. Hasil penelitian menunjukkan hubungan positif signifikan antara interaksi suami istri dengan kualitas perkawinan. Kata kunci: interaksi suami-istri, kualitas perkawinan, poligami.
ABSTRACT SALSABILA KHOTIBATUNNISA. The Correlation between Husband-Wife Interaction with Marital Quality among Polygamous Families. Supervised by HERIEN PUSPITAWATI. This study focused on the type of polygamy that’s mean the marriage of one husband with two or more wives. Facts showed that the number of divorces occur because the practice of polygamy. The aims of this study were to identify characteristics of polygamous families, husband wife’s interaction and marital quality of polygamous families; to analyze the relationship between husband wife’s interaction with marital quality of polygamous families. This research used descriptive and inferential analysis (spearman correlation and different t-test). The respondents were thirty wives of polygamous families in Bekasi who were selected purposively. The results found that the husband-wife interaction of polygamous families were in good condition. Marital quality of polygamous families in this study showed good enough. There was a positive significant relationship between marital interactions with marital quality of polygamous families. Keywords: husband-wife interaction, marital quality, polygamy.
HUBUNGAN INTERAKSI SUAMI ISTRI DENGAN KUALITAS PERKAWINAN PADA KELUARGA POLIGAMI (Analisis Kasus di Kota Bekasi)
SALSABILA KHOTIBATUNNISA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen
DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi : Hubungan Interaksi Suami Istri dengan Kualitas Perkawinan pada Keluarga Poligami (Analisis Kasus di Kota Bekasi) Nama : Salsabila Khotibatunnisa NIM : I24090075
Disetujui oleh,
Dr Ir Herien Puspitawati, MSc. MSc Pembimbing
Diketahui oleh,
Prof Dr Ir Ujang Sumarwan, MSc Ketua Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen
Tanggal Lulus :
PRAKATA Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah menganugerahkan kenikmatan yang tiada taranya berupa potensi dan segala fasilitas yang dilimpahkanNya melalui berbagai mediator sehingga saya dapat merampungkan skripsi saya yang berjudul “Hubungan Interaksi Suami-Istri dengan Kualitas Perkawinan pada Keluarga Poligami (Analisis Kasus di Kota Bekasi)”. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan dengan segenap rasa hormat kepada: 1. Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc., M.Sc. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing, dan memberikan ilmu-ilmunya kepada saya. 2. Dr. Ir. Diah Krisnatuti P, MS dan Alfiasari, SP, M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan yang membangun untuk perbaikan skripsi penulis. 3. Ir. Retnaningsih, M.Si selaku dosen pemandu seminar yang telah memberikan koreksi dan saran demi perbaikan penulisan skripsi penulis 4. Neti Hernawati, SP, M.Si. selaku dosen pembimbing akademik yang bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing penulis selama masa perkuliahan dan seluruh dosen Ilmu Keluarga dan Konsumen yang telah memberikan ilmu-ilmu dan pengetahuan yang berharga bagi penulis. 5. Kedua orangtua, Ayahanda Rahman Tamin dan Ibunda Suharni yang telah membimbing dan mendidik penulis dengan penuh kasih dan cinta, dan teruntuk enam orang saudara penulis: Kak Ahmad Yasin, Ainun Mardhiyah, Muhammad Kholil, Shoffa Adhilah, Fathi Mubarok dan Rif’at Basya yang selalu memberikan warna-warna indah bagi penulis. 6. Seluruh responden penelitian yang telah bersedia berbagi cerita sehingga membantu pengumpulan data untuk penelitian penulis 7. Teman-teman dan adik-adik satu bimbingan, Lela Nesvi, Merisa, Nurul Aida, Rena Ning, Danisya, Dwi, Ilma dan Izma serta seluruh teman seperjuangan di Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen Angkatan 2009 dan 2010 yang senantiasa memberi semangat dan dukungan kepada penulis. 8. Keluarga Wisma Balsem: Adinda, Anggun, Dina, Elvira, Ririn, Sri, Yuyun, Rima, Rahma, Risa, Ilmi, Yessy, Mbak Imas yang menghiasi hari-hari penulis selama menjalani studi. Keluarga beasiswa aktivis nusantara: Anyes, Faizah, Dian, Hepi, Rifki, Hafidz, Ihwan atas segala inspirasinya. Keluarga KAMMI IPB dengan segala pembelajaran kehidupan yang begitu berharga. Sungguh, tiada yang bisa membalas segala kebaikan bapak, ibu, dan temanteman semua kecuali Allah SWT. Akhir kata penulis berharap skripsi ini dapat berguna bagi siapa saja yang membacanya.
Bogor, Juni 2014 Salsabila Khotibatunnisa
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
v
DAFTAR GAMBAR
v
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
3
Tujuan Penelitian
4
Manfaat Penelitian
5
KERANGKA PEMIKIRAN
5
METODE
8
Disain, Lokasi Dan Waktu Penelitian
8
Contoh dan Teknik Penarikan Contoh
8
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
9
Pengolahan dan Analisis Data
10
Definisi Operasional
12
HASIL DAN PEMBAHASAN
14
Karakteristik Responden
14
Karakteristik Keluarga Responden
14
Nilai-Nilai Keluarga
16
Fungsi Keluarga
17
Alasan Suami Melakukan Poligami Sudut Pandang Responden
18
Alasan Istri Menjadi Istri Kedua, dan seterusnya
20
Pembagian Jadwal Gilir dan Sumber Daya
21
Interaksi Suami-Istri
22
Interaksi Antaristri
22
Kualitas Perkawinan
23
Perbedaan Pembagian Jadwal dan Sumber daya, Pemenuhan Fungsi, Interaksi Suami Istri, Interaksi Antaristri dan Kualitas Perkawinan antara istri pertama dan istri kedua dan seterusnya 24 Hubungan Antarvariabel
25
Pembahasan Umum
27
iv
SIMPULAN DAN SARAN
29
Simpulan
29
Saran
29
DAFTAR PUSTAKA
30
LAMPIRAN-LAMPIRAN
32
RIWAYAT HIDUP
59
v
DAFTAR TABEL 1. Sebaran istri berdasarkan karakteristik keluarga ................................. 15 2. Sebaran istri berdasarkan perspektif terhadap nilai-nilai keluarga dan ..................................................................................................... 16 3. Sebaran istri berdasarkan persepsinya dalam pemenuhan fungsifungsi................................................................................................. 18 4. Sebaran istri berdasarkan persepsinya mengenai alasan suami melakukan ......................................................................................... 19 5. Sebaran istri berdasarkan alasannya menjadi istri kedua dan seterusnya .......................................................................................... 20 6. Sebaran istri berdasarkan pembagian jadwal gilir dan sumber daya ................................................................................................... 22 7. Sebaran istri berdasarkan interaksi suami-istri .................................... 22 8. Sebaran istri berdasarkan interaksi antaristri....................................... 23 9. Sebaran istri berdasarkan kualitas perkawinan keluarga poligami ....... 24 10. Sebaran istri berdasarkan perbedaan variabel antara istri pertama dan ..................................................................................................... 25 11. Hubungan antara variabel-variabel penelitian ..................................... 26 12. Hubungan antara interaksi suami istri dan kualitas perkawinan .......... 27 13. Hubungan antara karakteristik responden dengan kualitas perkawinan ........................................................................................ 27
DAFTAR GAMBAR 1. Kerangka pemikiran hubungan interaksi suami- istri dengan kualitas perkawinan keluarga perkawinan 2. Jumlah dan cara pengambilan contoh 3. Sebaran kategori responden 4. Sebaran jumlah istri suami
7 9 14 14
vi
DAFTAR LAMPIRAN 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Peta Lokasi Penelitian Studi Pustaka Pendahuluan Hasil Penelitian Terdahulu Data, Skala, Kronologi Kuesioner, dan Cronbach’s Alpha Sebaran Contoh Berdasarkan Fungsi Keluarga Sebaran Contoh Berdasarkan Pembagian Jadwal Gilir dan Sumber daya 7. Sebaran Contoh Berdasarkan Interaksi Suami Istri 8. Sebaran Contoh Berdasarkan Interaksi Antar Istri 9. Sebaran Contoh Berdasarkan Kualitas Perkawinan 10. Hasil Uji Korelasi antar Variabel 11. In-depth Interview (Wawancara Mendalam) 12. Beberapa Pertanyaan Terbuka
32 33 39 45 49 50 51 52 53 54 55 58
PENDAHULUAN Latar Belakang Keluarga merupakan struktur organisasi terkecil dalam tata susunan masyarakat. Keluarga menurut para ahli merupakan unit sosial ekonomi terkecil dalam masyarakat yang merupakan landasan dasar dari semua institusi (Pupitawati, 2012). Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2009 mendefinisikan keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri, atau suami istri dan anak, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya. Terbentuknya sebuah keluarga diawali dengan adanya perkawinan. Perkawinan menurut Strong dan DeVault (1986) adalah persatuan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang diakui oleh masyarakat dan mereka melakukan kerjasama dalam mencukupi kebutuhan ekonomi serta melakukan hubungan seksual. Variasi jenis perkawinan berdasarkan jumlah pasangan menurut Reiss (1988) adalah monogami (perkawinan antara satu laki-laki dengan satu perempuan) dan poligami (perkawinan antara satu laki-laki dengan lebih dari satu perempuan). Poligami terdapat dua macam yaitu poligini yang merupakan perkawinan antara seorang laki-laki dengan beberapa orang perempuan dan poliandri yaitu perkawinan antara seorang perempuan dengan beberapa orang laki-laki. Banyak hal yang melatarbelakangi praktik perkawinan poligami. Penelitian Al Krenawi dan Slonim-Nevo (2006) menemukan bahwa diantara alasan seorang suami untuk berpoligami adalah untuk mendapatkan banyak keturunan sehingga kedudukan keluarga menjadi lebih terangkat. Selain hal tersebut, berbagai alasan seperti menjaga kehormatan keluarga, cinta hingga menjalankan Sunnah Nabi menjadi latar belakang bagi seorang suami untuk memiliki istri lebih dari satu orang (Al Krenawi dan Slonim-Nevo 2006). Pada penelitian yang sama juga menemukan beberapa faktor yang mendorong seorang perempuan memutuskan untuk menjadi istri kedua diantaranya karena dijodohkan dan cinta. Alasan seorang suami maupun istri untuk melakukan praktik poligami berkaitan dengan bagaimana persepsi pasangan tersebut terhadap nilai-nilai keluarga. Penelitian Troy (2008) menemukan bahwa perempuan yang memahami fungsi dari sebuah keluarga dan memahami arti sebuah perkawinan cenderung memiliki kualitas perkawinan yang lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan yang tidak memahami. Dalam memahami berbagai fungsi di dalam keluarga, penting bagi pasangan untuk melakukan komunikasi dan interaksi. Praktik poligami menuntut suami untuk melakukan pembagian peran yang lebih kompleks dalam hal pembagian sumberdaya, waktu dan penjalanan fungsi-fungsi keluarga agar berjalan sesuai dengan syarat-syarat berpoligami dalam Undang-Undang dan juga peraturan Agama Islam. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan pada dasarnya menganut asas perkawinan monogami, namun Undang-Undang ini membuka jalan bagi para lelaki yang ingin beristri lebih dari satu orang atau berpoligami. Hal ini tercermin pada isi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 3 Ayat 1 yang menyatakan pada azasnya dalam suatu perkawinan seorang laki-laki hanya boleh mempunyai seorang istri dan seorang
2
perempuan hanya boleh mempunyai seorang suami. Pada Ayat 2 pasal ini dinyatakan Pengadilan Agama dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak yang bersangkutan. Peraturan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1974 Pasal empat Ayat 2 mensyaratkan bahwa dalam melakukan praktik berpoligami harus dilakukan dengan adanya sikap yang adil dari suami dalam memperlakukan istriistrinya. Konsep keadilan dalam berpoligami akan mendatangkan manfaat bukan hanya bagi keluarga, namun juga bagi masyarkat. Beberapa manfaat poligami menurut Aedy (2007) diantaranya mampu meningkatkan ekonomi masyarakat; poligami menuntut adanya jaminan suami untuk mampu memenuhi kebutuhan bagi istri-istrinya secara adil, pembagian sumber daya secara adil mampu meningkatkan ekonomi masyarakat. Aedy (2007) menyatakan poligami juga memberikan peranan untuk mengurangi kesenjangan sosial serta meminimalkan perselingkuhan dan perzinahan. Poligami pada dasarnya memberikan manfaat pada berbagai pihak jika suami mampu bersikap adil kepada istri-istri dan anakanaknya serta mampu mendidik dan memberikan pemahaman kepada istri-istri dan anak-anaknya. Ketidakadilan pada praktik poligami akan mendatangkan berbagai dampak negatif khususnya bagi perempuan dan anaknya seperti perceraian dan menurunnya prestasi belajar pada anak. Hasil penelitian-penelitian terdahulu menggambarkan perempuan pada keluarga poligami cenderung memiliki permasalahan kesehatan baik kesehatan fisik maupun psikologis. Penelitian Al Krenawi (2010) menggambarkan bahwa perempuan pada keluarga poligami cenderung memiliki kepercayaan diri dan kondisi kesehatan mental yang lebih rendah dibandingkan dengan perempuan pada keluarga monogami. Penelitian lainnya menggambarkan poligami memberikan dampak pada gejala-gejala psikologis seperti gangguan jiwa, gangguan pikiran dan tekanan, depresi, fobia, kegelisahan yang berlebih, keinginan bunuh diri bagi perempuan pada keluarga poligami (Al Krenawi dan Graham 2006; Al Krenawi dan Solonim-Nevo 2006). Hasil penelitian Al Krenawi (2010) menggambarkan perempuan keluarga poligami cenderung memiliki banyak permasalahan pada aspek fungsi-fungsi keluarga serta tingkat kepuasan terhadap hidup dan perkawinan yang cenderung rendah. Poligami selain memberikan dampak negatif pada perempuan juga memberikan dampak negatif bagi anak. Al Shamsi dan Fulcher (2005) menemukan bahwa prestasi akademik anak setelah ayah mereka menikah lagi cenderung lebih rendah dibandingkan sebelumnya. Al Krenawi dan Lightman (2000) juga menemukan hal yang sama yaitu anak-anak pada keluarga poligami memiliki prestasi akademik yang lebih rendah dan permasalahan yang lebih tinggi dibandingkan dengan anak lainnya pada keluarga monogami. Dampak negatif lain dari poligami bagi anak diantaranya mengganggu kesehatan mental dan tingkat kepercayaan diri (self esteem) anak yang cenderung lebih rendah (Al Krenawi et al. 2002). Fakta-fakta yang terjadi menggambarkan bahwa keluarga poligami cenderung masih belum sukses dalam mengelola rumah tangganya. Kesuksesan menjalankan keluarga poligami akan membawa pada keharmonisan dan kesuksesan di dalam keluarga, sehingga keluarga mampu menjalankan fungsinya dengan baik. Indikator keluarga harmonis salah satunya adalah terwujudnya
3
perkawinan yang berkualitas. Kualitas perkawinan keluarga berkaitan dengan kebahagiaan masing-masing pasangan baik suami maupun istri pada perkawinannya sehingga menimbulkan kepuasan pasangan terhadap perkawinannya. Kualitas perkawinan menurut Conger dan Elder (1994) terdiri dari dua dimensi yaitu kebahagiaan perkawinan dan kepuasan perkawinan. Elemen terpenting yang dapat menentukan kualitas perkawinan adalah komunikasi (Kammeyer 1987). Pada keluarga poligami, interaksi yang terjalin bukan hanya antara suami dengan istri namun juga antara istri-istri suami. Perumusan Masalah Poligami merupakan salah satu jenis perkawinan antara seorang laki-laki dengan lebih dari satu istri. Salah satu faktor penting dalam melakukan poligami adalah adil. Konsep adil sebagai syarat dalam perkawinan berpoligami berdasarkan berbagai penafsiran ulama mencakup hal-hal yang bersifat material dan terukur seperti pembagian harta atau uang belanja, warisan, perhatian dan juga waktu gilir kunjungan suami ke istri-istrinya (Harun 2007). Ali et al. (2004) dalam Profanter dan Ryan-Cate (2009) mengatakan bahwa konsep keadilan berkaitan dengan adil dalam hal ekonomi, emosi dan sosial. Kerentanan pada keluarga poligami umumnya terjadi karena pembagian alokasi waktu, sumber daya maupun fungsi-fungsi keluarga yang dilakukan oleh suami tidak adil (proporsional). Hasil penelitian Profanter dan Ryan-Cate (2009) menggambarkan suami yang merasa telah bersikap adil pada istri-istrinya cenderung merasakan hal yang positif dari pernikahan-pernikahan berikutnya walaupun terkadang merasakan dampak negatif, namun pada suami yang merasa berlum mampu bersikap adil pada istri-istrinya cenderung merasakan lebih banyak dampak negatif dari praktik poligini yang dilakukannya. Praktik konsep adil dalam poligami masih dinilai sangat minim, hal ini tercermin dalam berbagai kasus yang merugikan salah satu pihak, umumnya perempuan. Perempuan pada keluarga poligami cenderung lebih rendah dalam hal kebahagiaan, penampilan diri dan cenderung lebih sering merasa sendiri (Al Krenawi 2001). Perkembangan penelitian mengenai kondisi kesehatan mental istri keluarga poligami menempatkan perempuan pada tingkat resiko yang tinggi dalam hal kesehatan mental (Al Krenawi dan Graham 2006), gangguan psikis (Chaleby 1985) kekerasan (Hassouneh-Phillips 2001). Hasil penelitian Daoud et al. (2013) yang menggambarkan perempuan pada keluarga poligami cenderung memiliki tingkat depresi yang lebih tinggi dan kondisi kesehatan yang lebih rendah dibandingkan dengan perempuan pada keluarga monogami. Aplikasi poligami terjadi di banyak negara dan kebudayaan khususnya di daerah Afrika, Timur tengah, Asia, dan kepulauan Oceania (Elbedour et al. 2002 dalam Shepard 2013). Agama Islam mengatur mengenai praktik poligami dengan membatasi jumlah istri maksimal empat istri (Zeitzen 2008). Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk muslim terbanyak di dunia mengatur praktik poligami yang tercantum pada Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974. Namun pada praktiknya, poligami di Indonesia masih belum berjalan dengan baik, hal ini dibuktikan dengan data dari Pengadilan Agama di seluruh Indonesia mengenai tingkat perceraian di Indonesia yang disebabkan oleh poligami. Pengadilan Agama mencatat pada tahun 2004, terjadi 813 perceraian yang
4
disebabkan oleh poligami dengan jumlah pengabulan izin poligami oleh Pengadilan Agama hanya sebanyak 800. Jumlah ini meningkat di tahun 2005, dari 803 permohonan izin poligami yang dikabulkan Pengadilan Agama sebanyak 879 bercerai. Jumlah perceraian tersebut melonjak hingga 983 kasus perceraian akibat poligami di tahun 2006 dengan kondisi hanya 776 yang mendapatkan izin dari Pengadilan Agama untuk melakukan poligami (Nasaruddin 2007). Berdasarkan data Direktorat Pembinaan Peradilan Agama Republik Indonesia mengenai kasus perceraian akibat poligami tidak sehat di Pengadilan Tinggi Agama seluruh Indonesia selama tahun 1996-2001 menempatkan propinsi Jawa Barat menjadi propinsi tertinggi dalam kasus perceraian akibat poligami tidak sehat selama tiga tahun berturut-turut (1999-2001). Kota Bekasi merupakan salah satu kota yang terletak di Provinsi Jawa Barat dengan jumlah penduduk sebanyak 2.336.489 jiwa dengan komposisi penduduk laki-laki sebanyak 1.182.496 dan penduduk perempuan sebanyak 1.153.993 perempuan (BPS 2010), dengan komposisi tersebut, kasus pengajuan izin poligami yang diajukan ke Pengadilan Agama Kota Bekasi menurut data yang diperoleh dari website resmi Pengadilan Agama Kota Bekasi selama tahun 2011-2013 tercatat sebanyak 22 kasus dan menempati urutan keempat terbanyak di Jawa Barat setelah Ciamis, Sumber dan Kota Bandung. Elemen terpenting yang dapat menentukan kualitas perkawinan menurut Kammeyer (1987) merupakan komunikasi. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa komunikasi yang efektif akan membawa ke arah kualitas perkawinan yang lebih baik (Lewis dan Spanier 1979 dalam Kammeyer 1987). Rollins dan Feldman (1970) dalam Orthner (1981) juga mengatakan bahwa beberapa penelitian telah menemukan bahwa sebagian besar tingkat kepuasan perkawinan yang tinggi terdapat pada pasangan yang memiliki pola komunikasi yang baik. Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, maka penelitian ini merumuskan bagaiamana hubungan interaksi yang diaplikasikan pada keluarga poligami dengan tingkat kualitas perkawinan keluarga poligami sehingga yang menjadi pertanyaan pada penelitian ini antara lain : 1. Bagaimana karakteristik keluarga poligami? 2. Apakah motivasi suami dan istri untuk melakukan poligami? 3. Bagaimana aplikasi interaksi pasangan suami istri keluarga poligami? 4. Bagaimana kualitas perkawinan keluarga poligami? 5. Bagaimana hubungan antara interaksi suami dan istri dengan kualitas perkawinan keluarga poligami? Tujuan Penelitian Tujuan Umum Penelitian ini secara umum bertujuan untuk menganalisis pola interaksi suami-istri keluarga poligami, dan hubungannya dengan kualitas perkawinan keluarga poligami.
