Bagian 4. Membuahkan Hasil Nyata: Hubungan antara Modalitas Penyaluran Dana dan Kinerja
Membuahkan Hasil Nyata:
Hubungan antara Modalitas Penyaluran Dana dan Kinerja
61
Dukungan Eksternal yang Murah Hati Peta bantuan dalam program rekonstruksi Aceh dan Nias termasuk unik karena pemerintah Indonesia hanya menyumbang sekitar sepertiga (tepatnya 31 persen) dari total dana rekonstruksi. Dari dana US$ 6,7 miliar yang dijanjikan, US$ 4,6 miliar berasal dari berbagai donor bilateral dan multilateral, LSM internasional, dan masyarakat. Sumbangan bantuan donor yang sangat luar biasa besarnya ini bukan karena tidak bersedianya pemerintah Indonesia, yang mengeluarkan uang dalam jumlah sangat besar, yaitu US$ 2,1 miliar, tetapi lebih merupakan bukti niat baik masyarakat dalam dan luar negeri. Indonesia beruntung menerima dukungan global yang murah hati karena skala bencana kembar ini sungguh luar biasa sehingga benar-benar di luar kemampuan Indonesia untuk menanggulanginya sendiri. Tanpa bantuan itu, usaha pemulihan bisa lebih lama lagi, kalaupun itu mungkin dilakukan. Seperti dalam setiap situasi yang ada banyak donor, ada banyak cara untuk menyalurkan dana. Satu hal yang mengejutkan bertalian dengan komposisi bantuan di Aceh dan Nias adalah banyaknya LSM yang datang dengan membawa sendiri dana dalam jumlah yang besar. Lebih banyak dana bantuan yang mengalir melalui 992 lembaga donor dan pelaksana yang bekerja di lapangan daripada yang melalui pemerintah.20 Sekitar separuh dari dana bantuan disalurkan melalui LSM, banyak di antaranya
Setiap tahunnya, lebih dari 20% produk domestik bruto Aceh bersumber pada pertanian. Oleh karena itu, BRR menempatkan bidang ini pada prioritas yang tinggi. Lahan pertanian seluas 70 ribu hektare direhabilitasi atau dicetak baru dalam kurun 4 tahun. Foto: BRR/Arif Ariadi
KEUANGAN: Tujuh Kunci Pengelolaan Dana Bantuan yang Efektif
62
beroperasi sebagai pelaksana dan penyandang dana yang sekaligus mendukung LSMLSM yang lebih kecil dalam soal dana. Pada gilirannya hal ini menjadi struktur paralel yang mendukung program rekonstruksi. BRR hanya bisa mengawasi dari jauh melalui serangkaian rapat dan forum-forum koordinasi. Para pelaku yang menyalurkan dana tersebut mempunyai beragam pengalaman dalam hal pencairan dana maupun pelaksanaannya. Mereka juga memberikan hasil yang berbeda-beda dengan beragam tingkat efektivitas. Bagian-bagian dalam bab ini berisi analisis tentang efektivitas metode penyaluran dana yang berbeda-beda. Kesimpulan ditarik dari pengalaman kami memimpin rekonstruksi di Aceh dan Nias, dan oleh karena itu boleh jadi tidak selalu tepat digunakan secara umum. Setiap rekonstruksi pascabencana selalu unik dan harus ditangani sesuai dengan keadaannya. Terlebih lagi, kesimpulan ini didasarkan pada penilaian yang subjektif yang mungkin saja berbeda dengan cara orang lain melihat realitas yang sama. Namun, kami telah berusaha sebaik mungkin untuk menarik kesimpulan dan menyampaikannya.
Mendekati Fase Akhir Rekonstruksi Menjelang berakhirnya mandat, BRR menyiapkan transisi dana pemerintah Indonesia ke badan-badan pemerintah yang lain. Mandat BRR hanya empat tahun lamanya, dari 16 April 2005 sampai 16 April 2009, sedangkan menurut Rencana Induk dan revisi Rencana Induk, keseluruhan usaha rekonstruksi diharapkan makan waktu lima tahun mulai dari akhir fase darurat pada 26 Maret 2005. Mengingat hal ini, BRR berencana untuk menyelesaikan semua proyek fisiknya pada akhir 2008, dan perlahan-lahan memasuki masa transisi menuju penutupan dalam bulan-bulan pertama pada 2009. Strategi BRR dapat dijalankan dengan baik, seperti tecermin dalam besarnya (96 persen) pencairan dana di bawah kendali pemerintah. Dari US$ 2,1 miliar yang dialokasikan pada BRR antara 2005 dan 2008, sebanyak US$ 2,0 miliar sudah terpakai. Dari hasil ini Dewan Perwakilan Rakyat berkesimpulan bahwa BRR sudah melaksanakan mandatnya dan harus ditutup sesuai jadwal pada 16 April 2009. Tidak akan ada perpanjangan mandat. Sebagai persiapan, mulai Januari 2009, pekerjaan dan pelaksanaan yang berhubungan dengan rekonstruksi yang dibiayai oleh pemerintah dipindahkan ke departemen terkait dan pemerintah setempat di bawah koordinasi Bappenas, sama seperti sebelum BRR didirikan. Di pihak lain status dari proyek-proyek donor dan LSM amat bervariasi dan tidak mudah untuk dibuat ringkasannya. Beberapa di antaranya telah hampir menyelesaikan proyeknya jauh sebelum 2008 berakhir, seperti pemerintah Jepang dan Jerman. Sedangkan lainnya masih berkutat dalam pelaksanaan. MDF adalah salah satu contoh lembaga yang mengundurkan masa baktinya dari 2010 ke 2012 untuk memberikan waktu yang cukup untuk penyelesaian proyek-proyeknya.
Bagian 4. Membuahkan Hasil Nyata: Hubungan antara Modalitas Penyaluran Dana dan Kinerja
Mekanisme Penyaluran Dana Seperti disebutkan di bagian sebelumnya, BRR menyiapkan tiga mekanisme penyaluran dana atau modalitas, untuk mengakomodasi berbagai keperluan para donor. Ketiganya secara singkat dirangkum di bawah ini: (a) On-budget/on-treasury. Di sini, para donor memakai sistem dan peraturan dana pemerintah untuk menyalurkan dananya. Donor multilateral seperti Bank Dunia dalam kapasitasnya sebagai administrator MDF dan ADB–keduanya adalah bank tanpa kemampuan untuk melaksanakan secara langsung–memilih modalitas ini, dan juga beberapa donor bilateral yang besar. (b) On-budget/off-treasury. Dana disalurkan di luar Bendahara Negara (KPPN), tetapi penyalurannya dilaporkan di dalam sistem anggaran nasional. Dengan mekanisme ini, dana pada mulanya tidak disahkan di dalam dokumen anggaran. Penyaluran dilakukan langsung dari rekening pemerintah pendonor ke rekening pemerintah Indonesia, yaitu pada bank yang ditunjuk, dan dari sana pembayaran akan dikucurkan ke badan pelaksana. Sesudah pengadaan barang atau jasa dilakukan, dana yang
63
Pemerintah Indonesia
Pemerintah Asing
Dana Perwalian
Sumber Pendanaan
Gambar 4.1 Mekanisme Penyaluran Dana
Penyaluran Dana Badan Pelaksana
Donor Multilateral
On-Budget/On treasury
BRR & Satker Pemerintah lainnya
Proyek
Lembaga dan Komunitas
RANTF
On-Budget/Off treasury
Off-Budget/Off Treasury
Lembaga Pelaksana Lain & LSM
PROYEK REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI
Mekanisme on-budget
Mekanisme off-budget
KEUANGAN: Tujuh Kunci Pengelolaan Dana Bantuan yang Efektif
dicairkan dibuatkan pengesahan anggaran melalui daftar isian proyek anggaran (DIPA). Mekanisme ini digunakan oleh pemerintah Jepang dan Jerman. (c) Off-budget/off-treasury: Apabila donor tidak menggunakan sistem anggaran pemerintah Indonesia ataupun menyalurkan dana dari KPPN. Mekanisme ini dipakai oleh semua lembaga nonpemerintah dan oleh beberapa pemerintah asing. Donor multilateral seperti ADB dan Bank Dunia yang terkait dengan MDF juga menggunakan mekanisme ini untuk melengkapi bantuan yang diberikan melalui mekanisme on-budget. Recovery Aceh-Nias Trust Fundd (RANTF), sebuah dana perwalian yang ditangani oleh BRR dan mewakili donor dari individu, masyarakat dan pemerintah asing, juga memakai modalitas ini. Diagram di Gambar 4.1. Memberikan gambaran menyeluruh tentang apa yang dikerjakan para pelaku sesuai dengan modalitas penyaluran dana yang mereka inginkan.
64
Efektivitas Pelaku yang Memakai Modalitas On-Budget/OnTreasury Sejak Deklarasi Paris diumumkan, donor multilateral dan bilateral lebih banyak menyalurkan bantuan melalui mekanisme on-budgett sejalan dengan pelaksanaan lima prinsip Deklarasi Paris tentang efektivitas bantuan. Mekanisme on-budget mempromosikan kepemilikan, sinkronisasi, harmonisasi, mengelola untuk memperoleh hasil dan tanggung jawab bersama dana bantuan dengan mengizinkan pemerintah mitra untuk memformulasi dan melaksanakan rencana rekonstruksinya sendiri atau rencana pembangunannya, dengan memakai metode prioritas, perencanaan, dan pelaksanaannya sendiri. Dari sudut pandang BRR, dana bantuan on-budget/on- treasuryy adalah dukungan eksternal paling fleksibel. Dana tersebut merupakan “dana yang bisa diprogram” yang bisa diatur untuk mendukung dan melengkapi dana domestik anggaran badan bantuan tersebut. Oleh karenanya dana jenis ini selalu selaras dengan program rekonstruksi secara menyeluruh. Kadang-kadang, dana donor on-budgett dialokasikan untuk mengisi kekosongan sektoral atau daerah yang tidak mempunyai dana. Hal ini berbeda dengan bantuan off-budget,t dana biasanya dikaitkan dengan proyek khusus. Realokasi dana ke proyek lain di dalam atau di luar sektor atau program semula biasanya tidak dimungkinkan.
Pengalaman-pengalaman Donor dengan Modalitas Ini Dua donor besar yang memakai modalitas on-budget/on-treasuryy selama rekonstruksi Aceh dan Nias adalah MDF dan ADB. Gabungan sumbangan kedua donor multilateral berjumlah lebih dari US$ 1 miliar. Donor lain yang menggunakan modalitas ini adalah pemerintah Italia, yang mengonversi pinjaman pemerintah menjadi bantuan asing (grant).
Terobosan Apa yang Membuat ADB Sukses?
Bagian 4. Membuahkan Hasil Nyata: Hubungan antara Modalitas Penyaluran Dana dan Kinerja
Baik Bank Dunia, sebagai pengurus dan partner terpercaya MDF maupun ADB, adalah bank pembangunan yang mempunyai kaitan sejarah yang panjang dengan pemerintah Indonesia. Pada awalnya, Bank Dunia dan proyek ETESP dari ADB mengalami hambatan yang sama dalam bidang sumber daya manusia dan material. Tapi ketika program rekonstruksi hampir selesai terdapat perbedaan mencolok antara keduanya. ETESP mencapai tingkat pencairan dana yang tinggi sebesar 83 persen pada akhir 2008 sedangkan proyek on-budgett MDF sebesar 65 persen (Gambar 4.3.).
(i) Tinjauan Pascapelaksanaan
65
Kinerja ADB yang luar biasa adalah karena berbagai terobosan yang mereka ciptakan untuk mempercepat proses, sambil tetap mempertahankan standar tanggung jawab dan efektivitas yang tinggi.
Tinjauan pascapelaksanaan adalah terobosan inovatif yang sangat membantu percepatan proyek ADB. Menurut butir-butir dalam persetujuan pemberian bantuan, diperlukan persetujuan ADB untuk semua subproyek. Akan tetapi, disepakati pula bahwa persetujuan ini dapat dilakukan setelah subproyek itu dikerjakan. Subproyek bisa langsung dikerjakan segera setelah pemerintah Indonesia (yang diwakili oleh BRR) menyetujui kontrak. Apabila dalam tinjauan pascapelaksanaan terdapat prosedur baku yang tidak dijalankan, ADB tidak akan membiayai kontrak tersebut dan karena itu dana yang sudah dikeluarkan harus ditanggung oleh pemerintah Indonesia. Persetujuan awal dari ADB hanya diperlukan untuk tiga subproyek pertama dalam sektor yang disepakati dan untuk subproyek bernilai di atas US$ 500 ribu. Gambar 4.3 Besaran Pencairan Dana ADB dan MDF Desember 2008 800 700
800 Komitmen
700
Pencairan
500
600 500
600
US$ Juta
Tinjauan pascapelaksanaan adalah jalan keluar yang dimungkinkan karena kepercayaan yang diberikan oleh ADB pada pemerintah Indonesia. Dengan terobosan ini, pekerjaan proyek jauh dipercepat sedangkan ADB sebagai donor tetap terlindungi dari risiko penyelewengan. Ini adalah mekanisme brilian. Kedua pihak sama-sama untung, meningkatkan laju pengerjaan proyek tanpa menghilangkan tali kendali. Dengan mengandalkan sistem pengadaan barang dan jasa pemerintah Indonesia-pada hakikatnya, dana yang disalurkan bukan hanya “on-budget” tetapi juga “on- procurement”–ADB dengan demikian membantu memperdayakan unit-unit pelaksana pemerintah Indonesia di Aceh dan Nias. Hal ini
400 65%
300
400 83%
300
200
200
10 0
100
MDF
ADB
KEUANGAN: Tujuh Kunci Pengelolaan Dana Bantuan yang Efektif
66
Pertukaran Hutang Italia “Italia telah menyetujui sebuah kesepakatan yang dimulai pada 2005 dengan pemerintah Indonesia untuk mendanai tujuh proyek di Aceh di bawah sebuah perjanjian penukaran hutang bilateral. Ketujuh proyek tersebut, dengan nilai lebih dari Rp 150 miliar (US$ 13,6 juta), mencakup konstruksi pembangunan sebuah pelabuhan perikanan, tiga sistem irigasi dan dua ruas jalan, dan sebuah insentif senilai Rp 49,96 miliar untuk suatu kontribusi pendukung rencana pengentasan kemiskinan milik pemerintah dengan nama Program Keluarga Harapan (PKH). Di bawah persetujuan 2005 tersebut, Italia akan menghapuskan US$ 24,2 juta dan 5,7 juta euro (US$ 7,8 juta) hutang Indonesia dalam kurun waktu lima tahun untuk digunakan sebagai pendanaan proyek rekonstruksi negara di Aceh, yang kini masih mencoba bangkit dari bencana tsunami 2004. Sejauh ini Italia sudah menghapus US$ 5 juta dan 10,74 juta euro melalui pendanaan sepuluh proyek selama kurun waktu 2006-2008. Sebuah skema penukaran hutang mengizinkan sebuah negara untuk menggeser alokasi anggaran belanja yang seharusnya digunakan untuk membayarhutang asing dan menggunakannya untuk membiayai aktivitas lainnya, dengan persetujuan sang pemberi pinjaman. Aktivitas tersebut dapat mencakup konstruksi prasarana, proyek kesehatan dan pendidikan, atau program pemberdayaan sosial.” Sumber: The Jakarta Post, 10 Januari 2009
pada gilirannya akan mengembangkan kemampuan mereka dalam mengerjakan proyek yang sama di hari esok. Ketika ditanya apakah keputusan untuk memakai tinjauan pascapelaksanaan adalah keputusan yang baik, Pieter Smidt, Kepala ADB Extended Mission di Sumatera (EMS) menjawab, “Tentu saja ada risiko bila Anda memakai tinjauan pascapelaksanaan. Ada beberapa kasus Satker tidak mengikuti prosedur yang telah digariskan oleh pemerintah sendiri dan karena itu ADB tidak dapat mendanai kontrak-kontrak tersebut. Kami terpaksa mengumumkan bahwa ada tiga sampai empat juta dollar yang tidak dapat dibayarkan sebagai dana ETESP dan jumlah ini bisa lebih besar karena kami belum selesai melakukan tinjauan … tetapi (tinjauan pascapelaksanaan) adalah keputusan yang baik. Keputusan yang baik.”21 Walaupun uang yang tak dicairkan karena tidak memenuhi syarat tersebut akhirnya harus dibayar oleh pemerintah Indonesia, kami di pihak BRR menganggap hal itu sebagai biaya yang pantas dalam berbisnis. Dilihat dari konteks yang lebih luas, manfaat yang diperoleh karena pelaksanaan proyek yang cepat, jauh lebih besar dari biaya yang dikeluarkan. Saat ini, banyak sudah yang menikmati hasil dari cepatnya pelaksanaan itu, sedangkan momentum pemulihan tetap dipertahankan dengan laju yang tinggi.
Dana Multi-Donor untuk Aceh dan Nias (MDF) dibentuk oleh Bank Dunia dan beberapa badan donor lainnya atas permintaan pemerintah Indonesia pada April 2005. MDF adalah sebuah trust fund yang diatur oleh Bank Dunia sebagai trustee dan terdiri atas dana terkumpul senilai US$ 691,92 juta yang disumbangkan oleh 15 donor: Komisi Eropa, Belanda, Inggris, Bank Dunia, Swedia, Denmark, Norwegia, Jerman, Kanada, Belgia, Finlandia, Bank Pembangunan Asia (ADB), Amerika Serikat, Selandia Baru, dan Irlandia. Proposal proyek untuk MDF pada awalnya dikaji oleh BRR, tapi persetujuan harus diberikan oleh sebuah komite pengarah yang dipimpin bersama oleh pejabat dari BRR, Bank Dunia, dan Komisi Eropa sebagai donor terbesar. Karena itu, tidak seperti proyek yang didanai oleh ADB, proyek-proyek MDF tidak dapat dimulai sebelum mendapatkan persetujuan dari komite pengarah untuk koordinasi operasi sehari-hari, Komite pengarah didukung oleh sebuah sekretariat. MDF memberikan sebuah cara yang mudah untuk mengumpulkan sumber-sumber donor dana bantuan dan membebaskan para donor dari kerepotan membuka berbagai rekening bank dan membentuk berbagai program. Ini secara signifikan mengurangi biaya transaksi penyerahan bantuan. Di antara keuntungan MDF adalah integrasi penuh dengan anggaran belanja pemerintah Indonesia, persiapan untuk laporan tepat dan sesuai waktu akan penyerapan riil yang diambil dari sistem akuntansi pemerintah, dan pengaturan fidusia yang baik untuk menjamin integritas penggunaan dana.
(ii) Pendelegasian Wewenang (Desentralisasi) Prinsip lain yang tampak dalam kiprah ADB adalah manfaat desentralisasi dan kehadiran di lapangan. Inisiatif ADB untuk membuka kantor cabang EMS (extended mission in Sumatera) sungguh membawa manfaat yang besar. Dengan wewenang untuk mengambil keputusan, kantor cabang tanggap dan cepat menyesuaikan diri dengan tuntutan-tuntutan di lapangan. Waktu untuk mempersiapkan proyek, menilai, dan melaksanakannya dikurangi seminimum mungkin. Tak dapat disangkal, kecepatan merupakan elemen terpenting dalam rekonstruksi pascabencana. Korban bencana perlu kembali ke kehidupan normal secepat mungkin. Lebih lama mereka menunggu, lebih mahal biaya sosial dan ekonominya. Waktu adalah kemewahan dalam pascabencana. Oleh karena itu perencanaan terperinci sering terpinggirkan. Niat kuat untuk tetap bekerja cepat harus dipertahankan. Walaupun orang tahu bahwa kecepatan merupakan elemen penting dalam penanganan pascabencana, pada praktiknya lebih sulit dilakukan daripada diucapkan. Ketika waktu sudah berlalu dan berita tentang bencana mulai surut, serta kebutuhan pokok telah sampai ke tangan korban, adalah manusiawi untuk bersikap “business as usual”.” Dorongan untuk bekerja dalam keterdesakan sedikit demi sedikit menghilang.
Bagian 4. Membuahkan Hasil Nyata: Hubungan antara Modalitas Penyaluran Dana dan Kinerja
Dana Multi-Donor
67
KEUANGAN: Tujuh Kunci Pengelolaan Dana Bantuan yang Efektif
68
Bank Pembangunan Asia Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank, ADB) adalah salah satu yang pertama memberikan respons atas tsunami yang terjadi dengan memberikan dana bantuan yang signifikan bagi program rehabilitasi dan rekonstruksi yang dibentuk pada 7 April 2005. ADB menyetujui sebuah paket pendukung bagi rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh dan Nias, yang mencakup Proyek Dukungan Keadaan Darurat Gempa Bumi dan Tsunami (Earthquake and Tsunami Emergency Support Project, ETESP) senilai US$ 290 juta, kontribusi pada MDF sebesar US$ 10 juta, dan dana bantuan Proyek Pelayanan Air Bersih dan Kesehatan Masyarakat (Community Water Services and Health Project, CWSHP) sebesar US$ 16,4 juta. ETESP adalah proyek dana bantuan terbesar sepanjang sejarah ADB dan digunakan untuk memulihkan layanan publik kunci dan membangun kembali prasarana dan mendorong bangkitnya lagi aktivitas ekonomi swasta. Meskipun ETESP disetujui sebelum pembentukan resmi BRR, setelah didirikannya BRR, semua subproyek ETESP dirancang dan dilaksanakan dalam koordinasi dekat bersama BRR sebagai pemimpin rekonstruksi secara keseluruhan. ETESP didanai melalui Dana Tsunami Asia (Asian Tsunami Fund, ATF), sebuah trust fund yang dibentuk oleh ADB setelah tsunami untuk mengumpulkan kontribusi dari ADB dan donor-donor bilateral dan multilateral lainnya.
Rut Rutinitas datang kembali dan aktivitas dilakukan normal sep perti biasa. SSalah satu cara terbaik untuk mempertahankan tingkat urg gensi yang tinggi adalah dengan melakukan desentralisasi. Pem merintah, donor, dan pelaku rekonstruksi yang lain harrus mendelegasikan wewenangnya ke tingkat paling baw wah sejauh mereka mampu mengerjakannya. Walaupun meendelegasikan kewenangan risikonya jelas, manajemen lokkal untuk rekonstruksi mempunyai banyak keunggulan. Kessempatan berinteraksi dan berkolaborasi antara pelaku rekkonstruksi dan penduduk yang terkena bencana, besar sekkali pada tingkat lokal. Dibekali dengan informasi langsung tenntang apa yang terjadi lapangan, masalah apa yang perrlu diselesaikan, aspirasi masyarakat dan kesempatan meemilah-milah di antara sekian banyak pilihan, manajemen lokkal biasanya lebih cepat dan lebih jitu dalam mengambil kep putusan dibandingkan dengan keputusan yang diambil dari jaraak jauh. Kewenangan di tingkat lokal juga menghilangkan frusstrasi yang mungkin timbul akibat rantai pengambilan kep putusan yang berlapis-lapis dari organisasi yang terssentralisasi dan kaku. Oleh karena itu, keputusan ADB untuk meendelegasikan wewenang pada kantor EMS sangat masuk akaal.
H ini sangat kontras dengan struktur terpusat yang Hal dip pakai oleh banyak donor. Pengambilan keputusan diambil di JJakarta, jauh dari hiruk-pikuk di Aceh-Nias, sedangkan pekkerjaan rekonstruksi pascabencana ini hanyalah satu dari bannyak “proyek pembangunan” dalam agenda mereka. Jauh darri suasana darurat yang sehari-hari dijumpai di Aceh dan Niaas, kurangnya insentif untuk bekerja keras dan cepat seperti dituntut oleh pekerjaan jenis rekonstruksi pascabencana, ditu pejabat-pejabat ini tidak memiliki perasaan mendesak seperti yang dirasakan oleh mereka yang di lapangan. Proses pengambilan keputusan tetap saja melalui saringan administrasi dan teknis yang ketat yang sering menghambat pelaksanaan. Akhirnya, kantor mereka di Indonesia sering kurang memiliki wewenang atau kepercayaan diri untuk mengambil keputusan, bahkan keputusan yang sebenarnya bisa diambil di lapangan sekalipun, dan harus menunggu instruksi dari kantor pusat mereka. Sering kali, proyek yang akan dikerjakan, dan juga waktu untuk menyusunnya menjadi sia-sia apabila kantor pusat mereka tidak sependapat dengan pertimbangan-pertimbangan yang disampaikan oleh kantor mereka di Indonesia, walaupun kantor pusat mereka belum tentu tahu tentang apa yang terjadi di lapangan dan karena itu melihatnya dengan
Saat mengelola sebuah rekonstruksi pascabencana, penting bagi pemerintah dan juga donor untuk mengadopsi struktur yang kondusif terhadap rasa urgensi yang tinggi ini. Sebuah struktur baru mungkin adalah jalan yang terbaik. Budaya organisasional pemerintah dan donor besar umumnya telah terbentuk untuk menghadapi tantangan pembangunan yang dapat ditebak dan umum dengan jangka waktu yang lebih panjang. Tingkat kecepatan pengambilan keputusan umumnya lambat dan tingkat energi jarang sekali tinggi. Struktur organisasional juga dirancang untuk memfokuskan perhatian ahli pada masalah-masalah teknis dan fungsional yang sempit, terkadang dengan mengorbankan tujuan yang lebih besar. Membangun rasa urgensi yang tinggi dalam organisasi sebesar ini dapat menjadi hal yang sangat sulit dilakukan (Kotter, 1996). Pendirian BRR sebagai badan pemerintah ad hoc yang lepas mandiri dari badan kementerian mana pun menyediakan suatu stuktur otonomi persis yang diperlukan, tingkat energi dan rasa urgensi yang tinggi dapat dipertahankan hingga detik terakhir. Struktur organisasi datar dengan suasana kerja yang lebih informal yang diadopsi oleh BRR ini juga mendorong pertukaran informasi secara bebas. Para staf terhindar dari pengotak-ngotakan organisasional dan sebaliknya bekerja sama dalam masalah-masalah yang saling terkait untuk mencapai tujuan bersama. Tingkat perputaran dan perpindahan karyawan yang tinggi dapat diperkirakan akan terjadi dalam lingkungan kerja yang penuh tekanan dan serba cepat ini. Dan memang, sebuah badan dengan masa hidup terbatas seperti BRR tidak dapat diharapkan untuk menghasilkan jalur karier yang stabil. BRR lebih mendekati sebuah organisasi sukarelawan dibanding sebuah badan pemerintah. Setiap individu harus menyadari saatnya untuk berhenti bila kontribusi mereka tidak lagi diperlukan atau stres berlebihan membuat mereka tidak lagi efektif bekerja. Extended Mission in Sumatera, sebuah unit organisasi lincah yang terpisah dari struktur organisasi utama ADB adalah contoh baik sebuah organisasi ad hoc yang efektif di pihak donor. Dengan kapasitas dan otoritas yang mencukupi, badan ini dapat cepat merespons dan mengambil keputusan tegas akan berbagai permasalahan perencanaan dan pelaksanaan subproyek ETESP tanpa terkendala struktur yang membatasi dalam organisasi bank tersebut.
perspektif yang berbeda. Keperluan untuk menyampaikan informasi dari kantor mereka di Indonesia ke kantor pusat juga menambah keterlambatan. (iii) Pemakaian Rekening “Imprest” Untuk mempercepat pembayaran, ADB membuat rekening “imprest” di Bank Indonesia khusus untuk proyek mereka dengan plafon US$ 29 juta yang dikelola dan dimonitor oleh BRR, serta didukung oleh sebuah kantor manajemen proyek. Departemen-departemen terkait diberi akses pada subrekeningnya supaya mereka dapat menggunakan dana tersebut untuk pelaksanaan subproyek. Rekening ini diisi kembali sebagai kompensasi bila ada dana yang telah dipakai oleh penerima manfaat. Untuk transaksi di bawah US$ 100 ribu, cukup diserahkan pernyataan pembelanjaan, atau statement-of-expenditure, selama kondisi-kondisi yang diperlukan untuk prosedur itu terpenuhi.
