Hubungan antara Penggunaan Internet dengan Psychological Well-Being pada Mahasiswa Universitas Indonesia Akhmad Ramdhanu, Siti Dharmayati B. U. Lubis Fakultas Psikologi Universitas Indonesia Penelitian ini ditujukan untuk melihat hubungan antara penggunaan Internet dengan psychological well-being pada mahasiswa Universitas Indonesia. Partisipan penelitian ini adalah mahasiswa program Sarjana Strata Satu dan Diploma Tiga Universitas Indonesia sebanyak 66 orang. Penggunaan Internet diukur dengan alat ukur Internet Attitude Scale yang dibuat oleh Eric B. Weiser pada tahun 2001. Psychological well-being diukur dengan PWB Scale yang dikembangkan oleh Carol D. Ryff pada tahun 1995, dan telah diadaptasi ke dalam bahasa Indonesia oleh kelompok payung penelitian psychological wellbeing Fakultas Psikologi Universitas Indonesia pada tahun 2011 (Larasati, 2012). Berdasarkan hasil penghitungan korelasi Pearson Product Moment, diperoleh koefisien korelasi sebesar 0.362 dengan nilai signifikansi sebesar 0.003 (p<0.01). Ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara penggunaan Internet dengan psychological well-being pada mahasiswa Universitas Indonesia. Kata kunci: penggunaan Internet, psychological well-being, mahasiswa, Universitas Indonesia The objective of this study was to see the correlation between Internet use and psychological well-being among Universitas Indonesia students. Participants of this research were 66 students among undergraduate and vocational program of Universitas Indonesia. Internet use was measured using Internet Attitude Scale, constructed by Eric B. Weiser in 2001. Psychological wellbeing was measured using PWB Scale constructed by Carol D. Ryff in 1995, and had been adapted by psychological well-being research group of Fakultas Psikologi Universitas Indonesia in 2011 (Larasati, 2012). The coefficient of Pearson Product Moment reported was 0.362, with 0.003 significance value (p<0.01). Those numbers indicated that there was significant correlation between Internet use and psychological well-being among Universitas Indonesia Students. Keywords: Internet use, psychological well-being, students, Universitas Indonesia Pada abad ke-21 terjadi banyak perubahan dan perkembangan dunia yang mempengaruhi kehidupan manusia.
Salah satu perkembangan yang paling berpengaruh
terdapat pada bidang teknologi, terutama teknologi informasi. Internet adalah salah satu produk inovatif dalam bidang tersebut, yang menawarkan berbagai macam kemudahan untuk mendukung berkembangnya kualitas hidup manusia. Pada bulan Juni 2011 di Jenewa, Swiss, diadakan sidang sesi ketujuhbelas dari Human Right Council PBB. Sidang ini menghasilkan sebuah laporan yang berjudul ‘Report of the Special Rapporteur on the Promotion and
Hubungan antara..., Akhmad Ramdhanu, FPsi UI, 2013
Protection of the Right to Freedom of Opinion and Expression’ yang dirangkum oleh notulis sekaligus juru bicara khusus untuk PBB Frank LaRue dari Guatemala. Laporan tersebut menghasilkan beberapa pernyataan, salah satunya adalah bahwa Internet telah menjadi bagian dari kebutuhan dasar manusia (LaRue, 2011). Kubey, Lavin, & Barrows (2001) menyatakan bahwa para peneliti telah memberi perhatian lebih terhadap pemanfaatan Internet di dalam dunia pendidikan yang mengalami peningkatan selama sepuluh tahun terakhir, terutama pada siswa perguruan tinggi. Penelitian oleh Işiklar (2012) pun menyebutkan bahwa kelompok yang paling rentan terhadap kondisi kesejahteraan psikologis akibat penggunaan Internet adalah mahasiswa. Morahan-Martin dan Schumaker (2000) pun menyebutkan bahwa kelompok mahasiswa adalah yang paling berisiko mengalami penggunaan Internet patologis (pathological Internet use). Peran sosial mahasiswa membuat mereka memiliki tuntutan untuk lebih banyak menggunakan Internet dibandingkan saat mereka belum menjadi mahasiswa. Secara umum, penggunaan Internet adalah hal yang penting bagi mahasiswa di universitas yang modern seperti Universitas Indonesia.
Keterlibatan Internet di dalam
kehidupan mahasiswa universitas ini beragam, mulai dari sistem informasi akademis yang disebut dengan SIAK-NG (Sistem Informasi Akademis-New Generation), hingga sistem perkuliahan yang melibatkan komputer dan jaringan Internet (CML, atau Computer Mediated Learning). Sistem-sistem ini telah mulai dikenalkan pada masa orientasi belajar mahasiswa baru. Ini menunjukkan bahwa keterlibatan jaringan Internet di dalam sistem pendidikan Universitas Indonesia sangatlah penting. Mahasiswa dikenalkan dengan sistem ini semenjak dini, karena hampir segala urusan yang berkaitan dengan perkuliahan melibatkan jaringan ini. Penelitian-penelitian pada sekitar satu dekade terakhir menunjukkan bahwa semakin hari tujuan manusia menggunakan Internet semakin beragam, dan dapat digolongkan secara lebih mendetil. Salah satu pemrakarsa penggolongan penggunaan Internet adalah Weiser (2001). Penelitian ini merupakan salah satu penelitian perintis yang berusaha menggolongkan pengunaan Internet berdasarkan kebutuhan-kebutuhan dasar, dan melihat efek atau konsekuensi sosial dan psikologis atas penggunaan Internet. Weiser (2001) menggolongkan penggunaan Internet ke dalam dua dimensi besar, berdasarkan orientasi sosial dan informasi. Semakin hari semakin banyak kebutuhan manusia yang dapat terpenuhi melalui penggunaan Internet. Manusia memiliki kebutuhan-kebutuhan untuk dipenuhi dalam hidupnya. Apabila manusia dapat memenuhi seluruh kebutuhan-kebutuhan hidupnya, manusia akan merasa bahagia. Kebahagiaan pun dianggap sebagai tujuan tertinggi dalam hidup manusia.
Hubungan antara..., Akhmad Ramdhanu, FPsi UI, 2013
Perasaan bahagia yang dialami oleh manusia erat kaitannya dengan kesejahteraan hidup, atau well-being. Sejak lebih dari setengah abad yang lalu, peneliti-peneliti di bidang psikologi tertarik untuk mempelajari lebih lanjut mengenai kebahagiaan sebagai salah satu faktor penentu kesejahteraan dan kesehatan mental. Hal ini didasari oleh kenyataan bahwa sejak kelahirannya, ilmu psikologi lebih fokus pada aspek-aspek negatif, seperti penderitaan dan kesedihan, dibandingkan fungsi-fungsi positif dalam diri manusia (Ryff, 1989). Salah satu istilah yang muncul terkait hubungan antara kebahagiaan dengan kesejahteraan adalah psychological well-being, yang menurut terjemahan bebas berarti kesejahteraan psikologis. Permasalahan yang ingin dijawab dalam penelitian ini dirumuskan dalam pertanyaan: Apakah terdapat hubungan antara penggunaan Internet dengan psychological well-being pada mahasiswa Universitas Indonesia?
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
bagaimana hubungan penggunaan Internet dengan psychological well-being pada mahasiswa Universitas Indonesia. Kehidupan mahasiswa modern saat ini tidak terlepas dari penggunaan Internet. Penelitian ini berusaha untuk melihat hubungan penggunaan Internet di kalangan mahasiswa terhadap kesejahteraan diri psikologis mereka. Secara teoretis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pemahaman terhadap hubungan antara pemakaian Internet menurut Weiser dengan konsep psychological well-being menurut Ryff yang belum banyak diteliti di Indonesia. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih mengenai dimensi penggunaan Internet yang paling mendasar menurut Weiser. Secara praktis, penelitian ini dapat menjadi penambah wawasan dalam hal penggunaan Internet dan hubungannya dengan kesejahteraan psikologis, khususnya pada kalangan mahasiswa. Hasil yang didapat dalam penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan mahasiswa agar lebih bijak dalam menggunakan Internet. Penelitian ini juga dapat berkontribusi dalam menjadi acuan maupun referensi dalam penelitian-penelitian di masa depan yang bertemakan sejenis.