5
Tujuan Khusus Tujuan khusus dari penelitian ini diantaranya : 1. Mengidentifikasi karakteristik keluarga poligami. 2. Mengidentifikasi motivasi suami dan istri untuk melakukan poligami. 3. Mengidentifikasi interaksi suami istri keluarga poligami. 4. Mengidentifikasi kualitas perkawinan pada keluarga poligami. 5. Menganalisis hubungan antara interaksi suami-istri di dalam keluarga dengan kualitas perkawinan keluarga poligami. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pemerintah dalam menentukan kebijakan mengenai perkawinan poligami, dan penegasan mengenai syarat dan ketentuan poligami. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan manfaat bagi institusi pendidikan sebagai acuan bagi penelitian selanjutnya dan sebagai tambahan pengetahuan bagi sivitas akademik. Manfaat lain dari penelitian ini bagi masyarakat adalah sebagai bahan pertimbangan dalam memutuskan untuk berpoligami, dampak dan manfaat dari poligami serta pengetahuan dalam mengatur interaksi bagi kepala rumah tangga pada masyarakat yang berpoligami.
KERANGKA PEMIKIRAN Keluarga menurut Knox (1943) adalah kelompok sosial yang dicirikan dengan adanya tempat tinggal bersama (suami dan istri hidup bersama), kerjasama dalam hal ekonomi (pasangan suami istri berbagi uang atau sumber daya dan pekerjaan), dan melakukan hubungan seksual (suami dan istri memiliki atau mengadopsi anak). Terbentuknya sebuah keluarga diawali dengan adanya perkawinan. Perkawinan menurut Strong dan DeVault (1986) adalah persatuan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang diakui oleh masyarakat dan hukum. Burgers dan Locke (1960) menyatakan umumnya terdapat empat kemungkinan struktur keluarga yang berkaitan dengan jumlah suami dan istri, diantaranya satu suami dan satu istri, atau monogamy; satu suami dengan dua orang istri atau polygny; dua atau lebih suami dengan satu istri atau polyandry; dan dua atau lebih dari dua suami dengan dua atau lebih dari dua istri atau pernikahan group (kelompok). Penelitian ini menyoroti pada tipe keluarga poligami. Landasan teori penelitian ini adalah teori struktural fungsional yang menekankan pada peranan dan fungsi institusi keluarga terhadap lingkungan sosialnya sehingga dibutuhkan keseimbangan sistem yang stabil di dalam keluarga. Puspitawati (2012) menyatakan bahwa pendekatan struktural-fungsional menekankan pada keseimbangan sistem yang stabil dalam keluarga dan kestabilan sistem sosial dalam masyarakat. Klein dan White (1996) menyatakan bahwa konsep keseimbangan mengacu pada konsep homeostatis suatu organisme yaitu suatu kemampuan untuk memelihara stabilitas agar kelangsungan suatu sistem tetap terjaga dengan baik meskipun di dalamnya mengakomoodasi adanya adaptasi dengan lingkungan. Keluarga poligami memiliki karakteristik dan struktur yang berbeda dengan keluarga lainnya. Struktur keluarga poligami dengan beberapa
6
orang istri dalam satu waktu menuntut suami untuk melakukan pembagian alokasi waktu, sumber daya serta perhatian kepada setiap istri-istri dan anak-anaknya. Sementara itu, penelitian ini juga dilandasi oleh teori pertukaran sosial yang menjelaskan bagaimana terjadinya interaksi (pertukaran) antar manusia. Klein dan White (1996) menyatakan bahwa teori pertukaran sosial ini berfokus pada dorongan seseorang yang didasari pada keinginan pribadinya dengan mempertimbangkan untung dan ruginya. Sprecher (2001) dalam Chibucos et al. (2005) menyatakan bahwa konsep pertukaran (interaksi) sosial berkaitan dengan kepuasan, komitmen dan stabilitas dalam hubungan perkawinan. Struktur keluarga poligami yang berbeda dengan keluarga lainnya menuntut pembagian fungsi yang merata untuk menjaga kestabilannya. Komunikasi dan interaksi di dalam keluarga poligami menjadi penting untuk mempertahankan kualitas perkawinan yang akan menentukan kesuksesan dari keluarga tersebut. Kammeyer (1987) menyatakan elemen terpenting yang dapat menentukan kualitas perkawinan adalah interaksi antara pasangan. Pada keluarga poligami dengan beberapa orang istri menuntut pola interaksi yang berbeda dengan keluarga pada umumnya. Interaksi yang terjalin bukan hanya sebatas interaksi antar pasangan, namun juga dibutuhkan interaksi yang sehat antara istri-istri suami. Proses berinteraksi memungkinkan terjalinnya interaksi positif dan interaksi negatif. Interaksi positif ditandai dengan komunikasi yang terjalin dengan baik dan terbentuknya kelekatan (bonding) antara pelaku komunikasi sedangkan interaksi negatif ditandai dengan timbulnya konflik antara pribadi. Kualitas perkawinan menurut Conger dan Elder (1994) terdiri dari dua dimensi yaitu kebahagiaan perkawinan dan kepuasan perkawinan. Penelitian ini berfokus pada interaksi yang terjalin antara suami istri, antara istri-istri dan kualitas perkawinan yang tercipta pada keluarga poligami. Gambar 1 menggambarkan kerangka berpikir dari penelitian ini.
Fungsi-Fungsi Keluarga - Fungsi Cinta Kasih - Fungsi Sosialisasi dan Pendidikan - Fungsi Ekonomi Karakteristik Keluarga Poligami Latar Belakang Poligami - Persepsi terhadap nilainilai keluarga - Motivasi suami untuk berpoligami perspektif responden - Motivasi istri kedua dan seterusnya untuk menjadi istri kedua dan seterusnya
-
Karakteristik Suami Usia Suami Pendidikan Terakhir Suami Jenis Pekerjaan Suami Jumlah Pendapatan Suami Jumlah Anak Jumlah Istri
Karakteristik Istri Pertama, Kedua, dst - Usia Istri Pertama dan Istri Kedua, dst - Pendidikan Terakhir Istri Pertama dan Istri Kedua, dst - Jenis Pekerjaan Istri Pertama dan Istri Kedua, dst - Jumlah Pendapatan dari Pekerjaan Istri Pertama dan Istri Kedua, dst - Jumlah Anak dari Istri Pertama dan Istri Kedua, dst - Tahun Menikah Istri Pertama dan Istri Kedua, dst
Interaksi suami-istri - Komunikasi - Kelekatan (Bonding) Interaksi antaristri - Komunikasi - Kelekatan (Bonding) - Konflik
Kualitas Perkawinan Keluarga Poligami - Kepuasaan Perkawinan - Kebahagiaan Perkawinan
Pembagian Jadwal Gilir dan Sumber Daya - Pembagian Jadwal Gilir - Pembagian Sumber Daya
Gambar 1 Kerangka pemikiran hubungan interaksi suami- istri dengan kualitas perkawinan keluarga perkawinan
7
Pemberian izin poligami
Interaksi
8
METODE Disain, Lokasi Dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan disain penelitian cross-sectional study. Data cross-sectional study mencakup karakteristik keluarga poligami, manajemen waktu pada suami, interaksi suami-istri keluarga poligami dan tingkat kualitas perkawinan keluarga poligami. Lokasi penelitian ini dipilih secara purposive atau sengaja di wilayah Kota Bekasi, Jawa Barat dengan pertimbangan Jawa Barat merupakan provinsi dengan jumlah penduduk terbesar dibandingkan provinsi lainnya dan kota Bekasi merupakan salah satu kota penyangga ibu kota Jakarta. Penelitian ini telah dilaksanakan selama delapan bulan, yaitu pada bulan Juni 2013 sampai dengan bulan Januari 2014. Contoh dan Teknik Penarikan Contoh Kota Bekasi memiliki luas sebesar 210,49 km2 yang didiami sebanyak 2.336.498 orang yang terdiri atas 1.182.496 laki-laki dan 1.153.993 perempuan (BPS 2010). Jumlah kecamatan di Kota Bekasi sebanyak 12 kecamatan dengan jumlah penduduk terbanyak di Kecamatan Bekasi Utara sebanyak 284.547 orang (13,65%), diikuti oleh Kecamatan Bekasi Barat sebanyak 242.042 (11,61%), Kecamatan Pondok Gede sebanyak 235.579 (11,30%) dan jumlah penduduk paling rendah di Kecamatan Jatisampurna sebanyak 3.75% (78.080 orang). Peta Kota Bekasi terlampir pada Lampiran 1. Populasi penelitian ini adalah keluarga poligami yang berdomisili di Kota Bekasi, Jawa Barat yang jumlahnya tidak terdata. Responden penelitian ini merupakan salah satu istri dari keluarga poligami, baik istri pertama maupun istri kedua dan seterusnya. Penarikan contoh dalam peneilitian ini menggunakan metode non probability sampling dengan menggunakan teknik purposive sampling. Jumlah contoh penelitian ini adalah 30 orang dengan pertimbangan penelitian ini merupakan penelitian eksploratif, yaitu merupakan penelitian yang bertujuan untuk menggali data dan informasi mengenai topik dan isu-isu baru, sedangkan jumlah contoh sebanyak 30 merupakan jumlah minimum dalam melakukan penelitian kuantitatif dengan pengolahan data statistika. Ilustrasi teknik pengambilan contoh tersaji pada Gambar 2.
9
Provinsi Jawa Barat
Kota Bekasi
30 Contoh
Purposive. Jawa Barat merupakan provinsi dengan jumlah penduduk terbanyak di Indonesia yaitu sebanyak 46.497.175 jiwa dengan presentase penduduk perempuan sebanyak 48.85% dan penduduk laki-laki sebanyak 51.15% (Data SIAK 2011). Purposive. Kota Bekasi menempati urutan ke 10 dalam jumlah penduduk terbanyak di Jawa Barat yaitu sebanyak 2.098.805 jiwa dengan penduduk perempuan sebanyak 48.89% dan laki-laki sebanyak 51.10% (Data SIAK 2011). Kota Bekasi menempati urutan keempat terbanyak dalam jumlah pengajuan izin poligami di Jawa Barat yaitu sebanyak 22 permohonan izin pada tahun 2011-2013 (Pengadilan Agama Kota Bekasi). Terdapat 12 Kecamatan di Kota Bekasi. Penelitian ini melibatkan 5 Kecamatan, diantaranya Kecamatan Pondok Gede, Kecamatan Jatiasih, Kecamatan Jatisampurna, Kecamatan Medan Satria dan Kecamatan Bekasi Barat. Purposive. Penelitian ini merupakan penelitian eksploratif, dan 30 merupakan jumlah minimum dalam penelitian kuantitatif.
contoh
Gambar 2 Jumlah dan cara pengambilan contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data dengan menggunakan responden sebagai data primer. Data primer didapatkan dengan metode wawancara langsung dengan menggunakan instrumen penelitian berupa kuesioner terstruktur dan dilanjutkan dengan metode indepth interview, yang didapat dari hasil wawancara mendalam pada beberapa responden yang diambil secara sengaja setelah wawancara kuesioner. Data primer dari kuesioner penelitian meliputi (1) Karakteristik keluarga mencakup usia, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, jumlah pendapatan keluarga perbulan, jumlah istri (untuk suami) dan lama menikah; (2) Motivasi suami; (3) Motivasi menjadi istri kedua dan seterusnya; (4) Nilai-nilai keluarga mencakup makna keluarga, makna perkawinan, makna poligami, makna pasangan dan makna anak; (5) Fungsi keluarga diantaranya fungsi cinta kasih, fungsi sosialisasi dan pendidikan dan fungsi ekonomi; (6) Pembagian jadwal dan sumber daya; (7) Interaksi suami istri meliputi komunikasi dan bonding; (8) Interaksi antaristri meliputi komunikasi, bonding dan konflik; dan (9) Kualitas perkawinan mencakup kepuasan dan kebahagiaan perkawinan. Data sekunder diperoleh dari data yang tercatat pada institusi setempat yang diakses melalui website Pengadilan Agama Kota Bekasi dan website resmi Pemerintah Daerah Kota Bekasi serta melalui sumber-sumber lain yang merupakan hasil penelitian sebelumnya maupun buku-buku dan artikel. Data sekunder yang dikumpulkan dalam penelitian ini mencakup data jumlah permohonan izin poligami, dan gambaran umum mengenai lokasi penelitian. Kuesioner mengenai nilai-nilai keluarga, fungsi keluarga, interaksi suami istri dan
10
interaksi antaristri merupakan kuesioner Puspitawati (2012) yang dimodifikasi oleh peneliti. Jenis dan cara pengumpulan data secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 3. Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan dan analisis data dilakukan secara kualitatif. Tahap pengolahan data dimulai dari proses editing, coding, entering, dan cleaning. Tahapan editing meliputi meneliti kelengkapan data, kelengkapan pengisian, kejelasan jawaban, relevansi atau hubungan antar jawaban, kekonsistenan jawaban, dan keragaman data. Setelah melalui proses editing tahapan selanjutnya yaitu proses coding yang merupakan penyusunan kode sebagai panduan dalam melakukan entry data dan mengolah data, selanjutnya proses entering, yaitu memasukkan data ke dalam komputer yang dilanjutkan dengan proses cleaning, yang merupakan tahap pembersihan data. Jika ditemukan kesalahan data pada proses cleaning, maka akan dilakukan pengecekan ulang. Instrumen penelitian berupa kuesioner terstruktur melalui proses uji coba kuesioner meliputi uji realibilitas dan validitas dengan sebagian besar variabel memiliki nilai reabilitas di atas 0,6. Data selanjutnya akan dianalisis secara deskriptif dan inferensia. Analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan (1) Karakteristik keluarga meliputi usia suami dan responden, lama pendidikan suami dan responden, jenis pekerjaan suami dan responden, jumlah pendapatan perbulan suami dan responden, jumlah istri suami dan lama menikah suami dengan responden; (2) Sebaran skor motivasi suami; (3) Sebaran skor motivasi menjadi istri kedua; (4) Sebaran skor nilai- nilai keluarga; (5) Sebaran skor fungsi keluarga; (6) Sebaran skor pembagian jadwal dan sumber daya; (7) Sebaran skor interaksi suami istri; (8) Sebaran skor interaksi antaristri; (9) Sebaran skor kualitas perkawinan. Analisis inferensia dilakukan dengan menggunakan uji korelasi Spearman dan uji independent sample T-test. Uji korelasi Spearman digunakan untuk menganalisis hubungan karakteristik keluarga, pembagian jadwal dan sumber daya, fungsi keluarga, interaksi suami istri, interaksi antar istri dan kualitas perkawinan. Uji T-test digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan capaian variabel antara istri pertama dan istri kedua dan seterusnya. Nilai-nilai keluarga dan fungsi keluarga menggunakan instrumen dari Puspitawati (2012) yang dimodifikasi oleh peneliti disesuaikan dengan struktur keluarga poligami. Variabel nilai-nilai keluarga terdiri dari 24 pernyataan dan terbagi menjadi makna keluarga (5 pernyataan), makna perkawinan (5 pernyataan), makna poligami (5 pernyataan), makna pasangan (5 pernyataan) dan makna anak (4 pernyataan) dengan skala 1 (tidak setuju), 2 (cukup setuju), dan 3 (sangat setuju). Cronbach’s alpha variabel nilai-nilai keluarga adalah 0,87. Fungsi keluarga terdiri dari 14 pernyataan yang terbagi menjadi tiga yaitu fungsi cinta kasih (5 pernyataan), fungsi sosialisasi dan pendidikan (3 pernyataan) dan fungsi ekonomi (6 pernyataan). Skala yang digunakan variabel fungsi keluarga ini adalah 1 (tidak) dan 2 (ya) yang kemudian dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu kurang baik, cukup baik, dan baik dengan menggunakan metode interval kelas. Cronbach’s alpha variabel fungsi keluarga sebesar 0,93. Variabel pembagian jadwal dan sumber daya terdiri dari 9 pernyataan yang terdiri dari jumlah hari suami berada bersama responden sebanyak 1 pernyataan,
11
pembagian jadwal gilir suami sebanyak 5 pernyataan dan pembagian pendapatan dan sumber daya sebanyak 3 pernyataan. Skala yang digunakan dalam variabel ini adalah 1 (tidak) dan 2 (ya), namun berbeda pada sub variabel jumlah hari suami berada bersama responden yang memiliki skala 1 (≤ 2 hari), 2 (3-5 hari) dan 3 (67 hari). Hasil skor variabel ini akan dikategorikan menjadi tiga kategori, yaitu kurang baik, cukup baik, dan baik dengan menggunakan metode interval kelas. Cronbach’s alpha variabel pembagian jadwal dan sumber daya adalah 0,96. Interaksi suami istri dan interaksi antar istri menggunakan instrumen Puspitawati (2012) dengan modifikasi oleh peneliti disesuaikan dengan kondisi keluarga poligami. Interaksi suami istri terdiri dari 13 pernyataan dengan 9 pernyataan komunikasi dan 4 pernyataan mengenai bonding. Interaksi antar istri terdiri dari 19 pernyataan yang terbagi menjadi komunikasi (9 pernyataan), bonding (1 pernyataan) dan konflik (9 pernyataan). Skala yang digunakan untuk menilai kedua variabel ini adalah 1 (tidak Pernah), 2 (kadang-kadang) dan 3 (sering), selanjutnya hasil skor variabel ini akan dikategorikan menjadi tiga kategori, yaitu kurang baik, cukup baik, dan baik dengan menggunakan metode interval kelas. Cronbach’s alpha variabel interaksi suami istri sebesar 0,80 sedangkan Cronbach’s alpha variabel interaksi antaristri adalah 0,85. Kualitas perkawinan menggunakan instrumen Puspitawati (2012) dan ENRICH marital satisfaction instrument scale item dengan tambahan instrumen yang dibuat oleh peneliti berdasarkan pernyataan Rice (1983) dalam Puspitawati (2012) mengenai faktor yang memengaruhi kepuasan perkawinan diantaranya (1) Status pekerjaan, tingkat pendidikan dan pendapatan, (2) Kepuasan terhadap pekerjaan, (3) Kesehatan mental dan fisik, (4) Besarnya kebersamaan untuk menghabiskan waktu luang dalam aktivitas, (5) Komunikasi verbal dan nonverbal yang baik, (6) Mengekspresikan afeksi, (7) Adanya saling percaya antar pasangan, (8) Adanya perasaan nyaman terhadap harapan akan peran pasangan dalam penikahan dan adanya peran yang fleksibel dan Puspitawati (2012) yang menyatakan bahwa perkawinan yang bahagia adalah perkawinan yang dilandasi dengan keikhlasan atas dasar cinta (sebagai objek) atau kesadaran tanggung jawab sebagai manusia yang dapat membuat orang merasakan kenikmatan (joy) dan bersyukur terhadap apa yang diraihnya dan tetap beruasha untuk memperjuangkan kebahagiaan (pursuit of happiness) dalam rangka memenuhi kepuasannya (satisfaction). Dengan demikian, konsep kualitas perkawinan berkaitan dengan penyesuaian, perjuangan dalam mengharmoniskan perbedaan dan persamaan antara suami dan istri sebagai proses untu mencapai satu tujuan perkawian, yaitu kebahagiaan dalam kehidupan perkawinan (marital happiness). Variabel kualitas perkawinan terdiri dari 24 item pernyataan yang terbagi menjadi 19 pernyataan mengenai kepuasan perkawinan dan 5 pernyataan mengenai kebahagiaan perkawinan dengan skala yang digunakan 1 (sangat tidak puas/ sangat tidak bahagia), 2 (tidak puas/ tidak bahagia), 3 (cukup puas/ cukup bahagia), 4 (puas/ bahagia) dan 5 (sangat puas/ sangat bahagia) selanjutnya hasil skor variabel ini akan dikategorikan menjadi tiga kategori, yaitu kurang baik, cukup baik, dan baik dengan menggunakan metode interval kelas. Cronbach’s alpha variabel kualitas perkawinan sebesar 0,96. Kronologi kuesioner lebih lengkap terlampir pada Lampiran 5.
