Sutanta, “Hubungan Antara Tingkat PMO, Jarak Rumah dan Pengetahuan Pasien ....”
163
Hubungan Antara Tingkat Pendidikan PMO, Jarak Rumah dan Pengetahuan Pasien TB Paru Dengan Kepatuhan Berobat di BP4 Kabupaten Klaten Sutanta1
ABSTRACT Background : The Korelation Between education level supervisor takes, house distance and knowledge of obedience patien of treatment of tuberculosis in clinic therapy, prevention and eradication paru Klaten regency. Disease Tuberculosis till now infection have one-third earthling, Indonesia represent the state of contributor of biggest patient TB case third [in] world after Chinese and India. Estimated [by] 95% patient TB reside in the nations expand the. global emergency WHO Cymbal for the disease of TB in the year 1993. So that researcher wish to know the factors [of] related to compliance of patient of TB Paru in medicinize. This study aimed to know the relationship between education level supervisor takes, house distance and knowledge of obedience patien of treatment of tuberculosis in clinic therapy, prevention and eradication paru Klaten regency. Methods : This method of this study was analitic study with retrospective cross-sectional design. Survey was heald in Oktober 2008. The sample of the study were 52 patien who suffered tuberculosis and fullfil criteria inklusi in clinic therapy, prevention and eradication paru Klaten regency in 2008. Questioner was used to measure the tuberculose. Data were analyzed statistically by the double regression. Results : The result correlation stated that relationship between education level supervisor takes with obedience patien of treatment of tuberculosis as big as 0.138 with signifikan 0.164, relationship between house distance with obedience patien of treatment of tuberculosis as big as -0.088 with signifikan 0.268 and relationship between knowledge of obedience patien of treatment of tuberculosis as big as 0.495 with signifikan level 0.000. Analysis result passes test Anova about the relationship between education level supervisor takes, house distance and knowledge of obedience patien of treatment of tuberculosis by use of uji F show value F acount 5.341 with sig 0.003. with look for in table f, with v1=3 and v2=48, got table f value 2.80. with where f value count bigger than f table and value significant smaller than alpha (0.05). Conclusion : This study conclusion stated that there were positively relation was statistically significant between education level supervisor takes, house distance and knowledge of obedience patien of treatment of tuberculosis. Key word : education level supervisor takes, knowledge, house distance
1. Ketua Prodi S1 Keperawatan STIKes Yogyakarta
163
164
Jurnal Kesehatan “Samodra Ilmu” Vol. 05 No. 02 Juli 2014
LATAR BELAKANG Penyakit Tuberculosis (TB) sampai saat ini telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia, Indonesia merupakan negara penyumbang kasus pasien TB terbesar ketiga di dunia setelah Cina dan India. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) (1993) sekitar 8 juta penduduk dunia diserang TB dengan kematian 3 juta orang per tahun. Setiap 1.000 orang penduduk dunia, ada 3-6 orang yang menderita TB paru. TB paru menjadi penyebab kematian kedua, setelah penyakit jantung. Keteraturan berobat yaitu diminum tidaknya obat-obat tersebut penting karena ketidakteraturan berobat akan menyebabkan timbulnya masalah resistensi. Karena semua tatalaksana yang telah dilakukan dengan baik akan menjadi sia-sia, bila tanpa disertai dengan sistem evaluasi yang baik pula. Oleh karena itu peranan pendidikan mengenai penyakit dan keteraturan berobat sangat penting (Suara pembaruan, 2004). Sedangkan dalam penugasan seseorang untuk menjadi Pengawas Minum Obat (PMO) belum ditentukan tingkat pendidikan yang dimiliki. Studi pendahuluan dari peneliti, Balai Pencegahan dan Pengobatan Penyakit Paru (BP4) Kabupaten Klaten merupakan salah satu pelayanan kesehatan yang menangani kasus TB Paru terbesar di Kabupaten Klaten yang berada di Propinsi Jawa Tengah, bahkan pelayanannya sudah terdaftar ISO pada tahun 2008 ini sehingga pelayanannya sudah bagus terhadap pasien. BP4 Di sini banyak ditemukan pasien yang mengalami perpanjangan pengobatan yang seharusnya cuma 6 bulan jadi 9 bulan dan ada juga pasien kambuh yang harusnya hal itu tidak
terjadi mungkin karena masalah dari penyakitnya atau karena kepatuhan minum obat pasiennya. Dengan beberapa masalah di atas maka perlu dilakukan penelitian terhadap hubungan tingkat pendidikan PMO, jarak rumah dan pengetahuan pasien TB Paru dengan kepatuhan berobat di BP4 Kabupaten Klaten.
