HUBUNGAN ANTARA POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN GASTRITIS PADA PASIEN YANG BEROBAT JALAN DI POLI PENYAKIT DALAM RSUD DR. R. KOESMA TUBAN ( Relationship Between Diet with the Incidence Of Gastritis At Patients Treated Roads The Internal Disease Poly Hospital Dr. R. Koesma Tuban ) Nurul Kartikasari Prodi S1 Keperawatan STIKES NU Tuban ABSTRAK Gastritis merupakan salah satu masalah kesehatan yang ada dimasyarakat. Pada tahun 2012, gastritis menduduki peringkat keenam diantara penyakit yang lainnya. Di Poli Penyakit Dalam RSUD Dr. R. Koesma Tuban, terjadi peningkatan kasus gastritis sejak 5-6 tahun terakhir. Pola makan yang baik merupakan salah satu dari penatalaksanaan gastritis dan merupakan tindakan preventif dalam mencegah kejadian gastritis. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara pola makan dengan kejadian gastritis pada pasien yang berobat jalan di Poli Penyakit Dalam RSUD Dr. R. Koesma Tuban. Desain penelitian ini adalah penelitian Korelasional dengan populasi 150 responden dan didapatkan sampel 110 responden. Teknik pengambilan sampel menggunakan Aksidental. Pengumpulan data menggunakan lembar kuesioner. Data dianalisis dengan menggunakan uji Koefisien Phi dengan tingkat signifikan α = 0,05. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan 45 (67,2%) responden yang mengalami gastritis memiliki pola makan yang buruk, dan 26 (60,5%) responden yang tidak gastritis memiliki pola makan yang baik. Hasil analisis dengan menggunakan uji Koefisien Phi di dapatkan nilai p = 0,004. Nilai p < α maka artinya H0 di tolak, sehingga terdapat hubungan antara pola makan dengan kejadian gastritis. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa untuk meningkatkan kesadaran masyarakat agar mau menerapkan pola makan yang baik, penyuluhan atau pendidikan kesehatan mengenai pentingnya pola makan terhadap penyakit gastritis perlu diberikan petugas kesehatan agar dapat mencegah dan mengurangi kasus gastritis. Kata Kunci : Pola Makan, Gastritis ABSTRACT Gastritis is one of the health problems that exist in the community. In 2012, gastritis ranked sixth among other diseases. In Internal Disease poly at Hospital Dr. R. Koesma Tuban, an increase in cases of gastritis since last 5-6 years. A good diet is one of the treatment of gastritis and is apreventive measure to prevent the occurrence of gastritis. The purpose of this study is to determine the relationship between diet and the incidence of gastritis in patients who visited the Internal Disease poly at Hospital Dr. R. Koesma Tuban. The design of this study is the population Correlational studies and obtained a sample 110 respondents of 150 respondents. The sampling technique is using acidental sampling. Collecting data is using a questionnaire. Data were analyzed using Phi coefficient test with a significant level of α = 0.05. Based on the results, 45 (67,2%) of respondents who experienced gastritis have a poor diet, and 26 (60,5%) of respondents who do not gastritis have a good diet. The results of the analysis using the Phi coefficient test in get p = 0.004. p < α then means H0 is rejected, so there is a relationship between diet and the incidence of gastritis. From the description above it can be concluded that in order to increase the awareness of the community to implement a good diet, counseling or health education on the importance of diet to disease gastritis health workers need to be given in order to prevent and reduce cases of gastritis. Keywords: Diet, Gastritis
menular masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang belum banyak tertangani, di lain pihak telah terjadi peningkatan kasus penyakitpenyakit tidak menular (PTM) yang
PENDAHULUAN Pembangunan kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada dua masalah, di satu pihak penyakit 60
