HUBUNGAN CELEBRITY WORHIP PADA IDOLA K-POP (KOREAN POP) DENGAN BODY IMAGE DI KOMUNITAS K-POP UCEE
OLEH HILDA MONICA NOKY 802011017
TUGAS AKHIR Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi Program StudiPsikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2015
HUBUNGAN CELEBRITY WORSHIP PADA IDOLA K-POP (KOREAN POP) DENGAN BODY IMAGE DI KOMUNITAS K-POP UCEE
Hilda Monica Noky Heru Astikasari S. Murti
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2015
Abstrak Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan celebrity worship pada idola Kpop (Korean Pop) dengan body image di komunitas Kpop Ucee Solo. Subjek penelitian ini adalah 43 anggota komunitas pecinta K-pop Solo yang berusia 15-21 tahun. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah Purposive Sampling. Data penelitian dikumpulkan dengan skala celebrity worship dan skala body image. Korelasi Pearson Product Moment digunakan untuk melakukan analisis. Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang negatif dan signifikan antara dimensi entertainment social (r = -.408, p < 0,05) dan dimensi intense personal feeling (r = .322, p < 0,05) dengan body image pada anggota komunitas Kpop Ucee di Solo. Dimensi entertainment social intese dan personal feeling memberikan sumbangan pada body image sebesar 16,6 % dan 10,37% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain. Sementara itu, tidak ditemukan hubungan yang signifikan antara dimensi borderline pathological dengan body image pada anggota komunitas K-pop Ucee di Solo. Kata kunci: Celebrity Worship, Body Image, Komunitas Kpop Ucee.
i
Abstract This research is try to find out the correlation of parasocial interaction to K-pop idol with body image of Kpop Ucee community in Solo. The subjects are 43 members of Kpop Ucee community in Solo whom around 15 - 21 years old. The sampling technique is purposive sampling. Data were collected by celebrity worship to K-pop idol scale and body image scale Pearson Product Moment Correlation is used to perform the analysis. The analysis showed that there is a negative and significant relationship between dimension entertainment social (r = -.408, p < 0,05) and dimension intense personal feeling (r = .322, p < 0,05) with body image members of Kpop Ucee solo. The dimensions of entertainment social and intense personal feeling contribute to body image of 16,6 % and 10,37% influenced by other factors. Meanwhile, there was no significant association between dimensions borderline pathological with body image of members Kpop Ucee Solo. Keyword: Celebrity Worship, Body Image, Community of Kpop Ucee.
ii
1
PENDAHULUAN Salah satu budaya yang sedang berkembang di era globalisasi ini adalah budaya pop Korea atau yang sering kita dengar dengan istilah Korean wave. Fenomena Korean wave ini berawal muncul di Indonesia pada tahun 2002 dengan booming- nya drama seri Korea seperti Endless Love. Drama televisi juga menjadi bagian dari produk kebudayaan Korea Selatan yang mendapat perhatian dan pencapaian popularitas pertama dibandingkan konten-konten budaya lainnya. Oleh karena itu, drama televisi merupakan salah satu konten kebudayaan yang paling diminati dan dianggap sebagai produk yang memimpin penyebaran Hallyu (sari, 2009). Penyebaran Korean wave di Indonesia tidak lepas dari peranan media massa. Di era globalisasi seperti saat ini, teknologi informasi mudah diakses kapan dan dimana saja (Nuryanitha, 2014). Peran media yang memberikan pengaruh cukup besar dalam kaitannya menghubungkan antara penggemar dan tokoh idolanya. Hal tersebut menimbulkan hubungan parasosial dengan tokoh yang ditampilkan media. Bentuk hubungan parasosial yang saat ini terjadi pada kalangan remaja adalah celebrity worship (Maltby dkk, 2005). Celebrity worship adalah perilaku obsesi individu untuk terlalu terlibat di setiap kehidupan selebriti sehingga terbawa dalam kehidupan sehari-hari individu tersebut (Maltby dkk,2003). Penggemar K-Pop yang kebanyakan didominasi oleh para remaja ini tidak terlepas dari masalah perkembangan pada masa remaja. Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia akhir belasan tahun atau awal dua puluhan tahun (Papalia, Old, & Feldman, 2008). Menurut Santrock (2007), masa remaja adalah periode transisi (peralihan) dari masa anak-anak menuju
2
masa dewasa yang melibatkan perubahan-perubahan biologis, kognitif, dan sosioemosional. Masa remaja adalah masa dimana seseorang mencari jati dirinya. Masa-masa ini bukanlah masa yang mudah untuk dilalui. Banyak hal yang perlu dipelajari dari lingkungan dan teman sebayanya (Santrock, 2003). Dalam proses ini, remaja membutuhkan figure teladan agar mereka bisa mencontoh figur tersebut. Hal yang terjadi saat ini adalah idola yang kurang baik sering menjadi panutan bagi mereka. Idola menjadi latar belakang perubahan tingkah laku remaja agar sesuai dengan tuntutan lingkungan teman sebaya yang memiliki idola yang sama (Ninggalih, 2011). Dengan kepopularitas fenomena Korean wave yang semakin meluas, membuat para remaja
yang ada di Indonesia membuat beberapa fanbase, fansclub maupun
komunitas pencinta korea lainnya dengan berbagai isi konten kebudayaan korea yang mereka sukai, salah satunya adalah komunitas Kpop yang ada di kota Solo. Berdasarkan hasil wawancara pribadi yang dilakukan pada tanggal 7 Mei 2015 komunitas ini membentuk organisasi berstruktur yang memiliki banyak anggota yang memiliki nama United Cover Entry Ease dan sering disebut dengan singkatan komunitas U-Cee. Komunitas ini dibentuk pada bulan November tahun 2011 berawal dari beberapa kumpulan para remaja yang hanya berkumpul bersama menonton drama korea yang mereka sukai, hingga berbagi informasi mengenai konten kebudayaan korea yang saat itu sedang popular dikalangan para penggemar seperti cara berpakaian, alat kosmetik, serial drama Korea, boyband dan girlband, makanan maupun bahasa Korea, menyatukan aspirasi beberapa kumpulan para remaja ini untuk membuat komunitas ini menjadi lebih aktif lagi hingga akhirnya mereka berhasil membuat komunitas ini berkembang dan memiliki respon yang baik dan diterima oleh masyarakat yang ada di kota Solo, salah satunya adalah event lomba yang menari gerakan yang ada di musik
3
video para boyband maupun girlband yang mereka idolakan, bahkan mengadakan kegiatan seperti memperkenalkan makanan maupun pakaian yang berhubungan dengan fenomena Korean wave saat ini. Gaya hidup remaja ini kemudian perlahan - lahan mengalami perubahan seperti berusaha mengikuti gaya hidup sang idola, seperti model pakaian, model rambut, sepatu, dan lain sebagainya (Ninggalih, 2011). Bahkan beberapa dari mereka mengganti nama di jejaring sosial seperti facebook, twitter sesuai dengan nama Korea lengkap dengan ejaan tulisan Korea. Beberapa remaja mengutarakan salah satu alasan mereka menggunakan produk yang berasal dari korea dikarenakan produk tersebut digunakan oleh salah satu tokoh idolanya dan para remaja ini juga saling bersaing untuk bisa meniru gaya idolanya serta rela melakukan apa saja demi bertemu idolanya (Wuryanta, 2011).
