Majid, N.A. dan Sofiana, L., “Hubungan Higiene Perorangan dan Kepadatan Lalat ....”
115
HUBUNGAN HIGIENE PERORANGAN DAN KEPADATAN LALAT DENGAN DIARE PADA BALITA DI DESA SENDANGREJO KECAMATAN MINGGIR KABUPATEN SLEMAN 2014 Nurkholis Ammi Majid1, Liena Sofiana2
ABSTRACT Background: The diarrhea disease is one of health problem in Indonesian, this problem is caused the level of this sickness still high to cause death especially at the children under five years old. Based on data from Department of Health Sleman 2012 showed number of patients with diarrhea at toddlers in Sendangrejo village total of 220 toddlers. Data from health center showed that incidence of diarrhea at toddlers in Sendangrejo village for 56 toddlers. The purpose of this study to know the association between personal hygiene and density of flies with the incidence of diarrhea at toddlers in Sendangrejo village, Minggir districts, Sleman Regency. Methods: The study used type of observational analytic resech with used a cross sectional approach. The population in this study were 409 toddlers. Sample taken were 80 toddlers. The technique of sampling was proportional cluster random sampling. The date was collected by interview and observations used a questionnaire and fly grill. Analysis of the data used chi square with á: 0.05 and 95% CI. Results: Based on statistical test there was association between personal hygiene (RP = 5,811, p= 0,005 and 95%CI=1,359-24,851) with diarrhea at toddlers and there was no association between density of flies (RP: 1,327, p : 0,744 dan 95% CI : 0,463-3,797) with diarrhea at toddlers in Sendangrejo village, Districts Minggir, Sleman Regency. Conclusion: From this study it can be concluded that there was association between personal hygiene with incidence of diarrhea at toddlers and there was no association between the density of flies with diarrhea at toddlers in Sendangrejo Village, Districts Minggir, Sleman Regency. Key words: diarrhea, personal hygiene, density of flies
1. PENDAHULUAN Diare adalah suatu penyakit dengan berak encer (biasanya 4 kali atau lebih dalam sehari) kadang-kadang disertai muntah, badan lesu/ lemah, tidak nafsu makan, lendir dan darah dalam kotoran1. Diare dibagi menjadi dua yaitu
diare akut dan diare peristen atau kronik 2. Penularan dapat terjadi melalui air yang digunakan untuk menggosok gigi, berkumur, mencuci sayur-sayuran atau makanan. Selain melalui tangan dan air, kuman dapat juga ditularkan melalui vektor penyakit seperti
1. Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta
[email protected],
[email protected]
115
116
Jurnal Kesehatan “Samodra Ilmu” Vol. 06 No. 02, Juli 2015
binatang dan serangga yang hinggap pada kotoran kemudian menyentuh makanan 3 . Diare merupakan salah satu penyebab utama kematian balita di negara berkembang. Angka kejadian diare pada anak tiap tahun diperkirakan 2,5 milyar, dan lebih dari setengahnya terdapat di Afrika dan Asia Selatan dan akibat dari penyakit ini lebih berat serta mematikan. Secara global setiap tahun penyakit ini menyebabkan kematian balita sebesar 1,6 juta3. Sampai saat ini penyakit diare masih menjadi masalah kesehatan dunia terutama di negara berkembang. Besarnya masalah tersebut terlihat dari tingginya angka kesakitan dan kematian akibat diare. WHO memperkirakan 4 milyar kasus terjadi di dunia pada tahun 2000 dan 2,2 juta diantaranya meninggal, sebagian besar anak-anak dibawah umur 5 tahun. Di Indonesia, diare masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat utama. Hal ini disebabkan masih tingginya angka kesakitan dan menimbulkan banyak kematian terutama pada bayi dan balita, serta sering menimbulkan kejadian luar biasa (KLB)4. Pada aspek perilaku dan higiene ibu menunjukkan bahwa perilaku hidup bersih yang dilakukan ibu mempunyai hubungan yang bermakna dalam mencegah terjadinya penyakit diare pada bayi dan balita. Salah satu perilaku hidup bersih yang umum dilakukan ibu adalah mencuci tangan sebelum memberikan makan pada anaknya 4. Selain itu penyebab diare juga dapat disebabkan karena tercemarnya makanan dan minuman oleh bakteri yang dibawa oleh lalat. Lalat dianggap mengganggu karena kesukaannya hinggap di tempat-tempat yang lembab dan kotor, seperti sampah. Jika makanan yang dihinggapi lalat tercemar oleh mikroorganisme baik bakteri, protozoa, telur/ larva cacing atau bahkan virus yang dibawa dan dikeluarkan dari mulut lalat dan bila dimakan oleh manusia, maka dapat menyebabkan penyakit diare pada manusia5. Lalat merupakan insekta yang mengalami metamorfosa yang sempurna, dengan stadium telur, larva, kepompong dan stadium dewasa. Perkembangan lalat