Bagian 4. Membuahkan Hasil Nyata: Hubungan antara Modalitas Penyaluran Dana dan Kinerja
Struktur Baru Mendukung Urgensi
69
KEUANGAN: Tujuh Kunci Pengelolaan Dana Bantuan yang Efektif
70
Mengurangi Biaya Transaksi Melalui Kerja Sama Biaya transaksi bukanlah satu-satunya faktor yang dipertimbangkan dalam memutuskan apakah berdiri sendiri atau bergabung dengan sebuah trust fund, juga bukan faktor yang mungkin paling penting. Namun begitu, ada gunanya mengamati sebuah diskusi teori singkat. Tapscott dan Williams (2006) mengajukan sebuah cara baru untuk menginterpretasikan teorema Coase terkenal yang pertama diajukan oleh pemenang Nobel Ronald Coase: “Haruslah ada sebuah keseimbangan antara biayabiaya transaksi yang harus dibayar sebuah perusahaan dan kesempatan untuk melakukan semuanya secara mandiri.” Hanya jika biaya melakukan hal-hal secara mandiri lebih tinggi dari melaksanakannya dalam kemitraan dengan yang lainnya, akan lebih baik perusahaan tersebut untuk bekerja sama. Diaplikasikan pada mekanisme penyaluran dana dalam konteks rekonstruksi pascabencana, kami menyimpulkan aksioma berikut ini: “Selama biaya transaksi dalam menjalankan hal secara mandiri melebihi biaya melakukannya secara kerja sama dalam dana yang dikumpulkan, posisi donor akan lebih baik dengan bergabung.” Aksioma ini terbukti dalam realita. Pemerintah dan para donor mendapatkan manfaat atas berkurangnya biaya transaksi saat sumbersumber bantuan pemerintah digabungkan, seperti di bawah BRR, atau seperti yang terjadi pada “one-stop-shop” terintegrasi Tim Terpadu. Dalam kontras, seperti kasus beberapa donor nontradisional di Aceh-seperti Kuwait dan Arab Saudi yang memutuskan untuk tidak menyalurkan dana mereka melalui jalur multilateral atau skema pemberian bantuan multidonor-biaya transaksi yang dihasilkan baik oleh para donor maupun BRR (dengan menghabiskan waktu pengelolaan yang sempit pada kunjungan bilateral, dll) sangat tinggi relatif terhadap kontribusi yang mereka berikan.
Mekanisme ini sangat membantu mempercepat pencairan dana bantuan ADB (ADB 2006). Karena p sebagian besar transaksi dilakukan dengan rekening “iimprest”, pembayaran langsung hanya perlu diatur untuk pembayaran kontrak yang benar-benar besar jumlahnya. p
E Efektivitas Pelaku yang Memakai Modalitas On-budget/Off Treasury M Kebaikan modalitas on-budget/off-treasuryy adalah bahwa d donor mempunyai kemampuan sendiri untuk melaksanakan pekerjaan. Ini meringankan beban dalam pelaksanaan dari p pemerintah mitra, yang sumber dayanya pada umumnya p teerbatas serta tersebar di sektor-sektor dan daerah-daerah yyang tertimpa bencana. Kekurangan modalitas ini adalah pemerintah mitra tidak bisa berbuat banyak dalam soal p aalokasi dana atau pekerjaan proyek. Lembaga-lembaga donor biasanya datang dengan pemahaman sendiri tentang d jeenis proyek yang akan didanainya dan bagaimana proyek inni harus dikerjakan. Menonjolnya nama donor merupakan sebab utama m mengapa modalitas ini disenangi oleh donor tertentu dibanding pengaturan secara multilateral. Dengan sistem d bilateral dan off-treasury, b y hasil bantuan lebih tampak, dapat dihitung dan langsung diketahui siapa donornya. Ini d bisa berguna untuk laporan ke pembayar pajak di negara b aasal mereka dan kepada pers. Sementara itu, dengan memasukkan penyaluran bantuan dalam laporan anggaran m pemerintah, mereka menyelaraskan proyek-proyek mereka p dengan tujuan pemerintah mitra. d Sebab lain mengapa donor bilateral besar lebih menyenangi modalitas ini dibanding dengan m mengumpulkan dana mereka ke dalam suatu dana m perwalian seperti MDF adalah karena penggabungan dana p seperti itu hampir tidak ada faedahnya bagi pendonor raaksasa. Menggabungkan dana kedalam satu wadah mengurangi biaya transaksi dalam bentuk informasi, m kkoordinasi, administrasi, dan berbagai biaya akses melalui uusaha bersama dan pembagian beban secara merata di aantara para pemberi donor. Dengan menggabungkan sumber daya yang ada, para donor bisa menghasilkan
Bagian 4. Membuahkan Hasil Nyata: Hubungan antara Modalitas Penyaluran Dana dan Kinerja
71
dampak lebih besar yang tidak mungkin dilakukan oleh para pendonor kecil bila kontribusinya lebih tersebar. Tapi manfaat ini tidak menarik bagi pendonor besar yang mampu menyiapkan, mengevaluasi, menyetujui, dan mengerjakan proyeknya sendiri dalam skala yang amat besar. Bagi pendonor jenis ini, bergabung ke dalam dana perwalian tidak mengurangi ongkos transaksi tetapi bahkan dapat menambahnya karena adanya usaha tambahan yang terkait dengan kolaborasi.
Kinerja Pemerintah Jerman dan Jepang adalah dua di antara pendonor lain yang memilih modalitas ini. (i) Pemerintah Jerman Biasanya, bantuan bilateral dari Jerman dilaksanakan melalui proyek dan program bantuan. Untuk rekonstruksi Aceh dan Nias, Jerman memberi bantuan khusus sebesar € 170 juta, dari jumlah tersebut € 35 juta diberikan melalui German Agency for Technical Cooperation (GTZ) dan € 135 juta sisanya diberikan melalui German Bank for Reconstruction and Development (KfW). Proyek-proyek yang dilaksanakan termasuk rekonstruksi dan perbaikan pelayanan kesehatan di Aceh, rehabilitasi dan rekonstruksi sekolah kejuruan, sekolah menengah
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dibangun KfW di Banda Aceh, 22 Agustus 2008. Foto: BRR/Arif Ariadi
KEUANGAN: Tujuh Kunci Pengelolaan Dana Bantuan yang Efektif
72
Menghilangkan Kebingungan Para Donor Kepala BRR, Kuntoro Mangkusubroto, mengatakan dalam sebuah wawancara bahwa para donor sebelumnya sering bingung harus berbicara dengan siapa jika ingin terlibat dalam rekonstruksi pascatsunami. "Sepertinya ada kebingungan di antara pihak-pihak yang ingin turut terlibat dalam usaha rekonstruksi mengenai badan pemerintah mana yang harus mereka hubungi." "Selalu ada pertanyaan tentang bagaimana caranya turut mengambil bagian dalam proses rekonstruksi. Contohnya, pertanyaan yang kami terima dari pemerintah Jerman. Mereka bingung karena mereka terbiasa menghubungi kementerian di Jakarta sebelum datang ke Banda Aceh." Sebagai tanggapan, Mangkusubroto mengatakan bahwa ia meminta pemerintah Jerman untuk datang langsung kepadanya atau badan yang dipimpinnya, BRR. "Jika menyangkut koordinasi, kewenangan atas semua aktivitas rekonstruksi di Aceh dan Nias, saya selalu mendorong badanbadan internasional atau LSM untuk pergi langsung ke Banda Aceh. Tidak perlu lagi ke Jakarta." Menurut Mangkusubroto, satu-satunya badan yang kelihatannya masih bingung adalah JICA dari Jepang. "Kelihatannya mereka tidak mendapat informasi yang cukup menyangkut BRR. Saya harap bahwa begitu mereka mengerti bahwa BRR adalah satu-satunya badan yang telah diberikan kewenangan oleh pemerintah atas pembangunan kembali Aceh dan Nias, mereka akan datang kepada kami untuk mendiskusikan program mereka di Aceh dan Nias." Sumber: The Jakarta Post, 11 Juni 2005
ke atas, a perumahan dan tempat permukiman, moodernisasi sekolah kejuruan, dukungan unttuk pemerintah lokal, dan rekonstruksi dan penngembangan sistem mikrofinansial. (ii)
Pemerintah Jepang
B Bantuan bilateral Jepang ke program pemulihan Aceeh-Nias sejumlah ¥ 14,6 miliar, yang dialokasikan ke 15 proyek yang diatur oleh Japanese International Coooperation System ((JICS) sebagai badan pelaksana darri Japanese International Cooperation Agency ( CA). (JIC PProyek yang dilaksanakan termasuk bantuan unttuk pusat-pusat pelatihan kejuruan, sekolah dan uniiversitas, rehabilitasi kegiatan penangkapan ikan, rekkonstruksi rumah yatim piatu, jalan, pasar, klinik kessehatan, obat-obatan, serta pemulihan pengadaan air bersih dan sistem sanitasi. SSecara umum, proyek-proyek bantuan bilateral darri Jerman dan Jepang berjalan baik, mendekati pennyelesaian pada akhir 2008. Tentu saja ada beb berapa hambatan seperti bisa diprediksi unttuk bantuan sebesar itu. Kesalahpahaman tenntang peranan BRR pada bulan-bulan pertama meengganggu koordinasi; ketidakpastian mengenai proosedur pembebasan bea masuk menunda penngeluaran peralatan sekolah dari Jerman senilai Rp 32 juta,22 sedangkan masalah pembebasan tanah meengancam dibatalkannya proyek rehabilitasi pasar setempat yang dibiayai oleh Jepang.23 Namun, terllepas dari kesulitan-kesulitan kecil tersebut, pelaksanaan pada umumnya berjalan lancar.
Efe Efektivitas Pelaku yang Memakai Modalitas Off-Budget/Off- Treasury Menjamurnya Lembaga-lembaga Bantuan Keuntungan memakai modalitas off-budgett ialah pelaksanaannya yang cepat, sebab badan bantuan tidak harusmengikuti siklus anggaran nasional yang lama dan ketat. Namun, karena secara hukum lembaga-lembaga bantuan tidak bertanggung jawab kepada pemerintah Indonesia, sulit untuk memonitor dan mengevaluasi sumbangan-
Bagian 4. Membuahkan Hasil Nyata: Hubungan antara Modalitas Penyaluran Dana dan Kinerja
73
sumbangan mereka. Dalam kasus Aceh dan Nias, lebih sulit lagi karena ada 992 LSM, badan-badan PBB dan donor bilateral yang memakai off-budget,t umumnya mempunyai sumber dana sendiri. Karenanya mereka tidak terdorong untuk berkerja sama sehingga kemungkinan besar sumber daya akan berlebih dan mubazir serta kegiatan akan tumpang-tindih. Untungnya, meskipun banyak sekali pelaku yang terlibat, sebagian besar dana bantuan terkonsentrasi hanya pada beberapa LSM dan donor besar, sehingga koordinasi lebih mudah daripada yang dibayangkan. Ada 15 pelaku utama mencakup 80 persen dari seluruh dana rekonstruksi. Penyumbang off-budgett terbesar termasuk USAID, badanbadan PBB, dan Palang Merah Internasional.
Badan-badan Koordinasi Seperti dikatakan pada bagian sebelumnya, dalam mengoordinasi kegiatan off-budget,t BRR memakai dua jenis rapat untuk keharmonisan kegiatan dan menyelaraskan proyek untuk kepentingan rakyat Aceh dan Nias: (a) Forum Koordinasi untuk Aceh dan Nias (CFAN) CFAN adalah forum koodinasi tingkat tinggi untuk berkoordinasi, dengan menyertakan semua mitra pemulihan, baik pemerintah maupun LSM, untuk membicarakan kemajuan
Menteri Keuangan Sri Mulyani berbicara di depan para peserta CFAN 3. Jakarta, 24 April 2007. Foto: BRR/Arif Ariadi
KEUANGAN: Tujuh Kunci Pengelolaan Dana Bantuan yang Efektif
Pertemuan CFAN Pertemuan CFAN terpusat kepada pencarian solusi masalah-masalah besar yang dihadapi selama masa kerja. CFAN 1 (Oktober 2005). Membahas kendala serta tantangan. Pendirian Tim Terpadu, sebuah tim antarbadan yang menyatukan berbagai jasa pemerintah dalam satu tempat, merupakan buah hasil yang penting dari pertemuan pertama ini. CFAN 2 (Mei 2006). Berfokuskan kepada lokalisasi dan pendirian Sekretaris Bersama. CFAN 3 (April 2007). Diselenggarakan saat pertengahan mandat BRR, pertemuan ini berfokuskan kepada isu tematik dan persiapan laporan tengah masa yang terkonsolidasi. CFAN 4 (Februari 2009). Pertemuan terakhir, CFAN perayaan yang meliputi pengakuan hasil prestasi, konsolidasi atas pelajaran yang didapatkan, dan masukan bagi kelanjutan koordinasi pasca-BRR.
74
kolektif dan tantangan-tantangan serta untuk menyediakan wadah yang kritis untuk berbagi informasi dan menciptakan strategi untuk terus maju. (b) Lokakarya Persetujuan Catatan Konsep Proyek (PCN Workshop). Untuk koordinasi kegiatan LSM yang lebih baik, BRR mengharuskan pembuatan catatan konsep proyek (PCN) oleh pengusul proyek. Proyek-proyek LSM tidak bisa bekerja tanpa terlebih dulu mendapat persetujuan BRR. Lokakarya Persetujuan PCN adalah rapat tingkat operasional yang diadakan untuk membicarakan dan menetapkan kelayakan proyek yang diusulkan. Kriteria yang dipakai untuk mengevaluasi proyek termasuk penyelerasan dengan masterplan dan pandangan sektoral, keikutsertaan masyarakat setempat dan kelangsungan proyek. Pada tahap awal pemulihan, lokakarya diadakan seminggu sekali, kemudian setiap tiga minggu. Akhirnya, ketika jumlah proyek menurun selewat pertengahan 2008, rapat diadakan sekali sebulan. Rata-rata 40 sampai 50 proyek dapat ditinjau pada setiap lokakarya. Sebanyak 44 lokakarya yang diadakan BRR, sekitar 1.700 proyek yang ditinjau, 1.540 di antaranya disetujui.
Kinerja Kinerja proyek yang menyalurkan dana dengan cara off-budgett cukup berhasil. Dari komitmen sebanyak Rp 3,38 triliun, Rp 2,67 triliun (79 persen) sudah dicairkan pada akhir 2008. Sebagian besar dari proyek yang belum selesai sudah berada pada tahap akhir, dengan 106 (56 persen) dari 190 proyek akan selesai pada 2009.
Seperti pepatah Sichuan yang dipopulerkan oleh Deng Xiaoping, “Tidak soal apakah kucingnya putih atau hitam. Selama dia dapat menangkap tikus, dia adalah kucing yang baik.” Para donor boleh memilih mekanisme penyaluran dana yang berbeda-beda, tetapi pada akhirnya mereka bertanggung jawab akan hasilnya. Alasan utama dalam memilih satu di antara modalitas yang lain adalah efektivitas kinerjanya. Apa pun modalitas yang dipilih, yang penting buat penyumbang dan penerimanya adalah hasil akhir.
Bagian 4. Membuahkan Hasil Nyata: Hubungan antara Modalitas Penyaluran Dana dan Kinerja
Kesimpulan
75
Bagian 5. Meraih dan Mempertahankan Akuntabilitas
Meraih dan Mempertahankan Akuntabilitas
77
Membangun Kepercayaan AWALNYA, BRR harus berjuang untuk membentuk kredibilitas dan kepercayaan. Ketika proses rekonstruksi dan rehabilitasi bergerak maju dan lebih banyak tanggung jawab datang menghampiri, akuntabilitas muncul sebagai faktor yang kian penting dalam mempertahankan kredibilitas dan kepercayaan. Tak seperti sebagian besar badan-badan pemerintah, BRR adalah badan yang dibuat untuk bertindak cepat dalam kondisi darurat. Faktor penting bagi efektivitas BRR adalah adanya kapasitas badan ini untuk mampu bersikap responsif, fleksibel, dan berorientasi pada solusi. Bab sebelumnya menyorot sejumlah terobosan yang memungkinkan BRR untuk melakukan pekerjaan mereka dengan lancar. Kebijakan-kebijakan serta prosedurprosedur terobosan ini amat bermakna sepanjang ada akuntabilitas dari lembaga ini untuk mematuhi peraturan-peraturan terkait yang memperbolehkan terobosan tersebut. Akuntabilitas menjadi lebih efektif ketika organisasi memiliki tanggung jawab terhadap operasional dan efektivitas program-program dan lembaga-lembaga di bawah pengawasannya. Memperlihatkan akuntabilitas mensyaratkan pengumpulan informasi mengenai pencapaian yang akurat dan dilaporkan secara terbuka.
Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Aceh kembali menggeliat dalam waktu yang sangat singkat. Tidak hanya mendapatkan bantuan dana pendampingan, UMKM tersebut juga mendapatkan bantuan pelatihan atau konsultasi pengelolaan bisnis yang baik. Foto: BRR/Arif Ariadi
KEUANGAN: Tujuh Kunci Pengelolaan Dana Bantuan yang Efektif
78
Mandat yang diberikan kepada badan ini menguraikan bahwa BRR memiliki akuntabilitas secara hukum untuk pelaporan finansial bagi penggunaan dana APBN yang digunakan. Lembaga ini juga bertanggung jawab atas pencatatan dan koordinasi atas hasil-hasil rekonstruksi yang diterapkan oleh organisasi lainnya baik internasional maupun nasional. Kerangka kerja akuntabilitas BRR memerlukan rancangan khusus guna mewujudkan kebutuhan para mitra yang beragam di dalam struktur peraturan pembiayaan publik pemerintah RI kepada siapa BRR harus bertanggung jawab. BRR harus menciptakan kerangka kerja yang mengandung modalitas yang layak dan pilihan penyaluran dana untuk mempercepat pemberian asupan dan pemberian bantuan bagi pihak-pihak penerima manfaat yang harus segera ditolong. Sebagai tambahan, mandat sistem akuntabilitas yang diemban BRR menempatkannya di jajaran lembaga kementerian, BRR juga ditempatkan serta melaksanakan sistem akuntabilitas nonmandat yang dikembangkan dari sistem mandat. Sistem-sistem akuntabilitas nonmandat memiliki bonus tambahan dalam memfasilitasi koordinasi kerja BRR. Setiap sistem akuntabilitas memiliki alat dan metode untuk penggunaannya. Bab ini mendiskusikan sistem pelaporan dan alat yang digunakan BRR untuk memungkinkan penggunaan akuntansi, hasil-hasil program rekonstruksi, dan pencapaian-pencapaian yang jelas dan akurat.
Sebuah Catatan mengenai Kepatuhan dan Efektivitas Pandangan atas kepatuhan terhadap akuntabilitas berakar dari sejarah, teori, serta praktik dari pemerintah RI. Pandangan mengenai akuntabilitas beranggapan bahwa operasi yang benar adalah setiap langkah terdokumentasikan dengan baik dan dilakukan menurut peraturan yang ada untuk memastikan dana digunakan secara benar dan untuk menyediakan catatan yang lengkap dan akurat mengenai apa yang sudah dicapai. Akuntabilitas finansial adalah bentuk kepatuhan terhadap akuntabilitas, karena hal ini berkaitan dengan cara pemerintah menggunakan serta memperlakukan dana mereka. Apakah dana sudah disalurkan secara jujur? Sudahkah pemerintah bertindak sesuai dengan harapan? Sudahkah pemerintah memenuhi harapan dengan mematuhi peraturan? Akuntabilitas finansial bisa diukur melalui kepatuhan terhadap peraturanperaturan. Amatlah penting untuk dipahami, hingga hari ini, belum ada kerangka kerja yang mengatur manajemen bencana nasional yang bisa akuntabel. BRR karenanya dimintai akuntabilitasnya terhadap peraturan-peraturan yang diciptakan di bawah kondisi normal, kebalikan terhadap mandat yang diberikan pada mereka untuk bisa bereaksi secara cepat dan fleksibel. Sebagai organisasi baru, BRR tidak memiliki prosedur sebelumnya yang
Bagian 5. Meraih dan Mempertahankan Akuntabilitas
sudah siap untuk dijalankan; prosedur-prosedur ini dibuat sepanjang bulan-bulan awal operasi, di masa BRR berupaya mengarahkan tanggapan guna memenuhi kebutuhan masyarakat yang terkadang sejumlah peraturan yang diciptakan untuk situasi normal dapat mengganjal. Dalam kondisi seperti ini, kepatuhan terhadap kerangka kerja hukum ternyata justru berfungsi untuk membatasi efektivitas organisasi dan waktu untuk merespons dengan cepat. Akuntabilitas kinerja berkaitan dengan output, hasil kerja, dan outcome, hasil akhir, yang diproduksi dari masukan. Apakah organisasi telah mencapai hasil yang diinginkan? Apakah organisasi telah mampu mencapai target pencapaian yang jelas? Untuk menciptakan akuntabilitas atas hasil kerja, kita harus membingkai harapan kita dalam arti hasil-bukan peraturan, regulasi, atau proses. Dalam pengertian ini, akuntabilitas kinerja bukanlah akuntabilitas dalam bentuk kepatuhan (Behn, 2001). Model yang lebih sesuai dalam konteks rekonstruksi adalah akuntabilitas yang efektif. Efektivitas adalah alat ukur terhadap tujuan pencapaian. Program yang efektif mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan jauh sebelumnya (Wolf and Hassel, 2001). Rencana Induk dan revisinya jelas merinci harapan-harapan dari rekonstruksi, karenanya tanggung jawab pencapaian bisa diukur dengan membandingkan hasil keluaran dibandingkan rincian harapan-harapan. Cara ini adalah kebalikan dari mengukur proses yang digunakan untuk menciptakan hasil.
79
Tabel 5.1 Sistem Tanggung Jawab Mandat
Kerangka Kerja Hukum
Tipe
Finansial
Presiden Pengganti UU (Perppu) No.2/2005
Laporan Laporan Anggaran (terdiri atas): 1.LRA 2. Neraca 3. Catatan atas Laporan Keuangan
Laporan Kinerja
Mekanisme Dana
On-budget/ on- treasury & on-budget/ off- reasury
Semua mekanisme dana (On-budget/ on-treasury; on -budget/ off-treasury,& offbudget/off-treasury
Kinerja
LAKIP
On-budget/offtreasury
Indikator
• Tingkat Penyaluran • Status Finansial
Sumber Informasi
Diberikan kepada
Laporan Satker dan KPPN
• Presiden melalui Depkeu •Kewajiban audit oleh BPK
Laporan Satker KPPN dan RAN Database
Presiden melalui Depkeu
Satker dan KPPN
MenPAN
Outputs (Indikator Kinerja)
KEUANGAN: Tujuh Kunci Pengelolaan Dana Bantuan yang Efektif
80
Akuntabilitas Mandat Sistem-sistem akuntabilitas adalah cara untuk membuat lembaga-lembaga pemerintah akuntabel terhadap pencapaian mereka atau melesetnya target pencapaian mereka, dan untuk penggunaan atau penyalahgunaan dana. Sistem ini membatasi jangkauan BRR bisa menyimpang dari tanggung jawab mereka sebagaimana yang sudah ditetapkan oleh Peraturan Presiden Pengganti Undang-Undang No. 2/2005. Dengan beragam jenis modalitas dan jalur penyaluran dana yang tersedia bagi donor, BRR akuntabel atas penggunaan dana on-budgett APBN juga terhadap kontribusi dana bilateral dan multilateral, dan atas pencatatan hasil dana off-budgett yang dikelola oleh LSM. Akuntabilitas mandat BRR terdiri atas dua komponen: finansial dan kinerja.
