1
HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA USIA 2-5 TAHUN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KECAMATAN KARANGANYAR KABUPATEN KARANGANYAR
NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana Kedokteran
Diajukan Oleh: FAHMI AFIF ALBONEH J 50009 0033
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2013
NASKAH PUBLIKASI
ABSTRAK Fahmi Afif Alboneh. J500090033. 2012. Hubungan Status Gizi Dengan Kejadian Diare Pada Balita Usia 2-5 Tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Karanganyar Kabupaten Karanganyar. Latar belakang: Tiap tahunnya diare menjadi salah satu penyakit yang menyebabkan malnutrisi dan mortalitas pada anak, sehingga menjadikan anak mengalami gangguan tumbuh kembang. Secara global setiap tahunnya ada sekitar 2 miliar kasus diare dengan angka kematian 1,5 juta pertahun. Pada negara berkembang, anak-anak usia dibawah 3 tahun rata-rata mengalami 3 episode diare pertahun. Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), Studi Mortalitas dan Riset Kesehatan Dasar dari tahun ke tahun diketahui bahwa diare masih menjadi penyebab utama kematian balita di Indonesia. Metode: Penelitian ini menggunakan metode analitik observasional dengan pendekatan cross-sectional untuk mengetahui hubungan antara status gizi dengan kejadian diare pada balita usia 2-5 tahun. Jumlah sampel sebanyak 100 responden. Pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner diare, penimbangan berat badan, dan pengukuran tinggi badan. Analisis data menggunakan Chi square. Hasil: Status gizi pada balita dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu baik dan tidak baik. Sebanyak 72 balita memiliki gizi baik, 58% dari balita yang memiliki gizi baik menderita diare, dan 42% dari balita tersebut tidak diare. Balita dengan gizi tidak baik sebanyak 28 balita, dimana sebanyak 36% menderita diare, dan 64% tidak diare. Hasil analisis didapatkan nilai p = 0,042. Kesimpulan: Tidak terdapat hubungan antara status gizi dengan kejadian diare pada balita usia 2-5 tahun di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Karanganyar Kabupaten Karanganyar.
Kata kunci: Status Gizi, Diare Pada Balita
ABSTRACT Fahmi Afif Alboneh. J500090033. 2012. Correlation Between Nutritional Status and Diarrhea Incident Among 2-5 Years Old Children in Work-are of Local Government Clinic Karanganyar Regency of Karanganyar. Background: Each year, diarrhea becomes one of disease causing malnutrition and mortality for children. It caused growth and developmental disturbances among children. Globally, there are 2 billions of diarrhea cases with mortality rate of 1.5 milion cases per year. In developing countries, children under 3 years old experienced 3 diarrhea episodes per year. Based on household health survey, mortality and health survey, it was found that diarrhea becomes a main cause of young children mortalities in Indonesia. Method: The research used observational-analytical method with cross sectional approach in attempts of knowing correlation between malnutritional status and diarrhea incidents among 2-5 years old children. Sample are 100 respondents. The data collected by using diarrhea questionnaire, weight and height measurements. Data of the research analyzed by using Chi square analysis. Result: Nutritional status of the young children can be catagorized as good and poor. There were 72 young childrens with good nutritional status, and 58% of them experienced diarrhea, and 42% of them had no diarrhea. Young children with poor nutritional status were 28, and 36% of them experienced diarrhea, and 64% of them with no diarrhea. Result of analysis found p-value = 0.042. Discussion: The research found no corelation between nutritional status and diarrhea incidents among 2-5 years old children .
Kata kunci: Nutritional Status, Diarrhea of Young Children.