memerlukan waktu antara 7-22 hari, tergantung dari suhu dan makanan yang tersedia. lalat betina umumnya telah dapat menghasilkan telur pada usia 4-8 hari, dengan 75-150 butir sekali bertelur. Semasa hidupnya lalat bertelur 56 kali6. Dinas Kesehatan Provinsi Yogyakarta menyatakan bahwa penderita diare di puskesmas di kabupaten/kota setiap tahun jumlahnya cukup tinggi7. Namun demikian hal ini belum dapat menggambarkan prevalensi keseluruhan dari penyakit diare karena banyak dari kasus tersebut yang tidak terdata oleh sarana pelayanan kesehatan (pengobatan sendiri atau pengobatan di praktek swasta). Laporan profil kabupaten/kota menunjukkan bahwa pada tahun 2011 jumlah penderita diare dan memeriksakan ke sarana pelayanan kesehatan mencapai 64.857 dari perkiraan kasus sebanyak 150.362 penderita diare, sementara tahun 2012 mencapai 74.689 kasus dilaporkan menderita diare8. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Sleman pada tahun 2012, bahwa jumlah kasus diare di Kecamatan Minggir pada tahun 2012 sebanyak 988 orang yang terdiri dari 423 pada laki-laki dan 556 pada perempuan dengan jumlah balita yang terkena diare sebanyak 220 balita Desa sendangrejo merupakan salah satu desa dikcamatan minggir. Jumlah kasus diare pada balita berdasarakan data dari puskesmas Minggir pada tahun 2013 berjumlah 56 balita9.
2. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan menggunakan desain rancangan cross sectional yaitu suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor risiko dengan efek dengan cara pendekatan observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point time approach). Artinya, tiap subjek penelitian hanya diobservasi sekali saja dan pengukuran terhadap status karakter atas variabel subjek pada saat pemeriksaan. 10 Jumlah populasi dalam penelitian ini adalah 409 balita. Sampel dalam penelitian ini adalah ibu/ pengasuh balita yang
Majid, N.A. dan Sofiana, L., “Hubungan Higiene Perorangan dan Kepadatan Lalat ....” berumur 1-5 tahun. Pengambilan sampel dilakukan dengan Proportional Random Sampling. Variabel dalam penelitian ini meliputi higiene perorangan dan kepadatan lalat. Data yang dikumpulkan berasal dari Dinas Kesehatan Sleman, Puskesmas Minggir dan Kelurahan Sendangrejo berupa data kejadian diare, gambaran umum lokasi penelitian dan data demografi. Teknik pengambilan data dilakukan dengan wawancara dengan menggunakan kuesioner tentang higiene perorangan dengan kategori yaitu baik jika nilai x > rata-rata dan tidak baik jika nilai x< rata-rata.11 Observasi kepadatan lalat dengan menggunakan Fly grill. Berdasarkan standar ditjen PP & PL tahun 2009, interpretasi hasil pengukuran kepadatan lalat pada setiap lokasi atau block griil adalah 0-2: Tidak menjadi masalah (rendah), 3-5: Perlu dilakukan penanganan tempat berbiaknya (sedang), 6-20: Perlu dilakukan penanganan tempat berbiaknya dan mungkin perencanaan upaya pengendalian (padat) dan >20: Perlu dilakukan penanganan tempat berbiak lalat, serta diadakan tindakan pengendalian (sangat padat) Data yang sudah terkumpul kemudian dianalisis dengan analisis univariat dan bivariat. Analisis univariat digunakan untuk menggambarkan tiap variabel dari hasil penelitian dengan menghasilkan distribusi frekuensi dan persentase dari tiap-tiap variabel dan analisis bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan variabel bebas dengan variabel terikat dengan menggunakan uji statistik Chi-Square.
