HUBUNGAN KEPADATAN LALAT DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI UPT PUSKESMAS CIPAYUNG KOTA DEPOK TAHUN 2014 Aulia Mutiara Rianingtyas, Rachmadi Purwana Departemen Kesehatan Lingkungan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia Email :
[email protected]
Abstrak Di Indonesia, diare merupakan pembunuh nomor satu untuk kematian bayi. Kota Depok merupakan salah satu wilayah di Jawa Barat dengan kasus diare yang tinggi. Kecamatan Cipayung, Kota Depok merupakan lokasi pemukiman yang berdekatan dengan tempat pembuangan akhir (TPA) sampah Kota Depok. Keberadaan tempat pembuangan akhir sampah di sekitar area pemukiman merupakan sumber penyebaran vektor penyakit yang dapat berpengaruh terhadap kesehatan masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kepadatan lalat rumah tinggal dengan kejadian diare pada balita yang berobat di UPT Puskesmas Cipayung Kota Depok tahun 2014. Penelitian ini menggunakan desain studi kasus kontrol dengan menggunakan data primer dan data sekunder register puskesmas yang mana jumlah sampel sebanyak 39 kasus dan 39 kontrol. Hasil analisis bivariat diperoleh bahwa kepadatan lalat tidak memiliki hubungan bermakna dengan kejadian diare pada balita (OR 1,531; 95% CI : 0,617–3,795). Adapun karakteristik individu balita yang memiliki hubungan bermakna dengan kejadian diare berdasarkan hasil uji statistik dengan analisis bivariat adalah riwayat perilaku cuci tangan ibu / pengasuh balita (OR 2,912; 95 % CI : 1,150 – 7,372) dan perilaku pengelolaan sampah rumah tangga (OR 3,200; 95 % CI : 1,266 – 8,086). Hygiene individu ibu atau pengasuh balita dan sanitasi lingkungan yang baik diperlukan untuk menurunkan angka kejadian diare.
Fly Density in Relation to Diarrhea Among Children Under Five Years at Health Center of Cipayung Sub-District, Depok District 2014 Abstract Depok district is one of region in West Java, Indonesia with high diarrhea case. Cipayung sub-district is a settlement location which is near from final garbage dump. The existence of final garbage dump around the settlement area is source of spreding disease vectors that can affect public health. In the working area of Health Center of Cipayung Sub District, diarrhea is include ten highest case on 2013. This study aims to determine the relationship between fly density in house with the occurrence of diarrhea among children under five years at Health Center of Cipayung Sub-District, Depok District 2014. This study uses case control study design and both primary and secondary health center register data with samples of 39 case and 39 control. Result bivariate analysis shows that fly density which not significantly associated with diarrhea among children under fiver years. The individual characteristic of toddler who has a significant association with the occurrence of diarrhea among children under five years based on the result of statistical test with bivariate analysis is hand-washing habits of mother or children-caretaker (OR 2,912; 95 % CI : 1,150 – 7,372), and solid waste disposal habits (OR 3,200; 95 % CI : 1,266 – 8,086). Personal hygiene of mother or children-caretaker and environment sanitation is necessary for decrease occurrence of diarrhea. Keywords : Fly density, diarrhea, children under five years
1 Hubungan kepadatan..., Aulia Mutiara Rianingtyas, FKM UI, 2014
2 Pendahuluan
Penyakit diare masih menjadi penyakit yang paling sering terjadi pada anak balita dengan ditandai dengan bertambahnya frekuensi buang air besar dari biasanya (3 atau lebih dalam sehari) dan berlangsung kurang dari 14 hari yang disertai perubahan bentuk dan konsistensi tinja penderita cair dan dapat disertai dengan darah dan atau lendir1. Diare merupakan penyebab kematian kedua pada anak di bawah usia lima tahun. Setiap tahun diare membunuh 760.000 anak balita di seluruh dunia. Dalam kasus global, sedikitnya 1,7 juta kasus dari diare terjadi setiap tahun2. Di Indonesia, diare merupakan pembunuh nomor satu untuk kematian bayi dan menyumbang 42 persen dari penyebab kematian bayi usia 0 hingga 11 bulan. Angka kesakitan diare balita pada tahun 2012 adalah 900 per 1.000 balita. Dari pemetaan penyakit menular oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, penyakit diare untuk semua umur di wilayah Jawa termasuk sepuluh provinsi dengan persentase diare tertinggi di Indonesia3. Jawa Barat mempunyai prevalensi di atas 9 %, dimana prevalensi tertinggi pada anak balita (1-4 tahun) yaitu sebear 16,7% 4. Provinsi Jawa Barat menduduki urutan keenam dengan inside diare pada balita tertinggi yaitu sebesar 7,9 persen. Balita dengan rentang umur 12 hingga 23 bulan merupakan kelompok umur balita dengan insiden diare pada balita