TINJAUAN TEORI Purwadi (1995) memberikan pandangan dasar yang menggambarkan pengertian Internet secara umum. Internet didefinisikan olehnya sebagai sebuah jaringan yang terdiri dari berbagai macam ukuran jaringan komputer di seluruh dunia, mulai dari sebuah komputer personal, jaringan-jaringan lokal berskala kecil, jaringan-jaringan kelas menegah, hingga jaringan-jaringan utama yang menjadi tulang punggung jaringan-jaringan di bawahnya secara teknis. Jaringan-jaringan ini saling atau berkomunikasi satu sama lain dengan berbasis suatu protokol, atau suatu aturan komunikasi tertentu antar jaringan komputer, sehingga setiap
Hubungan antara..., Akhmad Ramdhanu, FPsi UI, 2013
pemakai dari setiap jaringan dapat saling mengakses semua layanan yang disediakan oleh jaringan lainnya. Lebih lanjut, Purwadi (1995) membedakan pengertian Internet berdasarkan penulisannya. Kata ‘internet’ (dituliskan dengan huruf ‘i’ kecil sebagai huruf awal) berarti suatu jaringan yang melibatkan komputer-komputer, dan komputer-komputer yang terhubung tersebut dapat berkomunikasi satu sama lain walaupun perangkat keras dan perangkat lunaknya berlainan (sering kali disebut juga internet-working). Kata ‘Internet’ (dituliskan dengan huruf ‘I’ besar sebagai huruf awal) berarti jaringan dari sekumpulan jaringan (networks of networks) yang terdiri dari jutaan komputer yang dapat berkomunikasi satu sama lain dengan menggunakan protokol yang sama. Protokol yang digunakan tersebut adalah Transmission Control Protocol/Internet Protocol (TCP/IP). Berdasarkan beberapa pandangan mengenai definisi Internet di atas, peneliti membuat suatu kesimpulan, bahwa Internet adalah sebuah sistem telekomunikasi global yang menghubungkan komputer-komputer di seluruh dunia di dalam sebuah jaringan, dan komputer-komputer yang terhubung dapat berinteraksi satu sama lain untuk melakukan pertukaran informasi dalam bentuk data. Penelitian ini menggunakan istilah ‘Internet’ (dengan huruf ‘I’ besar sebagai huruf awal) karena definisinya memberikan gambaran yang lebih mendalam dan mudah dipahami, serta penggunaan istilah berdasarkan definisi yang dimaksud lebih umum. Penggunaan Internet pada manusia umumnya didasari oleh beberapa kepentingan atau kebutuhan utama. Beberapa peneliti berusaha menggolongkan jenis-jenis penggunaan Internet melalui berbagai macam aktivitas yang biasa dilakukan oleh penggunanya. Weiser (2001) berusaha menggolongkan penggunaan Internet ke dalam dua dimensi besar, yaitu Socio-Affective Regulations (SAR) dan Goods-and-Information Acquisition (GIA). Penggolongan macam ini menggambarkan dua kebutuhan dasar manusia yang dapat terpenuhi dalam penggunaan Internet.
Kebutuhan-kebutuhan ini pun sejalan dengan
kegunaan Internet sebagai sebuah bentuk media, yaitu kebutuhan sosial dan informasional (Weiser, 2001). SAR berarti representasi kebutuhan akan afiliasi dan afeksi manusia dengan manusia lainnya, seperti menjalin hubungan sosial dan interpersonal melalui Internet. Dimensi SAR menggambarkan orientasi sosial atau interpersonal seseorang dalam menggunakan Internet. GIA adalah representasi dari kebutuhan informasional manusia dalam menggunakan Internet, termasuk di dalamnya mencari pengetahuan baru, menggunakan jasa, dan membeli barang-barang secara online. Dimensi GIA menggambarkan orientasi informasi dalam penggunaan Internet.
Peneliti menggunakan teori dari Weiser karena teori ini
Hubungan antara..., Akhmad Ramdhanu, FPsi UI, 2013
memberikan penggolongan dasar dari segala macam kebutuhan penggunaan Internet yang semakin berkembang dari hari ke hari. Well-being adalah sebuah konsep dinamis yang melibatkan tiga hal pada umumnya, yaitu subjektif, sosial, dan psikologis, serta perilaku-perilaku yang berhubungan dengan kesehatan (Seifert, 2005). Studi mengenai psychological well-being, atau well-being dalam konteks psikologis, telah dimulai lebih dari tiga puluh tahun yang lalu. Salah satu pengemuka teori ini adalah Ryff (1989, 1995), yang berangkat dari konsep yang dikemukakan oleh Aristoteles yaitu eudaimonia yang berasal dari bahasa Yunani yang berarti kebahagiaan. Lebih lanjut, eudaimonia didefinisikan sebagai ‘the feelings accompanying behavior in the direction of, and consistent with, one's true potential’ (Ryff, 1989). Dalam memandang kebahagiaan, Aristotle (1947, dalam Seifert, 2005) mengutarakan bahwa eudaimonia adalah tujuan yang tertinggi dan terpenting yang harus dicapai oleh manusia. Tokoh-tokoh
psikologi
humanistik
seperti
Maslow,
Rogers,
dan
Fromm
mengembangkan teori-teori berdasarkan fungsi positif dalam diri manusia, dengan kebahagiaan sebagai salah satu tujuan akhirnya (Cherry, 2013).
Seligmann dan
Csikszentmihalyi (2000) mengembangkan teori mengenai positive psychology, yang bertujuan untuk membantu manusia agar menjadi lebih bahagia dengan memaksimalkan fungsi-fungsi positif dalam diri manusia.
Teori-teori tersebut merupakan contoh bahwa kebahagiaan
merupakan salah satu indikator tercapainya kesejahteraan hidup, dengan memberdayakan seluruh fungsi positif dalam diri manusia. Ryff (1989) berpendapat bahwa psychological well-being tidak hanya sekedar mengenai kebahagiaan dan kepuasan hidup semata (Seifert, 2005), oleh karena itu ada enam dimensi dari psychological well-being yang diformulasikan olehnya, yaitu: 1. Self-acceptance. Didefinisikan sebagai salah satu bagian dari kesehatan mental seseorang yang mencakup karakteristik aktualisasi diri, fungsi optimal diri, dan kedewasaan (Ryff, 1989). Ketika seseorang merasa baik dan nyaman terhadap dirinya sendiri, bahkan apabila ia menyadari bahwa ada kelemahan diri mereka yang mereka akui dan terima dengan baik, ini menunjukkan bahwa ia memiliki tingkat self-acceptance atau penerimaan diri yang tinggi (Seifert, 2005). 2. Positive relations with others. Bahwa seseorang dapat menjalin hubungan baik dengan orang lain adalah hal yang dipertimbangkan dalam mencapai kesehatan mental (Ryff, 1989). Seseorang dengan psychological well-being yang baik tentu dapat merasakan empati dan afeksi terhadap
Hubungan antara..., Akhmad Ramdhanu, FPsi UI, 2013
orang lain, dan dapat membina hubungan cinta, pertemanan, dan hubungan baik lainnya. Ini juga merupakan ciri dari kematangan diri. 3. Autonomy. Adalah kemampuan untuk mengevaluasi diri, berdasarkan standar personal yang telah ditentukan oleh dirinya sendiri, tidak terkontrol oleh orang lain (Seifert, 2005). Hal seperti ini dapat terlihat pada pengambilan keputusan dalam hidup, bahwa seseorang yang memiliki autonomy akan memiliki kuasa penuh akan dirinya sendiri namun juga bertanggung jawab akan pilihannya tersebut.