Akuntabilitas Finansial Lingkup mandat BRR termasuk manajemen atas mekanisme dana bukan saja kegiatan rekonstruksi terpusat yang didanai pemerintah RI, melainkan juga dana yang dicairkan dan diterapkan oleh LSM internasional, dalam negeri, dan donor. BRR bertanggung jawab secara hukum atas pelaporan finansial dari penggunaan dana on-budget. Bagi proyekproyek off-budget,t BRR mengandalkan pada mekanisme para mitra untuk melaporkan keberhasilan finansial mereka. Bagian ini mengulas laporan pembiayaan proyek-proyek on-budgett yang berada di bawah tanggung jawab mandat BRR. (a) Peran Satker di dalam Proses Pertanggungjawaban BRR melaporkan ribuan proyek yang diterapkan dengan menggunakan dana pemerintah Indonesia dengan cara menelusuri pencairan dana proyek. Hal ini dilakukan melalui satuan kerja atau Satker. Satker bertanggung jawab dalam menerapkan dan melaksanakan proyek-proyek BRR di tingkat kabupaten dan berada di garis depan dalam melihat pencairan dana. Sepanjang masa kerja BRR ada lebih dari 900 Satker di seluruh NAD dan Nias. BRR membuat sistem dan prosedur pelaporan finansial yang ketat bagi pelaksanaan proyek. Satker di lokasi melaporkan langsung kepada Deputi Keuangan dan Perencanaan. Semua Satker harus dimintai akuntabilitasnya atas pekerjaan mereka. Sistem akuntabilitas langsung ini memungkinkan BRR untuk mengawasi penggunaan dana tanpa melewati administrasi yang berlapis-lapis. Hal ini menciptakan sistem akuntabilitas yang jauh lebih sederhana. BRR memonitor sistem ini untuk memastikan agar lembaga itu melaksanakan tugas sesuai dengan mandat yang diberikan. Setiap Satker melapor secara berkala setiap bulan kepada Direktorat Akuntansi di bawah Deputi Keuangan dan Perencanaan yang secara bergiliran memeriksa pengeluaran lalu mengonsolidasikan laporan kepada semua Satker. BRR melengkapi laporan finansial bulanan yang sudah dikonsolidasikan. Rekonsiliasi dilakukan dengan Kantor Pelayanan dan Perbendaharaan Negara-Khusus (KPPN-K) untuk
KETUA SATKER
PPK
PEJABAT SPM
BENDAHARA
Berwenang g unttukk
Berwenang g unttukk
Berw Be rwen enan ang g un untu tukk
t
t
t
t
Menandatanga d nii kontra kon trakk atas tra atas na nama ma pemeri pem erinta ntahh Member Mem berika ber ikann otor ika otor torisa isasi isa si pengel pen geluar gel uaran uar an ang ggar g an pemeri pem erinta ntahh
Memproses setiap i pembay pem bayara bay arann ara atass otor ata otorisa isasi si PPK dan dan sesu sesu esuai ai alokas alo kasii angg kas angg nggara arann ara p eri pem erinta ntahh
Memili iliki ki kewenangan untuk unt uk men mengel gelola gel ola danaa oper dan operasi asiona onall d dari ari Satker Sat ker
memungkinkan penghitungan waktu dan perbedaan pencatatan. Laporan disesuaikan menurut peraturan dan diberikan kepada seluruh partisipan; untuk memastikan integritas. Setelah laporan diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), laporan-laporan ini lalu dibuka untuk memperoleh masukan publik.
Gambar 5.2 Jalur Pelaporan Finansial Organisasi BRR
Kepala Bapel BRR
Deputi Keuangan
Deputi Sektoral
Deputi Sektoral
Regional I
Deputi Operasi
Deputi Sektoral
Regional II
SATKER SATKER SATKER SATKER
Regional III
Deputi Sektoral
Regional IV
Deputi Sektoral
Regional V
Deputi Sektoral
Regional VI
Deputi Sektoral
Bagian 5. Meraih dan Mempertahankan Akuntabilitas
Gambar 5.1 Struktur Finansial Satker
81
KEUANGAN: Tujuh Kunci Pengelolaan Dana Bantuan yang Efektif
82
Akuntansi untuk Pembayaran Tender Satker, menggunakan technical assistance di mana perlu, mengulas keputusan panitia lelang dan menandatangani kontrak dengan pemenang lelang. BRR membangun dan menerapkan proses verifikasi pembayaran: Pembayaran pertama biasanya dilakukan pada saat penandatanganan kontrak dan dikeluarkannya surat perintah kerja (SPK). Di Aceh kontrak ini diulas oleh KPPN–K. Pembayaran wajib ditinjau oleh Satker untuk melihat kemajuan fisik tentang hasil kerja kontraktor, kemudian surat verifikasi dikeluarkan setelah membuktikan kemajuan hasil kerja, yang lalu menjadi dasar bagi kontraktor untuk mengeluarkan faktur (invoice).
Menurut peraturan finansial publik, Satker harus mematuhi peraturan Direktorat Jenderal Perbendaharaan. Proses p innternal, struktur, dan akuntabilitas sebuah Satker diatur ooleh Peraturan Menteri No.66/2005. Meskipun begitu, dalam kkonteks penerapan BRR, terdapat sejumlah perbedaan bila dibandingkan dengan Satker-Satker biasa. d Menurut perubahan yang signifikan tentang peraturan p pengadaan barang dan jasa publik Indonesia, Satker-Satker BBRR diizinkan untuk menunjuk petugas nonsipil untuk menjadi kkomite penawaran.24 Tanggung jawab fidusia terletak pada kkepala Satker yang akan melapor secara bergilir kepada Direktur Keuangan BRR. Pengadaan dilakukan oleh komite D penawaran independen yang ditunjuk oleh Satker. Komite p penawaran ditugaskan untuk mengadakan penyediaan p makanan dan jasa sesuai dengan hukum pemerintah RI m mengenai pengadaan.25 Kotak Akuntansi untuk Pembayaran m TTender menjelaskan sistem akuntabilitas untuk pembayaran penawaran. p
KPPN-K saat menerima faktur merujuk kepada database kontraktor, mengulas otorisasi dan verifikasi serta memeriksa apakah masih ada dana yang tersedia guna mengakomodasi pembayaran.
Perbedaan lain adalah, pelaku atau pekerja rekonstruksi S Satker-Satker harus dikontrak hanya selama satu tahun, dan para pekerja itu sering berasal dari beragam lembaga d pemerintah dan departemen. Tiap kepala Satker dikontrak p uuntuk menghasilkan hasil kerja yang spesifik dalam satu masa periode fiskal. Kontrak harus diperbarui atau diselesaikan p di akhir setiap periode fiskal, sementara imbalan diberikan d berdasarkan pencapaian target. Menjelang selesainya proyek, Satker menyerahterimakan seluruh hasil kerja proyek, dokumen, operasional (contoh: furnitur, peralatan, kendaraan) dan aset tetap (contoh: jalanan, jembatan, pusat kesehatan) yang dibangun sebagai bagian proyek BRR, lalu, seluruh karyawan harus disudahi masa kerjanya.
Konsekuensi yang kurang menguntungkan dari kontrak-kontrak jangka pendek tahunan ini adalah dampak dari memori kelembagaan setiap Satker. Berasal dari beragam badan pemerintah, karyawan baru Satker belum terbiasa untuk segera bertindak dalam mengerjakan kebutuhan rekonstruksi dan rehabilitasi. Ketika personel Satker mulai membina mental siap bertindak, masa periode kontrak yang terbatas mengakhiri keterlibatan mereka dalam proses rekonstruksi, mengganggu akumulasi dan akulturasi pengetahuan. (b) Laporan Finansial Pencatatan yang lengkap dan akurat seluruh transaksi finansial diperlukan untuk memperlihatkan bagaimana uang yang berasal dari pembayar pajak digunakan.
Bagian 5. Meraih dan Mempertahankan Akuntabilitas
Definisi tentang transaksi finansial termasuk aliran dana dari APBN, pembelanjaan, dan juga uang yang dihutang atau dipinjamkan. Berdasarkan periode, transaksi finansial seharusnya sesuai dengan jumlah anggaran, kecuali bila ada perubahan yang disetujui sebelumnya. Saat didirikannya, BRR diberikan mandat dengan Perppu No.2/2005 untuk memberikan laporan keuangan kementerian/lembaga, sama dengan jajaran kementerian lain. Laporan pertanggungjawaban finansial mengikuti sistem akuntansi nasional bagi seluruh pengeluaran dalam APBN, sesuai standar akuntansi pemerintahan (SAP) pemerintah RI. SAP terdiri atas standar akuntansi yang ada dan dimodifikasi pada 2005 agar bisa lebih diterima secara meluas. BRR harus menyerahkan laporan finansial pertengahan tahun, tahunan, dan final kepada Kementerian Keuangan. Kementerian Keuangan mengonsolidasikan seluruh laporan keuangan kementerian dan provinsi secara bergilir untuk menciptakan laporan pertanggungjawaban finansial nasional.
83
Laporan finansial BRR terdiri atas sejumlah komponen. YYang pertama adalah laporan realisasi anggaran (LRA). LRA merinci pencairan dana yang dibuat dibandingkan dengan komitmen anggaran yang sudah dinyatakan. Laporan ini penting dalam melihat kapasitas penggunaan yang mencakup dan saling berkaitan dari sebuah organisasi sepanjang periode waktu kerjanya. Kedua adalah neraca, yang merupakan cuplikan dari status finansial berdasarkan waktu tertentu. Komponen terakhir adalah catatan atas laporan keuangan (CALK). Dua komponen pertama memberikan gambaran mengenai progres gambaran angka, sedangkan CALK memberikan naratif pada angka untuk membantu menjelaskan dan mengklarifikasi status Tabel 5.2. Alokasi Rehabilitasi dan Rekonstruksi per Sektor (Jutaan Rp) finansial. (c) Target-target Finansial Di awal BRR, dana dialokasikan kepada kelompok-kelompok sektoral oleh DPR-RI dimulai pada akhir 2005, dengan berkonsultasi dengan BRR, Bappenas, dan pemerintah setempat. Perkiraan rekonstruksi dan rehabilitasi kerusakan digunakan sebagai dasar untuk melakukan alokasi-alokasi. Setelah ulasan tengah tahun pada Juni 2007 dan analisis lebih jauh terhadap permintaan,
Sektor
Perumahan
Rencana Induk * Alokasi 2005
Revisi Alokasi Rencana Induk (2008) Termasuk Mekanisme Pendanaan dan Rehabilitasi Aceh-Nias APBN
Non-APBN
Total
579.021
880.454
1.089.411
1.969.865
Infrastruktur
2.208.505
1.423.710
696.452
2.120.162
Masalah Sosial
1.566.021
415.866
1.146.557
1.562.423
Pembangunan Ekonomi
161.182
324.181
482.407
806.588
Pembangunan Institusi
657.096
203.183
300.997
504.180
0
223.846
139.362
363.208
5.171.825
3.417.240
3.855.186
7.272.426
Manajemen TOTAL
*Alokasi yang dibentuk DPR-RI pada 2005.
KEUANGAN: Tujuh Kunci Pengelolaan Dana Bantuan yang Efektif
84
Rencana Induk diperbaiki untuk menutup biaya US$ 7,2 miliar dari sebelumnya US$ 5,2 miliar. Rencana Induk di tahap ini dianggap mewakili kepentingan komunitas Aceh sepenuhnya. Hasil alokasi dana menurut sektor diperlihatkan di Tabel 5.2. (d) Peran Audit Laporan finansial tahunan BRR wajib diaudit oleh BPK. Laporan evaluasi independen terhadap akurasi pernyataan finansial BRR, dengan objektif menyediakan pendapat bagi laporan organisasi.
Pendapat (Opini) BPK Untuk setiap laporan finansial, BPK memberikan salah satu dari pendapat berikut: •
WTP – Wajar Tanpa Pengecualian
•
WDP – Wajar Dengan Pengecualian
•
TMP – Tidak Memberikan Pendapat
•
TW – Tidak Wajar
BRR Trust Fund Seperti disebut di Bab 3, BRR Trust Fund account dibuat berdasarkan surat otorisasi dari Menteri Keuangan yang memungkinkan dana yang belum digunakan untuk disalurkan ke tahun berikutnya dengan tujuan untuk mengadakan dana bagi proyek-proyek yang tertunda. Proyekproyek yang didanai melalui trust fund tidak diberikan pengecualian standar nasional dari tanggung jawab dan transparansi; BRR mempertahankan komitmennya untuk mematuhi standar hukum. Rekening dana perwalian ini dibuat untuk menyediakan kecepatan, ketahanan serta fleksibilitas dari proyek-proyek di kawasan pascabencana. Rekening serupa didirikan untuk mempercepat proses pendanaan pascabencana dalam kasus pemulihan gempa bumi Yogyakarta.
Awal 2006, BRR menyerahkan laporan finansial berkala kepada BBPK, BPK lalu memberikan opini terhadap setiap laporan.26 Audit dilakukan untuk mengevaluasi validitas dan reeliabilitas tentang informasi yang disediakan oleh sistem oorganisasi, proses, atau proyek-proyek dan juga menilai sistem fiinansial. Sebuah audit memastikan suatu pihak jujur dengan menggunakan kejujuran sebagai target dan nilai yang bisa m diukur, menggunakan kepatuhan dengan SAP sebagai alat ukur d dari kejujuran. Setiap perselisihan atau hal yang tidak akurat d hharus dibahas dan diperbaiki. Biasanya, sebuah audit akan menunjukkan kesalahan akuntansi yang sederhana. Sementara m ittu, di saat lain, bisa juga menunjukkan isu yang lebih serius sseperti penipuan yang mungkin bisa terlihat selama masa audit berlangsung. Sebagaimana disebutkan di bab-bab sebelumnya, BRR harus bekerja cepat di bawah sejumlah kendala dari peraturanb peraturan umum, yang dirancang bagi kondisi normal, dan p kkarenanya tidak dapat mengakomodasi konteks pascabencana. SSetelah proses audit laporan finansial BRR 2006, BPK mengeluarkan pendapat “tidak memberikan pendapat (TMP)” m dalam pengkajian BRR trust fundd dan mekanisme penyaluran dana d bagi proyek-proyek tertentu dan menyimpulkan proyek-proyek b ittu tidak mematuhi peraturan yang ada. Proyek-proyek tersebut aadalah Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pemukiman Berbasis KKomunitas (ReKompak) yang didanai melalui Unit Manajemen PProyek; beasiswa bagi kelanjutan pendidikan perawatan kkesehatan di NAD yang disalurkan melalui BRR dan Jurusan Akademi Keperawatan dari Unsyiah; dan Rekening Komite A BBeasiswa Banda Aceh. Pandangan mengenai ketidakpatuhan berkenaan dengan pendapat bahwa BRR Trust Fund, ReKompak, dan Rekening Komite p BBeasiswa Banda Aceh telah menyimpang dari peraturan normal.
Bagian 5. Meraih dan Mempertahankan Akuntabilitas
85
Kondisi ini dirancang dalam merespons kebutuhan rekonstruksi: di kasus pertama, kebutuhan untuk menjaga dana anggaran yang tersisa dari satu tahun ke yang lain bila diperlukan dana tambahan di tahun berikutnya, sementara di kasus kedua dan ketiga ada keperluan akan mekanisme penyaluran dana yang cepat. Saat itu, peraturan yang ada tidak bisa berfungsi di saat diperlukan tindakan darurat semasa rekonstruksi berlangsung. Kepatuhan mendapatkan prioritas yang lebih rendah dibandingkan dengan kebutuhan akan pengerjaan tempo singkat dan fleksibilitas dalam melaksanakan respons pascabencana. Tabel 5.3 Opini BPK untuk Jajaran Kementerian 2007
Opini
Jumlah Organisasi
Jumlah dana (Rp juta)
Persentasi dari Dana
WTP
17
89.373.031,22
11,79%
WDP
31
18.279.991,67
2,41%
TMP
37
649.066.668,52
85,66%
TW
1
1.016.011,82
0,13%
86
757.735.703,23
100%
Total
Sumber: BPK 2009
Kabapel BRR Kuntoro Mangkusubroto (tengah) didampingi Deputi Keuangan dan Perencanaan, Amin Subekti (kiri), menyaksikan Kepala kantor perwakilan BPK di Banda Aceh, Ir. Abdul Rifal Saleh, menandatangani hasil-hasil Audit BPK. Banda Aceh, 20 November 2008. Foto: BRR/Arif Ariadi
KEUANGAN: Tujuh Kunci Pengelolaan Dana Bantuan yang Efektif
Dalam menjaga akuntabilitas kepatuhan, kerangka kerja untuk menjaga akuntabilitas harus disesuaikan agar sesuai dengan konteks pascabencana. Dalam kondisi seperti itu, perubahan dari prosedur normal tidak selalu berarti penyalahgunaan. Perubahan esensial perlu dilakukan. Pendapat BPK mengenai laporan finansial BRR pada 2006 mengimplikasikan prosedur standar pemerintah RI dalam melakukan audit tidak sesuai diterapkan dalam konteks pascabencana. Setelah pergeseran paradigma sesuai konteks pascabencana, audit BPK terhadap penggunaan dana BRR Trust Fundd mengindikasikan tidak adanya masalah yang signifikan. Pada 2007, BRR adalah satu dari 17 di luar 86 jajaran kementerian yang menerima opini ”wajar tanpa pengecualian (WTP)” terhadap laporan keuangan dari BPK (.). Mayoritas jajaran kementerian (31 badan) menerima ”wajar dengan pengecualian (WDP)” atau ”tidak memberikan pendapat (TMP)” (37 badan). Kontras dengan BRR, banyak dari 17 badan yang menerima WTP sudah lama dibentuk dan mengelola jumlah aset dan dana yang relatif kecil, sama dengan kira-kira 12 persen dari total APBN (BPK 2009).
86
Memperoleh WTP atas laporan BRR merupakan pencapaian yang luar biasa, terutama mengingat badan ini harus mengelola jumlah dana terbesar (US$ 2 miliar untuk rekonstruksi) dibanding badan-badan lainnya.
Akuntabilitas Kinerja Komitmen dana oleh pemerintah dan nonpemerintah harus terwujud menjadi hasil nyata. Sebagaimana dinyatakan pada mandat, BRR diminta bertanggung jawab atas keberhasilannya di Aceh dan Nias. Untuk mengukur efektivitas kerja BRR, Rencana Induk yang telah direvisi menguraikan sejumlah target hasil rekonstruksi. Sebagai badan yang setara dengan kementerian, BRR bertanggung jawab secara hukum untuk melaporkan hasil kerja tentang penyaluran dana yang disalurkan melalui mekanisme on-budget. Lebih jauh lagi, peran ganda BRR sebagai badan koordinasi mewajibkan badan ini untuk juga melaporkan hasil kerja dari penggunaan dana off-budget.
Tabel 5.4 94% dari Keseluruhan Key Performance Indicators (KPI) Telah Tercapai
Kategori Pencapaian Persentase Sub Sektor
Infrastruktur
BIRU
HIJAU
KUNING
JINGGA
MERAH
> 100%
76-99%
51-75%
26%-50%
<25%
59
6
Pengembangan Kelembagaan
106
3
Pembangunan Ekonomi
125
6
5
40
2
1
265
12
8
87,89%
4,28%
2,36%
Perumahan dan Permukiman Agama, Sosial dan Budaya Persentase
2
1
Total Keseluruhan
3
71
2 8
111 7
151
2
45
5
9
299
2,36%
3,10%
100.00%
* KPI belum dicapai ketika masa kerja BRR dialihkan ke Rencana Kerja Pemerintah 2009 (lebih lanjut lihat Bagian 7).
Bagian 5. Meraih dan Mempertahankan Akuntabilitas
(i) Target Kinerja Di Bab 2, kita membahas perubahan dibuat terhadap Rencana Induk untuk mengakomodasi kebutuhan lapangan dengan lebih baik. Rencana Induk yang direvisi berfungsi menjadi kompas untuk mengukur hasil kerja melalui indikator kinerja utama (key performance indicators-KPI) yang sudah ditetapkan. Indikator-indikator yang telah ditetapkan ini mencakup pengukuran akuntabilitas pencapaian yang bisa diterima dan dianggap efektif dari segi upaya oleh BRR dan mitranya. Secara keseluruhan, terdapat 678 KPI di lima sektor-sektor utama. Sebagai tambahan melaksanakan evaluasi paruh waktu (mid-term review-MTR), BRR melaksanakan inventarisasi mengukur kemajuan di setiap sektor. Tabel 5.4. adalah contoh hasil dari proses inventarisasi di dalam sektor perumahan dan tempat tinggal. Pada awalnya, ditetapkan pencapaian BRR yang dianggap memuaskan adalah bila mencapai 85-100 persen dari Indeks Kinerja Utama (IKU) keseluruhan. Pada Desember 2008, 94 persen dari KPI Rencana Induk telah tercapai. Inventarisasi KPI memperlihatkan bahwa melewati proses pencairan dana yang menyakitkan menghalangi dan menggeser pendekatannya untuk meningkatkan koordinasi, BRR berhasil untuk menjalankan upaya rekonstruksi sesuai dengan target dari revisi Rencana Induk pemerintah RI.
87
(ii) Proses Pelaporan Pencapaian Seperti telah disebut di awal, Satker memainkan peran kunci dalam melaporkan progres pelaksanaan proyek. Satker bertindak sebagai perpanjangan tangan BRR di lokasi untuk memonitor dan mencatat outputt atas dana on-budgett saat digunakan. Sementara untuk hasil penggunaan dana off-budget,t IKU dicapai oleh LSM dan mitra pelaksana yang lain dimonitor melalui RANdatabase. (iii) Laporan Pencapaian Menurut Perppu No.2/2005, BRR harus melaporkan laporan akuntabilitas kinerja tengah tahun, tahunan, dan final. Laporan akuntabilitas kinerja adalah laporan inklusif
Tabel 5.5 KPI yang Tercapai pada Sektor Perumahan dan Permukiman
Kategori Pencapaian Persentase Sub Sektor
BIRU
HIJAU
KUNING
JINGGA
MERAH
> 100%
76-99%
51-75%
26%-50%
<25%
Administrasi Pertanahan
20
Perumahan
3
1
1
2
Total Keseluruhan
24 3
Perencanaan Tata Ruang
17
1
Total
40
2
19 1
2
46
KEUANGAN: Tujuh Kunci Pengelolaan Dana Bantuan yang Efektif
88
(terbuka/menyeluruh/mencakup seluruhnya) mencakup hasil kerja yang didanai seluruh mekanisme jalur penyaluran dana. Karena standar nasional bagi laporan hasil kerja hanya cocok bagi proyek-proyek dengan dana on-budget,t BRR ditugaskan untuk membuat format laporan yang bisa menunjukkan laporan hasil kerja on dan off-budget. Format laporan kinerja yang dibuat BRR mencakup perbandingan kemajuan IKU dibandingkan dengan target dari revisi Rencana Induk. Dalam pelaksanaannya, BRR hanya melaporkan hasil kerja dari semua partisipan rekonstruksi, bukan hasil akhir. Membuat laporan pencapaian ini bukanlah tanpa tantangan. Ketika keluaran dari proyek-proyek on-budgett dapat diukur dengan mudah dan setara dengan IKU revisi Rencana Induk, sedangkan bagi IKU proyek-proyek off-budgett memiliki kisah yang berbeda. Tak ada standar yang dapat diterima secara meluas bagi laporan progres dari off-budget. RANdatabase adalah kunci dalam pencatatan pencapaian finansial dan hasil kerja, awalnya tidak menerapkan revisi Rencana Induk; belakangan, ketika para mitra diminta untuk melaporkan IKU mereka, mereka kerap melakukannya sesuai dengan IKU yang berbeda dari apa yang didefinisikan oleh Rencana Induk. Lebih jauh lagi, akurasi RANdatabase harus tergantung kepada pelaporan oleh mitra-mitra rekonstruksi. Sementara Satker di lapangan melaporkan progres pelaksanaan menurut standar pemerintah, contohnya IKU revisi Rencana Induk. Standar yang berbeda bagi pengukuran IKU mempersulit proses pelaporan BRR, dan sebagai akibatnya mengompromi kelengkapan serta akurasi laporan. (iv) LAKIP Laporan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah (LAKIP) adalah standar pelaporan nasional setingkat kementerian dan pemerintah daerah. LAKIP melaporkan hasil kerja yang dihasilkan oleh dana on-budget. Sebagai standar nasional bagi pelaporan pencapaian, format LAKIP adalah salah satu yang dapat diikuti oleh BRR untuk kegiatankegiatan on-budget. LAKIP dilaporkan setiap tahun kepada Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara. Pengalaman di Aceh dan Nias menunjukkan bahwa LAKIP, sistem pelaporan tanggung jawab nasional, terlalu sempit bagi lingkup tujuan-tujuan rekonstruksi; sehingga gagal untuk memasukkan komponen off-budgett yang memiliki dampak signifikan pada keseluruhan hasil. Pemerintah RI tidak memiliki sistem akuntabilitas yang terintegrasi bagi hasil on dan off-budget. Sementara BRR yang pertama dari jajaran kementerian yang diberikan mandat untuk melaporkan hasil kerja dana on dan off-budget,t BRR juga bukan yang terakhir. Sistem akuntabilitas yang terintegrasi dapat mengatasi hasil kerja dari on dan off-budgett dengan standar pencatatan dan pelaporan yang adil diperlukan pada tingkat nasional. (v) Penghargaan Ketika meninjau LAKIP yang dilaporkan, Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara membandingkan pencapaian dari setiap badan dengan sejumlah target yang sudah ditetapkan sebelumnya. Di 2006, BRR menerima penghargaan untuk
Nilai Tambah Sistem Akuntabilitas BRR menyediakan sistem akuntabilitas bagi partisipan dalam program rekonstruksi dan rehabilitasi di Aceh dan Nias yang bahkan melampaui hukum Indonesia. Sistem akuntabilitas ini juga menciptakan transparansi dalam proses rekonstruksi bersama. Transparansi berkaitan dengan keterbukaan. Hal ini menyangkut kemampuan melihat keputusan-keputusan yang dibuat serta bagaimana keputusan-keputusan itu diambil, seperti halnya bagaimana dan kapan keputusan-keputusan itu diterapkan setelah disetujui. Akses terhadap informasi juga penting bagi terjadinya transparansi. Paragraf berikut memberikan contoh mengenai sistem informasi yang transparan yang diterapkan BRR untuk menciptakan transparansi pada hasil-hasil kerjanya selama empat tahun.
Pangkalan Data Pemulihan Aceh-Nias Sebagaimana disebut dalam Bagian 2, Pangkalan Data Pemulihan Aceh-Nias, RAN Database, dibuat di akhir 2005 untuk mendaftarkan dan memonitor donor dan program-program LSM, dan untuk memonitor progres fisik serta penerapan finansial off-budget. Pembangunan-pembangunan dibuat pada sistem memungkinkan terjadinya pemantauan terhadap komitmen dan penyaluran dana setara dengan output yang dihasilkan oleh dana dan badan-badan penerapan. Sistem informasi yang padat karya dan saling tumpang-tindih menciptakan keraguan mengenai akurasi dan kelengkapan data. Untuk mengatasi hambatan-hambatan, Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) dan Direktorat Akuntansi dan Manajemen Aset mengambil kegiatan-kegiatan sosialisasi, atau outreach, untuk menambah tingkat kepatuhan dan memastikan badan-badan mengonfirmasikan data yang mereka kumpulkan. Saat BRR mengakhiri masa tugasnya, RANdatabase mencapai tingkat kepatuhan 92 persen dan hampir 70 persen dari badan-badan yang tercatat telah mengonfirmasikan keberhasilan mereka.27 Pada 2008 RANdatabase menerima penghargaan bergengsi untuk kategori teknologi dari Future Governance Asia Pacific Consortium.
Sistem Manajemen Aset dan Informasi (i) SIMAS/ SABMN Sistem Manajemen Aset dan Informasi, SIMAS, dibuat oleh BRR sebagai aplikasi pendukung bagi sistem manajemen yang sudah ada yang dikenal sebagai Sistem Akuntabilitas Barang Milik Negara (SABMN), yang dimiliki oleh Menkeu. SABMN mencatat informasi yang penting seperti lokasi, nomor kontak, tipe-tipe aset, dan pengguna setiap aset. Rincian ini mengonfirmasikan keberadaan dari aset dan kondisi aset (berdasarkan pada 11 klasifikasi).