tertinggi yaitu sebesar 9,7 persen 2. Diare merupakan penyakit dengan jumlah pasien terbanyak kelima pada pasien rawat jalan di puskesmas di Kota Depok 5. Kasus baru diare di Depok pada umur 0 hingga kurang dari 1 tahun sebesar 7,99 persen, umur 1 hingga 4 tahun sebesar 7,28 persen dan umur 5 hingga 14 tahun sebesar 7,56 persen. Jumlah perkiraan kasus diare tertinggi di Depok terjadi di Kecamatan Cipayung sebesar 100 kasus, sedangkan kasus diare yang ditangani oleh Puskesmas Cipayung sebesar 2.828 kasus sepanjang tahun 20125 . Lalat telah lama dikaitkan sebagai vektor penyakit yang menjadi media transmisi agen patogen penyebab diare dan diyakini meningkatkan insiden kesakitan dan kematian akibat diare pada balita. Banyak agen patogen seperti bakteri, virus, dan protozoa yang diindikasikan menyebabkan diare pada manusia dapat ditemukan pada tubuh lalat baik pada tubuh bagian atas, tengah, bawah, kotoran hingga muntahan lalat 6.Sejumlah agen patogen dapat ditemukan di tubuh lalat yang dapat menyebabkan terjadinya keracunan makanan dan dapat dengan mudah menyebar di lingkungan padat penduduk, sehingga lalat memiliki potensi berkaitan dengan Kejadian Luar Biasa (KLB) diare khususnya pada anak-anak 7. Kepadatan lalat sebenarnya bergantung pada beberapa hal antara lain kondisi iklim (suhu dan kelembaban Universitas Indonesia
Hubungan kepadatan..., Aulia Mutiara Rianingtyas, FKM UI, 2014
3
tinggi), sanitasi yang buruk, tempat pembuangan sampah yang tidak layak dan memadai, kurangnya kepedulian terhadap higiene perorangan dan kesulitan mengendalikan vektor serangga 7. Adanya hubungan signifikan antara peningkatan kepadatan populasi lalat dan aktivitas terbang lalat pada musim panas akibat perubahan iklim dengan kejadian diare dimana lalat berpotensi menjadi media transmisi agen patogen8. Keberadaan tempat-tempat yang disenangi lalat seperti jamban terbuka yang memungkingkan terjadinya kontak lalat dengan tinja manusia akan meningkatkan kepadatan populasi lalat dan berpotensi menyebarkan organisme penyebab diare 9. Dari 3822 kasus yang dilaporkan selama empat tahun dari tahun 1986-1990 di Pakistan merupakan kasus diare pada balita yang terjadi selama musim semi dimana saat tingkat kepadatan lalat tertinggi terjadi. 10 Perkembangbiakan lalat sering terjadi di tempat pembuangan sampah padat yang terdapat bagian komposting yaitu tempat yang sesuai untuk mencari makan, bertelur dan tempat perkembangan bagi larva lalat 7. Pola hidup lalat yang menyenangi tempat basah, benda-benda organik, tinja, dan kotoran binatang. Selain itu timbunan sampah juga merupakan tempat yang disenangi oleh lalat sebagai tepat untuk bersarang dan berkembang biak 11. Timbunan sampah akibat aktivitas manusia yang tidak dikelola dengan baik dapat menjadi tempat berkembangbiak dan hidup vektor penyakit. Selain dapat mengganggu kesehatan dan kenyamanan masyarakat, timbunan sampah juga dapat menjadi sumber penularan penyakit. Kota Depok sebagai salah satu kota yang padat penduduk dengan jumlah total penduduk tahun 2012 sebesar 1.898.567. Jumlah penduduk yang padat ini menghasilkan sampah domestik dan sampah-sampah lain yang setiap harinya mencapai 4500 m3. Hal ini menjadi masalah bagi Dinas Pertamanan dan Kebersihan Kota Depok dalam penanganan sampah. Keberadaan tempat pembuangan akhir (TPA) sampah di Kecamatan Cipayung menyebabkan meningkatnya frekuensi truk pengangkut sampah yang lalu lalang di area kecamatan. Hal ini dapat menyebabkan tersebarnya vektor penyakit yang ikut terbawa bersama truk pengangkut sampah. Salah satu yang menjadi penyebab diare adalah terkontaminasinya makanan dan minuman oleh bakteri yang dibawa lalat. Lalat dianggap mengganggu karena kesukaannya hinggap di tempat-tempat yang lembab dan kotor, seperti sampah. Pola hidup lalat, tempat disenangi lalat adalah tempat yang basah, benda-benda organik, tinja, dan kotoran binatang. Selain itu, tempat yang juga disenangi lalat untuk hinggap adalah timbunan sampah sebagai tempat untuk bersarang dan berkembangbiak. Universitas Indonesia
Hubungan kepadatan..., Aulia Mutiara Rianingtyas, FKM UI, 2014
4
Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Cipayung karena di wilayah tersebut terdapat tempat pembuangan akhir (TPA) sampah
Kota Depk. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
menganalisis hubungan antara kepadatan lalat dengan kejadian diare pada balita yang tinggal di area kerja UPT Puskesmas Cipayung Kota Depok tahun 2014. Tinjauan Teoritis
Gejala Penyakit diare adalah buang air besar cair yang lebih dari 3 kali kecuali bayi muda lebih dari 5-6 kali, panas, sakit perut, muntah, feses berdarah atau berlendir, serta feses seperti air cucian berair 1. Kepadatan lalat adalah nilai yang diperoleh dari hasil penghitungan jumlah lalat yang tertangkap pada suatu media (perangkap)
