HUBUNGAN ANTARA PERPSEPSI KETERLIBATAN AYAH DAN ORIENTASI TUJUAN PADA SISWA SMP Syahrieal Amri Hadi dan Eva Septiana 1. Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia, Depok, 16424 , Indonesia 2. Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia E-mail:
[email protected],
[email protected]
ABSTRAK Penelitian ini membahas tentang hubungan persepsi keterlibatan ayah dan orientasi tujuan pada siswa SMP di Depok. Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami persepsi keterlibatan ayah dan orientasi tujuan siswa SMP. Dengan mengetahui hal tersebut dapat membuat guru di sekolah meningkatkan keterlibatan ayah pada pendidikan anak. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain korelasional. Partisipan penelitian berjumlah 91 orang siswa SMP di Depok. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner. Hasil penelitian menyatakan bahwa
terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara persepsi keterlibatan ayah dan
orientasi tujuan mastery dan orientasi tujuan performance approach. Namun, persepsi keterlibatan ayah berhubungan positif dan tidak signifikan dengan orientasi tujuan performance avoidance. Hasil penelitian menyarankan bahwa ayah perlu terlibat secara aktif dalam pendidikan anak sehingga anak dapat memiliki orientasi tujuan mastery dan orientasi tujuan performance approach. Dengan memiliki orientasi tujuan mastery dan orientasi tujuan performance approach siswa dapat menguasai materi pelajaran sehingga meningkatkan pencapaian akademis serta tidak melakukan kecurangan saat ujian berlangsung. Selain itu siswa memiliki sifat kompetitif untuk meningkatkan prestasi akademis dibandingkan teman-temannya. Peneliti menyarankan guru di sekolah perlu meningkatkan kampanye tentang pentingnya keterlibatan ayah dalam pendidikan anak dan memberikan informasi mengenai orientasi tujuan kepada orang tua.
THE RELATIONSHIP BETWEEN PERCEPTION OF FATHER INVOLVEMENT AND GOAL ORIENTATION AMONG JUNIOR HIGH SCHOOL STUDENT ABSTRACT The focus of this study is the relationship between perception of father involvement and goal orientation among junior high school students. The purpose of this study is to understand the perception of father involvement and goal orientation of junior high school students. By having this understanding, the teachers could encourage father involvement in students’ education. The type of this research is quantitative research with correlational design. The data were collected by questionnaire distributed to 91 participants who are junior high school students in Depok. The research result suggests that there is a positive and significant relationship between the perception of father involvement and the mastery goal orientation and performance approach goal orientation. However, the perception of father involvement has a positive but not significant relationship towards performance avoidance goal orientation. The research result suggests that fathers have to be actively involved in children’s education so that the children will be able to attain mastery and performance approach goal orientations. By attaining these two types of goal orientations the students will be able to master the subjects and
Hubungan antara..., Syahrieal Amri Hadi, FPSI UI, 2014
hence will increase their academic achievements and avoid them from cheating during exams. Aside from that, the students will be more competitive to improve their academic achievements over their schoolmates. The researcher suggests the teachers to promote about the importance of father involvement in children’s education and to supply the parent with adequate information regarding the goal orientations.
Key words: Perception of Father Involvement, Goal Orientation, adolescence.
Pendahuluan Pada saat Ujian Nasional tingkat SMP di tahun 2013 telah terjadi kecurangan (Merdeka.com, 2013). Kecurangan dapat berupa mencontek dan kebocoran soal ujian. Hasil evaluasi penyelenggaraan Ujian Nasional tingkat SMP di tahun 2013 Balitbang Kemendikbud menjelaskan bahwa laporan pengaduan terkait kasus kecurangan. Ujian Nasional tingkat SMP di tahun 2013 mengalami penurunan dari 997 laporan pengaduan pada tahun 2012 menjadi 931 laporan pengaduan di tahun 2013 (Merdeka.com, 2013). Laporan kasus kecurangan menurun dari 258 kasus pada tahun 2012 menjadi 13 kasus di tahun 2013 (Merdeka.com, 2013). Sedangkan untuk laporan kasus kebocoran soal menurun dari 85 kasus di tahun 2012 menjadi 6 kasus di tahun 2013 (Merdeka.com, 2013). Dengan demikian dari evaluasi yang dilakukan Balitbang Kemendikbud mengenai Ujian Nasional tingkat SMP di tahun 2013 secara umum mengalami penurunan dari hal kecurangan. Walaupun mengalami penurunan, kecurangan dalam pelaksanaan Ujian Nasional tingkat SMP di tahun 2013 tetap ada. Hal ini bertentangan dengan tujuan pendidikan nasional. Undang-Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bab II pasal 3 menjelaskan bahwa Pendidikan Nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Tujuan pendidikan nasional bertentangan dengan kecurangan. Maksudnya setiap orang yang terdidik dapat memiliki sifat jujur sebagai hasil pendidikan. Oleh karena itu, kecurangan yang terjadi tetap menjadi masalah karena tujuan pendidikan bukan hanya mengenai nilai pelajaran saja namun juga mengenai karakter seorang siswa. Fokus penelitian ini kepada ujian nasional SMP karena siswa smp berada pada masa remaja awal yang masih mencari identitas diri. Apabila saat remaja sudah melakukan kecurangan maka dapat terbawa pada sifat dirinya di saat selanjutnya. Fenomena kecurangan yang terjadi saat penyelenggaraan Ujian Nasional tingkat SMP di tahun 2013 dapat mengakibatkan menurunnya penghargaan sebagian Siswa SMP pada