3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN a. Hasil Penelitian Gambaran Umum Lokasi Penelitian Desa sendangrejo merupakan satu dari 5 desa atau kelurahan di Kecamatan Minggir. Desa Sendangrejo memiliki luas wilayah 564.9420 Ha dan terdiri dari 16 pedukuhan yaitu Botokan, Butuhan, Jaten, Jonggrangan, Kedungprahu, Ngagul Agulan, Ngaranan, Ngepringan II, Ngepringan IV, Nglengking,
117
Balangan, Padon, Sidomulyo/Jarakan, Soronandan, Sunggingan, Tobayan. Desa Sendangrejo terdiri dari 2.853 kepala keluarga (KK) dengan jumlah penduduk sebanyak 9.032 jiwa yang terdiri dari jumlah penduduk laki-laki sebanyak 4.355 jiwa dan jumlah penduduk perempuan sebanyak 4.677 jiwa
1) Analisis Univariat Tabel 1. Hasil analisis univariat Variabel Umur Ibu <20 tahun 20‐35 tahun >35 tahun Jenis pekerjaan ibu IRT Wiraswasta Swasta PNS Umur balita 1‐2 tahun 3‐4 tahun >4 tahun Jenis kelamin Laki‐laki Perempuan Kejadian diare Diare Tidak diare Higiene perorangan Baik Tidak baik Kepadatan lalat Rendah tinggi
Jumlah
Persentase (%)
1 51 28
1,2 63,8 35
56 12 8 4
70 15 10 5
38 35 7
47,5 43,75 8,75
41 39
51,2 48,8
12 68
15 85
37 43
46,25 53,75
52 28
65 35
Tabel 1 menunjukkan bahwa sebagian besar ibu berumur 20-35 tahun yaitu 51 ibu (63,8%) dengan jenis pekerjaan paling banyak sebagai ibu rumah tangga (IRT) yaitu 56 ibu (70%). Usia balita paling banyak diantara 1-2 tahun yaitu 38 balita (47,50%) dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 41 balita (51,2%), dan 68 balita (85%) yang tidak menderita diare. Perilaku higiene perorangan ibu di Desa Sendangrejo masih banyak yang tidak baik, dari 80 responden terdapat 37 ibu (46,25%) yang perilaku higiene tidak baik. Kepadatan lalat di rumah responden tergolong rendah yaitu 52 rumah (65%).