12
. Perhitungan angka kepadatan lalat
adalah menghitung rata-rata jumlah lalat yang hinggap pada alat (10 kali pengukuran dengan menggunakan metode Fly Grill) yang selanjutnya dihitung sebagai indeks populasi kepadatan lalat.11 Metode Penelitian
Desain studi yang dipakai dalam penelitian ini adalah desain studi kasus kontrol yaitu mengidentifikasikan pasien dengan efek atau penyakit tertentu yang nantinya akan disebut sebagai kasus dan kelompok tanpa efek yang nantinya akan disebut sebagai kontrol, kemudian secara restrospektif akan diteliti faktor resiko yang dapat menerangkan mengapa kasus terkena efek sedangkan kontrol tidak. Data diperoleh dengan mengadakan pengisian kuesioner melalui wawancara kepada responden (ibu atau pengasuh balita) dan observasi langsung ke rumah responden (ibu atau pengasuh balita) yang memiliki balita bertempat tinggal di Kecamatan Cipayung dan berobat ke UPT Puskesmas Cipayung dan positif didiagnosis menderita diare oleh petugas medis. Sebelum mendapat data mengenai kepadatan lalat harus dilakukan penghitungan angka kepadatan lalat terlebih dahulu di wilayah studi. Untuk melakukan penghitungan angka kepadatan lalat membutuhkan alat fly grill,stopwatch, dan hand counter. Angka rata-rata yang didapatkan dari hasil penghitungan merupakan petunjuk angka kepadatan lalat dalam satu lokasi tertentu. Perhitungan besar sampel minimal dalam penelitian ini digunakan dengan perbandingan 1 : 1 untuk kelompok kasus dan kontrol seperti dibawah ini 13 : *
√,
(
√, (
)(
)
(
)-+
) Universitas Indonesia
Hubungan kepadatan..., Aulia Mutiara Rianingtyas, FKM UI, 2014
5 Dimana, ( (
) (
)
)
Keterangan : n
= jumlah sampel minimal kasus dan kontrol
= nilai Z pada derajat kepercayaan 1-α atau batas kemankaan α (Z = 1,96 pada confident interval 95 %) = nilai Z pada kekuatan uji 1-β ( Z = 0,842 pada kekuatan uji 80 %) Dengan menggunakan nilai P2 adalah 0,52 dan OR adalah 4,51 didapatkan nilai P1 sebesar 0,83 (Puspitasari, 2012), sehingga besar sampel dapat dihitung sebagai berikut: *
√,
(
)(
*
√,
(
√, ( )
)
√, (
)
(
( )
)-+
)
(
)-+
n = 35,77∞ n = 36
Berdasarkan perhitungan rumus di atas, jumlah sampel balita yang akan diteliti dalam penelitian ini minimal terdiri dari 36 kasus dan 36 kontrol. Untuk menghindari adanya kesalahan dalam perhitungan besar sampel dan antisipasi adanya sampel yang drop out, peneliti menambahkan faktor koreksi sebesar 10 % dalam jumlah sampel maka jumlah sampel minimal menjadi 39 kasus dan 39 kontrol sehingga total sampel sebesar 78 sampel (kasus dan kontrol). Pengambilan sampel kepadatan lalat sebagai faktor resiko terjadinya diare dilakuka pada saat wawancara responden. Jumlah sampel kepadatan lalat rumah tinggal yang diambil sesuai dari total sampel, yaitu sebanyak 78 sampel kepadatan lalat rumah tinggal. Penelitian berlokasi di area kerja UPT Puskesmas Cipayung, Depok, Jawa Barat. Penelitian ini dilakukan selama 2 bulan dari bulan Mei sampai bulan Juni 2014. Hasil Penelitian
Hubungan Kepadatan Lalat dengan Kejadian Diare pada Balita. Hasil analisis bivariat dapat diketahui bahwa balita sebanyak 54,3 % pada kelompok kasus tinggal di rumah dengan kepadatan lalat rumah tinggal tinggi dan sebanyak 45,7 % pada kelompok non kasus tinggal di rumah dengan kepadatan lalat rumah tinggal tinggi. Tidak ada perbedaan bermakna antara balita yang tinggal dirumah dengan kepadatan lalat rumah tinggal tinggi dengan balita yang
Universitas Indonesia
Hubungan kepadatan..., Aulia Mutiara Rianingtyas, FKM UI, 2014
6
tinggal dirumah dengan kepadatan lalat rumah tinggal rendah dengan kejadian diare pada balita di UPT Puskesmas Cipayung (p value 0,490). Hubungan Faktor-Faktor Lain dengan Kejadian Diare pada Balita. Karakteristik Balita. Analisis bivariat hubungan karakteristik balita dengan kejadian diare dapat diketahui antara lain tidak ada perbedaan antara balita yang berjenis kelamin laki-laki dengan yang berjenis kelamin perempuan dengan kejadian diare pada balita (p value 0,764), tidak ada perbedaan antara balita yang memiliki status gizi baik dengan yang memiliki status gizi kurang dengan kejadian diare pada balita (p value 0,358), ada perbedaan antara balita yang telah mendapatkan imunisasi campak dengan balita yang tidak mendapatkan imunisasi campak dengan kejadian diare pada balita (p value 0,047). tidak ada perbedaan antara balita yang memiliki riwayat ASI eksklusif dengan balita yang tidak memiliki riwayat ASI eksklusif dengan kejadian diare pada balita (p value 0,494), tidak ada perbedaan antara balita yang mendapatkan ASI kurang dari 6 bulan dengan balita yang mendapatkan ASI lebih