banyak disebabkan oleh gaya hidup karena urbanisasi, modernisasi, dan globalisasi (Pusat Promosi Kesehatan Depkes RI, 2007). Perubahan gaya hidup akibat modernisasi salah satunya tampak dalam pola makan yang tidak sehat. Pola makan adalah suatu istilah yang menggambarkan keteraturan seseorang dalam mengkonsumsi makanan pokok yang dihitung berdasarkan jumlah/berapa kali perhari dan kesesuaian waktu makan (Yeni, 2004). Idealnya pola makan yang teratur adalah tiga kali sehari, yaitu di pagi hari, siang hari, dan sore atau menjelang malam. Namun kenyataannya banyak orang yang terkadang menyepelekan waktu makan sehingga pola makan menjadi tidak teratur. Pola makan yang tidak teratur dapat memicu berbagai penyakit dan gangguan kesehatan diantaranya adalah terjadinya gastritis. Insiden gastritis di Asia Tenggara mencapai sekitar 583.635 dari jumlah penduduk setiap tahunnya (Kemenkes RI, 2008). Di Indonesia, kejadian penyakit gastritis meningkat sejak 5-6 tahun terakhir. Berdasarkan profil kesehatan Indonesia tahun 2009, gastritis merupakan salah satu penyakit terbanyak pada pasien rawat jalan di rumah sakit di Indonesia dengan jumlah 30.154 kasus (4,9%) (Kemenkes RI, 2009). Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten Tuban tahun 2012, menunjukkan bahwa penyakit gastritis sebanyak 16.498 kasus (4,91%) menduduki peringkat keenam diantara penyakitpenyakit yang lainnya. Gastritis adalah suatu peradangan mukosa lambung paling sering diakibatkan oleh ketidakteraturan diet, misalnya makan terlalu banyak dan cepat atau makan makanan yang terlalu asam, pedas,
berbumbu banyak atau terinfeksi oleh penyebab lain seperti alkohol, aspirin, refluks empedu atau terapi radiasi (Smaltzer dan Bare, 2002). Gastritis biasanya diawali oleh pola makan yang tidak teratur sehingga lambung menjadi sensitif bila asam lambung meningkat (Margatan, 1995). Penyakit ini sering dijumpai timbul secara mendadak yang biasanya ditandai dengan nyeri pada lambung, mual, muntah, kembung, tidak nafsu makan dan dapat juga terjadi perdarahan saluran cerna (Mansjoer dkk, 2008). Gastritis merupakan gangguan saluran pencernaan yang banyak dijumpai di klinik atau ruangan penyakit dalam pada umumnya. Menurut Medical Record di Poli Penyakit Dalam RSUD Dr. R. Koesma Tuban, didapatkan data bahwa dari 7225 kunjungan pasien yang melakukan rawat jalan selama tahun 2012-2013 didapatkan sebanyak 729 pasien mengalami gastritis. Hasil wawancara yang dilakukan pada tanggal 8 Januari 2014, pada 10 (100%) pasien rawat jalan yang dipilih secara acak, didapatkan 6 (60%) orang merupakan pasien gastritis dan 4 (40%) pasien lainnya tidak mengalami gastritis. Sedangkan 5 dari 6 pasien gastritis memiliki pola makan yang buruk dan 4 pasien lainnya memiliki pola makan yang baik. Gastritis merupakan penyakit yang sering ditemukan, biasanya bersifat jinak, merupakan respons mukosa lambung terhadap berbagai iritan lokal. Endotoksin bakteri (setelah menelan makanan terkontaminasi), kafein, alkohol, dan aspirin merupakan agen pencetus yang lazim. Infeksi H. pylori lebih sering dianggap sebagai penyebab gastritis akut. Organisme tersebut melekat pada epitel lambung dan 61
menghancurkan lapisan mukosa pelindung, meninggalkan daerah epitel yang gundul. Obat lain juga terlibat, misalnya anti inflamasi nonsteroid (NSAID: misalnya indomestasin, ibuprofen, naproksen), sulfonamida, steroid, dan digitalis. Asam empedu, enzim pankreas, dan etanol juga diketahui mengganggu sawar mukosa lambung. Apabila alkohol diminum bersama dengan aspirin, efeknya akan lebih merusak dibandingkan dengan efek masingmasing agen tersebut bila diminum secara terpisah (Price & Wilson, 2002). Menurut Dermawan dan Rahayuningsih (2010) patafisiologi gastritis yaitu mukosa barier lambung umumnya melindungi lambung dari pencernaan terhadap lambung itu sendiri, yang disebut proses autodigesti acid, prostaglandin