Hubungan antara..., Syahrieal Amri Hadi, FPSI UI, 2014
nilai kejujuran. Hal ini terjadi disebabkan sebagian siswa lebih memilih mengerjakan Ujian Nasional dengan cara melakukan kecurangan daripada belajar bersungguh-sungguh sehingga siap menghadapi Ujian Nasional. Indonesia Corruption Watch menyatakan bahwa nilai kejujuran merupakan nilai yang penting untuk mendidik generasi muda agar tidak melakukan korupsi (Tribunnews.com, 2013). Seluruh Siswa di tiap jenjang pendidikan termasuk SMP perlu belajar mengenai nilai kejujuran pada saat mengerjakan Ujian Nasional. Sehingga generasi muda dapat belajar tidak melakukan korupsi sejak dini. Dengan demikian kecurangan sebagian siswa saat Ujian Nasional merupakan masalah yang perlu diselesaikan. Salah satu hal yang berhubungan dengan orientasi tujuan adalah parental involvement (Mendoza, 2012). Parental Involvement terdiri dari keterlibatan ayah dan keterlibatan ibu. Dari studi yang dilakukan oleh Mendoza (2012) pada siswa kelas 5 sekolah dasar diketahui bahwa ketika orang tua terlibat secara tinggi dalam pendidikan anak maka anak akan mengarahkan dirinya kepada pencapaian akademis baik itu melalui mastery maupun orientasi tujuan performance. Penelitian yang dilakukan oleh Mendoza (2012) dilakukan di Amerika Serikat sehingga belum tentu sama dengan budaya di Indonesia sebagai negara Asia dalam melihat parental involvement. Penelitian sosial tentang parenting di negara Asia seperti Jepang, China dan Korea lebih memusatkan pada Ibu daripada Ayah (Shwalb, Nakazawa, Yamamoto dan Hyun dalam Lamb, 2003). Hal ini disebabkan hubungan afektif antara ibu dan anak lebih dianggap penting daripada hubungan ayah dengan anak di budaya ini (Shwalb, Nakazawa, Yamamoto dan Hyun dalam Lamb, 2003). Oleh sebab itu, perlu penelitian lanjutan yang melihat hubungan antara keterlibatan ayah dengan orientasi tujuan di Indonesia. Pada penelitian ini peneliti akan mencoba meneliti bentuk spesifik dari parental involvement yaitu keterlibatan ayah. Hal ini disebabkan masih sedikitnya penelitian mengenai keterlibatan ayah di Indonesia. Selain itu, telah terjadi perubahan peran ayah di dalam keluarga (www.apa.org, 2014). Perubahan peran ayah terjadi karena adanya perubahan tren ekonomi. Semakin banyaknya ibu yang bekerja menjadi berkurangnya nilai pentingnya dukungan finansial ayah kepada anak-anaknya. Peran ayah modern saat ini berada di bidang care giving kepada anak. Studi yang dilakukan oleh National Istitute of Child Health and Human Development (NICHD) menemukan bahwa ayah akan lebih terlibat dalam care giving ketika mereka memiliki jam kerja yang lebih sedikit dibanding ayah lain, mereka memiliki karakteristik psikologis yang positif seperti self esteem tinggi, rendahnya depresi dan hostility serta memiliki koping yang baik terhadap tugas-tugas orang dewasa. Selain itu,
Hubungan antara..., Syahrieal Amri Hadi, FPSI UI, 2014
ibu memiliki jam kerja di atas dari ibu-ibu yang lainnya. Selanjutnya ibu memiliki keintiman dengan ayah dan anak merupakan anak laki-laki. Keterlibatan ayah menurut Lamb (2010) dapat diartikan sebagai keterlibatan Ayah dalam pengasuhan anak. Keterlibatan ayah menurut Lamb (2010) terdiri dari tiga hal yaitu engagement, accessibility dan responsibility. Engagement diartikan sebagai interaksi langsung dengan anak. Accessibility diartikan sebagai dapat diaksesnya ayah oleh anak. Responsibility diartikan sebagai ayah dapat memenuhi kebutuhan kesejahteraan anak.
Tinjauan Teoritis Keterlibatan Ayah Lamb (1986) menyatakan keterlibatan ayah sebagai jumlah waktu yang dihabiskan oleh ayah untuk berinteraksi dengan anak-anaknya meliputi engagement, accesibility dan responsibility. Keterlibatan ayah terdiri dari tiga komponen dimensi (Lamb, 1986). Tiga komponen dimensi tersebut yaitu engagement, accesibility dan responsibility (Lamb, 1986). Engagement diartikan sebagai waktu yang dilalui ayah melalui interaksi secara langsung dengan anaknya. Contohnya makan bersama, menolong anak dalam mengerjakan pekerjaan rumah dan bermain bersama. Accesibility diartikan sebagai aktivitas yang melibatkan lebih sedikit intensitas interaksi. Ayah dapat tersedia secara fisik dan psikologi untuk anaknya. Contohnya seperti ayah membaca koran di ruang tamu sambil mengawasi anak sedangkan anak sedang bermain di halaman rumah. Responsibility diartikan sebagai tanggung jawab untuk merawat dan kesejahteraan anak. Contohnya seperti Ayah bekerja untuk membelikan pakaian anak-anaknnya serta mengantarkan anak berobat ke rumah sakit ketika anak sakit.