dari sama dengan 6 bulan dengan kejadian diare pada balita (p value 0,349), tidak ada perbedaan antara balita yang mendapatkan makanan pendamping ASI pertama kali saat berumur kurang dari 6 bulan dengan balita yang mendapatkan makanan pendamping ASI pertama kali saat berumur lebih dari sama dengan 6 bulan dengan kejadian diare pada balita (p value 0,493). Perilaku Cuci Tangan Ibu/ Pengasuh Balita. Sebanyak 27 responden pada kelompok kasus memiliki perilaku cuci tangan yang tidak memenuhi syarat dan sebanyak 17 responden pada kelompok non kasus yang memiliki perilaku cuci tangan yang tidak memenuhi syarat. Ada perbedaan signifikan antara balita yang diasuh oleh ibu/pengasuh yang memiliki perilaku cuci tangan tidak memenuhi syarat dan balita yang diasuh oleh ibu/pengasuh yang memiliki perilaku cuci tangan memenuhi syarat dengan kejadian diare pada balita di UPT Puskesmas Cipayung (p value 0,040). Perilaku Menyimpan Makanan Ibu/Pengasuh Balita. Berdasarkan hasil analisis bivariat, dapat diketahui bahwa sebanyak 15 responden pada kelompok kasus memiliki perilaku menyimpan makanan yang tidak memenuhi syarat dan sebanyak 14 responden pada kelompok non kasus yang memiliki perilaku menyimpan makanan yang tidak memenuhi syarat. Tidak ada perbedaan signifikan antara balita yang diasuh oleh ibu/pengasuh yang memiliki perilaku menyimpan makanan tidak memenuhi syarat dan balita yang diasuh oleh ibu/pengasuh yang memiliki perilaku menyimpan memenuhi syarat dengan kejadian diare pada balita di UPT Puskesmas Cipayung (p value 1,000). Universitas Indonesia
Hubungan kepadatan..., Aulia Mutiara Rianingtyas, FKM UI, 2014
7
Perilaku Pengelolaan Sampah Rumah Tangga. Dapat diketahui bahwa sebanyak 26 responden pada kelompok kasus memiliki perilaku pengelolaan sampah rumah tangga yang tidak memenuhi syarat dan sebanyak 15 responden pada kelompok non kasus yang memiliki perilaku pengelolaan sampah rumah tangga yang tidak memenuhi syarat. Ada perbedaan signifikan antara balita yang diasuh oleh ibu/pengasuh yang memiliki perilaku pengelolaan sampah rumah tangga yang tidak memenuhi syarat dan balita yang diasuh oleh ibu/pengasuh yang memiliki perilaku pengelolaan sampah rumah tangga memenuhi syarat dengan kejadian diare pada balita di UPT Puskesmas Cipayung (p value 0,023 ). Komponen Lingkungan. Sebagian besar rumah pada kelompok kasus dan kelompok kontrol memilihi suhu tidak optimum yaitu masing-masing sebanyak 38. Tidak ada perbedaan signifikan antara balita yang tinggal di rumah dengan suhu optimum dan balita yang tinggal di rumah dengan suhu tidak optimum dengan kejadian diare pada balita di UPT Puskesmas Cipayung (p value 1,000.). Selain itu, dapat diketahui bahwa sebagian besar rumah pada kelompok kasus dan kelompok kontrol memilihi kelembaban tidak optimum yaitu masingmasing sebanyak 38. Tidak ada perbedaan signifikan antara balita yang tinggal di rumah dengan kelembaban optimum dan balita yang tinggal di rumah dengan kelembaban tidak optimum dengan kejadian diare pada balita di UPT Puskesmas Cipayung (p value 1,000.). Tabel 1 Hasil Analisis Bivariat Faktor Resiko Yang Mempengaruhi Kejadian Diare Pada Balita di UPT Puskesmas Cipayung, Kota Depok Tahun 2014 Variabel Kepadatan Lalat Tinggi -
Rendah
Jenis Kelamin Perempuan -
Laki-Laki
Status Gizi Kurang -
Baik
Riwayat Imunisasi Campak Tidak -
Ya
Kasus (n=39) %
Non Kasus (n=39) %
Jumlah (n=78) %
25
54,3
21
45,7
3
100
14
43,8
18
56,3
75
100
28
48,3
30
51,7
58
100
11
55,0
9
45,0
20
100
4
80,0
1
20,0
5
100
35
47,9
38
52,1
73
100
7
30,4
16
69,6
23
100
32
58,2
23
41,8
55
100
Nilai-p
OR
95 % CI
0,490
1,531
0,617 – 3,795
0,795
0,764
0,275 – 2,119
0,358
4,343
0,463 – 40,749
0,047
0,314
0,111 – 0,887
Universitas Indonesia
Hubungan kepadatan..., Aulia Mutiara Rianingtyas, FKM UI, 2014
8 Lanjutan Tabel 1... Variabel
Kasus (n=39)
Riwayat ASI Eksklusif Tidak
%
Non Kasus (n=39)
%
Jumlah (n=78)
45,5
24
54,4
44
100
Ya
19
55,9
15
44,1
34
100
Lama Pemberian ASI < 6 bulan
12
41,4
17
58,6
29
100
27
55,1
22
44,9
54
100
20
45,5
24
54,4
44
100
19
55,9
15
44,1
34
100
27
61,4
17
38,6
44
100
12
35,3
22
64,7
38
100
39
100
39
100
78
15
51,7
14
48,3
29
100
24
49,0
25
51,0
49
100
26
63,4
15
36,6
41
100
13
35,1
24
64,9
37
100
-
≥ 6 bulan
Riwayat Pemberian MP-ASI < 6 bulan -
≥ 6 bulan
Perilaku Ibu Cuci Tangan Tidak Memenuhi Syarat (TMS) Memenuhi Syarat (MS) Jumlah Perilaku Ibu Menyimpan Makan Tidak Memenuhi Syarat (TMS) Memenuhi Syarat (MS) Perilaku Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Tidak Memenuhi Syart (TMS) Memenuhi Syarat (MS) Komponen Lingkungan 1. Suhu Optimum 2. -
OR
95 % CI
0,494
0,658
0,267 – 1,619
0,349
0,575
0,227 – 1,456
0,493
0,658
0,267 – 1,619
0,040
2,912
1,1507,372
1,000
1,116