yang memberikan perlindungan ini. Ketika mukosa barier ini rusak maka timbul gastritis. Setelah barier ini rusak terjadilah perlukaan mukosa dan diperburuk oleh histamin dan stimulasi saraf colinergic. Kemudian HCL dapat berdifusi balik kedalam mukus dan menyebabkan luka pada pembuluh yang kecil, yang mengakibatkan terjadinya bengkak, perdarahan, dan erosi pada lambung. Alkohol, aspirin dan refluk isi duodenal diketahui sebagai penghambat difusi barier. Pola makan yang baik dan teratur berguna untuk membiasakan lambung bekerja sesuai dengan waktunya. Jika pola makan seharihari sebanyak tiga kali di pagi, siang, dan malam hari, maka lambung akan terbiasa untuk bekerja pada waktuwaktu tersebut. Secara alami lambung akan terus memproduksi asam lambung setiap waktu dalam jumlah yang kecil, setelah 4-6 jam sesudah makan biasanya kadar glukosa dalam darah telah banyak terserap dan
terpakai sehingga tubuh akan merasakan lapar dan pada saat itu jumlah asam lambung terstimulasi. Bila seseorang telat makan hingga 2-3 jam, maka asam lambung yang diproduksi semakin banyak dan berlebih sehingga dapat mengiritasi mukosa lambung serta menimbulkan rasa nyeri di sekitar epigastrium (Baliwati, 2004). Pola makan yang baik dan teratur merupakan salah satu dari penatalaksanaan gastritis dan merupakan tindakan preventif dalam mencegah kejadian gastritis. Upaya yang dapat dilakukan peneliti adalah melakukan penyuluhan atau pendidikan kesehatan mengenai pentingnya pola makan terhadap penyakit gastritis untuk meningkatkan pengetahuan dan menyediakan informasi bagi klien dan keluarga. Berdasarkan studi di atas penting untuk diteliti tentang pola makan sehari-hari dan hubungannya dengan kejadian gastritis. Atas dasar pertimbangan inilah akan diteliti tentang “Hubungan Antara Pola Makan dengan Kejadian Gastritis pada Pasien yang Berobat Jalan di Poli Penyakit Dalam RSUD Dr. R. Koesma Tuban”. Tujuan umum dari penelitian ini adalah Mengetahui Adanya Hubungan Antara Pola Makan Dengan Kejadian Gastritis Pada Pasien Yang Berobat Jalan Di Poli Penyakit Dalam RSUD Dr. R. Koesma Tuban. Sedangkan tujuan khususnya adalah Mengidentifikasi pola makan pasien yang berobat jalan di Poli Penyakit Dalam RSUD Dr. R. Koesma Tuban, Mengidentifikasi jumlah kejadian gastritis di Poli Penyakit Dalam RSUD Dr. R. Koesma Tuban, Menganalisis hubungan antara pola makan dengan kejadian gastritis pada pasien yang berobat jalan di Poli Penyakit Dalam RSUD Dr. R. Koesma Tuban. 62
dalam penelitian ini adalah seluruh pasien yang berobat jalan di poli penyakit dalam RSUD Dr. R. Koesma Tuban yang berjumlah 150 orang. Sampel merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Hidayat, 2007). Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian pasien yang berobat jalan di poli penyakit dalam RSUD Dr. R. Koesma Tuban. Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat mewakili populasi. Penelitian ini menggunakan teknik sampling Non probability sampling yaitu “aksidental” yaitu pemilihan sampel yang dilakukan dengan kebetulan bertemu. Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan apabila dijumpai ada, maka sampel tersebut diambil dan langsung dijadikan sebagai sampel utama (Hidayat, 2007). Instrumen adalah alat bantu yang digunakan peneliti pada waktu penelitian menggunakan suatu metode (Arikunto, 2006). Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan kuesioner. Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subyek dan proses pengumpulan karakteristik subyek yang diperlukan dalam suatu penelitian (Nursalam, 2008). Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan cara: 1) Melakukan pendekatan kepada subyek penelitian. 2) Menjelaskan maksud dan tujuan penelitian. 3) Membuat legalitas persetujuan dengan surat persetujuan menjadi subyek penelitian. 4) Melakukan wawancara kepada subyek penelitian dengan kuesioner.