118
Jurnal Kesehatan “Samodra Ilmu” Vol. 06 No. 02, Juli 2015
2) Analisis Bivariat Tabel 2. Hasil analisis bivariat Variabel Higiena perorangan Tidak baik Baik Kepadatan lalat Tinggi Rendah
Kejadian diare Diare Tidak diare n % n %
RP
Sig
10 2
41,67 8,33
27 41
19,85 30,15
5 7
20,83 29,17
23 45
16,91 33,09
5,811 (1,359‐24,851) 1,327 (0,463‐3,797
0,013
0,744
Tabel 2 menunjukkan bahwa hasil analisis statistik antara variabel higiene perorangan dengan diare pada balita menunjukkan adanya hubungan, hal ini dilihat dari nilai p<0,05, sedangkan variabel kepadatan lalat dengan diare pada balita tidak menunjukan adanya hubungan, hal ini dilihat dari nilai p>0,05.
b. Pembahasan 1) Hubungan higiene perorangan dengan diare pada balita di Desa Sendangrejo Kecamatan Minggir Kabupaten Sleman Sebagian besar kejadian diare pada balita terjadi pada ibu yang perilaku higiene perorangan yang tidak baik yaitu 10 balita, sedangkan ibu yang perilaku higiene perorangan yang baik sebanyak 2 balita yang terkena diare. Berdasarkan hasil statistik menunjukan bahwa nila p: 0,013, dan 95%CI :1,359-24,851. Hal ini menunjukan bahawa nilai p<á yaitu 0.013<0,05, artinya secara statistik terdapat hubungan higiene perorangan dengan diare pada balita di Desa Sedangrejo Kecamatan Minggir Kabupaten Sleman. Secara biologis dengan nilai RP = 5,811>1 menunjukkan bahwa higiene perorangan ibu merupakan faktor yang mempertinggi terjadinya diare pada balita yang artinya ibu yang perilaku higiene perorangan yang tidak baik memiliki risiko 5,811 kali lebih besar dibandingkan dengan ibu yang perilaku higiene perorangan baik terhadap kejadian diare pada balita. Hasil ini dapat diterima dikarenakan perilaku higiene perorangan ibu balita di
Desa Sendangrejo masih banyak yang tidak baik seperti tidak mencuci tangan setelah BAB, tidak membersihkan mainan balitanya, menunggu panjang kuku balita baru di potong, mencuci tangan dengan air tanpa menggunakan sabun ketika menyuapi balita dan peralatan makan dan minum balita terkadang tidak dibilas/direbus dengan air panas sebelum digunakan, hal ini yang dapat memperbesar risiko terjadinya diare pada balita. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang di lakukan oleh Kasman (2004), yang menyatakan adanya hubungan antara higiene perorangan dengan kejadian diare pada balita dengan nilai p-value =0,000 (p<0,05). Penelitian yang sama juga dilakukan oleh Karyono dkk (2009) dengan nilai p = 0,043, yang artinya ada hubungan faktor higiene perorangan dengan kejadian diare pada anak balita. Penelitian yang dilakukan oleh Laila Kamila dkk (2012) tentang hubungan praktek higiene perorangan Ibu dan kondisi sanitasi lingkungan rumah dengan kejadian diare pada balita di Puskesmas Kampung Dalam Kecamatan Pontianak Timur memiliki hasil yang sama yaitu ada hubungan personal hygiene meliputi praktek mencuci tangan dengan sabun sebelum makan dengan p = 0,002 ; RP = 1,853 CI 95 % (1,277– 2,691), praktek mencuci tangan dengan sabun setelah BAB 0,020 ; RP = 1,690 ; CI 95 % (1,235– 2,313), dan praktek mengelola makanan dengan baik p = 0,0001 RP = 3,467 CI 95 % (2,052–5,857) dengan kejadian diare pada balita. Perilaku yang berhubungan dengan kebersihan adalah bagian penting dalam pemindahan kuman diare. Kurangnya kesadaran akan kebersihan pada setiap orang yang menyebabkan diare dapat meluas. Budaya cuci tangan dengan sabun terutama sebelum makan dan seteleh BAB merupakan sarana penghindar penyakit diare. Tangan yang tidak dibersihkan dengan baik dapat menjadi media masuknya kuman penyakit
Majid, N.A. dan Sofiana, L., “Hubungan Higiene Perorangan dan Kepadatan Lalat ....” pada manusia, baik secara langsung kontak langsung dengan mulut atau kontak dengan makan dan minuman14.