Pada masa remaja tingkah laku sangat dipengaruhi oleh pengetahuan tentang siapa dirinya dan bagaimana dirinya, sikap yang dimiliki remaja juga dipengaruhi oleh penilaian dan evaluasi terhadap tubuhnya, baik secara positif maupun secara negatif. Penilaian atau evaluasi secara positif dan negatif bisa dikatakan merupakan bagian utama dari evaluasi seseorang terhadap diri yang disebut gambaran tubuh atau body image (Cash dan Pruzinky, 2002). Persuasi dari significant person (keluarga dan teman sebaya) menjadi faktor lain perhatian perempuan terhadap bentuk tubuhnya (Moreno & Thelen; Pike & Rodin, dalam Vincent & McCabe, 1999). Salah satu contoh fenomena Celebrity Worship pada remaja adalah keinginan remaja, khususnya remaja perempuan untuk mengidentikan dirinya dengan selebriti yang memiliki tubuh yang bagus. Sehingga keinginan untuk memiliki tubuh tersebut semakin meningkat pada saat usia remaja berada pada usia 15 tahun dimana saat itu para remaja mengalami krisis identitas dan kecemasan yang
4
sangat tinggi tentang daya tarik pada tubuh yang mereka miliki dan berusaha untuk mengikuti perkembangan model tubuh yang sedang tren saat ini (Dittmar dkk, 2000). Remaja tersebut melakukan berbagai cara agar memiliki tubuh seperti idolanya tersebut, tak jarang yang hingga mengalami anorexia (Maltby dkk, 2005). Soetjiningsih, (2004) mengatakan bahwa remaja cenderung akan menganut dan menginternalisasikan nilai-nilai yang ada pada idolanya tersebut kedalam dirinya. Sehingga remaja sering berperilaku seperti tokoh idealnya dengan meniru sikap maupun perilakunya dan bahkan merasa seolah-olah menjadi seperti mereka Remaja memiliki kriteria dalam memilih tokoh idealnya seperti idealisme, romantisme dan absolutisme (Cheung, 2000). Maltby dkk (2005) menyebutkan ada tiga dimensi keterlibatan dengan idola yaitu entertainment social, intense-personal feeling, borderline - pathological. Penelitian yang dilakukan di Malaysia menunjukan bahwa perempuan cenderung memiliki skor yang lebih tinggi pada dimensi Entertaiment Social daripada laki - laki, Swami dkk (2010). Hal ini bertolak belakang dengan penelitian sebelumnya yang mengatakan bahwa tidak ada bias jenis kelamin pada tiap dimensi celebrity worship, meskipun begitu penelitian yang dilakukan oleh McCutcheon dkk, (2002) bahwa laki-laki memiliki skor yang lebih tinggi pada dimensi Borderline-pathological dibanding para wanita. Meskipun hasilnya tidak sama dengan penelitian sebelumnya, namun dalam penelitian dilakukan oleh Swami dkk (2010) terdapat hubungan antara jenis kelamin subjek dengan dimensi Entertaiment Social dengan hasil yang rendah. McCutcheon dkk, (2002) juga menemukan relasi yang positif antara dimensi Entertaiment Social
dengan salah satu dimensi tipe kepribadian Eysenck yaitu
extraversi, lalu pada dimensi intense personal berhubungan dengan tipe kepribadian
5
neuroticism dan pada dimensi borderline-pathological memiliki relasi dengan tipe kepribadian prychoticism. Penelitian yang dilakukan oleh Kusuma dan Yuliawati (2013) menyatakan bahwa terdapat korelasi negatif antara harga diri dan celebrity worship (borderlinepathological) yaitu jika harga diri rendah maka celebrity worship akan tinggi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Leary (dalam Myers, 2012) menyatakan bahwa penolakan sosial akan memperendah harga diri remaja dan membuat remaja semakin berusaha untuk mendapatkan persetujuan. Berdasarkan penelitian diatas, peneliti menarik suatu rumusan masalah yaitu, apakah terdapat hubungan antara celebrity worship terhadap idola K-pop (Korean Pop) dengan body image pada remaja. Maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara celebrity worship terhadap idola K-pop (Korean Pop) dengan body image pada remaja. Body Image Pengertian body image menurut Arthur (2010) adalah merupakan imajinasi subyektif yang dimiliki seseorang tentang tubuhnya, khususnya yang terkait dengan penilaian orang lain, dan seberapa baik tubuhnya harus disesuaikan dengan persepsipersepsi ini. Beberapa peneliti atau pemikir menggunakan istilah ini hanya terkait tampilan fisik, sementara yang lain mencakup pula penilaian tentang fungsi tubuh, gerakan tubuh, koordinasi tubuh, dan sebagainya. Menurut Thompson (2000) tingkat Body image individu digambarkan oleh beberapa jauh individu merasa puas terhadap bagian-bagian tubuh dan penampilan fisik secara keseluruhan serta menambahkan tingkat penerimaan citra raga sebagian besar tergantung pada pengaruh sosial budaya yang terdiri dari empat aspek yaitu reaksi orang
6
lain, perbandingan dengan orang lain, peranan individu dan identifikasi terhadap orang lain. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Body Image Faktor - faktor yang mempengaruhi body image menurut Blyth (1985) adalah : a
Reaksi dari orang lain, individu berusaha menjalin interaksi dengan orang lain agar dapat diterima oleh orang lain, sehingga individu akan memperhatikan pendapat atau reaksi yang dikemukakan oleh lingkungan termasuk pendapat mengenai fisik atau tubuh.