Persepsi
Persepsi dapat diartikan sebagai proses menginterpretasikan data yang telah dikumpulkan oleh organ-organ sensoris untuk membuat representasi internal dari objek yang ada di lingkungan (Andrade & May, 2004). Tujuan dari persepsi adalah untuk mengidentifikasi dan mengkategorisasi objek di lingkungan, membuat bermakna dan dapat digunakan sebagai penggambaran internal dari dunia di luar tubuh manusia (Andrade & May, 2004). Hasil persepsi seseorang dalam situasi tertentu dapat bervariasi berdasarkan pada pengalaman masa
Hubungan antara..., Syahrieal Amri Hadi, FPSI UI, 2014
lalu yang dimiliki (Vernon, 1965). Selain dipengaruhi pengalaman masa lalu, Vernon (1965) menjelaskan bahwa persepsi juga dipengaruhi oleh jumlah perhatian yang dipusatkan. Semakin banyak perhatian dipusatkan terkonsentrasi pada suatu stimulus maka stimulus yang dipersepsi semakin jelas. Hal ini menyebabkan seseorang semakin sadar terhadap stimulus yang dipersepsi. Orientasi Tujuan Orientasi tujuan diartikan sebagai alasan atau tujuan yang dimiliki seseorang untuk melakukan sebuah tugas dan mengevaluasi performa pengerjaan tugas (Ames dalam Schunk et al, 2014). Orientasi tujuan terdiri dari dua macam yaitu orientasi tujuan mastery, dan orientasi tujuan performance (Schunk et al, 2014). Orientasi tujuan mastery diartikan sebagai fokus pada belajar, menguasai tugas berdasarkan standar yang ditetapkan diri sendiri atau melakukan peningkatan diri membangun keahlian baru meningkatkan kompetensi, serta mencoba memenuhi sesuatu hal yang menantang dan untuk mencoba mendapatkan pemahaman (Midgley dalam Schunk et al, 2014). Contoh dari orientasi tujuan mastery adalah seorang siswa mencoba memahami penggunaan Bahasa Inggris dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan orientasi tujuan performance diartikan sebagai fokus pada menampilkan kompetensi atau kemampuan dan bagaimana kemampuan itu dinilai oleh orang lain (Midgley dalam Schunk et al 2014). Contoh dari orientasi tujuan performance adalah seorang siswa menggunakan menggunakan Bahasa Inggris agar terlihat lebih pintar dari pada anak-anak lainnya di kelas. Elliot dan Harackiewicz (dalam Schunk et al, 2014) membagi orientasi tujuan performance menjadi dua yaitu tujuan performance approach dan tujuan performance avoidance. Perbedaannya terletak pada cara seseorang memandang sebuah tugas. Tujuan performance approach menekankan pentingnya menampilkan kemampuan serta kelebihan diri kepada orang lain saat melakukan tugas. Sedangkan tujuan performance avoidance menekankan pentingnya untuk menghindari kegagalan dan terlihat tidak kompeten di dalam suatu tugas.
Remaja Santrock (2003) mengartikan masa remaja sebagai masa peralihan antara masa anak-anak dengan masa dewasa yang memiliki perubahan pada hal kognitif, sosial-emosional dan biologis. Masa remaja dimulai sekitar usia 10 sampai 13 tahun dan berakhir sekitar usia 18 dan 22 tahun (Santrock, 2003). Sarlito (2001) menyatakan bahwa WHO membagi usia remaja menjadi dua. Pembagian itu terdiri dari remaja awal yang berusia 10 sampai 14 tahun. Selain
Hubungan antara..., Syahrieal Amri Hadi, FPSI UI, 2014
itu Remaja akhir yang berusia 15 sampai 20 tahun. Pada penelitian ini akan meneliti partisipan pada tahap remaja awal yaitu berusia 10 sampai 14 tahun. Steinberg (dalam Papalia, 1992) menyatakan bahwa konflik lebih sering terjadi pada remaja dengan ibunya dibandingkan dengan ayahnya. Hal ini disebabkan ibu lebih dekat terlibat dengan anakanaknya dan lebih sulit untuk mengurangi keterlibatannya pada anak. Sarlito (2001) menyatakan sekolah adalah lingkungan pendidikan sekunder. Remaja yang sudah bersekolah di SMP umumnnya menghabiskan waktu sekitar 7 jam sehari di sekolahnya. Hal ini berarti hampir sepertiga waktunya setiap hari dilalui remaja di sekolah. Dengan demikian pengaruh sekolah terhadap perkembangan jiwa remaja cukup besar. Sarlito (2001) menyatakan bahwa faktor yang sering dianggap menurunkan motivasi siswa remaja untuk belajar adlaah materi pelajaran itu sendiri dan guru yang mengajarkan materi pelajaran itu. Dengan demikian faktor guru merupakan faktor cukup berpengaruh. Elkind (dalam Papalia, 2008) menyatakan bahwa remaja memiliki karakteristik ketidakdewasaaan pemikiran. Ketidakdewasaan pemikiran tersebut terdiri dari idealisme dan ketritisan, argumentativitas, ragu-ragu, menunjukkan hypocrisy, kesadaran diri dan kekhususan dan ketangguhan.