TUJUAN PENELITIAN 1. Tujuan umum Diketahui beberapa faktor penyebab ketidakpatuhan pasien TB Paru berobat di BP4 Kabupaten Klaten 2. Tujuan khusus a. Diketahui hubungan tingkat pendidikan PMO dengan kepatuhan pasien TB Paru berobat di BP4 Kabupaten Klaten. b. Diketahui hubungan jarak rumah dengan kepatuhan pasien TB Paru berobat di BP4 Kabupaten Klaten. c. Diketahui hubungan pengetahuan pasien TB Paru dengan kepatuhan berobat di BP4 Kabupaten Klaten d. Diketahui hubungan antara tingkat pendidikan PMO, jarak rumah dan pengetahuan pasien TB Paru dengan kepatuhan berobat di BP4 Kabupaten Klaten
METODE PENELITIAN Penelitian epidemiologi ini menggunakan desain non eksperimen melalui pendekatan Cros sectional. Mengunakan desain Cross sectional karena pengukuran variabel bebas dan terikat pada penelitian ini dilakukan pada saat bersamaan.
Sutanta, “Hubungan Antara Tingkat PMO, Jarak Rumah dan Pengetahuan Pasien ....” KERANGKA PIKIR
HASIL DAN PEMBAHASAN
Anova yang menggambarkan hubungan variabel bebas dan varabel terikat
165
166
Jurnal Kesehatan “Samodra Ilmu” Vol. 05 No. 02 Juli 2014
PEMBAHASAN 1. Pernyataan penelitian dari Muhsin yang menyebutkan semakin tinggi tingkat pendidikan responden, maka semakin baik penerimaan informasi tentang pengobatan penyakitnya sehingga akan semakin teratur proses pengobatan. Dengan demikian makin tinggi pendidikan seseorang maka kemungkinan menderita penyakit TB Paru semakin kecil seperti data pada tabel penderita yang yang berpendidikan SD sebanyak 20 (38.55%) responden, SMP sebanyak 10 responden (19.2%), SMA sebanyak 17 (32.7%) responden dan yang paling rendah yang berpendidikan perguruan tinggi sebanyak 5 (9.6%) responden. 2. Pasien dengan jarak rumah sangat jauh sebanyak 24 responden (46.2%), jarak rumah jauh sebanyak 4 responden (7.7%), jarak rumah sedang sebanyak 12 responden (23.1%), jarak rumah dekat sebanyak 5 responden (9.6%) dan pasien dengan jarak sangat dekat sebanyak 7 responden (13.4%) hal ini disebabkan BP4 Kabupaten Klaten merupakan salah satu institusi pemerintah yang menggelola kesehatan paru-paru yang telah mendapatkan sertifikat ISO 2008. 3. Hubungan tingkat pendidikan PMO dengan kepatuhan pasien TB Paru dalam berobat. Tingkat pendidikan PMO di sini adalah pendidikan yang telah ditempuh oleh PMO. Berdasarkan hasil uji Korelasi untuk mengetahui tingkat pendidikan PMO dengan kepatuhan pasien TB Paru dalam berobat sebesar 0.138 dengan signifikasi 0,164 (p<0,05) berarti ada tidak ada hubungan positif antara tingkat pendidikan PMO dengan kepatuhan pasien TB Paru dalam berobat. Hasil ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Muhsin 2006 tentang faktor–faktor yang mempengaruhi keteraturan minum obat pada penderita TBC Paru yang mengalami konversi di kota Jambi yang mana hasil penelitian dari