2) Hubungan kepadatan lalat dengan kejadian diare pada balita di Desa Sendangrejo Kecamatan Minggir Kabupaten Sleman. Hasil uji statistik Chi Square kurang valid karena ada nilai ekspetasi yang kurang dari 5 menunjukan nilai p-value = 0,744 (p>0,05); 95%CI: 0,463-3,797 artinya bahwa tidak ada hubungan antara kepadatan lalat dengan kejadian diare pada balita di Desa Sendangrejo Kecamatan Minggir Kabupaten Sleman. Secara biologis menunjukkan bahwa kepadatan lalat merupakan faktor yang mepertinggi terjadinya diare pada balita, hal ini dapat dilihat dari nialai RP sebesar 1,327>1 yang artinya kepadatan lalat yang tinggi memilki resiko 1,327 kali lebih besar dibandingkan dengan kepadatan lalat yang rendah terhadap kejadian diare pada balita. Hal ini disebabkan karena kepadatan lalat di Desa Sendangrejo tergolong rendan, hal ini disebabkan karena masyarakat setempat pengelohan sampahnya sudah baik sepeti menutup tempat sampah dan selalu menutup makanan yang disajikan sehingga lalat tidak dapat hinggap pada makan. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Wati Sitohang dkk (2013) “Hubungan Jarak Kandang dan Pengolahan Limbah Ternak Babi Serta Kepadatan Lalat Dalam Rumah Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Desa Sabulan Kecamatan Sitiotio Kabupaten Samosir ” yang menyatakan tidak ada hubungan kepadatan lalat dengan kejadian diare pada balita, berdasarkan nilai p-value lebih besar dibandingkan dengan nilai alpha yaitu 0,567>0,05. Tetapi penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Merylanca Manalu dkk (2012) tentang hubungan tingkat kepadatan lalat (Musca domestica) dengan kejadian diare pada anak balita di Pemukiman Sekitar
119
Tempat Pempuangan Akhir Sampah Namo Bintang Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang, bahwa ada hubungan tingkat kepadatan lalat dengan kejadian diare pada anak balita dengan nilai pvalue =0,0001 (p<0,05). Musca domestica bertindak sebagai vektor penyakit, artinya lalat ini bersifat pembawa/memindahkan penyakit dari satu tempat ke tempat lain. lalat berperan sebagai vector mekanis pada beberapa penyakit. Seekor lalat rumah dapat membawa sekitar dari 100 maca mikroorganisme patogen yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia dan hewan.16
4. KESIMPULAN DAN SARAN a. Simpulan 1) Higiene perorangan ibu balita yang tidak baik di Desa Sendangrejo sebanyak 46,255% dan higiene perorangan ibu balita yang baik sebanyak 53,75% 2) Kepadatan lalat di Desa Sendangrejo yang tergolong rendah sebanyak 65% dan yang tergolong tinggi 35%. Hal ini dikarenakan pengolahan sampah serta pengolangan limbah ternak yang baik oleh masyarakat. 3) Ada hubungan higiene perorangan dengan kejadian diare pada balita di Desa Sendangrejo Kecamatan Minggir Kabupaten Sleman. 4) Tidak ada hubungan antara kepadatan lalat dengan kejadian diare pada balita di Desa Sendangrejo Kecamatan Minggir Kabupaten Sleman dengan nilai p-value
b. Saran 1) Bagi instansi kesehatan diharapkan untuk melakukan penyuluhan secara berkala tentang faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kejadian diare seperti faktor higiene perorangan dan keberadaan lalat, untuk menurunkan angka kejadian diare terutama pada balita.