12
Pemberian skor pada setiap pertanyaan dari masing-masing variabel yang kemudian skor tersebut dikompositkan sehingga memperoleh total skor. Selanjutnya, dilakukan transformasi skala ordinal dari 0-100 dengan rumus sebagai berikut : ilai total-nilai minimum
Indeks = nilai maksimum-nilai minimum Setelah mendapatkan indeks setiap variabel, selanjutnya indeks dikelompokan menjadi tiga kategori. Cut off fungsi keluarga, pembagian jadwal dan sumber daya, interaksi suami istri, interaksi antar istri dan kualitas perkawinan dicari interval kelasnya (Slamet 1993) dengan menggunakan rumus berikut : Interval kelas =
Skor maksimum-skor minimum jumlah kategori
Pengelompokkan kategori adalah sebagai berikut : - Rendah (Kurang Baik) : ≤ 33,33 - Sedang (Cukup Baik) : 33,34-66, 67 - Tinggi (Baik) : > 66,67 Data karakteristik keluarga meliputi karakteristik suami, dan karakteristik responden. Karakteristik suami meliputi nama, usia, pendidikan terakhir, jenis pekerjaan, jumlah pendapatan, jumlah anak dan jumlah istri. Karakteristik responden meliputi nama, usia, pendidikan terakhir, jenis pekerjaan, jumlah pendapatan dan jumlah anak. Usia suami dan istri dibagi menjadi tiga kategori yaitu dewasa awal (18-40 tahun), dewasa madya (41-60 tahun), dan dewasa akhir (>60 tahun) (Hurlock 1980). Pendidikan terakhir suami, istri pertama dan istri kedua meliputi tidak tamat SD, tamat SD, SMP, SMA, Sarjana. Tabel pengolahan data dapat dilihat pada Lampiran 4, selain itu laporan indepth interview disajikan pada Lampiran 15. Definisi Operasional Keluarga poligami di dalam penelitian ini difokuskan kepada keluarga dengan jumlah istri lebih dari satu orang. Nilai-nilai keluarga adalah pemaknaan responden terhadap keluarga, perkawinan, poligami, pasangan dan ank Motivasi adalah dorongan seseorang untuk melakukan suatu perbuatan dalam penelitian ini merupakan dorongan untuk poligami. Karakteristik keluarga adalah kondisi keluarga yang mencakup demografi dan sosial ekonomi keluarga. Hal ini dilihat dari usia, status di dalam keluarga tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, jumlah pendapatan Pekerjaan merupakan suatu hal yang dilakukan dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan hidup khususnya kebutuhan ekonomi Pendapatan merupakan jumlah pemasukan dari bekerja Istri pertama adalah istri yang menikah lebih dulu dengan suami Istri kedua dan seterusnya adalah istri yang menikah setelah suami memiliki istri
13
Fungsi keluarga adalah tugas yang dimiliki oleh sebuah keluarga kepada anggotaanya. Penelitian ini melibatkan fungsi cinta kasih, ekonomi serta sosialisasi dan pendidikan Interaksi adalah proses komunikasi timbal balik yang berlangsung secara teru menerus dan mencakup komunikasi dan kelekatan hubungan suami dengan istri pertama, dan istri pertama dengan istri kedua dan seterusnya Komunikasi adalah proses pertukaran pesan antara dua orang. Konflik adalah permasahan antara dua orang yang umumnya negatif. Pembagian jadwal adalah cara suami membagi waktu untuk tinggal dan bermalam antara istri-istrinya. Pembagian sumber daya adalah cara suami mengalokasikan asset dan sumber daya kepada istri-istrinya. Kualitas perkawinan merupakan penilaian terhadap tingkat kepuasan dan kebahagiaan perkawinan.
14
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Responden Tipe Responden. Jumlah responden penelitian ini adalah 30 responden yang terdiri atas berbagai tipe yaitu istri pertama, istri kedua, istri ketiga dan istri keempat. Sebaran tipe responden disajikan pada Gambar 3. 20 15
15
13
Istri Pertama Istri Kedua
10 5
1
1
Istri Ketiga Istri Keempat
0 Istri Pertama
Istri Kedua
Istri Ketiga
Istri Keempat
Gambar 3 Sebaran tipe responden Karakteristik Keluarga Responden Jumlah istri. Poligami merupakan praktik pernikahan antara satu suami dengan beberapa istri. Batasan jumlah istri dibatasi oleh Agama Islam yaitu maksimal 4 orang istri. Gambar 4 menggambarkan sebaran jumlah istri suami responden. 30
25 2 Istri
20 10
1
4
4 Istri
0
2 Istri
3 Istri
3 Istri
4 Istri
Gambar 4 Sebaran jumlah istri suami Usia. Usia suami responden rata-rata 52 tahun dengan usia termuda adalah 39 tahun dan usia tertua adalah 64 tahun. Usia responden rata-rata 45 tahun dengan usia termuda adalah 33 tahun dan paling tua 55 tahun. Usia suami responden dan responden paling banyak berada pada kategori usia dewasa madya yaitu antara 40-60 tahun. Usia dewasa madya merupakan usia peralihan dari usia muda menuju dewasa. Hurlock (1968) menyatakan bahwa pada masa ini terjadi perubahan-perubahan dalam hal penampilan, fisik, kesehatan dan juga kemampuan reproduksi. Tingkat pendidikan. Hasil penelitian menunjukkan tingkat pendidikan responden dan suami responden paling banyak berada pada kategori perguruan tinggi dengan masing-masing presentase 33,3 dan 40 persen. Kategori tingkat pendidikan pada perguruan tinggi mengindikasikan bahwa tingkat pendidikan reponden sudah di atas wajib belajar 9 tahun yang ditetapkan oleh pemerintah. Jenis pekerjaan. Lebih dari setengah responden dan suami responden (53,3%) pada penelitian ini bekerja sebagai wiraswasta, sedangkan presentase terrendah berada pada kategori tidak bekerja, PNS dan Buruh.
15
Jumlah pendapatan. Hasil penelitian menunjukkan jumlah pendapatan responden (40,0%) dan suami responden (73,3%) paling banyak berada pada kategori ≤2.000.000. Berdasarkan Upah Minimum Regional (UMR) Kota Bekasi yaitu sebesar 2.441.954 rupiah, maka lebih dari setengah responden penelitian ini (73,3%) memiliki pendapatan di bawah UMR. Lama menikah. Lebih dari setengah responden (53,3%) penelitian ini telah menikah lebih dari 20 tahun. Karakteristik keluarga responden lebih jelas tersaji pada Tabel 1. Tabel 1 Sebaran istri berdasarkan karakteristik keluarga Kategori Usia (Tahun)* Dewasa Awal (18-40) Dewasa Madya (41-60) Dewasa Akhir (>60) Min-Max (tahun) Rata-Rata±SD (tahun)
Suami
Responden %
n
%
n
2 24 4
6,7 80,0 13,3
6 24 0
20,0 80,0 0,0 33-55 45,0±5,4
39-64 52,0±8,0
Tingkat Pendidikan Tidak Lulus SD SD SMP SMA Perguruan Tinggi (PT)
0 4 5 9 12
0,0 13,3 16,7 30,0 40,0
2 7 2 9 10
6,7 23,3 6,7 30,0 33,3
Jenis Pekerjaan Tidak Bekerja/Pensiunan Buruh Wirausaha Wiraswasta PNS
3 3 5 16 3
10,0 10,0 16,7 53,3 10,0
3 3 5 16 3
10,0 10,0 16,7 53,3 10,0
Jumlah Pendapatan ≤2. . 2.00.001-4.000.000 4.000.001-6.00.000 6.000.001-8.000.000 8.000.001-10.000.000 >10.000.000 Min-Max (rupiah) Rata-Rata±SD (rupiah)
12 40,0 6 20,0 6 20,0 1 3,3 1 3,3 4 13,3 1.500.000-100.000.000 7.900.000±1.800.000
Lama Menikah (<10 tahun) (10-20 tahun) (>20 tahun) Min-Max (tahun) Rata-Rata±SD (tahun) Total Responden
22 73,3 4 13,3 1 3,3 2 6,7 1 3,3 0 0,0 0-10.000.000 1.300.000±2.400.000 8 26,7 6 20,0 16 53,3 1-43 18,93±11,88
30
100,0
30
100,0
*Usia dibedakan menjadi tiga kategori dengan pembagian berdsarkan Hurlock, 1980 yaitu usia dewasa awal (18-40 tahun), dewasa madya (41-60 tahun) dan dewasa akhir (>60 tahun).
16
Nilai-Nilai Keluarga Persepsi seseorang mengenai keluarga dan perkawinan memberikan pengaruh dalam kualitas perkawinan. Secara umum, hasil penelitian menunjukkan persepsi responden terhadap nilai-nilai keluarga dan perkawinan cenderung tinggi, artinya responden sudah mampu memaknai arti dari keluarga, perkawinan, poligami, pasangan dan anak dengan baik. Sebagian besar responden memaknai keluarga sebagai harta yang paling berharga yang terbentuk karena ikatan pernikahan serta bertujuan untuk mendapatkan keturunan. Selain itu, sebagian besar responden setuju bahwa pernikahan adalah sebuah komitmen dan ikatan yang sakral untuk membentuk keluarga yang sakinah mawaddah wa rohmah. Lebih dari setengah responden penelitian ini (63,3%) setuju bahwa poligami merupakan sunnah Nabi. Selain itu, reponden penelitian ini juga memaknai poligami sebagai salah satu upaya untuk mengangkat derajat perempuan, memperoleh keturunan yang banyak dan sah serta untuk menghindari seks bebas. Seluruh responden penelitian ini setuju bahwa suami adalah pemimpin bagi keluarga mereka. Selanjutnya, sebagian besar responden setuju bahwa pasangan adalah seorang tempat berbagi suka duka (93,3%), seorang pelindung, (96,7%), teladan (96,7%), dan pemberi nafkah (96,7%) keluarga. Persepsi responden bahwa kehadiran seorang anak merupakan sumber dari rezeki tergolong tinggi. Hal ini tergambarkan dengan jumlah presentase jawaban “setuju” sebanyak 96,7 persen. Selain itu, seluruh responden setuju bahwa anak adalah titipan tuhan dan pemicu semangat hidup. Penelitian Troy (2008) menemukan bahwa perempuan yang memahami fungsi dari sebuah keluarga dan memahami arti sebuah perkawinan cenderung memiliki kualitas perkawinan yang lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan yang tidak memahami. Hasil sebaran variabel persepsi terhadap nlainilai keluarga tersaji pada Tabel 2. Tabel 2 Sebaran istri berdasarkan perspektif terhadap nilai-nilai keluarga dan perkawinan No.
Nilai-Nilai Keluarga
Makna Keluarga 1 Terikat hubungan darah dan perkawinan 2 Saling berbagi suka dan duka 3 Kebahagiaan, kenyamanan dan ketentraman 4 Tempat menghasilkan keturunan 5 Harta yang paling berharga Makna Perkawinan 6 Penyatuan dua orang yang berbeda jenis kelamin secara hukum negara dan agama 7 Ikatan yang sakral 8 Komitmen masa depan 9 Untuk memperoleh keturunan yang sah 10 Membentuk keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah
TS (%)
KS (%)
SS (%)
3,3 0,0 0,0 0,0 0,0
20,0 100,0 13,3 6,7 3,3
86,7 0,0 86,7 93,3 96,7
3,3
3,3
93,3
0,0 0,0 0,0 0,0
0,0 0,0 3,3 0,0
100,0 100,0 96,7 100,0
17
No.
Nilai-Nilai Keluarga
TS (%)
KS (%)
SS (%)
Makna Keluarga Poligami 11 Sunnah nabi 12 Untuk memperoleh keturunan banyak dan sah 13 Upaya mengangkat derajat perempuan 14 Upaya menghindari free-sex 15 Syaratnya adil
10,0 36,7 10,0 3,3 6,7
26,7 20,0 23,3 3,3 13,3
63,3 43,3 66,7 93,3 80,0
Makna Pasangan 16 Pemimpin 17 Tempat berbagi rasa 18 Pelindung 19 Teladan 20 Pencari nafkah
0,0 0,0 0,0 0,0 0,0
0,0 6,7 3,3 6,7 3,3
100,0 93,3 96,7 93,3 96,7
Makna Anak 21 Sumber rezeki 22 Sumber kebahagiaan 23 Titipan tuhan 24 Pemicu hidup
0,0 0,0 0,0 0,0
3,3 3,3 0,0 0,0
96,7 96,7 100,0 100,0
Keterangan : TS = Tidak Setuju; KS = Kurang Setuju; SS = Sangat Setuju
Fungsi Keluarga Fungsi Keluarga. Hasil penelitian menunjukkan presentase tertinggi (40,0%) pemenuhan fungsi-fungsi keluarga secara keseluruhan berada pada kategori cukup baik, hal ini bermakna suami responden pada penelitian ini sudah cukup mampu menjalankan fungsinya dengan cukup baik. Pada penelitian ini fungsi keluarga terbagi menjadi tiga dimensi yaitu fungsi cinta kasih, fungsi ekonomi serta fungsi sosialisasi dan pendidikan. Presentase tertinggi pada dimensi pemenuhan fungsi cinta kasih berada pada kategori baik, artinya upaya suami untuk membagi perhatian dan cintanya kepada istri-istri dan anak-anaknya sudah baik. Berbeda dengan fungsi cinta kasih presentase tertinggi pada dimensi fungsi ekonomi serta sosialisasi dan pendidikan berada pada kategori kurang baik. Pemenuhan fungsi ekonomi yang kurang baik bermakna bahwa pembagian ekonomi yang dilakukan oleh suami belum sama antara istri-istrinya, selain itu pemenuhan faktor ekonomi di dalam keluarga responden juga dapat dikatakan belum mampu optimal. Pemenuhan fungsi sosialisasi pendidikan yang mewakili aspek sosial juga berada pada kategori kurang baik, artinya keterlibatan suami dalam pendidikan anak dapat dikatakan kurang, selain itu upaya sosialisasi suami kepada istri dan anaknya mengenai praktik poligami yang dilakukannya masih tergolong kurang baik. Capaian fungsi sosialisasi dan pendidikan yang kurang baik ini yang diasumsikan memberikan pengaruh pada prestasi akademik anak. Penelitian Al Shamsi dan Fulcher (2005) menemukan praktik poligami memberikan dampak pada menurunnya prestasi belajar anak.
18
Penyajian capaian fungsi keluarga selengkapnya disajikan pada Tabel 3. Secara detil data tersaji pada Lampiran 5. Tabel 3 Sebaran istri berdasarkan persepsinya dalam pemenuhan fungsi-fungsi keluarga Fungsi Cinta Kasih (%)
Fungsi Sosialisasi dan Pendidikan (%)
Fungsi Ekonomi (%)
Fungsi keluarga (%)
Kurang Baik (≤33.3) Cukup Baik (33.4-66.7) Baik (>66.7)
16,7
70,0
53,3
23,3
30,0
10,0
30,0
40,0
53,3
20,0
16,7
36,7
Total Min-Max (Skor) Rata-rata±SD (Skor)
100,0 5-10 8,3±1,6
100,0 3-6 4,2±1,1
100,0 6-12 8,5±1,8
100,0 14-28 21,1±3,7
Kategori
Alasan Suami Melakukan Poligami Sudut Pandang Responden Hasil penelitian menunjukkan, presentase tertinggi jawaban “Ya” baik pada responden istri pertama maupun istri kedua dan seterusnya adalah karena cinta dan presentase terendah sudut pandang istri pertama adalah karena istri pertama menderita kelainan, tidak mampu menghasilkan anak dan tidak mampu memenuhi kebutuhan seksual suami yang berlebihan, hal ini berbeda dengan presentase terendah jawaban “Ya” oleh istri kedua dan seterusnya yaitu karena suami ingin memiliki banyak anak dan istri pertama tidak mampu memenuhi kebutuhan seksual suami yang berlebihan. Hal ini bertentangan dengan penelitian Al krenawi dan Slonim-Nevo (2006) dengan motivasi paling dominan seorang suami menikah lagi adalah karena ingin memiliki banyak anak laki-laki (keturunan). Penemuan ini juga bertentangan dengan aturan poligami mengenai alasan yang dapat diterima atas pemberian izin dari Pengadilan Agama. Agama Islam memberikan jalan bahwa poligami sebagai solusi dari perilaku seks bebas setelah menikah, artinya ketika seorang laki-laki sudah beristri namun belum terpuaskan kebutuhan seksualnya maka Islam membolehkan untuk berpoligami namun bukan berarti ketika seorang laki-laki beristri kemudian mencintai perempuan lain dapat berpoligami tanpa terpenuhi syarat-syarat berpoligami tersebut, alasan lain yang dapat diterima menurut Islam adalah untuk melindungi perempuan (janda, perawan tua dan anak yatim).