BAHAN DAN METODE Desain penelitian ini adalah penelitian analitik observasional dengan desain penelitian korelasional. Penelitian ini mencoba menggali bagaimana dan mengapa fenomena kesehatan itu terjadi. Penelitian ini bertujuan mencari hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen yang analisisnya untuk menentukan ada tidaknya hubungan antar variabel sehingga perlu disusun hipotesisnya (Nursalam, 2003). Metode penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional, dimana variabel independen yaitu pola makan dan variabel dependen yaitu kejadian gastritis, akan di kumpulkan dalam waktu yang bersamaan. Keuntungan metode cross sectional ini adalah kemudahan dalam melakukan penelitian, sederhana, ekonomis dalam hal waktu dan hasilnya dapat di peroleh dengan cepat. Penelitian ini dilakukan melalui tahap penyebaran kuesioner kepada pasien yang berobat jalan di Poli Penyakit Dalam RSUD Dr. R. Koesma Tuban. Variabel independen merupakan variabel yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel dependen (terikat). Variabel ini disebut juga dengan nama variabel bebas artinya bebas dalam mempengaruhi variabel yang lain (Hidayat, 2010). Variabel independen dalam penelitian ini adalah pola makan. Variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat karena variabel bebas (Hidayat, 2010). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kejadian gastritis. Populasi merupakan seluruh subyek atau obyek dengan karakteristik tertentu yang akan diteliti (Hidayat, 2007). Populasi 63
Sumber data yang digunakan dalam pengumpulan data ini adalah: 1) Data primer. Data primer dalam penelitian ini yaitu dalam bentuk kuesioner, untuk mengetahui pola makan dan kejadian gastritis. 2) Data Sekunder. Data sekunder dalam penelitian ini adalah catatan rekam medis pasien gastritis di Poli Penyakit Dalam RSUD Dr. R. Koesma Tuban.
Visi, Misi, Motto Visi : Sebagai Pusat Rujukan melalui Pelayanan, Profesionalisme, dan Keterjangkauan Misi a. Meningkatkan pelayanan yang ramah dan cepat tanggap b. Meningkatkan kompetensi sumber daya manusia c. Meningkatkan sarana, prasarana dan peralatan kesehatan yang modern, canggih dan berkualitas d. Meningkatkan pengelolaan Rumah Sakit secara transparan, akuntabel, efisien dan efektif.
HASIL Data Umum Lokasi Penelitian Rumah Sakit Umum Dr. R. Koesma Tuban adalah rumah sakit tipe B dan merupakan satu-satunya rumah sakit pemerintah di Kabupaten Tuban yang terletak di jalan Dr. Wahidin Sudirohusodo No. 800 Tuban dengan luas 47.236 m². RSUD Dr. R. Koesma Tuban memberikan layanan kepada masyarakat umum, baik pasien yang mempunyai asuransi kesehatan maupun tidak, termasuk Jamsostek (Jaminan sosial tenaga kerja), Jamkesmas (Jaminan kesehatan masyarakat), Lansia (Lanjut usia) atau yang lainnya. Pelayanan pada RSUD Dr. R. Koesma Kabupaten Tuban telah berkembang dengan baik, dimana saat ini telah ada 18 (delapan belas) tenaga medis spesialis dan 3 (tiga) tenaga medis spesialis penunjang dan dapat memberikan 12 (dua belas) pelayanan spesialis dan 3 (tiga) pelayanan medis spesialis penunjang. Untuk rawat inap saat ini memiliki kapasitas 276 TT dengan rata-rata penggunaan tempat tidur (bad occupation rate, BOR) mencapai 71,03 % pada tahun 2013.
Motto: Mengabdi dan Melayani Fungsi dan Kerja Rumah Sakit Umum Daerah Dr. R. Koesma Kabupaten Tuban mempunyai tugas melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan upaya penyembuhan, pemulihan yang dilaksanakan secara serasi, terpadu dengan upaya peningkatan serta pencegahan dan melaksanakan upaya rujukan. Untuk melaksanakan tugas tersebut Rumah Sakit Umum Daerah Dr. R. Koesma Kabupaten Tuban mempunyai fungsi: (Perhub Nomor 52 Tahun 2008) (1) Perumusan kebijakan teknis di bidang pelayanan medis dan penunjang medis serta non medis. (2) Penyelenggaraan urusan pemerintah dan pelayanan umum di bidang pelayanan medis dan penunjang medis serta non medis. (3) Pembinaan dan pelaksanaan tugas dibidang pelayanan medis 64
dan penunjang medis serta non medis. (4) Penyelenggaraan pelayanan asuhan keperawatan. (5) Penyelenggaraan pelayanan rujukan. (6) Penyelenggaraan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan di bidang kesehatan. (7) Penyelenggaraan pelaksanaan penelitian dan pengembangan di bidang kesehatan. (8) Penyelenggaraan administrasi umum, kepegawaian, keuangan serta program dan pelaporan. (9) Perumusan kebijakan pengelolaan dan pengamanan barang milik daerah yang menjadi tanggung jawab rumah sakit. (10) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan tugas dan fungsinya.