120
Jurnal Kesehatan “Samodra Ilmu” Vol. 06 No. 02, Juli 2015
2) Diharapkan kepada masyarakat untuk menerapkan higiene perorangan dalam kehidupan sehari-hari dan dapat mengendalikan keberadaan lalat di sekitar rumah masyarakat. 3) Bagi penelitian selanjutnya dapat meneliti faktor penyebab lain yang mempengaruhi kejadi diare seperti, faktor air minum, makanan, bakteri, sampah dan parasit.
DAFTAR PUSTAKA 1. Agus Safrudin dkk, 2009, Analisis FaktorFaktor Resiko Yang Mempengaruhi Kejadian Diare Pada Balita Di Puskesmas Ambal 1 Kecamatan Ambal Kabupaten Kebumen, Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 5, No. 2, Juni 2009: 65-79. 2. Depkes RI, 2011, Lima Langkah Tuntaskan Diare, Jakarta: Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkukang. 3. Karyono, Basirun dan Septiwi, C., 2009, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Pasien Diare Pada Anak Di RSUD Majenang Kabupaten Cilacap Tahun 2008. Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 5 Nomer 1: 56-64. 4. Adisasmito W, 2007, Faktor Risiko Diare pada Bayi dan Balita di Indonesia: Systematic Review Penelitian Akademik Bidang Kesehatan Masyarakat, Makara, Kesehatan, vol. 11, no. 1, juni 2007: 1-10. 5. Merylanca Manalu, 2012, Hubungan Tingkat Kepadatan Lalat (MuscaDomestica) Dengan Kejadian Diare Pada Anak Balita Di Pemukiman Sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah Namo Bintang Kecamatan Pancur Batu
Kabupaten Deli Serdang, Jurnal Lingkungan dan Kesehatan Kerja Vol 2, No 1 (2013), hal. 1-10. 6. Varima, D., 2013, Siklus Hidup Lalat, http:// id.shvoong.com/exactsciences/ biology/ 2349957-siklus-hiduplalat/, diakeses pada tanggal 2 juli 2014, Yogyakarta 7. Dinas Kesehatan Provinsi Yogyakarta, 2013, Profil Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2013, Yogyakarta. 8. Dinkes Kabupaten Sleman, 2012, Profil Kesehatan Kabupaten Sleman 2012, Sleman: Dinkes Kabupaten Sleman. 9. Puskesmas Minggir, 2013, laporan kejadian diare, Kecamatan Minggir Kabupaten Sleman. 10. Notoatmodjo, S., 2010, Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta. 11. Riwidikdo, H., 2013, Statistik Untuk Penelitian Kesehatan Dengan Aplikasi Program R dan SPSS, Yogyakarta: Rohima Press. 12. Depkes
RI, 2009, Petunjuk Untuk Pemberantasan Lalat, Dit.Jen PP & PL, Jakarta.
13. Kasman, 2003, Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Diare Pada Balita Pada Bauta Di Puskesmas Air Dingin Kecamatan Koto Tangah Kota Padang Sumatera Barat, Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Barat. 14. Laila Kamilla dkk, 2012, Hubungan Praktek Personal Hygiene Ibu dan Kondisi Sanitasi Lingkungan Rumah dengan Kejadian Diare pada Balita
Majid, N.A. dan Sofiana, L., “Hubungan Higiene Perorangan dan Kepadatan Lalat ....” di Puskesmas Kampung Dalam Kecamatan Pontianak Timur, Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia Vol. 11 No. 2 / Oktober 2012, hal. 138-143. 15. Nugraheni, D., 2012, Hubungan Kondisi Fasilitas Sanitasi Dasar Dan Personal Hygiene Dengan Kejadian Diare Di Kecamatan Semarang Utara Kota Semarang,
121
Jurnal Kesehatan Masyarakat, Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012, Halaman 922 – 933. 16. Hastutiek, P., dan Fitri, L.E., 2007, Potensi Musca Domestica Linn. Sebagai Vektor Beberapa Penyakit, Jurnal Kedokteran Brawijaya, Vol. XXIII, No. 3, Desember 2007 : 125-136