Bagian 5. Meraih dan Mempertahankan Akuntabilitas
pencapaiannya di peringkat satu, sebagaimana diperlihatkan dalam LAKIP. Pada 2007, meski BRR tidak menerima peringkat setinggi badan yang lain, BRR masih memperoleh penghargaan karena melaporkan LAKIP mereka tepat waktu.
89
KEUANGAN: Tujuh Kunci Pengelolaan Dana Bantuan yang Efektif
90
Pengalihan SIMAS ke otoritas NAD setempat, 29 Oktober 2008. Foto: BRR/Arif Ariadi
Pada 2008 SIMAS dikembangkan lebih jauh. Sistem ini mengintegrasikan data dari RANdatabase, untuk membantu BRR (UNDP-MDF) memverifikasikan pertanggungjawaban keberadaan aset untuk diserahterimakan kepada pemerintah setempat secara transparan dan dengan cara yang akuntabel. SIMAS menyediakan Dinas Pengelola Keuangan dan Kekayaan Aceh Tingkat I dan II (DPKKA), Departemen Pekerjaan Umum Tingkat Provinsi (Tingkat I dan II), Bappeda dan Arsip Provinsi dan Nasional dengan akses berdasarkan referensi geografis, database aset yang sudah diverifikasikan lewat foto, dan bisa digunakan bagi manajamen aset dan pelaporan. (ii) SIMBADA and SIMDA Karena SIMAS dirancang untuk memfasilitasikan penyerahterimaan aset-aset BRR di bawah kerangka kerja peraturan Menkeu, maka hanya dapat digunakan bagi tingkatan DPKKA nasional dan provinsi. Karena itu, untuk mengidentifikasikan kebutuhan DPKKA tingkat provinsi dan distrik serta departemen sektoral distrik atau dinas, BRR membuat sistem SIMBADA untuk perencanaan aset dan manajemen dan sistem SIMDA untuk tingkatan manajemen perencanaan keuangan kabupaten/kota. Pada tingkatan provinsi dan distrik, manajemen perencanaan finansial dan aset diatur oleh Kementerian Dalam Negeri.28 Baik sistem SIMBADA maupun SIMDA mematuhi peraturan-peraturan ini dan berpotensi memberikan alat perencanaan finansial dan aset yang terkomputerisasi, untuk meningkatkan kemampuan pemerintah setempat dalam membuat rencana dan membangun anggaran, beroperasi dan menjaga aset-aset publik yang mereka terima.
Penting bagi BRR untuk menciptakan dan mempertahankan akuntabilitas kepada para partisipan dan penerima bantuan dana. Sebagaimana dibahas di atas, hal ini berkaitan dengan akuntabilitas finansial dan juga kinerja. Dengan kata lain, BRR harus mampu menjawab apa pun yang menjadi kebutuhan kegiatan-kegiatan mereka. Untuk hal ini, BRR harus mampu mengukur kemajuannya berhadap-hadapan dengan target-target mereka. Menetapkan target sejak awal dan disetujui bersama oleh para partisipan, penting untuk menyediakan alat ukur bagi pencapaian dan tanggung jawab BRR sepanjang masa tugasnya. Target-target ini, beserta IKU yang relevan untuk mengukur pencapaian dari target-target tersebut, ditetapkan pada Rencana Induk dan disempurnakan dalam revisi Rencana Induk. Secara rinci, pelaporan tepat waktu dari BRR mengenai pencapaian kerja dan finansialnya dengan jelas mengindikasikan kemajuannya kepada donor dan memperlihatkan hubungan BRR dengan target-targetnya. Audit dan inisiatif antikorupsi membantu kecepatan dan kepercayaan atas proses-proses pelaporan ini untuk memuaskan para mitra dan bagi keuntungan BRR sendiri. Proses-proses ini membantu pelacakan BRR yang berhasil, menjelaskan dan bertanggung jawab untuk penggunaan dana serta pencapaian kerja kepada para mitra dan penerima bantuan—sebagai indikasi dari tanggung jawab. Akhirnya, layak dicatat, upaya untuk memperlihatkan akuntabilitas BRR menghasilkan nilai tambah, dengan memproduksi sumber informasi yang bisa digunakan para pelaku. Ada sejumlah pelajaran yang dapat dipetik dari pengalaman di Aceh dan Nias. Akuntabilitas bagi tujuan dengan skala sebesar ini haruslah mencakup semua partisipan dan mengakomodasi konteks. Tanggung jawab BRR atas dana on dan offbudgett dan hasilnya akan diperkuat oleh keberadaan sistem akuntabilitas nasional yang terintegrasi untuk mengukur efektivitas. Sedangkan konteks pascabencana memerlukan kerangka akuntabilitas kerja yang dapat mengakomodasi kebutuhan untuk pelaksanaan yang cepat dan memungkinkan fleksibilitas untuk merespons kebutuhan yang senantiasa berubah.
Bagian 5. Meraih dan Mempertahankan Akuntabilitas
Kesimpulan
91
Bagian 6. Menjaga Integritas dalam Proses Rehabilitasi dan Rekonstruksi
Menjaga Integritas dalam Proses Rehabilitasi dan Rekonstruksi
93
Satu Insiden, Sederetan Konsekuensi Mematikan HARI itu menunjukkan pukul 15:27, 15 Januari, 2009. Pesawat US Airways bernomor penerbangan 1549 baru saja meninggalkan landasan Bandara Internasional LaGuardia, di New York menuju Charlotte, Carolina Utara. Pesawat jenis Airbus 320 menukik setinggi 3.000 kaki (914 meter) ketika sang pilot, Kapten ”Sully” Sullenberger, membuat panggilan darurat. ”Di sini Kaktus 1549, menabrak burung-burung, daya pendorong kedua mesin kami rusak,” Kapten Sully memberi tahu menara kontrol LaGuardia. ”Kami kembali menuju LaGuardia.” Menara pengawas segera membuat persiapan untuk mengamankan landasan bagi pendaratan darurat, namun kurang dari satu menit kemudian, Kapten Sullenberger melaporkan pesawat tak akan mampu mencapai LaGuardia lagi. ”Kami tak mungkin kembali. Kami mendarat di Sungai Hudson.” Ketika awak menara pengawas bertanya apakah Sullenberger mau mencoba mencapai bandara lain yang jaraknya sekitar enam mil di New Jersey, pilot itu menjawab, ”Tidak mungkin. Kami mendarat di Hudson.”
BRR menempatkan penegakkan anti-korupsi pada prioritas yang sangat tinggi dalam Pemulihan Aceh-Nias. Satuan Anti Korupsi (SAK) BRR menjadi ujung tombaknya. Foto: BRR/Arif Ariadi
KEUANGAN: Tujuh Kunci Pengelolaan Dana Bantuan yang Efektif
94
Dengan kejituan membuat keputusan di saat yang tepat, meski dalam kondisi darurat, pilot beserta awak pesawat mampu mengadakan pendaratan dengan selamat di Sungai Hudson. Kondisi pesawat tetap utuh, 155 penumpang dan awaknya selamat. Bukti-bukti awal mengindikasikan insiden itu disebabkan oleh tabrakan pesawat dengan sejumlah burung. Seorang penumpang yang duduk di bagian kelas eksekutif melaporkan ia melihat sekelompok burung menabrak pesawat. Dua radar FAA menangkap target yang kurang terlihat jelas di jalur mesin yang konsisten dengan kelompok burung yang digambarkan, sementara baik pilot maupun kopilot mengonfirmasikan telah melihat sekawanan burung menabrak pesawat tak lama setelah meninggalkan landasan LaGuardia.29 Insiden serupa ini telah memberikan pelajaran berharga bagi kita semua. Meski gangguan kecil, seperti seekor burung, mungkin saja menghentikan mesin secanggih Airbus 320. Sesuatu hal yang tidak dapat diantisipasi mungkin saja meruntuhkan sebuah organisasi yang kokoh. Dalam sebuah kasus yang digambarkan majalah Time sebagai “kejahatan abad ini”, Nick Leeson (28 tahun) telah menjadi pelaku tunggal yang menyebabkan kebangkrutan tempatnya bekerja, Barings Bank, yang merupakan bank tertua di Inggris Raya. Didirikan pada 1762, bank itu telah membantu membiayai perang-perang Napoleon, pembelian negara bagian Louisiana, dan pembangunan Kanal Erie. Barings Bank lalu bangkrut akibat akumulasi kerugian yang mencapai US$ 1,4 miliar berawal dari serangkaian kegiatan dagang oleh satu orang. Pada 3 Maret 1995, Barings dijual seharga £ 1,00 kepada ING, bank raksasa Belanda. Dalam kasus lain yang juga banyak disorot, kejatuhan Enron-yang pernah tercatat sebagai salah satu dari US Fortune Top Ten Company-telah menyebabkan firma akuntansi global Arthur Andersen dipaksa berhenti beroperasi, sementara reputasinya pun hancur. Para auditor Andersen telah gagal dalam menyingkapkan penipuan manajemen yang dilakukan oleh para direktur Enron. Nasib perusahaan itu berakhir ketika sejumlah pekerjanya menghancurkan setumpuk kertas kerja berhubungan dengan Enron, dan sebagai akibatnya, menghancurkan sejumlah bukti penting. Ribuan pekerja perusahaan itu di seluruh dunia menjadi korban akibat kejatuhan perusahaan pada 2001 (Dickstein dan Flast, 2009). Rangkaian insiden yang mengakibatkan jatuhnya Penerbangan 1549, Barings, dan Arthur Andersen adalah contoh-contoh dari risiko operasional yang akut. Risiko operasional yang akut seharusnya dihindari sebisa mungkin, dengan tolok ukur yang diletakkan pada tempatnya agar siaga saat kita terlelap di malam hari. Dari awal, praktik manajemen BRR telah dilengkapi sarana untuk meminimalisasi risikorisiko tersebut. Prosedur-prosedur harus diletakkan pada tempatnya untuk mengatasi kondisi saat risiko muncul. Tugas ini sungguh tak mudah: program rekonstruksi yang dipimpin oleh BRR amatlah rumit, melibatkan ribuan proyek bernilai jutaan dollar. Selalu ada ruang bagi terjadinya kesalahan, mulai dari kesalahan yang tidak disengaja saat
Untuk memandu, mengelola, dan menjaga integritas organisasinya, BRR perlu menciptakan sejumlah praktik prosedural. Dengan kata lain, badan ini perlu mengelola integritas organisasinya. Yang dimaksud sebagai integritas di sini adalah kesetiaan pada prinsip-prinsip moral dan etika; keluhuran karakter moral; dan kejujuran. Definisi kedua tentang integritas adalah keadaan ketika sesuatu menjadi utuh, keseluruhan, atau tanpa cacat, sebagai contoh, ”menjaga integritas sebuah kekaisaran atau menjaga integritas sebuah kapal”. Sebuah organisasi dengan integritas adalah sebuah organisasi yang kokoh yang mampu menantang bahaya dan risiko yang mungkin dihadapi sepanjang perjalanan. Bab ini membahas bagaimana BRR mengatasi tantangan-tantangan.
Membangun Integritas Proses Bisnis Dalam membangun integritas organisasi BRR, hal pertama yang perlu dilakukan adalah membangun lingkungan operasional serta bisnis yang bisa diterima oleh komunitas internasional yang akan menyalurkan jumlah dana yang signifikan melalui program rekonstruksi dan rehabilitasi. Firma-firma konsultan global yang terkenal, McKinsey & Company dan Ernst & Young, dilibatkan untuk membantu terbentuknya model bisnis BRR dan meletakkan sistem manajemen serta akuntansi pada tempatnya. Keahlian mereka membantu membimbing BRR menuju adopsi sistem yang transparan dan memasukkan dukungan unsur checks and balances bagi integritas badan ini. Menjaga integritas melalui proses bisnis BRR sangat menantang karena sejumlah alasan, antara lain: 1. Jumlah besar pengadaan dan kontrak yang diberikan kepada benda-benda dan jasa, sebagian diberikan atas dasar nonkompetisi berkenaan dengan kondisi darurat; 2. Lokasi-lokasi penerapan proyek yang terpencil; 3. Rendahnya tingkat kepercayaan dunia internasional karena adanya anggapan umum mengenai Indonesia sebagai salah satu negara yang paling rawan korupsi di seluruh dunia, sebagaimana hasil tinjauan oleh Transparency International (TI) dan organisasiorganisasi internasional lainnya Untuk mengatasi isu-isu ini serta menjaga integritas dari proses bisnisnya saat BRR harus menghadapi sejumlah tantangan, badan ini harus membangun sejumlah mekanisme bagi terjadinya checks and balances. Mekanisme yang digunakan termasuk di
Bagian 6. Menjaga Integritas dalam Proses Rehabilitasi dan Rekonstruksi
memberikan pengarahan dana hingga penipuan proyek, dari pengadaan yang tidak efisien hingga kehancuran reputasi. Insiden-insiden ini dapat mengarah kepada krisis yang menjadi besar. Bayangkan, sebagai contoh, sejauh apa kehancuran yang dapat dialami oleh BRR bila ada kasus korupsi dan dilakukan oleh jajaran pekerja seniornya? Kepercayaan para pemangku kepentingan terhadap BRR pasti akan hilang, reputasi BRR pun pasti hancur.
95
KEUANGAN: Tujuh Kunci Pengelolaan Dana Bantuan yang Efektif
antaranya audit baik secara internal maupun eksternal, sebagaimana inisiatif antikorupsi. Pengaturan audit yang efisien lintas badan dan sektor publik amatlah penting untuk menjamin pengelolaan yang baik, transparansi, serta tentu saja integritas. Pengaturan audit sektor publik mencakup baik fungsi audit eksternal (terpisah dari bagian eksekutif dan kewajiban melapor kepada bagian legislatif serta fungsi audit internal (hanya melapor kepada bagian eksekutif). Kedua tipe audit ini memiliki fungsi yang berbeda namun saling melengkapi. Eksternal audit berfungsi sebagai mekanisme bagian luar yang bertanggung jawab dalam membantu pertanggungjawaban BRR secara hukum kepada publik. Audit internal berfungsi sebagai semacam pengawasan mandiri yang membantu kepatuhan badan pada peraturan dan juga legislatif kepada pejabat yang berwenang. Audit internal dilakukan oleh BRR sendiri bersama dengan BPKP. Hal ini dianggap sebagai bagian dari sistem kontrol internal BRR, sebuah sistem yang juga membantu mengidentifikasikan kemungkinan/kesempatan untuk meningkatkan praktik manajemen.
96
Ringkasnya, mekanisme dan jalur yang digunakan BRR untuk menjamin integritas antara lain: 1. Audit internal, dilakukan oleh: t Badan Pengawasan BRR t Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan ( BPKP) 2. Gerakan antikorupsi, dilakukan oleh Satuan Antikorupsi BRR 3. Audit eksternal, dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Satuan Antikorupsi (SAK) BRR menjalankan fungsi audit internal dan eksternal. SAK menerima dugaan atau keluhan, selanjutnya mengadakan penyidikan internal, melaporkan kegiatan ilegal bila Gambar 6.1 Struktur Integritas BRR ditemukan sesuai dengan ketentuan hukum yang dijalankan para penegak Badan Rehabilitasi & Rekonstruksi NAD-Nias (BRR) hukum. Bagian akhir dari mandat membedakannya dari audit internal.
Dewan Penasihat
Kepala Bapel
Dewan Pengawas
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
Deputi
Deputi Pengawasan
Satuan Anti Korupsi (SAK)
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)
Komunitas dan Pemegang Kepentingan Lain
Awalnya, SAK melapor langsung kepada direktur dari Badan Pelaksana BRR (belakangan kewajiban bagi pengawasan SAK bergeser ke bagian Dewan Pengawas). SAK diberikan akses yang luas ke seluruh area operasional BRR, sehingga badan ini dapat memonitor pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi antarorganisasi, dengan penekanan pada akuntansi terhadap dana berjumlah besar dan aset-aset yang terlibat.
Integritas Personalia Sejak awal disadari bahwa menjaga integritas serta memiliki sikap tegas melawan korupsi adalah penting bagi reputasi BRR serta kemampuan badan ini untuk berfungsi secara efektif. Memelihara integritas ditanamkan di dalam semangat pembuatan setiap rencana manajemen risiko BRR. Sebagaimana disebutkan di awal, penting bagi BRR untuk membangun kerangka kerja yang meyakinkan dan menjaga integritas. Tanpa adanya kerangka kerja semacam itu, tidak akan mungkin BRR menjalankan mandatnya dengan seharusnya, terutama seluruh pencarian penting atas bendabenda yang diperlukan publik dan layanan Setiap calon karyawan BRR bersedia untuk taat kepada dan untuk bagi kawasan korban tsunami.
Pakta Integritas Karyawan BRR
Kebijakan-kebijakan serta peraturanperaturan yang baik adalah kunci untuk membangun kerangka kerja dari bawah ke atas, menciptakan transparansi dan efisiensi, dan karenanya mampu mengelola risiko. BRR mampu mengungkapkan peraturan serta kebijakan yang konsisten, sesuai dengan kebutuhan untuk membangun niat politik serta memastikan peraturan dan kebijakan tersebut dilaksanakan. Hal ini amat penting; budaya dan kinerja badanbadan pemerintah, terutama badan-badan ad hocc seperti BRR, sangat dipengaruhi oleh kebijakan dan peraturan yang berlaku. Kebijakan dan peraturan yang buruk menyebabkan perilaku yang tidak konsisten serta mengganggu dan berakibat hasil akhir yang buruk pula.
menandatangani Pakta Integritas sepanjang dua halaman dengan lampiran delapan halaman. Selain gaji yang disepakati, halaman pertama secara spesifik menyebutkan 28 hal terkait dengan keuangan yang mesti disepakati oleh para calon karyawan. Para calon berjanji untuk tidak meminta ataupun menerima uang atau kompensasi lain •
untuk hadir di pertemuan
•
sebagai honorarium
•
sebagai hadiah, sogokan atau bonus
•
untuk subsidi transpor
•
untuk subsidi kegiatan
•
sebagai subsidi beras, dan
•
untuk 22 hal lain yang dirinci secara spesifik di halaman pertama dari Pakta Integritas
Kerangka hukum dan peraturan-perundangan yang mengatur tata pemerintahan yang baik serta prinsip antikorupsi dari BRR, selanjutnya diatur dalam lampiran delapan halaman.
Meski BRR dibuat sebagai badan setingkat kementerian, badan ini berada di luar sistem lingkup kerja/perekrutan negara. Perekrutan dan kompensasi bagi pekerja dan pejabat BRR dilakukan dengan cara serupa dengan sektor firma swasta yang berfungsi baik, daripada sebuah badan pemerintah yang birokratis. Sebagai imbal balik, BRR memberi kompensasi berdasarkan pasar. Para pekerja
Bagian 6. Menjaga Integritas dalam Proses Rehabilitasi dan Rekonstruksi
Gambar 6.1 menggambarkan struktur integritas BRR. Mencakup kesadaran publik mengenai komunitas dan partisipan lainnya di dalam NAD dan Nias sebagai faktor.
97
KEUANGAN: Tujuh Kunci Pengelolaan Dana Bantuan yang Efektif
98
harus mematuhi kode integritas profesional, termasuk wajib melaksanakan pernyataan “deklarasi integritas dan kepatuhan”, yang juga disebut sebagai “Pakta Integritas”. Pakta Integritas yang merupakan bagian dari kontrak kerja seluruh pekerja. Perjanjian itu menggariskan sejumlah tindakan yang berkaitan dengan definisi korupsi, yang harus dihindari oleh para pekerja. Ringkasnya, pemerintah RI memberikan otorisasi bagi BRR untuk menawarkan imbalan yang lebih tinggi daripada apa yang biasa dibayarkan oleh badan-badan pemerintah. Namun, sebagai konsekuensinya, para pekerja yang baru direkrut itu harus berjanji untuk tidak menerima uang atau kompensasi (di luar gaji) untuk kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan pekerjaan yang kerap diterima oleh para birokrat. Tipe kompensasi ini cenderung mencegah tindak korupsi, konflik kepentingan, serta perilaku yang tidak patut. Korupsi di dalam birokrasi Indonesia sangat dikenal dan terdokumentasikan. Transparency International, telah mempublikasikan negara-negara yang menempati peringkat korupsi di indeks persepsi korupsi selama lebih dari 14 tahun, menurut “tingkat yang korupsi dianggap ada di antara pejabat negara dan politisi”. Survei pada 2007 terhadap 179 negara, menempatkan Indonesia pada peringkat 143 di 20 persen paling bawah. Integritas personalia yang dihadapi BRR terdiri atas tiga hal: (a) Bagaimana mencegah korupsi sepanjang pengadaan, manajemen, dan penggunaan barang-barang serta jasa-jasa bernilai miliaran dollar di kawasankawasan yang terkena dampak tsunami di Aceh dan Nias; (b) Bagaimana membangun dan menjaga kejujuran di semua aspek operasional BRR dan (c) Bagaimana membangun kembali dengan “lebih baik”. Tsunami tak hanya menelan korban nyawa melainkan juga meruntuhkan infrastruktur ekonomi, sosial, dan pemerintahan. Bisa dimaklumi, pemerintah belum berpengalaman dan tidak siap untuk mengatasi bencana berskala luar biasa besar. Tak ada organisasi yang disiplin serta fungsional dalam memobilisasi sumber daya yang dibutuhkan pada tingkatan nasional atau lokal. Kapasitas lokal di Aceh telah dilemahkan oleh perang saudara selama hampir 30 tahun, dan akibat bencana tsunami, infrastruktur pemerintah juga ikut hancur. Keadaan ini bukanlah lingkungan yang kondusif dalam membangun kekuatan integritas, justru sebaliknya. Memperkenalkan komunitas yang telah lama tidak berfungsi dengan baik ini dengan kemungkinan menjadi kaya adalah resep menuju korupsi. BRR berhasil menangkal terjadinya korupsi di kawasan-kawasan terpencil yang menjadi korban tsunami di Aceh dan Nias dikarenakan komitmen BRR terhadap integritas sebagai alat pelaksanaan manajemen risiko. Menjaga integritas BRR mencakup beragam insiatif yang keras untuk mencegah korupsi, pengukuran tanggung jawab, standar etika yang tinggi, dan kejujuran dalam melaporkan serta pelaksanaan seluruh aspek usaha.
Bagian 6. Menjaga Integritas dalam Proses Rehabilitasi dan Rekonstruksi
99
Penegakan Integritas BRR adalah satu-satunya lembaga di pemerintah Indonesian yang memiliki organisasi audit internal dan unit Satuan Antikorupsi (SAK). Setiap unit adalah bagian penting dari implementasi BRR, namun keduanya memiliki fungsi yang berbeda. Audit internal melapor kepada manajemen tapi tidak memiliki peran penyidikan, sementara SAK melapor kepada Dewan Pengawas, dan melaksanakan investigasi serta d laangkah-langkah yang diperlukan uuntuk melaporkan tindak korupsi kkepada pejabat yang berwenang. BRR diciptakan dengan misi khusus SSAK bekerja sama dengan organisasi sebagai badan terfokus yang setingkat audit internal, institusi pemerintah dengan kementerian, dan yang diberikan seerta organisasi publik yang lain dalam fleksibilitas dalam organisasinya serta masa kerja yang terbatas empat tahun menjalankan fungsinya. Termasuk di m untuk melaksanakan mandatnya. BRR antara organisasi-organisasi ini LSMbertugas untuk merehabilitasi dan LLSM seperti Transparency International merekonstruksi wilayah Aceh dan Nias Inndonesia (TII), kelompok-kelompok yang dilanda bencana, sesuai dengan Rencana Induk yang dikembangkan lewat uuniversitas serta institusi-institusi proses mufakat.. innternasional seperti UNDP, Bank PPembangunan Asia, dan Bank Dunia.
Faktor ke-1 Berhasilnya Integritas
Sosialisasi budaya antikorupsi oleh KPK bagi aparat pemerintahan di Simeulue, 14 November 2006. Foto: BRR/Ira Damayanti
KEUANGAN: Tujuh Kunci Pengelolaan Dana Bantuan yang Efektif
Sebagai tambahan dari para pemangku kepentingan di atas, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bekerja sama dengan SAK sebagai mitra kerja untuk mendampingi langsung program rehabilitasi dan rekonstruksi dan untuk memastikan SAK sendiri tetap bersih. Kerja sama ini bermaksud tidak hanya menindaklanjuti terjadinya atau dugaan adanya korupsi dalam pelaksanaan program rehabilitasi dan rekonstruksi oleh BRR, melainkan juga menyediakan pendidikan serta sosialisasi bagi tindakan preventif antikorupsi. SAK juga membangun kemitraan kerja dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).30 Kerja sama ini memungkinkan dukungan dari staf ahli dari BPKP untuk mendampingi SAK di lapangan. Lebih jauh lagi, SAK membangun hubungan dengan institusi-institusi pemerintah yang memiliki otoritas untuk mengejar kasus-kasus korupsi, termasuk Komisi Pemberantasan Korupsi, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), pemerintah daerah, dan kepolisian. Institusi-institusi pemerintah ini dapat menyediakan dukungan serta jalur-jalur yang diperlukan dalam kasus SAK ingin memburu sebuah kasus kriminal.
100
Tiga Tujuan Utama SAK Pendekatan yang digunakan oleh SAK dan mandat yang diberikan kepadanya untuk menghilangkan korupsi dalam program pemulihan digambarkan oleh tiga objektif prinsipil: pencegahan, penyidikan, dan pendidikan.
Gambar 6.2
2005
Pencegahan, tujuan pertama, mensyaratkan niat politik yang fleksibel dan lingkungan kerja yang bisa meminimalisasi Pergerakan Fokus Sasaran Kerja SAK dari Waktu ke Waktu praktik korupsi. Tujuan ini memerlukan dan menerima komitmen dari manajemen serta karyawan BRR untuk menghindari keterlibatan dalam korupsi. Pencegahan Dalam melaksanakan tujuan kedua, penyidikan, unit SAK memfokuskan kepada verifikasi apakah proses yang beragam Pendidikan dari program rehabilitasi dan rekonstruksi memenuhi standar pelaksanaan otoritas (kewenangan) yang ditetapkan oleh BRR. SAK memusatkan titik perhatian pada Penyelidikan pengadaan barang-barang dan jasa-jasa tertentu. Tujuan ini juga melakukan investigasi atas dugaan adanya korupsi yang dilaporkan 2006 2007 2008 2009 oleh komunitas.