Nilai rata-rata (Mean) usia responden adalah 51,36 tahun dengan usia termuda (Min) adalah 20 tahun dan usia tertua (Max) adalah 69 tahun. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Kelamin Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Kelamin Pasien yang Berobat Jalan di Poli Penyakit Dalam RSUD Dr. R. Koesma Tuban pada Juni 2014 No. Jenis Kelamin 1. 2.
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Umur
f 10 14 20 28 38 110
41 69 110
37,3 62,7 100
Distribusi Responden Berdasarkan Pola Makan Pasien Pada Yang Berobat Jalan Di Poli Penyakit Dalam RSUD Dr. R. Koesma Tuban
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Umur Pasien yang Berobat Jalan Di Poli Penyakit Dalam RSUD Dr. R. Koesma Tuban pada Juni 2014 Umur (Tahun) 20 – 29 30 – 39 40 – 49 50 – 59 60 – 69 Jumlah
(%)
Dari tabel 5.2 dapat diketahui bahwa dari 110 (100 %) responden, sebagian besar berjenis kelamin perempuan berjumlah 69 (62,7%) responden
Data Umum Responden
No. 1. 2. 3. 4. 5.
Laki-laki Perempuan Jumlah
f
Tabel 5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Pola Makan pada Pasien yang Berobat Jalan di Poli Penyakit Dalam RSUD Dr. R. Koesma Tuban pada Juni 2014
(%) 9,1 12,7 18,2 25,5 34,5 100
No. Pola Makan Pola Makan Baik 1. Pola Makan Buruk 2. Jumlah
Dari tabel 5.1 dapat diketahui bahwa dari 110 (100 %) responden, hampir sepertiganya adalah usia 60-69 tahun berjumlah 38 (34,5%) responden.
f 43 67 110
(%) 39,1 61,9 100
Dari tabel 5.3 dapat diketahui bahwa dari 110 (100%) responden, sebagian 65
besar memiliki pola makan buruk sebanyak 67 (61,9%) responden.
No. 1. 2.
Distribusi Responden Berdasarkan Kejadian Gastritis Pada Pasien Yang Berobat Jalan Di Poli Penyakit Dalam RSUD Dr. R. Koesma Tuban
f 62 48 110
(%) 56,4 43,6 100
Dari tabel 5.4 dapat diketauhi bahwa dari 110 (100%) responden sebagian besar mengalami gastritis sebanyak 62 (56,4%) responden.