Muhsin menunjukkan hasil tingkat pendidikan mempengaruhi kepatuhan tetapi perbedaan penelitian Muhsin adalah tingkat pendidikan pasiennya sedangkan penelitian ini adalah tingkat pendidikan PMOnya. Sehingga hal ini akan membantu tugas dinas terkait dalam mencarikan PMO bagi seorang pasien TB Paru yang mana tidak harus dengan pendidikan tinggi dalam bertugas sebagai PMO. 4. Hubungan pengetahuan pasien TB paru dengan kepatuhan pasien TB Paru dalam berobat. Pengetahuan disini adalah pengetahuan pasien TB Paru tentang penyakit TB Paru dan pentingnya akan pengobatan yang sedang dilakukan. Hasil dari korelasi antara pengetahuan Pasien TB Paru dengan Kepatuhan pasien TB Paru diperoleh 0.495 dengan signifikansi sebesar 0.000 dengan kemaknaan p = 0,000 (p<0,05) yang artinya ada hubungan positif antara pengetahuan pasien TB Paru dengan kepatuhan berobat sehingga semakin bagus pengetahuan pasien TB Paru semakin bagus juga dalam kepatuhan pasien TB Paru dalam berobat dengan hal ini maka dari fihak terkait supaya meningkatkan penyuluhan kepada masyarakat akan bahaya penyakit TB paru dan pentingnya kepatuhan dalam berobat. 5. Hasil uji Korelasi untuk mengetahui hubungan antara jarak rumah dengan kepatuhan berobat menunjukkan angka -0.088 dengan nilai signifikansi sebesar 0.268 dengan dengan nilai p<0,05 yang artinya ada hubungan negatif antara jarak rumah ke sarana pelayanan kesehatan yaitu BP4 Kabupaten Klaten dengan kepatuhan berobat penderita TB Paru. Hasil disini berbeda dengan penelitian yang lain karena pengetahuan pasien TB Paru yang bagus sehingga memberikan motivasi tersendiri bagi pasien supaya tidak menjadikan masalah dalam pergi berobat ke BP4 Kabupaten Klaten dan juga didukung letak BP4 Kabupaten Klaten yang strategis.
Sutanta, “Hubungan Antara Tingkat PMO, Jarak Rumah dan Pengetahuan Pasien ....” 6. Hasil analisis uji Anova Hasil analisis melalui uji Anova tentang tingkat pendidikan PMO, pengetahuan dan jarak rumah pasien TB Paru dengan menggunakan uji F memperlihatkan nilai F hitung 5.341 dengan sig adalah 0.003. dengan mencari pada tabel F, dengan v1=3 dan v2=48, diperoleh nilai F tabel 2.80. dengan kondisi di mana nilai F hitung lebih besar dari F tabel dan nilai signifikan yang lebih kecil dari alpha (0.05), maka kesimpulan yang dapat diambil adalah menolak Ho yang berarti koefisiensi korelasi signifikan secara statistik. Yang berarti ada hubungan antara tingkat pendidikan PMO, pengetahuan dan jarak rumah dengan kepatuhan pasien TB Paru di BP4 Kabupaten Klaten. Dari hasil tersebut kontribusi terbesar adalah variabel pengetahuan sig 0.000, kemudian variabel tingkat pendidikan PMO sig 0.164 yang selanjutnya variabel jarak rumah pasien TB paru dengan BP4 Kabupaten Klaten sig 0.268. Mau tidaknya seseorang mengikuti anjuran dari petugas kesehatan dibahas dalam suatu teori yang disebut “model kepercayaan kesehatan. Teori yang menyebutkan bahwa mau tidaknya seseorang mengikuti anjuran petugas kesehatan dipengaruhi oleh 4 faktor, yaitu persepsinya terhadap kerentanan dirinya untuk menjadi sakit, persepsinya tentang seriusnya keadaan penyakit, pendapatnya tentang manfaat dari kegiatan kesehatan dan pendapatnya tentang hambatan dan biaya untuk mengikuti anjuran tersebut yang tidak datang kontrol memberi alasan biaya; faktor biaya memang merupakan salah satu dari 4 faktor dari pada teori model kepercayaan kesehatan.