PENDAHULUAN Latar Belakang Diare adalah penyebab kematian kedua pada anak dibawah 5 tahun. Secara global setiap tahunnya ada sekitar 2 miliar kasus diare dengan angka kematian 1,5 juta pertahun. Pada negara berkembang, anak-anak usia dibawah 3 tahun ratarata mengalami 3 episode diare pertahun. Setiap episodenya diare akan menyebabkan kehilangan nutrisi yang dibutuhkan anak untuk tumbuh, sehingga diare merupakan penyebab utama malnutrisi pada anak (WHO, 2009). Salah satu langkah dalam pencapaian target Millenium Development Goals/ MDG’s (Goal ke-4) adalah menurunkan kematian anak menjadi 2/3 bagian dari tahun 1990 sampai pada 2015. Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), Studi Mortalitas dan Riset Kesehatan Dasar dari tahun ke tahun diketahui bahwa diare masih menjadi penyebab utama kematian balita di Indonesia. Penyebab utama kematian akibat diare adalah tata laksana yang tidak tepat baik di rumah maupun di sarana kesehatan. Untuk menurunkan kematian karena diare perlu tata laksana yang cepat dan tepat (Depkes RI, 2011). Jumlah kasus diare di Jawa Tengah tahun 2007 yaitu sebanyak 625.022 penderita dengan Incidence Rate (IR) 1,93%, sedangkan jumlah kasus diare pada balita yaitu sebanyak 269.483 penderita. Jumlah kasus diare setiap tahunnya ratarata di atas 40%, hal ini menunjukkan bahwa kasus diare masih tetap tinggi dibandingkan golongan umur lainnya (Dinkes Jateng, 2007). Data dari Dinas Kesehatan Karanganyar (2009-2011), angka kejadian diare di Kabupaten Karanganyar cukup tinggi, dalam tiga tahun terakhir (2009-2011), mengalami peningkatan, dimana pada tahun 2009 total kasus diare sebanyak 15.573, dan pada tahun 2010 sebanyak 18.069, pada tahun 2011 terjadi peningkatan menjadi 20.331. Tahun 2011 didapatkan Puskesmas Kecamatan Karanganyar mempunyai angka kejadian tinggi yaitu sebesar 1570 di bandingkan puskesmas lain di daerah Kabupaten Karanganyar (Dinas Kesehatan Kabupaten Karanganyar, 2011). Data pada tahun 2007 memperlihatkan empat juta balita di Indonesia mengalami kekurangan gizi, 700 ribu di antaranya mengalami gizi buruk (Marimbi, 2010). Berdasarkan Profil Kesehatan Jawa Tengah tahun 2003, perkembangan keadaan gizi masyarakat yang dapat dipantau berdasarkan hasil pencatatan dan pelaporan program menunjukkan bahwa keadaan gizi masyarakat Jawa Tengah yang tercermin dari hasil penimbangan balita pada tahun 2003 menunjukkan jumlah balita yang ada 2.816.499 anak, dari jumlah tersebut yang datang ditimbang posyandu sebanyak 1.993.448 anak dengan rincian yang naik berat badannya sebanyak 1.575.486 anak atau 79,03% dan balita yang ada dibawah garis merah (BGM) sebanyak 46.679 anak atau 2,34%. Data tersebut menunjukkan bahwa di Jawa Tengah masih banyak balita yang status gizinya berada dibawah standar