Tabel 5.4 Distribusi Responden Berdasarkan Kejadian Gastritis pada Pasien yang Berobat Jalan Di Poli Penyakit Dalam RSUD Dr. R. Koesma Tuban pada Juni 2014
Tabel 5.5
Gastritis Gastritis Tidak Gastritis Total
Distribusi Responden Berdasarkan Hubungan Antara Pola Makan Dengan Kejadian Gastritis Pada Pasien Yang Berobat Jalan Di Poli Penyakit Dalam RSUD Dr. R. Koesma Tuban
Distribusi Responden Berdasarkan Hubungan antara Pola Makan dengan Kejadian Gastritis pada Pasien yang Berobat Jalan Di Poli Penyakit Dalam RSUD Dr. R. Koesma Tuban pada Juni 2014
Pola makan Pola makan baik Pola makan buruk Total Hasil uji koefisien phi = 0,004
Gastritis Gastritis 17 (39,5%) 45 (67,2%) 62 (56,4%)
Dari tabel 5.5 dapat diketahui bahwa responden yang mengalami gastritis yang memiliki pola makan baik sebanyak 17 (39,5%) lebih kecil dibandingkan responden tidak mengalami gastritis yang memiliki pola makan baik sebanyak 26 (60,5%). Sedangkan responden yang mengalami gastritis yang memiliki pola makan buruk sebanyak 45 (67,2%) lebih besar dibandingkan responden tidak mengalami gastritis yang memiliki pola makan buruk sebanyak 22 (32,8%). Dengan demikian responden yang memiliki pola makan buruk lebih banyak mengalami gastritis dari pada responden yang tidak gastritis. Setelah dianalisis dengan uji koefesien phi menggunakan program SPSS versi 16,0 for windows dengan
Tidak Gastritis 26 (60,5%) 22 (32,8%) 48 (43,6%)
Total 43 (100 %) 67 (100%) 110 (100 %)
tingkat kemaknaan α = 0,05 diperoleh p = 0,004 dimana p < α dapat disimpulkan Ho ditolak dengan demikian dapat ditarik kesimpulan terdapat hubungan dengan nilai value -0,272. PEMBAHASAN Pola Makan Pasien yang Berobat Jalan Di Poli Penyakit Dalam RSUD Dr. R. Koesma Tuban Dari penelitian ini diketahui bahwa pasien yang berobat jalan di Poli Penyakit Dalam RSUD Dr. R. Koesma Tuban yang berjumlah 110 (100%) responden sebagian besar memiliki pola makan yang buruk sebanyak 67 (61,9%) responden dan hampir setengahnya 43 (39,1%) responden memiliki pola makan baik. 66
Pola makan yang buruk terjadi karena meningkatnya kesibukan masyarakat baik itu kesibukan di rumah maupun di luar rumah, masyarakat akan cenderung lupa atau malas untuk mengkonsumsi makanan dan minuman pada waktu-waktu yang telah ditentukan. Kecenderungan pola makan yang tidak teratur dari masyarakat ini untuk waktu yang lama akan menimbulkan efek buruk terhadap tubuh. Dari ketiga waktu makan, sarapan adalah waktu makan yang paling sering diabaikan. Padahal sarapan sebagai asupan energi pertama, sangat penting untuk mengatur fungsi tubuh. Hal ini dibuktikan dengan lebih terkontrolnya nafsu makan kebanyakan orang bila mereka sarapan pagi dibandingkan dengan tidak sarapan pagi. Pola makan yang buruk salah satunya yaitu melewatkan sarapan. Banyak orang yang masih belum menyadari arti pentingnya sarapan. Fungsinya tidak hanya sebatas menjaga agar lambung tidak kosong saja, melainkan juga untuk meningkatkan energi dan konsentrasi pada otak dan tubuh (Anonim, 2008). Jenis makanan yang di konsumsi juga termasuk dalam pola makan. Konsumsi makanan yang pedas akan meningkatkan kontraksi usus dan lambung sehingga mengakibatkan peningkatkan asam lambung. Peningkatan asam lambung dimanifestasikan dengan gejala mual dan muntah yang menyebabkan penurunan nafsu makan. Menurut Okviani (2011), mengungkapkan bahwa mengkonsumsi makanan pedas secara berlebihan akan merangsang sistem pencernaan, terutama lambung dan usus untuk berkontraksi. Hal ini akan mengakibatkan rasa panas dan nyeri di ulu hati yang disertai dengan mual dan muntah. Gejala tersebut membuat