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Beberapa kesimpulan yang didapat dari penelitian yang berjudul “ Hubungan Antara Tingkat Pendidikan PMO, Pengetahuan Dan
167
Jarak Rumah Dengan Kepatuhan Berobat Pasien TB Paru Di Wilayah Kerja BP4 Kabupaten Klaten Tahun 2008 “ adalah sebagai berikut: 1. Ada hubungan negatif antara tingkat pendidikan PMO dengan kepatuhan berobat pasien TB Paru. 2. Ada hubungan positif antara pengetahuan pasien TB Paru dengan kepatuhan pasien TB Paru di wilayah kerja BP4 Kabupaten Klaten. 3. Ada hubungan negatif antara jarak rumah ke BP4 Kabupaten Klaten dengan kepatuhan berobat pasien TB Paru.
B. Saran Berdasarkan hasil penelitian di atas maka peneliti menyarankan: 1. Bagi Instansi Terkait a. Kegiatan penyuluhan kesehatan oleh petugas kesehatan harus lebih menekankan kepada pasien untuk selalu berobat teratur serta dapat memberikan informasi yang jelas mengenai keadaan penyakit yang di derita dan bahaya yang dapat terjadi apabila pasien lupa dalam berobat. b. Kegiatan kunjungan rumah oleh tenaga kesehatan dalam hal ini fihak yang terkait seperti puskesmas sangat perlu, mengingat penyakit TB Paru ini sangat berhubungan sekali dengan kondisi lingkungan tempat tinggal penderita. c. Kegiatan kunjungan rumah oleh petugas juga dapat memberikan informasi kepada keluarga penderita akan upaya pencegahan penularan kepada anggota keluarga dalam rumah dan dapat memberikan motivasi bagi pihak keluarga untuk meningkatkan dukungan sosial kepada pasien untuk patuh dalam berobat. d. Untuk jarak rumah pasien yang sangat jauh dengan BP4 diharapkan pendelegasian dari pelaksanaan program penanggulangan TB Paru agar penderita
168
Jurnal Kesehatan “Samodra Ilmu” Vol. 05 No. 02 Juli 2014 Yogyakarta : Tesis Pasca sarjana, UGM.
dapat mengambil obat di Puskesmas Pembantu (Pustu) terdekat untuk memperpendek jarak pasien mengambil obat. 2. Bagi Ilmu Pengetahuan Perlu pengembangan penelitian dibidang kesehatan sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatan. 3. Bagi Masyarakat Perlu kesadaran masyarakat tentang pentingnya penyuluhan kesehatan sehingga dapat meningkatkan kepatuhan berobat masyarakat khususnya pasien TB Paru dan kesadaran masyarakat untuk memeriksakan diri secara teratur ke pelayanan kesehatan . 4.
Bagi Peneliti Bagi peneliti selanjutnya yang berminat untuk meneliti tentang Hubungan Tingkat Pendidikan PMO,Jarak Rumah Dan Pengtahuan Pasien T Paru Dengan Kepatuhan Berobat Di Wilayah Kerja BP4 Kabupaten Klaten, hendaknya kuesioner lebih dipertajam sesuai kebutuhan analisis
KEPUSTAKAAN Aditama. T. (1990). Pola Gejala dan Kecenderungan Berobat Penderita. Tuberkulosis Paru. Jakarta : Bagian Pulmonologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Unit Paru Rumah Sakit Persahabatan. From http://www.kalbe.co.id/files/cdk/ f i l e s / 06_PolaGejaladanKecendrungan Berobat.pdf/06_PolaGejaladan KecendrunganBerobat.html Alsagaff, H. dan Mukty, A. (2005). Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya : Air Langga University Press. Amirudin, R. (2006). Faktor Risiko Kegagalan Konversi pada Penderita Tuberkulosis Paru BTA Positif Baru di Kota Ambon Provinsi Maluku.