Dari 1.537 keluhan yang dilaporkan, 910 di antaranya, atau 60 persen, ditanggapi sebagai kasus formal. Pendidikan, tujuan ketiga SAK adalah upaya berkelanjutan sejak berdirinya BRR di 2005. SAK memainkan peran penting dalam memperkenalkan peran pelaksanaan kewenangan yang baik, yang kerap digambarkan sebagai memiliki empat prinsip fundamental: partisipasi, tanggung jawab, prediktabilitas, dan transparansi. Dalam program edukasi, SAK bekerja sama dengan organisasiorganisasi yang relevan di bidang masingmasing untuk mendorong agar komunitas mengerti dan menolak praktik korupsi.
Tabel 6.1 Jenis Keluhan yang Diterima oleh Satuan Anti-Korupsi (SAK), September 2005 - Desember 2008
Jenis Keluhan
Jumlah Keluhan 2005-2006
Proses Pelanggaran Pengadaan
2007
2008
Total
531
191
87
809
9
5
0
14
Pelanggaran Pakta Integritas
21
5
1
27
Indikasi Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme
120
38
8
166
Hambatan Pelaksanaan Rehabilitasi dan Rekonstruksi
134
20
0
154
Pelanggaran Kewajiban Pembayaran kepada Bendahara Negara
2
2
0
4
Pelanggaran Administrasi
Tindakan Umum Kriminalitas Lain-lain Total
4
5
0
9
255
30
59
344
1.076
296
155
1.527
Tabel 6.2 Sumber Keluhan yang Diterima oleh SAK, September 2005 - Desember 2008
Metode Laporan Keluhan
Jumlah Keluhan 2005-2006
Surat
2007
2008
Total
775
185
83
1.043
8
2
1
11
Email (Surat Elektronik)
13
23
1
37
SMS
92
11
5
108
Kunjungan ke Kantor SAK
78
47
11
136
8
1
1
10
Faksimili
Telepon Media Massa Total
Sebagaimana disebutkan pada bagian awal, SAK membangun kemitraan kerja dengan BPKP yang memungkinkan para karyawan BPKP untuk mendukung SAK. Pada Desember 2008, 22 orang staf BPKP mendampingi SAK dalam menjalankan tiga misinya: pencegahan, pendidikan, dan penyidikan. Sebagai tambahan, sejumlah karyawan BPKP membantu SAK dengan menyediakan pemeliharaan data serta laporan manajemen informasi. SAK terus memperbaiki prosedur dan praktik kerja BRR, banyak di antaranya memiliki kekurangan dan potensi untuk disalahgunakan. Dalam melaksanakan tugasnya SAK berhasil menghentikan sejumlah upaya penipuan saat proses penawaran dan mencegah terjadinya kerugian finansial yang signifikan.
102
27
53
182
1.076
296
155
1.527
Bagian 6. Menjaga Integritas dalam Proses Rehabilitasi dan Rekonstruksi
Sejak didirikannya pada September 2005, unit SAK menerima lebih dari 1.500 keluhan dari beragam partisipan menyangkut beragam hal (Tabel 6.1.), melalui beragam metode laporan keluhan (Tabel 6.2.). Mulai dari awal 2006, ketika kontraktor pembangunan perumahan mulai bertambah, jumlah keluhan yang terdaftar ikut meningkat. Pada 2008, pengadaan perumahan adalah sumber dari sebagian besar keluhan. Ketika laporan ini ditulis, nyaris 90 persen dari 1.500 keluhan telah diinvestigasi sementara sisanya masih diinvestigasi dan diproses.
101
KEUANGAN: Tujuh Kunci Pengelolaan Dana Bantuan yang Efektif
102
Faktor ke-2 Berhasilnya Integritas BRR merekrut staf profesional yang memiliki kualifikasi yang sesuai dan kemudian mengontraknya selama jangka waktu pendek dengan kompensasi pasar untuk membantu BRR dalam pelaksanaan mandat rehabilitasi dan rekonstruksinya yang amat besar. Hal tersebut adalah suatu strategi sumber daya manusia yang memungkinkan BRR mengikat, menggunakan, dan melepaskan.
L Laporan Proaktif Dugaan PPelanggaran Integritas BRR telah menggariskan kebijakan-kebijakan dan peraturan yang jeelas untuk menjaga integritas dan mengesampingkan godaan praktik korupsi. Satu dari kebijakan-kebijakan ini adalah untuk p berlaku proaktif dalam melaporkan dugaan adanya korupsi terhadap, b dan melalui kerja sama dengan, BPKP, BPK, KPK, kepolisian serta d badan-badan penegak hukum lainnya. b Dengan lebih dari 96 persen bantuan pemulihan pascatsunami datang dari komunitas internasional, BRR memiliki tugas fidusia d yyang sangat besar, baik secara hukum maupun moral, kepada donor Inndonesia dan kepada penduduk Aceh dan Nias.
Di bawah amendemen Hukum 31/99 mengenai ““Antikorupsi”, p partisipasi publik diizinkan dalam upaya antikorupsi Indonesia, BRR lalu berada di dalam wewenangnya untuk melaporkan B korupsi sementara penegak hukum, termasuk kepolisian, Mahkamah Agung dan hakim, diizinkan untuk menerima informasi mengenai korupsi dari semua pihak, termasuk pihak-pihak yang identitasnya tetap dirahasiakan.31 Sejumlah langkah untuk membuka informasi dari pihak pejabat BRR diperlukan di bawah hukum dan peraturan pemerintah RI, di antaranya adalah Hukum No. 28/99, “Penyelenggara negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme”. Di bawah hukum ini, penyelenggara negara diharuskan untuk melaporkan kekayaan mereka saat mereka dilantik, sepanjang masa tugas dan di saat usai tugas. Hukum ini menetapkan mekanisme bagi komisi investigasi, yang diwujudkan dalam bentuk Komisi Pemberantasan Korupsi. Pejabat pemerintah wajib menjalankan hukum ini termasuk pejabat negara yang menjalankan fungsi eksekutif, legislatif, fungsi yuridis, ditambah pejabat-pejabat lain yang berfungsi dan memiliki kewajiban utama yang berhubungan dengan pemerintahan termasuk pejabat BRR. Semua dugaan korupsi ditanggapi dengan serius, namun korupsi yang terjadi di saat tekanan ekonomi serta pemulihan dalam situasi bencana alam akan memperoleh hukuman yang lebih keras. Di bawah Hukum No. 28/99, pejabat pemerintah wajib diinvestigasi, dituntut, dan dihukum. Hukuman mati mungkin diterapkan bagi mereka yang terbukti melakukan korupsi lebih dari satu kali, mereka yang terlibat di dalam kasus-kasus penggelapan uang dan yang mengambil keuntungan dari bencana nasional, negara saat keadaan darurat, atau krisis ekonomi.
BRR mengadopsi sistem yang ketat serta berkesinambungan untuk mengulas sistem integritas mereka. Badan ini dimonitor oleh bagian audit internal dan evaluasi BPKP yang berkala. Setiap tahun, BRR wajib untuk diulas oleh auditor eksternal dari pihak pemerintah. Pernyataan pertanggungjawaban BRR pada 2007 menerima “wajar tanpa pengecualian” dari BPK. Sebagai tambahan, BRR wajib atas ulasan dan evaluasi yang independen dan berkala atas sistem integritasnya yang menyeluruh, termasuk sejumlah kecenderungan ke arah pernyataan yang menyesatkan atau fakta-fakta yang salah diinterpretasikan. Pada akhir 2006, BRR membuat nota kesepahaman dengan Transparency International Indonesia (TII) yang bertujuan meningkatkan integritas dari rehabilitasi dan rekonstruksi di Aceh dan Nias. Kegiatan konkret yang pertama yang dilakukan di bawah nota kesepahaman adalah undangan dari BRR kepada TII untuk mengadakan evaluasi, lengkap dengan rekomendasi, dari Sistem Integritas BRR. Evaluasi ini dilakukan oleh TII dengan masukan teknis dari Kantor Pusat TI di Berlin dan dengan dukungan dari donor bilateral di Inggris dan Amerika Serikat. Hasil laporan dilengkapi pada Mei 2007 dan dirilis untuk publik. Laporan ini menyediakan gambaran yang berguna mengenai sistem-sistem kunci di lokasi, termasuk rekomendasi TI mengenai bagaimana sistem-sistem ini bisa ditingkatkan lebih lanjut. Saat evaluasi ini dilakukan, pimpinan BRR mengindikasikan bahwa semua rekomendasi harus dilakukan, sebuah komitmen yang ditekankannya kembali saat hasil-hasil evaluasi dirilis. Satu dari laporan rekomendasi tersebut berhubungan dengan Satuan Antikorupsi, SAK. Sejak didirikannya di September 2005, unit ini telah menjadi bagian dari Badan Pelaksana (Bapel) BRR dan melapor kepada Kepala Bapel. TII menganjurkan agar SAK ditempatkan secara langsung di bawah otoritas Dewan Pengawas, karena menyadari langkah ini memerlukan dukungan formal Dewan Pengawas. Pertemuan bersama antara Dewan Pengawas dan Bapel BRR dilakukan pada pertengahan Juni di kantor BRR di Jakarta untuk menimbang rekomendasi sepenuhnya. Setelah diskusi yang rinci mengenai implikasi serta protokoler tentang transfer, Dewan Pengawas menyetujui perubahan yang direkomendasikan. Sejak 27 Juni 2007, SAK mulai melapor kepada Dewan Pengawas bukan lagi ke Bapel BRR. Perubahan itu memperluas kapasitas Dewan Pengawas melalui keahlian SAK yang sudah ada, sementara memungkinkan Bapel BRR berkonsentrasi secara lebih ketat terhadap kepatuhan finansial dan nonfinansial. Secara keseluruhan kondisi ini menghasilkan dasar yang lebih kuat dalam meningkatkan kepercayaan publik pada integritas tentang program rehabilitasi serta rekonstruksi di Aceh dan Nias.
Bagian 6. Menjaga Integritas dalam Proses Rehabilitasi dan Rekonstruksi
Ulasan Evaluasi Integritas yang Ketat
103
Bagian 7. Mengakhiri Perjalanan dan Meninggalkan Warisan Abadi
Mengakhiri Perjalanan dan Meninggalkan Warisan Abadi
105
Pilihan Strategis: Menutup atau Memperpanjang BRR? SEPANJANG
empat tahun bekerja menghadang tantangan-tantangan besar, dinamis, dan kompleks serta menggapai banyak pencapaian telah memberikan banyak pilihan tentang bagaimana BRR harus mengakhiri semuanya. Dari segi legal, Pasal 26 Undang-Undang BRR dengan tegas mengatakan bahwa BRR bekerja selama empat tahun dan bisa diperpanjang melalui keputusan presiden. Cermin dari manajemen yang berorientasi pada rencana dan bersifat dinamis, maka sejak November 2007, proses transisi dan pembubaran mulai dilakukan. Tentu banyak alasan mengapa ada keinginan memperpanjang BRR. Pertama, saat keputusan harus diambil, sepuluh persen mandat yang tertuang di masterplan belum selesai. Kemudian, banyak yang berpendapat bahwa penyaluran dana yang terus bertambah selama empat tahun telah menciptakan momentum pertumbuhan ekonomi di Aceh yang lama tertidur, dan bahwa pembubaran BRR bisa merusak momentum ini. Kemampuan BRR melayani pemerintah nasional dan masyarakat internasional juga dianggap terlalu berharga untuk dihentikan.
Suasana Kota Banda Aceh di malam hari menunjukkan geliat kehidupan yang menjanjikan. Sebuah pertanda bangkitnya kehidupan masyarakat yang lebih baik dari sebelumnya. Foto: BRR/Arif Ariadi
KEUANGAN: Tujuh Kunci Pengelolaan Dana Bantuan yang Efektif
Gambar 7.1 Dampak Dana Otonomi Khusus pada Pendapatan Aceh
Triliun rupiah (harga-harga konstan 2006)
106
Terlebih lagi, mitra-mitra rekonstruksi dan rehabilitasi, terutama BRR telah bersusah payah untuk membuat banyak program pengembangan kemampuan bagi pemerintah pusat dan lokal, kemampuan pemerintah lokal untuk menangani program pembangunan skala besar yang sedang berjalan masih dipertanyakan. Aceh adalah penerima dana terbesar dari pemerintah pusat menyusul keputusan untuk mengalokasi dua persen dari total dana alokasi umum (DAU) nasional sebagai dana otonomi khusus ke Aceh sebagai pengakuan atas perdamaian yang dicapai setelah perjanjian di Helsinki. Walaupun demikian, dalam manajemen keuangan dan segi pengeluaran, kinerja Aceh masih termasuk di antara yang terendah.
18 16 14
Tambahan akibat UUPA
12 10 8 6 4 2 0 1999
2000
2001
2002
2003
2004
Total pendapatan dengan dana otonomi khusus
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
Total pendapatan tanpa dana otonomi khusus
Dalam evaluasi mereka terhadap manajemen keuangan publik (public financial management,t PFM) Aceh, Bank Dunia menemukan bahwa kemampuan manajemen keuangan sangat berbeda di tingkat provinsi. Aceh Utara memperoleh angka tertinggi untuk pemerintah lokal (69 persen), 14 daerah lain mencatat angka yang kecil (Gambar 7.2.). Pemerintah provinsi mencatat angka yang sedang/cukup dapat diterima. Angka rata-rata adalah 41 persen, umumnya menunjukkan kelemahan utama dalam bidang akuntansi, pelaporan, manajemen uang kontan, dan audit eksternal. (Gambar 7.3.). Angka-angka PFM dari penelitian Bank Dunia didukung oleh data BPK untuk kemampuan belanja pemerintah provinsi pada 2008. Pada tahun itu, Pemerintah Provinsi Aceh mencairkan hanya 35 persen dari anggaran mereka (Gambar 7.4.).
Gambar 7.2 Skor Manajemen Keuangan Umum untuk 21 Pemerintah Lokal dan Pemerintah Provinsi
Bagian 7. Mengakhiri Perjalanan dan Meninggalkan Warisan Abadi
100 PEDOMAN PEMBERIAN ANGKA 81-100% 61-80% 41-60% 21-40% 0-20%
Angka %
80
60
Bagus sekali/Sangat dapat diterima Bagus/Secara garis besar dapat diterima Sedang/Sebagian dapat diterima Lemah/Sebagian besar tidak dapat diterima Sangat lemah/tidak dapat diterima
40
20
Aceh Utara
Aceh Besar
Banda Aceh
Aceh Timur
Langsa
Simeulue
NAD
Singkil
Gayo Lues
Pidie
Sabang
Average
A Tenggara
Bireun
Aceh Selatan
A Tamiang
Aceh Barat
Aceh Tengah
Nagari Raya
Lhokseumawe
Aceh Barat Daya
Bener Meriah
Aceh Jaya
0
107
Sumber: Bank Dunia 2007
Gambar 7.3 Skor Manajemen Keuangan Publik Rata-rata Berdasarkan Bidang Strategis
Dalam melaksanakan proyek, BRR memiliki keunggulan dibandingkan dengan instansi pemerintah lain karena dapat melaksanakan proyeknya pada permulaan tahun, sesuatu yang jarang terjadi. Biasanya proyek AUDIT EKST KS ERNAL & KEKELIRU RUAN pemerintah baru mulai ditenderkan pada Maret atau April setiap tahun. Anggaran pemerintah lokal lebih jelek lagi, karena mekanisme politik DPRD, biasanya disetujui pada pertengahan tahun, jadi sisa hanya MANAJE AJEM MEN ASET enam bulan untuk pelaksanaan. Di sisi lain, manajemen BRR, didukung oleh berbagai pemangku kepentingan, yakin bahwa menutup BRR adalah jalan terbaik. Banyak alasan yang mendukung pilihan ini. Berdasarkan catatan BRR, lebih dari 90 persen indikator kinerja utama (key performance indicators, KPI) pekerjaan rekonstruksi dan rehabilitasi dalam Rencana Induk sudah selesai pada akhir tahun fiskal 2008, jadi BRR telah mencapai tujuan
KERANGK KA KERJA MASALAH PERATUR A AN
100
PERENCANAAN AN & ANGGA GG RAN
80 60 40 20
MANAJE ANAJEM MEN DANA
0
PENGA NGADAAN (BARANG/JA G/JASA)
HUTANG T PUB PUBLIK & INVE NVESTA T SI
AUDIT IN NTERNAL
AKUNTTANSI & PELAP PORAN
100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% NAD D Sumatera Utara a Sumatera Selatan n Sumatera Bara at at Riau u Kepulauan Riau u Kep. Bangka Belitungg Jamb bi bi Lampungg Bengkulu u DKI Jakartta Jawa Bara at at Jawa Tengah T h Jawa Timu ur ur DI Y Yogyakartta Banten n Balli Kalimantan Bara at at Kalimantan Timu ur ur Kalimantan Selatan n Kalimantan Tengah T h Sulawesi Utara a Sulawesi Tenggar T a Sulawesi Tengah T h Sulawesi Bara at at Sulawesi Selatan n Gorontalo o NTTT NTB B Papua a Papua Bara at at Maluku u Maluku Utarra
KEUANGAN: Tujuh Kunci Pengelolaan Dana Bantuan yang Efektif
108
Gambar 7.4 Laju Penyerapan Anggaran Pemerintah Provinsi sampai 30 November 2008
Sumber: BPK, Menunaikan Amanat Konstitusi, 2009
tanggap darurat secara memuaskan. Program berikutnya adalah pekerjaan pembangunan yang lebih biasa/normal sifatnya sehingga tidak harus menyertakan BRR. Terlebih lagi memperpanjang mandat BRR bertolak belakang dengan kebijakan desentralisasi pemerintah. Perpanjangan BRR dapat mengganggu kebijakan pemerintah di Aceh, berdampak buruk pada pertimbangan-pertimbangan mengenai anggaran, dan mematikan motivasi pegawai pemerintah di tingkat provinsi dan juga distrik. Keberadaannya akan mengurangi modal sosial, kepercayaan, dan pelayanan publik yang partisipatif dalam sistem demokrasi di Aceh karena BRR pada hakikatnya adalah badan pemerintah pusat. Sementara itu, kapasitas sumber daya BRR, kompetensinya dan kemampuan dasarnya untuk melanjutkan operasinya akan tergerus bila mandatnya diperpanjang, karena setelah berhasil mencapai tujuan personal dan tujuan organisasinya staf kunci BRR akan mencari kesempatan mengembangkan karier di tempat lain. Biaya transaksi untuk melaksanakan anggaran pembangunan menjadi lebih besar apabila pemerintah provinsi dan BRR terlibat. Setelah melalui perdebatan panjang, pada Oktober 2008, DPRD secara resmi memberikan rekomendasi kepada pemerintah untuk membubarkan BRR pada April 2009.
Bagian 7. Mengakhiri Perjalanan dan Meninggalkan Warisan Abadi
Tidak ada preseden di Indonesia untuk suatu strategi transisi dan bubar secara efektif bagi sebuah badan ad hocc pemerintah. Sebaliknya, banyak sekali contoh badan ad hoc yang hidup terus, misalnya Badan Koordinasi Keluarga Berencana, Badan Koordinasi Penanaman Modal dan baru-baru ini Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yang walaupun secara resmi sudah ditutup, menjelma menjadi mini-BPPN yang dinamakan Perusahaan Pengelola Aset yang bertugas menyelesaikan pekerjaan pendahulunya. BRR harus inovatif apabila ia benar-benar mau ditutup. Mengingat hal ini, BRR membuat sebuah strategi berdasarkan kerangka konseptual. BRR memakai kerangka besar ini untuk menyiasati transisi dan strategi untuk mengakhiri mandatnya, dengan memperhatikan semua tingkatan dari beragam pemangku kepentingan. Bila pelimpahan proyek dan program berkenaan dengan kegiatan dan pelaksanaan menahun, pihak donor diajak berbicara tentang mekanisme yang tepat untuk melaksanakannya tergantung pada modalitas pelaksanaan pemerintah lokal atau nasional.
109
Gambar 7.5 Elemen-elemen untuk Strategi Transisi
Keadaan Sekarang
Masalah -Masalah
Tindakan
Keterlibatan Pemangku Kepentingan
Dialog Langsung
Kepemilikan & Kesinambungan
Manajemen aset dan peralatan
Kementerian TTingkat Nasional
Dialog kebijakan proyek & kepemilikan program
Partisipasi
Organisasi
Pelatihan
Pemerintah Provinsi/ i/ H Harapan Gubernurr
Manajemen aset dan peralatan
Pemerintah Tingkat Distrik/Bupati atau D Wali Kota
Rencana untuk sarana
Kekurangan Ke eahlian & Sumberr Daya Manusia
Program Pengembangan Kemampuan
Hasil
Kemauan /politik/ organisasi untuk menyetujui program
Pemilik baru aset-aset, P proyek-proyek dan s program-program telah p menetapkan peranannya m dan sarana-sarananya
Penerima aset, proyek P dan program-program mempunyai kapasitas yyang diperlukan untuk mengelola
KEUANGAN: Tujuh Kunci Pengelolaan Dana Bantuan yang Efektif
110
Museum Tsunami merupakan salah satu proyek yang didanai BRR. Mendekati akhir 2008, para kontraktor bekerja keras menyelesaikan proyek selama BRR masih berfungsi, 13 Oktober 2008. Foto: BRR/Arif Ariadi
Prinsip-prinsip Umum Dipakai Seperti disebutkan dalam bab-bab sebelumnya, pembentukan BRR benar-benar pertama kali bagi pemerintah Indonesia. BRR adalah lembaga pemerintah pusat yang berlokasi di tingkat provinsi, dengan fungsi ganda untuk membuat anggarannya sendiri serta mengoordinasi pekerjaan dari beragam badan internasional. BRR telah berhasil melalui tahap tinggal landas yang sulit. Pencapaian yang nyata menunjukkan bahwa BRR sangat berhasil. Meskipun demikian, tahap paling sulit masih berada di depan: proses mendarat ke bumi. Setinggi apa pun pencapaian sebuah organisasi, i i apabila bil pendaratan d darurat d terpaksa k dilakukan dil k k hal h l itu i berarti b i kegagalan. k l Oleh l h karena itu, semua aspek fase akhir harus diukur dengan hati-hati untuk memastikan “pendaratan” yang mulus. Dalam hal BRR, ini berarti keterlibatan intens dari beragam pemangku kepentingan untuk menghindari kekacauan informasi atau semacamnya. Penutupan BRR bukan saja berarti dibubarkannya banyak proyek.32 Tapi juga berarti surutnya inisiatif tingkat tinggi dari pemerintah nasional, sesuatu yang mungkin menjadi model untuk intervensi ad hocc di masa depan ketika pemerintah ditantang oleh agenda nasional yang besar yang tidak mampu ditangani dengan mekanisme yang biasa.
Transisi dan pembubaran harus menjawab tiga elemen penting: pertanggungjawaban, bagaimana menangani proyek yang sudah selesai, dan bagaimana melimpahkan proyek yang belum selesai. Sebenarnya, titik tolak yang baik sudah tersedia seperti dituangkan dalam peraturanperaturan tentang BRR terutama pasal 26 yang menyatakan bahwa bila BRR ditutup, manajemen dan pelaksanaan program pemerintah akan dilimpahkan ke mekanisme normal. Dengan kata lain, dilimpahkan melalui departemen terkait dan pemerintah lokal. Pembagian tanggung jawab antara departemen terkait (pemerintah pusat) dan pemerintah lokal selanjutnya didefinisikan oleh PP 38/2007 tentang Pembagian Kewenangan antara Pusat dan Daerah. Pemerintah pusat bertanggung jawab atas infrastruktur nasional, seperti jalan tingkat nasional, sedang pemerintah lokal bertanggung jawab atas infrastruktur daerah seperti jalan lokal. Khusus untuk Aceh, undang-undang yang mengatur Aceh (LOGA) juga berlaku. Prinsip-prinsip LOGA sejalan dengan PP 38/2007. Perbedaannya adalah LOGA diberi otonomi lebih besar pada tingkat provinsi dibanding dengan tingkat kabupaten yang lebih rendah. Strategi pembubaran dan transisi juga terdapat dalam PP 2/2006 mengenai Penatausahaan Hibah dan Pinjaman Luar Negeri. Peraturan ini mengatur bahwa semua bantuan asing harus disalurkan melalui pemerintah pusat sebelum dikirim ke pemerintah lokal melalui mekanisme on granting dan on lending.33 Akan tetapi, peraturan-peraturan tentang pelaksanaan mekanisme on granting ini belum dibentuk. Juga sebagian besar pemerintah lokal belum mampu menangani administrasi bantuan asing dengan baik. Kedua peraturan pemerintah, PP 2/2006 dan PP 38/2007, berlaku untuk pekerjaan proyek apa pun modalitas penyaluran dana yang dipakai, dengan sedikit perbedaan
Gambar 7.6 Elemen-elemen Pokok dari Pembubaran dan Transisi
Perlakuan Terhadap Proyek-Proyek yang Sudah Selesai
Pertanggungjawaban
n
BR
Pe
ye l e s a i a n M a n d a t
R
Perlakuan Terhadap Proyek-Proyek yang Belum Selesai
Bagian 7. Mengakhiri Perjalanan dan Meninggalkan Warisan Abadi
Strategi transisi harus diformulasikan agar pelimpahan pekerjaan dapat berjalan dengan mulus, terutama mengingat belum diselesaikannya 10 persen dari mandat BRR. Dalam hal ini, transisi dan bubar kurang lebih seperti dua sisi dari mata uang yang sama.