0,445 – 2,797
0,023
3,200
1,266 – 8,086
1,000
1,000
0,060 – 16,577
1,000
1,000
0,060 – 16,577
%
20
-
Nilai-p
1
1
2
100
Tidak Optimum Kelembaban Optimum
38
38
76
100
1
1
2
100
Tidak Optimum
38
38
76
100
Universitas Indonesia
Hubungan kepadatan..., Aulia Mutiara Rianingtyas, FKM UI, 2014
9
Pembahasan Kepadatan lalat merupakan risiko yang berpengaruh untuk terjadinya diare pada balita. Namun secara uji statistika tidak dibutktikan karena nilai p 0,490 ( p value > 0,05). Hal ini kemungkinan dapat disebabkan jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini terlalu kecil sehingga hubungan secara statistika tidak dapat dibuktikan.Hasil penelitian sebelumnya membuktikan adanya kejadian diare yang lebih tinggi pada anak-anak yang tinggal di rumah dengan insiden kepadatan lalat di dapur yang tinggi
14
. Secara statistik penelitian tersebut
menunjukkan hasil yang signifikan serupa dengan adanya hubungan antara kepadatan lalat di toilet dengan kejadian diare pada anak-anak. Penelitian lain menyebutkan bahwa pengukuran yang dilakukan pada kepadatan lalat dan pengukuran suhu memiliki OR sebesar 3,6 yang berarti ada hubungan signfikan antara kepadatan lalat dan suhu dengan kejadian shigellosis pada anak-anak di Mirzapur, Bangladesh
15
. Pada penelitian ini didapatkan nilai OR sebesar
1,5 Meskipun dalam penelitian ini tidak didapatkan hasil yang bermakna hubungan antara kepadatan lalat rumah tinggal dengan kejadian diare pada balita, namun berdasarkan sumber referensi yang ada berserta penelitian-penelitian sebelumnya yang menunjukkan adanya hubungan kuat peran vektor penyakit khususnya lalat dalam media transmisi penyakit diare. Hal ini dapat disebabkan karena variasi hasil pengukuran angka kepadatan lalat dan selisih yang cukup besar antara nilai maksimum yaitu sebanyak 32,5 dan nilai minimum. Pencegahan risiko terjadinya penyakit diare, dapat dilakukan dengan menghilangkan tempat-tempat perindukan lalat seperti kandang hewan ternak dan timbunan sampah yaitu dengan melakukan perbaikan hygiene dan sanitasi lingkungan rumah. Pentingnya menjaga keamanan makanan, peralatan makanan, dan orang yang kontak dengan lalat dapat dilakukan dengan memasang kawat kasa pada jendela rumah, menggunakan tudung saji untuk menutup makanan atau menyimpan makanan pada tempat tertutup dan memasang kertas perekat anti lalat jika populasi lalat dirasa sangat mengganggu Jenis kelamin balita bukan merupakan risiko yang berpengaruh untuk terjadinya diare pada balita. Nilai p 0,7950 (p value > 0,05) dan nilai OR sebesar 0,764 (CI 95% 0,275-2,119). Artinya bahwa balita berjenis kelamin perempuan tidak berpengaruh dengan kejadian diare pada balita. Variabel status gizi dalam penelitian ini dikelompokkan berdasarkan status gizi BB/U. Pengukuran dilakukan dengan membandingkan berat balita pada penimbangan di puskesmas saat ditetapkan sebagai sampel kasus dengan tabel gizi balita WHO, sedangkan pada sampel kontrol hanya dilihat dari KMS balita.Status gizi balita bukan merupakan risiko yang berpengaruh untuk terjadinya diare pada balita. Nilai p value 0,dan nilai OR sebesar Universitas Indonesia
Hubungan kepadatan..., Aulia Mutiara Rianingtyas, FKM UI, 2014
10
4,343 (CI 95%
0,463 – 40,749). Artinya bahwa balita dengan status gizi kurang tidak
berpengaruh dengan kejadian diare pada balita. Penelitian serupa belum dapat membuktikan secara uji statistik adanya hubungan yang bermakna antara status gizi balita dengan kejadian diare pada balita11. Sebaliknya penelitian lain mampu menunjukkan adanya hubungan bermakna antara status gizi dengan kejadian diare (p value 0,049, OR 0,227) 16. Keterbatasan penelitian dalam jumlah sampel yang digunakan memungkinkan tidak terbukti secara uji statistik adanya hubungan antara status gizi dengan kejadian diare pada balita. Perbandingan antara status gizi baik dan buruk tidak seimbang sehingga tidak dapat dibandingkan antara yang mempunyai status gizi baik dan buruk. Penambahan jumlah sampel dapat dilakukan agar memperoleh perbandingan yang memadai antara status gizi baik dan status gizi buruk. Riwayat imunisasi campak memiliki hubungan bermakna. Adanya pengaruh riwayat imunisasi campak dapat terlihat dari nilai p 0,047 (p value < 0,05). Untuk melihat seberapa besar pengaruh riwayat imunisasi campak dengan kejadian diare pada balita dapat dilihat dari nilai OR yaitu sebesar 0,314 (CI 95% 0,111 – 0,887). Hasil analisis statistik dimana nilai (OR <1), artinya bahwa balita yang memiliki riwayat imunisasi campak merupakan faktor protektif terhadap kejadian diare pada balita. Hasil penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan secara statistik hubungan yang bermakna antara faktor imunisasi dengan kejadian diare
17
.