Darmadji, I. (2008). Mematikan, Penanganan TBC Harus Serius. Yogyakarta : Kedaulatan Rakyat. 12/8/2008 Department of Health and Human Services, (2002). Major Tuberculosis Guidelines. From http:/ www.cdc.gov.incidod.html Depkes RI. (2003). Prosedur Tetap Pencegahan dan Pengobatan Tuberkulosis Pada Orang Dengan HIV/AIDS. Jakarta : Depkes RI. From http://www.aids-rspiss.com/ articles.php?lng=in&pg=249 Depkes. RI. (2003). Riset Operasional Intensifikasi Pemberantasan Penyakit menular tahun 1998/1999 – 2003. Kerjasama Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular Badan Penelitian Pengembangan Kesehatan. Jakarta : Depkes RI. From http:// w w w. l i t b a n g . d e p k e s . g o . i d / download/ICDC/RO-ICDC.pdf _________ (2005). Standar Internasional Penanganan Tuberkulosis. Jakarta : Depkes RI. _________ (2005). Tuberkulosis Dalam Kurikulum Pendidikan Dokter Berbasis Kompetensi. Jakarta : Depkes RI. _________
(2006). Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Edisi 2. Jakarta : Depkes RI.
From http://www.scribd.com/doc/ 3616799/PEDOMAN NASIONALPENANGGULANGANTUBERKULOSIS-2007 _________ (2006). Situasi TBC di Indonesian dan
Sutanta, “Hubungan Antara Tingkat PMO, Jarak Rumah dan Pengetahuan Pasien ....” Kemajuannya. TB Day 5,2-3.
2006:
Direktur Jendral PP&PL. (2008) Pedoman Penanggulangan TB Di Tempat Kerja (Workplace). Jakarta : Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan. From http:// perpustakaandepkes.org:8180/ bitst ream/12345678 9 /57 9/1/ PdmPnanggulanganTBdiTmptKerja.pdf Girsang, M. (2002). Pengobatan Standar Penderita TBC: Jakarta : Cermin dunia Kedokteran, 137: 5-6. Gitawati, R. Dan Sukasediati, N. (2002). Studi Kasus Hasil Pengobatan TB Paru di 10 Puskesmas di DKI Jakarta 19961999. Jakarta : Cermin Dunia Kedokteran. 137. Gochman, D.S. (1986). Health Behaviour : Emergency Research Perspective. Fromhttp://books.google.com/ books?id=VA2roY9wVq0C&pg =PA23&lpg=PA23&dq=gochman+1986 Handayani, S. (2002). Respon Imunitas Seluler pada Infeksi TB Paru. Jakarta : Cermin Dunia Kedokteran. 137, 3336. Harun, M. (2002). Tuberkulosis Klinis. Jakarta : Widya Medika. Intang, B. (2004). Evaluasi Faktor Penentu Kepatuhan Minum Obat di Puskesmas Kabupaten Maluku Tenggara. Yogyakarta : Tesis Pasca Sarjana, UGM.
169
Magdalena, S. Retno, M. (2006). Characteristics of Tuberculosis Paru Contact of Children with Pulmonary Tuberculosis. Jakarta : Paediatrica Indonesian, Vol 46. Manaf, A. (1992). Manajemen Penanganan dan Penggunaan Obat Tuberkulosis Paru Program Depkes RI. Jakarta : Pulmonologi Klinis. FK-UI. Muclastriningsih, E. (2005). Penyakit-Penyakit Menular Yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi di Indonesia. Jakarta: Cermin Dunia Kedokteran, 148. Muhlisi, L. (2004). Pengaruh Gender Terhadap Kepatuhan Minum Obat Penderita Tuberculosis Dengan Menggunakan Program Directly Observed Treatment Short-Course (DOTS) Di Kabupaten Purworejo. Yogyakarta: Tesis Pasca Sarjana, IKM UGM. From http://lrckmpk.ugm.ac.id/id/UP-PDF/ _ w o r k i n g / No.12_Herijon_10_07_WPS.pdf Mukhsin.