111
KEUANGAN: Tujuh Kunci Pengelolaan Dana Bantuan yang Efektif
112
Tabel 7.1 Strategi Transisi dari Berbagai Pelaku
Donor
Penyaluran Dana
Peranan BRR
Penerima ProyekProyek yang Sudah Selesai
Penanggung Jawab berikutnya atas ProyekProyek yang Belum Selesai
On-budget on-treasury
• Melaksanakan • Pelimpahan aset
• Pemerintah lokal • Departemen terkait
• Pemerintah lokal untuk pendanaan rupiah • Departemen terkait untuk pendanaan eksternal
Jerman (KfW), Jepang (JICS)
On-budget off-treasury
Menyetujui proyek • Data-data di anggaran pemerintah sesudah proyek selesai • Balai Kliring untuk aset
• Pemerintah lokal • Departemen terkait
• Pemerintah lokal untuk pendanaan rupiah • Departemen terkait untuk pendanaan eksternal
PBB, Palang Merah, LSM
Off-budget off-treasury
• Menyetujui proyek • Balai Kliring untuk aset
• Pemerintah lokal • Departemen lerkait
Dilakukan oleh badan atau mitra pelaksana
MDF, ADB, Pemerintah Indonesia
antara berbagai jenis proyek. Untuk proyek yang disalurkan melalui pemerintah misalnya, on-budget/on-treasuryy dan on-budget/off-treasury, y prinsip ini berlaku tanpa kecuali. Seperti sudah dikatakan, proyek-proyek jenis ini biasanya didanai oleh pemerintah maupun badan-badan bilateral dan multilateral. Akan tetapi beberapa penyesuaian berlaku untuk proyek off-budget/off-treasuryy yang dilaksanakan langsung oleh badan-badan seperti PBB, Palang Merah, dan LSM. Seperti disebutkan di Bab 6, BRR, meskipun ikut dalam proses penyetujuan dan pendanaan proyek-proyek seperti ini (yaitu bertindak sebagai Balai Kliring untuk pelimpahan aset mereka), memainkan peran yang lebih kecil pada proyek-proyek off-budget/off-treasury. Dari segi waktu, strategi transisi dibagi kedalam tiga fase utama: fase persiapan sebelum November 2008, periode yang disebut fase soft closing yang memungkinkan BRR menyelesaikan urusannya dan melapor ke Presiden dan DPR, dan fase terakhir grand closing, Presiden akan membubarkan usaha koordinasi dan rehabilitasi pemulihan yang sangat berhasil.
Penyerahan Proyek yang Sudah Selesai Secara sederhana, BRR membuat aset untuk dipakai orang. Tidak ada aset yang dibuat hanya untuk keperluan BRR semata. Demikian juga, BRR mengoordinasi dan mencatat aset yang dibuat dengan off-budget/off-treasuryy melalui LSM internasional dan nasional. Penyerahan aset tersebut adalah “akhir permainan”. Di samping tanggung jawab BRR untuk mengalihkan aset yang sudah selesai ke penerima manfaat, ia mempunyai tanggung jawab tambahan untuk memastikan bahwa pengakuan aset dialamatkan kepada pemberi dan penyandang dana aset tersebut.
Penutupan Akhir
Penutupan Awal 1 JAN 2008
30 JUN 2008
• Menyusun Keputusan Presiden tentang penyesuaian master plan • Pengumuman RKP 2009
10 AGU 2008
1 NOV 2008
•Menyusun •Evaluasi RKAKL Keputusan 2009 Presiden tentang •Pengumuman Pedoman PMT & Departemen kelanjutan RR terkait 2009 & •Pengumuman Kelompok Kerja RKAKL 2009 Pemerintah •PenandaLokal tanganan MoU antara Kementerian terkait dan Donor
31 DES 2008
•Penyelesaian Pembayaran Proyek •Finalisasi AP3D •Menulis Laporan Kelompok Kerja
27 FEB 2009
3 APR 2009
Laporan Keuangan pendahuluan
16 APR 2009
Proses Penutupan BRR
Klariikasi Dana BPK Audit ud oleh BPK
Bagian 7. Mengakhiri Perjalanan dan Meninggalkan Warisan Abadi
Gambar 7.7 Tanggal-tanggal Penting Jadwal Transisi
113 Konstruksi fisik BRR di d AcehNias selesai
Persiapan akhir Keputusan Presiden tentang penyesuaian Perpres Perubahan Rencana Induk
Persiapan akhir Keputusan Presiden tentang Pedoman PMT & kelanjutan rehabrekon
Penyelesaian konstruksi fisik program & proyek
Koordinasi nasi tentang kelanjutan ke rehab-rrekon oleh Ba appenas, Pelaksanaan naan oleh Departemen Dep Terkaitt & Pemerintah Pemerinta Lokal
Penyerahan Laporan Kinerja & Keuangan yang belum diaudit
Persetujuan BPKP atas pertanggungjawaban BRR
Aset tidak hanya dibuat dan diserahkan begitu saja; ada prosedur dan peraturan yang harus diikuti. Prosedur ini bersifat resmi dan memberikan rincian tentang bagaimana penyerahan harus dilakukan. Hukum yang mancakup manajemen, pemeliharaan, dan penyerahan aset negara adalah Hukum Keuangan Negara 17/03 dan Hukum Kebendaharaan Negara 01/04. Menteri Keuangan mengeluarkan dua peraturan pelaksanaan tentang delegasi wewenang, yaitu Peraturan Menteri Keuangan 96/07 dan Peraturan Menteri Keuangan 62/08 tentang Prosedur-prosedur untuk Manajemen BRR tentang Aset Milik Negara. Untuk menaati pedoman-pedoman ketat yang digariskan undang-undang, BRR mengadakan persiapan-persiapan untuk memastikan penyelesaian transisi aset berlangsung dengan baik. Langkah pertama adalah mengadakan identifikasi aset dan verifikasi keberadaannya. Diperlukan data dasar aset seperti biaya konstruksi, sumber dana, dan pemakai fasilitas.
Penyerahan Laporan Kinerja & Keuangan yang sudah diaudit kepada Presiden
Persiapan akhir Keputusan Presiden tentang pembubaran BRR
KEUANGAN: Tujuh Kunci Pengelolaan Dana Bantuan yang Efektif
114
Pengalihan aset-aset ke pemerintahan setempat di Nias dan Nias Selatan. Ketika sistem data BRR dibangun, belum terduga bahwa BRR akan memerlukan basis data tersendiri yang dapat merekam pokokpokok on-budget dan off-budget. Kebutuhan ini baru muncul belakangan, 28 Februari 2008. Foto: BRR/Bodi CH
Ketika sistem data BRR dibuat, tidak terpikirkan bahwa akan diperlukan sumber data bersifat rahasia untuk mencatat barang-barang on-budgett dan off-budget. Kebutuhan ini hanya disadari kemudian. Kalau saja BRR sadar tentang apa yang bakal diperlukan kemudian dalam proses rekonstruksi dan rehabilitasi, pendekatan manajemen sumber data akan berbeda. Kenyataannya, bermacam-macam jenis data dipakai termasuk sistem untuk off-budgett dan lainnya untuk on-budget. Ini berarti bahwa pengumpulan dan verifikasi data dasar adalah pekerjaan yang padat karya dan merupakan proses yang rumit. Kebijakan BRR untuk proyek yang sudah selesai dan aset yang dihasilkannya akan diserahkan ke pemerintah kabupaten sebagai pilihan dan penerima pertama. Pilihan kedua, penerima adalah pemerintah provinsi. Apabila gagal diberikan kepada kedua penerima ini dalam periode mandat BRR (April 2005-April 2009), aset akan diserahkan kepada departemen terkait yang relevan, dan Departemen Keuangan sebagai pihak penerima tahap terakhir. Aset negara dari donor bilateral dan multilateral dan juga LSM internasional dan nasional harus ada surat penyerahan resmi yang ditandatangani ke BRR. BRR kemudian memberikan kepada penerima aset ini surat resmi penyerahan yang telah ditandatangani.
Bagian 7. Mengakhiri Perjalanan dan Meninggalkan Warisan Abadi
Beberapa aset hasil pekerjaan rehabilitasi dan rekonstruksi tidak diserahkan kepada pemerintah provinsi maupun kabupaten. Aset ini adalah aset yang dikategorikan oleh undang-undang negara sebagai kepemilikan strategis nasional seperti bandara, pelabuhan, dan jalan-jalan utama. Kepemilikan dan juga kelanjutan operasional dan tanggung jawab pemeliharaannya diserahkan langsung ke departemen terkait. Semua aset yang dibuat melalui program dan proyek yang diperoleh atau dibangun di bawah pengawasan mandat rekonstruksi dan rehabilitasi BRR, baik dari on-budgett (APBN, DIPA P , pinjaman, hibah) maupun dana off-budgett (LSM internasional, donor, LSM nasional) dianggap sebagai aset nasional yang akan dikelola oleh Menteri Keuangan (Direktorat Jenderal Manajemen Aset). Dalam menyerahkan aset-aset ini, Wakil Ketua Keuangan dan Perencanaan BRR (Direktorat Manajemen Aset) bertanggung jawab atas:
115
1. Inventarisasi aset off-budgett (memvalidasi keberadaan, kelengkapan, fungsionalitas, dan kepemilikan); 2. Mengoptimalkan penggunaan aset oleh badan-badan pemerintah yang relevan 3. Memastikan bahwa dokumentasi lengkap dan sah Strategi BRR adalah membuat inventaris aset on dan off-budget bersama-sama dengan tim pemerintah kabupaten/kota (Pemda TK II34dan Kantor Wilayah BRR). Hasil inventaris Gambar 7.8 Peranan BRR sebagai Balai Kliring untuk Aset
Bilik Kliring BRR
BRR Regional
LS SM
Pe emerin ntah h In ndo onessia & Dono or
Pemerintah Lokal/ Daerah
Deputi Sektoral Direktorat Akuntansi dan Manajemen Aset
Departemen Terkait// Badan
Komunitas Masyarakat
Anggga ara an Neggarra
Usaha Milik Pemerintah
KEUANGAN: Tujuh Kunci Pengelolaan Dana Bantuan yang Efektif
116
aset tingkat distrik diperiksa oleh tim provinsi (pemerintah lokal provinsi, BRR, dan Kanwil I DJKN35) dan untuk persiapan pelimpahan kepada pemerintah provinsi. Bila dirasakan ada masalah dengan aset tersebut, aset kemudian dibukukan dan diserahkan dari pemerintah kabupaten/kota kepada Tim Penuntasan BRR (terdiri atas Kantor Regional BRR, Kedeputian Sektor dan Direktorat Akuntansi dan Manajemen Aset) untuk dicarikan penyelesaiannya kemudian diserahkan kembali kepada pemerintah kabupaten/kota untuk penyerahan awal.
Sistem Manajemen Aset yang Terkomputerisasi Seperti sudah disebutkan ada beragam sistem data yang dibuat oleh divisi dan seksiseksi yang bekerja di bawah divisi. Melihat ke belakang, seharusnya sistem data dibuat berbeda, tetapi ketika penekanan dan tuntutannya adalah pelaksanaan yang mendesak untuk rakyat yang tak mempunyai rumah, makanan dan pekerjaan, sumber data tidaklah prioritas utama. Sumber untuk data aset inventaris on-budgett adalah sistem akuntansi Departemen Keuangan (SABMN) yang mencatat pengeluaran BRR dan diaudit oleh berbagai badan audit yang lain (BPK, BPKP, dan pengaudit eksternal). Sumber informasi aset off-budgett adalah laporan donor/LSM ke sumber data RAN milik BRR yang dicocokkan dengan nota konsep proyek (PCN), kontrak-kontrak dan dokumen lain dari pihak donor/LSM sendiri pada laporan akhir mereka ke BRR. Pertanggungjawaban dan verifikasi kepemilikan aset didukung oleh UNORC.36 Satu tugas utama yang timbul dari konsolidasi adalah penggabungan data. Karena setiap indikator kinerja utama bisa mempunyai beberapa inputt dari beragam sumber, sulit mengabungkan catatan keuangan karena beragamnya sumber pendanaan dari setiap input–on-budget/on-treasury, y on-budget/off-treasury, y dan off-budget/off-treasury. Sebuah sistem informasi dan manajemen aset (SIMAS) dibuat dengan bantuan AusAID dan GTZ untuk membantu pelimpahan aset publik ke pemerintah lokal. Sistem ini memetakan aset berdasarkan platform sistem informasi geografis (GIS) untuk mencatat aset beserta: pencitraan satelitnya, peta geospasial setiap aset, dan informasi berupa teks dari setiap aset. SIMAS menggabungkan sejumlah sumber data yang ada (seperti disebutkan di atas) yang dipakai untuk laporan keuangan dan catatan operasional aset on dan off-budget yang dikembangkan oleh berbagai divisi dan seksi di dalam divisi BRR. Ia memasukkan hasil-hasil dari inventarisasi, referensi-geo, aset foto, dan pencitraan satelit dari publik on dan off-budget. SIMAS memfasilitasi usaha-usaha BRR untuk mencatat eksistensi dan georeferensi dari setiap on dan off-budgett aset tetap secara transparan dan bertanggung jawab untuk dilimpahkan ke pemerintah lokal. SIMAS bersama dengan sistem akuntansi pemerintah
t t t t t t t
Departemen Keuangan Kantor Gubernur Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Manajemen Aset (Kanwil I DJKN) Kantor Wali Kota/Kabupaten dan Dinas Keuangan dan Kekayaan Daerah Kantor Wali Kota/Kabupaten dan Kantor Provinsi Pekerjaan Umum Bappeda,37 dan Departemen-departemen Sektor Operasional pada Tingkat Distrik dan Provinsi, terutama Kesehatan dan Pendidikan.
Sesudah invetarisasi, validasi dan penyerahan pendahuluan dilakukan baik untuk aset on dan off-budgett dan hasil konsolidasi melalui sistem SIMAS, penyerahan formal dari BRR kepada pengendali sistem akan dilakukan pada akhir mandat BRR pada April 2009.
Penyerahan Proyek-proyek yang Belum Selesai Walaupun sebagian besar mandat sudah tercapai dan komitmen terlaksana, beberapa proyek dan komitmen dana perlu diteruskan selama 2009. Situasi unik ini timbul dari persimpangan antara keharusan taat hukum untuk menutup BRR pada 16 April 2009 dan keharusan meneruskan pekerjaan di lapangan. Dalam hubungan ini, BRR harus mempertimbangkan beberapa skenario penyerahan: t t t
Apa yang harus dilakukan terhadap proyek yang akan memakan waktu bertahuntahun dan akan selesai jauh sesudah BRR ditutup dan bagaimana pendanaannya? Bagaimana BRR merangkum dan menilai usaha kolektif semua kontributor dengan mandat target rekonstruksi dan rehabilitasi? Jenis persoalan apa yang akan disisakan atau kegiatan yang mungkin akan ditinggalkan sesudah BRR ditutup, dan bagaimana cara menangani dan mendanainya dalam situasi normal?
Ketika BRR bersiap menutup kantornya, proyek portofolio mereka bisa dikategorikan sebagai berikut dalam hubungannya dengan skenario pelimpahan: proyek tahun jamak (dari IRFF, APBN, dan sumber keuangan lain); proyek-proyek yang selesai pada atau sekitar 31 Desember 2008 seperti rencana; aset off-budget yang dibuat oleh LSM bilateral dan internasional dan nasional; dan proyek-proyek yang masuk ke kuartal pertama 2009 ditambah dengan sejumlah kecil proyek-proyek yang dihapus dari program empat tahun rekonstruksi dan rehabilitasi BRR, termasuk proyek yang belum selesai terutama karena soal-soal kontrak, kualitas atau pertikaian antarpenerima manfaat.
Bagian 7. Mengakhiri Perjalanan dan Meninggalkan Warisan Abadi
(SABMN/SIMBADA) memberi informasi operasional dan pemeliharaan berikut pada pemakai akhir:
117
KEUANGAN: Tujuh Kunci Pengelolaan Dana Bantuan yang Efektif
Apa yang Harus Dilakukan dengan Proyek-proyek Tahun Jamak? 38 Proyek-proyek yang “memang direncanakan tidak selesai” adalah proyek-proyek tahun jamak yang dilaksanakan melebihi satu tahun anggaran dan tak dapat diselesaikan dalam masa mandat BRR. Orang dapat berkesimpulan bahwa dari namanya saja “tahunan” adalah proyek yang besar dan masuk kategori “proyek infrastruktur besar dan strategis”. Pendanaan proyek-proyek menahun berasal dari beragam sumber: pemerintah Indonesia (melalui APBN), MDF (ditangani oleh Bank Dunia). ADB, AFD39 dan JBIC.40 Proyek-proyek ini memerlukan kewenangan dan mekanisme baru untuk menyelesaikan proyek sesudah penutupan BRR. Untuk menghadapi soal ini, pemerintah menyiapkan sebuah anggaran untuk periode transisi dalam tahun fiskal 2009. Ini akan didanai melalui tiga jalur sebagai berikut:
118
t
BRR
t
Pemerintah Lokal
t
Departemen Terkait
: untuk biaya-biaya umum dan administrasi serta proyek diselesaikan : untuk kelanjutan proyek didanai oleh pemerintah Indonesia : untuk kelanjutan proyek yang didanai oleh hibah dan pinjaman
Gambar 7.9 Pembuatan Anggaran 2009
RKP 2009 3.673 T
222 M (RM)
Biaya Umum & Administrasi
415 M (RM)
Penerusan Pekerjaan Rekonstruksi oleh Departemen dan Pemerintah Lokal
Penyelesaian Rekonstruksi BRR
1.788 T (PHLN)
1.663 T (RM)
Kementrian/Lembaga
Pemerintah Daerah
Deconsentrations Fund/ Tugas Perbantuan DINAS
DINAS
DINAS
DINAS
DINAS
Dinas di Bawah Pemerintah Lokal Aceh dan Nias Catatan untuk Kementerian/Lembaga Diatur dengan Peraturan Pemerintah PP No. 8 Tahun 2006 Badan Pelaksana adalah kementerian/lembaga yang relevan
DINAS
Program IRFF ini adalah program kemitraan tunggal yang paling penting yang pernah dilakukan oleh BRR dalam arti program ini berkonsentrasi pada proyek-proyek infrastruktur yang besar dan merupakan program sektoral terbesar yang pernah dilaksanakan oleh BRR di samping proyek perumahan dan permukiman. Proyek-proyek IRFF secara kolektif mencakup 34 persen dari semua proyek infrastruktur pada 2008 dan 30 persen dari semua proyek selama BRR berdiri. Pelaksanaan program IRFF yang penuh dengan negosiasi yang kompleks dan berlarut-larut, ditambah dengan modalitas pengadaan barang/jasa yang jelimet,t telah memperlambat subproyek infrastruktur yang akan didanai. Proyek tersebut dimaksudkan untuk menyuntik dana sebesar US$ 300 juta ke usahausaha rekonstruksi dan rehabilitasi yang didanai bersama oleh pemerintah Indonesia dan MDF serta dikelola oleh Bank Dunia. Pengalokasian dananya adalah 70 persen oleh pemerintah Indonesia (senilai US$ 200 juta) dan 30 persen oleh MDF (senilai US$ 100 juta). Program IRFF dicetuskan pada Januari 2006 dan dalam waktu enam bulan nota konsep proyek (PCN) dibuat untuk proyek-proyek prioritas dan terpilih. Proyek-proyek ini akan menjadi penting dan terpandang bagi rakyat Aceh dan Nias. Harapannya adalah bahwa pengerjaan konstruksi proyek akan dimulai pada Januari 2007. Karena negosiasi yang berlarut-larut, pengambilan keputusan tingkat tinggi yang memerlukan persetujuan dari kantor pusat Bank Dunia di Washington DC, perubahan personel di kantor Bank Dunia di Jakarta dan tertundanya modalitas pengadaan barang/ jasa Bank Dunia, perjanjian hibah baru ditandatangani pada 15 Januari 2007 dan 18 bulan setelah PCN dikeluarkan barulah konsultan desain dan pengawasan mulai bekerja. Sementara itu, karena siklus anggaran pemerintah Indonesia dan tekanan masyarakat untuk melakukan sesuatu, BRR terpaksa menggunakan dana mitranya yang dialokasikan untuk program ini. Apabila BRR gagal menggunakan dana ini, aliran anggaran ini akan terputus pada akhir tahun dan alokasi dana tadi akan hangus. Pada hakikatnya, BRR memakai dana mitranya (sekitar US$ 15l juta) untuk mendanai proyek-proyek prioritas dan mendesak di bawah program yang memakai dana pemerintah Indonesia 100 persen. Hal ini mengakibatkan terganggunya rasio pendanaan 70 persen pemerintah Indonesia, 30 persen MDF. Urutan peristiwa ini terlihat di Gambar 7.9. Ini berarti bahwa BRR harus menegosiasikan pengaturan pendanaan yang baru dengan MDF melalui sekretariat dan badan pengawasnya, yaitu Bank Dunia. Negosiasinya kemudian menjadi berlarut-larut dan sampai 31 Desember 2008, yaitu tanggal
Bagian 7. Mengakhiri Perjalanan dan Meninggalkan Warisan Abadi
BRR mengadakan persetujuan dengan MDF untuk bersama-sama mendanai pembangunan infrastruktur yang besar dan aset strategis melalui dua jalan: Program IRFF (Infrastructure Reconstruction Financing Facility) yang didanai oleh MDF dan dikelola oleh Bank Dunia, dan Proyek IREP (Infrastructure Reconstruction Enabling Project) yang mendukung IRFF dengan penekanan pada pengembangan kapasitas pada tingkat lokal.
119
KEUANGAN: Tujuh Kunci Pengelolaan Dana Bantuan yang Efektif
pelimpahan, perubahan perjanjian hibah masih belum dilaksanakan 41—hal ini terjadi meskipun adanya persetujuan antara semua pihak (Bank Dunia, MDF, Departemen Keuangan, Bappenas, dan departemen terkait) pada 3 Juli 2008 tentang pengaturan keuangan dan konsep Perubahan Persetujuan Hibah No. 2. Mekanisme pendanaan merupakan landasan untuk penyerahan proyek-proyek tahunan ke departemen terkait, seperti Pekerjaan Umum, dan setiap penundaan dalam pengaturan ini akan menghambat persiapan akhir untuk pelimpahan. BRR mengusulkan pengaturan pendanaan transisi yang diterima oleh semua pihak pada Juli 2008 untuk membuat mekanisme yang memastikan pendanaan proyek-proyek tahunan sampai selesai. Rasio 70 persen ke 30 persen diganti menjadi: t t
120
Pemerintah Indonesia = US$ 126,5 juta atau 55 persen MDF = US$ 99,91 juta atau 45 persen Dana ini berlaku pada proyek-proyek berikut (total 59 paket):
t t t t t t
Pelabuhan - 5 Paket Air & Sanitasi - 8 Paket Pengadaan Air - 5 Paket Jalan Raya - 8 Paket Jalan Provinsi - 10 Paket Jalan Distrik - 23 Paket
Gambar 7.10 Jadwal Proyek IRFF
US$ 151 Juta
US$ 226 Juta
Proyek IRFF yang 100 persen dibiayai oleh pemerintah Indonesia
Proyek IRFF
JAN 200 2006 Diskusi dimulai
DES S 2007 200
JUNII 200 2006 PCN terbit
15 JAN AN 20 2007 Perjanjian Hibah ditandatangani g
OKTT 2007 200 Konsultan dimobilisasi obilisa
DES 200 2008
DILIMPAHKAN KE (KEMENTERIAN/LEMBAGA)
PROY O EK MDF Proyek Sistem Administrasi Pertanahan Aceh (RALAS)
Badan Pertanahan Nasional (BPN)
Dukungan terhadap Daerah Miskin dan Terkebelakang Proyek Pengembangan dan Penghidupan Nias (Nias LEDP)
Departemen Pengembangan Daerah Terkebelakang (KPDT)
Fasilitas Pendanaan Pengembangan Ekonomi (EDFF) Pemulihan dan Perencanaan Berbasis Kecamatan Nias
Departemen Dalam Negeri
Program Pemberdayaan Rekonstruksi Infrastruktur
Bagian 7. Mengakhiri Perjalanan dan Meninggalkan Warisan Abadi
Gambar 7.11 Pengaturan Transisi
121
Fasilitas Pendanaan Rekonstruksi Infrastruktur Departemen Pekerjaan Umum Proyek Rekonstruksi dan Rehabilitasi Berbasis Komunitas Pemukiman (ReKompak) Pemulihan Komunitas melalui Pemulihan Kota (UPP)
Demikian pula, ada strategi-strategi tersendiri dalam berurusan dengan proyek-proyek tahunan dari ADB, AFD, dan JBIC. BRR terlibat penuh dalam menyusun proyek-proyek anggaran pendanaan 2009 dengan departemen terkait. Transisi proyek-proyek infrastruktur ini setiap saat dinegosiasikan dengan departemen terkait, Departemen Pekerjaan Umum mengambil peran utama sebagai badan pelaksana untuk sebagian besar program/proyek dan Bappenas menjadi badan pelaksana untuk program-program ADB dan proyek-proyek yang erat kaitannya dengan Departemen Pekerjaan Umum. Semua proyek infrastruktur yang didanai oleh MDF/ADB/AFD/JBIC ada di bawah satu badan pelaksana di Departemen Pekerjaan Umum dengan Unit Manajemen Proyek (PMU) yang didedikasikan penuh tambahan pula, beberapa dari mereka akan mempunyai Unit Pelaksana Proyek (PIU) yang berdedikasi di departemen terkait lain, misalnya semua proyek pelabuhan IRFF akan dikelola oleh Departemen Perhubungan melalui sebuah PIU.
Pengaturan untuk Proyek-proyek Bank Pembangunan Asia (ADB) Program pelimpahan ADB relatif lebih santai dengan dialog yang konstruktif dan terbuka selama masa transisi.
KEUANGAN: Tujuh Kunci Pengelolaan Dana Bantuan yang Efektif
122
Tabel 7.2 Alokasi-alokasi Proyek ADB ETESP
Alokasi (US$ Juta)
Komponen 1 Pertanian
35,0
2 Perikanan
28,0
3 Pengusaha Kecil & Mikro
15,0
4 Kesehatan
13,0
5 Pengadaan Air Pedesaan & Sanitasi 6 Pendidikan
7,0 17,5
7 Perumahan
70,8
8 Irigasi
30,0
9 Perencanaan Ruang & Lingkungan
17,0
ADB melaksanakan proyek-proyek dengan bekerja sama BRR senilai US$ 294,50 juta; ini di luar kontribusi ADB ke MDF sebesar US$ 10 juta. Kontribusi ini dialokasikan kepada berbagai area seperti tertera di Tabel 7.2. di samping ini. Pengaturan transisi diberikan kepada Bappenas yang akan menjadi badan pelaksana dan wadah untuk kantor manajemen proyek. Hanya sebagian dari program yang belum selesai pada saat BRR ditutup. Program ini mencakup pembangunan jalan dan jembatan, pengadaan air bersih di daerah pedalaman serta sanitasi, pendidikan, dan komponen fidusia.
Jalan dan jembatan diklasifikasikan sebagai infrastruktur dan oleh karena itu akan dilaksanakan oleh Departemen Pekerjaan Umum, yang sudah ditunjuk sebagai badan 12 (a) Pengawasan Pengelolaan Anggaran (AFT) 11,0 pelaksana untuk proyek-proyek MDF. Satuan kerja akan (b) Pengawasan Pengelolaan (Belanda 3,5 didirikan untuk proyek-proyek ADB. Pengadaan air bersih Total 294,5 untuk daerah pedalaman dan sanitasi akan dilaksanakan oleh Departemen Kesehatan. PIU lain akan didirikan dan yang akan melapor ke PMU di Bappenas. Komponen pendidikan akan dilaksanakan oleh Departemen Pendidikan Nasional, PIU tambahan akan didirikan dan melapor ke PMU di Bappenas. Bappenas akan mempertahankan PIU untuk Komponen Pengawasan Fidusia. 10 Jalan dan Jembatan
11 Listrik
37,0 9,7
Pengaturan-pengaturan untuk Proyek-proyek Agence Française de Développement (AFD) dan Japan Bank for International Cooperation (JBIC) Seperti ADB, pelimpahan proyek-proyek ini relatif lancar karena mereka diklasifikasi sebagai infrastruktur dan dilimpahkan kepada Badan Pelaksana Departemen Pekerjaan Umum di bawah kendali PMU yang baru didirikan.