Dinamika hubungan Persepsi Keterlibatan Ayah dan Orientasi Tujuan Keterlibatan ayah dan orientasi tujuan dapat saling berhubungan. Hal ini disebabkan ayah berada di dalam lingkungan keluarga bersama anaknya. Dalam interaksi orang tua dan anak di dalam keluarga dapat terbentuk attachment. Ayah sebagai bagian dari orang tua memiliki peran pada pembentukan attachment anak. Self esteem dan attachment yang sehat dapat dipengaruhi oleh hubungan yang positif dengan ayah. Dengan demikian terdapat kemungkinan hubungan antara keterlibatan ayah dan orientasi tujuan. Hal ini disebabkan adanya hubungan yang positif dengan ayah berdampak pada attachment yang sehat. Selain itu, ada hubungan antara attachment dan orientasi tujuan. Maka ada kemungkinan hubungan antara keterlibatan ayah dan orientasi tujuan. Untuk mencapai orientasi tujuan diperlukan keterlibatan ayah. Hubungan yang positif dengan ayah akan membentuk secure attachment sehingga anak yang memiliki secure attachment dapat memiliki rasa aman untuk berhadapan dengan kesulitan dalam belajar. Dengan adanya rasa aman ketika menghadapi kesulitan dalam belajar maka anak tidak akan mundur saat menghadapi kegagalan. Dengan tidak mundurnya anak saat menghadapi kegagalan maka anak memiliki peluang lebih besar untuk menguasai bahan pelajaran. Dengan besarnya peluang anak menguasai bahan pelajaran maka dapat terbentuk orientasi tujuan dalam belajar.
Hubungan antara..., Syahrieal Amri Hadi, FPSI UI, 2014
Orientasi tujuan penting bagi remaja. Hal ini disebabkan remaja berada pada tahap mencari identitas. Saat melakukan eksplorasi pencarian identitas, remaja perlu memiliki orientasi tujuan sehingga mereka memiliki tujuan dalam belajar. Hasil dari hal yang dipelajari dalam pencarian identitas akan lebih jelas ketika remaja memiliki orientasi tujuan dalam belajar. Ketika remaja memiliki orientasi tujuan dalam belajar maka mereka akan belajar dengan terarah. Selain itu orientasi tujuan memberikan penjelasan kepada para remaja mengenai apa yang ingin dicapai ketika sedang belajar. Metode Penelitian
Instrumen Penelitian Penelitian ini menggunakan dua instrumen penelitian berupa kuesioner yaitu: a) Inventori Keterlibatan ayah Tabel 1 l Kisi-Kisi Alat Ukur Keterlibatan Ayah
Definisi
Indikator
Enggagement
adalah
Terjadi
Item aktivitas
1. Saya dan ayah
waktu yang dilalui ayah
tatap muka secara
saya makan
melalui interaksi secara
langsung
bersama dalam
langsung
dengan
satu meja makan.
anaknya.
2. Saya dan ayah saya mengerjakan pekerjaan rumah yang diberikan dari sekolah.
Accessibility
adalah
aktivitas yang melibatkan lebih sedikit intensitas interaksi anak
ayah
dengan
Aktivitas
tidak
1. Ayah membaca
secara tatap muka
koran di ruang
Anak
tamu sedangkan
dapat
mengakses ayah
saya bermain di halaman rumah. 2. Saya menyimpan nomor telepon ayah saya.
Hubungan antara..., Syahrieal Amri Hadi, FPSI UI, 2014
Responsibility
adalah
1. Ayah saya
Menyediakan
tanggung jawab merawat
sumber daya bagi
membelikan saya
dan mensejahteraan anak.
anak
bahan makanan untuk dimakan bersama di rumah. 2. Ayah saya membelikan saya pakaian.
Dari hasil uji validitas diketahui item-item alat ukur persepsi keterlibatan ayah memiliki koefisien korelasi antara 0,055 sampai 0,732. Alat ukur persepsi keterlibatan ayah diuji reliabilitasnya dengan metode alpha cronbach. Batas minimal koefisien alpha cronbach agar sebuah tes dapat dinyatakan reliabel adalah 0,6 (Nunnaly dan Bernstein, 1994). Dari hasil uji reliabilitas diketahui alat ukur persepsi keterlibatan ayah memiliki reliabilitas sebesar 0,909.
b) Pattern Adaptive Learning Scale (Midgley Et al dalam Mendoza, 2012)
Tabel 2 Kisi-Kisi PALS Definisi
Indikator
a. Orientasi tujuan
Fokus
Item pada
1. Saya
mastery
penguasaan
menganggap
diartikan
materi
penting untuk
sebagai
pelajaran
mempelajari
orientasi tujuan
banyak
yang
konsep-
menekankan
konsep baru
fokus
tahun ini
pada
belajar, menguasai tugas
2. Salah satu tujuan saya di
Hubungan antara..., Syahrieal Amri Hadi, FPSI UI, 2014
berdasarkan
kelas adalah
standar
mempelajari
yang
ditetapkan
diri
sebanyak-
sendiri
atau
banyaknya
melakukan
hal yang saya
peningkatan diri
dapat pelajari
membangun keahlian
baru
meningkatkan kompetensi, serta
mencoba
memenuhi sesuatu hal yang menantang dan untuk mencoba mendapatkan pemahaman (Midgley dalam Schunk et al, 2014).