(Dinkes Jateng, 2003). Data status gizi balita di Kabupaten Karanganyar didapatkan status gizi lebih sebanyak 320 balita, status gizi baik 50.934 balita, status gizi kurang 1.704 balita, dan status gizi buruk sebanyak 172 balita (Dinas Kesehatan Kabupaten Karanganyar, 2010). Status gizi balita di Puskesmas Kecamatan Karanganyar didapatkan data sebanyak 16 balita memiliki status gizi lebih, 3.925 dengan status gizi baik, 89 balita dengan status gizi kurang dan sebanyak 41 balita memiliki status gizi buruk. Angka status gizi buruk di Kabupaten Karanganyar tertinggi adalah di Puskesmas Karanganyar sebesar 1.01%, diikuti Puskesmas Gondangrejo 0.60% (Dinas Kesehatan Kabupaten Karanganyar, 2010). TINJAUAN PUSTAKA Status Gizi Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Dibedakan antara status gizi buruk, kurang, baik, dan lebih (Almatsier, 2010). Untuk menentukan status gizi seseorang atau kelompok populasi dilakukan dengan interpretasi informasi dari beberapa metode penelitian status gizi yaitu: a. Antropometri 1). Berat badan menurut umur (BB/U) 2). Tinggi badan menurut umur (TB/U) 3). Berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) b. Klinis c. Biokimia d. Biofisik Diare Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 gram atau 200ml/24 jam. Definisi lain memakai kriteria frekuensi, yaitu buang air besar encer lebih dari tiga kali per hari. Buang air besar encer tersebut dapat / tanpa disertai lendir dan darah (Daldiyono, 2009). Menurut Daldiyono (2009) Diare disebabkan oleh faktor infeksi, malabsorpsi (gangguan penyerapan zat gizi), dan makanan. Menurut Suraatmaja (2010), berdasarkan jenisnya diare dibagi empat yaitu: a. Diare Akut b. Diare kronik c. Diare persisten d. Diare dengan masalah lain
Dalam Subagyo & Santoso (2010) menjelaskan tatalaksana pengobatan diare pada balita yang baru didukung oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia, dengan merujuk pada panduan WHO, yaitu: a. Rehidrasi dengan oralit b. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut c. ASI dan makanan tetap diteruskan d. Antibiotik selektif e. Nasihat kepada orang tua
Hubungan Status Gizi dengan Kejadian Diare Hubungan status gizi dan kejadian diare menurut Brown, K.H. (2003), kekurangan gizi dapat menyebabkan rentan terhadap infeksi karena dampak negatif terjadi perubahan pada perlindungan yang diberikan oleh kulit dan selaput lendir serta menginduksi perubahan fungsi kekebalan tubuh. Menurut Brown, K.H. (2003), malnutrisi meningkatkan kejadian diare. Selain itu dijelaskan juga ada hubungan antara indikator antropometri status gizi dengan durasi penyakit diare. Pada malnutrisi terjadi peningkatan derajat keparahan penyakit diare. Hubungan antara gizi anak dan penyakit infeksi adalah hubungan dua arah, yaitu penyakit yang sering dapat mengganggu status gizi dan status gizi yang buruk dapat meningkatkan resiko infeksi. Pada penelitian menunjukkan bahwa efek merugikan dari infeksi tertentu (misalnya diare) pada pertumbuhan dapat dikurangi atau dihilangkan dengan memperbaiki gizi. Intervensi meningkatkan gizi menjadi lebih baik dapat mencegah dan mengendalikan infeksi. Hal ini adalah cara yang paling efektif untuk meningkatkan pertumbuhan anak (Dewey & Mayers, 2011). METODE PENELITIAN Desain penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan (cross-sectional) (Taufiqurrahman, 2010). Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Puskesmas Kecamatan Karanganyar Kabupaten Karanganyar, pada bulan Agustus 2012. Populasi Penelitian Balita usia 2-5 tahun yang berada di wilayah Puskesmas Kecamatan Karanganyar Kabupaten Karanganyar.