Oleh karena itu, selain dapat
menggambarkan kematangan dan kesehatan mental, autonomy juga dapat dijadikan salah satu dimensi dalam memberikan gambaran psychological well-being seseorang (Ryff, 1989). 4. Environmental mastery. Adalah kemampuan individu untuk memilih atau menguasai lingkungan hidup yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan fisiknya (Ryff, 1989). Chang (Seifert, 2005) mendefinisikan environmental mastery sebagai kemampuan seseorang dalam memanipulasi lingkungannya sehingga dapat memenuhi kebutuhannya.
Bradburn
(1969, dalam Seifert, 2005) mengemukakan bahwa kehidupan sehari-hari yang normal dapat menimbulkan masalah tertentu, namun seseorang dengan kesehatan mental yang baik pasti dapat berespon dengan baik dalam mengatasi permasalahan yang muncul. Hal ini yang mendasari, bahwa environmental mastery penting dalam memahami psychological well-being seseorang. 5. Purpose in life. Kesehatan mental juga mencakup keyakinan di dalam diri seseorang bahwa ia mempunyai tujuan dalam hidupnya (Ryff, 1989). Menemukan tujuan di dalam hidup adalah sebuah proses, bahwa seseorang menentukan sebuah tujuan yang mempunyai arti tertentu bagi dirinya.
Kemampuan untuk menjalani sebuah kehidupan yang
mempunyai tujuan telah dibuktikan berkorelasi positif terhadap kesehatan mental (McKnight dan Kashdan, 2009, dalam Seifert, 2005). 6. Personal growth. Fungsi psikologis yang optimal tidak hanya mencakup bahwa seseorang mencapai atau meraih suatu karakteristik kepribadian tertentu yang belum terdapat pada dirinya, namun juga bagaimana ia mengembangkan kemampuan yang telah ada di dalam dirinya. Ketika seseorang menyadari bahwa di dalam dirinya terdapat potensi yang bisa dikembangkan, dan ia mau untuk mengembangkannya, maka ia memiliki
Hubungan antara..., Akhmad Ramdhanu, FPsi UI, 2013
pandangan mengenai personal growth yang baik.
Oleh karena itu, Ryff (1989)
mengemukakan bahwa kesadaran akan personal growth ini dapat menjadi acuan dalam mengukur kesehatan mental seseorang, dan termasuk ke dalam salah satu dimensi psychological well-being. Mahasiswa bukanlah anak-anak, namun belum dapat dikatakan dewasa (Smolak, 1993). Lebih lanjut, Smolak (1993) menyatakan bahwa usia mahasiswa rata-rata dalah 18-22 tahun. Menurut McCandles dan Coop (dalam Larasati, 2012), seseorang dapat dikatakan dewasa apabila ia telah mandiri secara finansial serta siap untuk menikah dan membesarkan anak. Menurut batasan usia mahasiswa menurut Smolak dan Sarwono, mahasiswa berada pada transisi antara remaja dan dewasa. Lebih spesifik, mahasiswa berada di antara masa remaja akhir (11-20 tahun, menurut Papalia, Olds, dan Feldman, 2007) dan masa dewasa muda (20-40 tahun, menurut Papalia, Olds, dan Feldman, 2007). Masa ini disebut juga masa transisi, atau yang dalam Papalia, Olds, dan Feldman (2007) disebut masa emerging adulthood. Pada masa ini, seseorang belum dapat disebut dewasa, namun telah beranjak meninggalkan masa remajanya. Ciri dari masa remaja, menurut Papalia, Olds, dan Feldman (2007) adalah adanya perubahan fisik, ditandai dengan pubertas. Pubertas ini menyebabkan terjadinya perubahan perilaku dan konsep diri. Hall (dalam Larasati, 2012), menyatakan bahwa pada masa remaja, seseorang akan mengalami stres dan banyak cobaan yang disebabkan oleh adanya perubahan hormonal dalam tubuhnya. Di masa ini, seseorang dipersiapkan untuk menerima tanggung jawab yang lebih besar, seperti menikah, atau melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi (Papalia, Olds, dan Feldman, 2007). Perkembangan kognitif juga terjadi pada masa ini, bahwa remaja mulai dapat berpikir secara abstrak dan sudah dapat menilai sesuatu berdasarkan norma yang ada. Batasan usia mahasiswa yang digunakan dalam penelitian ini adalah 17-24 tahun, karena menurut norma pendidikan di Indonesia, pada usia tersebutlah seseorang menjalani pendidikan di perguruan tinggi, pada jenjang Strata 1 maupun Diploma 3.
METODE PENELITIAN Masalah utama pada penelitian ini adalah: ‘Apakah terdapat hubungan antara penggunaan Internet dengan psychological well-being pada mahasiswa pengguna Internet?’ Selain itu, terdapat masalah turunan dalam penelitian ini, yaitu: ‘Apakah terdapat hubungan antara masing-masing dimensi penggunaan Internet dengan psychological well-being mahasiswa pengguna Internet?’
Hubungan antara..., Akhmad Ramdhanu, FPsi UI, 2013
Variabel 1: Penggunaan Internet Definisi konseptual: penggunaan Internet adalah kegiatan mengakses jaringan Internet secara langsung, memanfaatkan konten-konten yang ada di dalamnya, dan juga bekerja dengan aplikasi-aplikasi yang membutuhkan jaringan Internet. Definisi operasional: penggunaan Internet dioperasionalkan melalui skor yang diperoleh berdasarkan Internet Attitude Survey yang dikembangkan pada tahun 2001 oleh Weiser. Jenis penggunaan Internet menurut alat ukur tersebut dibedakan menjadi dua macam faktor, yaitu Socio-Affective Regulations (SAR) dan Goods-and-Information Acquisition (GIA). Tinggi rendahnya skor pada alat ukur tersebut menggambarkan tinggi rendahnya tingkat penggunaan Internet pada subjek. Variabel 2: Psychological Well-Being Definisi konseptual: Ryff (1989) mendefinisikan konsep psychological well-being sebagai evaluasi subjektif akan potensi yang dimiliki dalam menghadapi tantang kehidupan guna mencapai kesempurnaan. Hal tersebut terbagi ke dalam enam dimensi yang terdiri dari penerimaan diri, hubungan positif dengan orang lain, otonomi, penguasaan lingkungan, tujuan hidup dan pertumbuhan pribadi. Definisi operasional: operasionalisasi psychological well-being didapat melalui hasil skor total PWB Scale, yang dikembangkan pada tahun 1995 oleh Ryff. Alat ukur ini terdiri dari 18 butir item, dengan rentang nilai 1-6 pada masing-masing item-nya. Rentang skor total yang mungkin didapat melalui alat ukur ini adalah 18-108. Tinggi rendahnya skor pada alat ukur ini menggambarkan tingkat kesejahteraan psikologis subjek. Hipotesis nol dari penelitian ini adalah: Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara penggunaan Internet dengan psychological well-being pada mahasiswa pengguna Internet. Hipotesis alternatif dari penelitian ini adalah: Terdapat hubungan yang signifikan antara penggunaan Internet dengan psychological well-being pada mahasiswa pengguna Internet. Tipe dan Desain Penelitian Kumar (1999) membagi tipe penelitian ke dalam tiga perspektif, yaitu berdasarkan aplikasi penelitian, tujuan penelitian, dan tipe pemerolehan informasi yang akan dijadikan data dalam penelitian. Berdasarkan aplikasi, penelitian ini termasuk applied research. Ini berarti metode maupun informasi-informasi yang terdapat di dalam penelitian ini dapat
Hubungan antara..., Akhmad Ramdhanu, FPsi UI, 2013
diaplikasikan ke dalam sebuah kondisi tertentu. Tujuan dari penerapan tersebut adalah untuk meningkatkan pemahaman terhadap suatu fenomena, masalah, atau kebijakan (Kumar, 1999). Berdasarkan tujuan, penelitian ini termasuk tipe penelitian korelasional. Tipe ini, menurut Kumar (1999), berarti penelitian yang dilakukan berusaha melihat hubungan antara dua aspek di dalam sebuah situasi atau populasi tertentu. Penelitian ini dapat digolongkan demikian karena bertujuan untuk mengetahui hubungan antara penggunaan Internet dengan kondisi kesejahteraan psikologis pada mahasiswa. Berdasarkan metode pemerolehan data, penelitian ini termasuk tipe penelitian kuantitatif. Menurut Kumar (1999), sebuah penelitian dapat dikategorikan ke dalam tipe ini apabila di dalamnya terdapat kuantifikasi data yang diperoleh ke dalam bentuk angka-angka untuk kemudian diolah dengan perhitungan statistik.