19
Sebaran jumlah jawaban mengenai alasan suami untuk melakukan poligami tersaji pada Tabel 4. Tabel 4 Sebaran istri berdasarkan persepsinya mengenai alasan suami melakukan poligami No
1 2 3 4 5 6 7 8
Alasan Poligami
Istri pertama menderita kelainan Istri pertama tidak mampu menghasilkan anak Melindungi perempuan Melindungi kehormatan keluarga Ingin memiliki banyak anak Istri pertama tidak mampu memenuhi kebutuhan seksual suami Cinta Melaksanakan sunnah Nabi SAW
Istri Pertama (n=13) Ya Tidak (%) (%)
Istri Kedua dan Seterusnya (n=17) Ya Tidak (%) (%)
0,0 0,0
100,0 100,0
5,9 17,6
94,1 82,4
61,5 15,4 7,7 0,0
38,5 84,6 92,3 100,0
5,9 11,8 0,0 0,0
94,1 88,2 100,0 100,0
84,6 30,8
15,4 69,2
76,5 23,5
23,5 76,5
Alasan suami menikah lagi ditanyakan kepada responden sebagai istri sehingga mengambil sudut pandang istri. Beberapa hasil ungkapan responden mengenai alasan suami mereka menikah lagi diantaranya : Ibu F, beliau seorang istri pertama. Suami ibu F memiliki dua orang istri, beliau memaparkan: “… suami saya menikah kembali tanpa sepengetahuan saya, saya tahu kabar ini justru bukan dari suami saya langsung, awalnya saya tidak percaya, hingga akhirnya saya tanyakan langsung padanya dan suami saya pun mengakuinya. Waktu itu suami saya mengatakan bahwa ia ingin menolong dan melindungi perempuan tersebut. Istri kedua suami saya memang menderit kelainan, dia tidak bisa hamil dan usianya juga sudah berumur”
Ibu T adalah istri ketiga dari suaminya. Istri kedua suami ibu T telah lama meninggal dunia, namun istri pertama masih hidup. Beliau menuturkan bahwa alasan utama suami menikah lagi adalah karena istri pertama memang sulit untuk mendapatkan anak, berikut ungkapannya: “… saya menikah dengan suami saya ini atas sepengetahuan istri pertama suami saya dan memang istri pertama juga mengijinkan. Saya seorang janda dengan dua orang anak saat itu. Berat bagi saya untuk memutuskan menikah dengan seseorang yang sudah memiliki istri, namun saat itu di dasari dengan kondisi diri saya yang memang seorang janda dan kondisi istri pertama suami yang tidak bisa memiliki anak saat itu. Sebenarnya saya istri ketiga dari suami, saat itu setelah beberapa tahun menikah suami dengan istri pertama tidak kunjung memiliki seorang anak sehingga suami menikah dengan perempuan lain, namun saat istri kedua suami hamil, ternyata istri pertama suami hamil juga. Pada saat melahirkan, istri kedua suami meninggal, selanjutnya baru suami menikah dengan saya”
Ibu P, seorang istri pertama dengan 4 orang anak. Suami beliau menikah lagi dengan sahabat Ibu P sendiri, beliau hanya menuturkan: “… suami saya menikah lagi dengan sahabat saya. Mereka satu kantor. Menurut saya tidak ada alasan yang paling tepat untuk suami menikah lagi selain mereka memang saling jatuh cinta”
20
Ibu R yang menyatakan bahwa suaminya menikah lagi karena cinta pada perempuan lain yang kini menjadi istri keduanya: “… saya tidak tahu sudah seberapa lama suami menyimpan rahasia ini dari saya. Saya mengetahui hubungan suami dengan istri kedua dari sms- sms mesra yang tertera di handphone suami, itupun dari anak saya. Setelah saya selediki dan akhirnya saya tanyakan langsung beliau hanya menangis sebelum akhirnya mengakui bahwa ia jatuh cinta dan sudah menikah dengan perempuan lain. Suami saya minta maaf sampai memohon-mohon pada saya seperti anak kecil, tapi mau bagaimana lagi, semua sudah terjadi”
Ibu J adalah istri kedua. Beliau menikah dengan suami karena istri pertama sedang sakti saat itu. “… saya menikah dengan suami saya lebih karena dijodohkan oleh kakak (istri pertama suami), tidak menyangka bahwa dijodohkan dengan suami kakak. Saya dan kakak bukan saudara kandung, beliau kakak kelas saya, kami sekolah di tempat yang sama, kami belajar ilmu yang sama. Saat itu kakak mendampingi suaminya untuk melamarku dengan alasan kakak sedang mengalami penyakit mag akut sehingga menghambatnya untuk mengurusi suami dan anak-anaknya. Bagi saya saat itu tidak ada alasan untuk menolak seorang laki-laki sholeh, sehingga akhirnya kami menikah”
Alasan Istri Menjadi Istri Kedua, dan seterusnya Responden istri kedua dan seterusnya berjumlah 17 responden. Hasil penelitian menunjukkan alasan responden untuk menjadi istri kedua dan seterusnya paling banyak karena cinta, dan paling sedikit karena ingin menghindari dari status perawan tua. Gambaran alasan istri untuk menjadi istri kedua tersaji pada Tabel 5. Tabel 5 Sebaran istri berdasarkan alasannya menjadi istri kedua dan seterusnya (n=17) No 1 2 3 4 5
Alasan istri menjadi istri kedua Menghindari status perawan tua Dijodohkan Meningkatkan kualitas hidup Melindungi kehormatan keluarga Cinta
Ya (%)
Tidak (%)
0,0 11,8 29,4 35,3 58,8
100,0 88,2 70,6 64,7 41,2
Beberapa ungkapan alasan responden menerima menjadi istri kedua. Ibu T adalah istri ketiga dari suaminya. Beliau seorang janda. Beliau menyatakan alasan dirinya menjadi istri kedua memang agar melindungi status jandanya serta melindungi kehormatan keluarga besarnya. “… saya seorang janda dengan dua orang anak saat itu. Berat bagi saya untuk memutuskan menikah dengan seseorang yang sudah memiliki istri, namun saat itu di dasari dengan kondisi diri saya yang memang seorang janda dan kondisi istri pertama suami yang tidak bisa memiliki anak saat itu. Sebenarnya saya istri ketiga dari suami, saat itu setelah beberapa tahun menikah suami dengan istri pertama tidak kunjung memiliki seorang anak sehingga suami menikah dengan perempuan lain, namun saat istri kedua suami hamil, ternyata istri pertama suami hamil juga. Namun istri kedua suami meninggal saat melahirkan, selanjutnya baru suami menikah dengan saya”
21
Ibu Z istri keempat dari suaminya. Beliau memiliki satu orang anak. Berikut penuturan beliau mengenai keputusannnya menerima untuk menjadi istri kedua. “… entahlah waktu itu mengapa saya mau jadi istri suami. Mungkin lebih karena hutang budi saya pada suami. Saya yatim dan suami banyak membantu keluarga saya saat itu. Dahulu juga saya sering mengurus anak-anak suami yang cukup banyak di kampung”
Ibu M, seorang janda yang menikah lagi. Ibu M menikah dengan seorang yang sudah beristri. Beliau memaparkan alasannya menjadi istri kedua sebagai berikut: “… saya bertemu suami memang sudah lama. Waktu itu suami menyatakan kalau dia tertarik sama saya dan begitupun saya sebenarnya, kami saling mencintai. Kemudian saya katakan ke suami bahwa saya sudah tidak mau pacar-pacaran karena status saya sebagai janda kalau suka didatangi laki-laki yang belum jelas statusnya kan akan jadi bahan pembicaraan di masyarakat, jadi kalau memang suka dan serius yang nikahi saja saya. Akhirnya kami menikah. Istri pertamanya dulu belum tahu, kalau sekarang sudah”
Ibu D, seorang guru. Beliau sudah bercerai dengan suami yang sebelumnya dan sudah memilik dua orang anak. Berikut penuturan beliau: “… saya menerima lamaran suami saya karena dakwah. Suami saya seorang ahli pengobatan alternatif yang sering berkeliling dari satu kota ke kota lain. Beliau sering meninggalkan keluarganya. Saat itu, beliau dating ke saya dan melamar saya. Saya tahu beliau sudah punya istri sehingga saya meminta beliau izin pada istri pertama. Waktu itu saya tanya pada suami kenapa beliau ingin menikahi saya dan suami mengatakan bahwa beliau ingin belajar agama lebih banyak, juga belajar tentang akidah dari saya. Istri pertama beliaupun mengijinkan dengan alasan agar suami terhindar dari fitnah karena jarang pulang ke rumah. Sehingga saat itu saya menerima untuk menjadi istri kedua karena memang untuk membantu suami, mengajarkan tentang agama, berdakwah pada suami dan keluarganya.”
Pembagian Jadwal Gilir dan Sumber Daya Hasil penelitian ini menemukan bahwa pembagian jadwal dan sumber daya yang dilakukan suami tergolong kurang baik, artinya suami belum mampu membagi waktu dan sumber daya secara merata antara istri-istrinya. Suami belum mampu membagi jadwal harian kepada para istrinya dengan merata, hal ini mengindikasikan adanya sikap pilih kasih suami kepada salah satu istri. Penelitian ini juga menemukan bahwa suami responden belum mampu membagi sumber daya yang dimilikinya kepada istri-istrinya dengan sama rata. Al Krenawi dan Slonim-Nevo (2006) juga menggambarkan bahwa salah satu faktor penting agar fungsi keluarga poligami dapat berjalan dengan baik adalah adanya pembagian alokasi sumber daya yang sama antara kedua keluarga oleh suami. Ketimpangan jumlah waktu jadwal kunjung suami dan juga jumlah sumber daya khususnya pada pemenuhan fungsi ekonomi oleh suami cenderung meningkatkan resiko timbulnya konflik dalam keluarga poligami khususnya pada hubungan antaristri seperti munculnya kompetisi dan rasa cemburu (Al Toneji dalam Al Shamsi dan Fultcher 2005). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Abdu Salam dalam Al Shamsi dan Fulcher (2005) mengenai praktik poligami di Kuwait yang memberikan hasil sebanyak 71 persen istri menyatakan bahwa laki-laki tidak bisa adil dalam memperlakukan istri-istirnya, selain itu 50 persen dari laki-laki yang
22
melakukan poligami juga setuju bahwa mereka tidak bisa memperlakukan istriistrinya secara adil. Tabel 6 menggambarkan sebaran pembagian jadwal gilir dan sumber daya yang dilakukan suami kepada para istrinya. Sajian data secara lebih detil terdapat pada Lampiran 6. Tabel 6 Sebaran istri berdasarkan pembagian jadwal gilir dan sumber daya Pembagian Jadwal Gilir Suami (%)
Pembagian Pendapatan dan Sumber Daya (%)
Pembagian Jadwal Gilir dan Sumber Daya (%)
Kurang Baik (≤33.3) Cukup Baik (33.4-66.7) Baik (>66.7)
53,3
66,7
53,4
20,0
13,3
23,3
26,7
20,0
23,3
Total Min-Max (Skor) Rata-rata±SD (Skor)
100,0 7-21 14,5±3,9
100,0 3-9 5,7±6,0
100,0 10-30 20,3±5,2
Kategori
Interaksi Suami-Istri Interaksi suami-istri. Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar (80%) interaksi suami istri berada pada kategori baik dengan dimensi komunikasi (73,4%) dan kelekatan (60,0%) tergolong baik. Dimensi komunikasi antara responden dengan suami yang tergolong baik bermakna intensitas komunikasi yang terjalin antara responden dengan suami responden tergolong sering sehingga dapat dikatakan responden cukup terbuka untuk membicarakan masalah-masalah di dalam keluarga seperti kondisi anak, permasalahan rumah tangga, masa depan keluarga dan sebagainya. Hasil penelitian ini menunjukkan terjalinnya komunikasi positif antara suami dan responden. Selain komunikasi, dimensi kelekatan pada penelitian ini tergolong baik, kelekatan antara suami istri mengindikasikan adanya saling ketergantungan antara keduanya. Skor capaian tingkat interaksi suami istri responden disajikan pada Tabel 7. Analisis kuesioner secara lebih rinci tersaji pada Lampiran 7. Tabel 7 Sebaran istri berdasarkan interaksi suami-istri Kategori
Komunikasi (%)
Bonding (%)
Interaksi Suami-Istri (%)
Kurang Baik (≤33.3) Cukup Baik (33.4-66.7) Baik (>66.7)
13,3
0,0
6,7
13,3
40,0
13,3
73,4
60,0
80,0
Total Min-Max (Skor) Rata-rata±SD (Skor)
100,0 9-27 22,9±4,4
100,0 4-12 4,2±1,3
100,0 13-39 32,1±5,3
Interaksi Antaristri Interaksi Antaristri. Interaksi antaristri pada penelitian ini berada pada kategori kurang baik (70,0%). Hal ini menunjukkan kurang baiknya hubungan antaristri pada keluarga poligami. Interaksi antaristri dikelompokkan menjadi
23
komunikasi, kelekatan dan konflik. Pada ketiga bentuk interaksi tersebut skor tertinggi berada pada kategori kurang baik (komunikasi 80,0%, kelekatan 76.7% dan konflik 70,0%). Komunikasi antaristri keluarga poligami ditandai dengan adanya waktu untuk berdiskusi, membesarkan anak bersama, merawat suami bersama dan sebagainya, sedangkan konflik antaristri ditandai dengan adanya perlombaan cari perhatian pasangan, pertengkaran fisik ataupun verbal, dan sebagainya. Hasil penelitian ini menunjukkan baik pada dimensi komunikasi ataupun konflik antara istri-istri tergolong kurang baik, artinya jarang tercipta komunikasi ataupun konflik antara istri-istri. Sebagian besar responden penelitian ini memiliki rumah yang terpisah dengan istri suami lainnya sehingga komunikasi baik komunikasi positif berupa kerjasama ataupun komunikasi negatif berupa pertikaian antaristri sangat jarang terjadi. Masing-masing istri memilih untuk tidak memulai komunikasi ataupun pertikaian. Tabel 8 menyajikan capaian skor interaksi antaristri. Secara lebih lengkap data tersaji pada Lampiran 8. Tabel 8 Sebaran istri berdasarkan interaksi antaristri Komunikasi (%)
Bonding (%)
Konflik (%)
Interaksi Antaristri (%)
Kurang Baik (≤33,33) Cukup Baik (33,4-66,7) Baik (>66,7)
80,0
76,7
70,0
70,0
6,7
6,7
16,7
30,0
13,3
16,7
13,3
0,0
Total Min-Max (Skor) Rata-rata±SD (Skor)
100,0 9-27 12,1±6,1
100,0 1-3 1,4±0,7
100,0 10-30 15,1±5,4
100,0 20-60 28,7±7,5
Kategori
Kualitas Perkawinan Kualitas Perkawinan. Kualitas perkawinan responden penelitian ini berada pada kategori cukup baik (50,0%), artinya hubungan perkawinan antara responden dengan suami responden sudah cukup baik. Kualitas perkawinan responden tergambarkan dari tingkat kepuasan dan kebahagiaan respoden terhadap perkawinannya dengan suaminya. Lebih dari setengah respoden (53.3%) memiliki tingkat kepuasan cukup baik, sedangkan sebanyak 53.3 persen kebahagiaan responden berada pada kategori baik. Hal ini menunjukkan responden sudah cukup puas dan bahagia terhadap perkawinannya.
24
Gambaran tingkat kualitas perkawinan responden dapat dilihat pada Tabel 9. Lampiran 9 menyajikan data skor kualitas perkawinan secara lebih rinci. Tabel 9 Sebaran istri berdasarkan kualitas perkawinan keluarga poligami Kepuasan Perkawinan (%)
Kebahagiaan Perkawinan (%)
Kualitas Perkawinan (%)
Kurang Baik (≤33,33) Cukup Baik (33,4-66,7) Baik (>66,7)
13,3
6,7
13,3
53,3
40,0
50,0
33,3
53,3
36,7
Total Min-Max (Skor) Rata-rata±SD (Skor)
100,0 19-95 62,8±13,2
100,0 5-25 18,2±4,2
100,0 24-120 81,1±17,1
Kategori
Perbedaan Pembagian Jadwal dan Sumber daya, Pemenuhan Fungsi, Interaksi Suami Istri, Interaksi Antaristri dan Kualitas Perkawinan antara istri pertama dan istri kedua dan seterusnya Kualitas perkawinan keluarga poligami dan pemenuhan fungsi keluarga oleh suami tidak memiliki perbedaan yang signifikan antara istri pertama dan istri kedua dan seterusnya. Berdasarkan hasil tersebut dapat dikatakan bahwa baik istri pertama maupun istri kedua dan seterusnya memiliki kecenderungan perasaan yang sama dalam hal kualitas perkawinan dan pemenuhan fungsi keluarga oleh suami. Secara umum dapat dikatakan bahwa istri pertama lebih unggul dibandingkan istri kedua dan seterusnya dalam hal pembagian jadwal harian dan sumberdaya. Selain itu tingkat konflik antaristri yang dirasakan istri pertama cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan istri kedua dan seterusnya. Selanjutnya, istri kedua dan seterusnya lebih tinggi dalam hal komunikasi antaristri dibandingkan dengan istri pertama. Istri kedua dan seterusnya memiliki komunikasi yang dirasakan lebih baik dibandingkan dengan yang dirasakan istri pertama diasumsikan karena istri kedua dan seterusnya cenderung berusaha membuka komunikasi dengan istri pertama untuk membentuk hubungan yang harmonis, sedangkan istri pertama cenderung merasakan konflik antara dirinya dengan istri kedua dan seterusnya lebih besar kemungkinan disebabkan belum adanya penerimaan istri pertama terhadap kenyataan bahwa suami mereka menikah kembali.
25
Tabel 10 menyajikan perbedaan skor variabel antara istri pertama dan istri kedua dan seterusnya. Tabel 10 Sebaran istri berdasarkan perbedaan variabel antara istri pertama dan istri kedua dan seterusnya Rataan Skor Istri kedua dan Istri pertama seterusnya (n= 13) (n= 17)
Dimensi
Fungsi keluarga - Fungsi cinta kasih - Fungsi sosialisasi dan pendidikan - Fungsi ekonomi Pembagian jadwal gilir dan sumber daya - Pembagian jadwal gilir - Pembagian sumber daya Interaksi suami istri - Komunikasi suami istri - Kelekatan suam istri Interaksi antaristri - Komunikasi antaristri - Kelekatan antaristri - Konflik antaristri Kualitas perkawinan - Kepuasan perkawinan - Kebahagiaan perkawinan
Sig (2-tailed)
20,08 8,15 3,85 8,08
21,94 8,47 4,53 8,94
0,18 0,61 0,06 0,20
23,08
18,18
0,00**
15,54 7,54 31,85 21,46 9,31 29,08 9,06 1,15 18,31 76,69 59,00 17,69
13,82 4,35 34,00 24,12 9,88 28,41 14,06 1,59 12,76 84,53 65,82 18,71
0,04* 0,00** 0,21 0,10 0,26 0,80 0,02* 0,10 0,00* 0,21 0,16 0,52
Keterangan: *signifikan pada sig (2-tailed) <0,05; **sangat signifikan pada sig (2-tailed) <0,001
Hubungan Antarvariabel Beberapa variabel yang saling berhubungan diantaranya adalah variabel fungsi keluarga. Fungsi keluarga memiliki hubungan positif signifikan dengan interaksi suami istri, interaksi antaristri dan kualitas perkawinan. Hasil ini menunjukkan semakin baik tingkat pemenuhan fungsi keluarga oleh suami maka interaksi yang terjalin antara suami dengan istri akan semakin baik, begitu pula dengan interaksi yang terjalin antara istri-istri suami. Fungsi keluarga yang terpenuhi dengan baik juga akan meningkatkan kualitas perkawinan. Variabel interaksi suami istri berhubungan positif signifikan dengan kualitas perkawinan yang artinya semakin baik interaksi antara suami istri, maka kualitas perkawinan akan semakin baik.
26
Tabel 11 menyajikan hubungan antara variabel-variabel penelitian seperti pemenuhan fungsi keluarga, pembagian jadwal dan sumber daya, interaksi suami istri, interaksi suami istri dan kualitas perkawinan. Tabel 11 Hubungan antara variabel-variabel penelitian Fungsi Keluarga Fungsi Keluarga Pembagian Jadwal dan Sumber Daya Interaksi Suami Istri Interaksi Antaristri Kualitas Perkawinan
Pembagian Jadwal dan Sumber Daya
1,000 0,310 1,000
Interaksi Suami Istri
Interaksi Antaristri
Kualitas Perkawinan
0,610**
0,378*
0,578**
0,172
0,178
0,224
1,000
-0,052
0,794**
1,000
-0,008
1,000
*korelasi signifikan pada level 0,05 (sig 2-tailed) **korelasi signifikan pada level 0,001(sig 2-tailed)
Variabel interaksi suami istri dibagi menjadi dua subvariabel diantaranya komunikasi suami istri dan kelekatan suami istri. Variabel kualitas perkawinan terbagi menjadi dua subvariabel yaitu kepuasan perkawinan dan kebahagiaan perkawinan. Tabel 12 menggambarkan terdapat hubungan signifikan positif antara interaksi suami istri dan kualitas perkawinan. Hal ini bermakna bahwa semakin baik interaksi suami istri maka akan semakin baik kualitas perkawinan pasangan tersebut. Hasil ini sesuai dengan pernyataan Kammeyer (1987) bahwa interaksi menjadi faktor yang penting dalam mencapai kualitas perkawinan yang baik. Interaksi suami istri pada penelitian ini mencakup dua dimensi yaitu komunikasi dan kelekatan (bonding). Komuikasi yang terjalin antara suami dan istri memiliki hubungan positif signifikan dengan kepuasan dan kebahagiaan perkawinan, artinya semakin baik komunikasi yang terjalin antara suami dan istri maka kepuasan dan kebahagiaan perkawinan akan semakin tinggi. Keterbukaan dalam berkomunikasi antarpasangan akan berpengaruh pada kepuasan dan kebahagiaan hubungan. Laswell dan Laswell (1987) menyatakan aspek komunikasi seperti keterbukaan dan kejujuran akan meningatkan tingkat kepercayaan pada pasangan yang berdampak pada meningkatnya kepuasan hubungan. Bonding antara suami istri pada penelitian ini juga berhubungan positif dengan kebahagiaan perkawinan, artinya semakin erat ikatan bonding antara suami dengan istrinya maka kebahagiaan perkawinan semakin tinggi.