(2006). Faktor–faktor yang mempengaruhi keteraturan minum obat pada penderita TBC Paru yang mengalami konversi di kota Jambi. Yogyakarta : Tesis Pasca Sarjana, IKM UGM. From http://lrckmpk.ugm.ac.id/id/UP-PDF/ _ w o r k i n g / No.12_Herijon_10_07_WPS.pdf
Jhon, C. (2002). Tuberkulosis Klinis. Jakarta : Widya Medika.
Murti B, (2006). Desain dan Ukuran Sampel Untuk Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif di Bidang Kesehatan. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Machfoedz, I. Dan Suryani, E. (2006). Pendidikan Kesehatan Bagian Dari Promosi Kesehatan. Yogyakarta : Fitramaya.
Niven, N. (2000). Psikologi Kesehatan: Pengantar Untuk Perawat dan Profesional Kesehatan Lain. Jakarta : EGC.
170
Jurnal Kesehatan “Samodra Ilmu” Vol. 05 No. 02 Juli 2014
Noor, N, N. (2000). Pengantar Epidemiologi Penyakit Menular. Jakarta : Rineka Cipta. Notoatmodjo, S. (2003). Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Rineka Cipta.
Sukamto, (2004). Hubungan Kinerja Pengawas Pengawas Minum Obat (PMO) dengan Hasil Pengobatan Penderita TB Paru Tahap Intensif dengan Strategi Dots di Kota Banjarmasin Propinsi Kalimantan Selatan Tahun 2002. Surabaya : Tesis Pasca Sarjana IKM, Unair.
Purwanta. (2005). Ciri – Ciri Pengawas Minum Obat Yang Diharapkan Oleh PenderitaTtuberculosis Paru di Daerah Urban dan Rural di Yogyakarta. Yogyakarta : Skipsi PSIK, FK UGM.
Sumardi, (2008). Hindari Resiko Kematian; pengobatan TB Paru harus tuntas. Yogyakarta : Koran Kedaulatan Rakyat 16/03/2008.
Rasyid, R. Dan Mangunegoro, H. (1992). Pulmonologi Klinik. Jakarta.
Suryatenggara, B. (1996). Pengobatan Tuberkulosis Yang Dianjurkan Oleh WHO. Jurnal Respiratologi Indonesia, 22: 3.
Santosa, P.Dan Ashari, 2005. Analisis Statistik dengan Microsoft Excel dan SPSS. Yogyakarta : Andi Offset Sarwono, S. (2004). Sosiologi Kesehatan. Yogyakarta Gaja Mada University Press. Suara Pembaharuan. (2004). Pengobatan Tuberkulosis Paru Masih Menjadi Masalah? From http:// www.suarapembaharuan.com Sugiyono, (1999). Statistik Non Parametrik. Bandung : CV ALFABANK Suhadi, A. (2005). Kepatuhan Minum Obat Penderita TB Paru di Puskesmas Kota Bengkulu. Yogyakarta : KTI, FK UGM.
Syafeei, S. Dan Soepandi, Z, P. (2002). Tuberkulosis Paru dan Gender: Jurnal Respiratologi Indonesia, 22: 1. Yayasan Spiritia. (2003). Kepatuhan Terhadap Terapi. From http:// www.aidsinfonet.org WHO Report. (2003). Global Tuberculosis Control. Geneva, Switzerland : W H O / C D C / T B /2 0 0 3 . 3 1 6 . From http:/www.who.int/gtp/ publications/globrep/index.htm.