penderita makin berkurang nafsu makannya. Bila kebiasaan mengkonsumsi makanan pedas lebih dari satu kali dalam seminggu selama minimal 6 bulan dibiarkan terusmenerus dapat menyebabkan iritasi pada lambung Kejadian Gastritis Pasien yang Berobat Jalan di Poli Penyakit Dalam RSUD Dr. R. Koesma Tuban Dari penelitian ini diketahui bahwa pasien yang berobat jalan di Poli Penyakit Dalam RSUD Dr. R. Koesma Tuban yang berjumlah 110 (100%) responden sebagian besar mengalami gastritis sebanyak 62 (56,4%) responden dan hampir setengahnya 48 (43,6%) responden tidak gastritis. Gastritis pada responden dalam penelitian ini biasanya disebabkan karena telat makan, suka makan makanan pedas, dan asam. Kecenderungan pola makan dari masyarakat seperti ini untuk waktu yang lama akan menimbulkan efek yang kurang baik bagi tubuh karena dapat meningkatkan asam lambung. Asam lambung yang diproduksi semakin banyak dan berlebih dapat mengiritasi mukosa lambung serta menimbulkan rasa nyeri di sekitar epigastrium. Berdasarkan data umum pekerjaan, pekerjaan tertentu tidak secara langsung berpengaruh pada timbulnya gastritis tetapi yang menjadi masalah adalah karena didera kesibukan biasanya seseorang sering terlambat makan atau bahkan melupakan makan itulah yang menjadi penyebab gastritis. Berdasarkan jenis kelamin, perempuan lebih sering terkena gastritis. Hal ini disebabkan diet terlalu ketat karena takut gemuk dan hormon estrogen. Perempuan cenderung lebih banyak memproduksi 67
hormon ini dari pada laki-laki sehingga dapat berakibat meningkatkan asam lambung. Penyebab gastritis yang lain diantaranya karena riwayat keluarga yang menderita gastritis, dan kurangnya daya mengatasi atau adaptasi yang buruk terhadap stres. Hal tersebut sesuai dengan pendapat dari Smaltzer dan Bare (2002), bahwa gastritis adalah suatu peradangan mukosa lambung paling sering diakibatkan oleh ketidakteraturan diet, misalnya makan terlalu banyak dan cepat atau makan makanan yang terlalu asam, pedas, berbumbu banyak atau terinfeksi oleh penyebab lain seperti alkohol, aspirin, refluks empedu atau terapi radiasi. Selain itu menurut Iskandar (2009) gastritis dapat disebabkan juga karena makanan yang tidak cocok. Makanan tertentu yang dapat menyebabkan penyakit gastritis, seperti buah yang masih mentah, daging mentah, dan makanan yang banyak mengandung krim atau mentega. Bukan berarti makanan ini tidak dapat dicerna, melainkan karena lambung membutuhkan waktu yang labih lama untuk mencerna makanan tadi dan lambat meneruskannya kebagian usus selebih-nya. Akibatnya, isi lambung dan asam lambung tinggal di dalam lambung untuk waktu yang lama sebelum diteruskan ke dalam duodenum dan asam yang dikeluarkan menyebabkan rasa panas di ulu hati
tabulasi menunjukkan responden yang mengalami gastritis yang memiliki pola makan baik sebanyak 17 (39,5%) lebih kecil dibandingkan responden tidak mengalami gastritis yang memiliki pola makan baik sebanyak 26 (60,5%). Sedangkan responden yang mengalami gastritis yang memiliki pola makan buruk sebanyak 45 (67,2%) lebih besar dibandingkan responden tidak mengalami gastritis yang memiliki pola makan buruk sebanyak 22 (32,8%). Dengan demikian responden yang memiliki pola makan buruk lebih banyak mengalami gastritis dari pada responden yang tidak gastritis. Setelah melakukan analisis data dengan menggunakan uji koefesien phi menggunakan program SPSS versi 16,0 for windows dengan tingkat kemaknaan α = 0,05 diperoleh p = 0,004 dimana p < α dapat disimpulkan Ho ditolak dengan demikian terdapat hubungan antara pola makan dengan kejadian gastritis. Gastritis biasanya diawali oleh pola makan yang tidak teratur. ketidakteraturan pola makan tersebut dianut oleh kelompok orang yang memiliki aktivitas harian yang padat sehingga sering kali melupakan salah satu waktu makannya. Kecenderungan pola makan yang tidak teratur dari masyarakat ini untuk waktu yang lama akan dapat meningkatkan asam lambung. Hal yang paling sering dilakukan adalah meninggalkan sarapan. Sarapan sama pentingnya dengan makan siang dan makan malam karena sesungguhnya pada setiap jam makan tersebut tubuh membutuhkan asupan energi untuk aktivitas harian. Apabila asam lambung yang diproduksi semakin banyak dan berlebih sehingga dapat mengiritasi lambung. Hal ini akan mengakibatkan rasa panas dan nyeri di ulu hati yang disertai dengan mual