27
Hubungan antara interaksi suami istri dengan kualitas perkawinan secara keseluruhan dan berdasarkan dimensinya dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12 Hubungan antara interaksi suami istri dan kualitas perkawinan
Komunikasi Suami Istri Bonding Suami Istri Interaksi Suami Istri
Kepuasan Pekawinan
Kebahagiaan Perkawinan
Kualitas Perkawinan
0,770**
0,700**
0,771**
0,289 0,783**
0,381* 0,748**
0,322 0,794**
*korelasi signifikan pada level 0,05 (sig 2-tailed) **korelasi signifikan pada level 0,001(sig 2-tailed)
Hubungan antara variabel-variabel penelitian ini menggambarkan bahwa terdapat dua variabel yang berhubungan signifikan dengan kualitas perkawinan. Usia istri lainnnya berhubungan positif signifikan, artinya semakin tua usia istri lainnya, maka kualitas perkawinan responden akan semakin tinggi. Total pendapatan suami memiliki hubungan negatif signifikan dengan kualitas perkawinan. Hal ini menggambarkan bahwa semakin tinggi total pendapatan responden kualitas perkawinan responden akan semakin rendah. Hal ini diduga adanya kemungkinan semakin besar total pendapatan suami maka semakin besar peluang terjadinya poligami yang ditandai dengan jumlah istri yang lebih banyak namun mengabaikan faktor lainnya yang mendukung terwujudnya kualitas perkawinan yang baik. Tabel 13 menyajikan hubungan antara karakteristik responden dengan kualitas perkawinan. Hasil uji korelasi secara lebih detil tersaji pada Lampiran 10. Tabel 13 Hubungan antara karakteristik responden dengan kualitas perkawinan Variabel Bebas
Kualitas Perkawinan
Usia Responden Usia Suami Responden Usia Istri Lainnya Pendidikan Responden (tahun) Lama menikah responden (tahun) Jumlah Anak Responden Jumlah Istri Total Pendapatan Responden Total Pendapatan Suami
0,128 0,044 0,545** -0,189 -0,035 -0,327 -0,021 -0,099 -0,366*
*korelasi signifikan pada level 0,05 (sig 2-tailed) **korelasi signifikan pada level 0,001(sig 2-tailed)
Pembahasan Umum Penelitian ini menggunakan pendekatan teori struktural-fungsional, khususnya struktur dari keluarga poligami yang terdiri atas suami dan lebih dari satu istri serta anak-anaknya. Penelitian ini menunjukkan motivasi seorang suami untuk berpoligami adalah karena cinta. Sejalan dengan motivasi suami, penelitian ini menemukan motivasi seorang perempuan untuk menjadi istri kedua dan seterusnya adalah karena cinta pula. Hal ini mengindikasikan kemungkinan adanya ketertarikan antara kedua belah pihak sebelum menikah (poligami)
28
sehingga tujuan suami untuk berpoligami lebih karena untuk pemenuhan nafsu semata. Hasil ini bertentangan dengan penelitian Al Krenawi dan Slonim-Nevo (2006) yang menemukan bahwa motivasi terbanyak dari praktik poligami yang dilakukan oleh responden penelitiannya adalah untuk mendapatkan anak laki-laki yang lebih banyak dibandingkan sebab lainnya seperti cinta, gengsi (pangakuan status sosial) dan sebagainya. Secara umum, penelitian ini menemukan beberapa hal menarik yaitu kualitas perkawinan keluarga poligami akan meningkat apabila usia istri lainnya lebih tua. Selain itu, fungsi keluarga yang berjalan dengan baik dan interaksi suami istri yang terjalin dengan baik juga akan meningkatkan kualitas perkawinan keluarga. Hasil menarik lainnya adalah penelitian ini menemukan bahwa semakin suami meminta izin pada istri pertama untuk menikah lagi, maka kualitas perkawinan keluarga poligami ini akan semakin tinggi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Abdu Salam (1997) dalam Al Shamsi dan Fulcher (2005) yang mengatakan bahwa ketika lelaki mengatakan terlebih dahulu kepada istri pertama mengenai maksudnya untuk berpoligami maka permasalahan keluarga akan cenderung lebih sedikit sehingga mendukung terciptanya keharmonisan di dalam keluarga. Interaksi suami istri pada penelitian ini memiliki hubungan positif signifikan dengan kualitas perkawinan. Pada penelitian ini, interaksi suami istri terdiri dari dua dimensi yaitu komunikasi dan kelekatan. Dimensi komunikasi berhubungan signifikan dengan kualitas perkawinan. Hasil penelitian ini mendukung pernyataan Montgomery (1981) dalam Kammeyer (1987) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan signifikan positif antara kualitas komunikasi suami istri dengan kualitas perkawinan. Rollins dan Feldman (1970) dalam Orthner (1981) juga menyatakan bahwa beberapa penelitian telah menemukan bahwa sebagian besar tingkat kepuasan perkawinan yang tinggi terdapat pada pasangan yang memiliki pola komunikasi yang baik. Penelitian ini juga menjelaskan bahwa pada awalnya istri pertama keberatan dengan alasan suami untuk berpoligami, namun seiring berjalannya waktu pada akhirnya poligami menjadi hal yang dapat diterima dalam kehidupan perkawinannya. Hasil penelitian ini menemukan bahwa praktik poligami mampu memberikan solusi bagi keluarga yang tidak mampu memilliki keturunan karena kendala reproduksi dari pihak istri. Selain itu, praktik poligami juga memberikan dampak positif bagi keluarga jika istri menderita penyakit yang menghambat istri dalam menjalankan peranannya. Kehadiran istri lainnya dapat membantu istri pertama dalam menjalankan fungsi-fungsi. Selain memberikan dampak positif, poligami juga memberikan dampak negatif diantaranya timbulnya konflik antara para istri, menurunnya prestasi belajar anak dan kesulitan ekonomi. Keterbatasan penelitian ini adalah dalam hal pengambilan responden yang tidak memiliki batasan jumlah istri dan hanya melibatkan sudut pandang salah satu istri dalam menjawab beberapa variabel seperti motivasi suami untuk berpoligami. Selain itu, tidak samanya jumlah antara istri pertama dengan istri kedua dan seterusnya sehingga menghambat dalam melakukan uji beda. Penelitian ini juga memiliki keterbatasan dalam hal penentuan batasan waktu dan lokasi penelitian. Penelitian ini tidak memberikan batasan waktu saat responden dipoligami sehingga tingkat kritis yang dirasakan responden beragam.
29
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Responden penelitian ini sebagian besar usia dewasa madya dengan tingkat pendidikan perguruan tinggi. Lebih dari setengah responden penelitian ini bekerja wiraswasta dengan pendapatan kurang dari dua juta rupiah. Sebagian besar suami responden penelitian ini berpoligami tanpa sepengetahuan istri pertama. Hal yang melatarbelakangi suami responden untuk berpoligami dalam sudut pandang responden sebagian besar karena cinta. Hal ini sejalan dengan motivasi perempuan yang menjadi istri kedua dan seterusnya yang sebagian besar karena cinta. Interaksi yang terjalin antara suami dan istri pada keluarga poligami yang diteliti pada penelitian tergolong baik. Hal ini bermakna suami dan istri keluarga poligami penelitian ini mampu mengelola hubungannya dengan baik. Hal ini juga tergambarkan pula pada dimensi interaksi suami istri yaitu komunikasi dan kelekatan yang tergolong pada kategori baik. Kualitas perkawinan responden penelitian ini berada pada kategori cukup baik. Kualitas perkawinan ini didukung oleh dimensi kepuasan dan kebahagiaan perkawinan yang masing-masing berada pada kategori cukup baik dan baik. Interaksi suami istri dan kualitas perkawinan pada penelitian berhubungan positif signifikan. Hal ini bermakna semakin baik interaksi yang terjalin antara suami dan istri maka akan menjadikan kualitas perkawinan keluarga poligami ini menjadi lebih baik. Saran Saran berdasarkan hasil penelitian ini adalah beberapa faktor yang perlu menjadi perhatian dalam berpoligami diantaranya adalah melakukan poligami atas sepengetahuan istri pertama, pemenuhan fungsi keluarga, pembagian jadwal harian dan sumber daya serta pola interaksi baik antara suami dan istri maupun antara istri dengan istri. Berpoligami artinya menambah tanggung jawab bagi suami, maka suami perlu bersikap adil kepada setiap istri dan keluarga yang dimilikinya agar kualitas perkawinan keluarga poligami dapat tercapai. Penting bagi suami untuk mampu melakukan pembagian sumber daya dan waktu dengan adil sesuai dengan perintah agama dan tentunya mampu mengurangi konflik kecemburuan antaristri. Pemenuhan fungsi keluarga khususnya fungsi ekonomi serta fungsi sosialisasi dan pendidikan menjadi hal yang perlu diperhatikan ketika melakukan poligami. Hasil penelitian yang menunjukkan bahwa pemenuhan kedua fungsi tersebut masih berjalan kurang baik sehingga perlu adanya perbaikan. Selain itu, praktik pembagian jadwal gilir dan sumber daya juga perlu ditingkatkan dalam menjalani poligami.
30
DAFTAR PUSTAKA Aedy H. 2007. Poligami Syariah dan Perjuangan Kaum Perempuan. Bandung: Alfabeta cv. Al Krenawi A. 2001. Women from polygamous and monogamous marriages in an out-patient psychiatric clinic. Transcultural Psychiatry, 38: 187–199. ___________. 2010. A study of psychological symptoms, family function, marital and life satisfactions of polygamous and monogamous women: The Palestinian case. International Journal of Social Psychiatry, 58 (1): 79-86. ___________. 2010. A study of psychological symptoms, family function, marital and life satisfactions of polygamous and monogamous women: The Palestinian case. International Journal of Social Psychiatry, 58 (1): 79-86. ___________, Slonim-Nevo V. 2006. Success and failure among polygamous families : the experiences of wives, husbands, and children. Family Process, 45: 311- 330. ___________, Graham JR, Slonim-Nevo V. 2002. Mental health aspects of Arab adolescents of polygamous/monogamous families. The Journal of Social Psychology, 142 (4): 446 - 460. ___________, Graham JR, Slonim-Nevo V. 2008. The psycosocial profile of bedouin arab women living in polygamous and monogamous Marriages. Family in Society, 89: 139- 149. ___________, Al Gharibeh F, Graham JR. 2011. A comparison study of psychological, family function marital and life satisfaction of polygamous and monogamous women in Jordan. Community Ment Health J, 47:594–602. Al Shamsi MSA, Fulcher LC. 2 5. The impact of polygamy on United Arab’s Emirates’ First wife and their children. International Journal of Child and Family Welfare, 1: 46–55. Burgess WE, Locke JH. 1960. The Family (Second Edition).New York: American Book Company. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Penduduk Indonesia menurut Provinsi 1971, 1980, 1990, 1995, 2000 dan 2010 [internet]. [diunduh 2012 Maret 20]. Tersedia pada: www.bps.go.id. Chaleby K. 1985. Women of polygamous marriages in an inpatient psychiatric service. Journal of Nervous and Mental Disease, 173: 56–58. Chibucos TR, Leite RW, Weiw DL. 2005. Readings in Family Theory. USA: Sage Publications. Conger RD, Elder GH. 1994. Families in Troubles Times Adapting to Change in Rural America. New York: Aldine De Gruyter. Daoud N, Shoham-Vardi I, Urqula ML, O’Camp P. 2013. Polygamy and poor mental health among Arab Bedouin women: do socioeconomic position and social support matter?. Ethnicity & Health. Duvall EM, Miller BC. 1985. Marriage and Family Development. New York: The Macmillan Company. Elbedour S, Bart WM, Hektner JM. 2000. Scholastic achievement and family marital structure: Bedouin-Arab adolescent from monogamous and polygamous families in Israel. The Journal of Social Psychology, 140(4): 503514.
31
Fatmawati. 2007. Pengaruh Poligami terhadap Perkembangan Psikoloogis Anak (Survei Warga Kelurahan Klender Jakrta Timut) [skripsi]. Jakarta (ID): Universitas Islam Jakarta. Gwanfogbe PN, Schumm WR, Smith M, Furrow JL. 1997. Polygyny and marital life satisfaction: an exploratory study from rural Cameroon. Journal of Comparative Family Studies, 28: 55-71. Harun. 2007. Keadilan dalam perkawinan poligami perspektif hukum Islam (Aspek Sosiologis Yuridis). Suhuf, 19: 9-24. Hariyanti. 2008. Konsep Poligami dalam Hukum Islam (Polygamy Concept in Islam Law). Risalah Hukum Fakultas Hukum Ummul, 4(2): 105-109. Hassouneh-Phillips D. 2001. Polygamy and wife abuse: a qualitative study of Muslim women in America. Health Care for Women International, 22: 735748. Hurlock EB. 1980. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga. Kammeyer CW. 1987. Marriage and Family A Foundation For Personal Decisions. New York : Allyn And Bacon, Inc. Klein DM & White JM. 1996. Family Theories. California: Sage Publications. Knox D. 1943. Choices in Relationships “An Introduction to Marriage and the Family. Minnesota : West Publishing Co. Laswell M & Laswell T. 1987. Marriage and the Family Second Edition. California: Wadsworth Publishing Company. Megawangi R. 1999. Membiarkan Berbada: Sudut Pandang Baru tentang Relasi Gender. Bandung: Mizan. Nasarudin. 2007. Nasarudin umar: poligami justru jadi penyebab perceraian [internet]. [diunduh pada 2014 Feb 27]. Tersedia pada: http://www.kemenag.go.id/index.php?a=berita&id=78883. Orthner KD. 1981. Intimate Relationship: An Introduction To Marriage And The Family. Phillippines : Addison Weshley Publishing Company, Inc. Puspitawati, H. 2012. Gender dan Keluarga. Bogor: IPB Press. Puspitawati, H. 2013. Pengantar Studi Keluarga. Bogor: IPB Press. Profanter A, Ryan-Cate S. 2009. “Deal justly with them . . .”: (in)justice in polygyny-the male perspective. The Journal of Social Psychology, 149(3): 223241. Reiss IL. 1988. Family Systems In America 3rd edition. USA: Holt, Rinehar and Winston Inc. Saxton L. 1990. The Individual, Marriage and the Family. New York: Wadsworth, Inc. Shepard. 2 3. The impact of polygamy on woman’s mental health: a systematic review. Epidemiology and psychiatric sciences, 22: 47-63. SIAK Provinsi Jawa Barat. 2011. Penduduk [internet]. [diunduh 2014 April 8]. Tersedia pada: http://jabarprov.go.id/index.php/pages/id/75. Strong B, DeVault C. 1986. The Marriages and Family Experiences. USA: Holt, Rinehar and Winsron, Inc. Troy LE. 2008. Factor related to the marital satisfaction of malian women in polygamous marriages. Marital Satisfaction and Polygamy. Zeitzen MK. 2008. Polygamy:A Cross-Cultural Anlysis. Oxford: Berg Publisher.
32
LAMPIRAN-LAMPIRAN Lampiran 1 Peta Lokasi Penelitian
Keterangan : = Lokasi Penelitian
33
Lampiran 2 Studi Pustaka Pendahuluan Teori Struktural Fungsional Teori struktural fungsional menjelaskan struktur dalam keluarga dan fungsi serta peran anggota keluarga agar berfungsi dengan baik, teori ini juga menganalisis adanya penyimpangan (Puspitawati 2012). Pendekatan strukturalfungsional menekankan pada keseimbangan sistem yang stabil. Puspitawati (2012) menyatakan penganut pandangan teori struktural fungsional melihat sistem sosial sebagai suatu sistem yang seimbang, harmonis, dan berkelanjutan. Pendekatan teori ini mengakui adanya segala keragaman dalam kehidupan sosial yang kemudian diakomodasi dalam fungsi sesuai dengan posisi seseorang dalam struktur sebuah sistem (Megawangi 1999). Asumsi dasar dari teori struktural fungsional menurut Klein dan White (1996) adalah: (1) masyarakat selalu mencari titik keseimbangan, (2) masyarakat memerlukan kebutuhan dasar agar titik-titik keeimbangan terpenuhi, (3) untuk memenuhi kebutuhan dasar, fungsi-fungsi harus dijalankan, dan (4) untuk memenuhi semua ini, harus ada struktur tertentu demi berlangsungnya suatu keseimbangan atau homeostatik. Kosep dari teori struktural fungsional ini adalah adanya struktur, pembagian peran, tugas, dan tanggung jawab, hak dan kewajiban, menjalankan fungsi, mempunyai aturan dan nilai atau norma yang harus diikuti, mempunyai tujuan, konsep homeostatis, moving equilibrium (keseimbangan dinamis) (Puspitawati, 2012). Keluarga Definisi Keluarga Salah satu definisi keluarga adalah kelompok sosial yang dicirikan dengan adanya tempat tinggal bersama (suami dan istri hidup bersama), kerjasama dalam hal ekonomi (pasangan suami istri berbagi uang atau sumber daya dan pekerjaan), dan melakukan hubungan seksual (suami dan istri memiliki atau mengadopsi anak). Pengertian ini belum memenuhi pengertian mengenai keluarga, karena ada beberapa pasangan yang tinggal terpisah, mengelola keuangannya secara terpisah dan tidak memiliki anak (Knox 1943). Tipe Perkawinan Tipe perkawinan menurut Eshleman (Puspitawati 2012) terdiri atas (1) Monogamy, yaitu pasangan yang terdiri dari satu suami dan satu istri; (2) Bigamy, yang merupakan pasangan yang terdiri atas satu suami dan dua orang istri; (3) Polygamy, yaitu pasangan yang terdiri dari satu suami dan beberapa atau banyak istri; (4) Allogamy, yaitu pasangan suami istri yang berhubungan dekat; (5) Endogamy, yaitu pasangan suami atau istri berasal dari dalam keluarga; dan (6) Exogamy, yaitu pasangan suami atau istri berasal dari luar keluarga atau eksternal. Selain itu, menurut Burgers dan Locke (1960), umumnya terdapat empat kemungkinan struktur keluarga yang berkaitan atau berhubungan dengan jumlah suami dan istri, diantaranya satu suami dan satu istri atau monogamy; satu suami dengan dua orang istri atau polygny; dua atau lebih suami dengan satu istri atau polyandry; dan dua atau lebih dari dua suami dengan dua atau lebih dari dua istri atau pernikahan group (kelompok). Polygny merupakan pernikahan seorang laki-
34
laki dengan dua atau lebih perempuan yang tampak pada keluarga yang memiliki budaya primitif dengan tingkat sosial yang tinggi, yang umumnya bertujuan untuk meningkatkan jumlah aset pribadi dan sebagai strategi untuk meningkatkan kedudukan keluarga. Keluarga Poligami Salah satu jenis atau tipe keluarga menurut Eshleman (1991) dalam Puspitawati (2012) adalah keluarga Poligami yang merupakan pasangan yang terdiri dari satu orang suami dan beberapa orang istri. Williamson (1972) dan Schwart & Scott (1944) dalam Puspitawati (2012) menyatakan poligami merupakan salah satu tipe perkawinan dimana seseorang dengan jenis kelamin tertentu menikah dengan beberapa orang dengan jenis kelamin berbeda (satu suami, lebih dari satu istri). Knox (1943), mengelompokkan perkawinan menjadi dua tipe perkawinan, yaitu monogami dan poligami. Poligami menurut Knox (1943) merupakan istilah umum yang menunjukkan mengenai perkawinan antara satu individu dengan beberapa pasangan dalam satu waktu. Salah satu jenis poligami adalah poligini, yaitu seorang suami yang memiliki beberapa istri. Perkawinan poligami biasanya dilakukan atas dasar hukum agama yang memperbolehkannya. Sudut pandang agama Islam dalam memperbolehkan poligami atas dasar sumber ajaran agama Islam yaitu Al-Qur’an yang menjelaskan mengenai poligami. Surat An-Nisa ayat 3 merupakan dalil yang digunakan sebagai landasan dalam berpoligami. َ اب لَ ُك ْم ِمنَ النِّ َسا ِء َم ْثنَى َوثُ ََل ث َو ُر َبا َع فَإ ِ ْن ِخ ْفتُ ْم أَ اَّل َ ََوإِ ْن ِخ ْفتُ ْم أَ اَّل تُ ْق ِسطُوا ِفي ا ْل َيتَا َمى فَا ْن ِكحُوا َما ط ْ تَ ْع ِدلُوا فَ َوا ِح َدةً أَوْ َما َملَ َك )3 ك أَ ْدنَى أَ اَّل تَعُولُوا (النساء َ ِت أَ ْي َمانُ ُك ْم َذل Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah perempuanperempuan (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya (QS. An-Nisa : 3) Menurut dalil di atas, jelas tersurat bahwa syarat dari poligami menurut hukum Islam adalah jumlah istri maksimal empat orang dan adil. Agama Islam merupakan satu-satunya agama yang mengatur mengenai praktik berpoligami. Beberapa syarat melakukan poligami dalam ajaran Islam diantaranya (1) Memberikan batasan jumlah istri maksimal empat orang; (2) Mampu bersikap adil kepada istri-istrinya. Keadilan dalam hal ini mencakup keadilan secara lahir dalam memberikan nafkah, tempat tinggal, pakaian, pangan, dan bermalam; (3) Poligami dilakukan bukan atas dasar menuruti hawa nafsu, tetapi ada pertimbanganpertimbangan lain yang lebih penting, diantaranya menolong para perawan dan janda (Hariyanti 2008). Syarat lain berpoligami dalam islam adalah tidak mencampuri atau mengumpulkan perempuan yang masih ada tali persaudaraan menjadi istrinya, mampu bersikap adil pada dirinya, istri-istrinya (adil dalam hal nafkah, tempat tinggal dan giliran), dan anak-anaknya, tidak menimbulkan huruhara di kalangan istri dan anak-anak mereka serta adanya kemampuan dari pihak suami dalam hal kemampuan memberikan nafkah, menyediakan tempat tinggal, menyediakan kemudahan pemenuhan kebutuhan seperti pendidikan, sehat fisiknya, dan mampu berhubungan suami istri.