b
Perbandingan dengan orang lain atau perbandingan dengan cultural idea, remaja cenderung lebih peka terhadap penampilan fisik dan seringkali membandingkan diri sendiri dengan orang lain, teman sebaya ataupun lingkungan sekitar.
c
Identifikasi terhadap orang lain, beberapa individu merasa perlu mengubah penampilan agar serupa atau mendekati idola yang dianut untuk mendapatkan pengakuan dan penerimaan lingkungan.sehingga hal inilah yang memicu timbulnya perilaku Celebrity Worship pada remaja.
Dimensi - dimensi Body Image Body image menurut Cash dan Pruzinsky (2002) adalah : a
Evaluasi penampilan (Appearance Evaluation) Penilaian terhadap perasaan menarik atau tidak menarik. Kenyamanan dan ketidaknyamanan terhadap penampilan secara keseluruhan.
b
Kepuasan terhadap bagian tubuh (body area satisfaction) Kepuasaan atau ketidakpuasaan individu terhadap bagian tubuh tertentu, seperti wajah, rambut, paha, pinggul, kaki, pinggang, perut, tampilan otot, berat ataupun tinggi badan, serta penampilan secara keseluruhan.
7
c
Kecemasan menjadi gemuk (overweight preoccupation) Menggambarkan kecemasan terhadap kegemukan dan kewaspadaan akan berat badan yang ditampilkan melalui perilaku nyata dalam aktivitas sehari - hari, seperti kecenderungan melakukan diet untuk menurunkan berat badan, serta membatasi pola makan.
d
Pengkategorian ukuran tubuh (self - classified weight) Bagaimana seseorang memandang, mempersepsi, dan melihat berat badan mereka.
Celebrity Worship Celebrity worship adalah perilaku obsesi individu untuk terlalu terlibat di setiap kehidupan selebriti, sehingga terbawa dalam kehidupan sehari-hari individu tersebut. Celebrity worship menunjukan perilaku seseorang yang memberikan bentuk kekaguman dengan intensitas yang tidak biasa dan penghormatan terhadap idola (Jurnal Psikologi Kepribadian dan Sosial, 20012). Celebrity worship dipengaruhi oleh kebiasaaan seperti melihat, mendengar, membaca dan mempelajari tentang kehidupan selebriti secara berlebihan hingga menimbulkan sifat empati, identifikasi, obsesi, dan asosiasi yang menimbulkan konformitas (Maltby dkk , 2003). Dimensi - Dimensi Celebrity Worship Terdapat tiga dimensi yang menggambarkan tingkatan dari celebrity worship menurut McCutcheon (Maltby dkk, 2003), yakni : a
Sosial dan hiburan (Entertainment - social) Dimensi ini terdiri dari sikap fans yang tertarik pada selebriti favorit mereka karena kemampuan mereka dianggap menghibur dan menjadi fokus sosial. hal
8
ini biasanya dikaitkan dengan penggunaan media sosial sebagai sarana untuk mencari informasi tentang tokoh idola yang sedang disukai. b
Intense personal feeling Dimensi ini mencerminkan perasaan intensif dan kompulsif tentang selebriti, mirip dengan kecenderungan obsesif penggemar. Hal ini menyebabkan fans kemudian menjadi memiliki kebutuhan untuk mengetahui apapun tentang selebriti idolanya tersebut, seiring dengan meningkatnya intensitas keterlibatan dengan selebriti, fabs mulai menganggap tokoh idolanya memiliki hubungan yang dekatnya sehingga mengembangkan parasosial dengan selebriti tersebut.
c
Borderline pathological Dimensi ini ditandai oleh perilaku yang tidak terkendali dan fantasi tentang skenario yang melibatkan selebriti mereka. Hal ini dimanifestasikan dalam sikap seperti bersedia melakukan apapun demi selebriti yang diidolakan meskipun hal ini melanggar hukum. Tingkatan tersebut menunjukkan bahwa semakin seseorang memuja dan terlibat dengan sosok selebriti tertentu maka hubungan parasosial yang terjalin antara fans dengan idola semakin kuat.