a. Orientasi tujuan
Fokus
pada
1. Saya
performance
penilaian
menganggap
approach
orang
diartikan
terhadap
bahwa siswa
sebagai
kemampuan
lain di kelas
orientasi tujuan
diri
berpikir saya
lain
penting
yang
mengerjakan
menekankan
tugas dengan
fokus
baik
pada
menampilkan
2. Salah satu
kompetensi atau
yang menjadi
kemampuan dan
tujuan saya
Hubungan antara..., Syahrieal Amri Hadi, FPSI UI, 2014
bagaimana
adalah
kemampuan itu
menunjukkan
dinilai
oleh
kepada orang
orang
lain
lain bahwa
(Midgley dalam
saya dapat
Schunk
mengerjakan
et
al
2014).
tugas dengan baik
Orientasi performance
tujuan
avoidance
diartikan sebagai orientasi
Fokus
pada
1. Penting bagi
menghindari
saya agar
kegagalan
saya tidak
tujuan yang menekankan
terlihat
pentingnya
kurang pandai
untuk
menghindari kegagalan dan
di kelas
terlihat tidak kompeten di
2. Salah satu
dalam suatu tugas (Midgley
tujuan saya
dalam Schunk et al, 2014)
adalah supaya orang lain tidak berpikir bahwa saya kurang pandai di kelas
Suatu tes dinyatakan reliabel apabila memiliki koefisien alpha cronbach di atas 0,6 (Nunnaly dan Bernstein, 1994). Dari hasil perhitungan diketahui alat ukur orientasi tujuan memiliki validitas dan reliabilitas sebagai berikut: a. Sub skala mastery terdiri dari 5 item memiliki validitas antara 0,295 sampai 0,760 dan memiliki reliabilitas sebesar 0,745. b. Sub skala performance approach terdiri dari 5 item memiliki validitas antara 0,361 sampai 0,780 dan memiliki reliabilitas sebesar 0,783.
Hubungan antara..., Syahrieal Amri Hadi, FPSI UI, 2014
c. Sub skala performance avoidance terdiri dari 4 item memiliki validitas antara 0,312 sampai 0,655 dan memiliki reliabilitas sebesar 0,635. Dengan demikian alat ukur orientasi tujuan dapat dinyatakan valid dan reliabel karena memiliki koefisien validitas di atas 0,2 dan koefisien alpha cronbach di atas 0,6.
Hipotesis Hipotesis alternatif dalam penelitian ini adalah Ha1: Ada hubungan yang signifikan antara persepsi keterlibatan ayah dengan orientasi tujuan mastery. Ha2: Ada hubungan yang signifikan antara persepsi keterlibatan ayah dengan orientasi tujuan performance approach Ha3:
Ada hubungan yang signifikan antara persepsi keterlibatan ayah dengan orientasi
tujuan performance avoidance
Teknik Pengambilan Data Data dalam penelitian ini diperoleh melalui kuesioner. Peneliti melaksanakan pengambilan data penelitian pada tanggal 9 Juni 2014. Teknik sampling yang digunakan adalah accidental sampling.
Responden Penelitian Karakteristik partisipan penelitian sebagai sampel pada penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Remaja berusia 12 sampai 15 tahun b. Siswa SMP di Depok c. Ayah kandung masih hidup.
Hasil Hubungan Antara Persepsi Keterlibatan Ayah dan Orientasi Tujuan Mastery R 0,262
Sig. (2-tailed)
N (Orang)
0,012
91
Hubungan antara..., Syahrieal Amri Hadi, FPSI UI, 2014
*. Correlation is significant at the 0,05 level (2-tailed) Dari hasil pengolahan data diketahui variabel persepsi keterlibatan ayah memiliki korelasi yang positif dan signifikan dengan variabel orientasi tujuan subskala mastery. Korelasi sebesar +0,262, n= 91, P<0,05, two tailed. Dengan demikian semakin tinggi persepsi keterlibatan ayah maka semakin tinggi pula orientasi tujuan subskala mastery yang dimiliki oleh partisipan. Hubungan Antara Persepsi Keterlibatan Ayah dan Orientasi Tujuan Performance Approach R 0,235
Sig. (2-tailed)
N (Orang)
0,025
91
*. Correlation is significant at the 0,05 level (2-tailed) Dari hasil pengolahan data diketahui variabel persepsi keterlibatan ayah memiliki korelasi yang positif dan signifikan dengan variabel orientasi tujuan subskala performance approach. Korelasi sebesar +0,235, n= 91, P<0,05, two tailed. Dengan demikian semakin tinggi persepsi keterlibatan ayah maka semakin tinggi pula orientasi tujuan subskala performance approach yang dimiliki oleh partisipan. Hubungan Antara Persepsi Keterlibatan Ayah dan Orientasi Tujuan Performance Avoidance R 0,178
Sig. (2-tailed)
N (Orang)
0,091
91
Dari hasil pengolahan data diketahui variabel persepsi keterlibatan ayah memiliki korelasi yang positif namun tidak
signifikan dengan variabel orientasi
tujuan subskala performance avoidance. Korelasi sebesar +0,178, n= 91, P>0,05, two tailed. Dengan demikian tidak ada makna dari korelasi antara persepsi keterlibatan ayah dan orientasi tujuan performance avoidance.