35
Indonesia yang menempati urutan pertama dalam jumlah penduduk muslim di dunia, memiliki aturan hukum tersendiri mengenai poligami yang cukup ketat. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan juga membahas mengenai poligami di dalam Pasal 3 yang diperjelas di Pasal 4 dan Pasal 5. Pasal ketiga Undang-Undang tersebut menyatakan bahwa (1) Pada azasnya dalam suatu perkawinan seorang laki-laki hanya boleh mempunyai seorang istri. Seorang perempuan hanya boleh mempunyai seorang suami. (2) Pengadilan dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak yang bersangkutan. Pasal ketiga ini diperjelas kembali mengenai aturannya di dalam Pasal empat yang menyatakan (1) Dalam hal seorang suami akan beristri lebih dari seorang sebagaimana tersebut dalam Pasal 3 Ayat (2) Undang-undang ini maka ia wajib mengajukan permohonan kepada Pengadilan di daerah tempat tinggalnya. (2) Pengadilan dimaksud dalam Ayat (1) Pasal ini hanya memberi izin kepada seorang suami yang akan beristri lebih dari seorang apabila: (a) istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri; (b) istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan; (c) istri tidak dapat melahirkan keturunan. Mengenai poligami ini kembali diperjelas di dalam Pasal 5, yaitu (1) Untuk dapat mengajukan permohonan kepada Pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 Ayat (1) Undang-Undang harus dipenuhi syarat syarat sebagai berikut, yaitu (a) Ada persetujuan dari istri atau istri-istri; (b) Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan hidup istri-istri dan anak-anak mereka; (c) Adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anak mereka. (2) Persetujuan yang dimaksud pada Ayat (1) Huruf a Pasal ini tidak diperlukan bagi seorang suami apabila istri atau istri- istrinya tidak mungkin diminta persetujuannya dan tidak dapat menjadi pihak dalam perjanjian, atau apabila tidak ada kabar dari istrinya selama sekurang- kurangnya 2 (dua) tahun, atau karena sebab-sebab lainnya yang perlu mendapat penilaian dari Hakim Pengadilan. Peraturan mengenai poligami di Indonesia tidak hanya diatur di dalam Undang-Undang saja, namun dijelaskan kembali di dalam kompilasi hukum Islam pada Bab sembilan Pasal 55-Pasal 59 yang membahas mengenai pengaturan beristri lebih dari satu orang. Pasal 55 kompilasi hukum Islam mengandung terdapat tiga Ayat, yaitu (1) Beristri lebih satu orang pada waktu bersamaan, terbatas hanya sampai empat istri, (2) Syarat utama beristri lebih dari seorang, suami harus mampu berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anaknya, (3) Apabila syarat utama yang disebut pada Ayat (2) tidak mungkin dipenuhi, suami dilarang beristri dari seorang, kemudian Pasal 56 menjelaskan mengenai (1) Suami yang hendak beristri lebih dari satu orang harus mendapat izin dari Pengadilan Agama. (2) Pengajuan permohonan izin dimaksud pada Ayat (1) dilakukan menurut tata cara yang diatur dalam Bab delapan Peraturan Pemeritah Nomor 9 Tahun 1975, (3) Perkawinan yang dilakukan dengan istri kedua, ketiga atau keempat tanpa izin dari Pengadilan Agama, tidak mempunyai kekuatan hukum. Penjelasan lebih detail tercantum pada Pasal 57 yang berisi Pengadilan Agama hanya memberikan izin kepada seorang suami yang akan beristri lebih dari seorang apabila: (a) istri tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai istri; (b) istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan; (c) istri tidak dapat melahirkan keturunan. Pasal 58 berisi; (1) Selain syarat utama yang disebut pada Pasal 55 Ayat (2) maka untuk memperoleh izin Pengadilan Agama, harus pula dipenuhi
36
syarat-syarat yang ditentukan pada pasal 5 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 yaitu : (a) adanya pesetujuan istri; (b) adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan hidup istri-istri dan anak-anak mereka. (2) Dengan tidak mengurangi ketentuan Pasal 41 Huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975, persetujuan istri atau istri-istri dapat diberikan secara tertulis atau dengan lisan, tetapi sekalipun telah ada persetujuan tertulis, persetujuan ini dipertegas dengan persetujuan lisan istri pada sidang Pengadilan Agama. (3) Persetujuan dimaksud pada Ayat (1) Huruf (a) tidak diperlukan bagi seorang suami apabila istri atau istri-istrinya tidak mungkin dimintai persetujuannya dan tidak dapat menjadi pihak dalam perjanjian atau apabila tidak ada kabar dari istri atau istriistrinya sekurang-kurangnya dua tahun atau karena sebab lain yang perlu mendapat penilaian Hakim. Pasal 59 kompilasi hukum Islam ini; dalam hal istri tidak mau memberikan persetujuan, dan permohonan izin untuk beristri lebih dari satu orang berdasarkan atas salah satu alasan yang diatur dalam Pasal 55 Ayat (2) dan 57, Pengadilan Agama dapat menetapkan tentang pemberian izin setelah memeriksa dan mendengar istri yang bersangkutan di persidangan Pengadilan Agama, dan terhadap penetapan ini istri atau suami dapat mengajukan banding atau kasasi. Komunikasi dan Interaksi Komunikasi dalam Keluarga Komunikasi merupakan elemen dasar dalam interaksi sesama manusia. Melalui komunikasi kita dapat menyampaikan harapan kita, perhatian, kesukaan, ketidaksukaan, permintaan, balasan, perasaan dengan yang lainnya, dan perasaan mengenai diri kita sendiri kepada orang lain. Bagi manusia, komunikasi merupakan hal yang alami layaknya bernapas. Faktanya, tidak mungkin bagi kita untuk tidak berkomunikasi (Orthner 1981). Seorang antropologi bernama Gregorry Bateson (1972), menyimpulkan berdasarkan penelitiannya bahwa terdapat tiga gaya komunikasi yang biasanya terdapat dalam hubungan intim, yaitu : (1) Complementary Communication yaitu kondisi ketika seseorang individu-individu yang berkomunikasi menunjukkan sikap yang sangat berbeda. Orang pertama terlihat sangat mendominasi, aktif, dan agresif, ketika yang lainnya sangat patuh, diam dan pasif terhadap issu yang sedang didiskusikan bersama. (2) Symmetrical Communication yang didalamnya terdapat kompetensi interaksi. Masing-masing orang berusaha untuk memaksimalkan pengaruhnya. Tipe komunikasi ini ditandai denga adanya adu argumentasi dan pertengkaran, keduanya sama-sama berusaha untuk menyampaikan pesannya dan sama-sama tidak mau menerima pengaruh dari yang lainnya, (3) Parallel communication, yang memberikan pilihan yang lebih fleksibel di dalam berinteraksi. Tanggapan tidak perlu bertentangan ataupun identik (sejalan), namun ditentukan dengan cara yang lebih bebas (Orthner 1981). Scoresby (1977) menyatakan bahwa dasar untuk menganalisis gaya komunikasi antara pasangan dapat dibedakan menjadi tiga tipe, yaitu: (1) Complementary Communication, salah seorang menguasai yang lainnya. Contohnya, satu orang berkomunikasi dengan lebih verbal dan ekspresif sedangkan yang lainnya cenderung diam; (2) Symmetrical Communication yaitu kondisi saat keduanya atau masing-masing yang berkomunikasi sama-sama mendominasi yang lainnya atau sama-sama diam dan pasif; (3) Parallel
37
communication, ialah gaya komunikasi yang cenderung lebh fleksibel dan lebih kondisional. Ketika yang satu berbicara, yang lain mendengarkan, dan dapat terjadi sebaliknya pada situasi lainnya (Laswell dan Laswell 1987). Menciptakan dan mengelola komunikasi di dalam keluarga merupakan faktor penting dalam mewujudkan keharmonisan di dalam keluarga. Komunikasi di dalam keluarga termasuk di dalamnya komunikasi dalam hubungan suami istri. Kammeyer (1987) menyatakan komunikasi merupakan elemen terpenting yang dapat menentukan kualitas perkawinan. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa komunikasi yang efektif akan membawa ke arah kualitas perkawinan yang lebih baik (Lewis dan Spanier 1979 dalam Kammeyer 1987). Rollins dan Feldman (1970) dalam Orthner (1981) juga mengatakan bahwa beberapa penelitian telah menemukan bahwa sebagian besar tingkat kepuasan perkawinan yang tinggi terdapat pada pasangan yang memiliki pola komunikasi yang baik. Interaksi Suami – Istri Puspitawati (2012) menjelaskan bahwa interaksi adalah suatu jenis tindakan yang terjadi pada dua atau lebih objek yang saling memengaruhi atau memiliki efek satu sama lain. Interaksi suami istri merupakan sebuah hubungan timbal balik antara suami dan istri yang memperlihatkan suatu proses pengaruh dan memengaruhi. Keluarga mempunyai interaksi dan hubungan yang memberikan ikatan yang jauh lebih lama dibandingkan dengan kelompok asosiasi lainny. Interaksi pasangan suami istri dikonsepkan dalam tiga komponen dasar, yaitu: (1) kesesuaian dalam persepsi peran, (2) timbal balik pesan, (3) kesetaraan fungsi dan peran (Saxton 1990). Adapun, wujud interaksi antara suami dan istri menurut Puspitawati (2012) adalah sebagai berikut : 1. Bonding dan kedekatan serta ketergantungan antara suami dan istri. 2. Kemitraan suami istri dalam mengelola sumber daya keluarga baik keuangan keluarga, pengambilan keputusan tentang anak, dan kerja sama dalam perencanaan kehidupan secara umum. 3. Komunikasi suami istri dalam melakukan pengasuhan anak-anaknya, komunikasi antara keluarga inti dengan keluarga besar, dan komuikasi antara keluarga inti dengan lingkungan masyarakat di sekitarnya 4. Hubungan diadik yang seimbang antara suami dan istri dalam menciptakan rasa saling mencintai, menghormati, ketergantungan, menghargai, dan berkomitmen dalam menjalankan fungsi-fungsi keluarga untuk mewujudkan kesejahteraan keluarga lahir dan batin. 5. Dalam mempercepat proses penyesuaian status dan peran antara suami dan istri, masing-masing pihak harus melakukan proses imitas, identifikasi, sugesti, motivasi, simpati, dan empati antar satu dengan yang lainnya. Kualitas Perkawinan Perkawinan merupakan susunan antara dua orang dewasa dari jenis kelamin yang berbeda yang memiliki hubungan emosional dan saling berkomitmen dan sesuai menurut hukum setempat (Knox 1934). Perkawinan yang berkualitas menjamin kehidupan perkawinan yang bahagia dan memuaskan yang menjadi harapan dan idaman pada setiap pasangan sejak awal terjadinya sebuah pernikahan, kepuasan perkawinan sebagai perasaan subjektif bagi suami atau istri, misalnya bagi suami berarti terpenuhinya perasaan dihargai, kesetiaan dan
38
perjanjian terhadap masa depan dari hubungan tersebut, sedangkan bagi istri berarti terpenuhinya rasa aman secara emosional komunikasi dan terbinanya kedekatan (Duvall dan Miller 1985). Hal-hal yang berkaitan dengan kualitas perkawinan adalah prestasi (achievement) suami istri dalam berkarya, peningkatan status sosial eonomi keluarga, pengakuan (recognition) masyarakat terhadap status sosial ekonomi suami istri, pekerjaan (work) yang dilakukan suami istri, tanggung jawab (responsibility) suami istri terhadap keluarganya dan masyarakat, pengembangan (advancement) tugas dan sumber daya keluarga, perkembangan kemajuan (growth or progress) kondisi dan keadaan kehidupan keluarga, gaji atau pendapatan keluarga, relasi gender antara suami istri dan seluruh anggota keluarga, relasi dan komunikasi dengan lngkungan tetangga, dan fasilitas yang dimiliki keluarga. Elemen terpenting yang dapat menentukan kualitas perkawinan adalah komunikasi (Kammeyer 1987). Kualitas perkawinan menurut Conger dan Elder (1994) terdiri dari dua dimensi yaitu kebahagiaan perkawinan dan kepuasan perkawinan. Faktor yang memengaruhi kepuasan perkawinan adalah: (1) Status pekerjaan, tingkat pendidikan dan pendapatan, (2) Kepuasan terhadap pekerjaan, (3) Kesehatan mental dan fisik, (4) Besarnya kebersamaan untuk menghabiskan waktu luang dalam aktivitas, (5) Komunikasi verbal dan nonverbal yang baik, (6) Mengekspresikan afeksi, (7) Adanya saling percaya antar pasangan, (8) Adanya perasaan nyaman terhadap harapan akan peran pasangan dalam penikahan dan adanya peran yang fleksibel (Rice 1983 dalam Puspitawati 2012). Kebahagiaan adalah keadaan subjektif pikiran, perasaan, kondisi dan pengalaman emosional (Puspitawati 2012). Perkawinan yang bahagia adalah perkawianan yang dialndasi dengan kikhlasan atas dasar cinta (sebagai objek) atau kesadaran tanggung jawab sebagai manusia yang dapat membuat orang merasakan kenikmatan (joy) dan bersyukur terhadap apa yang diraihnya dan tetap beruasaha utuk memperjuangkan kebahagiaan (pursuit of happiness) dalam rangka memenuhi kepuasannya (satisfaction). Dengan demikian, konsep kualitas perkawinan berkatian dengan penyesuaian, perjuangan dalam mengharmoniskan perbedaan dan persamaan antara suami dan istri sebagai proses untu mencapai satu tujuan perkawinan, yaitu kebahagiaan dalam kehidupan perkawinan (marital happiness).
39
Lampiran 3 Hasil Penelitian Terdahulu No
1
Penulis
Alean Alkrenawi dan Vered Slonim-Nevo (2006)
Judul Artikel
Informasi
Success and Failure Among Polygamous Families: The Experience of Wives, Husbands, and Children
Konsep - Penelitian Kualitatif - Wawancara mendalam dengan kuesioner semi-struktur - Melibatkan 10 keluarga poligami dengan mewawancarai : (1) Istri pertama, (2) Istri kedua, (3) Anak tertua dari istri pertama, (4) Anak tertua daru istri kedua, (5) Suami. Indikator - Gaya pengasuhan - Konsep disiplin - Perhatian emosional - Hubungan perkawinan - Hubungan dengan keluarga besar - Hubungan antar istri - Hubungan antara saudara dari ibu berbeda Hasil - Poligami baik pada keluarga menengah ke atas dan menengah ke bawah dirasa menyakitkan khususnya bagi istri - Cara agar fungsi keluarga tetap berjalan dengan baik, diantaranya adalah penerimaan terhadap poligami sebagai kehendak Tuhan atau takdir, pembagian alokasi sumber daya yang sama antara kedua keluarga oleh suami, pemisahan antara dua rumah tangga, meminimalisir konflik dan perbedaan pendapat, menjaga sikap hormat terhadap istri lainnya, dan membuka komunikasi antara semua saudara dan di antara anakanak dari ibu lainnya. -
2
Alean Alkrenawi (2010)
A study of psychological symptoms, family function, marital and life satisfactions of polygamous and monogamous women: The Palestinian case
-
Konsep Lokasi Penelitian:Palestina Pengambilan contoh: Analisis: Instrumen: kuesioner sosial-demografi, McMaster FAD, kuesioner ENRICH marital satisfaction, Life satisfaction scale (SWLS), the symptoms checklist (SCL-90), Rosenberg Self-Esteem scale (SE). Indikator Kepuasan perkawinan Self-Esteem (SE) Fungsi Keluarga Hasil Terdapat perbedaan yang signifikan antara istri pertama dalam pernikahan poligami dan istri dalam pernikahan monogami berkaitan dengan fungsi keluarga, kepuasan perkawinan, harga diri dan kepuasan hidup
40
Lampiran 3 Hasil Penelitian Terdahulu No
Penulis
Judul Artikel
Informasi - Terdapat banyak gejala kesehatan mental yang berbeda pada kedua kelompok ini diantaranya adalah somatisasi, depresi, permusuhan psychotism dan tingkat stress. Perempuan dalam pernikahan poligami lebih banyak mengalami gejala tersebut daripada rekan-rekan mereka pada keluarga monogami.