Hubungan Celebrity Worship dengan Body Image pada Remaja Permasalahan yang sering dihadapi oleh para remaja adalah mereka sering merasa tidak puas terhadap tubuh yang dimilikinya sehingga menimbulkan perbandingan diri dengan orang - orang sekitar maupun dengan melalui proses identifikasi dengan orang lain seperti tokoh idola yang ia sukai. Esther (2002) menemukan beberapa fakta, yaitu 62% subjek penelitian ingin menurunkan berat badan setelah menonton acara peragaan busana dan penampilan para artis di televisi dan 75% subjek penelitian yang suka membaca artikel tentang bentuk tubuh yang langsing
9
melalui sarana media lainnya sehingga menimbulkan rasa tidak puas dengan citra tubuh mereka. Sayangnya tidak semua nilai yang diberikan oleh tokoh idola bernilai positif, salah satunya adalah bentuk tubuh ideal yang sulit dicapai, sehingga para remaja yang sedang dalam masa peralihan berusaha melakukan apapun untuk meniru penampilan tokoh idolanya walaupun hal tersebut tidak mudah. Sheridan et al (2007) menyimpulkan seseorang yang memuja selebriti cenderung mencari identitas diri dan mengidentifikasi diri dengan selebriti tersebut. Maka dengan adanya perilaku celebrity worship tersebut bisa mempengaruhi berbagai hal dalam kehidupan seseorang seperti halnya mengenai gambaran tubuh. Hipotesis penelitian ini adalah (H1) Entertaiment Social berhubungan positif dengan body image, (H2) Intense Personal berhubungan positif dengan body image, (H3) Borderline pathological berhubungan negatif dengan body image. METODE Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah anggota komunitas pecinta K-pop Ucee Solo. Sampel dalam penelitian ini adalah 65 orang anggota komunitas pecinta K-pop Ucee Solo, yang terdiri dari 6 laki - laki dan 59 perempuan. Pengambilan sampel menggunakan teknik nonprobability sampling, sedangkan metodenya menggunakan purposive sampling. Sampel penelitian dipilih dengan kriteria tertentu yakni menjadi anggota komunitas pecinta K-pop Ucee Solo, memiliki idola K-pop, berjenis kelamin laki - laki atau perempuan dan berusia 15-21 tahun
10
Pengukuran Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan kuesioner. Dalam skala ini subjek diminta untuk merespon sejumlah pertanyaan yang sesuai dengan keadaan dirinya. Tujuannya adalah untuk mengungkap hal - hal yang sedang diteliti. Adapun skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala Celebrity Worship dan skala Body Image. 1. Skala Celebrity Worship Skala Celebrity Worship yang digunakan oleh peneliti dimodifikasi dari skala penelitian yang disusun berdasarkan Celebrity Attitude Scale (CAS; McCutcheon, Lange, & Houran, 2001). Ada tiga aspek yang menggambarkan tingkatan dari entertainment social dimana seseorang memiliki motivasi untuk melakukan pencarian aktif terhadap selebriti, intense personal feeling dimana seseorang memiliki perasaan intensif dan memiliki kebutuhan untuk mengetahui apapun tentang selebriti, dan borderline pathological dimana seseorang memiliki pemikiran yang tidak terkontrol dan menjadi irrasional terhadap selebriti. Skala ini menggunakan skala likert dengan 4 pilihan jawaban untuk setiap pernyataan. Skor skala Celebrity Worship ini bergerak dari 1 hingga 4 dengan rincian : 1 (Sangat Tidak Sesuai), 2 (Tidak Sesuai), 3 (Sesuai) dan 4 (Sangat Sesuai). Uji validitas dilakukan pada 43 subjek dan hasil yang diperoleh bahwa validitas kuesioner CAS bergerak dari 0,310 - 0,664 dan terdapat 5 aitem yang tidak memenuhi persyaratan lebih besar dari 0,30. Semua aitem yang mencapai nilai p > 0,30 dianggap valid (azwar, 2012). Sementara itu uji reliabiltas terhadap variabel yang digunakan dalam penelitian ini memberikan nilai Cronbach Alpha sebesar 0,838 yang lebih besar dari 0,6 sehingga kuesioner dapat dinyatakan reliable.
11
2. Skala Body Image Skala Body Image dalam penelitian ini disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan aspek - aspek body image yang dikemukan oleh Cash
dan
Pruzinsky (2002) yaitu aspek evaluasi penampilan, kepuasan terhadap bagian tubuh, kecemasan menjadi gemuk dan pengkategorian tubuh. Jumlah aitem total skala body image ini sebanyak 51 aitem yang terdiri dari 25 item favourable dan 26 aitem unfavourable. Skala body image ini menggunakan skala likert dengan menggunakan empat alternatif jawaban yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS) dan sangat tidak setuju (STS). Hasil validitas kuesioner Body Image yang diperoleh bergerak dari 0,363 - 0,797 dan terdapat 20 aitem yang tidak memenuhi persyaratan lebih besar dari 0,30. Sementara itu uji reliabiltas terhadap variabel yang digunakan dalam penelitian ini memberikan nilai Cronbach Alpha sebesar 0,945 yang lebih besar dari 0,6 sehingga kuesioner dapat dinyatakan reliable. Prosedur Pengambilan Data Prosedur pengambilan data penelitian ini dilakukan melalui tiga tahap yakni persiapan, pelaksanaan, dan tahap akhir. Pada tahap persiapan peneliti menentukan variabel yang akan dijadikan penelitian, lalu menentukan desain penelitian dan, membuat alat ukur yang akan digunakan dalam penelitian. Pada tahap pelaksanaan penelitian dilakukan dengan pengambilan data pada subjek penelitian pada tanggal 30 Juli 2015 di Solo, yaitu 65 anggota komunitas pecinta K-pop Ucee di Solo, namun data yang berhasil dikumpulkan sebanyak 43 dikarenakan ada beberapa anggota yang tidak dapat berkumpul pada saat itu dan setelah data sudah berhasil didapat, peneliti masuk ke tahap akhir atau tahap tindak lanjut pengolahan data.