Sampel dan Tekhnik Sampling Sampel pada penelitian ini adalah anak balita usia 2-5 tahun yang bertempat tinggal di wilayah Puskesmas Kecamatan Karanganyar Kabupaten Karanganyar. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah dengan cara purposive sampling. Estimasi Besar Sampel Jumlah sampel ditentukan dari variabel independen x (15 – 20 observasi) (Murti, 2006). Dalam penelitian ini menerapkan 2 variabel yaitu status gizi dan diare, sehingga jumlah sampel yang diperlukan adalah 2 x 15 = 30 responden. Akan tetapi jumlah sampel yang ditentukan sebanyak 100 responden. Kriteria Restriksi 1. Kriteria Inklusi a. Balita usia 2-5 tahun. b. Tinggal di Kecamatan Karanganyar Kabupaten Karanganyar 2. Kriteria eksklusi a. Anak menderita kelainan kongenital atau cacat fisik b. Subjek tidak bersedia berpartisipasi dalam penelitian
Definisi Operasional 1. Variabel independen: Status gizi a. Definisi Status gizi balita menurut antropometri pada anak balita yang ditentukan dengan menggunakan Z - Skor. b. Kategori: 1) Status gizi baik jika skor - 2 SD sampai 2 SD 2) Status gizi tidak baik jika skor > 2 SD atau < 2 SD c. Alat ukur
:
1) Timbangan (BB) 2) Microtoise (TB) 3) Kuesioner (Umur) d. Skala
: Nominal
2. Variable dependen : Kejadian diare pada balita a. Definisi
Diare yaitu buang air besar encer lebih dari 3 kali per hari. Buang air besar encer tersebut dapat / tanpa disertai lendir dan darah. b. Kategori 1) Terjadi diare dalam waktu 3 bulan terakhir 2) Tidak terjadi diare dalam waktu 3 bulan terakhir. c. Skala
: Nominal
Instrument Penelitian Instrumen penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah timbangan dacin, microtoise dan kuesioner tentang diare. 1. Kuesioner : Untuk menilai kejadian diare pada balita 2. Timbangan dacin : Untuk mengukur berat badan 3. Microtoise : Untuk mengukur tinggi badan
Tekhnik Pengambilan Data Data primer diambil dari pengisian kuesioner dan pengukuran status gizi dengan mengukur berat badan dan tinggi badan subjek penelitian. Pengukuran status gizi dibantu oleh petugas gizi di Puskesmas Kecamatan Karanganyar Kabupaten Karanganyar. Analisis data Data tersebut diuji dengan teknik analisis uji chi-square. Seluruh data yang diperoleh diolah dengan menggunakan program SPSS versi 19 for windows.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian 1. Karakteristik Responden Tabel 1. Karakteristik Balita Distribusi Usia Balita Umur (Tahun) Frekuensi Presentase % 56 56 % 2-2,5 24 24 % 2,6-3 10 10 % 3,1-3,5 9 9% 3,6-4 1 1% 4,1-4,2 100 100 % Total
Distribusi Jenis Kelamin Balita Jenis Kelamin Frekuensi Presentase % 50 50 % Laki-laki 50 50 % Perempuan 100 100 % Total
Analisis Hubungan Status Gizi dengan Kejadian Diare pada Balita Analisis dengan menggunakan uji Chi square didapatkan data sebagai berikut: Tabel 2. Analisis Status Gizi BB/TB Dengan Kejadian Diare Pada Balita Kejadian Diare Kelompok Diare Tidak diare Total P.Value Status Gizi N % N % N 0,042 42 58 30 42 72 Baik 10 36 18 64 28 Tidak baik Tabel 3. Analisis Status Gizi BB/U Dengan Kejadian Diare Pada Balita Kejadian Diare Kelompok Diare Tidak diare Total P.Value BB/U N % N % N 0,042 42 58 30 42 72 Baik 10 36 18 64 28 Tidak baik Tabel 4. Analisis Status Gizi TB/U Dengan Kejadian Diare Pada Balita Kejadian Diare Kelompok Diare Tidak diare Total P.Value TB/U N % N % N 0,036 44 58 32 42 76 Baik 8 33 16 67 24 Tidak baik Table 5. Analisis Status Gizi Dengan Kejadian Diare Kejadian Diare Kelompok Diare Tidak diare Total P Value Status Gizi Baik Tidak Baik
N 42 10
% 58 36
N 30 18
% 42 64
N 72 28
0,042