3
Alean Al-Krenawi, John R. Graham, Fakir Al Gharaibeh (2011)
A comparison Study of Psychological, Family Function Marital and Life Satisfaction of Polygamous and Monogamous Women in Jordan
Konsep - Lokasi penelitian di Jordania (Ajlon, Salt, dan Madaba) - Penarikan contoh : Convenience sampling melibatkan 199 perempuan (93 dari keluarga poligami dan 106 dari keluarga monogami) - Analisis menggunakan chi-square, uji beda (uji t-test) dan analisis regresi berganda - Instrumen : kuesioner sosial-demografi, McMaster FAD, kuesioner ENRICH marital satisfaction, Life satisfaction scale (SWLS), the symptoms checklist (SCL-90), Rosenberg Self-Esteem scale (SE). Indikator - Karakteristik sosial demogarafi - Fungsi keluarga - Kepuasan perkawinan - Gejala- gejala kesehatan mental - Kepercayaan diri - Kepuasan terhadap kehidupan Hasil - Terdapat perbedaan signifikan antara perempuan pada keluarga poligami dan perempuan pada keluarga monogamy pada variabel fungsi keluarga, kepuasan perkawinan, kepercayaan diri, kepuasan terhadap hidup, dan indikasi gejala penyakit psikologis - Istri pertama keluarga poligami cenderung memiliki lebih banyak permasalahan fungsi keluarga dan juga hubungan perkawinan dibandingkan dengan istri keluarga monogami - Istri pada keluarga poligami memiliki tingkat kepercayaan diri dan kepuasan terhadap hidup yang lebih rendah dibandingkan istri keluarga monogamy - Istri keluarga poligami memiliki gejala yang lebih tinggi pada penyakit- penyakit psikologis seperti gangguan jiwa, hubungan antar pribadi, depresi, tingkat kegelisahan, tingkat permusuhan, ketakutan yang berlebihan (paranoid), dan kegilaan dibandingkan dengan istri keluarga monogamy
41
Lampiran 3 Hasil Penelitian Terdahulu No
Penulis
Judul Artikel
Informasi - Struktur keluarga menjadi faktor utama yang memengaruhi berjalannya fungsi keluarga, hubungan perkawinan, dan gejala- gejala kesehatan mental serta tingkat kepercayaan diri yang rendah
4
5
Lauren E. Troy (2008)
Annemarei Profanter, Stephanie Ryan Cate (2009)
Factors Related to the Marital Satisfaction of Malian Woman in Polygamous Marriages
“Deal Justly with them … “ : (In) Justice in Polygyny-The Male Perspective,
Konsep - Lokasi penelitian : Mali - Responden berjumlah 12 (9 orang dari keluarga poligami dan 3 lainnya janda karena poligami). - Instrumen : ENRICH marital satidfaction (EMS) dan wawancara mendalam dengan pertanyaan semi terstuktur Indikator - Perilaku suami - Hubungan dengan istri lainnya - Pandangan terhadap pernikahan Hasil - Perilaku suami memberikan pengaruh pada kualitas perkawinan - Hubungan dengan istri lainnya tidak mendatangkan pengaruh bagi kualitas perkawinan - Persepsi dan ekspektasi perempuan terhada makna perkawinan memberikan hubungan yang signifikan dengan kualitas perkawinan Konsep - Responden yang dilibatkan dalam penelitian ini berjumlah 103 laki-laki suku Arab-Badui di daerah Dhofar - 103 responden terdiri dari tiga generasi berbeda - Teknik pengambilan contoh menggunakan teknik purposive dan snowball sampling - Instrumen berupa kuesioner dengan pertanyaan tertutup untuk dianalisis secara kuantitatif Indikator - Karakteristik sosial demografi - Evaluasi konsep keadilan sudut pandang suami - Pembagian waktu, keuangan, kelekatan emosi dan hubungan seksual Hasil - Tidak terdapat hubungan signifikan antara variabel evaluasi aplikasi keadilan suami dengan usia, jumlah istri, dan jumlah anak - Terdapat hubungan signifikan antara pola hubungan seksual antara suami dengan istriistrinya
42
Lampiran 3 Hasil Penelitian Terdahulu No
6
7
Penulis
Philomina N Gwanfogbe, Walter R Schumm, Meredith Smith, James L Furrow (1997)
Mariam Sultan Abdulla Al-Shamsi, Leon C Fulcher (2005)
Judul Artikel
Informasi
Polygyny and marital life satisfaction: an exploratory study from rural Cameroon
Konsep - Lokasi penelitian : Kamerun (Noun, Menoua, dan Haut-Nkam) - Penarikan contoh : Stratifies random sampling melibatkan 300 responden perempuan (135 keluarga monogami, 37 istri pertama, istri kedua, 42 istri ketiga dan seterusnya pada keluarga poligami) yang memiliki anak usi 15- 36 bulan di area pedesaan - Analisis menggunakan analisis uji korelasi, One-way ANOVA, regresi linear berganda - Instrumen : wawancara dengan menggunakan pertanyaan terbuka dan terstuktur mengenai kepuasan hidup dan perkawinan, dukungan suami, kondisi tempat tinggal, ketersediaan peralatan rumah tangga, kemampuan membaca dan tingkat pendidikan, dan ketersediaan alat pengasuhan. Indikator - Kepuasan terhadap kehidupan dan perkawinan - Dukungan suami - Karaktertistik sosial ekonomi Hasil - Istri pertama pada keluarga poligini cenderung lebih sedikit merasakan kebahagiaan - Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara urutan istri pada keluarga poligami dengan tingkat kepuasan terhadap hidup atau perkawinan - Terdapat hubungan yang signifikan antara urutan istri pada keluarga poligami dengan tingkat kepuasan perkawinan
The Impact of Polygamy on United Arab Emirates’ first wives and their children
Konsep - Lokasi penelitian: Abu Dhabi - Penarikan contoh: purposive dan snowball sampling melibatkan 25 istri pertama pada keluarga poligami yang tinggal bersama suami dan istri lain dari suaminya (‘madu’nya) - Analisis dengan menggunkana analisis deskriptif - Instrumen berupa kuesioner dengan 14 pertanyaan tertutup dan 7 pertanyaan terbuka dan dengan metode FGD (focus group discussion) Indikator - Kondisi psikologis istri setelah suami poligami
43
Lampiran 3 Hasil Penelitian Terdahulu No
Penulis
Judul Artikel
Informasi Hasil - 22 responden mengetahui suami mereka melakukan poligami dari teman, keluarga atau memergoki suami dengan istri keduanya, serta pengakuan dari suami setelah suami mereka menikah. - Pengaruh yang dirasakan istri pertama sedih (36%), menangis (32%) sampai sakit (12%%) bahkan ada yang meninggalkan rumah (20%) - Perubahan yang dirasakan sebanyak 8 persen merasa sama saja, tak ada perubahan, 24 persen merasa tanggung jawab dan tugasnya semakin bertambah 12 persen merasa lebih bahagia dan sebanyak 56 persen merasa semakin banyak mengalami permasalahan - Pengaruh yang terjadi pada anak-anak mereka adalah dengan buruknya prestasi anak-anak d sekolah, menurunnya nilai dan peringkat kelas menjadi rendah serta menjadi sulit bersosialisasi, tidak stabilnya kondisi emosional anak, permasalahan psikologis dan menurunnya minat belajar anak, anak menjadi pendiam dan bahkan ada yang gagal dalam pendidikannya hingga harus dikeluarkan dari sekolah
8
Nihaya Daoud, Ilana Shoham-Vardi, Marcelo Louis Urqula, Patricia O’Campo
Polygamy and Poor Mental Health among Arab Bedouin Women: Do Socioeconomic Position And Social Support Matter?,
Konsep - Lokasi Penelitian: Negara Israel bagian selatan - Pengambilan contoh: Data sekunder dari penelitiaan-penelitian sebelumnya dan kemudian dilanjutkan dengan FGD - Analisis: chi-square test, uji bedat-test, Regresi Logitik - Instrumen: socioeconomic position (SEP), Center of epidemiologic studiew depression scale (CES-D), self-rated health (SRH) Indikator - Tingkat pendidikan ibu - Karakteristik rumah tangga - Status sosial ekonomi keluaga - Dukungan sosial - Tingkat kesehatan Hasil - 23% responden termasuk keluarga poligami dan dua kali berpotensi lebih tinggi terkena serangan depresi dan memiliki kondisi kesehatan yang lebih buruk dibandingkan perempuan pada keluarga monogami - Dukungan sosial yang didapatkan akan mengurangi tingkat depresi dan gejala-gejala kejiwaan lainnya
44
Lampiran 3 Hasil Penelitian Terdahulu No
9
Penulis
Salman Elbedour, William M. Bart, Joel M. Hektner (2000)
Judul Artikel
Scholastic Achievment and Family Marital Structure: Bedouin- Arab Adolescents from Monogamous and Polygamous Families in Israel,
Informasi -
Konsep Lokasi Penelitian: Israel Analisis: Uji beda t-test Indikator Struktur keluarga Status sosial demografi dan status sosial ekonomi - Capaian skor dalam mata pelajaran bahasa arab, bahasa inggris, bahasa ibrani, dan matematika Hasil - Tidak ada perbedaaan signifikan antara murid keluarga poligami dan monogamy, perbedaan yang signifikan didapatkan antara murid perempuan dan laki-laki. -
10
Fatmawati (2007)
Pengaruh Poligami terhadap Perkembangan psikologi anak
Konsep Lokasi Penelitian: Klender, Jakarta Timur Pengambilan contoh : purposive sampling Analisis: Uji Korelasi spearman Indikator Struktur keluarga Kondisi psikologis anak : karakter, mental, tingkah laku, pengetahuan, kemampuan, status sosial, moral Hasil - Terdapat hubungan yang signifikan antara praktik poligami anak dengan perkembangan psikologis anak - Praktik poligami berpengaruh pada perkembangan psikologis anak menjadi minder dan tidak percaya diri selain itu juga menimbulkan penyimpangan tingkah laku pada anak seperti anak menjadi kurang sopan, nakal, tidak menghormati anak dan gangguan mental.
45
Lampiran 4 Data, Skala, Kronologi Kuesioner, dan Cronbach’s Alpha Kategori No. 1
Variabel Karakteristik Anggota Keluarga Usia Dikelompokkan berdasarkan Hurlock (1980) menjadi: 1. Dewasa awal (18-40 tahun) 2. Dewasa madya (4060 tahun) 3. Dewasa lanjut (>60 tahun) Tingkat 1. Tidak Lulus SD Pendidikan 2. SD 3. SMP 4. SMA 5. Perguruan Tinggi (PT) Jenis Pekerjaan 1. Tidak Bekerja/ Pensiunan 2. Buruh 3. Wirausaha 4. Wiraswasta 5. PNS Jumlah 1. ≤2. . Pendapatan/Bulan 2. 2.00.0014.000.000 3. 4.000.0016.00.000 4. 6.000.0018.000.000 5. 8.000.00110.000.000 6. >10.000.000 Jumlah Istri Berdasarkan Aturan Batas Jumlah Istri 1. 2 Orang 2. 3 Orang 3. 4 Orang Lama Menikah Berdasarkan Kategorisasi 1. < 10 Tahun 2. 10- 20 Tahun 3. > 20 Tahun Status dalam 1. Istri Pertama Keluarga 2. Istri Kedua dan Seterusnya
Kronologi Kuesioner
Skala Data (jumlah item)
Rasio
Interval
Nominal
Rasio
Rasio
Interval
Nominal
Cronbach’s Alpha
46
Lampiran 4 Data, Skala, Kronologi Kuesioner, dan Cronbach’s Alpha Kategori No.
Variabel Motivasi Suami
4.
5.
Motivasi kedua
Istri
Nilai- nilai keluarga
Fungsi Keluarga
Skala Data (jumlah item)
Cronbach’s Alpha
(1) Tidak; (2) Ya
2.
3.
Kronologi Kuesioner
(1) Tidak; (2) Ya
Makna Keluarga 1. Tidak Setuju 2. Kurang Setuju 3. Sangat Setuju Makna Perkawinan 1. Tidak Setuju 2. Kurang Setuju 3. Sangat Setuju Makna Poligami 1. Tidak Setuju 2. Kurang Setuju 3. Sangat Setuju Makna Pasangan 1. Tidak Setuju 2. Kurang Setuju 3. Sangat Setuju Makna Anak 1. Tidak Setuju 2. Kurang Setuju 3. Sangat Setuju Berdasarkan Interval Kelas Fungsi Cinta Kasih 1. Kurang Baik (≤33,3) 2. Cukup Baik (33,466,7) 3. Baik (>66,7) Fungsi Sosialisasi dan Pendidikan 1. Kurang Baik (≤33,3) 2. Cukup Baik (33,466,7) 3. Baik (>66,7)
Al Krenawi dan Slonim-Nevo (2006), aturan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
Ordinal (8)
0,38
Al Krenawi dan Slonim-Nevo (2006)
Ordinal (5)
0,47
Ordinal, 24 pernyata an (makna keluarga = 5, makna perkawi nan = 5, makna poligami = 5, makna pasanga n = 5, makna anak = 4))
0,87
Ordinal, 14 pernyata an (fungsi cinta kasih = 5, fungsi sosialisa si dan pendidik an = 3, dan fungsi ekonomi
0,93
Puspitawati (2012)
Puspitawati (2012)
47
Lampiran 4 Data, Skala, Kronologi Kuesioner, dan Cronbach’s Alpha Kategori No.
Variabel
Kronologi Kuesioner
Fungsi Ekonomi 1. Kurang Baik (≤33,3) 2. Cukup Baik (33,466,7) 3. Baik (>66,7)
6.
Pembagian Jadwal Gilir dan Sumber daya
Interaksi SuamiIstri Keluarga Poligami
7.
8.
Interaksi antar Istri
Berdasarkan Interval Kelas Pembagian Jadwal Gilir 1. Kurang Baik (≤33,3) 2. Cukup Baik (33,466,7) 3. Baik (>66,7) Pembagian sumber daya 1. Kurang Baik (≤33,3) 2. Cukup Baik (33,466,7) 3. Baik (>66,7) Berdasarkan Interval Kelas Komunikasi 1. Kurang Baik (≤33,3) 2. Cukup Baik (33,466,7) 3. Baik (>66,7) Bonding (kelekatan) 1. Kurang Baik (≤33,3) 2. Cukup Baik (33,466,7) 3. Baik (>66,7) Berdasarkan Interval Kelas Komunikasi 1. Kurang Baik (≤33,3) 2. Cukup Baik (33,466,7) 3. Baik (>66,7) Bonding (kelekatan) 1. Kurang Baik (≤33,3) 2. Cukup Baik (33,466,7) 3. Baik (>66,7)
Skala Data (jumlah item) = 6)
Cronbach’s Alpha
Ordinal (9)
0,96
Ordinal, 11 pernyata an (komuni kasi = 9, kelekata n = 2)
0,80
Ordinal, 19 pernyata an (komuni kasi = 9, kelekata n = 1, dan konflik = 9)
0,85
Puspitawati (2012)
Puspitawati (2012)
48
Lampiran 4 Data, Skala, Kronologi Kuesioner, dan Cronbach’s Alpha Kategori No.
Variabel
Kronologi Kuesioner
Skala Data (jumlah item)
Cronbach’s Alpha
Konflik 1. Kurang Baik (≤33,3) 2. Cukup Baik (33,466,7) 3. Baik (>66,7)
9
Tingkat Kualitas perkawinan
Berdasarkan Interval Kelas Kepuasan Perkawinan 1. Kurang Baik (≤33,3) 2. Cukup Baik (33,466,7) 3. Baik (>66,7) Kebahagiaan Perkawinan 1. Kurang Baik (≤33,3) 2. Cukup Baik (33,466,7) 3. Baik (>66,7)
Keterangan: Reliabel (Cronbach Alpha>0.6)
Puspitawati (2012) dan EMS (Enrich Marital Satisfaction) dan Modifikasi berdasarkan pernyataan Rice (1983) mengenai faktor- faktor yang memengaruhi kualitas perkawinan
Ordinal, 24 pernyata an (Kepuas an Perkawi nan = 19 dan Kebahag iaan Perkawi nan = 5)
0,96
49
Lampiran 5 Sebaran Contoh Berdasarkan Fungsi Keluarga No.
Fungsi Keluarga
Fungsi cinta kasih 1 Lebih mencintai istri lain 2 Lebih perhatian kepada istri lain 3 Lebih memerhatikan anak istri lain 4 Aman ketika bersama suami saya 5 Suami saya adil Fungsi Sosialisasi dan pendidikan 6 Suami saya membantu mendidik anak-anak 7 Saya bekerjasama mendidik anak-anak dengan istri lain 8 Saya dan istri lain bergantian mengantar anak ke sekolah Fungsi Ekonomi 9 Uang belanja saya dan istri lain sama 10 Saya puas dengan jumlah pemasukan yang diberikan oleh suami saya 11 Uang belanja saya cukup 12 Saya harus bekerja kembali untuk memenuhi kebutuham 13 Saya dan istri lain mengelola keuangan bersama-sama 14 Saya dan istri lain sering memberi makanan atau hadiah
Ya n
Tidak %
n
%
11 12 7 6 16
36,7 40,0 23,3 20,0 53,3
19 18 23 24 14
63,3 60,0 76,7 80,0 46,7
22 9
73,3 30,0
8 21
26,7 70,0
6
20,0
24
8,0
10 20
33,3 66,7
20 10
66,7 33,3
13 12
43,3 40,0
17 18
56,7 60,0
3
10,0
27
90,0
9
30,0
21
70,0
50
Lampiran 6 Sebaran Contoh Berdasarkan Pembagian Jadwal Gilir dan Sumber daya No.
Pernyataan
Pembagian Jadwal Gilir Suami 1 Waktu gilir saya lebih banyak. 2 Saya lebih berhak mendampingi suami. 3 Saya lebih hak yang lebih merawat suami ketika sakit 4 Jika saya dan istri lain sedang sakit, suami saya cenderung lebih memperhatikan saya 5 Saya lebih berhak mengatur keuangan Pembagian Pendapatan dan Sumber Daya 7 Jatah uang bulanan saya lebih besar 8 Rumah yang saya tempati lebih besar dan mewah 9 Hak kepemilikan asset saya yang lebih banyak
Ya
Tidak %
n
%
n
11 10 12 10
36,7 33,3 40,0 33,3
19 20 18 20
63,3 43,3 60,0 43,3
11
36,7
19
63,3
9 12 11
40,0 40,0 36,7
21 18 19
30,0 60,0 63,3
51
Lampiran 7 Sebaran Contoh Berdasarkan Interaksi Suami Istri No
Pernyataan
1 n
Komunikasi 1 Berkomunikasi untuk membicarakan soal anak 2 Membicarakan masalah kehidupan rumah tangga 3 Membicarakan rasa cinta 4 Membicarakan masalah keuangan keluarga 5 masa depan keluarga 6 Pasangan saya selalu memperhatikan saya dan memberikan respon. 7 Saya sudah sangat mengerti pasangan saya 8 Saya dapat memahami ekspresi suami 9 selalu menceritakan pengalaman kami Bonding (Kelekatan) 10 Mendoakan pasangan 11 Menjaga kesetiaan 12 Merasa kesepian saat ditinggal pasangan 13 Merasa cemburu saat pasangan bersama istri lainnya Keterangan: (1) Tidak Pernah, (2) Kadang- Kadang, (3) Sering
%
Skala 2 n %
3 n
%
3 2
10,0 6,7
8 7
26,7 23,3
19 21
63,3 70,0
8 6 5 2
26,7 20,0 16,7 6,7
12 4 4 9
40,0 13,3 13,3 30,0
3 20 21 19
10,0 66,7 70,0 63,3
2 0 4
6,7 0,0 13,3
4 3 6
13,3 10,0 20,0
24 27 20
80,0 90,0 66,7
0 0 12 6
0,0 0,0 40,0 20,0
1 3 8 9
3,3 10,0 26,7 30,0
29 27 10 15
96,7 90,0 33,3 50,0
52
Lampiran 8 Sebaran Contoh Berdasarkan Interaksi Antaristri Skala No.
Pernyataan
Komunikasi Kami berdiskusi anak - anak kami 1 Kami berkomunikasi membicarakan 2 masalah rumah tangga 3 Mengelola keuangan keluarga bersama 4 Mendisusikan mengenai hobi Saling memperhatikan 5 Selalu mengatakan perasan masing-masing 6 Bercerita pengalaman 7 Kami saling mengunjungi 8 Kami menghabiskan waktu bersama 9 Bonding 10 Saya terbantu dengan kehadiran istri lainnya Konflik antaristri 11 Berselisih pendapat Berlomba-lomba mencari perhatian dari 12 pasangan Saya lebih cocok menjadi istri dari 13 pasangan saya Kehadiran istri lainnya sangat mengganggu 14 keharmonisan keluarga Saya merasa sangat tertekan 15 Saya rasa pasangan lebih mencintai saya 16 Istri lainnya memiliki tujuan tertentu 17 terhadap pasangan dan keluarga saya (ingin menguasai harta) Kami saling membuang muka satu sama 18 lain Saya berharap dan berdoa agar pasangan 19 saya menceraikan istri lainnya 20 Bertengkar
1
2
n
%
22
73,3
3
10
5
16,7
24
80,0
3
10
3
10,0
26 26 24 24 23 22 24
86,7 86,7 80,0 80,0 76,7 73,3 80,0
0 0 0 1 4 3 2
0 0 0 3,3 13,3 10 6,7
4 4 6 5 3 5 4
13,3 13,3 20,0 16,7 10,0 16,7 13,3
23
76,7
2
6,7
5
16,7
19
63,3
6
20
5
16,7
22
73,3
7
23,3
1
3,3
20
66,7
4
13,3
6
20,0
15
50,0
5
16,7
10
33,3
15 17
50,0 56,7
5 5
16,7 16,7
10 8
33,3 26,7
24
80,0
2
6,7
4
13,3
23
76,7
1
3,3
6
20,0
23
76,7
4
13,3
3
10,0
23
76,7
4
13,3
3
10,0
Keterangan: (1) Tidak Pernah, (2) Kadang- Kadang, (3) Sering
n
3 %
n
%
53
Lampiran 9 Sebaran Contoh Berdasarkan Kualitas Perkawinan No.