12
Analisis Data Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode penelitian yang bersifat korelasional, maka data yang diperoleh dilakukan uji syarat yaitu uji normalitas dan uji liniearitas selanjutnya akan dianalisis dengan menggunakan teknik korelasi product moment . Analisis Deskriptif Tabel 1 Hasil Analisa Deskriptif CAS Butir
Mean
SD
Dimensi
Skor Rentang
Min
Max
Entertaiment Social
4
12.84
1.926
8
8
16
Intense Personal
8
21.91
3.975
18
12
30
Bordeline Pathological
5
13.58
2.657
12
8
20
Berdasarkan tabel di atas perolehan rerata hasil pengisian CAS yang diisi subjek sesuai urutan rerata skor tertinggi sampai dengan yang terendah yaitu sebagai berikut : 1) Intense Personal rerata 21.91. 2) Bordeline Pathological rerata 13.58 dan 3) Entertaiment Social rerata 12.84. Dengan demikian, Intense Personal menduduki rerata skor Celebrity Worship yang tertinggi dan Entertaiment Social berada pada rerata terendah. Kategorisasi Skor Dimensi Celebrity Worship Untuk menentukan tinggi rendahnya variabel digunakan 5 kategori yaitu sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah, maka skor tertinggi dan terendah dapat dihitung dengan menggunakan rumus rentangan berdasarkan standar deviasi dan mean empiris dilihat dari kurva normal (Azwar, 2008) sebagai berikut : Butir skala pada dimensi Entertaiment Social memiliki pilihan 4 jawaban yaitu Sangat Setuju, Setuju, Tidak Setuju, Sangat Tidak Setuju, maka skor tertingginya adalah
13
4 dikalikan dengan jumlah item soal yaitu 4 x 4 diperoleh skor 16 dan skor terendah adalah 1 dikalikan dengan jumlah item yaitu 1 x 4 diperoleh skor 4. Untuk menentukan tinggi rendahnya dimensi Entertaiment Social digunakan 5 kategori yaitu Sangat Tinggi, Tinggi, Sedang, Rendah, Sangat Rendah. Maka dapat dihitung lebar interval dengan rumus sebagai berikut : i
i
–
= 2,4
Interval yang sudah diperoleh tersebut maka tinggi rendahnya hasil pengukuran pada dimensi Entertaiment Social dapat dikategorikan sebagai berikut : Tabel 2 Kategorisasi Skor CAS “Entertaiment Social” Interval 13,6 ≤ x < 16 11,2 ≤ x < 13,6
Frekuensi 17
% 39,5
14
32,6
Kategori Sangat Tinggi Tinggi
Mean 12.84
8,8 ≤ x < 11,2 11 25,6 Sedang 6,4 ≤ x < 8,8 1 2,3 Rendah 4 ≤ x < 6,4 0 0 Sangat Rendah 43 100 TOTAL Pada kategorisasi skor CAS “Entertaiment Social” subjek penelitian sebanyak 39,5 % berada pada kategori sangat tinggi yang artinya sebagian besar subjek memiliki respon atau sikap fans yang sangat tinggi dalam menarik perhatian mereka terhadap idola Kpop yang mereka sukai dan persentase terkecil sebesar 0% berada pada kategori sangat rendah. Kategorisasi Skor CAS “Intense Personal” Butir skala pada dimensi Intense Personal memiliki pilihan 4 jawaban yaitu Sangat Setuju, Setuju, Tidak Setuju, Sangat Tidak Setuju, maka skor tertingginya adalah
14
4 dikalikan dengan jumlah item soal yaitu 4 x 8 diperoleh skor 32 dan skor terendah adalah 1 dikalikan dengan jumlah item yaitu 1 x 8 diperoleh skor 8. Untuk menentukan tinggi rendahnya dimensi Intense Personal digunakan 5 kategori yaitu Sangat Tinggi, Tinggi, Sedang, Rendah, Sangat Rendah. Maka dapat dihitung lebar interval dengan rumus sebagai berikut : i
i
–
= 4,8
Interval yang sudah diperoleh tersebut maka tinggi rendahnya hasil pengukuran pada dimensi Intense Personal dapat dikategorikan sebagai berikut : Tabel 3 Kategorisasi Skor CAS “Intense Personal” Interval 27,2 ≤ x ≤ 32 22,4 ≤ x < 27,2
Frekuensi 5 12
% 11,6 27,9
Kategori Sangat Tinggi Tinggi
Mean
17,6 ≤ x < 22,4
22
51,2
Sedang
21.91
12,8 ≤ x < 17,6
3
7,0
Rendah
8 ≤ x < 12,8
1 43
2,3 100
Sangat Rendah
TOTAL
Dari kategorisasi skor CAS “Intense Personal” yang dilakukan peneliti, persentase paling besar terdapat pada kategori sedang sebanyak 51,2 % yang artinya subjek memang memiliki kecenderungan obsesif pengemar atau perasaan intensif kepada idola Kpop yang mereka sukai tapi berada pada kategori yang sedang atau wajar, kemudian diikuti 27,9 % pada kategori tinggi dimana hal ini menunjukan bahwa ada sebagian dari subjek memiliki respon perasaan intensif atau kecenderungan obsesif pengemar yang tinggi terhadap idola Kpop yang mereka sukai. Sedangkan persentase paling kecil ditemukan pada kategori skor sangat rendah sebesar 2,3 %
15
Kategorisasi Skor CAS “Bordeline Pathological” Butir skala pada dimensi Bordeline Pathological memiliki pilihan 4 jawaban yaitu Sangat Setuju, Setuju, Tidak Setuju, Sangat Tidak Setuju, maka skor tertingginya adalah 4 dikalikan dengan jumlah item soal yaitu 4 x 5 diperoleh skor 20 dan skor terendah adalah 1 dikalikan dengan jumlah item yaitu 1 x 5 diperoleh skor 5. Untuk menentukan tinggi rendahnya dimensi Bordeline Pathological digunakan 5 kategori yaitu Sangat Tinggi, Tinggi, Sedang, Rendah, Sangat Rendah. Maka dapat dihitung lebar interval dengan rumus sebagai berikut : i
i
–
=3