Hasil analisis status gizi baik menurut BB/U, TB/U, BB/TB, dengan diare dengan uji Chi Square didapatkan nilai p < 0,05, artinya secara statistik terdapat hubungan yang bermakna, tetapi dari data kasar balita dengan status gizi tidak baik lebih jarang menderita diare. Pembahasan Analisis data pada penelitian ini dilakukan dengan mengelompokkan status gizi menjadi 2 yaitu status gizi baik dan status gizi tidak baik (status gizi kurang dan status gizi lebih). Pada penelitian didapatkan dari 100 responden, umumnya balita memiliki status gizi baik yaitu 71 balita (71%), dan balita yang memiliki gizi tidak baik yaitu 29 balita (29%). Sebanyak 58% dari balita yang memiliki gizi baik menderita diare, dan 42% dari balita tersebut tidak diare. Balita dengan gizi tidak baik sebanyak 29 balita, dimana sebanyak 38% menderita diare, dan 62% tidak diare. Pada balita dengan status gizi tidak baik, prosentase angka kejadian diare sebesar 36%, angka ini lebih kecil dari angka tidak diare sebanyak 64%, hal ini secara perhitungan didapatkan data yang tidak bermakna, dimana pada status gizi tidak baik angka kejadian diare lebih rendah daripada tidak diare, dan juga pada kelompok status gizi baik, angka kejadian diare lebih tinggi daripada tidak diare. Hasil penelitian ini dilakukan uji dengan menggunakan Chi square dengan menggunakan SPSS versi 19 for windows dan didapatkan nilai p = 0,042, akan tetapi secara perhitungan kasar tidak bermakna, ini dapat dikarenakan pengelompokan status gizi hanya menjadi dua kelompok yaitu status gizi baik dan tidak baik. Pada status gizi tidak baik terdiri dari status gizi lebih dan status gizi kurang. Menurut Rahmawati (2008), semakin baik status gizi balita maka semakin besar peluang tidak menderita ISPA dan penyakit infeksi. Zulkifli (2003) menambahkan, status gizi kurang mempunyai peluang yang lebih besar untuk menderita diare, sedangkan balita dengan status gizi baik mempunyai peluang yang lebih kecil untuk menderita diare. Menurut Nuryanto (2012), status gizi baik umunya akan meningkatkan resistensi tubuh terhadap penyakit-penyakit infeksi. Penelitian ini sesuai dengan Hendarto & Musa (2002), balita dengan status gizi baik lebih sering terkena penyakit infeksi jika dibandingkan dengan balita dengan status gizi tidak baik. Menurut Zulkifli (2003) yang dikutip dari Santoso (2000), didapatkan bahwa status gizi balita tidak mempunyai hubungan dengan kejadian diare pada balita. Penelitian ini juga didukung oleh Primayani (2009), hasil penelitian didapatkan tidak terdapat hubungan antara status gizi dengan lama rawat inap pada pasien diare di RSUD Soe NTT. Menurut Hendarto & Musa (2002), tidak terdapat hubungan antara status gizi dengan kekerapan sakit pada balita. Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Sukmawati & Ayu (2010), hasil penelitian didapatkan tidak terdapat hubungan antara status gizi dengan kejadian ISPA pada balita. Akan tetapi penelitian ini tidak sesuai dengan Hamisah (2011), balita dengan
status gizi tidak baik lebih cenderung untuk terjadi diare 3.6 kali lebih tinggi disbanding status gizi baik. Menurut Palupi, Hadi, dan Soenarto (2009) yang dikutip dari Pudjiadi (2000), anak umur 2-5 tahun merupakan konsumen aktif yang bias terpapar dari makanan diluar rumah. Pada umur tersebut, anak-anak lebih suka makan jajanan mengikuti jejak teman-temannya, padahal pengolahan dan penyajian makanan tersebut kemungkinan kurang higienis yang berakibat pada kontaminasi makanan oleh kuman yang dapat menyebabkan seorang anak menderita diare. Pendapat Achmadi (2011), diare adalah penyakit yang berbasis lingkungan, yang umumnya diakibatkan oleh mikroorganisme. Cara penularan diare melalui berbagai media yang kita kenal seperti air dan pangan yang intinya adalah kondisi sanitasi dasar yang kurang baik. Status gizi merupakan faktor resiko kejadian diare pada balita usia 0-24 bulan (Erdan, 2005), sedangkan sampel pada penelitian ini diambil pada usia 2-5 tahun. Selain itu menurut Subagyo & Santoso (2010) faktor diare yaitu faktor umur, sebagian besar episode diare terjadi pada dua tahun pertama kehidupan. Insidensi tertinggi terjadi pada kelompok umur 6-11 bulan pada saat diberikan makanan pendamping ASI. Data epidemiologi menunjukkan bahwa obesitas berhubungan dengan gejala keluhan gangguan gastrointestinal (Ho & Spiegel, 2008). Menurut Aro et al (2005), pasien obesitas lebih memungkinkan jumlah gula yang terserap lebih sedikit, yang dapat meningkatkan diare osmotik. Ho & Spiegel (2008), melakukan analisis terhadap 5 studi antara hubungan obesitas dengan gejala gastrointestinal kronis, dari 5 penelitian didapatkan 4 penelitian positif mengalami gejala diare dan 1 penelitian negative. Gejala diare ini terjadi pada pasien-pasien irritable bowel syndrome (IBS). Brown (2003) menyebutkan, kekurangan gizi dapat menyebabkan rentan terhadap infeksi karena dampak negatif terjadi perubahan pada perlindungan yang diberikan oleh kulit dan selaput lendir serta menginduksi perubahan fungsi kekebalan tubuh. Harohalli & Dona (2009) menyatakan, pada malnutrisi terjadi penurunan fungsi absorbsi usus yang meningkatkan kerentanan terhadap infeksi enteral. Menurut Tarigan (2003) yang dikutip dari Depkes RI (1997), penyakit infeksi yang sering pada anak-anak adalah diare dan infeksi saluran pernafasan akut (ISPA), diare dapat menyebabkan anak tidak mempunyai nafsu makan sehingga terjadi kekurangan jumlah makanan dan minuman yang masuk ke dalam tubuh yang dapat berakibat gizi kurang. Tidak memberikan ASI eksklusif selama 4-6 bulan awal dari kehidupan adalah merupakan faktor kejadian diare. Selain itu tidak memberikan ASI selama 2 tahun dapat meningkatkan insidensi dan lamanya diare (Simatupang, 2004). Pada penelitian ini tidak diketahui apakah balita diberikan ASI eksklusif yang dilanjutkan sampai 2 tahun atau tidak. Selain itu menurut Adisasmito (2007), diare juga dipengaruhi oleh faktor imunisasi, sampel pada penelitian ini tidak diambil data mengenai riwayat imunisasi balita. Menurut Adisasmito (2007), pemberian vitamin
A adalah faktor kejadian diare. Umumnya setiap balita di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Karanganyar mendapatkan vitamin A setiap 6 bulan sekali. Kelemahan penelitian ini ada tiga hal yaitu, pertama adalah masih banyaknya faktor perancu yang belum dikendalikan dalam penelitian, sehingga dapat terjadi bias pada hasil penelitian. Faktor kedua yaitu, data diare yang diukur dalam tiga bulan terakhir dapat saja terjadi bias recall terhadap riwayat sakit diare dalam tiga bulan terakhir yang terjadi pada balita. Faktor ketiga kemungkinan terjadi human error yang terjadi saat melakukan pengukuran berat badan dan tinggi badan dan masih kurangnya jumlah sampel dalam penelitian serta pengambilan sampel yang kurang merata, sehingga dalam penelitian ini didapatkan hasil bahwa secara statistik bermakna dimana nilai p = 0,042 < 0,05, akan tetapi secara perhitungan kasar tidak bermakna yaitu pada status gizi baik kejadian diare lebih tinggi daripada status gizi tidak baik. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Hasil penelitian 100 responden di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Karanganyar Kabupaten Karanganyar dapat disimpulkan tidak terdapat hubungan antara status gizi dengan kejadian diare pada balita usia 2-5 tahun. Saran 1. Bagi ibu dan masyarakat untuk selalu menjaga kesehatan dan kebersihan lingkungan serta balita sehingga terhindar dari berbagai penyakit. 2. Diharapkan adanya penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih banyak dan meminimalisasi faktor-faktor bias.