Diskusi
Orientasi tujuan mastery dapat diprediksi oleh persepsi keterlibatan ayah. Orientasi tujuan mastery diartikan sebagai fokus pada belajar, menguasai tugas berdasarkan standar yang ditetapkan diri sendiri atau melakukan peningkatan diri membangun keahlian baru
Hubungan antara..., Syahrieal Amri Hadi, FPSI UI, 2014
meningkatkan kompetensi, serta mencoba memenuhi sesuatu hal yang menantang dan untuk mencoba mendapatkan pemahaman (Midgley dalam Schunk et al, 2014). Keterlibatan ayah yang dirasakan oleh seorang anak dapat memprediksi tingkah laku anak untuk menguasai pelajaran yang dipelajari. Muncul tingkah laku ingin menambah pengetahuan baru dalam pelajaran. Selain penguasaan materi pelajaran, keterlibatan ayah dapat memprediksi tingkah laku mencoba mendapatkan pemahaman dari hal yang dipelajari. Keterlibatan ayah yang terdiri dari engagement, accessibility dan responsibility memprediksi tingkah laku yang positif berkaitan dengan pendidikan anak yaitu orientasi tujuan mastery. Ayah dapat menjadi contoh bagi anaknya mengenai cara bertingkah laku. Begitu juga mengenai tingkah laku responsibility. Ketika ayah dipersepsi anak memiliki responsibility yang tinggi maka ia pada saat yang bersamaan dapat menjadi mentor mengenai bagaimana cara bertingkah laku responsibility. Ketika anak belajar dari ayahnya mengenai tingkah laku responsibility maka hal ini dapat terbawa pada kehidupan sehari-hari pada konteks yang berbeda. Salah satu konteks yang dapat menjadi tempat munculnya tingkah laku responsibility anak adalah bidang pendidikan. Ketika anak memiliki responsibility yang tinggi maka ia akan lebih bertanggung jawab mengenai tugas-tugas pelajaran yang ia kerjakan. Dengan adanya perasaan tangggung jawab maka anak tidak akan mentelantarkan tugas-tugas pelajaran. Ia akan berusaha sekuat tenaga untuk menyelesaikan tugas-tugas pelajaran. Dengan adanya tingkah laku responsibility maka anak dapat memiliki rasa penguasaan dalam menyelesaikan tugas-tugas pelajaran. Hal ini dapat muncul disebabkan oleh adanya rasa memiliki terhadap tugas-tugas pelajaran pada diri anak. Rasa penguasaan tugas yang muncul akibat adanya tingkah laku responsibility yang dipelajari dari tingkah laku responsibility ayah dapat memprediksi munculnya tingkah laku orientasi tujuan mastery. Orientasi tujuan performance approach dapat diprediksi oleh persepsi keterlibatan ayah. Tujuan performance approach menekankan pentingnya menampilkan kemampuan serta kelebihan diri kepada orang lain saat melakukan tugas (Midgley dalam Schunk Et al, 2014). Persepsi keterlibatan ayah mampu memprediksi tingkah laku menampilkan kelebihan diri kepada orang lain saat melakukan tugas. Tingkah laku menampilkan kelebihan diri kepada orang lain sebagai orientasi tujuan dapat menjadi hal yang positif ketika hal ini dikaitkan dengan pencapaian akademis. Tiap orang yang memiliki orientasi tujuan performance approach akan menjadi saling berlomba-lomba meningkatkan kemampuan. Peningkatan kemampuan tersebut dibandingkan dengan kemampuan milik orang lain. Dengan demikian orientasi tujuan performance approach dapat bermanfaat bagi
Hubungan antara..., Syahrieal Amri Hadi, FPSI UI, 2014
pencapaian akademis seseorang. Pencapaian akademis dapat meningkat. Hal ini disebabkan munculnya rasa kurang puas dengan pencapaian yang telah didapatkan apabila dibandingkan dengan pencapaian orang lain yang berada di atas dirinya. Tingkah laku berlomba-lomba dalam bidang akademis dapat dimaknai menjadi hal yang positif dalam bidang akademis. Persepsi keterlibatan ayah pada bagian engagement dapat memprediksi orientasi tujuan performance approach. Hal ini disebabkan pada orientasi tujuan performance approach menekankan pada membandingkan hasil kinerja diri sendiri dengan kinerja orang lain. Engagement diartikan sebagai waktu yang dilalui ayah melalui interaksi secara langsung dengan anaknya (Lamb, 1986). Untuk dapat membandingkan diri sendiri dengan orang lain diperlukan adanya interaksi terlebih dahulu. Dari interaksi yang tinggi antara anak dengan ayah maka dapat menggambarkan engagement yang tinggi. Pada saat yang bersamaan interaksi yang terjadi antara anak dan ayah dipelajari untuk dilakukan pada konteks yang berbeda. Salah satu konteks yang dapat menjadi tempat munculnya engagement adalah bidang pendidikan. Dengan adanya interaksi yang tinggi antara diri sendiri dengan orang lain maka dapat menghasilkan kesempatan lebih besar untuk membandingkan hal-hal secara lebih mendalam. Dengan demikian persepsi keterlibatan ayah pada bagian engagement dapat memprediksi orientasi tujuan performance approach. Ceglowski (2010) dalam penelitiannya menyatakan bahwa self esteem dan attachment yang sehat secara signifikan dipengaruhi oleh hubungan yang positif dengan ayah. Hubungan yang positif dengan ayah dapat dimaknai sebagai engagement. Hal ini disebabkan interaksi positif yang terjadi dapat