Lebih lanjut, penelitian kuantitatif
merupakan penelitian yang menggunakan skor dari hasil penghitungan suatu variabel sehingga dapat diolah melalui analisis statistik untuk memperoleh interpretasi (Gravetter dan Forzano, 2009). Keuntungan dari penelitian tipe ini antara lain dapat menjawab beberapa masalah sekaligus, membuat kesimpulan terhadap suatu permasalahan, dan menghasilkan sebuah generalisasi terhadap suatu populasi (Kerlinger dan Lee, 2000). Desain penelitian dapat dibedakan ke dalam tiga hal, yaitu jumlah kontak pengambilan data, periode referensi masa penelitian, dan karakteristik investigatif penelitian (Kumar, 1999). Berdasarkan jumlah kontak pengambilan data, penelitian ini termasuk cross-sectional (one-shot) study, karena hanya melibatkan satu kali pengambilan data untuk diolah di dalam penelitian. Menurut periode referensi, penelitian ini termasuk retrospective study, karena penelitian ini menyelidiki fenomena, situasi, masalah, atau isu yang telah terjadi di masa lalu, dan data yang akan diteliti telah tersedia. Berdasarkan karakteristik investigatifnya, penelitian ini menggunakan desain non-eksperimental. Penelitian non-eksperimental dilakukan pada situasi alami dan variabel-variabel yang diteliti tidak dikenakan manipulasi (Kumar, 1999). Menurut Kerlinger dan Lee (2000), penelitian ini bersifat ex post facto. Ini berarti variabelvariabel yang ada dalam penelitian tidak dikontrol karena merupakan aspek yang telah muncul, dimiliki, dan melekat pada subjek penelitian, sehingga tidak dapat dimanipulasi. Partisipan Penelitian Populasi partisipan penelitian ini adalah mahasiswa aktif program Strata 1 Universitas Indonesia. Batasan usia bagi mahasiswa di Indonesia adalah sekitar 17-24 tahun. Pemilihan sampel, atau sampling, dilakukan karena tidak mungkin mengikutsertakan seluruh anggota populasi ke dalam penelitian, dengan memilih sebagian partisipan dari kelompok populasi yang sekiranya dapat memperkirakan dan meramalkan fakta, situasi, dan hasil penelitian
Hubungan antara..., Akhmad Ramdhanu, FPsi UI, 2013
terhadap populasi. Jenis teknik sampling yang dilakukan adalah non-probability sampling, karena teori probabilitas tidak digunakan dalam pengambilan sampel, sehingga semua anggota populasi tidak memiliki kesempatan yang sama (Kumar, 1999). Berdasarkan teknik ini, peneliti menggunakan tipe accidental sampling, atau yang menurut Kerlinger dan Lee (2000) disebut juga convenient sampling, yaitu pemilihan partisipan penelitian didasari oleh ketersediaan dan kemudahan peneliti dalam mengakses partisipan. mengadaptasi
metode
snowball
sampling,
dengan
meminta
Peneliti juga
partisipan
untuk
merekomendasikan orang lain yang memiliki karakteristik yang sama dengannya, untuk juga menjadi partisipan penelitian. Menurut Gravetter dan Forzano (2006), metode ini merupakan yang paling banyak dipakai dalam penelitian, karena paling mudah dan efisien dalam segi waktu maupun biaya. Instrumen Penelitian Instrumen utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner. Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua bagian yang masing-masing terdiri dari satu alat ukur. Sebelum masuk ke bagian-bagian tersebut, kuesioner diawali oleh bagian pembukaan yang berisi kata pengantar, penjelasan singkat mengenai penelitian, dan data diri pertisipan penelitian. Pada bagian pertama dari kuesioner terdapat alat ukur Internet Attitude Scale (IA Scale). Alat ukur ini terdiri dari satu pernyataan utama dan 19 item kesesuaian diri berupa pernyataan dan rentang angka 1-9 yang harus diisi oleh partisipan. Pada pembukaan bagian pertama terdapat instruksi pengisian kuesioner serta contoh cara mengisi item. Bagian kedua dari kuesioner adalah alat ukut Psychological Well-Being Scale (PWB Scale). Alat ukur ini terdiri dari 18 item berupa pernyataan dan skala kesetujuan diri sebanyak enam kolom dari Sangat Tidak Setuju hingga Sangat Setuju yang harus diisi oleh partisipan. Pada pembukaan bagian kedua pun terdapat instruksi pengisian kuesioner serta contoh cara mengisi item. Metode Analisis Data Dalam pengolahan data, peneliti menggunakan perangkat lunak SPSS 16. Metode yang digunakan dalam analisis data statistik deskriptif, Cronbach’s Alpha untuk mencari koefisien reliabilitas dan Pearson Product Moment. 1.
Statistik deskriptif digunakan untuk melihat gambaran latar belakang partisipan, seperti jenis kelamin, jurusan dan fakultas, serta usia.
2.
Teknik untuk mencari reliabilitas yang digunakan adalah Cronbach’s Alpha. Teknik ini digunakan untuk melihat apakah sebuah alat ukur konsisten dalam mengukur satu konstruk yang sama.
Hubungan antara..., Akhmad Ramdhanu, FPsi UI, 2013
3.
Teknik korelasi Pearson Product Moment digunakan untuk mencari derajat dan arah hubungan antar dua variabel (Gravetter dan Wallnau, 2007). Teknik ini akan digunakan untuk melihat korelasi antara skor total psychological wellbeing dengan skor total Internet Attitude Scale. Selain itu, teknik ini juga digunakan dalam melihat korelasi antara skor total psychological well-being dengan skor masing-masing dimensi pada Internet Attitude Scale
Batas
signifikansi yang digunakan adalah p<0,05 atau p<0,001.
HASIL DAN ANALISIS PENELITIAN Berdasarkan tabel, dapat diketahui bahwa mayoritas partisipan dalam penelitian ini adalah perempuan, dengan presentase 54.5%. Mayoritas partisipan berusia 19-20 tahun, yaitu sebesar 68.2% dari seluruh jumlah partisipan. Berdasarkan fakultasnya, partisipan-partisipan tersebar dalam 11 fakultas yang ada di Universitas Indonesia. Partisipan terbanyak terdapat pada Fakultas Ilmu Budaya, yaitu sebanyak 21 orang partisipan, atau 31.8% dari total jumlah partisipan.
Karena keterbatasan akses, waktu, dan koneksi, peneliti hanya mendapatkan
masing-masing satu orang partisipan untuk Fakultas Kedokteran, Fakultas Kedokteran Gigi, Fakultas Farmasi, dan Fakultas Vokasi.