Hubungan Antara Pola Makan dengan Kejadian Gastritis pada Pasien yang Berobat Jalan di Poli Penyakit Dalam RSUD Dr. R. Koesma Tuban Diketahui dari hasil tabulasi silang (Crosstabs) antara pola makan dengan kejadian gastritis, hasil 68
dan muntah. Gejala tersebut membuat penderita makin berkurang nafsu makannya. Menurut Baliwati (2004), pola makan yang baik dan teratur berguna untuk membiasakan lambung bekerja sesuai dengan waktunya. Jika pola makan sehari-hari sebanyak tiga kali di pagi, siang, dan malam hari, maka lambung akan terbiasa untuk bekerja pada waktu-waktu tersebut. Secara alami lambung akan terus memproduksi asam lambung setiap waktu dalam jumlah yang kecil, setelah 4-6 jam sesudah makan biasanya kadar glukosa dalam darah telah banyak terserap dan terpakai sehingga tubuh akan merasakan lapar dan pada saat itu jumlah asam lambung terstimulasi. Bila seseorang telat makan hingga 2-3 jam, maka asam lambung yang diproduksi semakin banyak dan berlebih sehingga dapat mengiritasi mukosa lambung serta menimbulkan rasa nyeri di sekitar epigastrium. Makanan yang dimakan akan dicerna dan diserap untuk menghasilkan paling sedikit susunan menu sehat dan seimbang. Menyediakan variasi makanan bergantung pada orangnya, makanan tertentu dapat menyebabkan gangguan pencernaan, seperti halnya makanan pedas. Konsumsi makanan yang pedas akan meningkatkan kontraksi usus dan lambung sehingga mengakibatkan peningkatkan asam lambung. Peningkatan asam lambung dimanifestasikan dengan gejala mual dan muntah yang menyebabkan penurunan nafsu makan. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Okviani (2011) bahwa Mengkonsumsi makanan pedas secara berlebihan akan merangsang sistem pencernaan, terutama lambung dan usus untuk berkontraksi. Hal ini akan mengakibatkan rasa panas dan nyeri
di ulu hati yang disertai dengan mual dan muntah. Gejala tersebut membuat penderita makin berkurang nafsu makannya. Bila kebiasaan mengkonsumsi makanan pedas lebih dari satu kali dalam seminggu selama minimal 6 bulan dibiarkan terusmenerus dapat menyebabkan iritasi pada lambung.
KESIMPULAN DAN SARAN SIMPULAN Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa : 1) Sebagian besar pasien yang berobat jalan di poli penyakit dalam RSUD. Dr. R. Koesma Tuban pada Juni 2014 memiliki pola makan buruk. 2) Sebagian besar pasien yang berobat jalan di poli penyakit dalam RSUD. Dr. R. Koesma Tuban pada Juni 2014 mengalami gastritis. 3) Terdapat hubungan antara pola makan dengan kejadian gastritis pada pasien yang berobat jalan di poli penyakit dalam RSUD. Dr. R. Koesma Tuban pada Juni 2014. SARAN Berdasarkan kesimpulan diatas maka dapat diajukan saran sebagai berikut: Bagi Peneliti Selanjutnya Diharapkan bagi peneliti selanjutnya dapat memanfaatkan karya tulis ini sebagai bahan masukan dan dapat melanjutkan penelitian ini dengan faktor penyebab yang lain misalnya hubungan antara tingkat stres dengan kejadian gastritis. 69
Bagi Institusi Diharapkan pihak institusi dapat memberikan tambahan pengetahuan tentang pola makan yang baik untuk mencegah terjadinya gastritis. Bagi Petugas Kesehatan Diharapkan petugas kesehatan berpartisipasi dalam memberikan pendidikan kesehatan sehingga dapat menambah pengetahuan bagi penderita gastritis. Bagi Masyarakat Masyarakat, khususnya yang memiliki anggota keluarga penderita gastritis sebaiknya memperhatikan penerapan pola makan yang baik, sehingga dapat mencegah dan mengurangi kasus gastritis.
DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Pendekatan Praktik. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Baliwati . Y.F. 2004. Sistem pangan dan gizi. Jakarta : Penebar Swadaya Hidayat, Aziz Alimul. 2007. Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta: Salemba Medika. Mansjoer, Arif. 2008. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 2. Jakarta : FKUI. Nursalam, 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika. Smalzter, S.C & Bare B. G. 2002. Keperawatan medikal bedah. Edisi 8. Jakarta : EGC
70