Berdasarkan data cakupan imuniasi campak di wilayah kerja UPT Puskesmas Cipayung didapatkan cakupan di atas 90 % sehingga proporsi kasus yang telah mendapatkan imunisasi campak yang didapatkan dalam penelitian ini lebih besar dibandingkan dengan proporsi kasus yang belum diimunisasi. Hasil (OR<1) juga dapat kemungkinan disebabbkan adanya unit analisis yang berumur kurang dari 9 bulan sehingga dapat menimbulkan bias bahwa balita yang memiliki riwayat tidak imunisasi campak beresiko terkena diare sebesar 0,314 kali jika dibandingkan balita yang mendapatkan imunisasi campak. Riwayat pemberian ASI eksklusif bukan merupakan risiko yang berpengaruh untuk terjadinya diare pada balita. Nilai p 0,494 dan nilai OR sebesar 0,658 (CI 95% 0,267 – 1,619), artinya bahwa balita yang tidak memiliki riwayat ASI eksklusif tidak berpengaruh dengan kejadian diare pada balita.Pemberian ASI eksklusif diyakini sebagai pemberi kekebalan alami pada balita untuk menahan dari terjangkitnya suatu penyakit. Oleh sebab itu penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian sebelumnya menyatakan bahwa pemberian ASI eksklusif mempunyai hubungan dengan angka kejadian diare akut (p value 0,001)
18
. Tidak adanya
hubungan bermakna ini dimungkinan karena kekebalan yang didapatkan balita melalui ASI yang diberikan hingga di atas umur 6 bulan meskipun bukan pemberian ASI eksklusif. Universitas Indonesia
Hubungan kepadatan..., Aulia Mutiara Rianingtyas, FKM UI, 2014
11
Walaupun dalam penelitian ini belum dapat membuktikan secara statistik adanya hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian diare pada balita, Namun penelitian sebelumnya juga tidak menemukan adanya hubungan sigifikan antara balita yang memiliki riwayat ASI eksklusif dengan yang tidak memiliki riwayat ASI ekslusif dengan kejadian diare pada balita
11
. Begitu pula dengan lama pemberian ASI pada balita bukan merupakan risiko
yang berpengaruh untuk terjadinya diare pada balita. Nilai p 0,349 (p value > 0,05). dan nilai OR sebesar 0,575 (CI 95% 0,227 – 1,456), artinya bahwa balita yang mendapatkan ASI kurang dari 6 bulan tidak berpengaruh dengan kejadian diare pada balita. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang menyatakan tidak ada hubungan bermakna pemberian ASI dengan kejadian diare pada bayi 0-6 bulan (p value 0,398) 19. Meskipun lama pemberian ASI kurang dari 6 bulan tidak memiliki hubungan bermakna dengan kejadian diare, namun lama pemberian ASI lebih dari 6 bulan juga memiliki potensi mempengaruhi kejadian diare pada balita. Riwayat pemberian MP-ASI pada balita bukan merupakan risiko yang berpengaruh untuk terjadinya diare pada balita. Nilai p 0,493 (p value > 0,05) dan nilai OR sebesar 0,658 (CI 95% 0,267 – 1,619), artinya bahwa balita yang mendapatkan MP-ASI kurang dari 6 bulan tidak berpengaruh dengan kejadian diare pada balita. Pemberian makanan pendamping ASI saat anak berumur kurang dari 6 bulan secara teoritis memiliki resiko menyebabkan diare. Makanan pendamping ASI yang diberikan dalam kondisi tidak higienis dapat mengakibatkan masuknya pajanan melalui jalur ingesti. Kualitas bakteriologis yang terkandung dalam makanan pendamping ASI juga berpotensi menyebabkan diare. Penelitian sebelumnya menyatakan adanya hubungan bermakna antara kualitas bakteriologis makanan pendamping ASI dengan kejadian diare pada balita (p value 0,000; OR 5,292)
20
. Meskipun penelitian ini
tidak dapat membuktikan secara uji statistik adanya hubungan antara riwayat pemberian MPASI kurang dari 6 bulan dengan kejadian diare pada balita, kemungkinan adalah kekebalan tubuh yang telah didapatkan balita terlebih dahulu dari pemberian ASI, hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan tidak ada hubungan bermakna antara pemberian MPASI dini baik dalam bentuk padat ataupun cair dengan kejadian diare pada balita 21. Perilaku cuci tangan ibu/pengasuh balita merupakan faktor risiko yang berpengaruh untuk terjadinya diare pada balita. Nilai p 0,04 dan nilai OR yang didapatkan yaitu sebesar 2,912 (CI 95% 1,150-7,372), artinya bahwa balita yang diasuh oleh ibu/pengasuh balita yang mempunyai perilaku cuci tangan tidak memenuhi syarat mempunyai risiko balita menderita diare sebesar 2,912 kali, jika dibandingkan dengan balita yang diasuh oleh ibu/pengasuh dengan perilaku cuci tangan yang memenuhi syarat (mencuci tangan dengan sabun dan air Universitas Indonesia
Hubungan kepadatan..., Aulia Mutiara Rianingtyas, FKM UI, 2014
12
mengalir). Perilaku cuci tangan dengan sabun dan air mengalir sangat efektif untuk memutuskan rantai penularan penyakit diare yang disertai pasokan air bersih yang aman dan mencukupi. Mencuci tangan dapat mencegah diare jika dilakukan dengan benar pada saat-saat yang berpotensi menularkan penyakit diare antara lain sebelum menyiapkan makanan, sebelum kaman, sebelum memberi makan pada balita, setelah buang air dan setelah membantu balita untuk membuang feses. Perilaku mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir yang didukung dengan edukasi tahapan mencuci tangan yang benar akan mengurangi kejadian diare hingga 53%
23
. Pengurangan kejadian diare ini akan berlangsung secara konsisten
dibandingkan dari estimasi sebelumnya. Perilaku menyimpan ibu/ pengasuh balita bukan merupakan risiko yang berpengaruh untuk terjadinya diare pada balita. Nilai p 1,000 dan nilai OR sebesar 1,116 (CI 95% 0,45 – 2,797), artinya bahwa balita yang diasuh oleh ibu/pengasuh balita yang