Tidak terdapatnya partisipan pada dua fakultas
lainnya di Universitas Indonesia, yaitu Fakultas Ilmu Keperawatan dan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, adalah atas alasan yang sama dari peneliti. Tabel 4.1. Gambaran Persebaran Partisipan Penelitian Data Partisipan Jenis Kelamin
Usia
Fakultas
Jumlah
Presentase (%)
Laki-laki
30
45.5
Perempuan
36
54.5
Total
66
100
17- 18 tahun
4
6
19-20 tahun
45
68.2
21-22 tahun
13
19.7
23-24 tahun
4
6
Total
66
100
Fakultas Ekonomi
2
3
Fakultas Farmasi
1
1.5
Fakultas Hukum
5
7.6
Fakultas Ilmu Budaya
21
31.8
10
15.2
Hubungan antara..., Akhmad Ramdhanu, FPsi UI, 2013
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik 1
1.5
Fakultas Kedokteran
1
1.5
Fakultas Kedokteran Gigi
6
9.1
Fakultas Kesehatan Masyarakat
12
18.2
Fakultas Psikologi
6
9.1
Fakultas Teknik
1
1.5
Fakultas Vokasi
66
66
Total Gambaran psychological well-being pada partisipan dilihat berdasarkan total skor PWB Scale.
Skor rata-rata (mean score) PWB Scale pada 66 mahasiswa Universitas
Indonesia sebagai partisipan penelitian adalah 77.38, dengan nilai minimum 63 dan nilai maksimum 91 (SD = 6.480). Berikut ini adalah kategorisasi hasil penghitungan skor PWB Scale pada partisipan penelitian: Tabel 4.2. Kategori Skor PWB Scale Partisipan Penelitian Kelompok
Frekuensi
Persentase %
Tinggi (>79)
27
40,9
Rendah (≤79)
39
59.1
Total
66
100
Gambaran penggunaan Internet dilihat berdasarkan hasil skor total alat ukur Internet Attitude Scale.
Skor rata-rata (mean score) Internet Attitude Scale pada 66 mahasiswa
Universitas Indonesia sebagai partisipan penelitian adalah 109.67, dengan nilai minimum 74 dan nilai maksimum 149 (SD = 15.942). Berikut ini adalah kategorisasi hasil penghitungan skor psychological well-being pada partisipan penelitian: Tabel 4.3. Kategori Skor Internet Attitude Scale Partisipan Penelitian Kelompok
Frekuensi
Persentase %
Tinggi (>90)
58
87.9
Rendah (≤90)
8
12.1
Total
66
100
Skor rata-rata (mean score) dimensi SAR dari alat ukur Internet Attitude Scale pada 66 mahasiswa Universitas Indonesia sebagai partisipan penelitian adalah 29.91, dengan nilai
Hubungan antara..., Akhmad Ramdhanu, FPsi UI, 2013
minimum 14 dan nilai maksimum 55 (SD = 7.785). Berikut ini adalah kategorisasi hasil penghitungan skor psychological well-being pada partisipan penelitian: Tabel 4.4. Kategori Skor Dimensi SAR Partisipan Penelitian Kelompok
Frekuensi
Persentase %
Tinggi (>36)
11
16.7
Rendah (≤36)
55
83.3
Total
66
100
Skor rata-rata (mean score) dimensi GIA dari alat ukur Internet Attitude Scale pada 66 mahasiswa Universitas Indonesia sebagai partisipan penelitian adalah 39.36, dengan nilai minimum 21 dan nilai maksimum 52 (SD = 6.642). Berikut ini adalah kategorisasi hasil penghitungan skor psychological well-being pada partisipan penelitian: Tabel 4.5. Kategori Skor Dimensi GIA Partisipan Penelitian Kelompok
Frekuensi
Persentase %
Tinggi (>32)
53
80,3
Rendah (≤32)
13
19.7
Total
66
100
Hasil utama penelitian ini terbagi menjadi tiga korelasi, yaitu antara skor total Internet Attitude Scale dengan skor total PWB Scale, skor dimensi SAR dari Internet Attitude Scale dengan skor total PWB Scale, dan antara skor dimensi GIA dari Internet Attitude Scale dengan skor total PWB Scale. Dari hasil penghitungan statistik, didapatkan nilai korelasi antara skor total Internet Attitude Scale dengan skor total PWB Scale sebesar 0,408, dengan nilai signifikansi sebesar 0,001. Ini menunjukkan bahwa korelasi tersebut signifikan dalam batas signifikansi p<0,01 (two-tailed).
Terdapat hubungan yang signifikan antara penggunaan Internet dengan
psychological well-being pada mahasiswa pengguna Internet.
Semakin tinggi skor
penggunaan Internet pada mahasiswa, semakin tinggi pula psychological well-being mereka. Signifikansi ini menunjukkan bahwa hipotesis alternatif terpenuhi. Tabel 4.6. Korelasi Skor Total Internet Attitude Scale dengan Skor Total PWB Scale Correlations
TotalSkorIA
Pearson Correlation
TotalSkorIA
TotalSkorPWB
1
.408**
Hubungan antara..., Akhmad Ramdhanu, FPsi UI, 2013
Sig. (2-tailed)
TotalSkorPWB
.001
N
66
66
Pearson Correlation
.408**
1
Sig. (2-tailed)
.001
N
66
66
**. Correlation is significant at the 0,01 level (2-tailed).
Dari hasil penghitungan statistik, didapatkan nilai korelasi antara skor dimensi SAR dari Internet Attitude Scale dengan skor total PWB Scale sebesar 0,218, dengan nilai signifikansi sebesar 0,078 (p<0,05). Ini menunjukkan bahwa korelasi antar keduanya tidak signifikan. Tidak ada hubungan antara skor dimensi SAR dari Internet Attitude Scale dengan skor total PWB Scale. Tabel 4.7. Korelasi Skor Dimensi SAR dari Internet Attitude Scale dengan Skor Total PWB Scale Correlations
TotalSAR
Pearson Correlation
TotalSAR
TotalSkorPWB
1
.218
Sig. (2-tailed)
TotalSkorPWB
.078
N
66
66
Pearson Correlation
.218
1
Sig. (2-tailed)
.078
N
66
66
Dari hasil penghitungan statistik, didapatkan nilai korelasi antara skor dimensi GIA dari Internet Attitude Scale dengan skor total PWB Scale sebesar 0,325, dengan nilai signifikansi sebesar 0,008.
Ini menunjukkan bahwa korelasi signifikan dalam batas
signifikansi p<0,01 (two-tailed). Terdapat hubungan yang signifikan antara skor dimensi GIA dari Internet Attitude Scale dengan skor total PWB Scale. Tabel 4.8. Korelasi Skor Dimensi GIA dari Internet Attitude Scale dengan Skor Total PWB Scale Correlations
TotalGIA
Pearson Correlation Sig. (2-tailed)
TotalGIA
TotalSkorPWB
1
.325** .008
Hubungan antara..., Akhmad Ramdhanu, FPsi UI, 2013
N TotalSkorPWB
66
66 **
Pearson Correlation
.325
Sig. (2-tailed)
.008
N
66
1
66
**. Correlation is significant at the 0,01 level (2-tailed).
Terdapat hasil tambahan di dalam penelitian ini. Peneliti mencoba untuk mencari korelasi antara skor total alat ukur Internet Attitude Scale dengan tiap dimensi pada alat ukur PWB Scale. Setelah dilakukan penghitungan statistik, terdapat korelasi yang signifikan antara skor total Internet Attitude Scale dengan skor dimensi environmental mastery dari PWB Scale. Berikut tabel yang korelasinya: Tabel 4.9. Korelasi Skor Total Internet Attitude Scale dengan Skor Dimensi Environmental Mastery dari PWB Scale Correlations
TotalSkorIA
Pearson Correlation
TotalSkorIA
TotalEnv
1
.319**
Sig. (2-tailed)
TotalEnv
.009
N
66
66
Pearson Correlation
.319**
1
Sig. (2-tailed)