Interval yang sudah diperoleh tersebut maka tinggi rendahnya hasil pengukuran pada dimensi Bordeline Pathological dapat dikategorikan sebagai berikut : Tabel 4 Kategorisasi Skor CAS “Bordeline Pathological” Mean Interval Frekuensi % Kategori 17 ≤ x ≤ 20 3 7,0 Sangat Tinggi 14 ≤ x < 17 12 27,9 Tinggi 13.58 11 ≤ x < 14 Sedang 18 41,9 8 ≤ x < 11 9 20,9 Rendah 5≤x<8 1 2,3 Sangat Rendah 43 100 TOTAL Dari kategorisasi skor CAS “Bordeline Pathological” subjek penelitian sebanyak
41,9 % berada pada kategori sedang yang menunjukan bahwa subjek memiliki respon yang sedang pada tahap berperilaku tidak terkendali dan fantasi tentang skenario yang melibatkan idola yang mereka sukai, dan skor sebesar 1% berada pada kategori sangat rendah yang berarti ada subjek yang memiliki kecenderungan sikap yang sangat rendah
16
pada perilaku terlalu berlebihan dalam melibatkan fantasi tentang skenario tentang idola yang disukai. Tabel 5 Hasil Analisa Deskriptif Body Image
N 43
BI
Range 76
Minimum 40
Maximum 116
Mean 76.74
Std. Deviation 16.128
Variance 260.100
Berdasarkan hasil analisa dari skala Body Image diatas menunjukan nilai terendah 40 dan nilai tertinggi mencapai 116 dengan mean sebesar 76,74 dari 43 anggota komunitas Kpop Ucee yang menjadi subjek penelitian. Kategorisasi Skor Body Image Butir skala pada Body Image memiliki pilihan 4 jawaban yaitu Sangat Setuju, Setuju, Tidak Setuju, Sangat Tidak Setuju, maka skor tertingginya adalah 4 dikalikan dengan jumlah item soal yaitu 4 x 31 diperoleh skor 124 dan skor terendah adalah 1 dikalikan dengan jumlah item yaitu 1 x 31 diperoleh skor 31. Untuk menentukan tinggi rendahnya Body Image digunakan 5 kategori yaitu Sangat Tinggi, Tinggi, Sedang, Rendah, Sangat Rendah. Maka dapat dihitung lebar interval dengan rumus sebagai berikut : i
i
–
= 18,6
Interval yang sudah diperoleh tersebut maka tinggi rendahnya hasil pengukuran pada Body Image dapat dikategorikan sebagai berikut :
17
Tabel 6 Kategorisasi Skor Body Image Interval 105,4 ≤ x ≤ 124
Frekuensi 1
% 2,3
Kategori Sangat Tinggi
86,8 ≤ x < 105,4
9
20,9
Tinggi
68,2 ≤ x < 86,8
23
53,5
Sedang
49,6 ≤ x < 68,2
7
16,3
Rendah
31 ≤ x < 49,6
3
7,0
Sangat Rendah
TOTAL
43
100
Mean
76,7442
Dari kategorisasi skor Body Image yang dilakukan peneliti, persentase paling besar terdapat pada kategori skor sedang, sebanyak 53,5 % yang berarti sebagian besar subjek memiliki body image yang sedang atau cukup, sedangkan persentase paling kecil 2,3 % ditemukan pada kategori skor sangat tinggi. Uji Normalitas Uji normalitas dihitung dengan SPSS 16.0 for windows dan dilakukan dengan menggunakan uji one sample-Kolmogrov Smirnov. Nilai Ks-z untuk Entertaiment Social sebesar 0,873 dengan nilai Sig 0,431 (p > 0,05), Intense Personal sebesar 0,821 dengan nilai Sig. 0,511 (p > 0,05), Bordeline Pathological sebesar 0,936 dengan nilai Sig. 0,345 (p > 0,05) dan Body Image sebesar 0,898 dengan nilai Sig. 0,395 (p > 0,05). Persebaran data dikatakan normal bila nilai signifikasi lebih besar dari 0,05 (Priyatno, 2010), maka dapat disimpulkan bahwa kedua data variabel berdistribusi normal, sehingga analisis korelasi dapat dilanjutkan. Uji Linearitas Uji linearitas dilakukan untuk melihat data linear atau tidak. Pada dimensi Entertaiment Social nilai F = 2,339 (p > 0,05), Intense Personal Feeling nilai F = 2,390 (p > 0,05), Bordeline Pathological nilai F = 1,350 (p > 0,05), hal ini berarti uji linearitas terpenuhi.
18
Uji Korelasi Tabel 7 Korelasi Entertaiment Social dengan Body Image Body Image Entertaiment Social
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
-.408** .007 43
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Dari hasil normalitas dan linearitas didapatkan bahwa berdistribusi normal. Berdasarkan pada perhitungan Uji korelasi product moment pearson dari output SPSS, data yang diperoleh pada dimensi Entertaiment Social koefisien korelasi (r) sebesar 0,408 dengan nilai signifikan (p) sebesar 0,007 < 0,05. Hal ini menunjukan bahwa ada hubungan negatif yang signifikan antara dimensi Entertaiment Social dengan Body Image. Artinya semakin rendah dimensi Entertaiment Social, maka akan semakin tinggi Body Image pada anggota komunitas Kpop Solo. Sebaliknya, jika semakin tinggi dimensi Entertaiment Social, maka akan semakin rendah Body Image pada komunitas Kpop Solo. Dari hasil penelitian diperoleh juga koefisien determinasi variabel ( ) sebesar 16,6 % dan sisanya sebesar 83,4 % ditentukan oleh faktor lain. Tabel 8 Korelasi Intense Personal Feeling dengan Body Image Body Image Intese Personal
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
-.322** .035 43
19
Pada level Intese Personal Feeling memiliki koefisien korelasi sebesar -0,322 dan signifikansi (p) sebesar 0,035 < 0,05. Hal ini menunjukan bahwa ada hubungan negatif yang signifikan antara dimensi Intese Personal Feeling dengan Body Image. Artinya semakin rendah dimensi Intese Personal Feeling, maka akan semakin tinggi Body Image pada anggota komunitas Kpop Solo. Sebaliknya, jika semakin tinggi dimensi Intese Personal Feeling, maka akan semakin rendah Body Image pada komunitas Kpop Solo.