DAFTAR PUSTAKA Achmadi, U. F. (2011). Dasar-Dasar Penyakit Berbasis Lingkungan. Depok: Rajawali Pers Adisasmito, W. (2007). Faktor Risiko Diare Pada Bayi Dan Balita di Indonesia: Systematic Review Penelitian Akademik Bidang Kesehatan Masyarakat. Makara Kesehatan vol. 11, no. 1, juni: 1-10. Almatsier, S. (2010). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Aro, et al. (2005). Body Mass Index And Chronic Unexplained Gastrointestinal Symptoms: an Adult Endoscopic Population Based Study. Obesitas and Gastrointestinal Symptom. www.gutjnl.com Gut; 54: 1377-1383. doi: 10.1136/ gut.2004.057497 Brown, K.H., (2003). Diarrhea and Malnutiriton. American Society for Nutritional Sciences. JN the Journal of Nutrition 0022-3166/03
Caulfield, L.E., et al. (2004). Undernutrition as an Underlying Cause of Child Deaths Associated with Diarrhea, Pneumonia, Malaria, and Measles. American Journal of Clinical Nutrition; 80 193-8 Corwin, E.J., (2008). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC Daldiyono. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 1. Jakarta: FK UI Depkes RI. (2004). Analisis Status Gizi Dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta Depkes RI. (2011). Profil Kesehatan Indonesia 2011. Diunduh dari http://www.depkes.go.id/downloads/PROFIL_KESEHATAN_INDONES IA_2011.pdf. Pada tanggal 10 april 2012. Dewey, K.G., & Mayers, D.R. (2011). Early Child Growt: How Do Nutrition and Infection Interact?. Maternal and Child Nutrition, Volume 7 Issue Supplement s3, Article first published online: 19 SEP Dinas Kesehatan Kabupaten Karanganyar. (2009). Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Karanganyar. Dinas Kesehatan Kabupaten Karanganyar. Dinas Kesehatan Kabupaten Karanganyar. (2010). Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Karanganyar. Dinas Kesehatan Kabupaten Karanganyar. Dinas Kesehatan Kabupaten Karanganyar. (2011). Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Karanganyar. Dinas Kesehatan Kabupaten Karanganyar. Dinkes Jateng. (2003). Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2003. Diunduh dari: http://www.depkes.go.id/downloads/profil/prov%20jateng%22003.pdf Pada tanggal 10 april 2012. Dinkes Jateng. (2007). Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007. Diunduh dari: http://www.depkes.go.id/downloads/profil/prov%20jateng%202007.pdf Pada tanggal 10 april 2012. Erdan. (2005). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Terjadinya Diare Akut Pada Usia 0-24 Bulan di Kabupaten Gunung Kidul. Universitas Gadjah Mada. Tesis Hadi, S. (2002). Gastroenterologi. Bandung: PT Alumni Hamisah, I. (2011). Hubungan Status Gizi dan prefalensi Diare Akut Pada Anak Usia di Bawah 5 Tahun di Kabupaten Klaten. Universitas Gadjah Mada. Tesis Hendarto, A. & Musa, D. A. (2002). Hubungan Status Gizi Dengan Kekerapan Sakit Balita Penghuni Rumah Susun Kemayoran Jakarta-Pusat. Jurnal Sari Pediatri, Vol. 4, No. 2, September: 88-97. Ho, W. & Spiegel, B. M. R. (2008). The Relationship Between Obesity and Functional Gastrointestinal Disorders: Caustion, Asociation, or Neither? Journal Gastrointestinal and Hepatology. Volume 4, Issue 8, August