.009
N
66
66
**. Correlation is significant at the 0,01 level (2-tailed).
Terdapat nilai korelasi antara skor total Internet Attitude Scale dengan skor dimensi environmental mastery dari PWB Scale sebesar 0,319, dengan nilai signifikansi sebesar 0,009. Ini menunjukkan bahwa korelasi signifikan dalam batas signifikansi p<0,01 (two-tailed). Terdapat hubungan yang signifikan antara skor total Internet Attitude Scale dengan skor dimensi environmental mastery dari PWB Scale. Peneliti kemudian mencari tahu apakah ada dimensi dari Internet Attitude Scale yang paling memberikan sumbangan terhadap signifikansi ini. Peneliti melakukan penghitungan statistik untuk melihat apakah terdapat korelasi yang signifikan antara dimensi SAR dan GIA dari Internet Attitude Scale dengan masing-masing dimensi PWB Scale. Setelah dilakukan penghitungan secara statistik, terdapat korelasi yang signifikan antara dimensi GIA dari
Hubungan antara..., Akhmad Ramdhanu, FPsi UI, 2013
Internet Attitude Scale dengan dimensi environmental mastery dari PWB Scale. Berikut tabel korelasinya: Tabel 4.10. Korelasi Skor Dimensi GIA dari Internet Attitude Scale dengan Skor Dimensi Environmental Mastery dari PWB Scale Correlations
TotalGIA
Pearson Correlation
TotalGIA
TotalEnv
1
.284*
Sig. (2-tailed)
TotalEnv
.021
N
66
66
Pearson Correlation
.284*
1
Sig. (2-tailed)
.021
N
66
66
*. Correlation is significant at the 0,05 level (2-tailed).
Terdapat nilai korelasi antara skor dimensi GIA dari Internet Attitude Scale dengan skor dimensi environmental mastery dari PWB Scale sebesar 0,284, dengan nilai signifikansi sebesar 0,021. Ini menunjukkan bahwa korelasi signifikan dalam batas signifikansi p<0,05 (two-tailed).
Terdapat hubungan yang signifikan antara skor dimensi GIA dari Internet
Attitude Scale dengan skor dimensi environmental mastery dari PWB Scale.
KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN Berikut ini adalah kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan berdasarkan rumusan permasalahan yang ingin dijawab pada penelitian. 1. Terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara penggunaan Internet dengan psychological well-being pada kelompok subjek, yaitu mahasiswa Universitas Indonesia. Ini berarti hipotesis alternatif (Ha) tepenuhi. Semakin tinggi penggunaan Internet, maka semakin tinggi pula kesejahetraan psikologis mereka. 2. Tidak terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara dimensi SAR dari penggunaan Internet dengan psychological well-being pada mahasiswa Universitas Indonesia. Ini menunjukkan tidak adanya pengaruh antara tujuan penggunaan Internet dengan orientasi regulasi dan afeksi sosial atau interpersonal dengan kondisi kesejahteraan psikologis mahasiswa.
Hubungan antara..., Akhmad Ramdhanu, FPsi UI, 2013
3. Terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara dimensi GIA dari penggunaan Internet dengan psychological well-being.
Ini menunjukkan
bahwa penggunaan Internet dengan orientasi untuk mencari informasi, memperoleh
pengetahuan,
membeli
barang, serta
menggunakan
jasa
memberikan dampak yang signifikan terhadap kondisi kesejahteraan psikologis mahasiswa Universitas Indonesia. 4. Berdasarkan hasil tambahan, terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara skor total penggunaan Internet dengan dimensi environmental mastery dari psychological well-being. Ini menunjukkan bahwa penggunaan Internet pada mahasiswa memberikan dampak yang signifikan terhadap kondisi kesejahteraan psikologis mahasiswa Universitas Indonesia, khususnya dalam hal menguasai lingkungan hidup agar sesuai dengan kondisi dan kebutuhan fisiknya. 5. Berdasarkan hasil tambahan, terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara dimensi GIA dari penggunaan Internet dengan dimensi environmental mastery dari psychological well-being. Ini menunjukkan bahwa penggunaan Internet dengan orientasi untuk mencari informasi, memperoleh pengetahuan, membeli barang, serta menggunakan jasa memberikan dampak yang signifikan terhadap kondisi kesejahteraan psikologis mahasiswa Universitas Indonesia, khususnya dalam hal menguasai lingkungan hidup agar sesuai dengan kondisi dan kebutuhan fisiknya. Mahasiswa Universitas Indonesia terikat dengan sistem online yang berkaitan dengan administrasi universitas secara umum. Tidak hanya itu, kegiatan belajar mengajar antar mahasiswa dan dosen pun melibatkan Internet sebagai media.
Sebagai contoh, adalah
pengalaman penulis mengambil mata kuliah Psikologi Kognitif pada semester genap 2012/2013.
Seluruh informasi mengenai tugas dan bahan perkuliahan dipublikasikan di
dalam Google Drive, sebuah ruang wadah penyimpanan virtual.
Hanya anggota yang
terdaftar yang dapat mengakses, dan segala informasi diunggah ke dalamnya. Komunikasi antara dosen dan mahasiswa pun terjadi di dalam wadah tersebut, termasuk pengumpulan tugas. Ini menunjukkan adanya efisiensi dalam sistem perkuliahan di mata kuliah tersebut. Mahasiswa tidak perlu lagi bertatap muka secara langsung dengan dosen, dan segala macam diskusi, baik antar mahasiswa, ataupun antara dosen dan mahasiswa, dapat terjadi di dalam wadah tersebut. Ini adalah salah satu bukti bahwa Internet memberikan kemudahan di dalam
Hubungan antara..., Akhmad Ramdhanu, FPsi UI, 2013
kehidupan mahasiswa. Internet pun dianggap sebagai salah satu kebutuhan mahasiswa dalam menjalankan perkuliahan. Salah satu dasar yang dipakai oleh Ryff dalam memformulasikan teori psychological well-being adalah konsep aktualisasi diri dari Maslow (Ryff, 1989). Aktualisasi diri dapat dicapai apabila manusia telah memenuhi segala bentuk kebutuhan mereka, mulai dari kebutuhan dasar yang bersifat fisik seperti makanan, tempat tinggal, dan pakaian, hingga kebutuhan-kebutuhan subjektif non-fisik seperti rasa aman, kepercayaan diri, dan cinta. Internet terbukti telah menjadi salah satu bagian dari kebutuhan dasar tersebut. Secara umum, pertumbuhan jumlah pengguna Internet yang semakin tinggi menunjukkan bahwa semakin hari semakin banyak jenis kebutuhan manusia yang memang dapat terpenuhi melalui penggunaan teknologi ini.
Kebutuhan-kebutuhan tersebut semakin berkembang seiring
waktu, hingga sampai pada hal-hal yang mengarah kepada kesejahteraan hidup manusia. Oleh karena itu, wajar apabila dampak penggunaan Internet memberikan sumbangan yang signifikan terhadap kondisi kesejahteraan psikologis manusia. Hasil utama penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara penggunaan Internet dengan psychological well-being pada mahasiswa Universitas Indonesia.
Ini berarti semakin tinggi penggunaan Internet pada mahasiswa
Universitas Indonesia, maka semakin tinggi pula kesejahteraan psikologis mereka. Menurut penulis, ini adalah hal yang wajar, mengingat Internet telah menjadi sebuah bentuk kebutuhan di kalangan mahasiswa.
bahwa penggunaan Internet memberikan dampak yang positif
terhadap kesejahteraan psikologis mahasiswa. Ini dikarenakan Internet telah menjadi bagian dari kebutuhan mahasiswa, dan pemenuhan kebutuhan ini mengarah kepada kesejahteraan psikologis mereka. Hasil yang berbeda ditemukan dalam penelitian oleh Kraut (1998), yang menyatakan bahwa semakin banyak waktu yang dihabiskan oleh remaja di dalam jaringan Internet, maka kesejahteraan sosial dan psikologis mereka pun semakin menurun. Morahan-Martin dan Schumaker (2000) juga mendukung pernyataan dari Kraut, dengan menyatakan bahwa menjadi pengguna Internet patologis (pathological Internet user, atau PIU) memiliki dampak negatif bagi dewasa muda. Berdasarkan norma di Indonesia, usia mahasiswa pun termasuk di dalam tahap perkembangan remaja dan dewasa muda. Apabila mengacu pada dua penelitian di atas, seharusnya pada usia mahasiswa peran Internet dapat memberikan ancaman terhadap menurunnya kondisi kesejahteraan mereka, baik secara umum, sosial, maupun psikologis. Menurut penulis, perbedaan hasil yang pada penelitian oleh Kraut (1998) dan Morahan-Martin dan Schumaker (2000) dikarenakan adanya perbedaan pada karakteristik
Hubungan antara..., Akhmad Ramdhanu, FPsi UI, 2013
populasi penelitian. Populasi penelitian oleh Kraut adalah remaja secara umum, dengan pengambilan sampel pada keluarga di lingkungan perumahan tempat tinggal.