memiliki perilaku
menyimpan makanan tidak memenuhi syarat tidak berpengaruh dengan kejadian diare pada balita. Hasil yang tidak menunjukkan hubungan bermakna kemungkinan disebabkan kesadaran masyarakat secara mandiri terhadap upaya menjaga keamanan makanan di rumah tinggi. Beberapa lokasi rumah responden yang dekat dengan sumber lalat menyebabkan beberapa responden mengatakan telah terbiasa untuk menutup atau menyimpan agar terhindar dari lalat yang menempel. Walaupun penelitian ini tidak dapat membuktikan adanya hubungan perilaku menyimpan makanan ibu / pengasuh balita dengan kejadian diare pada balita. Perilaku pengelolaan sampah rumah tangga bukan merupakan risiko yang berpengaruh untuk terjadinya diare pada balita. Nilai p 0,023 dan nilai OR sebesar 3,200 (CI 95% 1,266 – 8,086), artinya bahwa balita yang diasuh oleh ibu/pengasuh balita yang mempunyai perilaku mengelola sampah rumah tangga tidak memenuhi syarat mempunyai risiko balita menderita diare sebesar 3,2 kali, jika dibandingkan dengan balita yang diasuh oleh ibu/pengasuh dengan perilaku perilaku
mengelola sampah rumah tangga yang memenuhi syarat. Penelitian
terdahulu mampu menunjukkan bahwa ibu rumah tangga yang tinggal di perkampungan miskin memiliki perilaku pengelolaan sampah padat rumah tangga yang buruk
14
. Perilaku
pengelolaan sampah padat yang buruk sebanding dengan tingginya insiden infeksi pernapasan pada orang dewasa dan kejadian diare pada anak-anak. Timbunan sampah padat yang jauh dari rumah tinggal dapat mengurangi tingkat kepadatan lalat sehingga turut menurunkan kejadian penyakit. Oleh karena itu perilaku pengelolaan sampah rumah tangga merupakan risiko kejadian diare. Universitas Indonesia
Hubungan kepadatan..., Aulia Mutiara Rianingtyas, FKM UI, 2014
13
Komponen lingkungan yaitu suhu dan kelembaban bukan merupakan risiko yang berpengaruh untuk terjadinya diare pada balita. Masing-masing variabel tersebut memiliki nilai p 1,000 dan OR sebesar 1,000 (CI 95% 0,60 – 16,577) yang sama. Artinya bahwa balita yang tinggal di rumah dengan suhu optimal yang dapat memicu peningkatan angka kepadatan lalat tidak berpengaruh dengan kejadian diare pada balita dan bahwa balita yang tinggal di rumah dengan kelembaban optimal yang dapat memicu peningkatan angka kepadatan lalat tidak berpengaruh dengan kejadian diare pada balita. Pengukuran suhu dan kelemban dilakukan dengan menggunakan alat termohygrometer ruangan. Alat pengukur ini berbentuk digital sehingga tidak membutuhkan kalibrasi. Pengukuran suhu dan kelembaban dilakukan pada setiap titik sampling yang di ukur tingkat kepadatan lalatnya yaitu dapur dan luar rumah yang berdekatan dengan tempat sampah. Hasil pengukuran suhu dan kelembaban tidak terlampau jauh berbeda antara satu rumah responden dengan rumah responden lainnya meskipun jarak antar rumah responden relatif jauh sehingga tidak terdapat perbedaan proporsi antara rumah dengan suhu optimal pada kelompok kasus dan pada kelompok non kasus. Hasil penelitian serupa menyebutkan bahwa peningkatan suhu memiliki peranan terhadap peningkatan kasus diare 22. Hubungan tidak bermakna pada komponen lingkungan dapat terjadi karena lokasi penelitian yang memiki karakteristik iklim yang homogen, sehingga pengukuran suhu dan kelembaban tidak menghasilkan perbedaan yang bermakna. Kesimpulan Angka kepadatan lalat rumah tinggal balita yang berobat di UPT Puskesmas Cipayung tahun 2014 sebagian besar tinggi pada pengukuran luar rumah dan rendah pada pengukuran dalam rumah. Tidak adanya hubungan bermakna secara statistik antara kepadatan lalat dengan kejadian diare pada balita studi kasus kontrol di UPT Puskesmas Cipayung Kota Depok Tahun 2014, namun kepadatan lalat memiliki resiko terhadap kejadian diare pada balita (OR 1,531; 95 % CI 0,617 – 3,795).Faktor lain yang mempengaruhi kejadian diare pada balita yang berobat di UPT Puskesmas Cipayung adalah perilaku cuci tangan ibu/pengasuh balita OR 2,912 (95% CI 1,150 – 7,372). Faktor protektif yang mempengaruhi kejadian diare pada balita yang berobat di UPT Puskesmas Cipayung adalah karakteristik balita (riwayat imunisasi campak) OR 0,314 (95% CI 0,111 – 0,887) dan perilaku pengelolaan sampah rumah tangga (OR 3,200; 95% CI 1,266 – 8,086). Saran
Universitas Indonesia
Hubungan kepadatan..., Aulia Mutiara Rianingtyas, FKM UI, 2014
14
Pengawasan, pembinaan serta pengembangan terhadap program pengendalian vektor penyakit yang telah berjalan dapat dilakukan oleh UPT Puskesmas Cipayung. Bagi masyarakat melakukan upaya preventif antara lain dengan membiasakan mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir, penangann makanan yang higienis dirumah dan pengelolaan sampah rumah tangga secara tepat serta segera berobat ke fasilitas kesehatan terdekat. Upaya-upaya preventif yang dilakukan dapat menjadga diri dari penurunan derajat kesehatan akan memberikan manfaat cost effective sehingga masyarakat tidak akan mengeluarkan biaya berlebih untuk berobat ke fasilitas kesehatan. Daftar Referensi 1. Kemenkes RI. (2013). Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan 2. WHO. (2013). WHO. (2013). Diarrhea. www.who.int/topics/diarrhoea/en 3. Kemenkes RI. (2013). Profil Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Tahun 2012. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. 4.