Pernyataan
Kepuasan Perkawinan 1 Hubungan perkawinan 2 Tingkat pendidikan pasangan 3 Hasil pekerjaan pasangan 4 Pendapatan pasangan 5 Suami puas dengan pengelolaan keuangan saya 6 Tertekan dengan kondisi keluarga 7 Kegiatan yang dilakukan bersama pasangan saya 8 Pola komunikasi 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Bahasa nonverbal pasangan Mencintai pasangan saya sepenuh hati Ekspresi kasih sayang pasangan Perhatian pasangan Ekspresi cinta pasangan Saya merasa dilindungi oleh pasangan saya Saya percaya pasangan saya Aman jika dengan pasangan Peran saya Peranan pasangan saya Pembagian tugas di dalam keluarga
Kebahagiaan Perkawinan 20 Hubungan perkawinan 21 Saya ikhlas 22 Saya merasa dicintai oleh pasangan saya 23 Saya beruntung dengan pasangan saya 24 Saya menikmati kehidupan
1
%
Skala 3 n %
n
%
n
%
2 n
4
5
n
%
1 1
3,3 3,3
7 5
23,3 16,7
13 8
43,3 26,7
9 16
30,0 53,3
0 0
0,0 0,0
0 0 0
0,0 0,0 0,0
7 10 6
23,3 33,3 20,0
8 6 11
26,7 20,0 36,7
15 14 10
50,0 46,7 33,3
0 0 3
0,0 0,0 10,0
3
10,0
11
36,7
8
26,7
5
16,7
3
10,0
2
6,7
12
40,0
3
10,0
10
33,3
3
10,0
1
3,3
8
26,7
4
13,3
14
46,7
3
10,0
1
3,3
8
26,7
6
20,0
14
46,7
1
3,3
0
0,0
7
23,3
5
16,7
10
33,3
8
26,7
1
3,3
8
26,7
5
16,7
14
46,7
2
6,7
1 1 0
3,3 3,3 0,0
7 8 5
23,3 26,7 16,7
5 4 7
16,7 13,3 23,3
15 13 11
50,0 43,3 36,7
2 4 7
6,7 13,3 23,3
3
10,0
3
10,0
3
10,0
18
60,0
3
10,0
0
0,0
5
16,7
3
10,0
20
66,7
2
6,7
0 0 0
0,0 0,0 0,0
8 9 8
26,7 30,0 26,7
3 4 4
10,0 13,3 13,3
18 16 16
60,0 53,3 53,3
1 1 2
3,3 3,3 6,7
1 0 2
3,3 0,0 6,7
5 2 5
16,7 6,7 16,7
13 3 3
43,3 10,0 10,0
8 19 16
26,7 63,3 53,3
3 6 4
10,0 20,0 13,3
1
3,3
6
20,0
5
16,7
11
46,7
7
23,3
0
0,0
1
3,3
8
26,7
13
43,3
8
26,7
Keterangan : (1) Sangat Tidak Puas/ Bahagia, (2) Tidak Puas/ Tidak Bahagia, (3) Cukup Puas/ Bahagia, (4) Puas/ Bahagia, (5) Sangat Puas/ Bahagia
54
Lampiran 10 Hasil Uji Korelasi Antarvariabel
KUP USR USS USI LPD LNK JAK JIS TPT TPTS BKL FKL PJS ISI IAI
KUP USR USS USI LPD LNK JAK
JIS TPT TPTS BKL FKL PJS
,12 ,04 ,54** -,18 -,03 -,32 -,02 -,09 -,36* -,21 ,57** -,00 ,69** -,00
-,12 ,31 ,58** -,06 ,28 ,04 ,10 ,09 ,09 -,24 -,02 ,24 ,07 ,31 -,05 -,02 -,02 -,27 -,44* ,57** -,08 -,26 ,09 ,25 ,10 ,37* -,04 -,03
,26 ,18 ,30 -,08 -,36* ,44* ,12 ,29 ,01 -,26 -,06 -,04 ,06 -,21 ,08 ,27 ,14 ,22 ,13 ,15 ,24 -,16 -,13 ,05 ,07
-,23 -,24 -,39* -,20 -,18 -,38* -,12 ,53** -,39* ,49** ,08
-,29 ,14 -,07 ,48** ,48** ,20 ,05 ,07 -,12 ,19
,44* -,19 -,13 ,00 ,26 ,01 ,08 ,16 ,79** ,06 -,38* ,37* ,42* -,16 -,50** ,18 ,12
ISI
IAI
Keterangan: kualitas perkawinan (KUP), Usia Responden (USR), Usia Suami Responden (USS), Usia Istri Suami yang Lain (USI), Lama Pendidikan (LPD), Lama Menikah (LNK), Jumlah Anak (JAK), Jumlah Istri Suami (JIS), Total Pendapatan (TPT), Total Pendapatan Suami (TPTS), Besar Keluarga (BKL), Fungsi Keluarga (FKL), Pembagian Jadwal dan Sumber daya (PJS), Interaksi suami istri (ISI), Interaksi Antar Istri (IAI). *signifikan pada sig(2-tailed <0,05; ** signifikan pada sig(2-tailed)<0,001.
55
Lampiran 11 In-depth Interview (Wawancara Mendalam) No
1
2
Responden
Hasil
Kasus 1 (Istri Pertama)
Saya seorang ibu rumah tangga dengan delapan orang anak. Suami saya sudah lama berpoligami, saat ini memiliki tiga orang istri. Awal suami berpoligami, saya memang sangat tertekan, anak-anak sedang beranjak remaja saat itu dan saya tidak mengetahui langsung dari suami saya kalau beliau telah berpoligami. Beberapa hari atau bulan setelah suami menikah baru saya mengetahuinya. Saat itu, suami saya mengajak madu saya (istri kedua dan seterusnya) ke rumah dan memperkenalkan kepada kami sekeluarga, saat dibawa sebelumnya saya sudah mengetahui. Suami saya bisa dikatakan merupakan salah satu orang pertama yang berpoligami di lingkungan tempat tinggal saya yang akhirnya sekarang menjadi banyak, bisa disebut pelopor mungkin. Saat saya sedang tertekan hingga sempat terpikir untuk mengakhiri saja pernikahan ini, namun saya teringat anakanak saya yang saya yakin banyak tergoncang atas peristiwa ini. Hingga akhirnya saya berusaha menguatkan diri setelah sebelumnya meminta nasihat dari ustadz (guru agama/ ulama) setempat, mereka mengingatkan saya akan anak-anak dan balasan Allah jika saya bersabar. Dampak untuk anak-anak sangat besar, hingga saat ini anak pertama saya masih trauma dan belum menikah di penghujung usia 20. Anak saya pertama hingga ketiga perempuan, sekarang sudah lebih baik, sudah mulai muncul keinginan pada diri anak pertama saya. Anak laki-laki saya sempat pernah membenci Islam menyalahkan islam, terlibat pergaulan kurang baik namun syukur tidak sampai kena narkoba, saat ini pun sudah membaik, sholat sudah tidak bolong lagi, hanya belum terbebas dari rokok saja. Anak-anak memang kekuatan bagi saya untuk bertahan dan bersyukur, jika saya terlarut dalam kesedihan mungkin anak-anak sudah tak tertolong. Alhamdulillah sekarang saya sudah bisa mengatasinya, mungkin karena faktor waktu juga hingga akhirnya terbiasa. Saat ini saya juga memutuskan untuk tidak berkomunikasi dengan madu-madu saya yang lain dan meminta suami untuk menempatkan kami berjauhan untuk menghindari dampak negatif, karena sampai saat inipun saya tidak kuat rasanya jika terus melihat, tatap muka atau berinteraksi, sebelumnya kami sering berlebaran bersama, jalan-jalan dan sebagainya namun saya tersiksa dengan rasa cemburu, sehingga saya memutuskan untuk tinggal pisah rumah dengan jarak yang berjauhan meskipun masih di kota yang sama. Strategi saya menyiasati kegundahan hati saat suami sedang jadwal dengan yang lainnya saya hanya berpikir positif bagi saya saat bersama saya beliau suami saya saat sedang tidak di rumah berarti beliau sedang bekerja, saya tidak berpikiran ia bersama istri yang lain, karena akan menimbulkan berbagai macam perasaan tidak enak dan akhirnya justru buruk pada kesehatan saya dan buruk juga untuk anak-anak. Saat ini, saya menyibukkan diri dengan aktifitas bermanfaat lain, ikut pengajian, arisan dan sebagainya. Sejauh ini saya merasa suami saya mampu bersikap adil, karena beliau mapan sehingga kami tidak pernah kekurangan jika dalam aspek ekonomi, hanya mungkin waktu juga yang jadi terbagi. Saya sekarang malah merasa terbantu dengan istri lain, jadi tidak harus setiap hari melayani suami dan jadi bisa banyak waktu untuk beribadah dan untuk anak-anak.
Kasus 2 (Istri Pertama)
Saya seorang istri dengan enam orang anak. Suami saya menikah lagi tanpa sepengetahuan saya. Saya tahu hal tersebut dari SMS-SMS yang tertera di handphone suami saya, itupun awalnya yang memergoki anak saya, bukan saya. Saya memang sempat curiga dengan perilaku suami yang sering ke luar kota (katanya), dan menjadi semakin dingin. Hingga suatu malam saat ia ingin ke kamar mandi saya menanyakan kepadanya, suami saya menangis saat itu, dan saya hanya terpaku saat ternyata
56
Lampiran 11 In-depth Interview (Wawancara Mendalam) No
3
Responden
Kasus 3 (Istri Kedua)
Hasil pengakuan itu keluar dari mulut suami. Saya shock berat, walaupun saat itu saya sudah menguatkan diri bahwa jawabannya pasti ia, karena saya menanyakan hal tersebut setelah sebelumnya saya pernah menemukan alamat di dompetnya dan pernah mnguntit suami saya dan melihat langsung dengan mata kepala saya. Saat itu saya kacau sekali saya pernah sampai melabrak istri kedua dan seterusnya suami saya tersebut. Hubungan saya dengan suami semakin dingin. Saya juga larut dalam kesedihan dan penyesalan selama dua sampa empat tahun kurang lebih. Pernah sampai satu tahun saya tidak berani keluar rumah. Tidak kuat dengan omongan tetangga, tidak kuat melihat wajah suami. Saya seperti orang panik, menyembunyikan berbagai asset dan tabungan , mengamankan kekayaan suami yang menjadi hak saya dan anak-anak, saya juga sangat sering meminta pisah, namun suami tidak mau menceraikan saya. Hingga suatu hari, teman saya mengajak saya ikut pengajian dan disanalah kemudian saya banyak mengambil pelajaran, saya akhirnya curhat pada guru mengaji saya, saat itu saya mendapat banyak dukungan untuk survive, saya disarankan untuk bersabar dan baru saya tahu jika saya bersabar balasannya surga. Mungkin itu menjadi titik tolak bagi saya untuk bangkit dan memulai segalanya lagi dari nol, mulai melihat sekeliling, mulai kembali memerhatikan anak-anak yang selama ini mereka banyak menghibur saya dan selalu berada di sisi saya, mulai menyibukkan diri berusaha, berdahagang, dan Alhamdulillah segalanya mulai membaik, meskipun jujur saat ini hubungan saya dengan suami tetap dingin. Kami pisah kamar, saat suami di rumah saya menyuguhi minum dan memberikan kesempatan untuk bersama anak-anak sedangkan saya akan menyingkir dan pergi. Kami sudah tidak seperti suami istri, mungkin jadi terlihat seperti saudara saja. Entah bagaimana dalam sudut pandang agama, tetapi hingga saat ini saya belum bisa berhubungan lagi, bahkan disentuhpun saya belum bisa, masih ada rasa ‘jijik’ dalam diri saya karena membayangkan ia dengan perempuan lain. Anak-anak saya awalnya benci sekali dengan ayah mereka, namun saya menasehati mereka walau diri saya pun belum bisa menerimanya, hingga kini. Saya seorang ibu dari enam orang anak. Saya katakana enam orang bukan berarti semua anak kandung saya. Anak kandung saya tiga orang, selebihnya anak kakak tiga orang. Kakak adalah istri pertama dari suami saya. Ya, saya adalah seorang madu atau istri kedua dari suami saya. Kami tinggal satu rumah. Saya termasuk orang yang tidak malu dengan status saya, banyak orang merasa poligami itu aib, namun saya tidak, mereka yang menganggap poligami adalah aib mungkin karena proses berpoligaminya tidak baik, diawali dengan selingkuh atau ‘serong’ atau hal lainnya. Saya menikah dengan suami saya dengan sepengetahuan kakak (istri pertama), bahkan kakak yang meminta saya, bukan suami saya. Hal ini terjadi karena saat itu kakak sedang menderita penyakit mag akut dan merasa tidak mampu menjalankan kewajibannya terhadap suami dan anak-anak. Saya dan kakak memang sudah lama kenal, kami belajar di tempat yang sama, jadi kakak adalah kakak kelas saya. Saya menikahpun dengan disaksikan oleh kakak. Saat ini kami tinggal satu atap. Poligami itu bagi saya kuncinya ada pada komunikasi, bukan hanya dibebankan pada pengelolaan suami, memang suami memegang peran penting, tapi kelapang dadaan dan kelancaran komunikasi menjadi faktor penting juga. Keharmonisan hubungan atara saya dengan kakak bukan berarti tanpa bumbu, rasa cemburu itu sering timbul, saya dan kakak pun sering berbeda pendapat karena pada dasarnya watak saya yang keras, ketika saya dan kakak sedang berargumen, atau berdebat suami lah yang
57
Lampiran 11 In-depth Interview (Wawancara Mendalam) No
4
Responden
Kasus 4 (Istri Kedua)
Hasil sering berperan menenangkan kami. Anak-anak kami pun sangat akur, sesekali bertengkar merupakan hal yang wajar bagi anak kecil. Selebihnya saya menikmati hidup dalam keluarga ini. Saya senang memiliki teman, kami bekerjasama dalam berbagai hal, pendidikan anakanak, keuangan keluarga, masak dan belanja bersama, mengurusi suami, ketika saya sakitpun kakak yang merawat, begitupula sebaliknya saat kakak sakit. Poligami kuncinya adalah komunikasi. Saya tidak setuju jika poligami dikatakan perintah agama, saya rasa hal tersebut tidak tepat. Poligami adalah solusi yang ditawarkan oleh agama ketika situasi darurat, bukan berarti seenak hati menikahi banyak perempuan tanpa alasan, selain itu konteks adil bagi saya menuntut adanya keterbukaan kepada semua pihak. Saya seorang janda sebelum menikah dengan suami saya yang sekarang. Anak saya dua orang dari suami saya yang sebelumnya. Saya menikah dengan suami saya sekitar dua tahun yang lalu. Suami saya bekerja menawarkan pengobatan alternatif keliling. Pertemuan dengan suami saya saat beliau sedang berkeliling di komplek saya, kami berkenalan biasa dan sesekali berdiskusi, hingga beliau meminang saya, saat itu dalih beliau adalah ingin memperbaiki agama, ingin lebih memperdalam pengetahuannya tentang agama. Saya saat itu tidak langsung menerima beliau karena saat itu saya sudah tahu bahwa beliau sudah memiliki istri, saya mengatakan bahwa beliau harus meminta izin dari istrinya dahulu. Akhirnya berliau meminta izin dan istri pertama mengizinkan bahkan mendukung kami pun sempat bercengkrama di telpon dan akhirnya saya menerima beliau, saat itu alasan saya menerima menjadi istri kedua adalah saya untuk ber‘dakwah’. Beberapa bulan menjalani rumah tangga ini dengan suami yang sering berkeliling dan sangat jarang di rumah, hubungan saya dengan seluruh anggota keluarga sangat baik. Anak-anak istri pertama sering menginap di rumah saya, kami sering berjalan-jalan dan sebagainya, saya pun tidak hitung- hitung memberi uang untuk keperluan mereka atau apapun. Hingga pada satu waktu suami saya menanyakan ada masalah apa antara saya dengan istri pertama, saya merasa tidak ada masalah apa-apa, hubungan kami masih baik, saat saya telpon, bercengkrama atau sekadar menanyakan kabar. Ternyata suami saya cerita bahwa istri pertama akhir-akhir ini sering menjelekkan saya dan sebagainya. Seiring dengan hal tersebut anak-anak beliau juga sudah tidak pernah menginap lagi di rumah saya, entah mungkin beliau merasa tersaingi, namun sejauh ini kami (saya dengan istri pertama) masih suka berkomunikasi jarak jauh. Beberapa lama setelah itu, saya merasa diperalat dengan menafkahi mereka dan akhirnya saya memutus memberikan uang untuk keluarga istri pertama dan suami, toh hal tersebut bukan kewajiban saya, karena selama saya menjadi istri kedua belum pernah sekalipun suami memberikan saya nafkah. Berkunjung ke rumah saya pun bisa dikatakan sebulan hanya sekali selama tidak lebih dari tiga hari. Saya pun merasa niat awal saya untuk mengajari mereka agama jadi tidak kesampaian. Anak-anak kandung saya tidak banyak saya libatkan dalam kemelut ini, saya membiarkan mereka lebih dekat ke ayah kandung mereka.
58
Lampiran 12 Beberapa Pertanyaan Terbuka No
Pertanyaan
Ragam Jawaban
1
Apa saja perubahan yang dirasakan setelah dipoligami (istri pertama)
- Suami menjadi lebih kasar dan sering marah-marah - Suami menjadi lebih cinta - Lebih dekat dengan anakanak - Menambah banyak teman - Anak perempuan takut menikah - Interaksi dengan suami berkurang - Lebih dekat dengan tuhan - Sering sakit
2
Bagaimana pengaruh terhadap anak-anak
- Hubungan ayah dengan anak jadi jauh - Anak benci islam - Anak terlibat pergaulan kurang baik - Prestasi anak menurun
3
Apa kunci sukses poligami
- Komunikasi - Keterbukaan - Istri kedua dan seterusnya suami harus sevisi dengan keluarga - Adil (tidak pilih kasih)
59
RIWAYAT HIDUP Penulis bernama lengkap Salsabila Khotibatunnisa. Penulis lahir di Jakarta pada tanggal 10 Oktober tahun 1991. Penulis merupakan anak kedua dari tujuh bersaudara dari pasangan Rahman Tamin dan Suharni. Saat ini, keluarga penulis berdomisili di Pondok Gede, Bekasi, Jawa Barat. Penulis menghabiskan masa kanak-kanaknya di Taman Kanak-Kanak Islam Terpadu IQRO’ dan melanjutkan pendidikan Sekolah Dasar di yayasan yang sama, yaitu Sekolah Dasar Islam Terpadu IQRO’, Bekasi. Penulis menempuh pendidikan sekolah dasar di duasekolah dasar berbeda, yaitu Sekolah Dasar Islam Terpadu IQRO’, Bekasi dan Sekolah Dasar egeri II Bobos, Cirebon. Setelah menyelesaikan pendidikan sekolah dasar, penullis melanjutkan pendidikannya di Sekolah Menengah Pertama Islam Terpadu YAPIDH (Yayasan Perguruan Islam Darul Hikmah), yang merupakan pesantren di kawasan Jatiasih, Bekasi. Pada tahun 2006, penulis melanjutkan sekolah di Sekolah Menengah Atas Negeri 5 Bekasi dan lulus di tahun 2009. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Nasional Mahasiswa Perguruan Tinggi Negeri atau SNMPTN di Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia. Selama menjadi mahasiswa, penulis mendapatkan beasiswa BBM (Bantuan Biaya Mahasiswa) dari kampus IPB dan Beasiswa Aktivis Nusantara dari Dompet Dhuafa. Prestasi yang pernah diraih oleh penulis selama menempuh pendidikan di IPB diantaranya, mendapat juara 2 dalam lomba MTQ tingkat Universitas cabang hafalan 2 juz (2011), penerima beasiswa talaqi hafalan ke Jordania (2011-2012), juara 3 dalam lomba MTQ tingkat Universitas cabang hafalan 5 juz (2013). Penulis juga aktif di berbagai organisasi kemahasiswaan baik organisasi intra kampus maupun organisasi ekstra kampus, diantaranya menjadi sekretaris Departemen Advokasi Badan Eksekutif Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama pada tahun 2009-2010, staff Infokom Dewan Mushola Asrama TPB IPB (2009), Sekretaris Dewan Dewan Mushola Asrama TPB IPB (2010), staff PSDM Forum Syiar Fakultas Ekologi Manusia atau FORSIA (2010-2011), Staff Kaderisasi KAMMI Komisariat IPB Izzudin Al-Qassam (2009-2011), Koordinator Pemberdayaan Perempuan KAMMI Komisariat IPB Izzudin Al-Qassam (20112012), Staff Kaderisasi KAMMI Daerah Bogor (2012-sekarang), dan turut aktif sebagai Bendahara Gerakan Sosial Gerakan Cinta Anak Tani (2013-sekarang).