Dari hasil penelitian diperoleh juga koefisien determinasi
variabel ( ) sebesar 10,37 % dan sisanya sebesar 89,63 % ditentukan oleh faktor lain. Tabel 9 Korelasi Bordeline Pathological dengan Body Image Body Image Bordeline Pathological
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
-.271 .079 43
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Pada level Bordeline Pathological memiliki koefisien korelasi sebesar -0,271 dan signifikansi (p) sebesar 0,079 > 0,05. Hal ini menunjukan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara dimensi Bordeline Pathological dengan Body Image. PEMBAHASAN Hasil analisa data yang diperoleh menunjukan bahwa ada hubungan negatif yang signifikan pada dimensi entertaiment social dengan body image pada anggota komunitas Kpop Ucee Solo. Maltby et al, (2006) mengatakan bahwa celebrity worship pada tahap entertaiment social, digambarkan dengan mencari informasi mengenai tokoh idola dan senang membicarakan tokoh idolanya dengan orang banyak dan juga senang membicarakan dengan fans lain yang juga mengidolakan idola yang sama, sehingga hal
20
ini juga dapat mempengaruhi gambaran tubuh yang dimiliki oleh para anggota dikarenakan intensitas mereka dalam mencari tahu informasi mengenai sosok seperti apa tokoh idolanya, sehingga apabila pada tahap dimensi entertaiment social ini tinggi maka dapat diperoleh body image yang dimiliki rendah atau sebaliknya. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa perilaku celebrity worship pada tahap entertaiment social dapat berhubungan negatif dengan body image dalam kehidupan sehari-hari mereka. Dimensi intese personal feeling memiliki nilai korelasi yang juga menunjukan hasil negatif yaitu terbalik atau tidak searah, yang berarti tingginya nilai dimensi intese personal seseorang maka nilai body image yang dimilikinya rendah dan sebaliknya. Cash & Pruzinsky, (2002), yang mengatakan bahwa individu dengan body image yang tinggi menunjukkan penyesuaian psikologis yang lebih baik dan mereka juga akan memiliki rasa percaya diri dan harga diri yang baik. Menurut Thompson (2004) ketidakpuasaan penampilan pada individu memilki keterkaitan dengan media, dalam hal ini body image yang rendah menunjukkan rasa ketidakpuasaan dengan keadaan fisiknya, merasa bahwa dirinya tidak memiliki tubuh “ideal” seperti yang media ciptakan yang melekat pada tokoh idola yang mereka sukai, maka alasan tersebut individu lalu ingin memperbaiki penampilan fisiknya dengan melalui diet ketat seperti rajin berpuasa, mempunyai pola makan yang terbatas dan sangat kaku hingga melakukan olahraga dengan intensitas yang berat. Penelitian Maltby et al, (2004), menunjukan bahwa dalam hal kesehatan mental dari perilaku celebrity worship hanya salah satu aspek dari celebrity worship yang secara signifikan berhubungan dengan kesehatan mental, yaitu dimensi intensepersonal. Kesehatan mental yang diidentifikasi dalam penelitian ini, adalah depresi, kecemasan, gejala somatik, disfungsi sosial, stres dan kepuasan hidup. Dalam penelitian
21
Maltby et al, (2004), responden yang menunjukkan nilai intense personal yang tinggi, menunjukkan resiko dari cara mereka membuat pertimbangan dan bagaimana fokus mereka terhadap tokoh idola mereka. Jika individu memiliki nilai intense personal tinggi maka menurut Maltby et al, (2004) akan menunjukan kepribadian neurotisisme, perilaku dan sikap melarikan diri dari kenyataan atau denial, stres, sangat emosional, tegang dan cenderung menarik diri dari dunia. Individu yang berada dalam tahap intense personal dalam celebrity worship tidak menjalani kehidupan sehari - harinya dengan efektif. Oleh karena itu, Maltby et al, (2001) dalam penelitiannya, menyimpulkan bahwa individu yang berada pada tahap intense personal menghabiskan waktu untuk memuja tokoh idolanya cenderung dapat melupakan tanggung jawabnya dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, dimensi intense personal dengan body image dapat memiliki hubungan secara signifikan. Pada dimensi borderline pathological terhadap idola K-pop, McCutcheon, (2004) menyebutkan bahwa dimensi borderline pathological adalah dimana individu memiliki pemikiran yang tidak terkontrol dan menjadi irrasional terhadap selebriti seperti kesediaan untuk melakukan apapun demi selebriti meskipun hal tersebut melanggar hukum, individu yang memiliki skor borderline pathological yang tinggi cenderung rentan mengalami depresi atau kecemasan dan juga merasa tidak aman terhadap lingkungan sekitar. Maltby (2006) mengatakan bahwa individu yang berada pada dimensi borderline pathological cenderung memiliki pengalaman disosiatif sehingga tidak dapat menyelaraskan pengalaman, pikiran dan perasaan dalam kehidupan sehari - hari namun dalam penelitian ini hasil yang diperoleh pada dimensi borderline pathological menunjukan bahwa anggota komunitas K-pop Ucee Solo tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan body image terhadap idola K-pop tersebut yang
22
berarti tinggi rendahnya body image tidak menentukan tinggi rendahnya borderline pathological. KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis data penelitian, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Adanya hubungan negatif yang signifikan pada dimensi Entertaiment Social dan dimensi Intense Personal Feeling dengan body image, sedangkan pada dimensi Bordeline Pathological tidak ada hubungan yang signifikan dengan body image. 2. Body Image memiliki nilai rata-rata sebesar 76,74 sehingga dapat dikatakan bahwa body image pada anggota komunitas Kpop Ucee di Solo, masuk pada kategori sedang (53,5%). 3. Pada dimensi Entertaiment Social memiliki rata-rata 12,83 yang menunjukkan bahwa anggota komunitas Kpop Ucee di Solo berada dalam kategori tinggi (32,6%) dan pada dimensi Intense Personal dengan rata-rata 21,90 yang sebagian besar anggota
komunitas Kpop Ucee di Solo berada pada kategori sedang
(51,2%) begitu juga hal yang diperoleh pada dimensi Feeling Bordeline Pathological memiliki rata-rata 13,58 juga masuk kedalam kategori sedang (41,9%).