Moyo, S.J., et al. (2011). Age Specific Aetiological Agents of Diarrhoea in Hospitalized Children Aged Less Than Five Years in Dar es Salam, Tanzania. BMC Pediatric, 11:19. Murti, B. (2006). Desain dan Ukuran Sampel Untuk Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif di Bidang Kesehatan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press Nursalam. (2008). KONSEP DAN PENERAPAN METODOLOGI PENELITIAN ILMU KEPERAWATAN, Edisi 2 Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika. Hal : 91 - 92. Notoatmodjo, S. (2011). Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Nuryanto. (2012). Hubungan Status Gizi Terhadap Terjadinya Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Pada Balita. Jurnal Pembangunan Manusia Vol. 6. No. 2. Palupi, A., Hadi, H., & Soenarto, S.S. (2009). Status Gizi dan Hubungannya dengan Kejadian Diare pada Anak Diare Akut di Ruang Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Jurnal Gizi Klinik Indonesia Vol 6 No 1, Juli : 1-7. Puskesmas Kecamatan Karanganyar. (2012). Laporan Bulanan Puskesmas Kecamatan Karanganyar. Puskesmas Kecamatan Karanganyar. Rahmawati, D. (2008). Hubungan Antara Status Gizi Dengan Kejadian ISPA Pada Balita di URJ Anak RSU Dr Soetomo Surabaya. Bulletin penelitian RSU Dr Soetomo. Vol. 10. No. 3. Sept Schmidt, et al. (2010). Weight-for-age Z-score as a Proxy Marker for Diarrhoea in Epidemiological Studi. J Epidemiol Community Health. December; 64(12): 1074–1079. Schmidt, W.P., Genser, B., Luby, S.P., & Chalabi, Z. (2011). Estimating the Effect of Recurrent Infectious Diseases on Nutritional Status: Sampling Frequency, Sample Size, and Bias. J Health Popul Nutr. August; 29(4): 317–326. Simatupang, M. (2004). Analisis Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Diare Pada Balita di Kota Sibolga Tahun 2003. Universitas Sumatra Utara. Tesis Soebagyo, B. (2008). Diare Akut Pada Anak. Surakarta: Universitas Sebelas Maret Press Subagyo & Santoso. (2010). Buku Ajar Gastroenterologi Hepatologi jilid 1. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia. Sukmawati & Ayu, S. D. (2010). Hubungan Status Gizi, Berat Badan Lahir (BBL), Imunisasi Dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Pada
Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Tunikamaseang Kabupaten Maros. Media Gizi Pangan Vol. X. Edisi 2. Juli - Desember Sulistyoningsih, H., (2011). Gizi Untuk Kesehatan Ibu dan Anak. Yogyakarta: Graha Ilmu. Supariasa, I.D.N., Bakri, B., & Fajar, B. (2012). Penilaan Status Gizi. Jakarta: EGC. Suraatmaja. (2010). Kapita Selekta Gastroenterologi Anak. Jakarta: Sagung Seto Primayani, D. (2009). Status Gizi Pada Pasien Diare Akut di Ruang Rawat Inap Anak RSUD Soe, Kabupaten Timor Tengah Selatan, NTT. Sari Pediatri, Vol. 11. No. 2, Agustus. Taufiqurrahman, M.A., (2010). Pengantar Metodologi Penelitian untuk Ilmu Kesehatan. Surakarta: Lembaga Pengembangan Pendidikan (LPP) dan UPT Penerbitan dan Percetakkan UNS (UNS Press). Tirtawinata, T.C., (2006). Makanan Dalam Prespektif Al-Quran dan Ilmu Gizi. Jakarta: Balai Penerbit FK UI. Weisz, A., Meuli, G., Thakwalakwa, C., Trehan, I., Maleta, K., & Manary, M., (2011). The Duration and Diarrhea and Fever is Associated with Growth Faltering in Rural Malawian Children Aged 6-8 Month. Noutrition journal, 10:25 WHO. (2009). Diarrhoea. Available from : http://www.who.int/mediacentre /factsheets/fs330/en/index.ht ml diakses pada tanggal 26 mei 2012 Wierzba, T.F., et al. (2001). The Interrelationship of malnutrition and Diarrhea in a Periurban Area Outside Alexandria, Egypt. Jurnal of Pediatric Gastroenterology and Nutrition 32: 189-196 Wilunda, C., & Panza, A., (2009). Factors Associated With Diarrhea Among Children Less Than 5 Years Old In Thailand: A Secondary Analysis Of Thailand Multiple Indicator Cluster Survey 2006. Journal Health Res, 23 (suppl): 17-22 Zulkifli. (2003). Analisis Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Diare Untuk Menentukan Kebijakan Penanggulangan Diare di Wialayah Kerja Puskesmas Kecamatan Mutiara Kabupaten Pidie Tahun 2003. Universitas Sumatra Utara. Tesis