Populasi
penelitian oleh Morahan-Martin dan Schumaker adalah mahasiswa secara umum dengan kisaran usia dewasa muda.
Populasi pada penelitian ini adalah mahasiswa Universitas
Indonesia, yang memiliki karakteristik yang berbeda dengan populasi kedua penelitian di atas, mulai dari adanya kesamaan akan peraturan yang mengatur mereka, kesamaan akan sistem akademis, hingga tuntutan akan penggunaan Internet yang cenderung sama. Weiser (2001) di dalam penelitiannya menemukan hubungan yang negatif antara penggunaan Internet dengan kondisi kesejahteraan pengguna Internet secara umum apabila pengguna memiliki orientasi sosial dalam menggunakan Internet. Hasil penelitian ini tidak menunjukkan adalanya hubungan yang signifikan, baik secara positif maupun negatif, antara penggunaan Internet dengan orientasi sosial, yang direpresentasikan dengan dimensi SAR pada alat ukur Internet Attitude Scale, dengan kondisi psychological well-being pada mahasiswa. Ini berarti tidak ada pengaruh antara penggunaan Internet dengan orientasi sosial dengan kondisi psychological well-being pada mahasiswa Universitas Indonesia.
Ini
dikarenakan penggunaan Internet dengan orientasi sosial, dengan salah satu bentuk konkrit berupa komunikasi antar mahasiswa dengan menggunakan messenger, dianggap sebagai hal yang normal. Walaupun terdapat dimensi yang bersinggungan dengan isu sosial di dalam alat ukur PWB Scale, yaitu dimensi positive relation with others, hasil dari penelitian ini tidak menunjukkan signifikansi apapun. Sebuah studi oleh Sabrina (2010) mengenai penggunaan Internet menunjukkan bahwa kondisi social well-being-lah yang dapat dipengaruhi oleh penggunaan Internet dengan orientasi sosial ini. Terdapat hubungan yang signifikan antara dimensi GIA di dalam penggunaan Internet dengan psychological well-being pada mahasiswa. Dimensi GIA (Goods-and-Information Acquisition) adalah yang mengukur penggunaan Internet dengan orientasi informasi. Dimensi GIA berarti adanya kebutuhan penggunaan Internet yang mengkhususkan pada pencarian informasi, pembelajaran pengetahuan baru melalui Internet, serta penggunaan jasa. Mengingat bahwa penggunaan Internet pada mahasiswa adalah mencari informasi seputar perkuliahan dan mencari bahan-bahan di dalam jaringan Internet untuk mengerjakan tugas, adalah hal yang wajar apabila terdapat signifikansi yang positif pada dimensi ini dengan psychological well-being. Seperti yang telah dibahas sebelumnya, Internet merupakan bagian dari kebutuhan mahasiswa, terutama dalam mendapatkan pengetahuan demi perkuliahan mereka. Oleh karena itu, pemenuhan kebutuhan akan penggunaan Internet dengan orientasi
Hubungan antara..., Akhmad Ramdhanu, FPsi UI, 2013
informasi ini memberikan sumbangan yang berarti terhadap kondisi psychological well-being mahasiswa. Menurut hasil tambahan, skor total Internet Attitude Scale berkorelasi signifikan terhadap dimensi environmental mastery dari PWB Scale. Ini dapat membuktikan bahwa penggunaan Internet pada mahasiswa membantu mereka dalam memahami apa yang terjadi di lingkungan mereka. Dimensi GIA juga berkorelasi positif dan signifikan terhadap dimensi environmental mastery. Penggunaan Internet dengan orientasi informasi menunjukkan bahwa adanya kebutuhan manusia untuk mengetahui apa yang terjadi di lingkungannya.
Ini
dibuktikan dengan contoh item pada alat ukur Internet Attitude Scale yang mengukur dimensi GIA, antara lain item nomor 8 yang berbunyi ‘agar selalu mengetahui apa yang sedang terjadi pada tempat-tempat tertentu (contoh: kampung halaman, kota-kota favorit saya, atau tempattempat liburan)’.
Ini merupakan sebuah bukti bahwa ada dorongan pada mahasiswa
pengguna Internet untuk mengetahui apa yang terjadi di sekitar mereka, demi menguasai lingkungan hidup.
Pada mahasiswa, hal ini hadir dalam bentuk dorongan untuk selalu
mengetahui peristiwa-peristiwa terkini, agar mahasiswa selalu sadar akan kondisi dunia saat ini, dan dapat mengambil keputusan dari informasi yang ia dapatkan. Environmental mastery dijabarkan sebagai kemampuan manusia untuk dapat menentukan lingkungan hidup yang cocok dengan dirinya, sesuai dengan apa yang terjadi di dunia. Signifikansi ini adalah bukti bahwa pencarian informasi melalui Internet merupakan bentuk upaya penguasaan lingkungan hidup manusia. Berdasarkan hasil penelitian, terdapat beberapa saran metodologis yang dapat dipertimbangkan bagi penyelenggaraan penelitian selanjutnya yang bertemakan serupa. 1. Pengambilan sampel harus lebih representatif, melibatkan perwakilan mahasiswa yang lebih banyak dari yang telah peneliti lakukan.
Peneliti berpendapat bahwa hasil
penelitian akan lebih baik lagi apabila partisipan penelitian merupakan perwakilan dari tiap-tiap fakultas yang ada di Universitas Indonesia. Saat ini, Universitas Indonesia memiliki berbagai macam jurusan pada jenjang Strata 1 yang tersebar pada 13 fakultas. Mahasiswanya pun tersebar menurut tingkatan tahun perkuliahannya, dari tingkat pertama, hingga tingkat maksimum perkuliahan di Universitas Indonesia, yaitu tingkat keenam. Peneliti berpendapat bahwa apabila sampel mewakili masing-masing tingkatan perkuliahan pada masing-masing jurusan maka penelitian ini akan memberikan gambaran yang lebih mendalam akan penggunaan Internet dengan psychological-well-being pada mahasiswa Universitas Indonesia. memperkecil error yang kemungkinan terjadi pada penelitian.
Hubungan antara..., Akhmad Ramdhanu, FPsi UI, 2013
Ini pun akan
2. Demi mendapatkan gambaran yang lebih mendalam mengenai motif yang 3. mendasari penggunaan Internet pada mahasiswa Universitas Indonesia, penelitian juga dapat dilaksanakan dengan menggunakan metode lain yang bersifat kualitatif, seperti wawancara.
Ini dilakukan atas dasar perbedaan individu dalam menggunakan
Internet, dan adanya kebutuhan yang berbeda-beda pada mahasiswa dalam keterikatan mereka terhadap teknologi ini.
Ada yang hanya menggunakan Internet ketika
berhadapan dengan komputer, ada pula yang selalu terhubung dengan jaringan ini tiap saat demi berkomunikasi, seperti pada telepon genggam modern. 4. Terdapat beberapa partisipan yang merasa kebingungan akan definisi penggunaan Internet yang dimaksud dalam penelitian. Mengetahui bahwa Internet lekat dengan kehidupan tiap orang sehingga hadir dalam bentuk yang paling sederhana, yaitu telepon genggam, pengertian penggunaan Internet tidak lagi sesederhana dan seluas yang ada di dalam penelitian ini. Bentuk komunikasi yang terdapat di telepon pintar (contoh: aplikasi media sosial dan messenger) pun tanpa disadari adalah sebuah bentuk penggunaan Internet dalam bentuk paling minimum yang ada saat ini. Penggunaan teknologi komunikasi tersebut pun beragam, ada yang hanya untuk saling berkomunikasi, ada pula yang memanfaatkannya sebagai media untuk mencari informasi dan memasarkan barang-barang dagangan.