dikategorikan sebagai engagement. Engagement diartikan sebagai waktu yang dilalui ayah melalui interaksi secara langsung dengan anaknya (Lamb, 1986). Dengan adanya self esteem yang sehat memungkinkan seorang anak lebih membandingkan kinerja dirinya dengan kinerja orang lain sehingga menampilkan kelebihan dirinya dibandingkan dengan orang lain. Menampilkan kelebihan diri dibandingkan dengan orang lain dapat dikatakan termasuk orientasi tujuan performance approach. Dengan demikian persepsi keterlibatan ayah pada bagian engagement dapat memprediksi orientasi tujuan performance approach. Orientasi tujuan performance avoidance dapat diprediksi oleh persepsi keterlibatan ayah. Tujuan performance avoidance menekankan pentingnya untuk menghindari kegagalan dan terlihat tidak kompeten di dalam suatu tugas (Midgley dalam Schunk et al, 2014). Keterlibatan ayah yang dirasakan oleh seorang anak dapat memprediksi tingkah laku menghindari kegagalan dan terlihat tidak kompeten pada suatu tugas. Tingkah laku menghindari kegagalan dapat berdampak negatif bagi seseorang karena menjadi takut
Hubungan antara..., Syahrieal Amri Hadi, FPSI UI, 2014
mengambil resiko ketika mencoba hal-hal baru terkait peningkatan kemampuan diri di bidang akademis. Tingkah laku menghindari kegagalan membuat seseorang menetapkan standar yang tidak tinggi dalam belajar. Hal ini dapat dimaknai bahwa adanya perasaan takut gagal ketika melakukan sesuatu. Perasaan takut gagal ini membuat batasan antara peningkatan kemampuan dengan kemampuan yang dimiliki sekarang ini. Seseorang menjadi tidak ingin terlihat tidak kompeten dihadapan orang lain. Hal ini disebabkan adanya kemungkinan perasaan tidak nyaman ketika terlihat gagal dalam mengerjakan sesuatu dihadapan orang lain. Dengan demikian persepsi keterlibatan ayah dapat memprediksi hal negatif yaitu perilaku menghindari kegagalan dalam bidang akademis. Tingkah laku menghindari kegagalan berkaitan dengan rasa aman pada diri seseorang. Rasa aman tersebut dapat muncul dari adanya secure attachement pada diri seseorang. Secure attachment terbentuk melalui interaksi dengan orang tua. Salah satu orang tua merupakan ayah. Apabila seseorang menghindari kegagalan hal ini dapat dimaknai bahwa ia hanya ingin sesuatu yang aman sehingga tidak membuat dirinya terlihat tidak kompeten dihadapan orang lain.
Saran Saran Metodologis Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, peneliti menyarankan beberapa saran untuk penelitian selanjutnya. Saran tersebut sebagai berikut: 1. Melakukan perbaikan pada item-item alat ukur alat persepsi keterlibatan ayah. 2. Melakukan pengujian validitas alat ukur dengan metode lain seperti korelasi dengan alat ukur lain yang telah valid. 3. Menambahkan kriteria partisipan penelitian yaitu yang masih tinggal bersama dengan ayah. Hal ini diperlukan untuk meminimalisasi error yang mungkin terjadi apabila partisipan tidak tinggal dengan ayah mengisi kuesioner keterlibatan ayah.
Saran Praktis Selain saran metodologis, peneliti juga memberikan saran praktis dari hasil penelitian yang telah dilakukan. Saran tersebut sebagai berikut: 1. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan yang positif dan signifikan antara persepsi keterlibatan ayah dengan orientasi tujuan mastery. Hal ini dapat dimaknai
Hubungan antara..., Syahrieal Amri Hadi, FPSI UI, 2014
perlu adanya pendidikan pada ayah berupa pemberian informasi bahwa apabila ayah terlibat secara aktif dalam kehidupan anak dapat memprediksi peningkatan kemampuan
pendidikan
anak
melalui
orientasi
tujuan
mastery
yang
mementingkan penguasaan materi pelajaran. 2. Dari hasil penelitian dapat ditindaklanjuti oleh pihak sekolah untuk mengadakan acara seminar pada orang tua siswa mengenai pentingnya keterlibatan ayah terhadap kemampuan akademis anak. Dengan demikian terjadi penyebarluasan informasi hasil penelitian sehingga bermanfaat bagi masyarakat. 3. Pihak sekolah aktif menyampaikan kepada siswa mengenai pentingnya memiliki orientasi tujuan mastery dalam bidang akademis. Dengan familiarnya siswa dengan penekanan orientasi tujuan mastery oleh pihak sekolah maka dapat memperkecil kemungkinan siswa melakukan kecurangan saat ujian seperti mencontek. 4. Pihak sekolah aktif mengadakan perlombaan untuk memberikan ruang aktualisasi kemampuan akademis siswa. Sehingga kemampuan akademis siswa berupa orientasi tujuan mastery dan performance approach dapat bersinergi untuk meningkatkan pencapaian akademis siswa. Siswa tidak hanya mementingkan penguasaan materi pelajaran namun juga mementingkan pencapaian akademis sebagai hasil dan prestasi yang didapatkan melalui perlombaan. 5. Untuk orang tua perlu aktif mencari informasi mengenai manfaat peran orang tua pada pendidikan anak. Dengan demikian orang tua menjadi lebih paham mengenai bagaiamana cara mereka mendidik anak dengan baik. Informasi tersebut dapat didapatkan melalui buku-buku serta seminar.