Manajemen Risiko – Memastikan Bahwa Proses Tetap pada Jalurnya Pada tahun terakhirnya BRR memperkenalkan manajemen risiko untuk memonitor dan mengevaluasi proses menuju transisi dan pembubaran. Model manajemen risiko berikut dipakai (Gambar 7.13.). Sejak Juli 2008, diadakan rapat manajemen dua mingguan yang melibatkan setiap orang di BRR untuk mengevaluasi keadaan terkini dengan memakai model transisi dan manajemen.
123
Prioritas
Identitas
si
1. Risiko Operasional t Mempertahankan komitmen terhadap kualitas–Balai Kliring melaporkan kesulitan-kesulitan yang dijumpai. t BRR harus memastikan bahwa segala sesuatu selesai pada waktunya dan dilaksanakan pada masa BRR masih berdiri. 2. Risiko Keuangan t Melapor–memastikan ketaatan pada pertanggungjawaban (dibahas lengkap di Bab 5). t Audit–menyiapkan auditor dengan waktu yang cukup untuk melihat semua catatan dan memfasilitasi jalan keluar untuk persoalan-persoalan audit (dibahas di Bab 6). t Pendanaan–menerima Gambar 7.13 Model Manajemen Risiko janji-janji bantuan, dan mengubahnya menjadi komitmen dan pencairan an dana untuk mencapai tujuanham Eva a m tujuan (seperti diulas secara e lua P mendalam di Bab 1 dan 2) 3. Risiko Legal t Pengadaan–memastikan ketaatan baik sebelum penilaian dan sesudah pelaksanaan, semua tunduk pada pedoman pengadaan (barang/jasa) pemerintah Indonesia yang telah dimodifikasi oleh presiden untuk dilaksanakan BRR. t Lingkungan–memastikan ketaatan pada semua au pedoman yang ada. Ke an mb a l 4. Risiko Politik a li elo Peng t Internasional–BRR harus memastikan dialog dan forum yang terbuka untuk memastikan suara-suara pihak donor didengar dan sebaliknya bahwa pandanganpandangan pemerintah Indonesia dan strategi-strateginya diberi tempat pada tingkat yang sesuai. t Nasional–BRR harus mempertimbangkan implikasi-implikasi dari lingkungan politik antara pemerintah pusat dan pemerintah provinsi. Ada beberapa
Bagian 7. Mengakhiri Perjalanan dan Meninggalkan Warisan Abadi
BRR mengevaluasi empat bidang manajemen risiko:
Me
nin
j
KEUANGAN: Tujuh Kunci Pengelolaan Dana Bantuan yang Efektif
124
t
persilangan pendapat dan BRR harus mengidentifikasi hal itu dan melakukan manuver di antara konflik-konflik tersebut. Lokal–Karena kebijakan desentralisasi dan otonomi khusus pemerintah, BRR berada dalam situasi harus meladeni perbedaan-perbedaan persepsi tentang bagaimana kebijakan-kebijakan ini dimengerti pada tingkat lokal. Transisi yang mulus, bersih, dan efektif mempunyai risiko yang besar karena pemerintah provinsi terutama mempunyai visi yang berbeda tentang pasca-BRR dengan pemerintah pusat dan bahkan dalam BRR sendiri. Terlebih lagi, pemerintah lokal berusaha memakai pendekatan selektif dalam menerima aset-aset yang sudah selesai, menunda-nunda keputusan tentang siapa yang akan mengelola proyek tersebut sesudah pelimpahan kepemilikan
Kesimpulan dan Pencapaian Sejak awal ditetapkan bahwa BRR punya waktu empat tahun untuk melaksanakan mandatnya. Pasal-pasal yang jelas menyebutkan masa akhir berdirinya BRR penting untuk mencegah agar lembaga ad hocc ini tidak akan berdiri lagi setelah dibubarkan. Keterlibatan BRR setelah fase rekonstruksi selesai akan sangat merugikan kepemilikan pemerintah lokal. Transisi yang menyeluruh dan strategi penutupan harus diformulasikan. Investasi yang dibuat oleh mitra dari seluruh dunia perlu dipelihara dalam jangka panjang untuk memungkinkan pemulihan ekonomi Aceh dan Nias. Pada fase akhir berdirinya, BRR memulai dialog teknis dan politik yang tidak pernah terjadi sebelumnya dengan pihak mitra pada tingkat internasional, nasional, dan lokal untuk memastikan transisi yang mulus, bersih, dan efektif. Departemen terkait dan pemerintah lokal diikutkan dalam mendesain proyek, mengidentifikasi dan mendesain mekanisme pendanaan, dan organisasi pelaksanaan proyek untuk proyek-proyek yang akan selesai sesudah 2008. Mengidentifikasi strategi untuk program-program yang akan diserahkan ke mitra-mitra pemerintah lokal atau pusat dan lembaga-lembaga terkait hanyalah langkah pertama dalam melestarikan hasil fisik rekonstruksi. Penyerahan pengetahuan, pengendapan memori lembaga, dan proses-proses yang diambil BRR untuk melaksanakan dan mengoordinasi sama pentingnya, kalau tidak demikian maka pelajaran yang sudah diperoleh akan sia-sia. Selama rekonstruksi, BRR memberikan kesempatan untuk belajar sambil mengalami melalui partisipasi mitra lokal dalam proses tersebut. Dibukanya kantor-kantor BRR di daerah, misalnya, membuka jalan untuk kolaborasi dan pengikutsertaan pemerintah lokal. Pertukaran pengetahuan yang diperoleh dalam proses ini adalah batu loncatan untuk mengelola pembangunan ini. Pada semua tahap proses bisnis yang dipakai BRR, termasuk pembuatan proses bisnisnya, membuat mekanisme koordinasi, melaksanakan program-program dan proyek-proyek, mengelola keuangannya dan akhirnya mendesain dan melaksanakan
Bagian 7. Mengakhiri Perjalanan dan Meninggalkan Warisan Abadi
transisi dan strategi untuk bubar, BRR meminta tuntunan dan petunjuk dari badan-badan ternama di dunia, perusahaan-perusahaan konsultan dan para ahli untuk memastikan manajemennya mendapat nasihat terbaik sebelum mengambil keputusan final. Hal ini memastikan bahwa BRR akan memelihara integritasnya dan akuntabilitasnya selama BRR berdiri, meninggalkan warisan yang abadi.
125
KEUANGAN: Tujuh Kunci Pengelolaan Dana Bantuan yang Efektif
126
Catatan 1. Menurut Koalisi Evaluasi Tsunami-Tsunami Evaluation Coalition (TEC)-jumlah janji pemberian dana untuk Aceh kurang dari US$ 9,0 miliar janji pemberian dana saat Hurricane Mitch di 1998, dan US$ 8,2 juta janji pemberian dana untuk Afghanistan periode 2004–2007 serta US$ 9,4 miliar bagi Irak di 2004 (TEC 2006). Irak memperoleh hampir US$ 15 miliar dari Official Development Aid dari para anggota OECD DAC sebagai pembebasan hutang di 2005, sementara hanya setengah dari jumlah ini yang terwujud menjadi dana untuk tsunami di tahun yang sama. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengimbau bantuan untuk tsunami adalah yang terbesar ketiga setelah PBB mengimbau untuk Sudan (2005) dan Irak (2003). 2. Berdasarkan penilaian Bank Dunia terhadap pendapatan kotor per kapita, 2007. 3. Indonesia ditangguhkan membayar hutang sebesar US$ 2,7 miliar. Pembayaran hutang, yang jatuh tempo pada 2005, ditunda selama lima tahun dengan masa tenggang satu tahun. Pemerintah Indonesia beserta parlemen setuju bahwa US$ 2,1 miliar akan dialokasikan untuk rekonstruksi di tahun anggaran 2005 sedangkan sisa US$ 600 miliar dialokasikan ke lain tempat. 4. Wawancara bersama kontributor, 2008. 5. Laporan Scanteam mengenai Multi-Donor Trust Funds di seluruh dunia. Perserikatan Bangsa-Bangsa maupun Bank Dunia bertindak sebagai pengurus. 6. Institute of Development Studies, http://www.ids.ac.uk 7. Dalam praktiknya, kelengkapan dan akurasi dari RANdatabase berkatian dengan kedisiplinan para mitra untuk melaporkan perkembangan terkini dalam database tersebut; memantau aliran dana dan hasil fisik menimbulkan pekerjaan tambahan bagi sistem yang sudah padat karya. Awalnya rendah, tingkat kepatuhan pelaporan mencapai 92 persen pada Desember 2008. 8. www.niasisland.com, 2006. 9. BBC News Asia, “Aceh Restoration ‘Close to Zero,” 9 Mei 2005. 10. Keputusan KPPN No. 13/2003 mengenai mekanisme anggaran. 11. Menurut peraturan perpajakan, hibah asing dibebaskan dari pajak selama digunakan oleh penerima yang ditentukan atau diserahkan ke pemerintah saat proyeknya selesai, namun akan terkena pajak apabila selanjutnya diserahkan ke sektor swasta. 12. BRR 2008 13. “Kapasitas serap” adalah istilah yang dipakai dalam ekonomi pembangunan untuk menggambarkan kapasitas ekonomi untuk menyerap tambahan dana dari luar yang berasal dari investasi asing atau bantuan. 14 Tidak semua dana yang tak terpakai dipindahkan, hanya dana yang terkait pada proyek yang belum selesai. Alokasi untuk pengeluaran rutin administrasi pada umumnya tidak dipindahkan. 15 No. S - 9255/Pb/2006 22 Desember 2006
16 Perdirjen No. 03 /PB/2007 17 Perdirjen No. 70/PB/2007/0/2005 18 Dengan peraturan ini, hanya barang dan jasa yang diberikan oleh kontraktor utama dari dana rekonstruksi bantuan asing yang mendapat pembebasan dari pajak pertambahan nilai (PPN). Pembebasan pajak tak berlaku bagi subkontraktor dan proyek-proyek yang dibiayai oleh hibah dalam negeri. 19 WFP Shipping Service, Project Appraisal Document II, June 2006. 20 Hanya LSM yang terdaftar dalam Pusdatin yang masuk dalam hitungan ini. Angka sebenarnya lebih tinggi 21 Wawancara oleh kontributor, Desember 2008. 22 Serambi Indonesia, 16 October 2008 23 Serambi Indonesia, 30 September 2007. 24 Melalui amendemen terhadap Peraturan Presiden No. 70/05. 25 Sebagaimana diuraikan di dalam Keppres 80/03, dan disetujui oleh Peraturan Presiden No. 70/05 untuk pengadaan dari Barang-barang dan Jasa-jasa. 26 BPK memulai audit laporan finansial dari jajaran kementerian pada 2006. Sebelumnya, BPK hanya meninjau laporan pertanggungjawaban finansial nasional oleh Menteri Keuangan. 27 Meski telah berupaya untuk menjangkau seluruh organisasi, kebanyakan partisipan telah melengkapi program-program mereka di Aceh dan Nias, menjadikannya sulit bagi Pusdatin Outreach Team untuk mengontak mereka dan meminta konfirmasi. 28 Permendagri No. 17/2007 (SIMBADA- Aset) dan Permendagri No. 59/2007 (SIMDA - Finansial). 29 CNN, www.cnn.com, 17 Januari 2009. 30 BPKP adalah aparat negara yang melapor langsung kepada presiden dan bertanggung jawab atas audit dari kegiatan yang spesifik didanai oleh anggaran pemerintah pusat dan provinsi. BPKP telah menciptakan sebuah “strategi antikorupsi nasional” berdasarkan studi yang berlangsung selama dua tahun tentang korupsi di Indonesia. 31 Hukum No. 20/2001 mengembangkan hukum antikorupsi awal di 1999. 32 Definisi ADB (Pedoman Laporan Penyelesaian Proyek ): Sebuah proyek dianggap selesai bila fasilitas dan komponen-komponennya pada dasarnya telah selesai dan siap dioperasikan (terlepas dari selesainya pertanggungjawaban keuangannya). Definisi Bank Dunia (Pedoman Fasilitas Lingkungan Global): Sebelum proyek ditutup, diadakan kunjungan akhir ke lapangan untuk memonitor keadaan. Kunjungan ini boleh ditiadakan apabila proyek tersebut sudah pernah dimonitor dan terbukti telah mengikuti peraturan-peraturan secara baik. Definisi Bank Dunia (Pemulihan Tsunami di Sri Lanka): Sebuah fasilitas yang baru dibangun atau direnovasi telah mencapai tahap akhir, terkadang disebut penempatan bermanfaat, bila dianggap layak untuk penempatan secara penuh dan operasi aktif yang total. 33 On granting g adalah sebuah proses hibah yang diterima oleh pemerintah pusat dihibahkan lagi ke pemerintah lokal yang melaksanakan proyek. On lending adalah mekanisme serupa yang diberlakukan pada pinjaman. 34 Pemerintah Lokal Tingkat Distrik.
127
KEUANGAN: Tujuh Kunci Pengelolaan Dana Bantuan yang Efektif
128
35 Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bendahara Nasional pada tingkat provinsi. 36 Kantor Koordinator Pemulihan PBB. 37 Badan perencanaan tingkat provinsi. 38 BRR mendefinisikan proyek tahunan sebagai proyek-proyek yang sudah dimulai atau ditenderkan dan dikontrak oleh BRR, tetapi sesuai rencana, akan dilaksanakan sesudah BRR ditutup pada 16 April 2009. 39 Agence Française de Développement (AFD) 40 Japan Bank for International Cooperation (JBIC) 41 Ringkasan tentang penilaian MDF dapat diperoleh dari Dr. Kuntoro Mangkusubroto’s “Appraising the MDF’s Contribution to the Reconstruction of Aceh and Nias” yang disampaikan kepada rapat Dewan Pengarah MDF pada 18 Desember 2008 di Jakarta.
Bibliografi Bagian 1 Bappenas. The Master Plan for the Rehabilitation and Reconstruction of Aceh and Nias – Main Book. Jakarta: Bappenas, Jakarta, 2005. Harford, T, Hadjimichael, B and Klein, M. The Supply of Aid: How Are Donors Giving, and to Whom?, Public Policy for the Private Sector. http://rru. worldbank.org (2004): Note Number 276 pp 1-4. Hurley R. Managing Yourself: The Decision to Trust’, Harvard Business Review, September 2006. Kim, W.C and Mauborgne, R. ‘Fair Process: Managing in the Knowledge Economy’, Harvard Business Review, July-August 1997. Masyrafah, Harry and McKeon, Jock. Post-Tsunami Aid Effectiveness in Aceh: Proliferation and Coordination in Reconstruction. Washington DC: Wolfhensohn Center for Development, 2008. Scanteam. Review of Post-Crisis Multi-Donor Trust Funds. Olso: Scanteam, 2007 TEC. Joint Evaluation of the International Response to the Indian Ocean Tsunami: Synthesis Report. London: Tsunami Evaluation Coalition, 2006. Transparency International. Corruption Perception Index 2004.
Bagian 2 Acharya, Fuzzo, and Moore 2004 as cited in Masyrafah, H and McKeon, M. Post-Tsunami Aid Effectiveness in Aceh: Proliferation and Coordination in Reconstruction, Washington DC: Wolfhensohn Center for Development, 2008. Acharya, Lima, and Moore. Proliferation and fragmentation: Transactions costs and the value of aid. The Journal of Development Studies 42(1), (2006): 1–21. Bappenas and International Community. Indonesia: Preliminary Damage and Loss Assessment; The December 26, 2004 Natural Disaster, Indonesia: Bappenas, 2005. Birdsall (2005) as cited by Roodman, D. Competitive Proliferation of Aid Projects: A Model, Center for Global Development Working Paper Number 89 ( June 2006). Cialdini, R. Harnessing the Science of Persuasion, Harvard Business Review 79 no. 9 (2001). Conger, J. A. The Necessary Art of Persuasion, Harvard Business Review w 76 (1998): 84-96.
129
KEUANGAN: Tujuh Kunci Pengelolaan Dana Bantuan yang Efektif
Roodman, D. Competitive Proliferation of Aid Projects: A Model, Center for Global Development Working Paper, Number 89, June 2006.
130
Emerson Communications Consultant. BRR NAD Aceh Reflections in the Media, January 2006.
Hayek cited by Petsoulas, Christian. Hayek’s Liberalism and Its Origins: His Idea of Spontaneous Order and the Scottish Enlightenment.Routledge, 2001-2. Masyrafah, Harry and McKeon, Jock. Post-Tsunami Aid Effectiveness in Aceh: Proliferation and Coordination in Reconstruction. Washington DC: Wolfhensohn Center for Development, 2008.
TEC. Joint Evaluation of the International Response to the Indian Ocean Tsunami: Synthesis Report. London: Tsunami Evaluation Coalition, 2006.
Bagian 3 BRR and International Partners. Aceh and Nias One Year After the Tsunami, December 2005.
Nazara, Suahasil and Resosudarmo, Budy. Aceh-Nias Reconstruction and Rehabilitation: Progress and Challenges at the End of 2006, ADBI Discussion Paper, June 29, 2007. Tuckman, Bruce. Development seqyunce in small group, Psychological Bulletin 63 (1965): 384-399. Zeithaml, Valarie A., Berry Leonard L. and Parasuraman A. The Nature and Determinants of Customer Expectations of Service, Journal of the Academy of Marketing Science no. 21 Winter (1993): 1-12.
Bagian 4 Masyrafah, Harry and McKeon, Jock. Post-Tsunami Aid Effectiveness in Aceh: Proliferation and Coordination in Reconstruction. Washington DC: Wolfhensohn Center for Development, 2008 Kotter, John P. Leading Change, Harvard Business School Press, January 15, 1996. Tapscott, Don and Williams, Anthony D. Wikinomics: How Mass Collaboration Changes Everything. Penguin Portfolio, 2006.
Bagian 5 Behn, Robert D. Rethinking Democratic Accountability, Brookings Institution Press, 2001 Wolf, Patrick J. and Hassel, Bryan C. Effectiveness and Accountability (Part 1): Alternatives to the Compliance Model,Progressive Policy Institute publication. Progressive Policy Institute, May (2001): 53-76.
Bagian 6 Dickstein, Dennis I. and Flast, Robert H. No Excuses, A Business Process Approach to Managing Operational Risk, Wiley Publishing, January 2009.
Daftar Singkatan Singkatan
Inggris
Indonesia
ADB
Asian Development Bank
Bank Pembangunan Asia
AIPRD
Australia-Indonesia Partnership for Reconstruction and Development
Kemitraan Australia-Indonesia untuk Rekonstruksi dan Pembangunan
APBD
Government of Indonesia’s Regional Annual Budget
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
APBN
Government of Indonesia’s National Annual Budget
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
ASEAN
Association of South East Asia Nations
Perhimpunan Negara-Negara Asia Tenggara
Bakornas (PBP)
National Coordination Agency (for Disaster Mitigation and Refugees), now has became National Agency for Disaster Mitigation
Badan Koordinasi Nasional (Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi), sekarang bernama Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)
Bapel
Executing Agency
Badan Pelaksana
Bappeda
Agency for the Planning of Regional Development
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
Bappenas
National Development Planning Agency
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
BLM
Direct Community Assistance
Bantuan Langsung Masyarakat
BPK
Supreme Audit Agency
Badan Pemeriksa Keuangan
BPS
Statistic Center Bureau
Badan Pusat Statistik
BRR
Agency for the Rehabilitation and Reconstruction of the Regions and Community of Nanggroe Aceh Darussalam and the Nias Island of the Province of North Sumatera
Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah dan Kehidupan Masyarakat Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara
CFAN
Coordination Forum for Aceh and Nias
Forum Koordinasi untuk Aceh dan Nias
Dana Otsus
Special Autonomy Fund
Dana Otonomi Khusus
DAU
General Allocation Fund
Dana Alokasi Umum
DIPA
Issuance of Spending Authority
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran
Dirjen
Directorate General
Direktorat Jenderal
DPR
House of Representative
Dewan Perwakilan Rakyat
DPRD
House of Regional Representative
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
131
KEUANGAN: Tujuh Kunci Pengelolaan Dana Bantuan yang Efektif
132
Singkatan
Inggris
Indonesia
DRR
disaster risk reduction
pengurangan risiko bencana
ETESP
Earthquake and Tsunami Emergency Sector Project funded by Asian Development Bank (ADB)
Proyek Sektor Bantuan Darurat Gempa Bumi dan Tsunami yang dibiayai oleh Asian Development Bank (ADB)
GAM
Free Aceh Movement
Gerakan Aceh Merdeka
GDP
Gross Domestic Product
Produk Domestik Bruto (PDB)
GOI
Government of Indonesia
Pemerintah Republik Indonesia
Inpres
Presidential Instruction
Instruksi Presiden
INTOSAI
International Organization of Supreme Organisasi Tertinggi BPK-BPK seAudit Institutions Dunia
IREP
Infrastructure Reconstruction Enabling Program
Program Pemampuan Rekonstruksi Prasarana
IRFF
Infrastructure Reconstruction Financing Facilitiy
Sarana Pendanaan Rekonstruksi Prasarana
JICS
Japan International Cooperation System
Badan Jepang mengenai Sistem Kerja Sama Internasional
K/L
Ministry/Institution
Kementerian Negara/Lembaga
Kabapel
Head of Implementing Agency
Kepala Badan Pelaksana
KfW
Kreditanstalt fur Wrederaubau is a German Development Bank acting as the funding management manager on behalf of German Government.
Kreditanstalt fur Wrederaubau adalah Bank Pembangunan Jerman yang berperan sebagai pengelola dana atas nama pemerintah Jerman.