23
SARAN Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terdapat beberapa saran yang diajukan oleh peneliti yaitu:
1. Bagi Subjek, yang menjadi penggemar Korean Wave diharapkan untuk tidak berperilaku fanatik yang negatif seperti berperilaku ekstrim kepada idola atau melakukan tindakan kriminal dan jadikanlah perilaku fanatik kalian kepada hal yang positif seperti menambah pengetahuan tentang Bahasa Asing, lebih menghormati dan menghargai orang asing dan berbagai macam konten kebudayaan yang tidak ada di Indonesia, Dengan demikian subjek dapat mengembangkan dirinya kearah yang lebih positif.
2. Bagi peneliti selanjutnya diharapakan untuk menggunakan subjek penelitian yang
lebih
luas
atau
komunitas
pencinta
Kpop
lainnya,
untuk
membandingkan hasilnya.
3. Faktor - faktor lain yang tidak dikontrol oleh peneliti, seperti lamanya subjek mengidolakan idola tersebut,
perbedaan pandangan atau motivasi tiap
subjek terhadap sosok idola yang mereka sukai.
24
DAFTAR PUSTAKA Arthur S. R. & Emily S. R. 2010. Kamus Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Azwar, S. (2009). Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar _______ (2008). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Blyth, D.A., Roberta, G.S, & David F.Z. (1985). Satisfaction with Body Image for Early Adolescent Females: The Impact of Pubertal Timing within Diferent School Enviroments. Journal of Youth and Adolescence. Dittmar, H., Lloyd, B., Dugan, S., Halliwell, E., Jacobs, N., & Cramer, H. (2000). The ‘body beautiful’English adolescents’ images of ideal bodies. Sex Roles, 42, 887–913. Esther. 2002. Hubungan antara sikap terhadap persuasi untuk bertubuh ideal menurut media dan harga diri dengan body dissatisfaction. Skripsi, tidak diterbitkan, Fakultas Psikologi Universitas Surabaya, Surabaya. Hadi, Sutrisno. 2004. Metodologi Research Jilid 3. Yogyakarta : Andi. Macbeth, H. C., & MacClancy, J. (2004). Researching food habits : methods and problems. London : Berghahn Books. McCutcheon, L. E., Lange, R., & Houran, J. (2002). Conceptualization and Measurement of Celebrity Worship. British Journal of Psychology, 93, 67– 87. Maltby, J., Giles, D.C., Barber, L., dan McCutcheon, L.E. (2005). Intense Personal Celebrity Worship and Body Image: Evidence of A Link Among Female Adolescents.British Journal of Healt Psychology vol 10, hal. 17-32. Maltby, J., L.E. McCutcheon and R.J. Lowinger. (2011). Brief Report: Celebrity Worshipers and the Five-Factor Model of Personality. North American Journal of Psychology 13(2): 343–348. Maltby, J., Day, L., McCutcheon, L.E., Gillett, R., Houran, J., & Ashe, D. (2004). Personality and coping: A context for axamining celebrity worship and mental health. British Journal of Psychology. 95, 411-428 Maltby, J., Day, L., McCutcheon, L.E., Houran, J. & Ashe, D. (2006). Extreme celebrity worship, fantasy proneness and dissociation: Developing the measurement and understanding of celebrity worship within a clinical personality context. Personality and Individual Differences, 40, 273 - 283.
25
Raviv, A., Bar-Tal, D., Raviv, A.,& Ben-Horin, A. (1996). Adolescent Idolization of Pop Singers: Causes, Expressions, and Reliance. Journal of Youth and Adolescence, 25, 631-650. Santrock, J. W. (2003). Adolescence Perkembangan Remaja. Jakarta: Erlangga. Sarlito Wirawan Sarwono, (2006). Psikologi Remaja. Jakarta : Raja Grafindo Persada Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta Soetjiningsih. (2004). Tumbuh Kembang Remaja Dan Permasalahannya. Jakarta: CV. Sagung Seto. Thompson, J.K. 2000. Body Image, Eating Disorders, and Obesity. American Psychological Association Washington, DC Till, B. D., & Shimp, T. A (1998). Endorses in advertising; The case of negative celebrity information. Journal of Adversiting, 27, 67 - 82. Wuryanta, W. E. AG., (2011). Diantara Pusaran Gelombang Korea (Menyimak Fenomena K-Pop di Indonesia. Volume III, No 2. Yue, X. D., & Cheung. C. K. (2000). Selection of favourite idols and models among Chinese young people: A comparative study in Hong kong and Nanjing. International Journal of Behavioural Develppment. 24, 91 - 98.