Kemenkes RI. (2011). Situasi Diare di Indonesia. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Subdit Pengendalian Diare dan Infeksi Saluran Penecrnaan Kemenkes RI.
5. Dinkes Kota Depok.( 2012). Profil Kesehatan Kota Depok. Depok. 6. WHO. (1991).Interventions For The Control Of Diarrhoeal Diseases Among Young Children. Canada : McGill University. 7. Graf, J.-F., Teixeira, A. F., Filho, A. A., Quintaes, B. R., Santos, E. C., Surliuga, G. C., et al. (2005). System For Fly Control In Public Areas Of Urban Waste In Brazil. (C.-Y. Lee, & W. H. Robinson, Penyunt.) The Fifth International Conference on Urban Pests , 1-6. 8. Alexander, K. A., Corzolio, M., Goodin, D., & Vance, E. (2013). Climate Change is Likely to Worsen the Public Health Threat of Diarrheal Disease in Botswana. International Journal of Environmental Research and Public Health , 1202-1230. 9. Alexander, K., & Blackburn, J. (2013). Overcoming Barriers in Evaluating Outbreaks of Diarrheal Disease in Resource Poor Settings : Assessment of Recurrent Outbreaks in Chobe District, Botswana. BMC Public Health , 13. 10. Chavasse, D., Ahmad, N., & Akhtar, T. (1996). Scope For Fly Control As A Diarrhoea Intervention In Pakistan : A Community Perspective. London School of Hygiene and Tropical Medicine and Pakistan Medical Research Council , 1291. 11. Wijayanti, Putri Dianing. (2009). Hubungan Kepadatan Lalat dengan Kejadian Diare pada Balita yang Bermukim Sekitar Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Bantar Gebang, 2009. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. 12. Depkes RI. (1992). Petunjuk Teknis Tentang Pemberantasan Lalat. Jakarta : Direktorat Jenderal PPM dan PL.
Universitas Indonesia
Hubungan kepadatan..., Aulia Mutiara Rianingtyas, FKM UI, 2014
15 13. Lemeshow, S. et al. (1997). Besar Sampel dalam Penelitian Kesehatan terjemahan Dibyo pramono. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. 14. Schultz, Alexandra. (2011). Childhood Diarrhea. Fall : Dr. Elizabeth Fox. 15. Farag, Tamer H.; Faruque, Abu S.; Wu, Yukun; Das, Sumon K.; Hossain, Anowar; Ahmed, Shahnawaz;. (2013). Housefly Population Density Correlates with Shigellosis among Children in Mirzapur, Bangladesh: A Time Series Analysis. PLOS Neglected Tropical Diseases , Volume 7 Issue 6 e2280. 16. Rini, Lestiyo. (2001). Hubungan Status Imunisasi Campak Dengan Kejadian Penyakit Diare (Campak, ISPA, dan Diare) dan Status Gizi Anak Usia 1-4 Tahun di Desa Karang Duren Kecamatan Tenggaran Kabupaten Semarang. Semarang : Universitas Diponegoro. 17. Hardi,Amin Rahman, et al. (2012). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kejadian Diare Pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Baranglompo Kecamatan Ujung Tanah. Makasar : Universitas Hasanudin. 18. Rahmadhani,et al. (2013). Artikel Penelitian : Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan Angka Kejadian Diare Akut pada Bayi Usia 0-1 Tahun di Puskesmas Kuranji Kota Padang. Padang : Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. 19. Risnanda, Lisa. (2012). Hubungan Pemberian ASI dengan Kejadian Diare Pada Bayi 0-6 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Blang Bintang Kecamatan Blang Bintang Kabupaten Aceh Besar. Aceh : Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan U’Budiyah Banda Aceh. 20. Karminingsih, Mimi. (2012). Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Diare Pada Balita di Kecamatan Cilincing Kota Administrasi Jakarta Utara Tahun 2009/2010. Depok : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. 21. Suyatno. (2003). Pengaruh Jangka Panjang (Long Term Effect) Pemberian Makanan
Pendamping ASI (MP-ASI) Pada Usia Dini Terhadap Pertumbuhan dan Kesakitan Anak. Semarang : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro. 22. Hurtado,Diaz et al. (2008). Effect of the Temperature and Precipitation on the Incidence of Acute Respiratory Infections and Acute Diarrheic Disease in Veracruz, Mexico. Mexico: Article Outline National Institute of Public Health, Cuernavaca. 23. WHO. (2005). Clean Hands Reduce The Burden Of Disease. Lancet Journal, 366 : 185 – 187.
Universitas Indonesia
Hubungan kepadatan..., Aulia Mutiara Rianingtyas, FKM UI, 2014