Peneliti berpendapat bahwa
definisi penggunaan Internet harus lebih spesifik, dan melibatkan hal-hal sederhana semacam itu. 5. Penelitian selanjutnya sebaiknya menyertakan data kontrol lain di dalam kuesioner, seperti alat yang digunakan untuk terhubung ke jaringan Internet, lama online perharinya, atau situs yang biasa dikunjungi, agar gambaran akan penggunaan Internet pada mahasiswa lebih kaya. Peneliti juga melihat adanya saran praktis yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari terkait penelitian. 1. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa penggunaan Internet memiliki sumbangan yang besar terhadap kondisi kesejahteraan psikologis mahasiswa Universitas Indonesia.
Mengetahui bahwa sistem perkuliahan di Universitas
Indonesia menggunakan Internet dalam pelaksanaannya, perlu diadakan semacam sosialisasi penggunaan Internet yang baik, agar tetap memperhatikan kondisi kesejahteraan psikologis mereka. 2. Secara umum, program sosialisasi penggunaan Internet yang baik pun dapat diterapkan secara luas ke setiap lapisan masyarakat, mengetahui bahwa Internet telah
Hubungan antara..., Akhmad Ramdhanu, FPsi UI, 2013
menjadi kebutuhan dasar manusia modern.
Ini untuk menghindari terjadinya
penyalahgunaan Internet yang berdampak pada kesejahteraan psikologis manusia.
DAFTAR PUSTAKA Caplan, S. (2007). Relations among loneliness, social anxiety, and problematic Internet use. Cyberpsychology and Behavior 10 (2), 234-242. Cherry, K. (2005) "What Is Positive Psychology?" About.com Psychology. Diunduh dari http://psychology.about.com/od/branchesofpsycholog1/a/positive-psychology.htm (12 April 2013). Documentation – Technical Glossary. (2010). Diunduh dari http://itservices.uchicago.edu/docs/glossary/ (12 Februari 2013). Effendi, Z. (2012). “Pengguna Internet Indonesia Tembus 80 Juta Di 2014.” Pengguna Internet Indonesia Tembus 80 Juta Di 2014. Diunduh dari http://inet.detik.com/read/2012/08/07/185935/1985641/328/pengguna-internetindonesia-tembus-80-juta-di-2014 (1 Mei 2013). Furlong, N., Lovelace, E., Lovelace, K. (2000). Research Methods and Statistic. California: Wadsworth Thompson Learning. Giles, D (2003). Media Psychology. Coventry University; New Jersey, London: Lawrence Erlbaum Associates, Publishers. Gravetter, F. J., & Forzano, L. B. (2009). Research Methods for the Behavioral Science. California: Thomson Wardsworth. Gravetter, F. J., & Wallnau, L. B. (2007). Statistic for the Behavioral Sciences 7th ed. California: Thomson Wardsworth. Guilford, J. P., & Frutcher, B. (1981). Fundamental Statistic in Psychology and Education. Tokyo: McGraw-Hill. Internet Usage Statistics. (2012). Diunduh dari http://www.internetworldstats.com/stats.htm (14 Januari 2013) Işiklar, A (2012). Examining Psychological Well-Being and Self-Esteem Levels of Turkish Students in Gaining Identity Against Role During Conflict Periods. Journal of Instructional Psychology, Maret 2012, Vol. 39, No. 1: ProQuest Psychology Journals, hal. 41. Kerlinger, F. N., & Lee, H. B. (2000). Foundations of Behavioral Research 4th ed. California: Wadsworth Thompson Learning.
Hubungan antara..., Akhmad Ramdhanu, FPsi UI, 2013
Kim, J., LaRose, R., & Peng, W. (2009). Loneliness as the Cause and the Effect of Problematic Internet Use: The Relationship between Internet Use and Psychological Well-Being. CyberPsychology & Behavior, Vol.12, No.4: Mary Ann Liebert, Inc. Kraut, R., Patterson, M., Lundmark, V., et. al. (1998). Internet Paradox: a Social Technology that Reduces Social Involvement and Psychological Well-Being. American Psychologist, No. 53, hal. 1017-1031. Kubey, R. W., Lavin. M. J., Barrows, J. R. (2001). Internet Use and Collegiate Academic Performance Decrements: Early Findings. International Communication Association, 366-382. Diunduh dari www.mediastudies.rutgers.edu/7-Kubey-366-382.pdf (12 April 2013). Kumar, R. (1999). Research Methodology: A Step-by-step Guide for Beginners. London: SAGE Publications. LaRue, F. (2011). "U.N. Report: Internet Access Is a Human right." Documents.latimes.com. Los Angeles Times. Diunduh dari http://documents.latimes.com/un-report-internetrights/ (3 Mei 2013). Larasati, L. (2012). Gambaran Psychologial Well-Being pada Mahasiswa Indonesia yang Belajar di Australia dan Singapura. Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Librianty, A. (2012) "TECHNO » Internet." 2012, Pengguna Internet Di Indonesia Tembus 63 Juta. Okezone.com. Diunduh dari http://techno.okezone.com/read/2012/12/12/55/731115/ (12 April 2013). Morahan-Martin, J., & Schumaker, P. (2000). Incidence and Correlates of Pathological Internet Use among College Students. Computers in Human Behavior, No. 16, hal. 1329 Papalia, Diane E., Olds, Sally W., & Feldman, Ruth D. (2007). Human Development (Tenth Edition). New York: McGraw-Hill International Edition. Purwadi, D. H. (1995). Belajar Sendiri Mengenal Internet, Jaringan Informasi Dunia. Jakarta: PT. Raja Graffindo Persada. Ryff, Carol D. (1989). Happiness Is Everything, or Is It? Explorations on the Meaning of Psychological Well-Being. Journal of Personality and Social Psychology 1989, Vol. 57, No. 6, hal. 1069-1081. Ryff, Carol D., & Keyes, Corey Lee M. (1995). The Structure of Psychological Well-Being Revisited. Journal of Personality and Social Psychology 1995, Vol. 69, No. 4, hal. 719727. Sabrina, N. (2010). Hubungan Antara Penggunaan Internet dengan Social Well-Being pada Mahasiswa. Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Seifert, T. (2005). "Center of Inquiry." - The Ryff Scales of Psychological Well-Being. Liberalarts.wabash.edu. Diunduh dari http://www.liberalarts.wabash.edu/ryff-scales/ (14 Juni 2013).
Hubungan antara..., Akhmad Ramdhanu, FPsi UI, 2013
Seligman, M. E. P. & Csikszenmihalyi, M. (2000). Positive Psychology: An Introduction. American Psychologist Association, Inc., No. 55, hal. 5-14. Seniati, L., Yulianto, A., & Setiadi, B. N. (2005). Psikologi Eksperimen. Jakarta: PT. Indeks Gramedia. Sidharta, Lani. (1996). Internet: Informasi Bebas Hambatan. Jakarta: Gramedia. Smolak, L. (1993). Adult Development. New Jersey: Prentice Hall. Weiser, E. (2001). The Functions of Internet Use and Their Social and Psychological Consequences. CyberPsychology & Behavior, 4 (6), hal. 723-743. Diunduh dari http://collections.lic.uwm.edu/cipr/image/436.pdf (4 Oktober 2011). WordNet Princeton – Technical Glossary. (2010). Diunduh dari http://wordnetweb.princeton.edu/perl/webwn (4 Januari 2013)
Hubungan antara..., Akhmad Ramdhanu, FPsi UI, 2013