Daftar Referensi
Aiken, L. R. & Groth-Marnat, G. (2006). Psychological testing and assessment. Boston: Pearson Education Group, Inc. Andrade, J., May, J. (2004). Cognitive Psychology. New York: Garland Science Bradford, K. P., Hawkins, A., Palkovitz, R., Christiansen, S. L., & Day, R. D. (2002). The inventory of father involvement: A pilot study of a new measure of father involvement. Journal of Men's Studies, 10(2), 183. Retrieved from http://search.proquest.com/docview/222613262?accountid=17242
Hubungan antara..., Syahrieal Amri Hadi, FPSI UI, 2014
Ceglowski, J. K. (2010). The impact of the relationship with the father on adult children's self-esteem, attachment, and emotional expressivity. (Order No. 1486298, California State University, Long Beach). ProQuest Dissertations and Theses,81. Retrieved from http://search.proquest.com/docview/756493840?accountid=17242. (756493840). Day, R. D., & Padilla-Walker, L. (2009). Mother and father connectedness and involvement during early adolescence. Journal of Family Psychology, 23(6), 900-904. doi:http://dx.doi.org/10.1037/a0016438 Guilford, J. P., & Fruchter, B. (1981). Fundamental statistic in psychology and education. New York: McGraw-Hill. Kumar, R. (2005). Research methodology: A step by step guide for beginners. London: SAGE Publications. Lamb, M. E. (1986). The Father`s Role Applied Perspectives. New York: John Willey & Sons, Inc Lamb, M.E. (2003). The Role of Father in Child Development 4th Edition. New York: Wiley Lamb, M.E. (2010). The Role of Father in Child Development 5th Edition. New York: Wiley Mendoza, C. D. (2012). Parental involvement and student motivation: A quantitative study of the relationship between student goal orientation and student perceptions of parental involvement among 5th grade students. (Order No. 3551717, University of Southern California). ProQuest Dissertations and Theses, , 120. Retrieved from http://search.proquest.com/docview/1289080909?accountid=17242. (1289080909). Midgley, C., Maehr, M. L., Hruda, L. Z., Anderman, E., Anderman, L., Freeman, K. E., Gheen, M., Kaplan, A., Kumar, R., Middleton, M. J., Nelson, J., Roeser, R., Urdan, T. (2000). The manual for the patterns of adaptive learning scales (PALS). Ann Arbor: University of Michigan Press. Nunnaly, J., & Bernstein, I. (1994). Psychometric theory. New York: McGraw-Hill, Inc. Papalia, Diane E., Old, Sally W. (1992). Human Development. Papalia, Diane E., Old, Sally W., Feldman, Ruth D. (2008). Human Development 5th edition. New York: Mc Graw Hill Inc Jakarta: Kencana Prenada Media Group Putra, Fhardiyan. (2012). Hubungan antara Tanggung Jawab dan Orientasi Tujuan pada Siswa Kelas Delapan di Depok. Skripsi. Tidak diterbitkan. Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia Ratih, Ni Komang. (2012). Hubungan Tingkat Kecemasan Terhadap Koping Siswa SMUN Dalam Menghadapi Ujian Nasional. Tidak diterbitkah. Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia Rusk, N., & Rothbaum, F. (2010). From stress to learning: Attachment theory meets goal orientation theory. Review of General Psychology, 14(1), 31-43. doi:http://dx.doi.org/10.1037/a0018123
Hubungan antara..., Syahrieal Amri Hadi, FPSI UI, 2014
Santrock, J. W. (1990). Adolescence 4th Edition. Iowa: Wm. C. Brown Publishers Santrock, J. W. (2003). Adolescence 6th Edition. Jakarta: Penerbit Erlangga Sarwono, Sarlito W. (2001). Psikologi Remaja. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Schoppe-Sullivan, S., McBride, B. A., & Ho, M. R. (2004). Unidimensional versus multidimensional perspectives on father involvement. Fathering, 2(2), 147. Retrieved from http://search.proquest.com/docview/222723005?accountid=17242 Schunk et al. (2014). Motivation in Education Theory, Research and Applications. London: Pearson Education Sideridis, G. D. (2005). Goal orientation, academic achievement, and depression: Evidence in favor of a revised goal theory framework. Journal of Educational Psychology, 97(3), 366375. doi:http://dx.doi.org/10.1037/0022-0663.97.3.366 Vernon, M.D. (1965). The Psychology of Perception. Baltimore: Penguin Books http://www.merdeka.com/peristiwa/laporan-kecurangan-un-smp-tahun-ini-menurun.html Diakses Minggu 27 April 2014 Pukul 14. 41 WIB. http://www.tribunnews.com/metropolitan/2013/06/10/icw-laporkan-kecurangan-un-2013-ke-irjen-kemendikbud diakses Minggu 27 April 2014 Pukul 14. 40 WIB.
http://www.inherent-dikti.net/files/sisdiknas.pdf diakses 1 Mei 2014 Pukul 14.39 WIB http://www.umich.edu/~pals/PALS%202000_V13Word97.pdf diakses 24 Mei 2014 Pukul 13.57 WIB http://www.apa.org/pi/families/resources/changing-father.aspx?item=2 diakses 7 Juli 2014 Pukul 10.57 WIB
Hubungan antara..., Syahrieal Amri Hadi, FPSI UI, 2014