KPI
Key Performance Indicator
Indikator Kinerja Utama
KKN
Corruption, Collusion, and Nepotism
Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme
KPA
Budget Authority Officer
Kuasa Pengguna Anggaran
KP4D
The Village Committee for Housing and Settlement Development Acceleration
Komite Percepatan Pembangunan Perumahan dan Permukiman Desa
KPK
Corruption Eradication Commission
Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
KPPN
Office for State Services and Treasury
Kantor Pelayanan dan Perbendaharaan Negara
KPPN-K
Special Office for State Services and Treasury
Kantor Pelayanan dan Perbendaharaan Negara-Khusus
LAKIP
Performance Accountability Report
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
LOGA
Law on Governing Aceh
Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA)
LSM
Non-governmental Organization (NGO) Lembaga Swadaya Masyarakat
Singkatan
Inggris
Indonesia
MAK
Account Code in Indonesian Budgetary System
Mata Anggaran Kegiatan
MDF
Multi-Donor Fund
Dana Multi-Donor
MenPAN
Ministry of State Apparatus Empowerement
Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara
MOF
Ministry of Finance
Departemen Keuangan (Depkeu)
MTR
Mid-Term Review
Evaluasi Paruh Waktu
MPR
People’s Consultative Assembly
Majelis Permusyawaratan Rakyat
NAD
Nanggroe Aceh Darussalam
Nanggroe Aceh Darussalam
NISM
Nias Islands Stakeholder Meeting
Pertemuan pemangku kepentingan Kepulauan Nias
NGO
Non-Governmental Organization
Organisasi nonpemerintah/ Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
PAD
Regional Income
Pendapatan Asli Daerah
PBB
United Nations (UN)
Perserikatan Bangsa-Bangsa
PCN
Project Concept Note
Nota-Konsep Proyek
PDB
Gross National Product (GNP)
Produk Domestik Bruto
PDRB
Regional Gross Domestic Product
Produk Domestik Regional Bruto
Pemda
Regional Government
Pemerintah Daerah
Pemkab
District Government
Pemerintah Kabupaten
Pemprov
Province Government
Pemerintah Provinsi
Perpres
Presidential Regulation
Peraturan Presiden
Perppu
Government Regulation in Lieu of Law
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
PHLN
Foreign Soft Loans/ grant
Pinjaman/Hibah Luar Negeri
PMT
Exit Strategy
Pengakhiran Masa Tugas
PMU
Project Management Unit
Unit Manajemen Proyek
PNPM
National Programme of Community Development
Program Nasional Pengembangan Masyarakat
PP
Government Regulation
Peraturan Pemerintah
PPK
Contract Preparation Officer
Pejabat Pembuat Komitmen
PSD
Basic Infrastructure and Facilities
Prasarana dan Sarana Dasar
PU
Public Works
Pekerjaan Umum
Pusdatin
Center for Data and Information
Pusat Data dan Informasi
RAND
Recovery Aceh-Nias Database
Basis-data Pemulihan Aceh-Nias
RANTF
Recovery Aceh-Nias Trust Fund
Dana Perwalian Pemulihan Aceh-Nias
ReKompak
Community-based Rehabilitation and Reconstruction of Settlements
Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pemukiman Berbasis Komunitas
133
KEUANGAN: Tujuh Kunci Pengelolaan Dana Bantuan yang Efektif
134
Singkatan
Inggris
Indonesia
RI
Republic of Indonesia
Republik Indonesia
RKP
Government Work Plan
Rencana Kerja Pemerintah
RM
Pure Indonesian State Budget
Rupiah Murni
Rp
Rupiah (Indonesian currency)
Rupiah
RPJM
Mid-term Development Plan
Rencana Pembangunan Jangka Menengah
SAK
Anti-corruption Unit
Satuan Antikorupsi
Satker
Project Implementing Unit
Satuan Kerja
Satkorlak
Unit for Coordinating Implementers of Disaster and Displaced Persons Management
Satuan Koordinasi Pelaksana Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi
Satlak
Implementer Unit
Satuan Pelaksana
SK
Decree
Surat Keputusan
SP2D
Fund Disbursement Order Letter
Surat Perintah Pencairan Dana
SPM
Management Control System
Sistem Pengendalian Manajemen
TA
Fiscal Year Y
Tahun Anggaran
TNI
Indonesian National Army
Tentara Nasional Indonesia
UKM
Small and Medium Enterprise (SME)
Usaha Kecil dan Menengah
UN
United Nations
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
UNDP
United Nations Development Programme
Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
UNORC
United Nations Office of the Recovery Coordinator for Aceh and Nias
Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa Koordinator Pemulihan khusus untuk Aceh dan Nias
UU
Law
Undang-Undang
UUPA
Law on the Governing of Aceh
Undang-Undang tentang Pemerintahan Aceh
Wanrah
Advisory Board
Dewan Pengarah
Wanwas
Supervisory Board
Dewan Pengawas
WB
World Bank
Bank Dunia
LEMBAR FAKTA
KEUANGAN: Tujuh Kunci Pengelolaan Dana Bantuan yang Efektif
Tabel LF.1 Penaksiran Awal Kerusakan dan Kerugian (Sumber: Bappenas 2005)
Dampak Total Kerusakan
136
Kekayaan
Kerugian
Total
Pribadi
Umum
Sektor Sosial
1.674,9
65,8
1.740,7
1.440,6
300,1
Perumahan
1.398,3
38,8
1.437,1
1.408,4
28,7
Pendidikan
110,8
17,6
128,4
9
119,4
Kesehatan
82,5
9,4
91,9
23,2
68,6
Budaya dan Agama
83,4
Infrastruktur
636
240,8
876,8
325,9
550,8
Trasportasi
390,5
145,4
535,9
165,8
370,1
Komunikasi
18,9
2,9
21,8
8,6
13,2
Energi
67,8
0,1
67,9
1,1
66,9
Air Bersih & Sanitasi
83,4
83,4
26,6
3,2
29,8
18,3
11,4
Pengendalian Banjir, Irigasi dan Perlindungan Laut
132,1
89,1
221,2
132,1
89,1
Sektor Produktif
351,9
830,2
1.182,1
1.132
50,1
Pertanian dan Peternakan
83,9
140,9
224,8
194,7
29,9
Perikanan
101,5
409,4
510,9
508,5
2,5
Perusahaan
166,6
280
446,6
428,9
17,7
Lintas Sektor
257,6
394,4
652
562,9
89,1
Lingkungan
154,5
154,5
548,9
89,1
89,1
14
14
14
4.451,6
3.461,4
Pemerintahan dan Administrasi Perbankan dan Keuangan Dampak Total
2.920,4
1.531,2
89,1 9.90,1
Tabel LF.2 Kebutuhan PendanaanRekonstruksi 2005-2009
Tahun Anggaran 1 2005 2006
Revisi Rencana Induk PerPres47/2008 2 66.993.387,00
Komitmen Donor Off-Budget (Non-APBN) 4
On-Budget Komitmen Pemerintah APBN RM
PHLN
5
6
Kebutuhan On-Budget (APBN) 7
Komitmen On-Budget (APBN)
Kekurangan On-Budget (APBN)
8
9 = (8 - 7)
10.472.599,00
2.497.146,00
-
2.497.146,00
2.497.146,00
-
4.727.294,00
6.954.455,00
937.591,00
7.892.046,00
7.892.046,00
-
2007
1.278.811,00
7.842.029,00
3.286.635,00
11.128.664,00
11.128.664,00
-
2008
7.390.948,00
7.523.541,00
2.487.540,00
10.011.081,00
7.000.401,00
(3.010.680,00)
2009
7.390.948,00
3.834.851,00
-
3.834.851,00
-
(3.834.851,00)
66.993.387,00 31.630.599,00
28.652.022,00
6.711.766,00
35,363.788,00
28.518.257,00
(6.845.531,00)
TOTAL
Tabel LF. 3 – Pendanaan Tahunan untuk Program Rehabilitasi dan Rekonstruksi di Aceh dan Nias
APBN 2005
2006
2007
2008
2009
Total
5.384.900
64.399
2.259.255
3.264.490
1.752.436
847.645
8.188.225
Infrastruktur
21.208.700
96.042
1.827.479
2.884.490
3.413.532
5.018.964
13.240.507
Sosial
14.564.000
152.055
1.223.192
1.399.755
882.908
209.649
3.867.559
1.499.200
24.631
964.253
1.104.581
235.942
685.425
3.014.832
28.075
898.421
719.135
133.227
110.751
1.889.609
49.461
465.410
866.899
689.175
10.825
2.081.770
414.663
7.638.014
10.239.350
7.107.220
6.883.260
32.282.507
Pengembangan Ekonomi Pengembangan Institusi
6.111.000
Manajemen Total
48.767.800
Lembar Fakta
Rencana Induk
Sektor
137
Gambar LF.1– Perincian Presentase Komitmen dari Kelompok Pelaku Rekonstruksi (Miliar US$)
KEUANGAN: Tujuh Kunci Pengelolaan Dana Bantuan yang Efektif
Tabel LF.4 – Alokasi dan Realisasi Proyek MDF per Desember 2008 (Sumber: MDF 2009)
138
No
Proyek
Lembaga Mitra
Lembaga Pelaksana
Proyek On-Budget 1
Reconstruction of Aceh Land Administration System Project (RALAS)
Bank Dunia
BPN
2
Community Recovery Through The Kecamatan Development Project (KDP)
Bank Dunia
Departemen Dalam Negeri
3
Community Recovery Through the Urban Poverty Program (UPP)
Bank Dunia
Departemen Pekerjaan Umum
4
Community-Based Settlement Rehabilitation and Reconstruction Project (REKOMPAK)
Bank Dunia
Departemen Pekerjaan Umum
5
Infrastructure Reconstruction Enabling Program
Bank Dunia
BRR/ Departemen Pekerjaan Umum
6
Nias Kecamatan-Based Recovery and Planning Project
Bank Dunia
Departemen Dalam Negeri
7
Support for Poor and Disadvantaged Areas
Bank Dunia
Kementrian Pengembangan Daerah Tertinggal
8
Infrastructure Reconstruction Financing Facility
World Bank
BRR/ Departemen Pekerjaan Umum
9
Technical Support for Badan Rehabilitasi Rekonstruksi (BRR) NAD-Nias
UNDP
UNDP/BRR
10
Tsunami Recovery Waste Management Programme
UNDP
UNDP/Dinas
11
Support to Strengthen the Role and Capacity of CSOs in the Recovery of Aceh
UNDP
UNDP
12
Capacity Building for Local Resource-based Rural Roads
UNDP
ILO
13
Sea Delivery and Logistics Program
WFP
WFP
14
Aceh Forest and Environment Project
Bank Dunia
Leuser International Foundation/ Fauna and Flora International
15
Tsunami Recovery Port Redevelopment Programme
UNDP
UNDP
16
Banda Aceh Flood Mitigation Project
Bank Dunia
Muslim Aid
17
Lamno-Calang Road Maintenance Project
UNDP
UNDP
18
Aceh Government Transformation Programme
UNDP
UNDP
Proyek Off-Budget
Total Alokasi ke Proyek-Proyek Disaster Risk Reduction-Aceh Economic Development Financing Facility Aceh Government Transformation Programme Sustainable Recovery of Smallholder Farmers Livelihoods and Improved Forest Conservation in Aceh Nias Livelihoods and Economic Development Program Sea Delivery and Logistics Program Support for Poor and Disadvantaged Areas Total Realisasi ke Proyek Total Dana yang Belum Teralokasi dan Belum Dikomitmenkan Total Dana yang Belum Teralokasi ke Proyek Baru** Total Kontribusi oleh Donor * Realisasi di tabel ini dapat mengacu pada dana yang telah dialihkan ke Lembaga Pelaksana walaupun belum dibelanjakan ** Total dana belum teralokasi dapat berfluktuasi tergantung nilai tukar, nilai investasi dan biaya administrasi, pernilaian, dan pengawasan
US$ juta Persentase Teralokasi(%)
Realisasi*
Proyek dimulai
Proyek diakhiri
28,50
11,70
41
Jun ‘05
Des ‘08
64,70
64,70
100
Ags ‘05
Des ‘08
17,96
17,90
100
Ags ‘05
Des ‘09
85,00
81,66
96
Okt ‘05
Feb ‘09
42,00
14,13
34
Jul ‘06
Sep ‘09
25,75
10,15
39
Nov ‘06
Des ‘09
25,00
4,08
16
Feb ‘07
Jun ‘10
100,00
19,57
20
Jul ‘06
Des ‘09
22,48
22,48
100
Jul ‘05
Mei ‘09
24,41
19,43
80
Sep ‘05
Des ‘10
6,00
6,00
100
Des ‘05
Feb ‘10
11,80
11,80
100
Jan ‘06
Des ‘09
24,70
24,70
100
Mar ‘06
Feb ‘10
17,53
8,42
48
Feb ‘06
Jun ‘10
3,78
3,78
100
Des ‘05
Des ‘07
4,50
2,05
46
Apr ‘06
Jun ‘09
1,46
1,46
100
Okt ‘06
Des ‘07
9,92
9,92
100
Mei ‘08
Des ‘09
515,49
333,92
65
9,87 50,00 4,06 4,99 20,00 0,33 0,60 89,85 89,23 179,08 691.92
Lembar Fakta
Alokasi
139
KEUANGAN: Tujuh Kunci Pengelolaan Dana Bantuan yang Efektif
140
Tabel LF.5– Realisasi ADB per Desember 2008
Alokasi
Komitmen
Kontrak
Pembayaran
Sektor USD (000)
USD (000)
Pertanian
35.000
36.505
% 104,30%
USD (000) 31,940
%
USD (000)
91,26%
31,555
% 90%
Perikanan
30.000
36.783
122,61%
25,747
85,82%
25,656
86%
UKM
13.500
14.377
106,49%
13,877
102,79%
5,944
44%
Kesehatan
13.000
14.236
109,51%
10,803
83,10%
9,392
72%
Pendidikan
16.000
21.035
131,47%
11,041
69,01%
11,174
70%
7.000
7.636
109,09%
6,005
85,78%
4,949
71%
Perumahan
73.000
74.636
102,24%
67,671
92,70%
49,348
68%
Irigasi
30.000
35.321
117,74%
29,669
98,90%
27,577
92%
Tata Ruang
16.000
16.055
100,34%
15,980
99,87%
11,170
70%
Jalan dan Jembatan
37.000
45.721
123,57%
32,683
88,33%
24,177
65%
9.500
11.900
125,26%
9,347
98,39%
8,922
94%
14.500
14.500
100,00%
12,318
84,95%
10,831
75%
294.500
328.704
111,61%
267,080
90,69%
220,695
75%
Pengadaan Air Bersih
Listrik Pengawasan Fidusier Total
Gambar LF.2 – Perbandingan Tingkat Realisasi Anggaran melalui Mekanisme Penyaluran Dana yang Berbeda
US$ 6,7 67M Mill illiar ill iar
On-B On BUD UDGE GET T (Dana (Da D na Pem Pemeriinta ntah) t h)
On-TREASURY
Total Dana : US$ 3,0 Miliar GoI : US$ 2,1 Miliar Donor : US$ 0,9 Miliar (MDF, WB, ADB, IDB, DB, JBIC) Total Realisasi:
Off-TREASURY
Tidak dapat diterapkan
US$ 2,5 Miliar (~83%)
Total funds : US$ 0,32 Milliar (JICS and KfW) Total Realisasi:
OffOf f BU BUDG DGET ET (Dana (Da na Non Non-Pe -Pemer P mer meriinttah) h)
US$ 0,29 Mlliar (~90%)
Total Dana : US$ 0,34 Miliar (PBB, LSM, Swasta, a, dan lain-lain) Pencairan Total:
US$ 2,7 Miliar (~79%)
Tabel LF 6. Jumlah Komitmen dan Realisasi melalui Tiga Mekanisme Penyaluran Dana
(dalam jutaan)
MEKANISME PENYALURAN DANA & SUMBER DANA
KOMITMEN
REALISASI
(US$)
(US$)
%
- Pemerintah Indonesia
2.100,00
2,024.30
96,40%
920,15
471,00
51.19
321,14
288,00
89,68%
- BILATERAL & MULTILATERAL
1.169,54
654,00
55,92%
- LSM, Swasta, dan lain-lain
2.209,17
2.022,00
91,53%
TOTAL
6.720,00
5.459,30
81,24%
- BILATERAL & MULTILATERAL ON-BUDGET & OFF-TREASURY - BILATERAL & MULTILATERAL OFF-BUDGET & OFF-TREASURY
Tabel LF. 7 - GOI`s Annual Disbursement Rates Amount to 96%
No
Anggaran
Kategori
RM (Rupiah Murni)
1
DIPA 2005
Realisasi
414.662.762.597,00
2
DIPA-L 2006
Realisasi
2.082.482.891.058,00
3
DIPA 2006
Realisasi
4.746.492.669.712,00
4
Trust Fund BRR
Realisasi
1.948.851.905.202,00
5
DIPA 2007
Realisasi
5.212.003.413.219,00
Total No
DIPA
14.404.493.641.788,00 Kategori
RM (Rupiah Murni)
6
DIPA-L 2008
Realisasi
2.154.096.450.550.00
7
DIPA 2008
Realisasi
3.685.356.419.040,00
Total
5.839.452.869.590,00
20.243.946.511.378,00 Unt ntuk ukk 200 2009 9, Pem 9, Pemeri erinta ntaah IIndo ndones nesia e ia tel telah ah men men e galloka k sik sikan ikan dan dana sebe dana ebesar b sar Rp Rp2.8 2 83 tril 2.83 rili iliun iun (R ( M)) unt u tukk penyel yelesa lesaian ian ke kegia giatan i tan re rekkonstr konstruks uksi k i
96%
+ 23,83 T
113%
Lembar Fakta
ON-BUDGET & ON-TREASURY
141
KEUANGAN: Tujuh Kunci Pengelolaan Dana Bantuan yang Efektif
Tabel LF.8 – 94% dari Indikator Kinerja Utama (KPI) Telah Tercapai per Desember 2008
KATEGORI PERSENTASE PENCAPAIAN BIDANG
BIRU
HIJAU
KUNING
JINGGA
MERAH
> 100%
76-99%
51-75%
26%-50%
<25%
TOTAL INFRASTRUKTUR
59
6
KELEMBAGAAN
106
3
PEREKONOMIAN
125
6
5
40
2
1
265
12
8
87,89%
4,28%
2,36%
PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN SOSIAL KEMASYARAKATAN PERSENTASE
142
2
1
3
2
71 111
8
7
151
2
45
5
9
299
2,36%
3,10%
100,00%
Tabel LF.9 - Indikator Kinerja Utama yang Telah Tercapai di Sektor Perumahan dan Permukiman
KATEGORI PERSENTASE PENCAPAIAN BIDANG
BIRU
HIJAU
KUNING
JINGGA
MERAH
> 100%
76-99%
51-75%
26%-50%
<25%
TOTAL PERTANAHAN
20
1
PERUMAHAN
3
TATA RUANG
17
1
TOTAL
40
2
1
2
24 3 19
1
2
46
Tabel LF.10 - Indikator Kinerja Utama yang Telah Tercapai di Sektor Infrastruktur
KATEGORI PERSENTASE PENCAPAIAN BIDANG
BIRU
HIJAU
KUNING
JINGGA
MERAH
> 100%
76-99%
51-75%
26%-50%
<25%
TOTAL BANGUNAN PUBLIK ENERGI DAN KELISTRIKAN
6 16
6 1
Infrastructure Reconstruction Enabling Project (IREP)
5
JALAN DAN JEMBATAN
1
PEMELIHARAAN INFRASTRUKTUR
7
TRANSPORTASI
5
1
POS DAN TELEKOMUNIKASI
7
1
SUMBERDAYA AIR
7
TERMINAL DAN LLAJ
5
1
59
6
TOTAL
2
19 5
2
2
1
6 7 6 1
9 7 6
2
1
3
71
Tabel LF.11 – Indikator Kinerja Utama yang Telah Tercapai di Sektor Pembangunan Ekonomi
KATEGORI PERSENTASE PENCAPAIAN BIDANG
BIRU
HIJAU
KUNING
JINGGA
MERAH
> 100%
76-99%
51-75%
26%-50%
<25%
TOTAL 13
13
KEHUTANAN DAN LINGKUNGAN
14
1
KETENAGAKERJAAN
6
1
PARIWISATA
9 20
1
PERIKANAN
20
2
20
2
PETERNAKAN
14
1
125
6
10 22
2 1
PERTANIAN
18 7
1
9
TOTAL
1
1
PERDAGANGAN
PERKEBUNAN
2
3
28
2
12
2
24
1
2
18
5
8
7
152
Tabel LF.12 - Indikator Kinerja Utama yang Telah Tercapai di Sektor Pembangunan Kelembagaan
KATEGORI PERSENTASE PENCAPAIAN BIDANG
BIRU
HIJAU
KUNING
JINGGA
MERAH
> 100%
76-99%
51-75%
26%-50%
<25%
TOTAL HUKUM
19
2
KEAMANAN, KETERTIBAN DAN KETAHANAN MASYARAKAT
57
1
KELEMBAGAAN DAERAH
30
TOTAL
106
21
3
1
59
1
31
2
111
Tabel LF.13 - Indikator Kinerja Utama yang Telah Tercapai di Sektor Agama, Sosial, Budaya
KATEGORI PERSENTASE PENCAPAIAN BIDANG
BIRU
HIJAU
> 100%
76-99%
JINGGA
MERAH
26%-50%
<25%
TOTAL 51-75%
AGAMA
18
BUDAYA
32
KESEHATAN
34
34
PEMBINAAN OLAH RAGA
25
25
PEMUDA
5
3
2
1
9
1
PENDIDIKAN
72
5
PERAN PEREMPUAN DAN ANAK
30
1
SOSIAL
45
Total
265
12
4
3
2
30
1
34
2
12
2
86 31
8
5
2
47
9
299
Lembar Fakta
INDUSTRI
143
KEUANGAN: Tujuh Kunci Pengelolaan Dana Bantuan yang Efektif
Gambar LF.3 - Nilai Aset On-Budget per Desember 2008 18,000,000,000,00 16,000,000,000,00 14,000,000,000,00 12,000,000,000,00 10,000,000,000,00 8,000,000,000,00 6,000,000,000,00 4,000,000,000,00 2,000,000,000,00
144
0
ASET OPERASIONAL
ASET PROGRAM
BELUM SELESAI
PERUMAHAN
TOTAL ASET
135.839.230.828
9.505.213.815,1
-
3.262.221.801,6
-
-
4.546.164.852,2
-
4.546.164.825,2
TOTAL ASET
135.839.230.828
9.505.213.815,1
4.546.164.852,2
3.262.221.801,6
17.449.439.672,0
BELUM SERAH TERIMA
135.839.230.828
5.339.202.652.,3
-
3.262.221.801,6
8.737.263.684,9
ASET PUBLIK ASET NON-PUBLIK
12.903.274.847,0
Gambar LF.4 - Proses Pengumpulan Aset Off-Budget per Desember 2008
Total 1024 Lemb 1024 Lembaga aga* * (P nda (Pe ndanaa d naan& & Pelaks Pellaks aksana ana ana) na)
Tidak Tid a bis ak bisa a dihu dihubun bungi gi 36 Lembaga
Realisasi l asii +/- Rp.27 p T
Est Estimasi N Aset Non +/ Rp.13 +/13.10 10 T
Tidagg Men Tidag Mengis gisii Formul For mulir mu ir Ase Asett 93 Lem Lembag baga a
Aset tid tidak ak terma ermasuk suk KPI P
PCN N +/- Rp.34 T
150 Le L mbag b ga
Tindak Tin dak Lanju Lanjutt 513 Le Lemba mbaga mba ga
Dihubu Dih ubungi ngi 317 Le Lemba mbaga mba ga a
Aset term Aset termasu asuk k KPI KPI 363 Le Lemba mbaga mba ga
Mengisi formulir aset dalam proses 86 Lem Lembag bagga
Sudah menyerahkan formul for mulir mul ir ase asett 148 Le Lemba mbaga mba g ga
Estimasi Aset +/+/ / Rp Rp.14 14.90 90 T
73, 83%
Nilai Aset Rp.11 Rp 11.00 11 00 T
* - termasuk lembaga pelaksana tingkat satu seperti kontraktor
Lembar Fakta
Gambar LF.5 - Nilai Aset Off-Budget per Desember 2008
145
Gambar LF.6 - Struktur Organisasi BRR Menjelang Penutupan
Kepala Kep ala Badan Bad an Pel Pelaks aksana aks ana Wakilil K Wak Kepala Kep ala Badan Bad an Pel Pelaks e aks aksana ana ana
Deputi Ag Deputi Agama ama, Sosial Sos ial, B Buda udaya uda ya
Kepala Ka Kepala Kanto ntorr Perwak Per wakila il n I
S ret Se Sek retari ariss Badan Pel Badan Pelaks aksana an
S f Ahli Sta Ahli hi Badan Bad an Pel Pelaks aksana ana
Deputi Dep uti ti Pe Penga Pengawasan ngawas nga wasan was an
Pen e asi asihat hat a Badan Pel Badan Pelaks aksana ana
Deputi Dep utii K Keuan ngan ga da dan n Perenc Per encana anaan an
S f Khus St Sta Khusus us Kepala Ba Kepala Bapel pel
Deputi Ek Deputi Ekono onomi mi dan Us Usaha aha
Deputi Perumahan dan Permuk Per mukima iman n
Kepala Ka Kepala Kanto ntorr Perwak Per wakila wak ilan ila l n II
Deputi O Op perasi
Kepala Ka Kepala Kanto ntorr Perwak Per Pe akil kilan III III
Dep puti Pendidilan, Kesehatan dan Peran Per an Per Peremp empuan uan
Dep Infrastruktur Deputi dan Lingkungan Hidup Hid up
Kepala Ka Kepala Kanto ntorr Perwak Perwak Per wakililan V
Deputi Kelembagaan dan HRD
Kepala Ka Kepala Kanto ntorr Perwak Per wakila wak i n VI ila
KEUANGAN: Tujuh Kunci Pengelolaan Dana Bantuan yang Efektif
Gambar LF. 7 Bagan Organisasi Deputi Keuangan dan Perencanaan BRR menjelang Penutupan
Deputi Keuangan dan Perencanaan
Wakil Deputi Keuangan dan Perencanaan
146
Direktur Hubungan Donor Internasional
Tim Pengakhiran Masa Tugas (PMT)
Direktur Keuangan
Direktur Pelaporan dan Hubungan Pemerintah Pusat
Direktur Akutansi dan Managemen Aset
Kepala Keuangan
Kepala Pelaporan dan Pertanggung Jawaban
Kepala Pengawasan dan Evaluasi
Kepala Pendanaan
Kepala Hubungan Pemerintah Pusat
Kepala Serah Terima Aset
Kepala Akutansi Aset Kepala Akutansi dan Keuangan
Tabel LF.14 – Undang-Undang dan Peraturan
Nomor
Peraturan Presiden
No. 47/2008
Keputusan Presiden
No. 86/M/2006
Peraturan Presiden
No. 76 /2006
Peraturan Presiden
No. 8 /2006
Peraturan Presiden
No. 83/2005
Undang-Undang
UU No. 10 /2005
Peraturan Presiden
No. 69 /2005
Peraturan Presiden
No. 70 /2005
Surat Keputusan Sekretariat Dewan Pengarah BRR
KEP. 34 /MENKO/ POLHUKAM/06/2005
Peraturan Presiden
No. 34 /2005
Keputusan Presiden
NO 63/M /2005
Peraturan Presiden
No. 30/2005
Peraturan Pemerintah Pengganti UndangNo. 2/2005 Undang SK Deputi Bidang Otonomi Daerah dan KEP.003/D.3/04/2005 Pengembangan Regional InPres
No.1/2005
Tanggal
Explanations
Peraturan Presiden tentang Revisi terhadap Peraturan Presiden No. 4-Juli-2008 30/2005 (Rencana Induk) 29-Agustus-2006 Salinan Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 86/M /2006 Peraturan Presiden tentang Revisi terhadap Peraturan Presiden 19-Juli-2006 No. 34 /2005 mengenai Struktur Organisasi, Rencana Kerja, dan Pertanggungjawaban Keuangan BRR NAD-Nias Peraturan Presiden No. 8 /2006 tentang Perubahan Keempat atas 20-Maret-2006 Keputusan Presiden No. 80 /2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Peraturan Presiden No. 83 /2005 tentang Badan Koordinasi Nasional 18-Januari-2006 Penanganan Bencana Undang-Undang tentang Penetapan Peraturan Pemerintah pengganti UU 18-November-2005 No. 2 /2005 tentang BRR Wilayah dan Kehidupan Masyarakat Provinsi NAD-Nias menjadi Undang-Undang Peraturan Presiden tentang Peran Serta Lembaga/Perorangan Asing 18-November-2005 dalam rangka Hibah untuk Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah dan Kehidupan Masyarakat Provinsi NAD-Nias Peraturan Presiden tentang Perubahan Ketiga atas Keputusan Presiden 18-November-2005 No. 80 /2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Keputusan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Selaku Ketua Dewan Pengarah Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi 14-Juli-2005 Wilayah dan Kehidupan Masyarakat Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara tentang Pembent Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 34 /2005 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja serta Hak Keuangan Badan Rehabilitasi dan 29-April-2005 Rekonstruksi Wilayah dan Kehidupan Masyarakat Provinsi NAD dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara Keanggotaan Dewan Pengarah dan Dewan Pengawas serta Pejabat Badan Pelaksana Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah dan Kehidupan 29-April-2005 Masyarakat Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara Rencana Induk Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah dan Kehidupan 18-April-2005 Masyarakat Provinsi NAD dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara 15-April-2005
Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah dan Kehidupan Masyarakat Provinsi NAD dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara
1-April-2005
Pembentukan Sekretariat Tim Rencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah Aceh dan Nias Sumatera Utara
2-Maret-2005
Kegiatan Tanggap Darurat dan Perencanaan serta Persiapan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana Alam Gempa Bumi dan Gelombang Tsunami di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Provinsi Sumatera Utara
SK Deputi Bidang Otonomi Daerah dan Kep.001/D.3/02/2005 11-Februari-2005 Pengembangan Regional (Revisi) SK Meneg. PPN/Ketua Kep.001/M.PPN/01/2005 10-Jan-2005 Bappenas Kepres No. 80 Tahun Keputusan Presiden 3 November 2003 2003
Pembentukan Sekretariat Tim Rencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi Masyarakat Aceh dan Sumatera Utara Pembentukan Tim Koordinasi Perencanaan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Masyarakat Aceh dan Sumatera Utara Keputusan Presiden tentang pedoman pelaksanaan pengadaaan barang/ jasa pemerintah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Undang-Undang
No. 20 Tahun 2001
21-November-2001
Undang-Undang
No.18/2001
9-Agustus-2001
Otonomi Khusus Bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh Sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
SK Meneg. PPN/Kepala Bappenas
Kep.007/M.PPN/02/2005 1-Februari-2001
Pembentukan Tim Koordinasi Rencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi Masyakarat Aceh dan Sumatra Utara (R3MAS)
Lembar Fakta
UU / Peraturan
147